Ayat
Terjemahan Per Kata
قَالَ
dia berkata
قَدۡ
sungguh
وَقَعَ
akan menimpa
عَلَيۡكُم
atas kalian
مِّن
dari
رَّبِّكُمۡ
Tuhan kalian
رِجۡسٞ
azab
وَغَضَبٌۖ
dan kemurkaan
أَتُجَٰدِلُونَنِي
apakah kamu akan mendebatku
فِيٓ
dalam/tentang
أَسۡمَآءٖ
nama-nama
سَمَّيۡتُمُوهَآ
kamu menamakannya
أَنتُمۡ
kamu
وَءَابَآؤُكُم
dan nenek moyangmu
مَّا
tidak
نَزَّلَ
menurunkan
ٱللَّهُ
Allah
بِهَا
dengannya
مِن
dari
سُلۡطَٰنٖۚ
hujjah/keterangan
فَٱنتَظِرُوٓاْ
maka tunggulah alehmu
إِنِّي
sesungguhnya aku
مَعَكُم
bersamamu
مِّنَ
dari/termasuk
ٱلۡمُنتَظِرِينَ
orang-orang yang menunggu
قَالَ
dia berkata
قَدۡ
sungguh
وَقَعَ
akan menimpa
عَلَيۡكُم
atas kalian
مِّن
dari
رَّبِّكُمۡ
Tuhan kalian
رِجۡسٞ
azab
وَغَضَبٌۖ
dan kemurkaan
أَتُجَٰدِلُونَنِي
apakah kamu akan mendebatku
فِيٓ
dalam/tentang
أَسۡمَآءٖ
nama-nama
سَمَّيۡتُمُوهَآ
kamu menamakannya
أَنتُمۡ
kamu
وَءَابَآؤُكُم
dan nenek moyangmu
مَّا
tidak
نَزَّلَ
menurunkan
ٱللَّهُ
Allah
بِهَا
dengannya
مِن
dari
سُلۡطَٰنٖۚ
hujjah/keterangan
فَٱنتَظِرُوٓاْ
maka tunggulah alehmu
إِنِّي
sesungguhnya aku
مَعَكُم
bersamamu
مِّنَ
dari/termasuk
ٱلۡمُنتَظِرِينَ
orang-orang yang menunggu
Terjemahan
Dia (Hud) berkata, “Sungguh, sudah pasti kamu akan ditimpa azab dan kemarahan dari Tuhanmu. Apakah kamu sekalian hendak berbantah dengan Aku tentang nama-nama (berhala) yang kamu beserta nenek moyangmu menamakannya, padahal Allah tidak menurunkan sedikit pun hujah (alasan pembenaran) untuk itu? Maka, tunggulah (azab dan kemarahan itu)! Sesungguhnya aku bersamamu termasuk orang-orang yang menunggu.”
Tafsir
(Ia berkata, "Sungguh sudah pasti) telah wajib (kamu akan ditimpa azab Tuhanmu) yakni siksaan-Nya (dan kemarahan-Nya. Apakah kamu sekalian hendak berbantah dengan aku tentang nama-nama yang telah kamu menamakannya) artinya yang telah diberi nama oleh kamu (kamu beserta nenek-moyangmu) yang dimaksud ialah berhala-berhala yang biasa mereka sembah (padahal Allah sekali-kali tidak menurunkan untuk itu) untuk menyembahnya (suatu hujah pun?) bukti argumentasi. (Maka tunggulah olehmu) azab itu (sesungguhnya aku juga termasuk orang-orang yang menunggu bersama kamu.") menanti azab itu disebabkan kedustaanmu kepadaku. Kemudian dikirimkan kepada mereka angin yang panas sekali. Maksudnya, Allah menimpakan azab-Nya atas mereka dengan angin yang amat panas.
Tafsir Surat Al-A'raf: 70-72
Mereka berkata, "Apakah kamu datang kepada kami agar kami menyembah Allah saja dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh nenek moyang kami? Maka datangkanlah azab yang kamu ancamkan kepada kami jika kamu termasuk orang-orang yang benar.”
Ia (Hud) berkata, “Sungguh, kalian akan ditimpa azab dan kemarahan dari Tuhan kalian. Apakah kamu hendak berbantah dengan aku tentang nama-nama (berhala) yang kalian beserta nenek moyang kalian menamakannya, padahal Allah tidak sekali-kali menurunkan keterangan untuk itu? Maka tunggulah (azab dan kemarahan itu), sesungguhnya aku juga termasuk orang yang menunggu bersama kalian.
Maka Kami selamatkan Hud beserta orang-orang yang bersamanya dengan rahmat yang besar dari Kami, dan Kami binasakan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, dan mereka bukanlah orang-orang yang beriman.
Ayat 70
Allah ﷻ menceritakan perihal penentangan, kesombongan, ketidakpercayaan, dan keingkaran mereka terhadap Nabi Hud a.s. Mereka berkata:
"Apakah kamu datang kepada kami agar kami hanya menyembah Allah saja?” (Al-A'raf: 70), hingga akhir ayat.
Ayat ini semakna dengan apa yang pernah dikatakan oleh orang-orang musyrik dari kalangan Quraisy, yaitu seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
"Ya Allah, jika (Al-Qur'an) ini benar (wahyu) dari Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih." (Al-Anfal: 32)
Muhammad ibnu Ishaq dan lain-lainnya menceritakan bahwa kaum Nabi Hud adalah kaum penyembah berhala-berhala. Di antaranya ada berhala yang diberi nama Samad, ada yang diberi nama Sumud, dan yang lainnya lagi diberi nama Al-Hana. Karena itulah Nabi Hud a.s. bersabda kepada mereka, seperti yang terdapat oleh firman-Nya:
Ayat 71
“Sungguh, kalian akan ditimpa azab dan kemarahan dari Tuhan kalian.” (Al-A'raf: 71)
Dengan kata lain, azab dari Tuhan kalian telah pasti akan menimpa kepada kalian disebabkan ucapan kalian itu.
Menurut suatu pendapat bahwa “rijsun” (‘azab, laknat) adalah perubahan dari “rijzun” (azab). Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa maknanya ialah kemurkaan dan kemarahan.
“Apakah kamu hendak berbantah dengan aku tentang nama-nama (berhala) yang kalian beserta nenek moyang kalian menamakannya?” (Al-Araf:71)
Yakni apakah kalian akan membantah berdebat denganku mengenai berhala-berhala yang diberi nama oleh kalian dan nenek moyang kalian sebagai tuhan-tuhan yang kalian sembah. Padahal berhala-berhala itu tidak dapat menimpakan bahaya, tidak pula memberikan manfaat, dan Allah tidak pernah menjadikan dalil atau pembenaran bagi kalian untuk menyembah berhala-berhala itu.
Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
“Padahal Allah tidak sekali-kali menurunkan keterangan untuk itu? Maka tunggulah (azab dan kemarahan itu), sesungguhnya aku juga termasuk orang yang menunggu bersama kalian.” (Al-A'raf: 71)
Di dalam ayat ini terkandung makna ancaman dan peringatan keras dari seorang rasul kepada kaumnya. Oleh karena itu, diikuti dengan firman-Nya:
Ayat 72
“Maka Kami selamatkan Hud beserta orang-orang yang bersamanya dengan rahmat yang besar dari Kami, dan Kami tumpas orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, dan tiadalah mereka orang-orang yang beriman.” (Al-A'raf: 72)
Allah ﷻ telah menyebutkan gambaran tentang pembinasaan mereka di berbagai ayat dari Al-Qur'an, Allah membinasakan mereka melalui hembusan angin kencang yang sangat dingin. Sesuatu apapun yang diterjang angin ini, pasti hancur berserakan, seperti yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
“Adapun kaum 'Ad, mereka telah dibinasakan dengan angin yang sangat dingin dan amat kencang, Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus-menerus. Maka kamu lihat kaum 'Ad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka seperti batang-batang pohon kurma yang telah kosong (lapuk). Maka adakah kamu melihat seorang pun yang tersisa di antara mereka.” (Al-Haqqah: 6-8)
Setelah mereka membangkang dan durhaka kepada Nabi-Nya, maka Allah membinasakan mereka dengan angin yang sangat dingin. Angin tersebut dapat menerbangkan seseorang dari mereka, lalu menjatuhkannya dengan kepala di bawah sehingga kepalanya hancur dan terpisah dari tubuhnya. Karena itulah dalam ayat ini disebutkan oleh firman-Nya:
“Seakan-akan mereka seperti batang-batang pohon kurma yang telah kosong (lapuk)”. (Al-Haqqah: 7)
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa mereka mendiami negeri Yaman, tepatnya di suatu daerah yang terletak di antara Amman dan Hadramaut. Tetapi walaupun demikian, mereka berhasil menyebar ke seluruh penjuru bumi dan dapat mengalahkan penduduknya berkat kekuatan yang diberikan oleh Allah kepada mereka. Mereka adalah orang-orang yang menyembah berhala, bukan menyembah Allah. Kemudian Allah mengutus kepada mereka Nabi Hud a.s. Yang nasabnya paling baik dan kedudukannya paling mulia dari kalangan mereka.
Maka Nabi Hud a.s. Memerintahkan kepada mereka agar mengesakan Allah, jangan menjadikan tuhan-tuhan yang lain selain Dia, dan jangan menzalimi orang lain lagi. Tetapi mereka menolak seruannya, bahkan mendustakannya. Mereka mengatakan, "Siapakah yang lebih kuat dari kami?”
Tetapi ada segolongan orang dari mereka yang mengikuti Nabi Hud a.s. Hanya saja jumlahnya sedikit dan mereka menyembunyikan keimanannya. Setelah kaum Ad bertambah durhaka terhadap Allah dan menentang Nabi-Nya serta banyak menimbulkan kerusakan di muka bumi, dengan berlaku sewenang-wenang padanya dan meninggalkan jejak-jejak mereka di setiap tanah tinggi tempat-tempat bermainnya tanpa ada gunanya, maka Nabi Hud a.s. Berkata kepada mereka yang disitir oleh firman-Nya:
“Apakah kalian mendirikan bangunan pada tiap-tiap tanah tinggi untuk bermain-main, dan kalian membuat benteng-benteng dengan maksud supaya kalian kekal (di dunia)? Dan apabila kalian menyiksa, maka kalian menyiksa sebagai orang-orang kejam dan bengis. Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku.” (Asy-Syu'ara: 128-131)
Tetapi mereka menjawab, seperti yang disebutkan di dalam ayat-ayat lainnya, yaitu firman-Nya:
“Kaum 'Ad berkata, ‘Wahai Hud, kamu tidak mendatangkan kepada kami suatu bukti yang nyata, dan kami tidak akan meninggalkan sembahan-sembahan kami karena perkataanmu, dan kami tidak akan mempercayai kamu. hanya mengatakan bahwa sebagian sesembahan kami telah menimpakan keburukan kepadamu’.” (Hud: 53-54)
Yang dimaksud dengan su' atau keburukan ialah penyakit gila.
Hud menjawab,
"Sesungguhnya aku bersaksi kepada Allah dan saksikanlah bahwa aku berlepas diri dari apa yang kalian persekutukan dari selain-Nya, sebab itu jalankanlah tipu daya kalian semuanya terhadapku dan janganlah kalian tunda lagi! Sesungguhnya aku bertawakal kepada Allah Tuhanku dan Tuhan kalian. Tidak ada suatu binatang melata bernyawa pun melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya (menguasainya). Sesungguhnya Tuhanku di jalan yang lurus.” (Hud: 54-56)
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa setelah mereka membangkang, tidak mau beriman dan hanya tetap kepada kekufurannya, maka Allah menahan hujan dari mereka selama tiga tahun menurut apa yang didugakan oleh mereka (para perawinya) sehingga keadaan tersebut membuat mereka benar-benar parah.
Pada zaman itu apabila orang-orang mengalami musim paceklik yang parah, dan mereka memohon kepada Allah agar dibebaskan dari paceklik, maka sesungguhnya mereka hanya berdoa kepada-Nya di tempat suci-Nya, yaitu di tempat ibadah-Nya. Tempat tersebut di masa itu telah dikenal, sedangkan di tempat itu terdapat para penghuninya dari golongan amatiq (raksasa). Mereka adalah keturunan dari Amliq Ibnu Lawuz ibnu Sam ibnu Nuh. Pemimpin mereka saat itu adalah seorang lelaki yang bernama Mu'awiyah ibnu Bakar. Sedangkan ibunya berasal dari kaum Ad yang dikenal dengan nama Jahlazah, anak perempuan Al-Khubairi.
Ibnu Ishaq melanjutkan kisahnya, bahwa lalu kaum 'Ad mengirimkan suatu perwakilan yang jumlahnya kurang lebih tujuh puluh orang menuju tanah suci, untuk meminta istisqa (hujan) di tanah suci buat kaumnya. Mereka bertemu dengan Mu'awiyah ibnu Bakar di luar kota Mekah, lalu mereka tinggal di rumahnya selama satu bulan.
Selama itu mereka mabuk-mabukan dan mendengarkan nyanyian yang dinyanyikan oleh dua orang penyanyi wanita Mu'awiyah. Walaupun telah cukup lama mereka tinggal di tempat Mu'awiyah, tetapi ternyata mereka tidak beranjak juga dari rumahnya, sedangkan Mu'awiyah merasa kasihan kepada kaumnya (yang merasa terganggu dengan kehadiran mereka), sementara itu Mu'awiyah sendiri merasa malu untuk mengusir mereka pergi dari rumahnya. Maka ia membuat syair yang menyindir mereka untuk pergi, lalu memerintahkan kepada biduannya untuk mendendangkan syair itu kepada mereka.
Isi syair tersebut adalah seperti berikut: “Ingatlah, wahai Qil, celakalah engkau, bangunlah dan sadarlah engkau, mudah-mudahan Allah memberikan hujan di pagi hari.” Karenanya maka tanah kaum 'Ad menjadi tersirami hujan. Sesungguhnya kaum Ad sekarang menjadi orang-orang yang tidak mengerti perkataan karena rasa haus berat yang menimpa mereka.
Kami tujukan kata-kata ini bukan kepada orang yang sudah pikun, bukan pula kepada anak-anak. Dahulu kaum wanita mereka dalam keadaan baik-baik, tetapi sekarang kaum wanita mereka dalam kesedihan dan kemurungan. Dan sesungguhnya binatang-binatang liar berani datang kepada mereka secara terang-terangan, tanpa rasa takut sedikit pun kepada anak panah pemburu. Sedangkan kalian di sini tenggelam ke dalam hura-hura sepanjang siang dan malam hari.
Maka seburuk-buruk utusan dari suatu kaum adalah utusan kalian. Mereka tidak mendapat kehormatan, tidak pula mendapat salam (kesejahteraan). Setelah syair tersebut dikemukakan kepada mereka, barulah mereka sadar akan tugas kedatangannya ke tanah suci itu. Lalu mereka bangkit menuju tanah suci dan berdoa untuk kaumnya. Mereka berdoa dipimpin oleh ketua mereka yang dikenal dengan nama Qil ibnu Anaz. Maka Allah memunculkan tiga jenis awan, ada yang putih, ada yang hitam, dan ada yang merah.
Lalu Qil mendengar suara dari langit yang mengatakan, "Pilihlah untukmu atau untuk kaummu dari awan-awan ini!" Qil berkata, "Saya memilih awan yang hitam ini, karena sesungguhnya awan hitam ini banyak mengandung air." Maka dijawablah oleh seruan itu, "Ternyata kamu memilih awan yang mengandung debu yang membinasakan." Maka semua orang dari kaum ‘Ad disaat itu binasa, kecuali Bani Wuzyah Al-Muhannada.
Menurut Ibnu Ishaq, Banil Wuzyah adalah suatu kabilah dari kaum 'Ad yang tinggal di Mekah, maka mereka tidak tertimpa azab yang menimpa kaumnya. Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa Banil Wuzyah adalah orang-orang yang tersisa dari keturunan kaum 'Ad karena selamat dari azab itu, mereka disebut generasi terakhir dari kaum 'Ad.
Ibnu Ishaq melanjutkan kisahnya, lalu Allah mengarak awan hitam itu menurut kisah mereka yaitu awan yang dipilih oleh Qil ibnu Anaz. Di dalam awan itu terkandung azab yang akan membinasakan kaum 'Ad. Awan itu muncul dari suatu lembah di tempat mereka yang dikenal dengan nama Lembah Mugis. Ketika mereka (kaum 'Ad) melihat awan hitam itu datang bergulung-gulung, mereka merasa gembira dan mengatakan, "Inilah awan yang akan membawa hujan kepada kita." Tetapi dijawab oleh Allah ﷻ melalui firman-Nya:
“Bukan, bahkan itulah azab yang kalian minta supaya disegerakan. yaitu angin yang mengandung azab yang pedih, yang menghancurkan segala sesuatu.” (Al-Ahqaf: 24-25)
Yakni yang membinasakan segala sesuatu yang dilewatinya.
Disebutkan bahwa orang yang mula-mula melihatnya dan mengenal bahwa apa yang dikandungnya itu merupakan angin puting beliung, menurut yang dikisahkan para perawinya ialah seorang wanita 'Ad yang dikenal dengan sebutan Mumid.
Setelah Mumid melihat dengan jelas apa yang terkandung di dalam awan tersebut, ia menjerit dan pingsan. Ketika ia sadar, kaumnya bertanya, "Wahai Mumid, apakah yang telah engkau lihat?" Mumid menjawab, "Saya melihat angin yang di dalamnya terdapat semisal api digiring oleh banyak kaum laki-laki yang menuntunnya dari depan." Maka Allah menimpakan angin itu kepada mereka, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
“Selama tujuh malam dan delapan hari terus-menerus.” (Al-Haqqah: 7)
Al-husumah artinya terus-menerus, tiada henti-hentinya.
Maka, semua orang dari kaum 'Ad binasa. Sedangkan Nabi Hud a.s. Menurut kisah yang sampai kepadaku (Ibnu Ishaq), bersama orang-orang yang beriman berlindung di dalam sebuah tempat perlindungan, tidak ada sesuatu pun yang menimpa dia bersama para pengikutnya, melainkan hal-hal yang menyegarkan dan yang mengenakkan. Sesungguhnya angin puting beliung itu menimpa perkampungan kaum 'Ad, lalu menerbangkannya di antara langit dan bumi, kemudian menghancurkan mereka ke daerah berbatuan.
Muhammad ibnu Ishaq melanjutkan kisahnya ini secara panjang lebar hingga selesai, tetapi konteks yang diketengahkannya gharib, hanya di dalamnya terkandung banyak faedah yang dapat disimpulkan darinya.
Allah ﷻ telah berfirman: “Dan tatkala datang azab Kami, Kami selamatkan Hud dan orang-orang yang beriman bersama dia dengan rahmat dari Kami, dan Kami selamatkan (pula) mereka (di akhirat) dari azab yang berat.” (Hud: 58)
Memang telah disebutkan di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab musnadnya, terdapat hal yang berdekatan pengertiannya dengan kisah yang diutarakan oleh Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar tadi.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Hubab, telah menceritakan kepadaku Abul Munzir Salam ibnu Sulaiman An-Nahwi, telah menceritakan kepada kami ‘Ashim ibnu Abun Nujud, dari Abu Wail, dari Al-Haris Al-Bakri yang menceritakan bahwa ia berangkat untuk mengadukan perkara kepada Rasulullah ﷺ tentang Al-Ala ibnul Hadrami. Aku (Al-Haris) melewati Rabzah, ternyata aku bertemu dengan seorang nenek tua dari Bani Tamim yang tidak dapat melanjutkan perjalanannya. Nenek itu berkata, "Wahai hamba Allah, sesungguhnya saya mempunyai suatu keperluan dengan Rasulullah, maka sudilah kiranya engkau membawa saya menghadap kepadanya." Saya membawa nenek itu sampai di Madinah, dan saya melihat masjid sangat ramai orang-orang, lalu saya melihat bendera hitam berkibar dan sahabat Bilal menyandang pedangnya berdiri di hadapan Rasulullah ﷺ. Saya bertanya, "Apakah yang terjadi dengan orang banyak ini?" Mereka (yang ditanya) menjawab, "Beliau ﷺ hendak mengirimkan Amr ibnul As (bersama pasukannya) ke suatu daerah." Maka saya duduk, lalu masuk ke dalam rumahnya atau ke dalam kemahnya dan meminta izin agar diperkenankan masuk, kemudian saya diberi izin untuk masuk menemuinya.
Saya masuk dan mengucapkan salam penghormatan, lalu beliau ﷺ bertanya, "Apakah antara kamu dan Bani Tamim terdapat suatu masalah?" Saya menjawab, "Ya, dan saya mendapat kemenangan atas mereka. Kemudian saya bertemu dengan seorang nenek tua dari kalangan Bani Tamim yang tidak dapat melanjutkan perjalanannya. Nenek itu meminta kepada saya untuk membawanya kepadamu, sekarang dia berada di pintu." Nenek tua itu pun diizinkan masuk. Saya berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya jika engkau setuju membuat batas antara kami dan Bani Tamim, jadikanlah Dahna sebagai batasannya." Dengan serta merta si nenek tua itu menjadi panas dan bergejolak, lalu ia berkata, "Wahai Rasulullah, apakah yang hendak dilakukan oleh orang yang meminta kepadamu dengan paksa ini?" Saya berkata, "Sesungguhnya perumpamaanku sama dengan apa yang dikatakan oleh orang-orang terdahulu, 'Orang yang meminta belasungkawa kepadaku ternyata membawa sendiri kematiannya.' Saya telah membawa nenek ini tanpa menyadari bahwa dia mempunyai rasa permusuhan terhadap diri saya. Saya berlindung kepada Allah bila diri saya ini seperti utusan dari kaum 'Ad."
Rasulullah ﷺ bertanya kepadaku, "Apakah yang dimaksud dengan utusan kaum 'Ad?" Padahal Rasulullah ﷺ lebih mengetahuinya, tetapi hanya meminta ketegasan dariku. Saya bercerita, bahwa sesungguhnya dahulu kaum 'Ad mengalami musim paceklik yang sangat parah. Lalu mereka mengirimkan suatu perwakilannya yang dipimpin oleh seseorang dari mereka yang dikenal dengan nama Qil. Qil bertemu dengan Mu'awiyah ibnu Bakar, lalu ia tinggal padanya selama satu bulan, ia menghabiskan hari-harinya dengan minum khamr dan mendengar nyanyian dari dua orang penyanyi.
Setelah satu bulan tinggal, maka Qil berangkat ke Bukit Mahrah, lalu ia berdoa, "Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa saya bukan datang kepada yang sakit, lalu saya mengobatinya, juga bukan kepada tawanan, lalu saya menebusnya. Ya Allah, siramilah kaum 'Ad selagi Engkau masih memberi mereka air." Maka lewatlah kepadanya berbagai kumpulan awan hitam, lalu diserukan kepadanya, "Pilihlah mana yang kamu suka!" Maka Qil mengisyaratkan kepada awan yang paling hitam, lalu diserukan kepadanya, "Ambillah awan yang mengandung debu ini yang tidak akan menyisakan seorang pun dari kaum 'Ad." Al-Haris mengatakan, "Tidak ada yang sampai kepadaku berita yang menyatakan bahwa Allah mengirimkan angin hingga mereka binasa." Abu Wail mengatakan bahwa Al-Haris benar.
Sesudah peristiwa itu istilah "Janganlah kamu seperti utusan kaum ‘Ad" menjadi tenar. Maka apabila lelaki dan wanita mengirimkan utusannya (delegasinya) selalu berpesan kepada mereka, "Janganlah kamu seperti utusan kaum ‘Ad." Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh imam Ahmad di dalam kitab musnadnya. Imam At-Tirmidzi meriwayatkannya dari Abdu ibnu Humaid, dari Zaid ibnul Hubab dengan sanad yang sama dan lafal yang semisal.
Imam An-Nasai meriwayatkannya melalui hadits Salam ibnu Abul Munzir, dari ‘Ashim (yaitu Ibnu Bandalah). Melalui jalur ini pula Ibnu Majah meriwayatkannya dari Abu Wail, dari Al-Haris ibnu Hisan Al-Bakri dengan lafal yang semisal.
Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Abu Kuraih, dari Zaid ibnu Hubab, tetapi di dalam sanadnya disebutkan dari Al-Haris ibnu Yazid Al-Bakri, lalu ia menceritakannya. Ibnu Jarir juga meriwayatkannya dari Abu Kuraib, dari Abu Bakar ibnu Ayyasy, dari ‘Ashim Al-Haris ibnu Hisan, kemudian ia mengetengahkannya. Ibnu Jarir mengatakan bahwa dia tidak melihat nama Abu Wail dalam salinannya.
Dia, Nabi Hud, menjawab tantangan kaumnya, Sungguh, kebencian dan kemurkaan dari Tuhan sudah pasti akan menimpa kamu akibat kedurhakaan dan kekafiranmu. Apakah kamu hendak berbantah denganku tentang nama-nama berhala yang kamu dan nenek moyangmu buat dan namakan sendiri, padahal pemberian nama dengan nama-nama tuhan kepada berhala dan patung-patung itu tidak masuk akal. Begitu juga menjadikan mereka sebagai perantara untuk mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan Allah tidak menurunkan keterangan, dalil, dan alasan untuk membenarkan perbuatan itu' Setelah Nabi Hud menjelaskan siksa yang akan menimpa orang yang ingkar, beliau melanjutkan, Jika demikian, apabila kamu masih tetap mengikuti ajaran nenek moyangmu, tunggulah azab dan kemarahan Allah sebagaimana yang kamu minta! Sesungguhnya aku pun bersamamu termasuk yang menunggu keputusan Allah. Sesungguhnya kami yakin akan ketentuan Allah, sedang kalian meragukannya, bahkan, tidak meyakininya. Maka tatkala telah datang ketentuan Allah, Kami selamatkan dia, yakni Nabi Hud, dan orang-orang yang beriman bersamanya dengan rahmat dan pertolongan Kami dan Kami musnahkan sampai ke akar-akarnya tanpa ada sisa orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dengan angin kencang dan sangat dingin yang menghempaskan mereka sehingga mati tersungkur. Mereka tidak terlihat sama sekali, hanya kelihatan bekasbekas tempat tinggal mereka (Lihat: Surah al-Ahqa'f/46: 25. Mereka dibinasakan karena bukanlah termasuk orang-orang beriman.
.
Setelah kaum Hud menentangnya dan menolak seruan agar mereka meninggalkan penyembahan patung-patung, bahkan mereka minta agar segera didatangkan kepada mereka azab, maka Nabi Hud berkata kepada kaumnya, bahwa Allah telah menentukan azab yang akan ditimpakan kepada mereka dan mereka akan mengalami kemurkaan Allah yakni mereka akan dijauhkan dari rahmat-Nya. Azab yang akan menimpa itu ialah angin yang sangat kencang dengan suara yang sangat gemuruh yang menghempaskan mereka hingga mati tersungkur. Firman Allah:
Kaum 'Ad pun telah mendustakan. Maka betapa dahsyatnya azab-Ku dan peringatan-Ku! Sesungguhnya Kami telah menghembuskan angin yang sangat kencang kepada mereka pada hari nahas yang terus menerus, yang membuat manusia bergelimpangan, mereka bagaikan pohon-pohon kurma yang tumbang dengan akar-akarnya. Maka betapa dahsyatnya azab-Ku dan peringatan-Ku! (al-Qamar/54: 18-21)
Nabi Hud menyatakan kepada kaumnya bahwa nama-nama berhala, baik yang mereka namakan maupun yang dinamakan oleh nenek moyang mereka tidak patut mereka jadikan pokok perdebatan dengan beliau. Karena pemberian nama dengan nama-nama Tuhan kepada berhala dan patung-patung itu sangat tidak masuk akal. Demikian pula menamakannya dengan perantara untuk mendekatkan diri kepada Allah, atau pemberi syafa'at dan lain-lain dari sifat-sifat ketuhanan. Nama-nama itu tidak ada dasarnya. Allah tidak ada menurunkan keterangan dan bukti nama-nama itu. Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa, hanya kepada-Nya saja manusia secara langsung menyembah; tidak ada sesuatu pun yang dibenarkan menjadi sekutu-Nya. Jika dibenarkan tentu Allah memberi keterangan dengan wahyu-Nya. Nabi Hud berseru kepada mereka untuk menunggu turunnya azab dari Allah yang mereka minta itu dan dia sendiri termasuk orang-orang yang menunggu untuk menyaksikan kedatangan azab yang akan menimpa kaumnya yang kafir itu.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
NABI HUD DAN KAUM ‘AD
Ayat 65
“Dan kepada ‘Ad saudara mereka, Hud."
Artinya, setelah Allah mengutus Nuh kepada kaumnya, yang tidak mau percaya tenggelam dibawa topan dan yang percaya selamat bersama Nabi Nuh dalam bahtera, kemudian keturunan yang selamat dalam bahtera itu telah turun-temurun berkembang biak sehingga bergantilah dengan penduduk dunia yang baru dan membangun baru. Di antaranya yang terpenting ialah kaum ‘Ad.
Menurut riwayat lshaq bin Bisyr dan Ibnu Asakir, yang mereka terima dari Atha dan Atha menerimanya dari Ibnu Abbas, “Nabi Hud itulah yang mula-mula bercakap dalam bahasa Arab." Dengan demikian, berarti bahwasanya suku ‘Ad itu adalah termasuk suku Arab yang pertama-tama.
Tersebut pula bahwasanya Hud itu mempunyai empat orang anak laki-laki, di antaranya seorang bernama Qahthan. Itulah yang menurunkan Arab Yaman atau Arab Qahthan. Kepada kaum Ad itulah Allah mengutus Rasul-Nya yang bernama Hud itu. Dalam riwayat yang lain dari Ibnul Ishaq bahwa kaum Ad itu pun menyembah berhala pula, sebagaimana kaum Nabi Nuh dahulu. Dan, berhala mereka yang masyhur, yaitu Tsamud dan Hatar. Maka, diutus Allah-lah kepada kaum itu Nabi Hud, dari kabilah Khulud. Kabilah ini termasuk yang terpandang dan disegani oleh kabilah-kabilah yang lain sebagai pecahan dari Ad. Dan, disebutkan pula bahwa orangnya gagah-gagah, putih-putih kulitnya dan Hud sendiri termasuk yang tergagah di antara mereka. Maka, disampaikannyalah risalah atau tugas suci yang dipikulkan Allah kepadanya."Dia berkata, ‘Wahai kaumku, sembahlah olehmu akan Allah! Tidak ada bagi kamu barang mana pun Tuhan selain Dia." Hentikanlah menyembah Tsamud atau Hatar itu karena semuanya itu tidak ada sebarang Tuhan pun selain Allah yang patut disembah.
“Apakah kamu tidak mau bertakwa?"
Di sini, takwa tepatlah kalau diartikan takut. Apakah kamu tidak takut akan adzab Allah, Tuhan yang sebenarnya, Tuhan yang wajib disembah? Padahal, telah sampai kepadamu berita bagaimana adzab Allah yang telah menimpa kaum Nuh, sedangkan kamu adalah satu pecahan keturunan dari yang menumpang bahtera Nuh itu?
Akan tetapi, apa jawab kaumnya?
Ayat 66
“Berkata pemuka-pemuka yang kufur dari kaumnya itu, Sesungguhnya, kami lihat engkau dalam keadaan pandir."
Di sini terdapat perbedaan di antara kaum Hud ini dengan kaum Nuh dahulu. Pada waktu Nuh, dikatakan bahwa sebagian dari pemuka-pemuka kaumnya berkata kepadanya. Namun, terhadap Nabi Hud, yang berkata kepadanya itu ialah yang kufur daripada pemuka-pemuka kaumnya itu. Tandanya ada dari kalangan pemuka-pemuka itu yang percaya. Menurut keterangan setengah ahli tafsir bahwa memang ada juga pemuka kaum Ad itu yang percaya akan seruan Nabi Hud, bernama Murtsid bin Sa'ad, Karena golongan yang menentang itu lebih besar, Murtsid bin Sa'ad itu tidak menyatakan iman dengan terang-terang.
Pemuka-pemuka kaumnya telah menuduh Hud seorang yang safaahah, artinya pandir atau goblok atau kurang akal, atau miring otak. Tentu saja tuduhan seperti ini datang dari mereka. Sebab, Hud telah membantah dengan keras pusaka nenek moyang menyembah berhala itu. Menurut keyakinan mereka menyembah dan memuja berhala, bukanlah semata ditujukan kepada berhala itu, tetapi kepada diri orang yang telah mati, yang di waktu hidupnya sangat berjasa. Perbuatan Hud menyerang penyembah berhala itu mereka anggap suatu perbuatan orang pandir dan tidak berotak, sebab telah meninggalkan rasa hormat kepada yang patut dihormati. Dan me-reka berkata pula,
“Dan sesungguhnya … sangka kami bahwa engkau ini adalah dari orang-orang yang mendusta."
Artinya, tidak terterima bagi akal kami bahwa apa yang engkau serukan itu benar. Engkau menyuruh kami hanya menyembah kepada Allah saja. Mana bisa seorang manusia langsung menyembah dan memohon saja kepada Allah, kalau tidak dengan perantaraan orang yang suci. Siapa benar kita ini maka kita boleh langsung-langsungsaja meminta kepada Allah. Allah yang begitu mulia dan tinggi kedudukan-Nya. Maka dua kemungkinan ada pada kamu wahai Hud. Pertama, engkau mempunyai otak yang miring, kedua engkau adalah seorang pendusta.
Kalau Nuh dituduh telah sesat oleh kaumnya maka Hud dituduh seorang pandir dan pembohong.
Ayat 67
“Dia benkata, ‘Wahai kaumku, bukanlah padaku ada kepandiran."
Otakku sehat, yang aku katakan adalah benar.
“Akan tetapi, aku ini adalah utusan dari Tuhan sarwa sekalian alam."
Bukan aku orang pandir, wahai kaumku, tetapi seorang yang diutus Allah memberikan penerangan kepada kamu. Masakan orang pandir akan diberi Allah kemuliaan setinggi itu. Seorang yang dipilih Allah menjadi utusan-Nya adalah orang yang cerdas akalnya, luas pikirannya dan cinta kepada kaumnya. Di dalam ayat ini kita pun melihat, sebagaimana terlihat pada kisah Nabi Nuh tadi, yaitu kelapangan dadanya seorang Rasul. Tuduhan yang demikian hina, dikatakan pandir dan pendusta, beliau jawab dengan lemah lembut. Bukanlah aku orang pandir wahai kaumku, tetapi aku adalah Rasulullah kepada kamu, untuk membimbing kamu kepada jalan yang benar.
Ayat 68
“Akan aku sampaikan kepada kamu risalah dari Tuhanku, dan aku ini bagi kamu adalah pembawa nasihat yang dipercaya."
Aku memikul suatu risalah atau tugas suci. Allah yang memerintahkan menyampaikannya kepada kamu, bagi kemuslihatan kamu. Aku disuruhkan menyampaikan nasihat kepada kamu supaya kamu hentikan perbuatan syirik dan langsunglah menyembah kepada Allah secara tauhid. Allah memercayai akan daku, sebab itu maka aku yang Allah pilih untuk menyampaikannya kepada kamu. Kalau aku seorang pandir dan pendusta sebagai yang kamu tuduhkan itu, niscaya kepercayaan yang sebesar ini tidakkan dipikulkan kepada pundakku.
Sebagaimana juga pemuka-pemuka kaum Nabi Nuh yang heran tercengang bahwa Allah Yang Mahatinggi mengutus manusia dari kalangan satu kaum buat menjadi satu Rasul kepada kaum itu maka kaum ‘Ad pun menyatakan tercengangnya pula. Lantaran itu datanglah pertanyaan Hud.
Ayat 69
“Apakah tercengang kamu bahwa datang kepada kamu peringatan dari Tuhan kamu dengan perantaraan seorang laki-laki dari kalangan kamu sendiri untuk menyampaikan ancaman kepada kamu?"
Pertanyaan seperti ini, berujud tanya, tetapi bantahan (istifham inkan'). Berarti, tidak usahlah kamu tercengang jika Allah memilih seorang manusia dari kalangan kamu sendiri menjadi utusan-Nya, buat menyampaikan ancaman Allah kepadamu bahwa kamu akan mendapat adzab Allah, baik di dunia atau di akhirat kelak, lantaran kamu tidak mau menerima kebenaran. Mengapa kamu tercengang? Bukankah kamu sendiri mengakui bahwa ada setengah manusia dilebihkan dari yang lain karena karunia Allah? Nenek moyang kamu yang kamu jadikan berhala yang kamu sembah itu, kamu katakan sangat setia, berlebih dari manusia biasa. Sekarang, dari kaummu sendiri dan saudaramu sendiri, dipilih Allah, diberi kelebihan darimu, bukan untuk dijadikan Allah, melainkan untuk memperingatkan kamu bahwa menuhankan yang lain adalah perbuatan yang amat salah. Kemudian, Nabi Hud pun menyadarkan kepada mereka bahwa me-reka pun dilebihkan Allah pula dari yang lain supaya mereka lebih insaf dan kembali kepada jalan yang benar. Sambung Nabi Hud,
“Dan ingatlah olehmu, tatkala Dia telah menjadikan kamu khalifah-khalifah sesudah kaum Nuh dan Dia lebihkan kamu pada kejadian. Maka ingatlah olehmu akan nikmat-nikmat Allah itu supaya kamu berbahagia."
Dengan ini, Nabi Hud memperingatkan mereka, dan menyadarkan betapa besar nikmat yang diberikan Allah kepada mereka. Sesudah musnahnya kaum Nuh, kaum ‘Ad-lah yang diberi Allah kemuliaan, menjadi khalifah, yang berarti pengganti dari kaum Nuh, menerima tugas menjadi khalifah di muka bumi, melanjutkan pembangunan perikemanusiaan, dapat mengolah bumi dan mengambil hasilnya, mempunyai tanah subur dan negeri makmur sehingga berlimpah-limpah kekayaan mereka dan sebagaimana tersebut di ayat-ayat yang lain sehingga mereka menjadi kaum yang kaya-raya, dapat membangun rumah yang indah-indah dan tanda-tanda kekayaan dan kemewahan (surah asy-Syu'araa'). Disebut pula keadaan istimewa yang dianugerahkan Allah kepada mereka, yaitu dilebihkan pada kejadian. Dilebihkan pada bentuk tubuh, orangnya putih-putih, tinggi semampai, badan mereka besar-besar dan tegap. Berserulah Hud agar mereka ingat akan nikmat Allah itu semuanya dan bersyukur kepada-Nya. Mengingat nikmat ialah dengan menyembah semata-mata kepada Allah, sebab Dialah yang menurunkan rezeki yang berlimpah-limpah dan badan tubuh yang tegap-tegap tinggi semampai itu.
Apabila orang bersyukur kepada Allah, niscaya dia akan merasai kebahagiaan. Sebab, apabila nikmat yang telah ada disyukuri, Allah berjanji akan menambahnya lagi berlipat-ganda.
Kita peringatkan di sini beberapa keterangan dari tafsir-tafsir lama, ketika menerangkan bentuk tubuh kejadian kaum Ad itu.
Ibnu Asakir meriwayatkan dari Wahab bin Munabbih bahwa panjang badan orang Ad itu 60 hasta, kepalanya sebesar gobah, mata mereka sebesar telur burung buas, hidung mereka pun besar begitu pula.
Yang susah akal menerimanya ialah dikatakan panjang mereka 60 hasta, menurut hasta mereka sendiri. Menurut Abd bin Humaid dari Qatadah, panjang mereka 12 hasta. Riwayat yang pertama yang dari Wahab bin Munabbih itu sudah nyata membuat pusing kepala, 60 hasta, tetapi hasta mereka sendiri. Padahal, panjang tubuh manusia di dunia ini, hanyalah tiga hastanya sendiri, kecuali kepala. Memang Wahab bersama Ka'ab al-Ahbar, banyak nian membawa dongeng-dongeng begini ke dalam kalangan Islam, padahal mereka pun telah menjadi orang Islam. Adapun orang dahulu, asal bertemu suatu riwayat, mereka salin atau nukil. Benar tidaknya, mereka tidak merasa bertanggung jawab. Sebab, mereka selalu menerangkan dari siapa mereka mendengarnya. Riwayat Abd bin Humaid yang dari Qatadah mengatakan panjang mereka 12 hasta. Hasta siapa? Apakah ada berjumpa kuburan atau tulang-belulang kaum Ad itu pada zaman Qatadah, lalu diukur dengan hasta orang pada zaman Qatadah? Tidak ada keterangan. Dan, riwayat lain pula dari ahli hadits al-Hakim, at-Tirmidzi, katanya diterimanya dari Ibnu Abbas, panjang orang Ad itu adalah 80 langkah (40 meter).
Meskipun riwayat ini datangnya dari Ibnu Abbas, kita pun tidaklah salah kalau tidak segera menerimanya. Sedangkan hadits Rasulullah ﷺ sendiri, kalau ganjil bunyinya, berbeda dari nash Al-Qur'an, lagi dipertimbangkan orang dengan semasak-masaknya tentang shahihnya atau dhaifnya, kononlah riwayat sahabat. Apalagi hanya riwayat tabi'in. Memang Sayyidiria Ibnu Abbas dipujikan Nabi dan didoakan beliau agar diberi paham yang mendalam tentang agama dan diberi rahasia ta'wil dan tafsir Al-Qur'an, tetapi ahli-ahli penyelidik telah banyak bertemu bahwa banyak kata-kata yang dhaif ditimbulkan orang lain, lalu supaya lekas diterima orang, mereka sandarkan kepada Ibnu Abbas.
Kalau demikian halnya maka di dalam menafsirkan kaum ‘Ad dilebihkan pada kejadian tubuh itu, lebih baik (langsung diartikan menurut Al-Qur'an saja). Sebagaimana pada zaman kita ini, terkenal ada beberapa penduduk bumi yang tubuh orang-orangnya tinggi-tinggi semampai, sedangkan di bagian dunia yang lain tubuh orangnya sederhana saja. Akan tetapi, penduduk Kashmir dan daerah batas Afghanistan terkenal tubuh orang-orangnya tinggi-tinggi dan tegap. Kadang karena pengaruh iklim di gunung. Mungkin begitulah kelebihan tubuh kaum ‘Ad itu dari penduduk daerah lain di zaman itu. Orang Arab di zaman sekarang juga dapat kita perhatikan perbedaan tubuh mereka. Tubuh orang Yaman umumnya pendek-pendek sebagai tubuh orang Indonesia. Tetapi, tubuh orang Mesir, terutama dari daerah Uluan (Assoun) tinggi semampai.
Ayat 70
“Mereka bertanya, ‘Apakah engkau datang kepada kami supaya kami menyembah Allah sendirinya saja? Dan supaya kami tinggalkan apa-apa yang disembah oleh bapak-bapak kami?'"
Kamu suruh kami menyembah Allah saja dan engkau larang kami menyembah berhala pusaka nenek moyang? Akan berubah sama sekali segala peraturan yang lama? Akan dibongkar adat istiadat turun-temurun? Akan kami hinakan nama-nama orangorang yang telah dimuliakan bertahun-tahun? Akan langsung saja kepada Allah dengan tidak memakai perantaraan lagi? Kami tidak mau. Kami tidak mengenal itu tauhid.
“Kalau begitu, datangkanlah kepada kami apa yang telah engkau janjikan itu, jika ada engkau dari golongan orang-orang yang benar!"
Kalau memang begitu maksud engkau, nyatalah kami tidak mau menerimanya. Kami pun hendak melihat, kalau engkau seorang yang berseru dengan kebenaran, niscaya ancaman engkau itu akan terjadi. Namun, kami bersedia menerimanya, asal saja kami tidak berubah dari pendirian kami.
Kekufuran yang sudah disambut demikian meningkat disambut oleh Nabi Hud dengan jujur dan tegas,
Ayat 71
“Dia benkata, ‘Sesungguhnya, telah tentimpa ke atas kamu penyiksaan dan kemunkaan dari Tuhan kamu.'"
Artinya, meskipun belum kamu minta adzab itu, sesungguhnya dia telah datang sekarang juga kepada kamu, jiwanya telah tersiksa dan kemurkaan Allah telah datang, cuma kamu belum juga insaf."Apakah kamu akan membantahku tentang nama-nama yang kamu nama-namakan itu? Kamu dan bapak-bapak kamu?" Apakah kamu hendak mengajak aku berbantah dan bertengkar tentang nama-nama berhala yang engkau sembah itu? Tentang Tsamud dan Hatar atau yang lain-lain? Apakah akan tetap kami pertahankan bahwa berhala-berhala itulah yang akan menolong kamu atau menyampaikan permohonan kamu pada Allah? Nama-nama buatan kamu sendiri dan buatan yang dikarang-karangkan oleh nenek moyang kamu? Yang hanya kamu perbuat-buat saja, “Tidaklah ada Allah menurunkan tentang itu dari satu keterangan pun." Artinya, tidak ada alasan dan tidak ada kekuatan dasarnya sama sekali,
Kamu menentang aku, meminta kalau memang ada janji Allah itu, turunkanlah! Aku jawab, “Baik!"
“Maka, tunggulah olehmu! Sesungguhnya aku pun bersama kamu, daripada orang-orang yang menunggu pula."
Di dalam ayat ini tantangan yang keras oleh kaumnya telah dijawab oleh Nabi Hud dengan keras dan tegas pula. Terus, beliau salahkan pendirian mereka bahwa memang pendirian itu tidak ada alasannya sama sekali. Meskipun mereka mengakui ada Allah, tetapi peribadatan mereka kepada Allah sangat salah. Mereka menantang meminta adzab itu. Nabi Hud menjawab bahwa penyiksaan dan kemurkaan itu telah mulai ada. Dia hanya dapat dielakkan kalau mereka insaf dan tobat. Namun, kalau mereka berkeras juga, adzab itu pasti datang dan kalau mereka tidak percaya, marilah kita sama-sama menunggu.
Adzab itu pun datang! Sebagaimana tersebut di dalam surah-surah yang lain, suatu angin puting beliung yang sangat dahsyat menyapu bersih negeri kaum sehingga rumah-rumah hancur jadi abu diterbangkan angin, dan orang-orang yang tengah berdiri diterbangkan oleh angin pula sebagaimana pohon kurma mumuk tumbang diterbangkan angin. Dan, angin itu berbunyi amat dahsyatnya.
Ayat 72
“Maka, Kami selamatkanlah dia dan orang-orang yang beserta dia dengan rahmat daripada Kami."
Menurut Ibnu Asakir, Nabi Hud diberi wahyu oleh Allah supaya membawa sekalian orang yang beriman berselindung diri ke balik sebuah gunung ketika angin itu akan datang.
“Dan Kami putuskanlah akar dari orang-orang yang telah mendustakan ayat-ayat Kami itu." Yaitu, habislah mereka musnah semuanya dan musnah pula kampung halaman mereka dibongkar oleh angin puyuh yang demikian hebat dahsyatnya,
“Karena, bukanlah mereka daripada orang-orang yang beriman."
(ujung ayat 72)