Ayat
Terjemahan Per Kata
هَلۡ
tidaklah
يَنظُرُونَ
mereka menanti-nanti
إِلَّآ
kecuali/selain
أَن
bahwa
تَأۡتِيَهُمُ
datang kepadamu
ٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ
Malaikat
أَوۡ
atau
يَأۡتِيَ
datang
رَبُّكَ
Tuhanmu
أَوۡ
atau
يَأۡتِيَ
datang
بَعۡضُ
sebagian
ءَايَٰتِ
ayat-ayat
رَبِّكَۗ
Tuhanmu
يَوۡمَ
pada hari
يَأۡتِي
datang
بَعۡضُ
sebagian
ءَايَٰتِ
ayat-ayat
رَبِّكَ
Tuhanmu
لَا
tidak
يَنفَعُ
bermanfaat
نَفۡسًا
dirinya sendiri
إِيمَٰنُهَا
imannya/seseorang
لَمۡ
tidak
تَكُنۡ
adalah/ada
ءَامَنَتۡ
ia beriman
مِن
dari
قَبۡلُ
sebelum
أَوۡ
atau
كَسَبَتۡ
ia mengusahakan
فِيٓ
dalam/pada
إِيمَٰنِهَا
imannya
خَيۡرٗاۗ
kebaikan
قُلِ
katakanlah
ٱنتَظِرُوٓاْ
tunggulah olehmu
إِنَّا
sesungguhnya kami
مُنتَظِرُونَ
orang-orang yang menunggu
هَلۡ
tidaklah
يَنظُرُونَ
mereka menanti-nanti
إِلَّآ
kecuali/selain
أَن
bahwa
تَأۡتِيَهُمُ
datang kepadamu
ٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ
Malaikat
أَوۡ
atau
يَأۡتِيَ
datang
رَبُّكَ
Tuhanmu
أَوۡ
atau
يَأۡتِيَ
datang
بَعۡضُ
sebagian
ءَايَٰتِ
ayat-ayat
رَبِّكَۗ
Tuhanmu
يَوۡمَ
pada hari
يَأۡتِي
datang
بَعۡضُ
sebagian
ءَايَٰتِ
ayat-ayat
رَبِّكَ
Tuhanmu
لَا
tidak
يَنفَعُ
bermanfaat
نَفۡسًا
dirinya sendiri
إِيمَٰنُهَا
imannya/seseorang
لَمۡ
tidak
تَكُنۡ
adalah/ada
ءَامَنَتۡ
ia beriman
مِن
dari
قَبۡلُ
sebelum
أَوۡ
atau
كَسَبَتۡ
ia mengusahakan
فِيٓ
dalam/pada
إِيمَٰنِهَا
imannya
خَيۡرٗاۗ
kebaikan
قُلِ
katakanlah
ٱنتَظِرُوٓاْ
tunggulah olehmu
إِنَّا
sesungguhnya kami
مُنتَظِرُونَ
orang-orang yang menunggu
Terjemahan
Yang mereka nanti-nantikan hanyalah kedatangan malaikat kepada mereka, kedatangan Tuhanmu, atau sebagian tanda-tanda dari Tuhanmu. Pada hari datangnya sebagian tanda-tanda Tuhanmu tidak bermanfaat lagi iman seseorang yang belum beriman sebelum itu atau (belum) berusaha berbuat kebajikan dalam masa imannya itu. Katakanlah, “Tunggulah! Sesungguhnya Kami pun menunggu.”
Tafsir
(Tiadalah yang mereka nantikan) apa yang mereka nanti-nanti (kecuali hanyalah datang kepada mereka) dapat dibaca ta`tiyahum atau ya`tiyahum (malaikat-malaikat) untuk mencabut arwah-arwah mereka (atau kedatangan Tuhanmu) yaitu perintah-Nya yang dimaksud adalah azab-Nya (atau kedatangan beberapa ayat Tuhanmu) tanda-tanda dari Tuhanmu yang menunjukkan dekatnya hari kiamat. (Pada hari datangnya beberapa ayat dari Tuhanmu) terbitnya matahari dari ufuk barat sebagaimana yang telah disebutkan di dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim (tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang kepada dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu) jumlah lam takun menjadi sifat dari Lafal nafsan (atau) jiwa yang belum pernah (mengusahakan kebaikan dalam masa imannya) yakni ketaatan; artinya tobatnya tidak lagi bermanfaat bagi dirinya seperti apa yang telah dijelaskan oleh hadis. (Katakanlah, "Tunggulah olehmu) salah satu dari alamat-alamat tersebut (sesungguhnya kami pun menunggu pula.") hal tersebut.
Tafsir surat Al-An’am: 158
Yang mereka nanti-nantikan hanyalah kedatangan malaikat kepada mereka, kedatangan Tuhanmu, atau sebagian tanda-tanda dari Tuhanmu. Pada hari datangnya sebagian tanda-tanda Tuhanmu tidak bermanfaat lagi iman seseorang yang belum beriman sebelum itu atau (belum) berusaha berbuat kebajikan dalam masa imannya itu. Katakanlah, “Tunggulah! Sesungguhnya Kami pun menunggu.”
Ayat 158
Allah ﷻ berfirman, mengancam orang-orang kafir yang menentang rasul-rasul-Nya, mendustakan ayat-ayat-Nya, dan menghalang-halangi manusia dari jalan-Nya:
“Yang mereka nanti-nantikan hanyalah kedatangan malaikat kepada mereka, kedatangan Tuhanmu, atau sebagian tanda-tanda dari Tuhanmu.” (Al-An'am: 158)
Hal ini pasti terjadi pada hari kiamat nanti.
“Pada hari datangnya sebagian tanda-tanda Tuhanmu tidak bermanfaat lagi iman seseorang yang belum beriman sebelum itu.” (Al-An'am: 158)
Demikian itu terjadi sebelum hari kiamat, di saat mereka menyaksikan sesuatu dari tanda-tanda kiamat tersebut.
Imam Bukhari sehubungan dengan tafsir ayat ini mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid, telah menceritakan kepada kami Imarah, telah menceritakan kepada kami Abu Dzar'ah, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Hari kiamat tidak akan terjadi sebelum matahari terbit dari arah barat. Apabila manusia melihat matahari terbit dari arah barat, maka berimanlah semua orang yang ada di bumi. Ketika itu terjadi:
“Tidak bermanfaat lagi iman seseorang kepada dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu.” (Al-An'am: 158)
Telah menceritakan kepada kami lshaq, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Hammam ibnu Munabbih, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Kiamat tidak akan terjadi sebelum matahari terbit dari arah barat. Apabila matahari terbit dari arah barat dan manusia melihatnya, maka mereka semuanya beriman. Ketika itu terjadi, semua orang beriman .Tetapi iman seorang pada saat itu tidak akan memberi manfaat bagi dirinya, jika ia tidak beriman sebelum (peristiwa itu).
Kemudian Nabi ﷺ membacakan ayat ini. Hal yang sama telah diriwayatkan melalui dua arah. Arah yang pertama diketengahkan oleh Jamaah lainnya di dalam kitab masing-masing, kecuali Imam At-Tirmidzi, melalui berbagai jalur dari Imarah ibnul Qa'qa' ibnu Syubramah, dari Abu Dzar'ah ibnu Amr ibnu Jarir, dari Abu Hurairah dengan lafal yang sama.
Adapun arah yang kedua diriwayatkan dari Ishaq tanpa dinisbatkan kepada orang tuanya, menurut suatu pendapat Ibnu Mansur Al-Kautsar, dan menurut pendapat yang lainnya disebutkan Ishaq ibnu Nasr. Imam Muslim meriwayatkannya dari Muhammad ibnu Rafi' Al-Jandisaburi, keduanya (Ishaq dan Muhammad ibnu Rafi) dari Abdur Razaq. Hadits ini memang telah disebutkan melalui berbagai jalur dari Abu Hurairah, sebagaimana Imam Muslim pun meriwayatkannya secara munfarid melalui hadits Al-A'la ibnu Abdur Rahman ibnu Yaqub maula Al-Hirqah, dari ayahnya, dari Abu Hurairah dengan lafal yang sama.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudail, dari ayahnya, dari Abu Hazim, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Ada tiga perkara, apabila telah muncul, maka tidak bermanfaat iman seseorang bagi dirinya bila sebelum itu ia tidak beriman. Atau (telah beriman), tetapi tidak pernah melakukan suatu kebaikan pun dalam imannya, yaitu: Terbitnya matahari dari arah barat, Dajjal, dan dabbah (hewan dari) bumi.” Imam Ahmad meriwayatkannya dari Waki', dari Fudail ibnu Ghazwan, dari Abu Hazim Salman, dari Abu Hurairah, di dalam lafaznya disebutkan serta 'Dukhan' (Asap).
Imam Muslim meriwayatkannya dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah dan Zuhair ibnu Harb dari Waki'. Imam Muslim telah meriwayatkannya pula, begitu juga Imam At-Tirmidzi melalui bukan hanya satu jalur, dari Fudail ibnu Ghazwan dengan lafal yang sama. Ishaq ibnu Abdullah Al-Qurawi telah meriwayatkannya dari Malik, dari Abuz Zanad, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah. Tetapi tidak ada seorang pun dari pemilik kitab hadits yang meriwayatkannya dari jalur ini karena ke-dha’if-an (kelemahan) yang ada pada riwayat Al-Qurawi.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ar-Rabi' ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Syu'aib ibnul Al-Laits, dari ayahnya, dari Ja'far ibnu Rabi'ah, dari Abdur Rahman ibnu Hurmuz Al-A'raj, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: Kiamat tidak akan terjadi sebelum matahari terbit dari arah barat. Apabila matahari terbit dari arah barat, maka semua manusia beriman. Pada saat itu iman seseorang tidak bermanfaat bagi dirinya jika ia tidak beriman sebelumnya.
Ibnu Lahi'ah meriwayatkannya dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah dengan lafal yang sama. Waki meriwayatkannya dari Fudail ibnu Ghazwan, dari Abu Hazim, dari Abu Hurairah dengan lafal yang sama. Semua jalur di atas diketengahkan oleh An-Hafidzh Abu Bakar ibnu Murdawaih di dalam kitab tafsirnya. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Yahya, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, bahwa telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Ayyub, dari Ibnu Sirin, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: “Barang siapa yang bertobat sebelum matahari terbit dari arah barat, maka tobatnya diterima.” Tetapi tidak ada seorang pun dari pemilik kitab yang sittah (enam orang) yang mengetengahkannya.
Hadits lain dari Abu Dzar Al-Ghifari di dalam kitab Shahihain dan lain-lainnya melalui berbagai jalur: Dari Ibrahim ibnu Yazid ibnu Syarik At-Taimi, dari ayahnya, dari Abu Dzar (yaitu Jundub ibnu Junadah) yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: "Tahukah kamu, ke manakah matahari itu pergi apabila tenggelam? Saya (Abu Dzar) menjawab, "Saya tidak tahu. Rasul ﷺ bersabda, "Sesungguhnya matahari itu (apabila tenggelam) sampai ke bagian bawah Arasy, lalu menyungkur bersujud (kepada Allah), kemudian bangkit dan dikatakan kepadanya, "Kembalilah kamu, maka sudah dekat masanya, wahai Abu Dzar, akan dikatakan kepada matahari, 'Kembalilah kamu dari tempat kamu datang.' Yang dimana pada saat itu, “Tidak bermanfaat iman seseorang bagi dirinya selagi ia tidak beriman sebelumnya.” (Al-An'am: 158)"
Hadits yang lain dari Hudzaifah ibnu Usaid ibnu Abu Syarihah Al-Ghifari. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Furat, dari Abut Tufail, dari Hudzaifah ibnu Usaid Al-Ghifari yang menceritakan, "Rasulullah ﷺ menghampiri kami dari kamarnya, saat itu kami sedang berbincang-bincang mengenai perkara hari kiamat. Maka Rasulullah ﷺ bersabda: 'Hari kiamat tidak akan terjadi sebelum kalian melihat sepuluh tanda-tandanya, yaitu terbitnya matahari dari arah barat, (keluarnya) asap, dabbah (hewan), munculnya ya'juj dan ma'juj, keluarnya Nabi Isa ibnu Maryam, munculnya Dajjal, terjadinya tiga gempa (gempa besar di timur, gempa besar di barat, dan gempa besar di Jazirah Arabia) serta munculnya api dari pedalaman 'Adh yang menggiring atau mengumpulkan manusia. Api itu bermalam bersama mereka dimanapun mereka bermalam dan istirahat siang hari bersama mereka dimanapun mereka beristirahat siang hari'." Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Ahlus Sunan yang empat orang melalui hadits Furat Al-Qazzaz, dari Abut Tufail (yaitu Amir ibnu Wasilah), dari Huzaifah ibnu Usaid dengan lafal yang sama.
Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Hadits yang lain dari Huzaifah ibnul Yaman Ats-Tsauri telah meriwayatkan dari Mansur, dari Rib'i, dari Huzaifah yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah ﷺ. Wahai Rasulullah, apakah tanda-tanda akan terbitnya matahari dari arah barat?" Maka Nabi ﷺ menjawab melalui sabdanya: “Malam itu sangat panjang hingga panjangnya sama dengan dua malam. Maka terbangunlah orang-orang yang dahulunya selalu mengerjakan shalat di waktu itu, lalu mereka mengerjakan apa yang biasa mereka lakukan sebelumnya, sedangkan bintang-bintang tidak kelihatan, semuanya tenggelam di tempatnya masing-masing. Kemudian mereka tidur, lalu bangun dan kembali mengerjakan shalatnya, lalu tidur lagi dan bangun (sesudahnya), lambung mereka merasa enggan untuk tidur lagi dan malam terasa amat panjang oleh mereka. Semua manusia merasa terkejut karena mereka tidak mengalami pagi hari. Ketika mereka sedang menunggu terbitnya matahari dari arah timurnya, tiba-tiba matahari terbit dari arah barat. Maka apabila manusia telah melihatnya, berimanlah mereka, tetapi iman mereka tidak memberi manfaat bagi diri mereka.” Ibnu Murdawaih meriwayatkannya, tetapi hadits ini tidak didapat di dalam sesuatu pun dari kitab sittah yang melalui jalur ini.
Hadits yang lain dari Abu Sa'id Al-Khudri yang nama aslinya ialah Sa'd ibnu Malik ibnu Sinan Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Laila, dari Atiyyah Al-Aufi, dari Abu Sa'id Al-Khudri, dari Nabi ﷺ sehubungan dengan firman-Nya:
“Pada hari datangnya sebagian tanda-tanda Tuhanmu tidak bermanfaat lagi iman seseorang yang belum beriman sebelum itu.” (Al-An'am: 158)
Nabi ﷺ bersabda: “Terbitnya matahari dari arah barat.” Imam At-Tirmidzi meriwayatkannya dari Sufyan ibnu Waki', dari ayahnya dengan lafal yang sama, lalu Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini gharib. Sebagian dari mereka meriwayatkannya tanpa me-rafa'-kannya (menyampaikan sanadnya kepada Rasulullah ﷺ).
Di dalam hadits Talut ibnu Abbad, dari Fudal ibnu Jubair, dari Abu Umamah Sada ibnu Ajlan disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Sesungguhnya mula-mula pertandanya kiamat ialah terbitnya matahari dari arah barat.”
Di dalam hadits ‘Ashim ibnu Abun Nujud, dari Zur ibnu Hubaisy, dari Safwan ibnu Assal dikatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya Allah membuka sebuah pintu di arah barat yang lebarnya perjalanan tujuh puluh tahun untuk pintu tobat. Pintu itu tidak akan ditutup hingga matahari terbit dari arah barat.”
Hadits diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi, dinilai shahih oleh Imam An-Nasai dan Imam Ibnu Majah dalam suatu hadits yang cukup panjang. Hadits yang lain dari Abdullah ibnu Abu Aufa. Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ali ibnu Dahim, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Hazim, telah menceritakan kepada kami Dirar Ibnu Sard, telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudail, dari Sulaiman ibnu Zaid, dari Abdullah ibnu Abu Aufa yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: “Sungguh kelak akan datang kepada manusia suatu malam yang panjangnya sama dengan tiga malam dari malam-malam kalian sekarang ini.”
Apabila hal itu terjadi, maka diketahui oleh orang-orang yang biasa mengerjakan shalat sunat (di malam hari). Seseorang dari mereka bangun, lalu membaca hizib (bacaan Al-Qur'an)nya, kemudian tidur lagi, lalu bangun dan berdiri (shalat) seraya membaca hizibnya, kemudian tidur lagi. Ketika mereka (orang-orang yang shalat sunat malam hari) mengerjakannya lagi dalam keadaan demikian, tiba-tiba semua orang saling memanggil satu sama lain. Mereka kebingungan lalu berkata, "Apakah yang terjadi? Kemudian mereka berhamburan menuju masjid-masjid. Tiba-tiba mereka melihat matahari terbit, hingga matahari itu sampai di pertengahan langit, maka matahari kembali lagi ke tempat terbitnya.” Nabi ﷺ melanjutkan sabdanya, "Saat itu tidak bermanfaat iman seseorang bagi dirinya." Hadits ini gharib bila dipandang dari jalur ini, dan hadits ini tidak terdapat dalam suatu kitab pun dari kitab sittah.
Hadits yang lain dari Abdullah ibnu Amr. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Abu Hayyan, dari Abu Dzar'ah, dari Amr ibnu Jarir yang mengatakan bahwa ada tiga orang dari kalangan kaum muslim duduk di dalam majelis Marwan di Madinah, lalu mereka mendengarnya menceritakan perihal tanda-tanda hari kiamat, antara lain ia mengatakan bahwa mula-mula tandanya adalah muncul Dajjal.
Amr ibnu Jarir melanjutkan kisahnya, ketiga orang itu menuju ke tempat Abdullah ibnu Amr dan menceritakan apa yang baru mereka dengar dari Marwan tentang tanda-tanda hari kiamat. Maka Abdullah ibnu Amr berkata, "Marwan tidak mengatakan sesuatu pun (yang benar). Saya hafal hadits dari Rasulullah ﷺ yang mengatakan: 'Sesungguhnya mula-mula pertanda hari kiamat yang muncul ialah terbitnya matahari dari arah barat, munculnya dabbah (hewan) Duha. Maka mana saja di antara keduanya yang muncul, pasti akan diiringi oleh lainnya'.” Kemudian Abdullah berkata dia adalah orang yang suka membaca kitab-kitab terdahulu bahwa menurut pendapatnya pertanda kiamat yang paling pertama munculnya ialah terbitnya matahari dari arah barat.
Demikian itu karena setiap kali matahari tenggelam, matahari datang ke Arasy dan bersujud (kepada Allah), lalu meminta izin untuk kembali, maka diizinkan baginya untuk kembali. Hingga Allah berkehendak menerbitkan matahari dari arah barat, matahari melakukan seperti kebiasaannya dan datang ke bawah Arasy, lalu bersujud dan meminta izin untuk kembali terbit, maka tidak dijawab dengan suatu jawaban pun.
Kemudian matahari meminta izin untuk kembali, tetapi tidak dijawab dengan suatu jawaban pun, hingga berlalulah sebagian dari malam hari menurut apa yang dikehendaki Allah, dan matahari mengetahui jika ia diizinkan kembali pasti ia tidak dapat mengejar dari arah timur, lalu ia berkata, "Wahai Tuhanku, begitu jauhnya arah timur, siapakah yang menggantikan ku untuk menerangi manusia?" Ketika cakrawala mulai terang dan berwarna seperti kalungan bunga, matahari diizinkan untuk terbit, lalu dikatakan kepadanya, "Terbitlah dari tempatmu sekarang." Maka terbitlah matahari dari arah barat.
Selanjutnya Abdullah ibnu Amr membacakan firman-Nya: “Tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang kepada dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu.” (Al-An'am: 158), hingga akhir ayat.
Hadits diketengahkan oleh Imam Muslim di dalam kitab shahihnya dan Imam Abu Daud serta Imam Ibnu Majah di dalam kitab sunan masing-masing melalui hadits Abu Hayyan At-Taimi yang nama aslinya adalah Yahya ibnu Sa'id ibnu Hayyan, dari Abu Dzar'ah ibnu Amr ibnu Jarir dengan lafal yang sama.
Hadits yang lain, Imam Ath-Thabarani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Yahya ibnu Khalid ibnu Hayyan Ar-Ruqqi, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim ibnu Zuraiq Al-Himsi, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Sa'id ibnu Kasir ibnu Dinar, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, dari Yahya ibnu Abdullah, dari Abu Abdur Rahman Al-Habli.
Dari Abdullah ibnu Amr Ibnul As yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Apabila matahari terbit dari arah barat, maka iblis menyungkur bersujud seraya berseru dengan suara kerasnya, "Wahai Tuhanku, perintahkanlah kepadaku untuk sujud kepada orang yang Engkau kehendaki.d" Maka para malaikat juru siksanya berkumpul mengerumuninya, semuanya mengatakan, "Apakah yang sedang kamu pinta dengan merintih-rintih? Iblis menjawab, "Sesungguhnya saya hanya meminta kepada Tuhanku agar memberikan aku waktu lebih lama sampai hari yang telah dimaklumi (hari kiamat), dan sekarang telah tiba masanya.”
Kemudian muncullah hewan bumi dari retakan Bukit Safa, mula-mula ia menginjak kota Anthakiyah, lalu datang kepada iblis dan langsung menamparnya. Hadits ini gharib sekali dan sanadnya dha’if. Barangkali kisah ini didapat dari dua tawanan wanita yang berhasil diperoleh Abdullah ibnu Amr dalam Perang Yarmuk. Mengenai predikat marfu-nya hadits ini banyak yang menolaknya.
Hadits yang lain dari Abdullah ibnu Amr, Abdur Rahman ibnu Auf, dan Mu'awiyah ibnu Abu Sufyan radhiyallahu anhum ajma'in. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hakam ibnu Nafi', telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ayyasy, dari Damdam ibnu Zur'ah, dari Syuraih ibnu Ubaid yang ia kembalikan kepada Malik ibnu Yukhamir, dari Ibnus Sa'di, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Hijrah tidak akan berhenti selama musuh masih terus berperang. Maka Mu'awiyah, Abdur Rahman ibnu Auf, dan Abdullah ibnu Amr ibnul As mengatakan bahwa sesungguhnya Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Sesungguhnya hijrah itu ada dua macam, yang salah satunya ialah hijrah meninggalkan perbuatan-perbuatan dosa, dan yang lainnya ialah hijrah mendekatkan diri kepada Allah dan Rasul-Nya. Hijrah tidak akan terputus selagi pintu taubat masih terbuka dan taubat masih tetap diterima sebelum matahari terbit dari arah barat. Maka apabila matahari terbit dari arah barat, maka kesempatan itu akan ditutup, dan cukuplah amal perbuatan bagi manusia.”
Hadits ini hasan sanadnya, tetapi tidak ada seorang pun dari pemilik kitab sittah yang mengetengahkannya. Hadits yang lain dari Ibnu Mas'ud Auf Al-A'rabi telah meriwayatkan dari Muhammad ibnu Sirin, telah menceritakan kepadaku Abu Ubaidah, dari Ibnu Mas'ud, bahwa ia pernah menuturkan perihal tanda-tanda hari kiamat, maka ia mengatakan bahwa semuanya telah ada kecuali empat perkara, yaitu: Terbitnya matahari dari arah barat, munculnya Dajjal, dabbatul ard (hewan dari bumi), serta munculnya Ya'juj dan Ma'juj. Abu Ubaidah mengatakan bahwa Ibnu Mas'ud mengatakan, tanda yang menutup semua amal perbuatan ialah terbitnya matahari dari arah barat.
Tidakkah Anda melihat bahwa Allah ﷻ telah berfirman:
“Pada hari datangnya beberapa ayat Tuhanmu.” (Al-An'am: 158), hingga akhir ayat.
Yakni terbitnya matahari dari arah barat. Hadits Ibnu Abbas diriwayatkan oleh An-Hafidzh Abu Bakar ibnu Murdawaih di dalam kitab tafsirnya melalui hadits Abdul Mun'im ibnu Idris, dari ayahnya, dari Wahb ibnu Munabbih, dari Ibnu Abbas secara marfu. Lalu Ibnu Murdawaih menuturkan sebuah hadits yang cukup panjang berpredikat gharib dan tidak dapat dipercaya jika dikatakan marfu.
Di dalamnya disebutkan bahwa matahari dan bulan pada hari itu sama-sama terbit dari arah barat. Apabila telah sampai di tengah-tengah langit, maka keduanya kembali lagi ke tempat terbitnya. Pada garis besarnya hadits ini gharib sekali, bahkan munkar atau maudu', jika dikatakan bahwa ia marfu. Adapun mengenai predikat mauquf-nya hanya sampai pada Ibnu Abbas atau Wahb ibnu Munabbih, maka hal ini lebih mendekati kebenaran dan dapat diterima.
Sufyan meriwayatkan dari Mansur, dari Amir, dari Siti Aisyah yang mengatakan bahwa apabila pertanda kiamat yang pertama telah muncul, maka para malaikat pencatat amal perbuatan menahan diri dan menghentikan tugasnya, lalu semua jasad (manusia) mempersaksikan amal perbuatannya masing-masing. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir. Firman Allah ﷻ: “Tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang kepada dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu.” (Al-An'am: 158)
Yakni apabila orang kafir mulai beriman pada hari munculnya sebagian tanda-tanda Tuhan (hari kiamat), maka imannya tidak dapat diterima. Adapun orang yang telah beriman sebelum itu dan ia berbuat baik dalam amalnya, maka ia mendapat pahala yang besar. Jika ia belum pernah melakukan suatu amal kebaikan pun, lalu ia melakukan tobat pada hari itu, maka tobatnya tidak dapat diterima. Demikianlah menurut apa yang ditunjukkan oleh hadits-hadits terdahulu.
Berdasarkan pengertian ini pula ditakwilkan firman Allah ﷻ berikut, yaitu:
“Atau dia (belum) berusaha berbuat kebaikan dalam masa imannya itu.” (Al-An'am: 158)
Yakni tidak diterima usaha amal saleh seseorang apabila ia belum pernah melakukannya sebelum itu.
Firman Allah ﷻ:
“Katakanlah, ‘Tunggulah! Sesungguhnya kami pun menunggu’." (Al-An'am: 158)
Makna ayat ini mengandung ancaman yang keras kepada orang-orang kafir dan peringatan yang tegas terhadap orang yang menangguh-nangguhkan iman dan tobatnya sampai pada hari yang hal itu tidak membawa manfaat bagi dirinya. Sesungguhnya ketentuan tersebut hanya terjadi bilamana matahari terbit dari arah barat, karena hari kiamat telah dekat dan semua pertandanya telah muncul.
Sebagaimana yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
“Maka tidak ada yang mereka tunggu-tunggu selain hari kiamat, (yaitu) kedatangannya kepada mereka dengan tiba-tiba, karena sesungguhnya telah datang tanda-tandanya. Maka apa gunanya bagi mereka kesadaran mereka itu, apabila (hari Kiamat) itu sudah datang?” (Muhammad: 18)
“Maka tatkala mereka melihat azab Kami mereka berkata, ‘Kami beriman hanya kepada Allah saja, dan kami ingkar kepada sembahan-sembahan yang telah kami mempersekutukan(nya) dengan Allah. Maka iman mereka tiada berguna bagi mereka tatkala mereka telah melihat azab Kami.” (Al-Mumin: 84-85), hingga akhir ayat.
Setelah itu Allah mengingatkan mereka lebih keras lagi tentang apa yang terjadi pada diri mereka ketika hari Kiamat datang. Yang mereka nanti-nantikan hanyalah kedatangan malaikat kepada mereka untuk mencabut nyawa atau mengazab mereka, atau kedatangan Tuhanmu dengan cara yang tidak diketahui secara pasti untuk memutuskan urusan makhluk-Nya, atau kedatangan janji Allah berupa pahala bagi orang mukmin dan siksaan bagi yang kafir, atau sebagian tanda-tanda dari Tuhanmu yaitu tanda kedatangan hari Kiamat seperti kemunculan Dajjal, matahari terbit dari sebelah barat, Nabi Isa turun kembali ke dunia, keluarnya Yakjuj dan Makjuj, dan lainnya. Pada hari datangnya sebagian tanda-tanda Tuhanmu tidak berguna lagi iman seseorang yang belum beriman sebelum itu, karena pintu untuk beriman sudah tertutup, atau belum berusaha berbuat kebajikan dengan imannya itu karena pada saat itu sedang terjadi proses menuju hari penghitungan amal, bukan lagi waktu untuk mencatat amal saleh, bahkan bagi orang yang sudah beriman sekali pun. Pintu tobat juga sudah tertutup. Kemudian Allah, dengan nada yang keras, memperingatkan mereka, Katakanlah wa-hai Nabi Muhammad, 'Tunggulah kedatangan tiga hal tersebut, yaitu malaikat, Allah, dan sebagian tanda-tanda hari Kiamat. Kami pun menunggu datangnya siksaan Allah terhadap kalian. Penjelasan tentang nasib orang kafir pada hari Kiamat yang terdapat pada ayat di atas dilanjutkan dengan penjelasan tentang ada kelompokkelompok sesat pada ayat ini. Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya'padahal agama pada awalnya hanya satu, yaitu agama tauhid, sebagaimana sabda Nabi , Kami, para nabi, bagaikan anakanak satu ayah dari ibu yang berbeda, agama kami satu. 'dan mereka menjadi terpecah dalam golongan-golongan dengan mengikuti hawa nafsunya sendiri-sendiri, sesuai dengan kepentingan masing-masing di mana setiap golongan berbangga dengan golongannya sendiri, sedikit pun bukan tanggung jawabmu, wahai Nabi Muhammad, atas mereka. Kamu telah melaksanakan tugas kerasulanmu, sementara mereka memilih jalan kekafiran. Hati mereka telah terkunci untuk menerima kebenaran. Sesungguhnya urusan mereka terserah kepada Allah. Allah yang akan memutuskan nasib mereka, maka janganlah kamu bersedih atas kekafiran mereka. Kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat. Tentang dosa-dosa mereka dan balasan terhadap mereka pada hari Kiamat nanti.
Secara ringkas ayat tersebut menerangkan sikap orang-orang musyrik yaitu mereka tidak akan mau beriman, bahkan dengan cara menantang, meminta atau menunggu salah satu dari tiga perkara; yaitu: Pertama, kedatangan malaikat untuk mencabut nyawa mereka sebagaimana mereka sarankan kepada Nabi Muhammad ﷺ Kedua, datangnya siksaan Allah sesuai dengan permintaan mereka untuk mempercepat datangnya siksa yang disebut Al-Qur'an sebagai ancaman bagi mereka. Ketiga, datangnya tanda-tanda hari Kiamat. Oleh karena semua permintaan itu hanyalah menunjukkan pembangkangan yang terus berlanjut, maka pada akhir ayat ini Allah memperingatkan mereka dengan ancaman, "Katakanlah hai Muhammad kepada mereka: Tunggulah apa yang kamu tunggu itu dan kami pun menunggu apa yang akan kami peroleh kelak." Ini diterangkan dalam firman Allah:
Orang-orang yang telah Kami beri Kitab, mereka membacanya sebagaimana mestinya, mereka itulah yang beriman kepadanya. Dan barang siapa ingkar kepadanya, mereka itulah orang-orang yang rugi. (al-Baqarah/2: 121).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 154
“Telah Kami betikan kitab kepada Musa dalam keadaan semputna atas otang yang benbuat baik"
Jadi, jika ayat ini dimulai dengan kata “kemudian", bukan berarti Allah menurunkan kitab kepada Musa itu, lalu dari turunannya wasiat kepada Nabi Muhammad. Melainkan setelah sepuluh wasiat dengan perantaraan wahyu Al-Qur'an itu dikisahkan Allah, kemudian Allah mengisahkan pula bahwa dahulu Musa pun telah mendapat wasiat pokok seperti itu pula, dalam keadaan sempurna. Berat pendapat ahli tafsir bahwa yang dimaksud dengan kitab dalam keadaan sempurna ini ialah pokok ajaran Taurat yang 10, yang terkenal dengan sebutan “Sepuluh Hukum". Wasiat-wasiat seperti demikian adalah amat berguna menjadi pedoman bagi orang yang suka berbuat yang baik. Setelah diberikan pengajian yang pokok itu, wasiat sepuluh, diikuti lagi; “Dan penjelasan bagi tiap-tiap sesuatu dan petunjuk dan rahmat." Artinya, wasiat yang sepuluh adalah sebagai pokok. Kemudian ditambah lagi dengan penjelasan-penjelasan yang lain untuk memperluas pokok wasiat yang sepuluh itu. Di dalam istilah ahli-ahli ushul fiqih disebut ijmal dan tafshil. Penjelasan wasiat itu tersebut lagi di belakangnya dengan panjang lebar. Penjelasan itu diikuti pula dengan petunjuk bagaimana cara menjalankannya. Kemudian, diterangkan lagi bahwa dianya mengandung rahmat. Artinya, tidak ada suatu perintah atau larangan Allah yang tidak membawa rahmat bagi manusia. Kalau manusia suka menurutinya, niscaya mereka sendirilah yang akan beroleh rahmat. Dan kalau mereka langgar, mereka juga yang akan ditimpa celaka. Dan tujuan yang utama diterangkan pada ujung ayat, yaitu,
“Supaya mereka …nya kepada pertemuan dengan Tuhan mereka."
Kesimpulan maksud ayat ialah menerangkan bahwa sebagaimana Nabi Muhammad ﷺ telah diberi sepuluh wasiat yang tersebut pada ayat 151-152 dan kemudian ditutup dengan yang kesepuluh di ayat 153 yaitu supaya menuruti jalan yang ditempuh Nabi Muhammad ﷺ maka kepada Musa dahulu pun pernah diberikan pula wasiat sepuluh, sebagai pokok ajaran, kemudian diadakanlah tafshil-nya, atau perinciannya.
Untuk memperluas pengetahuan kita tentang Wasiat Sepuluh kepada Nabi Musa dan perbandirigannya dengan Wasiat Sepuluh kepada Nabi Muhammad ﷺ, untuk kita umatnya ini, kita salinkan di sini Wasiat Sepuluh itu dari Perjanjian Lama (Kitab Keluaran) pasal 20:
1. Hatta maka dikatakan Allah segala firman ini, bunyinya:
2. Akulah Tuhan Allahmu, yang telah mengantarkan kamu ke luar dari negeri Mesir dari dalam tempat perhambaan itu.
3. Jangan padamu ada ilah lain di hadapan hadirat-Ku.
4. Jangan diperbuat olehmu akan patung ukiran atau akan barang peta daripada barang yang dalam langit di atas atau daripada barang yang di atas bumi di bawah, atau daripada barang yang di dalam air di bawah bumi.
5. Jangan kamu menyembah sujud atau berbuat bakti kepadanya karena Akulah Tuhan, Allahmu, Allah yang cemburuan adanya, yang membalas durhaka segala bapak sampai kepada anak-anaknya dan kepada gilir yang ketiga dan yang keempat pun daripada segala orang, yang membenci akan Daku.
6. Tetapi Aku menunjuk kemurahan-Ku akan beribu-ribu gilir anak, yang mengasihi akan Daku dan yang memeliharakan segala firman-Ku.
7. Jangan kamu menyebut nama Tuhan Allahmu dengan sia-sia, karena tiada dibilangkan Tuhan suci dari segala salah segala orang yang menyebut namanya dengan sia-sia.
8. Ingatlah kamu akan Hari Sabat, supaya kamu sucikan dia.
9. Bahwa enam hari lamanya hendaklah kamu bekerja dan mengerjakan segala peker-jaanmu.
10. Tetapi hari yang ketujuh itulah Sabat Tuhan, Allahmu; pada hari itu jangan kamu bekerja, baik kamu atau anakmu laki-laki atau anakmu perempuan atau hambamu atau hambamu perempuan atau binatangmu atau orang dagang yang ada dalam pintu gerbangmu.
11. Karena dalam enam hari lamanya telah dijadikan Tuhan akan langit dan bumi dan laut, dengan segala isinya maka berhentilah Tuhan pada hari yang ketujuh, sebab itulah diberkati Tuhan akan Hari Sabar itu dan disucikannya dia.
12. Berilah hormat akan bapakmu dan akan ibumu, supaya dilanjutkan umurmu dalam negeri yang dianugerahkan Tuhan Allahmu kepadamu.
13. Jangan kamu membunuh.
14. Jangan kamu berbuat zina.
15. Jangan kamu mencuri.
16. Jangan kamu mintakan kesaksian dusta akan sesamamu manusia.
17. Jangan kamu ingin akan rumah sesamamu manusia, jangan kamu ingin akan bini se-samamu manusia, atau akan hambanya laki-laki atau akan sahayanya perempuan atau akan lembunya atau akan keledainya, atau akan barang apa-apa yang samamu manusia punya.
Itulah wasiat atau penjelasan, diikuti petunjuk-petunjuk cara menjalankannya yang berisi rahmat bagi manusia di waktu itu. Pada pokoknya tidaklah banyak perbedaan, bahkan satulah intinya di antara kedua wasiat sepuluh buat Musa dalam Taurat dengan wasiat sepuluh buat Muhammad ﷺ dalam Al-Qur'an.
Wasiat sepuluh dalam Al-Qur'an telah dimulai sejak zaman Mekah, baik dalam surah al-An'aam yang sekaligus turun ini ataupun yang tersebut di dalam surah al-lsraa', yang disebut juga surah Bani Israil dari ayat 22 sampai ayat 37.
Ayat 155
“Dan ini adalah sebuah kitab yang telah Kami turunkan dia, yang diberkati."
Sesudah Taurat yang diturunkan kepada Musa dan dengan pokok wasiat dan tafshil-nya itu, sekarang menyusul pulalah kitab yang lain, yaitu Al-Qur'an berisi wasiat pula dan menaruh tafshil, petunjuk, dan rahmat pula. Dia diberi berkah, yaitu membawa bahagia bagi manusia yang suka berbuat kewajiban di dalam hidup ini. Berkah artinya ialah mengandung kesuburan, kemakmuran, dan
bertambah-tambah.
“Maka ikutilah olehmu akan dia dan bertakwalah. Mudah-mudahan kamu diberi rahmat."
Kitab ini pun sekarang menjadi tuntunan dan petunjuk bagi kamu. Asal isinya kamu ikuti dan kamu bertakwa pula, yaitu kamu pelihara hubunganmu dengan Allah sebaik-baiknya, dan tidak isi kitab itu kamu sia-siakan melainkan kamu amalkan, niscaya Allah akan tetap menurunkan rahmat-Nya kepada kamu.
Ayat 156
“Supaya kamu tidak berkata, ‘Semata-mata diturunkan kitab hanyalah kepada dua golongan sebelum kita dan sesungguhnya kita adalah lalai dari bacaan mereka.'"
Artinya, jangan sampai kelak pada Hari Kiamat, ketika kamu ditanyai Allah, kamu akan menjawab bahwa Allah hanya menurunkan kitab kepada dua golongan saja, yaitu Yahudi dan Nasrani. Yahudi diberi Taurat, Nasrani diberi Injil. Isinya kami tidak tahu, walaupun di dalamnya ada pengajaran yang baik, wasiat, penjelasan, dan petunjuk. Karena kitab-kitab itu ditulis dalam bahasa Ibrani sedang kami tidak mengerti bahasa itu, tidaklah sempat kami mempelajarinya dan lalailah kami; sebab bukanlah mudah mempelajari bahasa yang asing bagi kami itu. Itulah sebabnya, Al-Qur'an ini diturunkan kepada kamu dengan perantaraan seorang rasul dari kaum kerabatmu sendiri dengan bahasamu sendiri, supaya di Hari Kiamat kamu jangan menjawab bahwa kami tidak mendapat pengajaran yang baik, sebab Taurat dan Injil itu tidak diturunkan dalam bahasa kami.
Ayat 157
“Atau kamu katakan, ‘Sesungguhnya kalau diturunkan kepada kami kitab, niscaya kamilah yang akan lebih mendapat petunjuk daripada mereka.'"
Inilah kemungkinan dalih lain yang akan kamu katakan kalau Al-Qur'an ini tidak ditu-runkan. Di akhirat, kamu akan berkata buat mengelakkan diri, coba turunkan kitab itu dalam bahasa kami sendiri, tentu kami akan lebih mengerti dan lebih maju berbuat kebajikan daripada Yahudi dan Nasrani itu."Maka sesungguhnya telah datang kepada kamu keterangan dari Tuhan kamu dan petunjuk dan rahmat." Sekarang diturunkanlah wahyu berupa Al-Qur'an, diutus Rasul buat menyampaikannya, keterangannya jelas dan nyata, petunjuknya membawa selamat bagi kamu dunia dan akhirat, rahmat pun akan melimpah kepada kamu, jika dia kamu ikuti. Oleh sebab itu, tidak ada lagi alasan bagi kamu buat membela diri di akhirat kelak, karena kitab ini sudah turun. Dan kalau kamu tidak juga sudi mengikutinya, sehingga kamu tidak mendapat petunjuk dan tidak dilimpahi rahmat, tidaklah dapat kamu membela diri lagi jika ditanya di akhirat esok.
“Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan berpaling daripadanya?" Pertanyaan inilah yang bernama istifham inkari, bertanya untuk menyatakan sangat besar kesalahannya. Artinya, tidak ada lagi orang yang lebih zalim dari mereka itu, yang mereka pun telah diberi kitab, didatangi rasul, dengan bahasa mereka sendiri. Akan tetapi, mereka tidak juga mau mengikuti. Apalagi syari'at yang dibawa Muhammad ﷺ telah disesuaikan dengan keadaan perkembangan masyarakat mereka, sedangkan pokok ajaran tentang Allah dan keesaan-Nya tidak berubah buat selama-lamanya. Demikian juga segala yang akan merugikan sesama manusia, sebagai larangan membunuh, mencuri, berzina, saksi dusta, dan sebagainya. Hanya satu saja yang berubah, sebab dia termasuk syari'at, yaitu tentang istirahat hari Sabtu. Maka, menjadi sangat zalimlah kamu bila ayat-ayat perintah Allah ini kamu dustakan. Diajak mentauhidkan Allah, tetapi kamu masih saja mempersekutukan yang lain dengan Dia. Dan kamu masih saja memalingkan muka atau cara kata umum sekarang, membuang muka, tidak peduli. Hidayah dan petunjuk, berkah dan rahmat Allah kepadamu kamu tolak dan kamu masih saja lebih suka mempertahankan pendirian yang salah. Lantaran kezaliman itu berfirmanlah Allah,
“Akan Kami balas orang-orang yang berpaling dari ayat-ayat Kami itu dengan sepedih-pedih adzab dari sebab apa yang telah mereka palingkan itu."
Di sini, Allah memberikan ancaman yang tegas kepada kafir-kafir musyrik Quraisy itu, setelah segala pintu keluar untuk mengelakkan diri ditutup oleh Allah. Mereka telah mengakui bahwasanya Taurat dan Injil memang ada. Malahan pada zaman jahiliyyah mereka hormat kepada Ahlul Kitab. Orang Yahudi dan Nasrani tempat mereka bertanya, dalam hal yang penting-penting, sampai mereka mengakui bahwa Ahlul Kitab itu lebih cerdas dari mereka. Kadang-kadang di kalangan mereka pada zaman jahiliyyah itu ada yang berkata bahwa mereka pun akan lebih cerdas kalau kitab suci itu diturunkan pula dalam bahasa Arab. Namun, ini hanya percakapan saja. Dalam hati kecilnya orang Arab itu tidak suka menerima Yahudi atau Nasrani, terutama orang Quraisy di sekeliling Mekah itu. Mereka merasa ada agama, yaitu agama Nabi Ibrahim, tetapi tinggal nama saja sebab sudah mereka campuri dengan berbagai tambahan sehingga bertukar sama sekali menjadi agama musyrik. Sekarang dengan karunia Allah, mereka diberi Al-Qur'an. Namun, Al-Qur'an itu tidak mereka akui, bahkan mereka dustakan. Lantaran itu adzab yang pedihlah yang pantas mereka terima lantaran mendustakan dan perpalingan itu. Sebab pendustaan dan perpalingan bukan sehingga itu saja, melainkan telah berubah menjadi menantang dan menghalangi.
Ayat 158
“Tidaklah yang mereka tunggu-tunggu melainkan bahwa datang kepada mereka malaikat atau datang Tuhan engkau atau datang setengah dari ayat-ayat Tuhan engkau."
Sebagaimana telah disebutkan juga pada ayat-ayat yang lain, dari sangat mereka hendak mendustakan dan berpaling dari ayat Allah, mereka kemukakanlah permintaan yang tidak-tidak.
Pernah mereka meminta supaya malaikat sendiri datang menampakkan diri atau ada juga yang meminta diperlihatkan bagaimana rupa Allah sendiri. (Lihat surah al-Israa' ayat 92) Atau ada juga yang meminta diperlihatkan beberapa ayat-ayat atau tanda-tanda yang ganjil dari Allah. Mereka menunggu itu semuanya atau salah satunya, baru mau beriman.
Yang mereka tunggu yang pertama ialah malaikat menampakkan diri. Selama-lamanya malaikat itu tidaklah akan menampakkan diri kepada mereka; sebab itu akan tetaplah mereka kafir.
Yang lebih dahsyat ialah mereka menunggu agar Allah sendiri menampakkan diri di dunia ini. Allah tidak akan dapat dilihat oleh mata. Hanya di akhirat kelak Allah akan dapat dilihat oleh orang-orang yang beriman. Bagaimana cara melihat Allah di akhirat itu, tidak pula dapat diterangkan dengan alat persediaan akal sebagai sekarang ini.
Adanya terhadap yang menunggu ayat-ayat atau tanda kebesaran Allah itu maka sebahagian dari ayat itu akan ada. Bertambah dekat Kiamat bertambah akan banyaklah per-tandanya, yang diriamai asyraathis sa ‘ah, yaitu tanda-tanda Hari Kiamat.
Sebagaimana dahulu pada juz ke-7 surah al-An'aam ini juga dan surah-surah yang lain, ketika membicarakan perkara sa'at atau Kiamat atau ajal, kita sudah mengerti bahwa ada Kiamat sughra (Kiamat kecil), ada Kiamat kubra (Kiamat besar), ada ajal diri sendiri, dan ada ajal seluruh alam. Masing-masing dimulai dengan tanda-tanda. Tiap hari, kalau kita mau memerhatikan, kita akan bertemu dengan tanda ajal kecil dan ajal besar, atau Kiamat kecil dan Kiamat besar. Setiap hari kita melihat ayat atau tanda bahwa kita sendiri akan mati.
Kita selalu melihat jenazah atau kurung batang membawa mayat ke kubur. Itu adalah tanda peringatan bahwa kita pun akan menerima giliran mati. Kadang-kadang kita pun diberi peringatan dengan pasti datangnya Kiamat kubra. Kalau ada gempa bumi, ada tanah longsor, ada gunung berapi meletus, ada Krakatau yang senantiasa memancarkan asap dari dalam laut, semua itu adalah tanda bahwa Kiamat kubra pasti datang. Bahkan, ilmu pengetahuan yang begitu dahsyat tentang rahasia atom, tentang bom atom yang dijatuhkan Amerika di Nagasaki dan Hiroshima, semuanya itu adalah tanda bukti bahwa Kiamat mesti datang. Adapun kepandaian sekelumit kecil diberikan Allah kepada manusia dapat meyakinkan kita bahwa manusia seisi dunia ini bisa musnah dalam beberapa hari saja, bagaimana kita tidak akan yakin bahwa Kiamat kubra itu pasti datang. Namun, soalnya bukanlah datang atau tidak datangnya tanda-tanda. Soalnya ialah percaya atau tidak percaya.
Oleh sebab itu berkatalah lanjutan ayat, “Pada hari datang sebahagian dari ayat-ayat Tuhan engkau itu, tidaklah akan memberi manfaat kepada suatu diri imannya, yang tidak beriman lebih dahuluArtinya, walaupun berbagai macam tanda yang sudah datang atau sudah tampak, sebagai bukti diri akan mati atau Kiamat kubra akan datang, percuma sajalah dan tidak ada persediaan iman sejak semula. Banyak sekali orang yang tafakur di saat melihat suatu tanda, tetapi setelah tanda itu hilang, mereka kembali ke dalam kufurnya. Oleh karena itu, tanda-tanda betapa pun dahsyatnya, kalau iman tidak tertanam sejak semula maka jika hilang tanda hilang pulalah iman."Atau dia berusaha pada imannya itu suatu kebaikan." Betapa pun banyaknya ayat atau tanda-tanda yang telah tampak lalu orang terkejut dan maulah dia beriman pada masa itu, tidaklah dapat dipercaya, kalau iman itu belum tertanam sejak semula atau kalau iman itu belum dibuktikan dengan amal. Sebab, amal itu adalah bukti yang nyata dari iman. Mulut orang dapat saja menyebut beriman, tetapi bukti yang ditunjukkan oleh bekas perbuatan, jauhlah lebih kuat daripada bukti yang hanya diucapkan dengan mulut. Oleh sebab itu, apa pun macamnya ayat-ayat Allah yang datang, belumlah itu menjadi jaminan bahwa si kufur dan musyrik itu akan berubah menjadi baik. Masjid bisa ramai dengan orang yang datang shalat ketika malapetaka menimpa suatu negeri. Namun, apabila malapetaka itu sudah habis, masjid pun akan lengang kembali. Setelah seorang pemuda yang risau melihat ayahnya mati, mudah saja dia memakai kain sarung dan kopiah dan datang ke langgar beberapa hari lamanya dengan sangat tekun. Namun, sebab perubahan itu hanya karena terkejut, beberapa hari kemudian dia tidak akan ke langgar lagi. Oleh sebab itu, datanglah ujung ayat, sebagai pesan Allah kepada Rasul-Nya,
“Katakanlah, Tunggulah olehmu, sesungguhnya Kami pun menunggu."
(ujung ayat 158)