Ayat
Terjemahan Per Kata
وَإِذۡ
dan ketika
قُلۡنَا
Kami berfirman
لِلۡمَلَٰٓئِكَةِ
kepada para malaikat
ٱسۡجُدُواْ
sujudlah
لِأٓدَمَ
kepada Adam
فَسَجَدُوٓاْ
maka mereka sujud
إِلَّآ
kecuali
إِبۡلِيسَ
iblis
أَبَىٰ
ia enggan
وَٱسۡتَكۡبَرَ
dan ia sombong
وَكَانَ
dan ia adalah
مِنَ
dari
ٱلۡكَٰفِرِينَ
orang-orang kafir
وَإِذۡ
dan ketika
قُلۡنَا
Kami berfirman
لِلۡمَلَٰٓئِكَةِ
kepada para malaikat
ٱسۡجُدُواْ
sujudlah
لِأٓدَمَ
kepada Adam
فَسَجَدُوٓاْ
maka mereka sujud
إِلَّآ
kecuali
إِبۡلِيسَ
iblis
أَبَىٰ
ia enggan
وَٱسۡتَكۡبَرَ
dan ia sombong
وَكَانَ
dan ia adalah
مِنَ
dari
ٱلۡكَٰفِرِينَ
orang-orang kafir
Terjemahan
(Ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam!” Maka, mereka pun sujud, kecuali Iblis. Ia menolaknya dan menyombongkan diri, dan ia termasuk golongan kafir.
Tafsir
(Dan) ingatlah! (Ketika Kami berfirman kepada para malaikat, "Sujudlah kalian kepada Adam!") Maksudnya sujud sebagai penghormatan dengan cara membungkukkan badan, (maka mereka pun sujud, kecuali Iblis) yakni nenek moyang bangsa jin yang ada di antara para malaikat, (ia enggan) tak hendak sujud (dan menyombongkan diri) dengan mengatakan bahwa ia lebih mulia daripada Adam (dan Iblis termasuk golongan yang kafir) dalam ilmu Allah Taala.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 34
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, "Sujudlah kalian kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali iblis; dia enggan dan takabur, dan adalah dia termasuk golongan orang-orang yang kafir.
Hal ini merupakan penghormatan yang besar dari Allah ﷻ buat Adam dan bisa diteruskan kepada keturunannya, yaitu ketika Allah ﷻ memberitahukan bahwa Dia telah memerintahkan kepada para malaikat untuk bersujud menghormati Adam. Kenyataan ini diperkuat pula oleh banyak hadits yang menunjukkan bahwa hal tersebut benar-benar terjadi. Antara lain adalah hadits mengenai syafaat yang telah disebutkan di atas dan hadits yang mengisahkan Nabi Musa a.s., yaitu: "Wahai Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku Adam yang telah mengeluarkan diri kami dan dirinya sendiri dari surga." Ketika Musa telah bertemu dengannya, Musa berkata, "Engkaukah Adam yang telah diciptakan oleh Allah dengan tangan kekuasaan-Nya dan Dia meniupkan sebagian dari ruh-Nya kepadamu dan memerintahkan kepada para malaikat-Nya untuk bersujud kepadamu?" Hadits secara lengkap akan diketengahkan kemudian, insya Allah.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Imarah, dari Abu Rauq, dari Adh-Dhahhak, dari Ibnu Abbas yang menceritakan hal berikut: Pada awalnya iblis itu merupakan suatu golongan dari kalangan malaikat, mereka dikenal dengan sebutan jin. Iblis diciptakan dari api yang sangat panas, yakni jin yang berada di antara para malaikat, nama aslinya adalah Al-Haris; pada mulanya ia ditugaskan sebagai salah seorang penjaga surga. Tetapi malaikat semuanya diciptakan dari nur yang berbeda dengan golongan iblis tadi.
Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa jin yang disebut di dalam Al-Qur'an diciptakan dari nyala api, yakni dari lidah api yang paling ujungnya bila menyala. Sedangkan manusia diciptakan dari tanah liat. Makhluk yang mula-mula menghuni bumi adalah jin, lalu mereka membuat kerusakan, mengalirkan darah, dan sebagian dari mereka membunuh sebagian lain. Maka Allah mengirimkan kepada mereka iblis bersama sejumlah pasukan dari para malaikat. Iblis bersama para pengikutnya dapat menumpas makhluk jin hingga mengejar mereka sampai ke pulau-pulau di berbagai lautan dan ke puncak-puncak bukit. Setelah iblis dapat melakukan tugas tersebut, akhirnya dia merasa tinggi diri, dan mengatakan, "Aku telah melakukan sesuatu hal yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun." Allah mengetahui hal itu yang tersimpan di balik hati iblis, sedangkan para malaikat yang bersamanya tidak mengetahui hal itu.
Lalu Allah ﷻ berfirman kepada para malaikat yang pernah diutus-Nya bersama iblis, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi itu." Maka para malaikat menjawab-Nya, "Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, seperti kerusakan yang pernah dilakukan oleh makhluk jin dan banyaknya darah mengalir karena perbuatan mereka? Padahal sesungguhnya kami diutus untuk menumpas mereka." Kemudian Allah berfirman, "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui." yakni "Aku mengetahui apa yang tersimpan di balik hati iblis hal-hal yang tidak kalian ketahui, yaitu sifat takabur dan tinggi diri."
Lalu Allah memerintahkan agar dihadapkan kepada-Nya tanah liat untuk menciptakan Adam, kemudian tanah itu dihadapkan kepada-Nya. Maka Allah menciptakan Adam dari tanah liat, yakni tanah liat yang baik, berasal dari lumpur hitam yang diberi bentuk dan berbau tidak enak. Sesungguhnya pada mulanya dari tanah, kemudian menjadi tanah liat yang diberi bentuk; Allah menciptakan Adam dari tanah liat itu dengan tangan kekuasaan-Nya sendiri.
Adam didiamkan tergeletak selama empat puluh malam berupa jasad, sedangkan iblis selama itu selalu mendatanginya dan memukulnya dengan kaki, maka tubuh Adam mengeluarkan suara (seperti suara tembikar yang dipukul). Hal inilah yang disebut di dalam firman-Nya: “Dari tanah kering seperti tembikar” (Ar-Rahman: 14). Yakni berbentuk sesuatu yang berongga dan tidak berisi. Kemudian iblis memasuki mulutnya dan keluar dari duburnya, lalu masuk dari dubur dan keluar dari mulutnya. Selanjutnya iblis mengatakan, "Kamu bukanlah sesuatu untuk dibunyikan dan untuk apa kamu diciptakan. Seandainya aku menguasaimu, niscaya aku dapat membinasakanmu; dan seandainya kamu dapat menguasaiku, niscaya aku akan membangkang terhadapmu."
Ketika Allah meniupkan ke dalam tubuhnya sebagian dari ruh-Nya yang dilakukan mulai dari bagian kepalanya, maka bersamaan dengan tiupan itu mengalir dalam tubuhnya, seketika dia berubah menjadi daging dan darah. Ketika tiupan sampai pada bagian pusar, maka Adam memandang ke arah tubuhnya dan dia merasa kagum dengan apa yang dia lihat pada tubuhnya. Lalu Adam bangkit berdiri akan tetapi tidak mampu. Hal inilah yang dimaksud oleh firman-Nya: “Manusia bersifat tergesa-gesa” (Al-Isra: 11). Maksudnya terburu-buru, tidak mempunyai kesabaran dalam menghadapi kesukaran dan juga kedukaan. Setelah peniupan ruh ke dalam tubuhnya telah selesai, maka Adam bersin, lalu mengucapkan alhamdulillahi rabbil 'alamina (segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam) melalui ilham dari Allah ﷻ, maka Allah berfirman menjawabnya, "Semoga Allah merahmati kamu, wahai Adam."
Kemudian Allah berfirman kepada para malaikat yang bersama dengan iblis tadi secara khusus, bukan seluruh malaikat yang berada di langit, "Sujudlah kalian kepada Adam!" Maka mereka semuanya sujud, kecuali iblis; ia membangkang dan takabur karena di dalam dirinya telah muncul sifat takabur dan tinggi hati. Iblis berkata, "Aku tidak mau sujud karena aku lebih baik daripada dia dan lebih tua serta asalku lebih kuat. Engkau telah menciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah liat. Sesungguhnya api lebih kuat daripada tanah liat." Setelah iblis menolak sujud kepada Adam, maka Allah menjauhkannya dari seluruh kebaikan dan menjadikannya setan yang terkutuk sebagai hukuman atas kedurhakaannya.
Kemudian Allah mengajarkan kepada Adam nama-nama seluruh benda, yaitu nama-nama yang dikenal oleh manusia, misalnya manusia, binatang, bumi, dataran rendah, laut, gunung, keledai, serta lain-lainnya yang serupa dari kalangan makhluk hidup dan selainnya. Kemudian Allah mengemukakan nama-nama tersebut kepada para malaikat yang tadinya bersama iblis, yakni mereka yang diciptakan dari api yang sangat panas, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Sebutkanlah kepadaku nama benda-benda itu." (Al-Baqarah: 31) Maksudnya, jelaskanlah kepadaku nama semua benda itu.
Dalam firman selanjutnya disebutkan: “jika kalian memang benar” (Al-Baqarah: 31). Yakni jika memang kalian mengetahui mengapa Aku menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Ketika para malaikat mengetahui bahwa Allah murka terhadap mereka karena mereka berani mengatakan hal yang gaib padahal tiada yang mengetahui perkara gaib selain Allah semata dan mereka tidak mempunyai pengetahuan mengenainya, lalu mereka berkata: “Maha Suci Engkau” (Al-Baqarah: 32). Kalimat ini mengandung makna mensucikan Allah, bahwa tiada seorang pun yang mengetahui hal yang gaib kecuali hanya Dia semata.
Dalam kalimat selanjutnya para malaikat mengatakan, "Kami bertobat kepada-Mu. Tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami." (Al-Baqarah: 32) Kalimat ini mengandung makna kebersihan diri mereka dari pengetahuan mengenai hal yang gaib, tiada yang kami ketahui melainkan apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami seperti apa yang telah Engkau ajarkan kepada Adam.
Kemudian Allah berfirman kepada Adam: “Wahai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini” (Al-Baqarah: 33). Allah memerintahkan kepada Adam agar menyebut nama semua benda itu. Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman, "Bukankah sudah Kukatakan kepada kalian" (Al-Baqarah: 33). “Wahai para malaikat yang khusus bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi” (Al-Baqarah: 33). “Sedangkan selain Aku tiada yang mengetahuinya dan Aku mengetahui apa yang kalian nyatakan dan apa yang kalian sembunyikan” (Al-Baqarah: 33). Aku mengetahui semua yang kalian nyatakan dan mengetahui semua yang kalian sembunyikan, Aku mengetahui hal yang rahasia seperti Aku mengetahui hal yang terang-terangan. Makna yang dimaksud adalah bahwa Allah mengetahui apa yang disembunyikan oleh iblis di dalam hatinya, yaitu perasaan takabur dan tinggi hati. Pendapat ini garib (aneh), di dalamnya terdapat berbagai hal yang masih perlu dipertanyakan, bila dibahas memerlukan keterangan yang cukup panjang. Penyandaran kepada Ibnu Abbas ini diriwayatkan oleh sebuah kitab tafsir yang cukup terkenal.
As-Suddi di dalam kitab tafsirnya meriwayatkan dari Abu Malik dan dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas, juga dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud, dan dari sejumlah sahabat Nabi ﷺ; ketika Allah telah selesai menciptakan apa yang Dia sukai, lalu Dia berkuasa di 'Arasy. Kemudian Allah menjadikan iblis sebagai raja di langit dunia. Dia berasal dari suatu jenis malaikat yang dikenal dengan sebutan jin; sesungguhnya iblis dinamakan 'jin' karena ia dulunya menjabat sebagai penjaga surga. Dengan demikian, di samping sebagai raja di langit dunia, ia pun sekaligus sebagai penjaga surga. Hal ini membuatnya merasa besar kepala, lalu dia mengatakan, "Tidak sekali-kali Allah memberiku tugas ini melainkan karena aku mempunyai kelebihan di atas para malaikat."
Ketika iblis mulai congkak dan Allah melihat apa yang tersembunyi di dalam diri iblis itu, maka Allah berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi” (Al-Baqarah: 30). Maka malaikat berkata, "Wahai Tuhan Kami, apakah yang akan terjadi pada khalifah itu?" Allah menjawab, "Kelak dia mempunyai keturunan yang suka membuat kerusakan di bumi dan saling mendengki serta sebagian dari mereka membunuh sebagian yang lain." Para malaikat bertanya, "Wahai Tuhan kami, mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman, "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui" (Al-Baqarah: 30). Artinya, Allah mengetahui apa yang tersimpan di dalam benak iblis.
Kemudian Allah memerintahkan Malaikat Jibril turun ke bumi untuk mengambil tanah liat. Tetapi bumi berkata, "Aku berlindung kepada Allah dari kamu agar kamu tidak mengurangiku atau membuatku menjadi buruk." Maka Malaikat Jibril kembali tanpa mengambilnya, dan ia berkata, "Wahai Tuhanku, sesungguhnya bumi meminta perlindungan kepada-Mu," maka Aku beri dia perlindungan. Lalu Allah mengutus Malaikat Mikail, dan bumi meminta perlindungan pula darinya, maka Dia memberinya perlindungan. Akhirnya Malaikat Mikail kembali dan mengatakan seperti apa yang dikatakan oleh Malaikat Jibril. Akhirnya Allah mengirimkan malaikat maut, dan bumi meminta perlindungan darinya, tetapi malaikat maut berkata, "Dan aku pun berlindung kepada Allah bila aku kembali, sedangkan perintah Allah belum aku laksanakan." Lalu ia mengambil tanah liat dari muka bumi dan mengambilnya secara acak bukan hanya dari satu tempat saja, lalu ia campur jadi satu, ada yang merah, ada yang putih, dan ada yang hitam. Karena itu, keturunan Adam bermacam-macam warna kulitnya.
Malaikat maut membawanya naik dalam bentuk tanah liat yang sebelumnya hanya berupa tanah. Tanah liat adalah tanah yang sebagian melekat pada sebagian yang lainnya (lengket). Kemudian Allah berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan padanya ruh (ciptaan) Ku; maka hendaklah kalian bersujud kepadanya” (Shad: 71-72). Allah menciptakan Adam dengan tangan kekuasaan-Nya sendiri agar iblis tidak takabur terhadapnya dan dapat dikatakan, "Apakah kamu berani takabur kepada orang yang Kujadikan dengan tangan kekuasaan-Ku sendiri, sedangkan Aku sendiri tidak takabur terhadapnya karena menciptakannya sebagai manusia."
Saat itu Adam masih berupa tubuh dari tanah liat selama empat puluh tahun sejak hari diciptakan, yaitu hari Jumat. Kemudian para malaikat melewatinya dan mereka terkejut tatkala melihatnya. Yang paling terkejut ketika melihatnya adalah iblis. Lalu iblis melewatinya dan memukulnya, maka keluarlah suara dari tubuh Adam sebagaimana suara tembikar bila dipukul, seperti yang dijelaskan oleh firman-Nya: “dari tanah kering seperti tembikar” (Ar-Rahman: 14). Iblis mengatakan, "Untuk tujuan apakah kamu diciptakan?" Lalu ia masuk dari mulut dan keluar dari duburnya. Kemudian iblis berkata kepada para malaikat, "Janganlah kalian takut kepada makhluk ini, karena sesungguhnya Tuhan kalian Maha Perkasa, sedangkan makhluk ini berongga. Jika aku dapat menguasainya, niscaya dia benar-benar akan kubinasakan."
Setelah sampai waktu peniupan ruh yang dikehendaki oleh Allah, maka Allah berfirman kepada para malaikat, "Maka apabila Kutiupkan padanya sebagian dari ruh (ciptaan) Ku, maka sujudlah kalian kepadanya." Ketika ruh mulai ditiupkan padanya dan ruh masuk mulai dari kepalanya, maka Adam bersin, lalu para malaikat berkata, "ucapkanlah alhamdulillah," maka Adam mengucapkan alhamdulillah (segala puji bagi Allah). Allah menjawabnya dengan ucapan, "Semoga Tuhanmu merahmati kamu." Ketika ruh sampai pada kedua matanya, maka Adam dapat melihat buah-buahan surga. Ketika ruh sampai pada perutnya, timbullah selera makannya, lalu ia melompat sebelum ruh sampai pada kedua kakinya karena tergesa-gesa ingin memetik buah surga. Yang demikian itu dikisahkan melalui firman-Nya: “Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa” (Al-Anbiya: 37).
Kemudian semua malaikat sujud kepada Adam, kecuali iblis; ia menolak, tidak mau ikut bersama-sama para malaikat yang sujud. Iblis membangkang dan takabur, dia termasuk orang-orang yang kafir. Allah berfirman kepada iblis, "Mengapa kamu tidak mau bersujud kepada makhluk yang Kuciptakan dengan tangan kekuasaan-Ku sendiri, ketika Kuperintahkan kamu melakukannya?" Iblis menjawab, "Aku lebih baik daripada dia, aku tidak akan bersujud kepada manusia yang Engkau ciptakan dari tanah liat." Lalu Allah berfirman kepadanya: “Turunlah kamu dari surga itu, karena tidak layak bagi kamu berlaku takabur di dalamnya; maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina” (Al-A'raf: 13). As-sigar artinya hina.
Lalu Allah ﷻ berfirman: “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya” (Al-Baqarah: 31). Kemudian Allah mengemukakan benda-benda itu kepada para malaikat, lalu Allah berfirman, "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kalian memang benar” (Al-Baqarah: 31) bahwa Bani Adam gemar membuat kerusakan di muka bumi dan menumpahkan darah. Maka para malaikat berkata: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." Allah berfirman, "Wahai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini." Maka setelah diberitahukan kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman, "Bukankah sudah Kukatakan kepada kalian bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kalian nyatakan dan apa yang kalian sembunyikan?" (Al-Baqarah: 32-33). Ucapan para malaikat yang disitir oleh firman-Nya, yaitu: “Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya” (Al-Baqarah: 30) merupakan apa yang mereka nyatakan.
Sedangkan yang disebut di dalam firman-Nya: “dan (aku mengetahui) apa yang kalian sembunyikan” (Al-Baqarah: 33) maksudnya, Allah mengetahui apa yang disembunyikan oleh iblis dalam hatinya yaitu perasaan tinggi diri (sombong). Isnad yang sampai kepada para sahabat tersebut berpredikat masyhur di dalam kitab tafsir As-Suddi, tetapi di dalamnya terdapat banyak hadits israiliyat; barangkali sebagian di antaranya disisipkan, padahal bukan perkataan para sahabat, atau mereka mengambilnya dari sebagian kitab-kitab terdahulu. Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak mengetengahkan banyak riwayat dengan sanad yang sama, lalu ia mengatakan bahwa riwayat-riwayat tersebut dapat diterima dengan syarat Imam Al-Bukhari.
Tujuan utama pengetengahan riwayat-riwayat ini adalah untuk menjelaskan bahwa tatkala Allah ﷻ memerintahkan kepada para malaikat untuk sujud kepada Adam, maka iblis dimasukkan ke dalam kisah ini; karena sekalipun iblis bukan berasal dari unsur malaikat, tetapi ia dapat menyerupai mereka dan dapat melakukan hal-hal yang dilakukan oleh para malaikat. Karena itulah iblis dimasukkan ke dalam khitab para malaikat dan menerima celaan karena menentang perintah Allah. Masalah ini akan dibahas secara panjang lebar insya Allah dalam tafsir firman-Nya: “kecuali iblis, dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya” (Al-Kahfi: 50).
Karena itulah Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Khallad ibnu ‘Atha’, dari Tawus, dari Ibnu Abbas yang menceritakan, "Sebelum melakukan kedurhakaan, pada mulanya iblis itu termasuk golongan malaikat, dikenal dengan nama 'Azazil. Ia termasuk penduduk bumi, juga sebagai golongan malaikat yang sangat kuat ijtihadnya dan paling banyak ilmunya. Karena itulah hal tersebut mendorongnya bersikap takabur. Dia berasal dari suatu kabilah yang dikenal dengan nama makhluk jin." Di dalam riwayat dari Khallad, dari ‘Atha’, dari Tawus atau dari Mujahid, dari Ibnu Abbas atau lainnya disebutkan riwayat yang serupa.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Abbad (yakni Ibnul Awwam), dari Sufyan ibnu Husain, dari Yala ibnu Muslim, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan, "Pada mulanya iblis bernama 'Azazil, termasuk golongan malaikat yang terhormat dan memiliki empat buah sayap, kemudian menjadi iblis sesudah peristiwa tersebut." Sunaid meriwayatkan dari Hajyaj, dari Ibnu Juraij yang mengatakan bahwa Ibnu Abbas pernah mengatakan, "Pada awalnya iblis termasuk malaikat yang terhormat dan paling disegani kabilahnya, dia ditugaskan sebagai penjaga surga dan mempunyai kekuasaan di langit dunia, juga mempunyai kekuasaan di bumi." Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Adh-Dhahhak dan lain-lain dari Ibnu Abbas.
Saleh Maula Tauamah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa sesungguhnya di antara para malaikat terdapat suatu kabilah (golongan) yang dikenal dengan nama jin sedangkan iblis termasuk dari kalangan mereka. Iblis menguasai kawasan antara langit dan bumi, lalu ia durhaka kepada Allah, maka Allah mengutuknya menjadi setan yang terlaknat. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
Qatadah mengatakan dari Sa'id bin Musayyab bahwa iblis itu pada mulanya adalah pemimpin para malaikat langit dunia.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Addi ibnu Abu Addi, dari Auf, dari Al-Hasan yang menceritakan, "Iblis itu sama sekali bukan termasuk golongan malaikat, dan sesungguhnya iblis itu asalnya dari golongan jin; seperti Adam, asalnya dari golongan manusia." Sanad riwayat ini berpredikat shahih, dari Al-Hasan. Hal yang sama dikatakan pula oleh Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam.
Syahr ibnu Hausyab mengatakan, iblis itu adalah berasal dari golongan jin yang diusir oleh para malaikat. Sebagian dari malaikat ada yang menawannya, lalu membawanya ke langit. Demikian riwayat Ibnu Jarir.
Sunaid ibnu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Yahya, dari Musa ibnu Numair dan Usman ibnu Sa'id ibnu Kamil, dari Sa'id ibnu Mas'ud yang mengatakan, "Dahulu para malaikat memerangi jin, dan iblis yang saat itu masih kecil tertawan, lalu iblis hidup bersama para malaikat dan ikut beribadah dengan mereka. Ketika para malaikat diperintahkan sujud kepada Adam, mereka sujud, kecuali iblis, ia membangkang." Karena itulah disebutkan di dalam firman-Nya: “kecuali iblis, dia adalah dari golongan jin” (Al-Kahfi: 50).
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sinan Al-Bazzar, telah menceritakan kepada kami Abu ‘Ashim, dari Syarik, dari seorang lelaki, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang menceritakan: Allah menciptakan suatu makhluk (Adam), lalu Dia berfirman, "Sujudlah kalian kepada Adam!" Tetapi mereka berkata, "Kami tidak mau melakukannya." Maka Allah mengirimkan api kepada mereka, dan api itu membakar mereka.
Kemudian Allah menciptakan makhluk lainnya dan berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah” (Shad: 71). Lalu Allah berfirman, "Sujudlah kalian kepada Adam!" Tetapi mereka menolak, maka Allah mengirimkan api kepada mereka, dan api itu membakar mereka. Kemudian Allah menciptakan mereka, lalu berfirman, "Sujudlah kalian kepada Adam!" Mereka menjawab, "Ya," dan iblis termasuk di antara mereka yang menolak, tidak mau sujud kepada Adam. Riwayat ini garib (aneh) dan hampir dapat dikatakan tidak sah sanadnya, mengingat di dalamnya terdapat seorang perawi yang namanya tidak disebutkan; hal seperti ini tidak dapat dijadikan sebagai hujah.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, telah menceritakan kepada kami Saleh ibnu Hayyan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Buraidah sehubungan dengan makna firman-Nya: “ia termasuk golongan yang kafir” (Al-Baqarah: 34). Yakni termasuk orang-orang yang membangkang, akhirnya mereka dibakar oleh api.
Abu Ja'far meriwayatkan dari Ar-Rabi', dari Abul Aliyah sehubungan dengan makna firman-Nya: “ia termasuk golongan orang-orang yang kafir” (Al-Baqarah: 34). Yang dimaksud dengan kafir adalah orang yang durhaka.
Sehubungan dengan makna ayat ini As-Suddi mengatakan, yang dimaksud dengan orang-orang kafir adalah mereka yang belum diciptakan oleh Allah saat itu, tetapi baru ada jauh sesudah masa itu.
Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi mengatakan bahwa iblis sejak semula diciptakan oleh Allah ditakdirkan berbuat kekufuran dan kesesatan, tetapi beramal seperti amalnya para malaikat; kemudian Allah menjadikannya sesuai dengan apa yang telah ditetapkan-Nya sejak semula, yaitu kafir, sebagaimana dinyatakan oleh firman-Nya: “ia termasuk golongan yang kafir.“ (Al-Baqarah: 34).
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: "Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, ‘Sujudlah kalian kepada Adam!’" (Al-Baqarah: 34). Karena taat kepada Allah, maka dilakukan sujud kepada Adam. Allah memuliakan Adam dengan memerintahkan para malaikat-Nya bersujud kepadanya. Sebagian ulama mengatakan bahwa sujud ini merupakan penghormatan dan salam serta memuliakan, seperti pengertian yang terdapat di dalam firman Allah ﷻ: “Dan dia menaikkan kedua ibu bapaknya ke atas singgasana. Dan mereka (semuanya) merebahkan diri seraya sujud kepada Yusuf. Dan Yusuf berkata, "Wahai ayahku, inilah takbir mimpiku yang dahulu itu, sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya suatu kenyataan” (Yusuf: 100). Di masa lalu hal ini memang diperbolehkan di kalangan umat-umat terdahulu, tetapi dalam agama kita hal ini telah di-mansukh.
Mu'az mengatakan hadits berikut: “Ketika aku tiba di negeri Syam, kulihat mereka sujud kepada uskup-uskup dan ulamanya. Maka engkau, wahai Rasulullah, adalah orang yang lebih berhak untuk disujudi. Lalu Rasul ﷺ bersabda, "Tidak, seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain, niscaya aku perintahkan kepada wanita agar sujud kepada suaminya, karena besarnya hak suami atas dirinya." Pendapat ini dinilai rajih (benar) oleh Ar-Razi.
Sebagian ulama mengatakan bahwa sujud tersebut hanya ditujukan kepada Allah ﷻ, sedangkan Adam sebagai kiblat (arah)nya, seperti pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya: “Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir” (Al-Isra: 78). Akan tetapi, pengertian kias ini masih bisa dipertanyakan, dan yang paling kuat adalah pendapat pertama tadi, yaitu yang mengatakan bahwa sujud kepada Adam sebagai penghormatan dan salam serta memuliakannya. Hal ini termasuk taat kepada Allah ﷻ karena Allah memerintahkannya. Pendapat ini dinilai kuat oleh Ar-Razi di dalam kitab tafsirnya, sedangkan dua pendapat lainnya dinilainya lemah, yaitu pendapat yang mengatakan bahwa Adam dianggap sebagai kiblatnya, mengingat hal ini tidak menggambarkan sebagai suatu kehormatan. Pendapat yang kedua adalah yang mengatakan bahwa sujud tersebut berupa tunduk, bukan membungkukkan badan dan meletakkan dahi di tanah; tetapi pendapat ini pun dinilai lemah oleh Ar-Razi.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “maka sujudlah mereka kecuali iblis, ia enggan dan takabur, dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir” (Al-Baqarah: 34). Musuh Allah alias iblis dengki terhadap Adam a.s. karena kehormatan yang telah diberikan oleh Allah ﷻ kepada Adam, dan ia berkata, "Aku berasal dari api, sedangkan dia dari tanah." Hal tersebut merupakan permulaan dosa besar, yaitu takabur iblis musuh Allah karena tidak mau sujud kepada Adam a.s..
Menurut kami, di dalam sebuah hadits shahih telah disebutkan: "Tidak masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat sifat takabur sekalipun seberat biji sawi." Di dalam hati iblis terdapat sifat takabur, kekufuran, dan keingkaran yang mengakibatkan dirinya terusir dan dijauhkan dari rahmat Allah dan dari sisi-Nya. Sebagian ahli i'rab mengartikan firman-Nya, "Wa-kana minal kafirin," maksudnya 'jadilah dia (iblis) termasuk golongan orang-orang yang kafir karena menolak untuk bersujud'. Keadaannya sama dengan firman Allah ﷻ lain, yaitu: “maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan” (Hud: 43). “yang menyebabkan kamu berdua termasuk orang-orang yang zalim” (Al-Baqarah: 35). Seorang penyair mengatakan: "Di padang yang tandus, sedangkan unta kendaraan itu seakan-akan seperti burung qata yang kembali menjadi anak yang baru ditetaskan dari telurnya."
Menurut Ibnu Faurak, bentuk lengkap dari ayat tersebut adalah bahwa iblis itu menurut ilmu Allah tergolong ke dalam orang-orang yang kafir. Pendapat ini dinilai kuat oleh Al-Qurthubi. Dalam pembahasannya Al-Qurthubi menyebutkan suatu masalah; dia mengatakan bahwa ulama kita mengatakan, "Orang yang ditampakkan oleh Allah ﷻ beberapa karomah dan hal-hal yang bertentangan dengan hukum alam melalui tangannya, hal tersebut bukan merupakan bukti yang menunjukkan kewaliannya." Pendapatnya ini berbeda dengan pendapat sebagian orang dari kalangan ahli sufi dan golongan Rafidah. Kemudian Al-Qurthubi mengemukakan alasan yang memperkuat pendapatnya itu, "Kami tidak dapat memastikan terhadap orang yang dapat melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum alam, bahwa dia dapat memenuhi Allah melalui imannya. Orang yang bersangkutan sendiri tidak dapat memastikan bagi dirinya akan hal tersebut. Dengan kata lain, predikat kewalian masih belum dapat dipastikan hanya karena perkara tersebut."
Menurut pendapat kami memang ada sebagian ulama yang menyimpulkan bahwa hal yang khariq (aneh) itu adakalanya keluar dari orang yang bukan wali, bahkan keluar dari orang yang berpredikat pendurhaka, juga orang kafir. Sebagai dalilnya adalah sebuah hadits yang menyatakan perihal Ibnu Sayyad, dia mengatakan dukh (kabut) ketika Rasulullah ﷺ menyembunyikan sesuatu masalah terhadapnya, yakni firman-Nya: ”Maka tunggulah hari ketika langit membawa kabut yang nyata.” (Ad-Dukhan: 10). Juga melalui hal-hal yang dilakukannya, yaitu bahwa tubuhnya (Ibnu Sayyad) menjadi membesar hingga memenuhi jalan bila sedang marah, hingga Abdullah ibnu Umar memukulnya. Juga banyak hadits yang menceritakan perihal Dajjal yang banyak melakukan hal-hal yang aneh. Antara lain dia memerintahkan kepada langit untuk menurunkan hujan, maka langit pun segera menurunkan hujan; dan bila dia memerintahkan kepada bumi untuk mengeluarkan tumbuh-tumbuhan, maka bumi pun segera mengeluarkan tumbuh-tumbuhan. Hal aneh lainnya yang dapat dilakukan oleh Dajjal adalah perbendaharaan bumi selalu mengikutinya bagaikan laron. Disebutkan pula bahwa Dajjal membunuh seorang pemuda, kemudian menghidupkannya kembali, masih banyak hal lain dari perkara-perkara ajaib dilakukan oleh Dajjal.
Yunus ibnu Abdul Ala As-Sadfi pernah bercerita kepada Imam Syafii, bahwa Al-Al-Laits ibnu Sa'd pernah mengatakan, "Apabila kalian melihat seorang lelaki berjalan di atas air dan terbang di udara, maka janganlah kalian terpedaya sebelum kalian menilainya menurut pandangan Al-Qur'an dan sunnah." Imam Syafii mengatakan bahwa Al-Laits rahimahullah memakai kata qasr dalam ungkapannya, yaitu: "Bahkan apabila kalian melihat seorang lelaki dapat berjalan di atas air dan terbang di udara, janganlah kalian terpedaya oleh sikapnya itu sebelum kalian menilainya menurut pandangan Al-Qur'an dan sunnah."
Ar-Razi dan lain-lain meriwayatkan pendapat kalangan para ulama sehubungan dengan masalah berikut, yaitu: Apakah yang diperintahkan sujud kepada Adam hanya khusus malaikat yang ada di bumi, ataukah umum mencakup semua malaikat, baik yang ada di bumi maupun yang ada di langit? Masing-masing dari kedua pendapat tersebut didukung oleh segolongan ulama yang menyetujui pendapatnya. Akan tetapi, makna lahiriah ayat menunjukkan pengertian umum, karena di dalamnya disebutkan: “Maka bersujudlah para malaikat itu semuanya bersama-sama, kecuali Iblis” (Al-Hijr: 30-31). Alasan-alasan yang telah dikemukakan dalam pembahasan ini memperkuat pengertian yang menunjukkan makna umum (mencakup semua malaikat).
Sebagai bentuk pengakuan malaikat akan keunggulan manusia atas mereka yang dinyatakan Allah pada ayat sebelumnya, pada ayat ini Allah memerintahkan malaikat untuk bersujud hormat kepada Nabi Adam. Dan ingatlah ketika Kami berfirman kepada para malaikat, Sujudlah kamu, yakni hormatlah, kepada Adam dengan menundukkan kepala atau badan, bukan sujud ibadah! Mendengar perintah Allah ini, maka mereka, para malaikat, pun sujud, kecuali Iblis. Iblis adalah makhluk dari jenis jin yang terbuat dari api. Iblis merasa dirinya lebih terhormat daripada Nabi Adam karena dia diciptakan dari api yang salah satu sifatnya adalah panas, membakar, dan membara. Sementara, Nabi Adam diciptakan dari tanah liat, yang kelihatan diam dan tidak bergerak. Ia, Iblis, menolak bersujud kepada Nabi Adam dan menyombongkan diri karena merasa dirinya lebih terhormat, dan, atas tindakannya ini, ia termasuk golongan yang kafir, yaitu makhluk yang menutup diri dari menerima kebenaran, ingkar terhadap kenikmatan yang diberikan oleh Allah kepadanya, dan ingkar terhadap hikmah yang terkandung di balik titah Allah. Setelah persoalan dengan malaikat selesai dengan sujudnya malaikat kepada Nabi Adam, dan persoalan dengan Iblis juga selesai dengan menolaknya Iblis untuk sujud kepada Nabi Adam, maka pada ayat ini Allah memerintahkan kepada Nabi Adam dan istrinya, Hawa, untuk menghuni surga sebagai penghormatan kepadanya. Inilah bentuk lain dari anugerah dan kenikmatan yang Allah berikan kepada manusia di samping menjadi khalifah dan sujudnya malaikat kepadanya. Dan Kami berfirman, Wahai Adam! Tinggallah engkau dan istrimu di dalam surga, yakni surga yang dijanjikan Allah bagi orang mukmin di akhirat kelak, atau bisa juga berarti suatu taman. Allah melanjutkan firman-Nya, Dan makanlah dengan nikmat berbagai makanan yang ada di sana sesukamu secara bebas, di mana saja, dan kapan saja. Tetapi, Allah mengingatkan mereka agar jangan memakan satu buah tertentu, bahkan melarang mereka mendekati tanaman tersebut, karena mendekatinya dapat menggoda mereka untuk memetiknya. Janganlah kamu dekati pohon ini, nanti kamu.
Dalam ayat ini diterangkan bahwa Allah memerintahkan kepada para malaikat agar mereka bersujud atau memberi hormat kepada Adam a.s. Maka malaikat menaati perintah itu, kecuali Iblis, artinya setelah Adam a.s. selesai memberitahukan nama makhluk-makhluk itu kepada para malaikat, Allah memerintahkan kepada mereka bersujud atau memberi hormat kepada Adam a.s. Maka sujudlah malaikat kepada Adam a.s. Perintah itu bukanlah sujud untuk beribadah kepadanya, melainkan sujud sebagai penghormatan semata-mata, dan sebagai pengakuan mereka terhadap kelebihan dan keistimewaan yang ada padanya.
Dalam agama Islam, sujud ibadah hanya diperbolehkan kepada Allah ﷻ semata. Pada hakikatnya, sujud kepada Allah ada dua macam. Pertama, sujud manusia kepada Allah dalam beribadah, yaitu sujud salat, sujud tilawah dan sujud syukur menurut cara-cara yang telah ditentukan dalam ajaran syariat. Kedua, sujud semua makhluk kepada Allah dengan arti tunduk dan patuh kepada-Nya. Arti yang asli dari kata-kata "sujud" adalah "tunduk dan patuh".
Dan tetumbuhan dan pepohonan, keduanya tunduk (kepada-Nya). (ar-Rahman/55: 6)
Dan semua sujud kepada Allah baik yang di langit maupun yang di bumi, baik dengan kemauan sendiri maupun terpaksa ? (ar-Ra'd/13: 15)
Sujud para malaikat kepada Adam a.s. sebagai penghormatan dan pernyataan tunduk kepadanya, bukan untuk beribadah. Perintah Allah ﷻ kepada mereka untuk sujud kepada Adam menunjukkan kelebihan Adam dari mereka, sehingga ia benar-benar lebih berhak dijadikan khalifah di bumi. Mengenai asal usul kejadian Adam, malaikat dan Iblis, disebutkan bahwa Adam a.s. diciptakan Allah dari tanah dan malaikat diciptakan dari cahaya (nur), ) sedang jin, Iblis dan setan diciptakan dari api (nar).
Iblis dan setan selalu membisikkan kepada manusia hal-hal yang tidak benar untuk menggoda dan menyesatkannya dari jalan yang lurus. Bahkan Adam dan Hawa sebagai manusia pertama telah digoda untuk melanggar larangan Allah ﷻ
Iblis bukanlah termasuk jenis malaikat, melainkan suatu makhluk dari bangsa jin. Iblis itu pada mulanya pernah berada dalam kalangan malaikat, bergaul dengan mereka dan mempunyai sifat-sifat seperti mereka pula, walaupun asal kejadiannya berbeda dari asal kejadian malaikat. Buktinya ialah firman Allah ﷻ pada akhir ayat tersebut yang menerangkan bahwa ketika Allah ﷻ memerintahkan kepada para malaikat untuk bersujud kepada Adam a.s., maka mereka semuanya patuh, kecuali Iblis. Jadi teranglah bahwa Iblis itu bukanlah dari kalangan malaikat, sebab malaikat selalu patuh dan taat kepada perintah Allah dan tidak pernah membangkang. Arti harfiah "iblis" yaitu "putus asa", "membangkang", "diam", atau "menyesal".
Dalam ayat yang lain Allah berfirman:
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, "Sujudlah kamu kepada Adam!" Maka mereka pun sujud kecuali Iblis. Dia adalah dari (golongan) jin, maka dia mendurhakai perintah Tuhannya?(al-Kahf/18: 50)
Iblis, sama halnya dengan jin dan setan, diciptakan Allah dari api. Iblis menganggap bahwa api lebih mulia daripada tanah. Sebab itu ia memandang dirinya lebih mulia daripada Adam, sebab Adam diciptakan Allah dari tanah. Itulah sebabnya Iblis menolak bersujud kepada Adam.
Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa Iblis itu termasuk jenis malaikat juga, sebab perintah Allah kepada malaikat agar bersujud kepada Adam a.s. adalah ditujukan kepada semua malaikat. Lalu disebutkan, bahwa para malaikat itu semua bersujud kepada Adam a.s., kecuali Iblis. Memang benar, bahwa sifat yang asli dari para malaikat adalah patuh dan taat kepada Allah ﷻ Namun demikian tidaklah mustahil bahwa sebagian atau salah satu dari mereka ada yang bersifat durhaka, sebagai sifat yang datang kemudian. Itulah Iblis.
Dalam ayat lain disebutkan bahwa Allah menanyakan kepada Iblis apa alasannya untuk tidak bersujud kepada Adam. Allah berfirman:
(Allah) berfirman, "Wahai Iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Aku ciptakan dengan kekuasaan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri atau kamu (merasa) termasuk golongan yang (lebih) tinggi?" (sad/38:75)
Allah menceritakan jawaban Iblis:
(Iblis) berkata, "Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah." (sad/38:76)
Iblis enggan mematuhi perintah Allah yang menyuruh sujud kepada Adam, dan ia bersikap angkuh karena ia merasa dirinya lebih mulia dan lebih berhak dari Adam untuk dijadikan khalifah. Karena Iblis menolak perintah Allah berdasarkan anggapannya itu, maka ia termasuk makhluk yang kafir kepada Allah. Bahkan ada pendapat yang mengatakan bahwa Iblis adalah makhluk yang pertama-tama mengingkari perintah Allah. Ada pula pendapat yang mengatakan bahwa Iblis merupakan asal dari semua jin, sebagaimana Adam asal dari semua manusia. Jin itu mempunyai keturunan. Mereka penghuni bumi sebelum Adam diciptakan Allah dan mereka telah berbuat kerusakan di bumi. Itulah sebabnya, ketika Allah memberitahukan kepada para malaikat bahwa Dia akan menjadikan Adam sebagai khalifah di bumi, para malaikat berkata, "Apakah Engkau akan menjadikan khalifah di bumi orang-orang yang suka berbuat kerusakan dan suka menumpahkan darah? Jadi malaikat mengira bahwa manusia pun akan berbuat seperti jin ketika mereka berkuasa di bumi.
.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 34-39
Ayat 34
“Dan (Ingatlah) tatkala Kami berkata kepada Malaikat, ‘Sujudlah, kamu kepada Adam!' Maka sujudlah mereka, kecuali Iblis, enggan dia dan menyombong, karena adalah dia dari golongan makhluk yang kafir.'"
Inilah kelanjutan dari pelaksanaan keputusan Allah mengangkat khalifah di bumi itu. Adam telah dijadikan dan telah diajarkan kepadanya berbagai nama dan banyak ilmu yang diberikan kepadanya, yang tidak diberikan kepada malaikat. Kemudian diperintahkan Tuhanlah malaikat-malaikat itu menyatakan hormat kepada Adam, dengan bersujud.
Seluruh makhluk bersujud kepada Tuhan, sejak dari malaikat, atau isi semua langit dan bumi, bahkan kayu-kayuan, bahkan bintang di langit pun sujud kepada Tuhan. Kita manusia pun sujud dan diperintah sujud kepada Tuhan. Bagi kita manusia, yang dikatakan sujud itu ialah mencecahkan kening ke bumi, lengkap dengan anggota yang tujuh, yaitu kedua telapak tangan, kedua lutut, dan kedua telapak kaki ditambah kepala. Akan tetapi, bagaimana sujudnya pohon-pohon? Bagaimana sujudnya malaikat? Niscaya tidaklah sampai pengetahuan kita ke sana. Yang jelas, dengan sujud itu terkandunglah sikap hormat dan memuliakan. Maka, diperintahlah malaikat memuliakan Adam dan bersujud, yaitu sujud cara malaikat, yang kita tidak tahu, dan tidak perlu dikorek-korek lagi buat tahu. Malaikat pun melaksanakan perintah itu kecuali satu makhluk, yaitu Iblis. Dia enggan menjalankan perintah Tuhan itu dan dia menyombong. Mengapa dia enggan dan menyombong? Di ujung ayat sudah ada penjelasannya, yaitu karena memang dia telah mempunyai dasar buat kufur. Dan dalam ayat-ayat yang lain sampai dia menyatakan sebab kesombongan itu, yaitu karena Tuhan menjadikannya dari api, sedangkan manusia Adam yang disuruh dia bersujud kepadanya itu dijadikan Tuhan dari tanah.
Dengan sikap iblis yang menyombong sendiri itu, mulailah kita mendapat pelajaran bahwasanya Allah menakdirkan di dalam iradat-Nya bahwasanya tanda kekayaan Tuhan itu bukanlah jika Dia menjadikan ruh yang baik saja. Di samping yang baik pun dijadikan-Nya yang buruk. Di samping yang patuh di-jadikan-Nya pula yang durhaka. Ini sudah ada sejak dari permulaan. Sehingga bagi Nabi kita Muhammad ﷺ sendiri yang tengah berjuang menyampaikan seruan Allah seketika ayat ini diturunkan, menjadi pengertian lebih mendalamlah bahwa keingkaran dan kekufuran penentang-penentang beliau, baik waktu di Mekah maupun waktu di Madinah, sudahlah suatu kenyataan yang tidak dapat dielakkan. Kalau dasar telah ada kufur, Tuhan Allah pun mereka tentang sebagai yang dilakukan oleh iblis itu.
Ayat 35
“Dan berkata Kami, Wahai Adam! Tinggallah engkau dan istri engkau di taman ini, dan makanlah berdua darinya dengan senang sesuka-sukamu berdua; dan janganlah kamu berdua mendekat ke pohon ini, karena (kalau mendekat) akan jadilah kamu berdua dari orang-orang yang aniaya.'"
Setelah lepas dari ujian tentang nama-nama ilmu yang diajarkan Allah dan lulus dari ujian ini melebihi malaikat, setelah lepas dari ujian kepada malaikat yang diperintahkan sujud, dan sujud semua kecuali iblis, barulah Adam disuruh berdiam di dalam taman itu bersama istrinya. Nyatalah sekarang dalam ayat ini bahwa sementara itu istri beliau telah dijadikan Allah, Adalah yang telah diketahui namanya oleh pemeluk ketiga agama: Islam, Yahudi, dan Nasrani, yang bernama Hawa, dan dalam ejaan orang Eropa disebut Eva.
Tidaklah dijelaskan dalam ayat ini asal kejadian itu dan tidak pula diterangkan pada ayat yang lain.
Orang Yahudi dan Nasrani, berdasar pada Kitab Perjanjian Lama (Kejadian, Pasal 2 ayat 20 sampai 24) mempunyai kepercayaan bahwa Hawa itu dijadikan Tuhan daripada tulang rusuk Nabi Adam; dicabut tulang rusuknya sedang dia tidur, lalu diciptakan menjadi perempuan dijadikan bininya.
Di dalam Islam, kepercayaan yang umum tentang Hawa terjadi dari tulang rusuk Nabi Adam itu, bukanlah karena percaya kepada Kitab Kejadian Pasal 2 tersebut, karena Nabi ﷺ telah memberi ingat bahwa kitab-kitab Taurat yang sekarang ini tidaklah asli lagi; sudah banyak catatan manusia dan manusianya itu tidak terang siapa orangnya. Bahkan naskah aslinya sampai sekarang tidak ada. Hal ini diakui sendiri oleh orang Yahudi dan Nasrani. Akan tetapi, Nabi ﷺ sendiri pernah bersabda, ketika beliau memberi ingat kepada orang laki-laki tentang perangai dan tabiat perempuan supaya pandAl-pandai membimbingnya. Maka, tersebutlah dalam sebuah hadits yang dirawikan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah, demikian sabda beliau,
“Peliharalah perempuan-perempuan itu sebaik-baiknya, karena sesungguhnya perempuan dijadikan dari tulang rusuk, dan sesungguhnya yang paling bengkok pada tulang rusuk itu ialah yang sebelah atasnya. Maka jika engkau coba meluruskannya, niscaya engkau patahkan dia. Dan jika engkau tinggalkan saja, dia akan tetap bengkok. Sebab itu, peliharalah perempuan-perempuan baik-baik."
Hadits ini Muttafaq ‘alaihi, artinya sesuai riwayat Bukhari dengan riwayat Muslim.
Apabila kita perhatikan bunyi hadits ini dengan saksama, tidaklah dia dapat dijadikan alasan untuk mengatakan bahwa perempuan atau terutama Siti Hawa terjadi dari tulang rusuk Nabi Adam.
Tidak ada tersebut sama sekali dalam hadits ini dari hal tulang rusuk Nabi Adam. Yang terang maksud hadits ini ialah membuat perumpamaan dari hal bengkok atau bengkoknya jiwa orang perempuan, sehingga payah membentuknya, sama keadaannya dengan tulang rusuk; tulang rusuk tidaklah dapat diluruskan dengan paksa. Kalau dipaksa-paksa meluruskannya, dia pun patah. Kalau dibiarkan saja, tidak dihadapi dengan sabar, bengkoknya itu akan terus.
Apalah lagi hadits ini dituruti oleh hadits lain di dalam Shahih Bukhari dan Muslim juga, demikian bunyinya.
Dan, pada satu riwayat pada kedua shahih, Bukhari dan Muslim.
“Perempuan itu adalah seperti tulang rusuk; jika engkau coba meluruskannya, dia pun patuh. Dan jika engkau bersuka-sukaan dengan dia, maka bersuka-suka juga engkau, tetapi dia tetap bengkok."
Dan, pada satu riwayat lagi dengan Muslim,
“Sesungguhnya, perempuan itu dijadikan dari tulang rusuk. Dia tidak akan dapat lurus untuk engkau atas suatu jalan. Jika engkau mengambil kesenangan dengan dia, namun dia tetap bengkok. Dan jika engkau coba meluruskannya, niscaya engkau mematahkannya. Patahnya itu talaknya."
Ada lagi hadits lain dengan makna yang serupa, diriwayatkan oleh ahli hadits yang lain pula.
Pada hadits pertama sudah nyata tidak ada tersebut bahwa Hawa terjadi dari tulang rusuk Adam. Pada hadits yang kedua sudah lebih jelas lagi bahwa itu hanya perumpamaan. Hadits yang ketiga menjadi lebih jelas karena telah ada hadits yang kedua bahwa itu adalah perumpamaan. Hadits yang ketiga menambah jelas lagi bahwa kalau laki-laki tidak hati-hati membimbing istrinya, kalau terus bersikap keras saja, talaklah yang terjadi dan patah aranglah rumah tangga.
Maka, teranglah sekarang bahwa yang dimaksud di sini ialah jiwa atau bawaan segala perempuan dalam dunia ini. Pertimbangannya tidak lurus, kata orang sekarang, tidak objektif. Perempuan di dalam mempertimbangkan suatu lebih banyak memperturutkan hawanya, yang cara sekarang kita namai sentimen.
Hadits-hadits ini telah memberi petunjuk bagi seorang laki-laki, terutama bagi seorang suami, bagaimana caranya menggauli istrinya dan mendidik anak-anaknya yang perempuan. Supaya terjadi rumah tangga yang bahagia, hendaklah seorang laki-laki mengenal kelemahan jiwa perempuan ini, yaitu laksana tulang rusuk yang bengkok. Seorang suami yang berpengalaman, dapat mengerti dan memahami apa maksud hadits-hadits ini. Kelemahan perempuan yang seperti ini, pada hakikatnya, kalau laki-laki pandai membawakannya, inilah yang menjadi salah satu dasar penguatan satu rumah tangga.
Jiwa perempuan itu akan tampak bengkoknya di dalam mempertimbangkan sesuatu keuntungan dan muslihat yang umum, jika bertentangan dengan muslihat rumah tangga. Seorang suami yang sedang kesusahan belanja, tidaklah boleh dengan kekerasan meminta supaya istrinya meminjami perhiasan gelang dan subang emasnya untuk digadaikan sementara guna dijadikan modal, meskipun menurut akal yang waras, sudahlah patut dia menyerahkan pada waktu itu, sebab barang itu pun digunakan untuk pertahanan di waktu sangat susah. Kalau diminta dengan keras, dia akan bertahan. Kalau sama-sama keras, cerailah yang akan timbul. Tetapi kalau laki-laki mengenal rahasia jiwa perempuan yang bengkok itu, dia mesti menjauhi jalan kekerasan. Setengah dari sifat bengkoknya jiwa perempuan ialah jelas iba kepada orang yang sedang susah. Kalau kelihatan nyata oleh istrinya bahwa dia susah, dan kalau ditanyai oleh istri, tidak lekas-lekas menyatakan kesusahan itu, dia akan gelisah melihat kesusahan suaminya. Dia tidak akan enak makan dan tidak akan terpicing matanya tidur karena melihat kesusahan yang menimpa suaminya yang sangat dicintainya itu. Kalau si suami pandai, dia sendiri yang akan menanggalkan gelang atau subangnya itu, untuk dikorbankannya bagi kepentingan suaminya. Inilah satu contoh!
Contoh yang lain ialah keinginannya akan perhiasan. Kalau si laki-laki tidak pandai membimbing, berapa saja belanja tidaklah akan cukup untuk memenuhi keinginannya akan perhiasan. Kalau si suami keras, bakhil, cerailah yang akan timbul. Tetapi kalau si suami memperturutkan saja keinginan-keinginan istrinya itu, akan sangsailah (sengsaralah) mereka dalam rumah tangga, sehingga berapa pun persediaan belanja tidaklah akan sedang-menyedang.
Kalau laki-laki tidak mengenal bengkoknya jiwa istri ini lalu bersikap keras, akan terjadilah perceraian. Atau kalau diperturutkan saja, akhirnya karena tidak terpikul, cerai juga yang akan timbul. Sebab itu, hadits ini memberikan tuntunan yang sangat mendalam agar laki-laki jangan lekas-lepas menjatuhkan talak kau tidak puas dengan perangai istrinya. Orang Minangkabau mempunyai pepatah “tidak ada lesung yang tidak berdetak", artinya tidak ada perempuan seorang pun yang sunyi dari kelemahan jiwa yang demikian.
Akan tetapi, laki-laki yang memegang ketiga-tiga hadits ini akan sanggup hidup rukun dengan istrinya, dalam irama rumah tangga, yang kadang-kadang gembira dan kadang-kadang muram.
Kembali kepada hadits-hadits tadi. Memang ada sebuah riwayat pula yang dikeluarkan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, al-Baihaqi, dan Ibnu Asakir, yaitu perkataan dari Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, dan beberapa orang dari kalangan sahabat-sahabat Rasulullah ﷺ Mereka berkata.
“Tatkala Adam telah berdiam di dalam surga itu, berjalanlah dia seorang diri dan kesepian, tidak ada pasangan (istri) yang akan menenteramkan-nya. Maka tidurlah dia, lalu dia bangun. Tiba-tiba di sisi kepalanya seorang perempuan sedang duduk, yang telah dijadikan Allah dari tulang rusuknya."
Riwayat ini sudah terang bukanlah dari sabda Rasulullah ﷺ melainkan perkataan Abdullah bin Abbas dari Abdullah bin Mas'ud.
Oleh karena riwayat ini adalah perkataan sahabi, bukan sabda Rasul, niscaya nilainya untuk dipegang sebagai suatu aqidah tidak sama lagi dengan hadits yang shahih dari Nabi, apalah lagi dengan Al-Qur'an. Mungkin sekali, bahkan besar sekali kemungkinan itu bahwa pernyataan kedua sahabat itu terpengaruh oleh berita-berita orang Yahudi yang ada di Madinah ketika itu, yang berpegang kepada isi Kitab Kejadian, Pasal 2, ayat 21, “Maka, didatangkan Tuhan Allah kepada Adam itu tidur yang lelap, lalu tertidurlah ia. Maka diambil Allah tulang ditutupkannya pula dengan daging. Maka, dari tulang yang telah dikeluarkannya pada diri Adam itu, diciptakan Tuhan seorang perempuan, lalu dibawanya dia kepada Adam."
Sebagaimana telah kita beri penerangan di mukadimah tafsir ini, Rasulullah ﷺ telah memberikan pedoman kepada sahabat-sahabat beliau dalam hal menilai berita-berita yang disampaikan oleh Ahlul Kitab.
“Dan telah mengeluarkan Bukhari daripada hadits Abu Hurairah. Kata Abu Hurairah itu, ‘Adalah Ahlul Kitab itu membaca Taurat dengan bahasa Ibrani dan mereka tafsirkan dia ke dalam bahasa Arab untuk orang-orang Islam.' Maka berkatalah Rasulullah ﷺ, ‘Janganlah kamu langsung membenarkan Ahlul Kitab itu dan jangan pula langsung kamu dustakan, tetapi katakanlah, ‘Kami beriman kepada Allah.'"
Berdasarkan hadits ini, jadi besarlah kemungkinan bahwa riwayat Siti Hawa terjadi dari tulang rusuk Adam yang diberikan oleh Ibnu Abbas dan Ibnu Mas'ud ini didengar mereka dari Taurat yang dibacakan oleh Ahlul Kitab itu lalu mereka terima saja bagaimana adanya sebagai satu fakta yang mereka terima, yang boleh diolah dan diselidiki pula oleh orang lain.
Kalau laki-laki tidak mengenal bengkoknya jiwa istri ini lalu bersikap keras, akan terjadilah perceraian. Atau kalau diperturutkan saja, akhirnya karena tidak terpikul, cerai juga yang akan timbul. Sebab itu, hadits ini memberikan tuntunan yang sangat mendalam agar laki-laki jangan lekas-lepas menjatuhkan talak kau tidak puas dengan perangai istrinya. Orang Minangkabau mempunyai pepatah “tidak ada lesung yang tidak berdetak", artinya tidak ada perempuan seorang pun yang sunyi dari kelemahan jiwa yang demikian.
Lantaran itu pula, tidaklah salah pada pendapat penafsir yang dhaif ini kalau ada orang yang tidak memegang teguh bahwasanya Hawa terjadi dari tulang rusuk Nabi Adam, sebab tidak ada firman Tuhan menyebutkannya di dalam Al-Qur'an dan tidak pula ada sabda Nabi yang tepat menerangkan itu. Yang ada hanya berita atau penafsiran dari Abdullah bin Abbas dan Abdullah bin Mas'ud dan beberapa sahabat yang lain yang besar kemungkinan bahwa cerita ini mereka dengar dari orang Yahudi yang membaca Kitab Kejadian salah satu dari kitab catatan Yahudi yang mereka sebut Taurat itu.
Dan, hadits-hadits Bukhari dan Muslim yang tiga buah di atas tadi kita terima dan kita amalkan dengan segala kerendahan hati, untuk pedoman hidup menghadapi kaum pe-rempuan, sebagai teman hidup laki-laki dalam dunia ini. Apatah lagi setelah datang hadits lain yang menguatkan nasihat bagi kaum laki-laki di dalam bergaul baik-baik dengan perempuan, yang dirawikan oleh Imam Bukhari dan Muslim juga,
“Peliharalah perempuan-perempuan itu sebaik-baiknya, karena kamu telah mengambilnya dengan amanah dari Allah, dan kamu halalkan kehormatan mereka dengan kalimat-kalimat Allah."
Syekh Muhammad Abduh di dalam pelajaran tafsirnya, yang dicatat oleh muridnya Sayyid Muhammad Rasyid Ridha di dalam tafsirnya al-Manar menyatakan pula pendapat bahwa hadits mengatakan perempuan terjadi dari tulang rusuk itu bukanlah benar-benar tulang rusuk, melainkan suatu kias perumpamaan belaka, sebagai ada juga contoh demikian di dalam surah al-Anbiyaa': 37,
“Telah dijadikan manusia itu dari sifat terburu-buru."
Dalam segala urusan dia mau lekas saja, padahal kesanggupannya terbatas. Mungkin tidak juga ada salahnya kalau kita berpaham tentang arti hadits yang mengatakan bahwa kaum perempuan terjadi dari tulang rusuk itu, selain dari satu perumpamaan tentang keadaan jiwanya ialah pula satu perlambang tentang kehidupan manusia di atas dunia ini. Seorang laki-laki yang telah patut kawin, adalah seumpama orang yang masih belum ada tulang rusuknya, sebab istri itu pun disebut dalam kata lain dengan teman hidup. Seorang duda adalah seorang yang goyah jiwanya karena tidak ada sandaran. Demikian juga seorang perempuan, kalau belum juga dia bersuami, padahal sudah patut bersuami, samalah keadaannya dengan sebuah tulang rusuk yang terlepas dari perlindungan. Bila dia telah bersuami, dia telah diletakkan ke tempatnya semula dan dia telah terlindung oleh kulit pembungkus rusuk itu, yaitu perlindungan suaminya.
Sebab, benar atau tidaknya riwayat Siti Hawa terjadi daripada tulang rusuk Nabi Adam itu. Namun, sekalian istri tidaklah terjadi dari tulang rusuk suaminya!
Sekarang kita kembali kepada tafsir.
Maka, disuruhlah Adam dan istrinya duduk di dalam taman indah berseri itu. Mereka keduanya diberi kebebasan, makan dan minum, memetik buah-buahan yang lezat ranum, yang hanya tinggal memetik. Artinya, bebas merdeka. Akan tetapi, di dalam ayat ini kita bertemu lagi satu pelajaran tentang filsafat merdeka. Kemerdekaan ialah kebebasan membatasi diri! Semua bebas dimakan kecuali buah daripada pohon yang terlarang, “Jangan kamu berdua mendekat kepada pohon ini." Sama juga dengan beberapa larangan dalam Al-Qur'an, “Jangan kamu mendekati zina." Karena kalau sudah mendekat ke sana, niscaya termakan juga kelaknya buah itu. Kalau dia kamu makan, niscaya kamu merugi.
Orang yang tidak sanggup memelihara kemerdekaannya, niscaya akan kehilangan kemerdekaan itu. Dan jika kemerdekaan telah hilang, kerugianlah yang akan berjumpa.
Penafsir tidak hendak menyalinkan buah pohon apakah yang dilarang mereka memakan itu? Ada orang yang mengatakan buah khuldi atau buah kekal. Penafsiran ini niscaya salah. Sebab yang menamainya syajaratul-khuldi, pohon kekal siapa yang memakannya tidak mati-mati, bukanlah Tuhan, tetapi setan sendiri seketika merayu Adam (lihat surah Thaahaa: 120) Padahal kita bertemu firman Tuhan yang lain untuk mendekatkan kita memahamkan syajarah atau pohon apakah yang dilarang Adam dan Hawa memakannya itu.
Maka, pelanggaran pada larangan saja, sudahlah namanya mulai memakan buah pohon yang buruk. Adam dan Hawa dilarang mendekati pohon yang terlarang itu.
Ayat 36
“Maka, digelincirkanlah keduanya oleh setan dari (tunangan) itu, dan dikeluarkanlah keduanya dari keadaan yang sudah ada Mereka padanya."
Artinya, masuklah setan ke tempat mereka lalu merayu dan memperdayakan mereka, supaya mereka makan juga buah pohon yang terlarang itu, sampai setan mengatakan bahwa itulah pohon kekal, siapa yang memakan tidak akan mati-mati. Sampai karena pandainya setan merayu, keduanya tergelincir, termakan juga akhirnya buah pohon terlarang itu. Demi mereka makan, keadaan mereka menjadi berubah, ternyata terbukalah aurat mereka (surah al-A'raaf: 22), bertukarlah keadaan, insaflah mereka bahwa mereka telah bertelanjang, alangkah malunya. Maka tahulah Tuhan bahwa larangan-Nya telah dilanggar."Dan berkatalah Kami, ‘Turunlah semua'" adalah tiga pribadi yang dimaksud oleh ayat itu, yaitu Adam dan Hawa dan setan yang menggelincirkan keduanya itu. Semua disuruh turun dari tempat yang mulia itu, tidak boleh tinggal di sana lagi; yang berdua karena melanggar larangan, yang satu lagi karena menjadi si langkanas memper-dayakan orang.
“Yang setengah kamu dengan yang setengah jadi bermusuh!" Karena, dasar permusuhan sudah tampak sejak semula si iblis atau setan tidak mau sujud karena sombong merasa diri lebih, tetapi menanam dendam dalam batin untuk mencelakakan manusia. Rupanya sudah ditakdirkan Allah-lah bahwa permusuhan ini akan terus-menerus dibawa ke muka bumi.
“Dan untuk kamu di bumi adalah tempat berdiam, dan perbekalan, sampai satu waktu."
Disuruhnya mereka, semuanya, ketiganya, meninggalkan tempat itu, pindah ke bumi. Di sanalah ditentukan tempat kediaman mereka; tetapi hanya buat sementara, tidak akan kekal di sana. Di bumi itulah mereka menyediakan bekal yang akan mereka bawa kembali menghadap Tuhan apabila waktu yang tertentu bagi hidup itu sudah habis.
Niscaya menyesallah Adam atas kesalahan yang telah diperbuatnya, telah dilanggarnya larangan, karena tidak tahan dia oleh rayuan setan Iblis. Lalu memohon ampunlah dia kepada Allah,
Ayat 37
“Maka menerimalah Adam daripada Tuhannya beberapa kalimat, maka diampuninyalah akan dia; sesungguhnya Dia adalah pemberi ampun, lagi Maha Penyayang."
Menyesallah Adam akan nasibnya. Dia yang bertanggung jawab sehingga istrinya pun telah turut tergelincir karena rayuan setan itu. Dia memohonkan kepada Tuhan agar mereka diampuni, diberi maaf, diberi tobat atas kesalahan itu. Kesalahan yang timbul karena belum ada pengalaman atau karena kurang awas atas perdayaan musuh yang selalu mengintai kelemahan dan kelalaian. Tetapi Adam pun tidak tahu dengan cara apa menyusun kata yang berkenan kepada Tuhan, yang pantas buat diucapkannya, agar permohonannya diterima.
Setelah Adam dan istrinya diberi ampun, barulah mereka disuruh berangkat,
Ayat 38
“Kami firmankan, turunlah kamu sekalian dari taman ini.'"
Berangkatlah dan tinggalkanlah tempat ini. Pergilah ke bumi yang telah Aku sediakan buat kamu itu. Setelah kamu sampai di sana kelak, tidaklah akan Aku biarkan saja kamu, melainkan akan Aku kirimkan kepada kamu petunjuk-Ku kelak.
“Maka barangsiapa yang menurut petunjuk-Ku, tidaklah akan ada ketakutan atas Mereka dan tidaklah mereka akan berduka cita."
Sungguh terharu kita membaca ayat ini, apatah lagi kalau dalam asli bahasa Al-Qur'an.
Benar, Adam telah salah melanggar larangan karena rayuan, bujuk, dan cumbu iblis. Dan, dia menyesal lalu memohonkan ampun. Oleh Allah Yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang telah diberi ampun. Maksud pertama dari Adam bukanlah berbuat salah; dasar isi jiwa manusia adalah baik, bukan jahat. Dia disuruh pindah ke bumi karena akan diberi tugas yaitu apa pun kesenangan di tempat itu, di taman atau di surga, tetapi tidak layak lagi baginya. Dan disuruh pindah ke bumi karena akan diberi tugas, yaitu menurunkan umat manusia. Mengumpulkan bekal di bumi, yang akan dibawa kembali menghadap Allah.
Memang Adam telah berdosa, tetapi dosanya telah diampuni. Sekarang, dia harus berani menempuh hidup di bumi itu. Jangan ke sana dengan hati iba dan duka cita. Hidup di bumi berketurunan beranak-cucu. Tuhan berjanji akan selalu mengiriminya tuntunan, petunjuk, dan bimbingan. Lantaran itu, betapapun hebat permusuhannya dengan setan Iblis, dengan adanya tuntunan Tuhan itu, asal dipegangnya teguh, dipegang teguh pula oleh anak-cucu di belakang hari, mereka akan selamat dari rayuan setan Iblis. Mereka tidak akan diserang oleh rasa takut dan tidak pula akan ditimpa penyakit duka cita.
Apabila saudara-saudara kaum Muslimin telah merenungkan ayat-ayat ini dapAllah saudara-saudara melihat perbedaan dan persimpangan jalan di antara kepercayaan kita kaum Muslimin dan pemeluk agama Nasrani. Keduanya sama mengaku bahwa Adam telah berdosa melanggar larangan. Tetapi kita kaum Muslimin percaya bahwa dosa itu telah diampuni. Dia tidak usah takut dan duka cita lagi. Adam bukanlah diusir dari surga, tetapi diberi tugas menegakkan kebenaran dalam bumi dan diberi tuntunan. Orang Nasrani mengatakan bahwa dosa Adam itu telah menjadi dosa waris turun-temurun kepada segala anak-cucunya, dan naiknya Isa al-Masih ke atas kayu saliblah yang menebus dosa warisan Adam itu. Kita mengakui bahwa kejadian dari manusia, gabungan akal dan nafsu, pertentangan cita-cita mulia dengan kehendak-kehendak kebinatangan berperang dalam diri kita. Kalau kita berbuat dosa, bukanlah itu karena dosa yang kita warisi dari Adam. Dan kita sendiri-sendiri bisa meminta ampun dengan sungguh-sungguh kepada Tuhan niscaya akan diampuni karena Tuhan itu pengasih dan penyayang. Tidak masuk dalam akal murni kita bahwa Allah menurunkan dosa waris Adam kepada anak-cucunya dan mengutus Isa al-Masih ke dunia untuk naik ke atas kayu palang, buat mati di sana bagi menebus dosa waris manusia tadi. Padahal dikatakan pula bahwa Isa al-Masih itu adalah Allah sendiri menjelma ke dalam tubuh gadis suci Maryam kemudian menjelma menjadi putra. Inilah yang dijadikan dasar keper-cayaan, yaitu Allah Ta'aala sendiri menjelma menjadi anak-Nya, yaitu Kristus.
Islam mengajarkan bahwa dosa bukanlah timbul karena warisan, melainkan karena gejala-gejala pertentangan yang ada dalam batin manusia itu sendiri. Adam sendiri telanjur memakan buah yang terlarang, karena pertentangan hebat yang ada dalam jiwa, sehingga ciri mulia kalah oleh hawa nafsu keinginan. Akan tetapi, sebagaimana terdapat pada tiap-tiap manusia kemudiannya, bila telah lepas dari berbuat dosa itu, sesal pun timbul. Adam memohon ampun kepada Tuhan dengan sungguh-sungguh lalu dia diampuni. Lalu dianjurkan tiap-tiap manusia mengikuti imannya kepada Allah dengan amal yang saleh. Sehingga kalahlah timbangan yang jahat oleh timbangan yang baik. Dengan tidak perlu membuat gelisah jiwa sendiri, dengan merasa berdosa terus-menerus, karena dosa itu diwarisi.
Tanda kasih Tuhan akan hamba-Nya bukanlah dengan cara dia sendiri menjelma ke dalam tubuh perawan suci lalu lahir ke dunia menjadi anak, melainkan Tuhan dari masa ke masa mengutus rasul-rasul-Nya, yaitu di antara manusia-manusia sendiri yang Dia pilih untuk menyampaikan wahyu-Nya kepada seluruh manusia. Barangsiapa yang menurut tuntunan wahyu itu selamAllah dia dalam perjalanan hidupnya dan barangsiapa yang tidak memedulikannya celakalah dia. Di antara rasul yang diutus itu termasuklah Isa al-Masih sendiri.
Ada juga perbincangan di antara ulama-ulama tafsir tentang jannah tempat kediaman Adam dan Hawa itu. Sebagaimana dimaklumi, arti yang asal dari jannah ialah taman atau kebun, yang di sana terdapat kembang-kembang, bunga-bunga, air mengalir, dan penuh keindahan. Dan diberi arti dalam bahasa kita Indonesia dengan suarga atau surga. Yang menjadi perbincangan, apakah ini sudah jannah yang selalu dijanjikan akan menjadi tempat istirahatnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh di Hari Akhirat? Apakah ini sudah Darul Qarar (negeri tempat menetap) dan Darul Jaza' (negeri tempat menerima balas jasa). Ataukah jannah yang dimaksud di sini baru menurut artinya yang ash saja, yaitu suatu taman yang indah di dalam dunia ini?
Kata setengah ahli tafsir, memang ini sudah surga yang dijanjikan itu terletak di luar dunia ini, di suatu tempat yang tinggi. Oleh sebab itu, setelah Adam, Hawa, dan Iblis disuruh keluar dari dalamnya, disebut ihbithu, yang berarti turunlah! Atau ke bawahlah!
Akan tetapi, setengah penafsir lagi mengatakan bahwa tempat itu bukanlah surga yang dijanjikan di akhirat esok. Salah seorang yang berpendapat demikian ialah Abui Manshur al-Maturidi, pelopor ilmu kalam yang terkenal. Beliau berkata di dalam tafsirnya at-Ta'wilaat, “Kami mempunyai kepercayaan bahwasanya jannah yang dimaksud di sini ialah suatu taman di antara berbagai taman yang ada di dunia ini, yang di sana Adam dan istrinya mengecap nikmat Ilahi. Namun, tidaklah ada perlunya atas kita menyelidiki dan mencari kejelasan di mana letaknya taman itu. Inilah Madzhab Salaf. Dan tidaklah ada dalil yang kuat bagi orang-orang yang menentukan di mana tempatnya itu, baik dari Ahlus Sunnah maupun dari yang lain-lain."
Ini pun dapat kita pahamkan, sebagaimana dikemukakan oleh setengah ahli tafsir. Kata mereka bagi menguatkan bahwa itu belum surga yang dijanjikan di hari depan ialah karena di surga yang disebutkan ini masih ada lagi makanan yang dilarang memakannya, sebagaimana dapat kita lihat pada ayat-ayat yang menyatakan sifat-sifat dan keadaan surga; bahkan khamr yang istimewa dari pabrik surge pun boleh diminum di sana. Yang kedua, kalau itu sudah surga yang dijanjikan, tidaklah mungkin ruh jahat sebagaimana iblis itu dapat masuk ke dalamnya.
Maka, mengaji di mana letak jannah itu, jannah duniakah atau jannah yang telah dijanjikan, demikianlah halnya, menunjukkan betapa bebasnya ulama-ulama dahulu berpikir. Dan kita tidak mendapat alasan kuat pula buat mengatakan bahwa yang satu lebih kuat dari yang lain.
Sebagai kunci dari sabda-sabda mengenai Adam dan istrinya ini, berfirmanlah Tuhan selanjutnya,
Ayat 39
“Dan orang-orang yang kafir, dan mendustakan ayat-ayat Kami."
Yaitu, yang tidak mau memedulikan pesan-pesan yang telah diberikan Allah kepada Adam dan istrinya seketika mereka dilepas dari Jannah itu ke dalam dunia ini sehingga orang-orang itu jatuh ke dalam perangkap setan Iblis yang menjadi musuhnya turun-temurun.
“Mereka itulah penghuni neraka, yang mereka di dalamnya akan kekal."
Dengan ayat ini sebagai pengunci kisah, terbentanglah di hadapan kita suatu petunjuk bahwa kita tidak akan berhenti berjihad, bersungguh-sungguh, bekerja keras, bersemangat di dalam dunia ini. Kita sebagai turunan Adam telah diangkat menjadi khalifah Allah, menyambung tugas nenek moyang kita. Dan kita menghadapi satu kenyataan, yaitu di dalam melaksanakan tugas itu kita selalu diganggu dan diperdayakan oleh setan Iblis.