Ayat
Terjemahan Per Kata
وَكَذَٰلِكَ
dan demikianlah
أَعۡثَرۡنَا
Kami perlihatkan
عَلَيۡهِمۡ
atas mereka
لِيَعۡلَمُوٓاْ
agar mereka mengetahui
أَنَّ
bahwasanya
وَعۡدَ
janji
ٱللَّهِ
Allah
حَقّٞ
benar
وَأَنَّ
dan bahwasanya
ٱلسَّاعَةَ
kiamat
لَا
tidak ada
رَيۡبَ
keraguan
فِيهَآ
didalamnya/padanya
إِذۡ
ketika
يَتَنَٰزَعُونَ
mereka berbantah/berselisih
بَيۡنَهُمۡ
diantara mereka
أَمۡرَهُمۡۖ
urusan mereka
فَقَالُواْ
maka mereka berkata
ٱبۡنُواْ
bangunan/didirikan
عَلَيۡهِم
atas mereka
بُنۡيَٰنٗاۖ
bangunan
رَّبُّهُمۡ
Tuhan mereka
أَعۡلَمُ
lebih mengetahui
بِهِمۡۚ
dengan/tentang mereka
قَالَ
berkata
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
غَلَبُواْ
(mereka) mengalahkan/menguasai
عَلَىٰٓ
atas
أَمۡرِهِمۡ
urusan mereka
لَنَتَّخِذَنَّ
sungguh pasti akan jadikan
عَلَيۡهِم
atas mereka
مَّسۡجِدٗا
tempat beribadah
وَكَذَٰلِكَ
dan demikianlah
أَعۡثَرۡنَا
Kami perlihatkan
عَلَيۡهِمۡ
atas mereka
لِيَعۡلَمُوٓاْ
agar mereka mengetahui
أَنَّ
bahwasanya
وَعۡدَ
janji
ٱللَّهِ
Allah
حَقّٞ
benar
وَأَنَّ
dan bahwasanya
ٱلسَّاعَةَ
kiamat
لَا
tidak ada
رَيۡبَ
keraguan
فِيهَآ
didalamnya/padanya
إِذۡ
ketika
يَتَنَٰزَعُونَ
mereka berbantah/berselisih
بَيۡنَهُمۡ
diantara mereka
أَمۡرَهُمۡۖ
urusan mereka
فَقَالُواْ
maka mereka berkata
ٱبۡنُواْ
bangunan/didirikan
عَلَيۡهِم
atas mereka
بُنۡيَٰنٗاۖ
bangunan
رَّبُّهُمۡ
Tuhan mereka
أَعۡلَمُ
lebih mengetahui
بِهِمۡۚ
dengan/tentang mereka
قَالَ
berkata
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
غَلَبُواْ
(mereka) mengalahkan/menguasai
عَلَىٰٓ
atas
أَمۡرِهِمۡ
urusan mereka
لَنَتَّخِذَنَّ
sungguh pasti akan jadikan
عَلَيۡهِم
atas mereka
مَّسۡجِدٗا
tempat beribadah
Terjemahan
Demikian (pula) Kami perlihatkan (penduduk negeri) kepada mereka agar mengetahui bahwa janji Allah benar dan bahwa (kedatangan) hari Kiamat tidak ada keraguan padanya. (Hal itu terjadi) ketika mereka (penduduk negeri) berselisih tentang urusan (penghuni gua). Kemudian mereka berkata, “Dirikanlah sebuah bangunan di atas (gua itu). Tuhannya lebih mengetahui (keadaan) mereka (penghuni gua).” Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata, “Kami pasti akan mendirikan sebuah masjid di atasnya.”
Tafsir
(Dan demikianlah) sebagaimana Kami bangunkan mereka (Kami memperlihatkan) (kepada mereka) yakni kaum Ashhabul Kahfi dan kaum Mukminin pada umumnya (agar mereka mengetahui) artinya khusus bagi kaum Ashhabul Kahfi (bahwa janji Allah itu) yaitu adanya hari berbangkit (benar) dengan kesimpulan, bahwa Allah Yang Maha Kuasa mematikan mereka dalam masa yang sangat lama, kemudian mereka tetap utuh sekalipun tanpa makan dan minum, maka Dia Maha Kuasa pula untuk menghidupkan orang-orang yang sudah mati (dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan) (padanya. Ketika) lafal Idz ini menjadi Ma'mul daripada lafal A'tsarnaa (orang-orang itu berselisih) orang-orang Mukmin dan orang-orang kafir (tentang urusan mereka) maksudnya mengenai perkara para pemuda itu dalam hal bangunan yang akan didirikan di sekitar tempat Ashhabul Kahfi itu (orang-orang itu berkata) yakni orang-orang kafir (Dirikanlah di atas gua mereka) di sekitar tempat mereka (sebuah bangunan) untuk menutupi mereka (Rabb mereka lebih mengetahui tentang mereka". Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata,) yang dimaksud adalah yang menguasai perkara para pemuda tersebut, yaitu orang-orang yang beriman, ("Sesungguhnya kami akan mendirikan di atasnya) yakni di sekitarnya (sebuah rumah peribadatan.") tempat orang-orang melakukan salat; akhirnya dibuatlah sebuah rumah peribadatan di pintu gua tersebut.
Tafsir Surat Al-Kahfi: 21
Dan demikianlah Kami pertemukan manusia dengan mereka agar manusia itu mengetahui bahwa janji Allah itu benar, dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan padanya. Ketika orang-orang itu berbeda pendapat tentang urusan mereka, orang-orang itu berkata, "Dirikanlah sebuah bangunan di atas (gua) mereka. Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka."Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata, "Sungguh kami akan mendirikan sebuah rumah peribadatan di atasnya."
Firman Allah ﷻ: "Dan demikianlah Kami pertemukan dengan mereka." (Al-Kahfi: 21) Yakni Kami memperlihatkan mereka kepada manusia. “Agar manusia itu mengetahui bahwa janji Allah itu pasti benar dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan padanya.” (Al-Kahfi: 21) Bukan hanya seorang saja dari kalangan ulama Salaf mengatakan bahwa di masa itu para penduduk masih meragukan tentang hari berbangkit dan hari kiamat.
Ikrimah mengatakan, di antara mereka ada segolongan orang yang berpendapat bahwa yang akan dibangkitkan hanyalah roh, sedangkan jasad tidak dibangkitkan. Maka Allah ﷻ mengirimkan para pemuda penghuni gua itu sebagai argumentasi, hujah, bukti, dan tanda yang menunjukkan hal tersebut, bahwa Allah akan membangkitkan jasad dan roh. Para ulama menyebutkan bahwa ketika salah seorang dari para pemuda itu hendak berangkat menuju kota guna membeli sesuatu yang mereka perlukan, ia mengubah dirinya dan keluar dengan langkah yang sangat hati-hati hingga sampai di kota itu.
Mereka menyebutkan bahwa nama pemuda yang berangkat ke kota itu adalah Daksus. Ia menduga bahwa dirinya masih belum lama meninggalkan kota tersebut padahal penduduk kota itu telah berganti, generasi demi generasi, abad demi abad, dan umat demi umat, serta semua keadaan negeri telah berubah berikut dengan para penduduknya, seperti yang dikatakan oleh seorang penyair: “Adapun tempat-tempat tinggal mereka, sama dengan tempat-tempat tinggal mereka di masa lalu, hanya orang-orang yang menghuninya bukanlah orang-orang yang seperti dahulu.” Maka ia tidak melihat sesuatu pun dari tanda-tanda kota itu yang telah dikenalnya; tiada seorang manusia pun yang mengenalnya, baik dari kalangan orang-orang khususnya maupun kalangan awamnya. Dia tampak kebingungan dan berkata kepada dirinya sendiri, "Barangkali saya terkena penyakit gila, atau kesambet setan, atau sedang dalam mimpi." Tetapi ia menjawab sendiri, "Demi Allah, saya tidak tertimpa sesuatu pun dari itu; dan sesungguhnya kota ini baru saya tinggalkan kemarin sore, tetapi keadaannya bukan seperti sekarang ini." Lalu ia berkata kepada dirinya sendiri, "Sebaiknya saya selesaikan urusan saya dengan segera, lalu meninggalkan kota ini." Kemudian ia mendekati seseorang yang sedang menjual makanan, dan ia menyerahkan mata uang yang dibawanya kepada penjual makanan itu, lalu ia meminta kepadanya agar menukarnya dengan makanan.
Tetapi ketika penjual makanan itu melihat mata uang yang diterimanya, kontan ia terheran-heran dan tidak mau menerimanya. Maka ia berikan uang itu kepada tetangganya yang juga menjual makanan, sehingga akhirnya mata uang itu berkeliling di antara para penjual makanan, dan mereka mengatakan, "Barangkali orang ini telah menemukan harta karun yang terpendam." Mereka bertanya kepadanya tentang identitas pribadinya, berasal dari mana mata uang ini, barangkali ia menemukan harta karun; dan siapa sebenarnya dia.
Ia menjawab, "Saya berasal dari penduduk kota ini, dan saya baru meninggalkan kota ini kemarin sore, sedangkan yang menjadi raja kota ini adalah Dekianius." Mereka menilainya sebagai orang gila. Akhirnya mereka membawanya ke hadapan penguasa kota dan pemimpin mereka. Lalu pemimpin kota itu menanyainya tentang identitas pribadinya dan urusannya serta kisah dirinya, karena si pemimpin merasa bingung dengan keadaan dan sikap orang yang ditanyainya itu.
Setelah pemuda itu menceritakan semuanya, maka raja beserta penduduk kota itu ikut bersamanya ke gua tersebut. Setelah sampai di mulut gua, pemuda itu berkata kepada mereka, "Biarkanlah aku masuk dahulu untuk memberitahukan kepada teman-temanku." Lalu ia masuk. Menurut satu pendapat, mereka tidak mengetahui keadaan pemuda itu setelah masuk ke dalam gua, dan Allah menyembunyikan para pemuda itu dari mereka.
Dengan kata lain, mereka menghilang tanpa jejak dan tidak mengetahui lagi berita tentang mereka. Menurut pendapat lain tidak begitu, bahkan mereka masuk menemui para pemuda itu dan melihat mereka, kemudian raja menyalami para pemuda penghuni gua itu dan memeluk mereka. Saat itu raja kota tersebut beragama Islam, namanya Yandusius. Para pemuda itu merasa gembira dengan kedatangan raja yang muslim dan mengajaknya mengobrol karena rindu. Sesudah itu mereka berpamitan kepadanya dan mengucapkan salam kepadanya, lalu kembali ke tempat peraduan mereka. Kemudian Allah mewafatkan mereka untuk selamanya.
Qatadah mengatakan bahwa Ibnu Abbas berangkat berperang bersama dengan Habib ibnu Maslamah. Mereka melewati sebuah gua di negeri Romawi, dan mereka melihat tulang-belulang manusia di dalamnya. Ada yang mengatakan bahwa tulang-belulang itu adalah milik para pemuda penghuni gua itu. Maka Ibnu Abbas mengatakan, "Sesungguhnya tulang-belulang mereka telah hancur sejak lebih tiga ratus tahun yang silam." Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.
Firman Allah ﷻ: “Dan demikianlah Kami pertemukan manusia dengan mereka.” (Al-Kahfi: 21) Yakni sebagaimana Kami buat mereka tertidur, lalu Kami bangunkan mereka dalam keadaan utuh, maka Kami perlihatkan mereka kepada orang-orang yang ada di masa itu agar manusia mengetahui bahwa janji Allah itu pasti benar, dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan padanya.
“Ketika orang-orang itu berbeda pendapat tentang urusan mereka.” (Al-Kahfi: 21) Yaitu sehubungan dengan masalah hari kiamat; di antara mereka ada orang-orang yang percaya dengan adanya hari kiamat, dan di antara mereka ada orang-orang yang tidak percaya. Maka Allah menjadikan munculnya para pemuda penghuni gua itu kepada mereka sebagai bukti bahwa hari berbangkit itu ada.
Orang-orang itu berkata, "Dirikanlah sebuah bangunan di atas (gua) mereka. Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka. Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata, "Sesungguhnya kami akan mendirikan sebuah rumah peribadatan di atasnya." Maksudnya, marilah kita tutup pintu gua mereka, dan biarkanlah mereka dalam keadaan seperti itu. Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata, "Sesungguhnya kami akan mendirikan sebuah rumah peribadatan di atasnya." (Al-Kahfi: 21)
Ibnu Jarir meriwayatkan dua pendapat sehubungan dengan hal ini. Salah satunya mengatakan bahwa sebagian dari mereka adalah orang-orang muslim. Pendapat lain mengatakan, sebagian dari mereka adalah orang-orang musyrik. Hanya Allah yang lebih mengetahui kebenarannya. Makna lahiriah ayat menunjukkan bahwa orang-orang yang mengatakan demikian adalah para penguasa yang berpengaruh di kalangan mereka.
Akan tetapi, terpujikah perbuatan mereka itu? Untuk menjawab pertanyaan ini masih perlu adanya pertimbangan yang mendalam, mengingat sabda Nabi ﷺ: “Semoga Allah melaknat orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani, karena mereka menjadikan kuburan nabi-nabi dan orang-orang saleh mereka sebagai tempat peribadatan.” Nabi ﷺ mengucapkan demikian dengan maksud memperingatkan kaum muslimin agar jangan berbuat seperti mereka. Telah diriwayatkan pula kepada kami dari Amirul Muminin Umar ibnul Khattab r.a., bahwa ketika ia menjumpai kuburan Nabi Danial di masa pemerintahannya di Irak, maka ia memerintahkan agar kuburan itu disembunyikan dari orang-orang, dan batu-batu bertulis (prasasti) yang mereka temukan di tempat itu agar dikubur disembunyikan. Prasasti tersebut berisikan kisah-kisah kepahlawanan dan lain-lainnya.
Dan demikian pula sebagai tanda kekuasaan Kami, Kami perlihatkan,
yakni kami pertemukan penduduk negeri dengan mereka, agar mereka
mengetahui, bahwa janji Allah tentang kebangkitan sesudah kematian
kiamat itu benar, dan bahwa kedatangan hari Kiamat tidak ada keraguan
padanya. Ketika mereka penduduk negeri itu berselisih tentang urusan
mereka, yakni tentang siapa sebenarnya pemuda-pemuda itu dan berapa lama mereka tertidur di dalam gua, maka mereka bersepakat untuk mengabadikan peristiwa ini, mereka berkata, Dirikanlah sebuah bangunan di atas gua yang menjadi tempat persembunyian mereka, tidak
usah kita persoalkan siapa mereka dan berapa lama mereka tertidur di
dalam gua, Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka, siapa mereka dan bagaimana keadaannya baik lahir maupun batin. Orang yang
berkuasa atas urusan mereka, yakni penguasa dari penduduk negeri itu
berkata, Kami pasti akan mendirikan sebuah bangunan untuk mengabadikan peristiwa ini berupa rumah ibadah, yang kami bangun di atasnya,
yakni di atas gua itu. Setelah menjelaskan perbedaan pendapat penduduk negeri tentang
penghuni gua itu, ayat selanjutnya menguraikan perbedaan pendapat
orang-orang yang datang kemudian, termasuk kaum musyrik Mekah,
kaum Yahudi dan Nasrani pada masa Nabi Muhammad. Nanti ada
orang yang memperbincangkan berapa jumlah penghuni gua itu. Mereka mengatakan, Jumlah mereka itu tiga orang, yang keempat adalah
anjingnya, dan yang lain mengatakan, Jumlah mereka lima orang, yang ke
enam adalah anjingnya, Perkataan itu mereka ucapkan sebagai terkaan
terhadap sesuatu yang gaib tanpa dasar atau alasan apa pun; dan yang
lain lagi mengatakan, Jumlah mereka tujuh orang, yang ke delapan adalah
anjingnya. Katakanlah wahai Nabi Muhammad, terhadap mereka yang
mengatakan itu, Tuhanku yang memelihara dan membimbingku lebih
mengetahui dari siapa pun jumlah mereka secara pasti; tidak ada yang
mengetahui bilangan mereka kecuali yang diberitahu oleh Allah, dan mereka yang diberi tahu oleh Allah itu sedikit. Karena itu janganlah engkau wahai Nabi Muhammad dan wahai kaum muslim berbantah tentang hal
mereka, yakni Ashhabul-Kahf kecuali perbantahan lahir saja yang disertai bukti-bukti yang jelas dan jangan engkau menanyakan tentang mereka
pemuda-pemuda Ashhabul-Kahf itu kepada siapa pun, setelah datang berita yang pasti dari Tuhanmu.
Dalam ayat ini, dijelaskan keadaan mereka selanjutnya. Setelah Tamlikha pergi ke kota untuk berbelanja dengan membawa uang perak dari kawan-kawannya, ia melihat suasana kota Ephesus yang jauh berbeda dari apa yang diperkirakan. Saat datang ke kota itu, dia menemukan rakyatnya sudah beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa. Namun demikian, di antara rakyatnya ada beriman penuh kepada kejadian hari kiamat, dan ada yang masih ragu. Ada yang mengatakan kiamat itu dengan roh saja, ada pula yang mengatakan kiamat itu dengan roh dan jasad.
Sebagaimana Allah membangkitkan Ashhabul Kahf itu dari tidurnya, supaya saling bertanya satu sama lain tentang diri mereka, sehingga keimanan mereka bertambah sempurna, demikian pulalah Tuhan mempertemukan penduduk kota itu dengan Ashhabul Kahf, ketika mereka berselisih tentang masalah hari kiamat. Dengan peristiwa Ashhabul Kahf, perselisihan mereka akan lenyap dan keimanan mereka kepada kekuasaan Tuhan akan menjadi sempurna. Mereka yakin bahwa hari kiamat itu benar-benar akan terjadi dan manusia akan dibangkitkan dari kubur dengan tubuh dan rohnya, seperti kebangkitan Ashhabul Kahf itu.
Menurut riwayat Israiliyat, pangkal pertemuan mereka dengan Tamlikha terjadi ketika dia mengeluarkan uang peraknya untuk membayar harga makanan yang dibelinya. Pada uang perak itu terdapat gambar raja Decyanus. Penjual bahan makanan itu menjadi heran dan kaget. Ia lalu membawa mata uang logam tersebut kepada pejabat di kota itu, Tamlikha ditanya dan diperiksa. Akhir dari pemeriksaan itu adalah pengakuan tamlikha mengenai siapa dirinya dan menunjukkan gua tempat mereka bersembunyi. Peristiwa ini menimbulkan kegemparan dalam masyarakat. Rakyat dan raja menyaksikan kejadian luar biasa yang membawa mereka kepada keyakinan akan terjadinya hari kebangkitan. Golongan yang sebelumnya ragu terhadap hari kiamat, dengan kesaksian mereka terhadap peristiwa ini, berubah menjadi beriman dengan iman yang sempurna bahwa Allah ﷻ kuasa menghidupkan orang yang sudah mati, dan mengembalikan jasad mereka sebagaimana bentuk semula ketika roh itu meninggalkan jasad. Maka dalam ayat ini, Allah ﷻ menyatakan bahwa dipertemukannya Ashhabul Kahf dengan penduduk kota Ephesus itu supaya mereka mengetahui dengan yakin bahwa janji Allah itu benar dan kedatangan hari kiamat (hari kebangkitan) tidak diragukan lagi.
Setelah pertemuan antara raja dan pemuka masyarakat dengan Ashhabul Kahf itu berakhir, maka Ashhabul Kahf kembali ke tempat pembaringanya. Pada waktu itulah, Allah ﷻ mencabut roh mereka untuk diangkat ke sisi-Nya. Kemudian raja dan para pemuka masyarakat itu mengadakan musyawarah. Sebagian dari mereka berkata kepada yang lain, "Dirikanlah sebuah bangunan besar sebagai peringatan di dekat mulut gua itu." Orang yang berkuasa di antara mereka berkata, "Kami benar-benar akan mem-bangun sebuah tempat ibadah di dekat mulut gua mereka." Kedua pihak ingin memuliakan Ashhabul Kahf itu, tetapi mereka berbeda pendapat tentang caranya. Satu pihak menghendaki mendirikan sebuah bangunan besar, sedang pihak yang lainnya ingin mendirikan sebuah masjid untuk tempat beribadah bagi mereka. Tentang apakah penduduk Ephesus mendirikan sebuah bangunan untuk peringatan atau mereka mendirikan sebuah masjid untuk tempat beribadah di atas gua itu hanya Allah yang mengetahuinya.
Membangun masjid dekat kuburan tidak dilarang oleh agama. Tetapi agama sangat melarang menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah, sebagaimana sabda Rasulullah saw:
Allah mengutuk orang Yahudi dan Nasrani yang menjadikan kuburan Nabi mereka menjadi tempat ibadah". (Riwayat al-Bukhari dari 'aisyah dan 'Abdullah bin 'Abbas)
Islam sangat melarang umatnya menjadikan kuburan sebagai tempat beribadah untuk memuliakan orang-orang yang dikubur itu. Bahkan sebagian ulama, seperti Ibnu Hajar dalam kitabnya az-Zawajir memandang perbuatan itu sebagai dosa besar, berdasarkan hadis-hadis yang disebutkan. Dalam sejarah terbukti kuburan para nabi atau wali yang dibangun dalam tempat ibadah cenderung membawa orang kepada penghormatan yang berlebih-lebihan terhadap kuburan itu. Hal ini membuka peluang terjadinya perbuatan syirik.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
KEADAAN MEREKA DALAM GUA ITU
Setelah Allah menerangkan bagaimana letak gua atau ngalau itu, yang menyebabkan mereka tidak terkena cahaya matahari dan tidak pula basah kuyup karena jatuhnya air hujan, dan udara yang selalu bertukar sebab tempat mereka terbaring itu lapang, Allah menerangkan lagi bagaimana tidur mereka.
Ayat 18
“Dan engkau sangka mereka jaga, padahal mereka tidur nyenyak."
Dalam ayat ini terdapat kalimat aiqazhan yang kita artikan jaga. Tidak kita pakai kata bangun karena kata bangun dapat membawa paham terbangun dari tidur lalu berdiri. Tidak pula kita artikan dengan sadar. Karena kata sadar dapat diartikan sadar dari pingsan atau sadarkan diri sesudah melamun. Kita pakai kalimat jaga karena orang yang tidak tidur namanya jaga. Orang-orang yang sengaja tidak tidur semalam suntuk dinamai berjaga-jaga. Arti ayat inilah, jika misalnya ketika itu Nabi Muhammad ﷺ yang menerima wahyu dapat melihat mereka ke dalam gua itu, Nabi Muhammad akan menyangka bahwa mereka itu tidak tidur. Menurut satu keterangan dari Ibnu Abbas mata mereka itu tidak terkatup sehingga dari jauh mereka kelihatan seperti jaga juga, padahal mereka tidur."Dan Kami balik-balikkan mereka ke sebelah kanan dan ke sebelah kiri."
Terang bahwa ditakdirkan Allah mereka dibalik-baiikkan ke kiri dan ke kanan ialah supaya darah mereka berjalan dengan lancar dan urat-urat jangan membeku dan jangan sampai badan itu menjadi satu saja dengan tanah."Dan anjing mereka membentangkan kedua kaki mukanya di pintu gua."
Dengan demikian diisyaratkan pula bahwa anjing itu pun tidak mati. Dia tetap tidur dengan mengunjurkan kedua kaki mukanya, yang sudah disediakan Allah dia seperti penjaga, sehingga kalau ada orang yang mencoba mendekati tempat itu, orang itu akan takut melihat ada anjing galak di pintu gua. Sehingga,
“Jikalau engkau lihatlah mereka, niscaya engkau akan benpaling dari mereka sambil tani, dan niscaya dipenuhilah engkau, karena mereka, oleh, ketakutan."
Dibayangkanlah dalam ayat ini bahwa suasana di sekitar gua ngalau itu, baik dari luar sampai ke dalam, adalah seram menakutkan. Di muka pintu gua ada anjing tidur, bukan anjing mati. Jika orang memberanikan diri juga masuk ke dalam, kelihatan orang-orang yang tengah berbaring-baring dan mata mereka nyalang! Maka kalau ada orang yang mencoba-coba datang ke sana, baru saja kelihatan, orang tidak akan tahan lama, orang akan lari. Maksudnya tentu saja ialah melaksanakan kehendak Ilahi agar orang-orang itu dapatterus tidur menurut masa yang dikehendaki Allah.
Demikianlah keadaannya sampai tiga abad!
Ayat 19
“Dan demikianlah, Kami bangunkan mereka."
Artinya setelah sampai menurut waktu yang ditakdirkan oleh Allah, mereka dibangunkan oleh kehendak Allah."Sampai mereka tanya bertanya di antara mereka." Artinya setelah semua sama bangun dari tidur yang amat nyenyak itu, mereka pun tercengang-cengang."Berkata seorang di antara mereka, “Berapa lama kamu tinggal (disini)?" Meskipun dia berkata kamu kepada teman-temannya, namun dirinya tidaklah terkecuali."Mereka menjawab, “Kita telah tinggal di sini satu hari atau setengah hari" Mungkin menjawab demikian sebab dia mengingat bahwa mereka masuk ke dalam gua itu hari masih agak pagi, sekarang mereka terbangun, mereka lihat matahari telah condong ke barat, artinya sudah mulai petang, tetapi belum senja.
Sedang bertanya-tanyaan itu tentu ada yang ragu menerima keterangan kawannya mengatakan sehari atau setengah hari itu. Bertambah agak lama duduk berbincang tentu bertambah menjalarlah penglihatan mata ke kiri dan ke kanan. Ketika masuk, nun di sana, masih rumput kecil, mengapa sekarang ada pohon besar? Sebab itu dia tidak dapat menerima kalau dikatakan kita di sini sehari atau setengah hari. Lantaran itu tersebut pada lanjutan ayat, “Berkata (yang lain) “Tuhan kamulah yang lebih tahu berapa lama kamu tinggal (di sini)" Jawaban seperti ini menunjukkan bahwa sebagian mereka mulai sadar bahwa mereka dalam gua ini lebih dari sehari atau setengah hari. Tetapi berapanya tidak ada yang tahu. Maka terasalah perut mulai lapar. Lalu berkatalah seorang di antara mereka, mungkin yang tertua."Utuslah seorang di antara kamu dengan uang perakmu ini ke dalam kota, maka hendaklah dia menilik mana makanan yang lebih baik, maka hendaklah dia membawakan sedikit makanan darinya."
Dengan susunan ayat ini jelas bahwa mereka menyembunyikan diri ke dalam ngalau itu ada membawa uang perak. Memang sejak zaman purbakala orang telah memakai logam alat pembayaran; baik berupa emas, perak, ataupun tembaga. Di dalam museum yang besar-besar di dunia ini ada dikumpulkan orang alat-alat pembayaran zaman purbakala, yang sejak zaman itu telah dihiasi muka uang itu dengan gambar raja yang sedang berkuasa. Bawalah uang perak yang ada padamu itu ke tengah kota, beli makanan karena kita sudah sangat lapar. Pilih makanan yang baik dan bersih, dan bawa kemari segera agak sedikit untuk makanan kita bersama. Perintah yang begini hati-hati menunjukkan pula bahwa mereka masih menyangka bahwa penduduk kota masih menyembah berhala. Sebab itu di suruhnya supaya meneliti benar-benar makanan yang halal buat mereka.
“Dan hendaklah dia berhati-hati dan janganlah dia menimbulkan curiga seorang pun tentang kamu."
Ibnu Katsir dalam tafsirnya bahwa mereka dibangunkan itu, badan mereka sehat-sehat, wajah mereka tak berubah, rambut mereka masih tetap hitam, tidak ada yang kurang suatu pun. Sebab itu tidaklah heran jika mereka tanya-bertanya. Perasaan mereka pun masih seperti akan mulai tidur, yaitu bahwa mereka dalam bahaya, sedang dikejar-kejar oleh kaki tangan raja. Oleh karena perut mereka sudah sangat lapar, perlulah mencari makanan. Tetapi mesti hati-hati. Karena ketahuan siapa mereka, kecelakaanlah yang akan menimpa.
Dengan jelas dikatakan selanjutnya oleh yang memimpin itu.
Ayat 20
“Karena sesungguhnya jika mereka ketahui tentang hal kamu."
Yaitu mereka ketahui bahwa pemuda yang masuk kota ini adalah salah seorang dari pemuda yang lari meninggalkan negeri karena itikadnya telah berubah dari kepercayaan yang dipimpinkan raja dan mereka sedang dicari-cari."Niscaya akan mereka rajam kamu." Mereka rajam, mereka siksa, ditumpuki dengan batu sampai mati."Atau akan mereka kembalikan kamu ke dalam agama mereka." Karena takut akan dirajam, mungkin kamu dibiarkan hidup, tetapi mesti kembali kepada agama nenek moyang. Kalau itu yang kejadian.
“Maka tidaklah kamu akan berbahagia lagi buat selama-lamanya."
Setelah mereka menerima petaruh-pe-taruh dari yang tertua demikian bunyinya, maka berangkatlah yang diutus mencari makanan itu menuju kota.
Meskipun Al-Qur'an tidak menjeiaskan secara terperinci keadaan utusan itu masuk kota, khayat kita sendiri pun telah dapat merasakan bagaimana bingungnya dia sesampai di dalam kota. Sedangkan seorang penduduk Jakarta yang meninggalkan kota ini agak setahun, lalu datang kembali, akan tercengang juga melihat berbagai perubahan, apakah lagi kalau dia meninggalkan kota seratus tahun. Mungkin sekali orang datang berkerumun melihat orang ganjil itu seketika dia menilik-nilik makanan yang akan dibawanya ke dalam gua pada satu kedai. Setelah tawar-menawar dan timbul persesuaian harga, niscaya dikeluarkannya uangnya untuk pembayar beli makanan itu. Dan pasti lama orang kedai menimbang-nimbang dan membolak-balik uang itu. Niscaya si utusan sudah sangat berhati-hati supaya dirinya jangan masuk ke dalam perangkap keganasan hukum raja. Tetapi bagaimana dia akan dapat menyembunyikan, padahal uangnya sendiri jadi saksi.
Maka datanglah kisah selanjutnya,
Ayat 21
“Dan begitulah, Kami telah temukan atas mereka."
Artinya, tersiarlah kabar berita di sekeliling kota dengan cepat sekali, bahwa yang membeli makanan itu adalah salah seorang di antara orang-orang yang pergi bersembunyi ke dalam Kahfi itu, yang memang telah mereka terima ceritanya dari nenek moyang turun-temurun. Bukti yang nyata di antaranya ialah pakai-an orang itu, yang sudah jauh berbeda dengan bentuk pakaian orang di zaman itu. Kedua yang lebih jelas ialah uang perak itu. Di sana tertulis tahun uang itu dicap.
Menurut keterangan Ikrimah, “Dalam negeri itu pada waktu sedang terjadi perselisihan paham di antara dua golongan, tentang manusia akan dibangkitkan kembali di hari Kiamat. Ada yang mengatakan bahwayang akan dihidupkan kembali itu hanyalah Ruh! Tubuh tidak! Sedang pertengkaran itu memuncak, tiba-tiba muncullah utusan penduduk Kahfi itu ke tengah kota membeli makanan. Dia berjalan dengan amat hati-hati, tetapi dia tidak dapat menyembunyikan kebingungannya, sehingga dia sampai ke tengah kota. Ketika ditanyainya apa nama negeri itu, orang menjawab namanya ialah Daqsus. Si utusan menyangka bahwa dia meninggalkan negeri itu belum lama, padahal manusia-manusia telah ganti berganti, kurun demi kurun, generasi demi generasi, umat demi umat, negeri sudah banyak berubah. Yang tampak hanya bekas-bekas lama, namun orang telah bertukar. Tanda-tanda yang lama tak bertemu lagi, seorang pun tidak bertemu orang yang dikenalnya, baik orang khawas ataupun orang awam, sampai dia bingung. Apakah saya ini sudah gila, atau apakah saya ini dalam bermimpi. Tidak! Saya bukan gila, saya sehat. Saya bukan bermimpi, saya sadarkan akan diri. Tetapi keadaan sekarang mengapa sangat jauh berbeda dengan kemarin, ketika dia saya tinggalkan. Lalu dia mengambil keputusan, “Sebaiknya saya lekas keluar dari negeri ini!" Tetapi dia lapar, kawan-kawan yang menunggu pun lapar. Maka singgahlah dia ke suatu kedai makanan. Ditawarnya makanan, lalu dibayarnya dengan uang peraknya itu. Maka tercenganglah penjual makanan itu melihat rupa uang baru itu dan melihat uang perak diserahkannya. Setelah dibolak-baliknya diserahkannya kepada kedai sebelahnya untuk dilihat bersama-sama sehingga beredar dari tangan ke tangan. Lalu mereka berkata sesama mereka, “Mungkin orang ini mendapat harta orang purbakala yang tersimpan dalam bumi." Lalu mereka bertanya, “Engkau ini siapa?"
Dengan jujur dia menjawab, “Saya adalah penduduk asli kota ini. Kemarin pagi saya meninggalkan kota, rajanya ialah Diqyanus!"
Orang bertambah tercengang sehingga dia disangka gila. Lalu dengan segera dia dibawa menghadap penguasa. Sampai di sana dia diperiksa dan ditanyai dengan tenang. Lalu dijawabnyalah pertanyaan-pertanyaan itu dengan jujur pula sehingga yakinlah orang akan cerita-cerita yang diterima dari nenek moyang tentang beberapa pemuda yang hilang meninggalkan negeri dan sembunyi ke dalam gua, tetapi gua itu tidak dapat ditempuh orang.
Untuk meyakinkan pergilah raja negeri itu ke gua Kahfi itu, dengan si utusan yang menunjukkan jalan. Sampai di pintu gua, demikian riwayat lkrimah, si penunjuk jalan itu minta izin dibiarkan masuk lebih dahulu memberitahu kawan-kawannya. Ada satu riwayat mengatakan bahwa sehilang orang itu masuk ke dalam, orang-orang yang tinggal di luar kebingungan tak dapat masuk. Tetapi satu riwayat menyatakan bahwa raja dan para pengiringnya itu bisa masuk dan dapat bertemu dengan mereka lalu raja bersalam-salaman dengan mereka. Diberitahukannya kepada mereka bahwa zaman pemerintahan Raja Diqyanus itu telah lama berlalu, dan raja yang sekarang Yandusius, tidak lagi penyembah berhala, melainkan percaya kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa! Maka bersukacitalah mereka semuanya dan dapatlah bercakap-cakap dengan raja beberapa lamanya. Kemudian mereka pun menyatakan diri akan tetap dalam gua itu dan akan tidur kembali sebagai sediakala. Mereka pun kembalilah ke tempat mereka berbaring semula, dan raja dan pengiringnya pun pulang. Dan ajal yang ditentukan Allah buat mereka pun sampailah. Wallahu a'lam"
Ayat 21
“Maka begitulah, Kami telah temukan atas mereka."
Lalu sambungan ayat, “Supaya tahulah mereka bahwa janji Allah itu adalah benar; dan bahwa saat itu tidaklah diragukan lagi tentang adanya." Yang dimaksud dengan mereka dalam ayat ini ialah orang-orag yang masih berbantah-bantahan tentang hari kebangkitan (Kiamat) kelak. Bahwa yang akan dibangkitkan itu bukanlah semata-mata Ruh saja, badan pun akan turut dibangkitkan dan alam kuburnya. Maka dipelihara Allah-lah hidup hamba-Nya dalam gua itu tiga abad lamanya, untuk menjadi bukti bahwa Allah dapat berbuat demikian itu. Bahkan sebagai tersebut pada ayat 9, permulaan kisah penghuni Kahfi itu, bahwa kisah mereka belumlah begitu menakjubkan dibandingkan dengan kekuasaan Allah yang lain, yang berlipat ganda hebat dahsyatnya dari itu.
Maka tahulah orang senegerinya bahwa memang ada manusia-manusia bersama seekor anjing tidur terus dalam gua tiga abad. Mereka telah melihat dan membuktikan dengan mata kepala sendiri. Setelah hal itu jelas timbul pulalah perbantahan. Ini diuraikan pada ayat selanjutnya, “Ingatlah tatkala mereka berbantah-bantahan di antara mereka tentang hal neraka itu." Yaitu di antara orang besar-besar dalam negeri itu yang mengiringkan raja mereka menyelidiki gua itu. Yang setelah mereka buktikan bersama memang ada orang itu, dan memang tidur nyenyak, dan kemudian mereka pun disampaikan Allah ajalnya. Semuanya meninggal dalam gua itu, termasuk utusan yang disuruh membeli makanan ke kota, termasuk anjing penjaga pintu gua itu.
“Lalu mereka berkata, “Dirikanlah di atas mereka itu satu bangunan." Artinya, mereka usulkan supaya pintu gua itu ditutup rapat dan di atas gua itu diadakan satu bangunan sebagai peringatan, dan tidak usah lagi keadaan mereka itu diusik-usik. Tetapi “Tuhan mereka itu lebih mengetahui tentang hal mereka." Kemudian itu, “Berkata orang-orang yang berkuasa atas hal mereka,
“Sesungguhnya akan kita adakan atas mereka suatu masjid."
Itulah yang menjadi perbantahan setelah nyata penghuni gua itu telah menetap buat selama-lamanya, yang dahulunya tidur nyenyak, kemudian mati. Setengah mengatakan tutup pintu gua itu buat selamanya, lalu perbuat sebuah bangunan. Yang setengah lagi, yaitu pihak yang berkuasa, pihak pemerintahan mengusulkan supaya didirikan di sana masjid!
Menurut Ibnu Jarir dalam tafsirnya, yang meminta ditutup saja gua itu, lalu didirikan satu bangunan biasa untuk tanda, ialah yang telah menganut paham tauhid. Dan yang memutuskan hendak mendirikan masjid tempat beribadah ialah yang masih musyrik. Mungkin yang menyebabkan Ibnu Jarir menafsirkan demikian karena ada sabda yang tegas dari Nabi ﷺ demikian bunyinya,
“Dikutuk Allah orang Yahudi dan Nasrani yang mengambil kubur nabi-nabi mereka dan orang-orang yang saleh mereka menjadi masjid."
Dan menurut satu riwayat lagi tatkala didapati kubur Nabi Dariel di Irak oleh Kha-filah Amiril Mu'minin Umar bin Khaththab, adalah sangat mencengangkan karena tubuh Nabi Allah Dariel yang mulia itu tidak rusak dimakan tanah, padahal sudah ratusan tahun. Lalu Sayyidina Umar menyuruh orang menguburkan kembali jenazah yang mulia itu pada tengah malam di tempat yang dirahasiakan.
Maka menanglah rupanya kehendak raja, sebab baginda yang berkuasa, lalu didirikanlah di sana tempat menyembah Allah (masjid). Mungkinlah agak-nya pintu gua disuruh raja menutupinya, lalu di luar pintu gua itu dire-amkan, di-rcnjam-kan atau dipahatkan nama mereka; sebab itu disebut ar-Raqiim. Dan di dekat itu didirikan tempat shalat, menurut syari'at yang ada pada masa itu. Dan setelah berlalu masanya beratus tahun pula, sampai kepada zaman Nabi kita Muhammad ﷺ, kisah orang tentang penghuni Kahfi, atau gua atau ngalau, itu masih segar dalam ingatan orang, sampai hendak dijadikan ujian tentang kenabian dan kerasulan Muhammad ﷺ oleh orang-orang Yahudi, seperti tersebut dalam sebab-sebab turunnya surah yang bernama al-Kahfi ini.