Ayat
Terjemahan Per Kata
وَٱتَّقُواْ
dan takutlah
يَوۡمٗا
suatu hari
لَّا
tidak
تَجۡزِي
dapat membela
نَفۡسٌ
seseorang
عَن
dari
نَّفۡسٖ
orang lain
شَيۡـٔٗا
sesuatu/sedikitpun
وَلَا
dan tidak
يُقۡبَلُ
diterima
مِنۡهَا
daripadanya
شَفَٰعَةٞ
syafa'at
وَلَا
dan tidak
يُؤۡخَذُ
diambil
مِنۡهَا
daripadanya
عَدۡلٞ
tebusan
وَلَا
dan tidaklah
هُمۡ
mereka
يُنصَرُونَ
akan ditolong
وَٱتَّقُواْ
dan takutlah
يَوۡمٗا
suatu hari
لَّا
tidak
تَجۡزِي
dapat membela
نَفۡسٌ
seseorang
عَن
dari
نَّفۡسٖ
orang lain
شَيۡـٔٗا
sesuatu/sedikitpun
وَلَا
dan tidak
يُقۡبَلُ
diterima
مِنۡهَا
daripadanya
شَفَٰعَةٞ
syafa'at
وَلَا
dan tidak
يُؤۡخَذُ
diambil
مِنۡهَا
daripadanya
عَدۡلٞ
tebusan
وَلَا
dan tidaklah
هُمۡ
mereka
يُنصَرُونَ
akan ditolong
Terjemahan
Takutlah kamu pada suatu hari (kiamat) yang seseorang tidak dapat membela orang lain sedikit pun, syafaat dan tebusan apa pun darinya tidak diterima, dan mereka tidak akan ditolong.
Tafsir
(Dan takutlah olehmu) (suatu hari, yang pada hari itu tidak dapat membela) (seseorang atas orang lainnya walau sedikit pun) yakni pada hari kiamat (dan tidak diterima) ada yang membaca tuqbalu dengan ta dan ada pula yuqbalu dengan ya (daripadanya syafaat) artinya pada hari kiamat tidak ada perantara dan tak ada orang yang dapat dijadikan sebagai perantara (dan tidak pula tebusan) (dan tidaklah mereka akan ditolong) artinya dibebaskan dari azab Allah.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 48
Dan takutlah kalian pada hari (kiamat yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang lain sedikit pun, dan tidak diterima syafaat dan tebusan darinya, dan tidak pula mereka akan ditolong.
Setelah Allah ﷻ mengingatkan mereka tentang nikmat-nikmat-Nya yang telah dilimpahkan kepada mereka pada ayat pertama, kemudian hal itu diiringi dengan peringatan yang menyatakan tentang kekuasaan pembalasan Allah terhadap mereka kelak di hari kiamat. Untuk itu Allah ﷻ berfirman: "Dan takutlah kalian pada hari (kiamat)." Kemudian disebutkan pada ayat selanjutnya, "(yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang lain sedikit pun," yakni tiada seorang pun dapat menolong orang lain.
Makna ayat ini sama dengan ayat lain yang dinyatakan di dalam firman-Nya: “Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain” (Al-An'am: 164). “Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang menyibukkannya” (Abasa: 37). “Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhan kalian dan takutilah pada suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikit pun” (Luqman: 33). Hal ini merupakan kedudukan paling jelas, karena disebutkan langsung bahwa seorang ayah dan anaknya masing-masing dari kedua belah pihak tidak dapat menolong pihak lain barang sedikit pun.
Firman Allah ﷻ : “dan (begitu pula) tidak diterima syafaat darinya” (Al-Baqarah: 48). Yakni dari orang-orang kafir. Keadaannya sama dengan makna yang terkandung di dalam firman Allah ﷻ lain, yaitu: “Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafaat dari orang-orang yang memberi syafaat.” (At-Muddatstsir 48) Firman Allah ﷻ kepada penghuni neraka: “Maka kami tidak mempunyai pemberi syafaat seorang pun, dan tidak pula mempunyai teman yang akrab” (Asy-Syu'ara: 100-101). Adapun firman Allah ﷻ : “Dan tidak diambil darinya suatu tebusan pun” (Al-Baqarah: 48). Maksudnya, tidak diterima darinya suatu tebusan pun; seperti pengertian yang terdapat pada ayat lain, yaitu firman-Nya: “Sesungguhnya orang-orang kafir dan mati sedang mereka tetap dalam kekafirannya, maka tidaklah akan diterima dari seorang pun di antara mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia hendak menebus diri dengan emas (sebanyak) itu” (Ali Imran: 91). “Sesungguhnya orang-orang yang kafir sekiranya mereka mempunyai apa yang di bumi ini seluruhnya dan mempunyai yang sebanyak itu (lagi) untuk menebus diri mereka dengan itu dari azab hari kiamat, niscaya (tebusan itu) tidak akan diterima dari mereka, dan mereka mendapat azab yang pedih” (Al-Maidah: 36). “Dan jika dia menebus dengan segala macam tebusan pun, niscaya tidak akan diterima darinya” (Al-An'am: 70). Demikian pula dalam firman Allah ﷻ lain, yaitu: “Maka pada hari ini tidak diterima tebusan dari kalian dan tidak pula dari orang-orang kafir. Tempat kalian adalah neraka. Dan nerakalah tempat berlindung kalian” (Al-Hadid: 15).
Melalui ayat ini Allah memberitahukan bahwa mereka tidak mau beriman kepada Rasul-Nya, tidak mau mengikuti apa yang telah diembankan oleh Allah kepadanya, dan mereka menemui Allah di hari kiamat dalam keadaan masih tetap dalam kekafiran. “Maka sesungguhnya tidak bermanfaat bagi mereka pertolongan seorang kerabat pun, dan tidak diterima pula syafaat dari seseorang yang berkedudukan, serta tidak dapat diterima dari mereka suatu tebusan pun sekalipun tebusan itu berupa emas sepenuh bumi, seperti yang diungkapkan oleh Allah dalam ayat lain: “Sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafaat” (Al-Baqarah: 254). “Yang pada hari itu tidak ada jual beli dan persahabatan” (Ibrahim: 31).
Sunaid meriwayatkan, telah menceritakan kepadaku Hajjaj, telah menceritakan kepadaku Ibnu Juraij, dari Mujahid yang mengatakan bahwa sahabat Ibnu Abbas pernah mengatakan sehubungan dengan tafsir firman-Nya, "Wala yukhazu minha 'adlun." 'Adlun artinya pengganti, yang dimaksud ialah tebusan.
As-Suddi mengatakan, ‘adlun artinya yang sepadan, maksudnya adalah 'seandainya dia datang dengan membawa emas sepenuh bumi untuk menebus dirinya (dari neraka), niscaya tidak dapat diterima'. Hal yang sama dikatakan pula oleh Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam. Abu Ja'far Ar-Razi meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah mengenai firman-Nya, "Wala yuqbalu minha 'adlun," bahwa yang dimaksud dengan 'adlun ialah tebusan.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, hal yang serupa telah diriwayatkan dari Abu Malik, Al-Hasan, Sa'id ibnu Jubair, Qatadah, dan Ar-Rabi' ibnu Anas.
Abdur Razzaq meriwayatkan, telah bercerita kepada kami Ats-Tsauri, dari Al-Amasy, dari Ibrahim At-Taimi, dari ayahnya, dari sahabat Ali dalam suatu hadits yang panjang, yang di dalamnya disebutkan bahwa as-sirfu dan al-'adlu sama artinya dengan amal sunnah dan amal fardu. Hal yang sama dikatakan pula oleh Al-Walid ibnu Muslim, dari Usman ibnu Abul Atikah, dari Umair ibnu Hani. Tetapi pendapat ini garib (aneh) dalam kaitannya dengan makna ayat ini.
Pendapat pertama mengenai tafsir ayat ini merupakan pendapat paling kuat, mengingat ada sebuah hadits yang mengukuhkannya, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Dia mengatakan: telah menceritakan kepadaku Nujaih ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ali Ibnu Hakim, telah menceritakan kepada kami Humaid ibnu Abdur Rahman, dari ayahnya, dari Amr ibnu Qais Al-Mala-i, dari seorang lelaki dari kalangan Bani Umayyah yang tinggal di negeri Syam. Disebutkan bahwa ditanyakan kepada Rasulullah ﷺ : "Wahai Rasulullah, apakah arti al-'adl itu?" Beliau menjawab, "Al-'adl artinya tebusan."
Firman Allah ﷻ : “Dan tidaklah mereka akan ditolong” (Al-Baqarah: 48). Dengan kata lain, tiada seorang pun yang marah karena demi membela mereka, kemudian dia menolong dan menyelamatkan mereka dari siksa Allah; seperti yang disebutkan di atas, bahwa tiada seorang kerabat dan tiada seorang yang berkedudukan pun yang belas kasihan kepada mereka dan tidak diterima suatu tebusan pun dari mereka.
Semuanya itu ditinjau dari segi belas kasihan. Dengan kata lain, tiada seorang pun dari kalangan mereka yang dapat menolong dirinya sendiri, tidak pula dari kalangan orang luar. Pengertiannya sama dengan firman Allah ﷻ : “Maka sekali-kali tiada bagi manusia itu suatu kekuatan pun dan tidak (pula) seorang penolong” (At-Thariq: 10). Dengan kata lain, Allah ﷻ tidak mau menerima tebusan tidak pula syafaat yang diajukan untuk membela orang yang kafir kepada-Nya. Tiada seorang penyelamat pun yang dapat menyelamatkan seseorang dari azab-Nya. Tiada seorang pun yang dapat menyelamatkan diri dari siksa-Nya dan tiada seorang pun yang dapat memberikan perlindungan dari azab-Nya.
Hal ini sama dengan apa yang terkandung di dalam firman lain, yaitu: “Dialah Yang melindungi dan tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya.” (Al-Mu’minun: 88). “Maka pada hari itu tiada seorang pun yang menyiksa seperti siksa-Nya, dan tiada seorang pun yang membelenggu seperti belenggu-Nya” (Al-Fajr: 25-26). “Mengapa kalian tidak saling tolong-menolong? Bahkan mereka pada hari itu menyerah” (Ash-Shaffat: 25-26). “Maka mengapa yang mereka sembah selain Allah sebagai Tuhan untuk mendekatkan diri (kepada Allah) tidak dapat menolong mereka. Bahkan tuhan-tuhan itu telah lenyap dari mereka?” (Al-Ahqaf: 28).
Adh-Dhahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: "Mengapa kalian tidak tolong menolong?" (Ash-Shaffat 25). Yakni, mengapa kalian pada hari ini tidak saling tolong menolong dari azab Kami? Mustahillah bagi kalian untuk dapat melakukan hal tersebut pada hari ini.
Ibnu Jarir berkata sehubungan dengan takwil firman-Nya: “dan tidaklah mereka akan ditolong” (Al-Baqarah: 48). Bahwa pada hari itu tiada seorang pun yang dapat menolong mereka, sebagaimana tiada seorang pun yang dapat memberikan syafaat kepadanya. Tidak dapat diterima dari mereka tebusan, tidak pula syafaat; hari itu tidak berlaku lagi kasih sayang, dan pudarlah semua suap dan perantara, lenyaplah tolong menolong dan bantu membantu dari kaum, karena semua hukum kembali kepada Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Adil yang di hadapan-Nya tiada manfaatnya lagi para perantara dan para penolong.
Dia memberikan balasan suatu keburukan dengan balasan yang serupa dan membalas amal kebaikan dengan balasan yang berlipat ganda. Pengertian ayat ini sama dengan ayat lain, yaitu firman-Nya: “Dan tahanlah mereka (di tempat perhentian) karena sesungguhnya mereka akan ditanya, "Mengapa kalian tidak tolong menolong? Bahkan mereka pada hari itu menyerah” (Ash-Shaffat: (24-26).
Dan takutlah kamu serta jagalah dirimu dari kesulitan pada hari Kiamat, ketika tidak seorang pun dapat membela orang lain sedikit pun. Jangan kamu menduga bahwa orang tua, betapa pun terhormat dan taatnya dia kepada Allah, berkesempatan untuk membela atau memberi syafaat, sedangkan syafaat dan tebusan apa pun darinya tidak diterima dan mereka tidak akan ditolong. Syafaat (Arab: syafa''ah) secara harfiah berarti genap (syaf'), lawan dari ganjil (witr). Orang yang meminta syafaat menggenapkan dirinya dengan orang lain, meminta pertolongan, untuk memperoleh sesuatu, sehingga ia tidak lagi sendiri (ganjil) di dalam pengharapan itu. Ayat ini memberikan kesan bahwa orang-orang Yahudi tidak mensyukuri nikmat Allah. Pada ayat ini Allah mengingatkan mereka agar takut kepada siksaan Allah pada hari Kiamat. Pada hari itu, tidak ada syafaat yang dapat menolong mereka, dan tidak ada tebusan apa pun yang dapat menggantikan siksaan Allah yang ditimpakan kepada mereka. Di ayat-ayat yang lalu, Allah mengingatkan Bani Israil tentang anugerah yang mereka terima yang tidak pernah diberikan kepada umatumat yang lain, ayat berikut mengingatkan mereka tentang penyelamatan dari malapetaka yang akan menimpa. Dan ingatlah peristiwa ketika Kami menyelamatkan kamu dari pengikut-pengikut Fir'aun, penguasa Mesir. Mereka menimpakan siksaan yang sangat berat kepadamu, yakni mereka menyembelih anak-anak laki-lakimu dan membiarkan hidup anakanak perempuanmu. Dan pada peristiwa yang demikian itu merupakan cobaan dan ujian yang sangat besar dari Tuhanmu.
Allah memperingatkan kepada Bani Israil yang ada pada waktu turunnya ayat ini, agar mereka kembali ke jalan yang benar, mengikuti agama Allah, yang telah disempurnakan dengan wahyu-wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ Dengan jalan itu mereka dapat menjaga diri mereka dari azab hari Kiamat, yang tak akan dapat dibendung oleh siapa pun juga, tak seorang pun dapat menyelamatkan diri dari padanya kecuali orang-orang yang beriman dan bertakwa serta mengikuti syariat dan petunjuk-petunjuk Allah.
Allah ﷻ menjelaskan bahwa pada hari Kiamat nanti tak seorang pun dapat memberikan pertolongan kepada orang lain agar terbebas dari azab-Nya, dan setiap orang bertanggung jawab atas perbuatannya masing-masing. Seseorang tidak dapat memikul dosa orang lain, walaupun dia bersedia. Hal ini merupakan ketegasan dari Allah atas ketidakbenaran anggapan mereka bahwa berdasarkan keutamaan yang ada pada mereka, mereka akan memperoleh syafaat. Padahal anggapan itu tidak benar, karena orang-orang yang berimanlah yang akan memperoleh syafaat dari Allah.
Syafaat ialah pertolongan yang diberikan oleh rasul atau orang-orang tertentu untuk meringankan azab atau beban seseorang di akhirat, atas izin Allah. Dalam hubungan ini Allah ﷻ berfirman:
Dan seseorang tidak akan memikul beban dosa orang lain. (al-An'am/6:164)
Dan jika seseorang yang dibebani berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul bebannya itu, tidak akan dipikulkan untuknya sedikit pun, meskipun (yang dipanggilnya itu) kaum kerabatnya. (Fatir/35:18)
Pada hari itu manusia lari dari saudaranya, dan dari ibu dan bapaknya, dan dari istri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang menyibukkannya. ('Abasa/80:34-37)
Walau peringatan ini ditujukan kepada Bani Israil, namun berlaku juga bagi umat Islam, agar mereka selama hidup di dunia berusaha mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya, agar kelak pada hari Kiamat terhindar dari azab Allah. Caranya ialah dengan mengikuti petunjuk-petunjuk Allah dan melaksanakan syariat-syariat-Nya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 47-50
Ayat 47
“Wahai, Bani Israil."
Mereka dipanggil lagi dengan nama yang terhormat itu. Dengan menyebut nama nenek moyang mereka yang mulia itu, nama kehormatan yang dianugerahkan Tuhan kepada Ya'kub, Amir Pahlawan Allah, moga-moga mereka sadar kembali. Memang Tuhan mengajarkan kepada Rasul-Nya agar memanggil orang dengan nama yang Dia senangi. Apatah lagi dengan memanggil mereka dengan nama itu, tercakuplah mereka jadi satu semua, tidak ada lagi bagi kabilah ini dan kabilah itu yang rasa tersisih.
“Ingatlah olehmu akan nikmat-Ku yang telah Aku karuniakan kepadamu, dan sesungguhnya Aku telah pernah memuliakan kamu atas bangsa-bangsa."
Diperingatkan hal ini bahwa kemuliaan yang telah dianugerahkan Allah kepada mereka itu bukanlah karena darah keturunan mereka lebih tinggi dari darah keturunan yang lain. Sekali-kali tidaklah Tuhan mengajarkan per-bedaan suku (ras), tinggi itu rendah ini. Mereka pernah dimuliakan melebihi bangsa dan suku yang lain sebab merekalah penerima waris ajaran nenek moyang mereka Ibrahim, Ishaq, dan Ya'kub tentang percaya kepada Allah Yang Maha Esa. Selama tauhid itu mereka pegang teguh, kemuliaan itu tidaklah akan dihilangkan atau dicabut dari mereka. Jadi, mereka diberi kemuliaan karena kemuliaan pendirian. Adapun kalau tauhidnya telah hilang dan yang mereka pertahankan telah tinggal kemegahan saja menyebut-nyebut kebesaran yang lampau, hinalah mereka, dan bangsa lain yang menerima dan menjunjung tauhid itu pulalah yang akan dimuliakan Tuhan.
Ayat 48
“Dan takutlah kamu akan hari yang tidak akan dapat melepaskan suatu diri sesuatu apa pun dari satu diri yang lain."
Inilah salah satu pokok ajaran Islam. Jangan sampai anak-cucu merasa bahwa mereka akan terlepas dari tanggung jawab di akhirat, semata-mata dengan membanggakan bahwa mereka turunan si anu, anak-cucu si fulan. Bani Israil jangan sampai mendabik dada mengatakan “kami ini keturunan Ya'kub dan Yusuf"; karena kalau telah datang waktu perhitungan di akhirat kelak, Ya'kub dan Yusuf tidaklah dapat mereka pergunakan."Dan tidak akan diterima daripadanya permohonan “ yakni semua memohon grasi atau ampunan karena kesalahan yang telah lalu, yang dimintakan oleh orang lain. Memohon kepada Tuhan supaya si anu yang bersalah dibebaskan saja."Dan tidak diambil daripadanya penebusan." Secara jelasnya, tidaklah ada harta walaupun emas sebesar gunung untuk dijadikan uang jaminan karena harta untuk menjamin itu tidak ada sama sekali kepunyaan manusia. Semuanya Allah yang empunya.
“Dan tidak Mereka akan ditolong."
Karena yang akan dapat menolong ketika itu lain tidak hanyalah usaha sendiri yang disiapkan dari sekarang.
Hal ini diperingatkan kepada Bani Israil supaya pendirian yang salah ini segera mereka buang.
Mereka menutup hati buat menerima petunjuk walaupun dari mana datangnya, sebab mereka merasa merekalah sya'bullah al-mukhtar, yakni bangsa kepunyaan Allah yang telah dipilih. Penyakit kebanggaan yang seperti ini kalau dibasmi akan menimbulkan permusuhan dengan bangsa atau golongan yang lain. Bahkan penyakit ini telah berlarut-larut, yang menyebabkan beratus tahun lamanya bangsa-bangsa Eropa memandang kaum Yahudi itu manusia terkutuk yang harus disisihkan dari pergaulan hidup mereka. Sehingga kampung kediaman mereka dinamai Ghetto.
Bahkan sebelum agama Islam masuk ke negeri Spanyol, sangatlah hinanya mereka dipandang oleh orang Nasrani. Barulah nasib mereka berubah setelah Islam datang ke Spanyol. Tetapi kebencian kepada mereka menjadi turun-temurun, berkali-kali mencapai puncak, dan puncak yang terakhir di zaman kita ialah kekejaman Jerman Nazi dan Hitler memusnahkan berjuta-juta orang Yahudi di Eropa. Dan dijelaskanlah dalam ayat 48 ini memperingatkan kepada mereka bahwa kemuliaan mereka di zaman dahulu itu memang diakui bukan karena darah mereka istimewa dalam alam, tetapi karena mereka mempunyai pegangan agama yang benar, yaitu tauhid, dan nenek moyang mereka mengamalkannya dan memperjuangkannya dengan sungguh-sungguh.
Kita umat Islam pun dengan terus terang harus kita akui, kadang-kadang ditimpa juga oleh penyakit Yahudi ini. Tuhan telah pernah menganugerahi kemuliaan dan karunia kepada kaum Muslimin berabad-abad lamanya, sampai menaklukkan dunia Barat dan Timur. Tetapi satu waktu pamor Muslimin menjadi muram dan negerinya dijajah oleh bangsa-bangsa lain, dan mereka mundur dalam lapangan politik, sosial, ekonomi, dan kebudayaan, sehingga yang dapat dibanggakan oleh anak-cucu yang datang di belakang tidak lain hanyalah pusaka nenek moyang yang dahulu.
Dengan tidak sadar si anak-cucu tadi membanggakan kemuliaan nenek moyang, tetapi tidak mau insaf dan tidak mau membina kemuliaan yang baru atau sambungan karena menyeleweng jauh dari garis agama yang di-ajarkan Rasul. Maka samalah keadaan kita dengan Yahudi.
Ayat 49
“Dan (Ingatlah) tatkala Kami selamatkan kamu daripada kaum Fir'aun yang telah menindas kamu dengan seburuk-buruk siksaan; Mereka sembelih anak-anak kamu dan Mereka hidupi perempuan-perempuan kamu, dan pada yang demikian itu adalah bencana yang besar daripada Tuhan kamu."
Seketika mereka sampai ke puncak kemegahan yang menimbulkan kesombongan, merasa diri istimewa daripada bangsa yang lain, diingatkanlah betapa mereka hidup dalam tindasan dan siksaan di negeri Mesir. Menjadi lebih hina daripada budak. Empat ratus tahun lamanya Bani Israil hidup di negeri Mesir itu sejak Nabi Yusuf menjadi raja muda Kerajaan Mesir dan ayahnya Nabi Ya'kub datang dari dusun atas undangan Nabi Yusuf. Dua belas orang bersaudara laki-laki keturunan Ya'kub itu pada mula kedatangan ke Mesir masih hidup dengan baik dan sederhana, tetapi sesudah Ya'kub dan Yusuf meninggal, penduduk Mesir asli membenci mereka karena mereka kian lama kian kembang. Kedudukan mereka di negeri Mesir dipandang membahayakan.
Akan tetapi, mereka tidak diusir, tetapi diperbudak. Disuruh mengerjakan pekerjaan yang berat-berat. Mereka ditindas dengan kejam sekali. Di antara kekejaman itu ialah rencana Fir'aun (raja Mesir) memusnahkan anak laki-laki sehingga diperintahkan kepada bidan-bidan agar segera membunuhnya kalau perempuan Bani Israil melahirkan anak laki-laki, sedangkan anak perempuan ditinggalkan hidup. Dengan demikian, pada perhitungan Fir'aun, Bani Israil itu akan musnah. Kalau perempuan saja yang banyak, bolehlah perempuan-perempuan itu dijadikan istri kedua atau hamba sahaya dari kaum Fir'aun sendiri, anak laki-laki dari perhubungan itu tentu menjadi orang Qibthi, suku Fir'aun. Itulah bencana besar bagi mereka di waktu itu.
Ini disuruh-ingatkan kepada mereka agar mereka tahu bahwa mereka bukanlah datang mulia saja. Empat ratus tahun lamanya mereka hina, rendah, dan tertindas. Kemudian mereka dimuliakan Tuhan. Karena sudah menjadi sunnah dari Tuhan (sunna-tullah) bahwa orang atau kaum yang sudah dianiaya demikian rupa, akhirnya akan dibangkitkan kembali.
Ayat 50
“Dan (Ingatlah) tatkala Kami belahkan lautan untuk kamu,"
Yaitu, tatkala telah berpuluh tahun Musa dan Harun, utusan Kami berjuang membangkitkan kamu dan dalam lembah kehinaan dan perbudakan, dan ingin membawa kamu ke tanah pusaka nenek moyang kamu yang kaya dengan susu dan madu, Fir'aun menahan kamu tidak boleh pergi, karena kalau kamu pergi, Fir'aun kehilangan 600.000 manusia yang telah diperbudak dan diperas tenagarya. Lalu dengan bimbingan utusan Kami, Musa dan Harun, kamu tinggalkan negeri itu, tetapi terhalang oleh taut. Maka laut itu pun Kami belah supaya kamu dua belas Suku Bani Israil selamat sampai ke seberang.
“Maka, Kami selamatkan kamu dan Kami tenggelamkan kaum Fir'aun, padahal kamu melihat sendiri."
Janganlah kamu salah mengartikan ini. Kamu diseberangkan dengan selamat, bukan karena kamu orang istimewa, tetapi karena telah empat ratus tahun kamu dihinakan. Alangkah besarnya pertolongan Tuhan kepada kamu. Sampai lautan dibelah dan kamu dapat berjalan selamat di dasar laut itu. Ketika kamu menyeberangi itu, bersibak laut jadi dua, laksana gunung yang besar layaknya. Suatu hal yang cuma sekali terjadi selama dunia berkembang. Selamat kamu sampai ke seberang. Akan tetapi, kamu dikejar oleh Fir'aun dan tentaranya; mereka tempuh jalan yang hanya dibukakan Tuhan buat kamu. Setelah mereka sampai di pertengahan laut, lautan Kami pertemukan kembali dan mereka pun tenggelamlah di dalamnya. Kamu sendiri melihat kejadian itu dengan mata kepalamu sendiri dari seberang, dari tempat yang kamu telah sampai ke sana dengan selamat.
Apa yang patut kamu lakukan terhadap Tuhan lantaran pertolongan itu? Dari bangsa budak, kamu telah dimerdekakan? Bukankah sudah patut kamu bersyukur selalu bila mengingat hal itu? Dan tidak patut kamu menyombong bertinggi hati dan tidak patut kamu bersikap angkuh menerima kedatangan utusan Tuhan, sedang kaji yang dibawanya adalah menggenapkan kaji yang diajarkan kepada kamu jua.
Allah membelah laut sebagai mukjizat di zaman Musa, bukanlah suatu dongeng. Tetapi disaksikan oleh 600.000 orang pengungsi Bani Israil. Disaksikan pula oleh sisa yang tinggal dari kaum Fir'aun yang tinggal di Mesir, dan menjadi kenangan dari bangsa-bangsa sekeliling Lautan Qulzum itu masa demi masa. Sehingga manusia-manusia yang tidak percaya kepada mukjizat kekuasaan Allah, ada yang mencoba mengatakan bahwa hal itu bukanlah mukjizat, tetapi “pasang turun-pasang naik". Ketika Bani Israil menyeberang 600.000 orang, pasang sedang surut, dan setelah Fir'aun dan tentaranya masuk ke sana, pasang pun naik. Padahal sampai sekarang Lautan Qulzum tempat penyeberangan Musa dan Bani Israil itu masih ada, sudah empat ribu tahun lebih kejadian yang hebat itu terjadi, belumlah ada berita bahwa pernah pasang surut sehingga ada orang dapat menyeberang di tempat itu, atau pasang naik sehingga ada orang terbenam. Hendaknya kalau yang ingkar dari mukjizat itu hendak mempertahankan pendirian yang demikian, seyogianyalah mereka mengadakan suatu ekspedisi ilmiah ke tempat itu. Akan tetapi, kalau ekspedisi itu ada, niscaya mereka akan pulang dengan pengakuan akan adanya mukjizat juga. Sebab menurut ilmu pengetahuan, hanyutnya atau pasir dibawa air hujan ke laut, menyebabkan kian lama kian dangkalnya pinggir laut, tegasnya kian dangkallah sekarang Lautan Qulzum Itu dibandingkan dengan empat ribu tahun yang lalu. Namun demikian, belum pernah kita mendengar bahwa di zaman sekarang ada pasang surut yang menyebabkan di tempat penyeberangan Nabi Musa dengan Bani Israil itu dapat dilalui orang ketika pasang surut itu.