Ayat
Terjemahan Per Kata
لَّا
janganlah
تَجۡعَلُواْ
kalian jadikan
دُعَآءَ
seruan/panggilan
ٱلرَّسُولِ
Rasul
بَيۡنَكُمۡ
diantara kamu
كَدُعَآءِ
seperti seruan/panggilan
بَعۡضِكُم
sebagian kamu
بَعۡضٗاۚ
sebagian yang lain
قَدۡ
sesungguhnya
يَعۡلَمُ
mengetahui
ٱللَّهُ
Allah
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
يَتَسَلَّلُونَ
(mereka) pergi berangsur-angsur
مِنكُمۡ
diantara kamu
لِوَاذٗاۚ
berlindung
فَلۡيَحۡذَرِ
maka hendaklah takut
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
يُخَالِفُونَ
(mereka) menyalahi
عَنۡ
dari
أَمۡرِهِۦٓ
perintah-Nya
أَن
akan
تُصِيبَهُمۡ
menimpa mereka
فِتۡنَةٌ
fitnah/cobaan
أَوۡ
atau
يُصِيبَهُمۡ
menimpa mereka
عَذَابٌ
azab
أَلِيمٌ
pedih
لَّا
janganlah
تَجۡعَلُواْ
kalian jadikan
دُعَآءَ
seruan/panggilan
ٱلرَّسُولِ
Rasul
بَيۡنَكُمۡ
diantara kamu
كَدُعَآءِ
seperti seruan/panggilan
بَعۡضِكُم
sebagian kamu
بَعۡضٗاۚ
sebagian yang lain
قَدۡ
sesungguhnya
يَعۡلَمُ
mengetahui
ٱللَّهُ
Allah
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
يَتَسَلَّلُونَ
(mereka) pergi berangsur-angsur
مِنكُمۡ
diantara kamu
لِوَاذٗاۚ
berlindung
فَلۡيَحۡذَرِ
maka hendaklah takut
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
يُخَالِفُونَ
(mereka) menyalahi
عَنۡ
dari
أَمۡرِهِۦٓ
perintah-Nya
أَن
akan
تُصِيبَهُمۡ
menimpa mereka
فِتۡنَةٌ
fitnah/cobaan
أَوۡ
atau
يُصِيبَهُمۡ
menimpa mereka
عَذَابٌ
azab
أَلِيمٌ
pedih
Terjemahan
Janganlah kamu menjadikan panggilan Rasul (Nabi Muhammad) di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain). Sungguh, Allah mengetahui orang-orang yang keluar (secara) sembunyi-sembunyi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya). Maka, hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul-Nya takut akan mendapat cobaan atau ditimpa azab yang pedih.
Tafsir
(Janganlah kalian jadikan panggilan Rasul di antara kalian seperti panggilan sebagian kalian kepada sebagian yang lain) umpamanya kalian mengatakan, "Hai Muhammad!" Tetapi ucapkanlah, "Hai Nabi Allah, hai Rasulullah!" Dengan suara yang lemah lembut dan penuh rendah diri. (Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang diam-diam pergi di antara kalian dengan sembunyi-sembunyi) mereka keluar dari mesjid pada waktu Nabi mengucapkan khutbahnya tanpa terlebih dahulu meminta izin kepadanya, secara diam-diam sambil menyembunyikan diri di balik sesuatu. Huruf Qad di sini menunjukkan makna Tahqiq yang artinya sesungguhnya (maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya merasa takut) menyalahi perintah Allah dan Rasul-Nya (akan ditimpa cobaan) malapetaka (atau ditimpa azab yang pedih) di akhirat kelak.
Janganlah kalian jadikan panggilan Rasul di antara kalian seperti panggilan sebagian kalian kepada sebagian (yang lain). Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur-angsur pergi di antara kalian dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa dahulu mereka mengatakan, "Hai Muhammad, hai Abul Qasim!" Kemudian Allah ﷻ melarang mereka melakukan hal tersebut sebagai penghormatan kepada Nabi-Nya. Nabi ﷺ bersabda, "Ucapkanlah oleh kalian, "Hai Nabi Allah, hai Rasulullah'." Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid dan Sa'id ibnu Jubair. Qatadah mengatakan bahwa Allah memerintahkan demikian agar Nabi-Nya disegani, dihormati, dimuliakan, dan dianggap sebagai pemimpin (mereka).
Muqatil telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Janganlah kalian jadikan panggilan Rasul di antara kalian seperti panggilan sebagian kalian kepada sebagian (yang lain). (An-Nur: 63) Yakni janganlah kalian menyebutnya 'hai Muhammad' bila kalian, memanggilnya, janganlah pula kalian menyebutnya 'hai anak Abdullah', tetapi muliakanlah dia dengan sebutan 'hai Nabi Allah, hai Utusan Allah'. Malik telah meriwayatkan dari Zaid ibnu Aslam sehubungan dengan makna firman-Nya: Janganlah kalian jadikan panggilan Rasul di antara kalian seperti panggilan sebagian kalian kepada sebagian (yang lain). (An-Nur: 63) Allah memerintahkan kepada mereka agar memuliakannya.
Ini merupakan suatu pendapat yang pengertiannya sesuai dengan makna lahiriah ayat. Makna ayat ini semisal dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian katakan (kepada Muhammad) raina (Al-Baqarah: 104), hingga akhir ayat. Dan firman Allah ﷻ: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian meninggikan suara kalian lebih dari suara Nabi, dan janganlah kalian berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kalian terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalan kalian, sedangkan kalian tidak menyadari. (Al-Hujurat: 2) sampai dengan firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang memanggil kamu dari luar kamar-(mu) kebanyakan mereka tidak mengerti.
Dan kalau sekiranya mereka bersabar sampai kamu keluar menemui mereka, sesungguhnya itu adalah lebih baik bagi mereka. (Al-Hujurat: 5), hingga akhir ayat. Semuanya ini termasuk ke dalam Bab "Etika dan Sopan Santun dalam Berbicara kepada Nabi ﷺ dan Mengobrol di Hadapannya," sebagaimana mereka diperintahkan pula untuk mendahulukan bersedekah sebelum berbicara dengan beliau ﷺ Menurut pendapat yang kedua mengenai makna ayat ini, bahwa firman-Nya: Janganlah kalian jadikan panggilan Rasul di antara kalian seperti panggilan sebagian kalian kepada sebagian (yang lain), (An-Nur: 63) Yaitu janganlah kalian mengira bahwa doa Nabi kepada orang lain sama dengan doa orang lain kepada sesamanya, karena sesungguhnya doa Nabi itu dikabulkan.
Karena itu, hati-hatilah kalian, jangan sampai Nabi ﷺ mendoakan untuk kemudaratan kalian yang akhirnya kalian pasti akan binasa. Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim melalui Ibnu Abbas, Al-Hasan Al-Basri, dan Atiyyah Al-Aufi. Firman Allah ﷻ: Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur-angsur pergi di antara kalian dengan berlindung (kepada kawannya). (An-Nur: 63) Muqatil ibnu Hayyan mengatakan, mereka yang berbuat demikian itu adalah orang-orang munafik. Mereka merasa enggan dan keberatan mengikuti pembicaraan di hari Jumat, yang dimaksud ialah khotbah Jumat.
Maka mereka pergi secara berangsur-angsur (surut) dengan berlindung kepada sebagian sahabat Nabi ﷺ hingga keluar dari masjid (lalu kabur). Padahal tidaklah pantas bagi seseorang keluar dari masjid melainkan setelah mendapat izin dari Nabi ﷺ pada hari Jumat sesudah Nabi ﷺ memulai khotbahnya. Dan bilamana seseorang dari kaum muslim hendak keluar, ia berisyarat dengan tangannya kepada Nabi ﷺ, maka Nabi ﷺ memberikan izin kepadanya. Semuanya itu dilakukan olehnya hanya dengan isyarat, tanpa bicara; karena bila ia berbicara, sedangkan Nabi ﷺ dalam keadaan berkhotbah, maka batallah salat Jumatnya. As-Saddi mengatakan bahwa orang-orang munafik itu apabila ada bersama Nabi ﷺ dalam suatu jamaah, maka sebagian dari mereka pergi dengan berangsur-angsur seraya berlindung kepada sebagian lainnya hingga pergi meninggalkan Nabi ﷺ, dan Nabi ﷺ tidak melihat kepergian mereka. Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur-angsur pergi di antara kalian dengan berlindung (kepada kawannya). (An-Nur: 63) Maksudnya, pergi secara berangsur-angsur dari Nabi ﷺ dan dari Kitabullah (yakni tidak mengamalkannya). Sufyan telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur-angsur pergi di antara kalian dengan berlindung (kepada kawannya). (An-Nur: 63) Yaitu dari saf salat. Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna liwazan, bahwa makna yang dimaksud ialah menentang. Firman Allah ﷻ: maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya takut. (An-Nur: 63) Yakni menyalahi perintah Rasulullah ﷺ, yaitu menentang jalannya, metodanya, jalurnya, sunnah, dan syariatnya.
Maka semua ucapan dan amal perbuatannya ditimbang dengan semua ucapan dan amal perbuatan Nabi ﷺ Mana yang sesuai, dapat diterima; dan mana yang bertentangan, ditolak dan dikembalikan kepada pelakunya, siapa pun dia adanya. Seperti yang telah disebutkan di dalam kitab Sahihain dan kitab-kitab hadis lainnya dari Rasulullah ﷺ bahwa beliau ﷺ pernah bersabda: Barang siapa yang mengerjakan suatu amal perbuatan yang bukan termasuk urusan kami, maka hal itu ditolak. Dengan kata lain, hendaklah orang-orang yang menyalahi syariat Rasulullah ﷺ berhati-hati dan takut lahir dan batinnya. akan ditimpa cobaan. (An-Nur: 63) dalam hati mereka berupa kekafiran, kemunafikan, atau perkara bid'ah. atau ditimpa azab yang pedih. (An-Nur: 63) Yakni azab di dunia, seperti dihukum mati, atau dihukum had, atau dipenjara, dan lain sebagainya. Seperti yang telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad: .
". ". telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Hammam ibnu Munabbih yang mengatakan bahwa inilah apa yang telah diceritakan kepada kami oleh Abu Hurairah, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Perumpamaan aku dan kalian sama dengan seorang lelaki yang menyalakan api. Setelah apinya menyala, maka kupu-kupu dan serangga-serangga lainnya berjatuhan ke dalam apinya, sedangkan dia berusaha menghalang-halanginya, tetapi mereka dapat mengalahkannya dan menceburkan diri mereka ke dalam api itu. (Nabi ﷺ melanjutkan sabdanya) Yang demikian itulah perumpamaan aku dan kalian; aku menahan kalian agar kalian jangan terjerumus ke dalam neraka, "Menjauhlah dari neraka!" Tetapi kalian dapat mengalahkan aku dan kalian menceburkan diri ke dalam neraka. Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya melalui hadis Abdur Razzaq."
Usai menjelaskan tata cara berpamitan kepada Nabi, Allah lalu menegaskan keharusan memenuhi undangan dari Nabi. Wahai orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan panggilan Rasul Muhammad di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian yang lain. Kamu harus memenuhi panggilan beliau, tidak dibenarkan bagi kamu mengabaikannya sebagaimana kamu diperkenankan tidak memenuhi panggilan orang lain. Sungguh, Allah mengetahui orang-orang yang keluar dari majelis Nabi secara sembunyi-sembunyi di antara kamu dengan berlindung kepada kawannya. Maka, hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul-Nya, yakni berpaling dari perintahnya dan meninggalkannya tanpa izin, takut akan mendapat cobaan berat di dunia atau ditimpa azab yang pedih di akhirat. 64. 'Ketahuilah bahwa sesungguhnya milik Allah-lah apa yang di langit dan di bumi serta segala isinya. Sungguh, Dia mengetahui keadaan kamu sekarang, baik kamu beriman maupun kamu ingkar. Dan Dia mengetahui pula keadaan manusia di hari ketika mereka dikembalikan kepada-Nya, lalu diterangkan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan selama di dunia. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu di alam semesta. [].
Diriwayatkan oleh Abu Daud bahwa ada di antara orang-orang munafik yang merasa tidak senang mendengarkan khutbah. Apalagi dilihatnya ada seorang muslim meminta izin keluar dan diberi izin oleh Rasulullah, dia pun ikut saja keluar bersama orang yang telah mendapat izin itu dengan berlindung kepadanya. Maka turunlah ayat ini.
Kemudian sebagai penghormatan kepada Rasulullah, seorang muslim dilarang oleh Allah memanggil Rasulullah dengan menyebut namanya saja seperti yang biasa dilakukan oleh orang-orang Arab antara sesama mereka. Maka tidak boleh seorang muslim memanggilnya "hai Muhammad " atau "hai ayah si Qasim." Dan sebagai adab dan sopan santun kepada Rasulullah hendaklah beliau dipanggil sesuai dengan jabatan yang dikaruniakan Allah kepadanya yaitu Rasul Allah atau Nabi Allah. Kemudian Allah mengancam orang-orang yang keluar dari suatu pertemuan bersama Nabi dengan cara sembunyi-sembunyi karena takut akan dilihat orang. Perbuatan semacam ini walaupun tidak diketahui oleh Nabi, tetapi Allah mengetahuinya dan mengetahui sebab-sebab yang mendorong mereka meninggalkan pertemuan itu.
Allah memberi peringatan kepada orang-orang semacam itu yang suka melanggar perintah, bahwa mereka akan mendapat musibah atau siksa yang pedih. Meskipun di dunia mereka tidak ditimpa musibah apapun tetapi di akhirat mereka akan masuk neraka dan itulah seburuk-buruknya kesudahan.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Disiplin Kepada Rasul
Sejak dari pangkal surat sudah dijelaskan berituk masyarakat yang dikehendaki Islam, baik sejak dari rumahtangga, ataupun sampai berdirinya masyarakat besar, yaitu masyarakat umat. Setiap diri peribadi sudah diisi dengan iman dan persatuan, keyakinan dan pelaksanaan. Dan jalan lurus itu selalu wajib terpimpin. Yang memimpinnya adalah Nabi Muhammad s.a.w. sendiri. Bertindak sendiri di luar kehendak pimpinan, dalam menuju Sabil Allah itu tidaklah mungkin. Umat mesti bersatu padu di bawah satu komando. Komando Rasul.
Dan sebagai pemimpin besar Nabi Muhammad s.a.w. telah memegang kendalinya dengan penuh tanggungjawab. Dia yang melangkah di muka, dia yang memberikan contoh dan teladan.
Di antara ayat 62 diterangkan bahwasanya tanda iman kepada Allah dan Rasul, ialah jika kaum Muslimin bersama Rasulullah sedang berkumpul menghadapi suatu urusan besar ataupun kecil, sekali-kali tidak seorang jua pun dibolehkan meninggalkan majlia sebelum memohon izin kepada beliau. Orang yang memohonkan izin kepada beliau, dan baru pergi setelah beroleh izin, dalam ayat ini ditegaskan, itulah orang yang seberianya beriman, kepada Allah dan Rasul.
Apa sebab? Pekerjaan yang dihartapi bersama itu mengikat segala anggota masyarakat umat di dalamnya. Pada waktu itu kepentingan diri sendiri tidak ada lagi, yang ada hanyalah urusan bersama dan Rasul sebagai pusat pimpinan. Itulah intIsari disiplin ketentaraan (militant) yang diajarkan oleh Islam. Bercalih-calih, berciluh-ciluh, mengelakkan diri tidak ada dalam pekerjaan bersama. Suatu perjuangan kalah atau menangnya, ditentukan oleh kebijaksanaan pimpinan dan kepatuhan yang dipimpin. Diauruh pergi, ditegah berhenti. Kalau ada yang bercalih, bersorak mari mari, tetapi bekerja tidak mau, itulah alamat munafik. Kalau ada yang munafik, pertahanan diancam kebocoran.
Menurut riwayat dari Ibnu Iahaq, ayat ini turun ialah seketika terjadi peperangan Khandaq yang terkenal, seketika kota Madinah hendak diaerang oleh sekutu orang Quraisy dan Persatuan Arab dan mendapat persetujuan pula dari Yahudi Bani Quraizhah. Menurut nasihal dari Salman al-Farisi, hendaklah dibuat parit yang dalam di sekitar kota Madinah sebelah barat, yang akan dimasuki oleh musuh itu. Maka bekerjalah orang siang malam menggali parit itu, bergotong-royong bersama-sama. Rasulullah sendiri pun turut menggali parit tersebut sampai selesai.
Sedang parit digali siang dan malam, beberapa orang yang imannya tidak teguh kepada Allah dan Rasul, pulang saja ke rumahnya seenaknya, dengan tidak meminta izin terlebih dahulu daripada Rasulullah s.a.w. Kelakuan yang demikian sangatlah merusakkan semangat orang yang bekerja dengan sungguh-sungguh. Maka datanglah ayat ini menjadi teguran kepada orang yang Mu'min, bahwasanya keluar saja dari satu pekerjaan umum di luar izin adalah alamat kurang iman. Dan di dalam ayat ini diterangkan pula, “ko/au mereka meminta izin kepadamu karena beberapa keperluan mereka, beri izinlah siapa yang hendak engkau beri izin di antara mereka." Artinya bahwasanya pertimbangan memberi izin atau tidak memberi izin adalah sepenuhnya di tangan Rasulullah sendiri, “dan mohonkanlah ampun kepada Allah untuk mereka." Artinya, meskipun mereka telah diberi izin, namun meninggalkan pekerjaan bersama itu tetaplah tidak terlepas juga daripada tanggungjawab moral yang tidak enteng. Mereka hanya diberi ampun karena ada kepentingan yang amat mendesak.
tidaklah serupa dengan menyerukan nama di antara kita sama kita. Sedangkan Tuhan Allah sendiri belum pernah menyebut namanya “Ya Muhammad", hanya dengan memanggil pangkat tugasnya: “Ya Nabiyu". Wahai Nabi."Ya Ayyuhar Rasuiu". Wahai Utusan Tuhan. Atau kata sindiran “Wahai yang berselimut" (Ya Ayuhhal Muzammil). Atau “Ya Ayyuhal Muddatsir" (Wahai orang yang berselubung).
Cara Tuhan memperlakukan NabiNya dengan menghormatinya secara demikian, adalah suri teladan bagi kita sebagai umatnya. Dan kalau hendak -meninggalkan majlianya sebelum selesai pekerjaan, memohon izinlah dengan terus-terang, jangan mengeiuyur saja keluar seorang demi seorang dengan diam-diam, sehingga di akhir pekerjaan dilihat kawan sudah hilang satu hilang dua saja, tak diketahui ke mana perginya.
Maka diperingatkanlah bahwasanya sikap-sikap yang demikian, baik bersikap kurang hormat kepada nama beliau seketika memanggilnya, ataupun meninggalkan majlianya dengan tidak memohonkan izinnya terlebih dahulu adalah perbuatan yang sangat salah, yang tidak layak dilakukan oleh qrang yang beriman. Perbuatan demikian adalah kelakuan orang yang masih kurang matang imannya, bahkan sebagai tanda alamat dari orang yang munafik. Orang yang demikian haruslah ingat bahwa perbuatannya yang salah akan berbahaya juga akhir kelaknya, akan ada-ada saja bahaya dan fitnah yang akan menimpa dirinya atau merusakkan masyarakat bersama, karena ada yang tidak setia. Bahkan terancam oleh azhab siksa Ilahi yang lebih besar.