Ayat
Terjemahan Per Kata
زُيِّنَ
dijadikan indah (pandangan)
لِلنَّاسِ
bagi manusia
حُبُّ
kecintaan
ٱلشَّهَوَٰتِ
segala yang diingini
مِنَ
dari
ٱلنِّسَآءِ
wanita-wanita
وَٱلۡبَنِينَ
dan anak-anak
وَٱلۡقَنَٰطِيرِ
dan harta
ٱلۡمُقَنطَرَةِ
yang banyak
مِنَ
dari
ٱلذَّهَبِ
emas
وَٱلۡفِضَّةِ
dan perak
وَٱلۡخَيۡلِ
dan kuda
ٱلۡمُسَوَّمَةِ
yang pilihan
وَٱلۡأَنۡعَٰمِ
dan binatang ternak
وَٱلۡحَرۡثِۗ
dan sawah ladang
ذَٰلِكَ
demikian itu
مَتَٰعُ
kesenangan
ٱلۡحَيَوٰةِ
kehidupan
ٱلدُّنۡيَاۖ
dunia
وَٱللَّهُ
dan Allah
عِندَهُۥ
di sisiNya
حُسۡنُ
yang terbaik
ٱلۡمَـَٔابِ
tempat kembali
زُيِّنَ
dijadikan indah (pandangan)
لِلنَّاسِ
bagi manusia
حُبُّ
kecintaan
ٱلشَّهَوَٰتِ
segala yang diingini
مِنَ
dari
ٱلنِّسَآءِ
wanita-wanita
وَٱلۡبَنِينَ
dan anak-anak
وَٱلۡقَنَٰطِيرِ
dan harta
ٱلۡمُقَنطَرَةِ
yang banyak
مِنَ
dari
ٱلذَّهَبِ
emas
وَٱلۡفِضَّةِ
dan perak
وَٱلۡخَيۡلِ
dan kuda
ٱلۡمُسَوَّمَةِ
yang pilihan
وَٱلۡأَنۡعَٰمِ
dan binatang ternak
وَٱلۡحَرۡثِۗ
dan sawah ladang
ذَٰلِكَ
demikian itu
مَتَٰعُ
kesenangan
ٱلۡحَيَوٰةِ
kehidupan
ٱلدُّنۡيَاۖ
dunia
وَٱللَّهُ
dan Allah
عِندَهُۥ
di sisiNya
حُسۡنُ
yang terbaik
ٱلۡمَـَٔابِ
tempat kembali
Terjemahan
Dijadikan indah bagi manusia kecintaan pada aneka kesenangan yang berupa perempuan, anak-anak, harta benda yang bertimbun tak terhingga berupa emas, perak, kuda pilihan, binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik.
Tafsir
(Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan kepada syahwat) yakni segala yang disenangi serta diingini nafsu sebagai cobaan dari Allah atau tipu daya dari setan (yaitu wanita-wanita, anak-anak dan harta yang banyak) yang berlimpah dan telah berkumpul (berupa emas, perak, kuda-kuda yang tampan) atau baik (binatang ternak) yakni sapi dan kambing (dan sawah ladang) atau tanam-tanaman. (Demikian itu) yakni yang telah disebutkan tadi (merupakan kesenangan hidup dunia) di dunia manusia hidup bersenang-senang dengan hartanya, tetapi kemudian lenyap atau pergi (dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik) yakni surga, sehingga itulah yang seharusnya menjadi idaman dan bukan lainnya.
Tafsir Surat Ali-'Imran: 14-15
Dijadikan indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa-apa yang diinginkan, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta benda yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).
Katakanlah, "Maukah kalian aku beri tahu tentang apa yang lebih baik dari itu?" Untuk orang-orang yang bertakwa, di sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya. Dan (ada pula) pasangan-pasangan yang suci serta rida Allah. Dan Allah Maha Melihat hamba-hamba-Nya.
Ayat 14
Allah ﷻ memberitakan tentang semua yang dijadikan perhiasan bagi manusia dalam kehidupan di dunia ini, berupa berbagai kesenangan yang antara lain ialah wanita dan anak-anak. Dalam ayat ini dimulai dengan sebutan wanita, karena fitnah (ujian) yang ditimbulkan oleh mereka sangat kuat. Seperti yang disebutkan di dalam sebuah hadits shahih, bahwa Nabi ﷺ pernah bersabda: “Tiada satu fitnah pun sesudahku yang lebih berbahaya bagi kaum laki-laki selain dari wanita.”
Lain halnya jika orang yang bersangkutan bertujuan dengan wanita untuk memelihara kehormatannya dan memperbanyak keturunan, maka hal ini merupakan suatu hal yang dianjurkan dan disunatkan, seperti yang disebutkan oleh banyak hadits yang menganjurkan untuk nikah dan memperbanyak nikah. Sebaik-baik orang dari kalangan umat ini ialah yang paling banyak mempunyai istri (dalam batas yang diperbolehkan).
Sabda Nabi ﷺ yang mengatakan: “Dunia adalah kesenangan, dan sebaik-baik kesenangan adalah istri yang saleh; jika suami memandangnya, maka ia membuat gembira suaminya; jika suami menyuruhnya, maka ia menaati suaminya; dan jika suaminya pergi, tidak ada di tempat, maka ia memelihara kehormatan dirinya dan harta benda suaminya.”
Sabda Nabi ﷺ dalam hadits yang lain, yaitu: “Aku dibuat senang kepada wanita dan wewangian, dan kesejukan hatiku dijadikan di dalam salatku.” Siti Aisyah menceritakan bahwa tiada sesuatu pun yang lebih disukai oleh Rasulullah ﷺ selain wanita kecuali kuda. Menurut riwayat yang lain disebutkan 'selain kuda kecuali wanita'.
Senang kepada anak adakalanya karena dorongan membanggakan diri dan sebagai perhiasan yang juga termasuk ke dalam pengertian membanggakan diri. Adakalanya karena dorongan ingin memperbanyak keturunan dan memperbanyak umat Muhammad ﷺ yang menyembah hanya kepada Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Maka hal ini baik lagi terpuji, seperti yang disebutkan di dalam sebuah hadits, yaitu: “Nikahilah oleh kalian wanita-wanita yang keibuan lagi subur peranakannya, karena sesungguhnya aku berharap memiliki umat yang banyak karena kalian kelak di hari kiamat.”
Cinta kepada harta adakalanya karena terdorong oleh faktor menyombongkan diri dan berbangga-banggaan, takabur terhadap orang-orang lemah, dan sombong terhadap orang-orang miskin. Hal ini sangat dicela. Tetapi adakalanya karena terdorong oleh faktor membelanjakannya di jalan-jalan yang mendekatkan diri kepada Allah ﷻ dan silaturahmi, serta amal-amal kebajikan dan ketaatan; hal ini sangat terpuji menurut syariat.
Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang kadar qintar yang disebut oleh ayat ini, yang kesimpulannya menyatakan bahwa yang dimaksud dengan qintar adalah harta yang banyak dan berlimpah, seperti yang dikatakan oleh Adh-Dhahhak dan lain-lain.
Menurut pendapat lain sejumlah seribu dinar, pendapat lain mengatakan seribu dua ratus dinar, pendapat lain mengatakan sejumlah dua belas ribu dinar, pendapat lain mengatakan empat puluh ribu dinar, pendapat yang lain lagi mengatakan enam puluh ribu dinar, dan ada yang mengatakan tujuh puluh ribu dinar, ada pula yang mengatakan delapan puluh ribu dinar, dan lain sebagainya.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu ‘Ashim, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Satu qintar adalah dua belas ribu uqiyah, tiap-tiap uqiyah lebih baik daripada apa yang ada di antara langit dan bumi.”
Ibnu Majah meriwayatkan pula hadits ini dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Abdus Samad ibnu Abdul Waris, dari Hammad ibnu Salamah dengan lafal yang sama. Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Bandar, dari Ibnu Mahdi, dari Hammad ibnu Salamah, dari ‘Ashim ibnu Bahdalah, dari Zakwan Abu Saleh, dari Abu Hurairah secara mauquf (hanya sampai pada Abu Hurairah). Seperti yang terdapat pada riwayat Waki' di dalam kitab tafsirnya, disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari ‘Ashim ibnu Bahdalah, dari Zakwan Abu Saleh, dari Abu Hurairah yang mengatakan: “Satu qintar adalah dua belas ribu uqiyah, satu uqiyah lebih baik daripada semua yang ada di antara langit dan bumi.” Sanad riwayat ini lebih shahih.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Mu'az ibnu Jabal dan Ibnu Umar. Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui Abu Hurairah dan Abu Darda, bahwa mereka (para sahabat) mengatakan, "Satu qintar adalah seribu dua ratus uqiyah." Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Zakaria ibnu Yahya Ad-Darir (tuna netra), telah menceritakan kepada kami Syababah, telah menceritakan kepada kami Mukhallad ibnu Abdul Wahid, dari Ali ibnu Zaid, dari ‘Atha’ dari Ibnu Abu Maimunah, dari Zurr ibnu Hubaisy, dari Ubay ibnu Ka'b yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Satu qintar adalah seribu dua ratus uqiyah.”
Hadits ini berpredikat munkar, namun yang lebih dekat kepada kebenaran ialah yang mengatakan bahwa hadits ini berpredikat mauquf hanya sampai pada Ubay ibnu Ka'b (tidak sampai kepada Nabi ﷺ), sama halnya dengan yang lainnya dari kalangan sahabat.
Ibnu Mardawaih meriwayatkan melalui jalur Musa ibnu Ubaidah Ar-Rabzi, dari Muhammad ibnu Ibrahim, dari Musa, dari Ummu Darda, dari Abu Darda yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Barang siapa yang membaca seratus ayat, maka ia tidak dicatat sebagai orang-orang yang lalai; dan barang siapa yang membaca seratus ayat hingga seribu ayat, maka ia akan memiliki satu qintar pahala di sisi Allah. Satu qintar pahala sama banyaknya dengan sebuah bukit yang besar.” Waki' meriwayatkan hal yang semakna dari Musa ibnu Ubaidah.
Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Abbas Muhammad ibnu Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Isa ibnu Zaid Al-Lakhami, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Amr ibnu Abu Salamah, telah menceritakan kepada kami Zuhair ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Humaid At-Tawil dan seorang lelaki lainnya, dari Anas ibnu Malik yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah ditanya mengenai makna firman-Nya: “Harta (qintar) yang berlimpah.” (Ali Imran: 14) Maka Nabi ﷺ bersabda: “Satu qintar adalah dua ribu uqiyah.” Hadits ini shahih dengan syarat Syaikhain, tetapi keduanya tidak mengetengahkannya. Demikianlah menurut yang diriwayatkan oleh Imam Hakim.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya dengan lafal yang lain. Ia mengatakan: Telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdur Rahman Ar-Riqqi, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Abu Salamah, telah menceritakan kepada kami Zuhair (yakni Ibnu Muhammad), telah menceritakan kepada kami Humaid At-Tawil dan seorang lelaki yang disebutnya bernama Yazid Ar-Raqqasyi, dari Anas, dari Rasulullah ﷺ dalam sabdanya yang mengatakan: “Satu qintar adalah seribu dinar.”
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Ath-Thabarani, dari Abdullah ibnu Muhammad ibnu Abu Maryam, dari Amr ibnu Abu Salamah, lalu ia menceritakan riwayat ini dengan sanad yang mirip.
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Al-Hasan Al-Basri, dari Anas ibnu Malik secara mursal atau mauquf hanya sampai kepadanya yang isinya menyatakan bahwa satu qintar adalah seribu dua ratus dinar. Ini merupakan suatu riwayat yang dikemukakan oleh Al-Aufi dari Ibnu Abbas.
Adh-Dhahhak mengatakan bahwa sebagian orang Arab ada yang mengatakan satu qintar adalah seribu dua ratus dinar. Ada pula yang mengatakan dua belas ribu dinar.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Arim, dari Hammad, dari Sa'id Al-Harasi, dari Abu Nadrah, dari Abu Sa'id Al-Khudri yang mengatakan bahwa satu qintar adalah sebanyak kulit banteng penuh berisikan emas. Abu Muhammad mengatakan bahwa ini diriwayatkan oleh Muhammad ibnu Musa Al-Harasi, dari Hammad ibnu Zaid secara marfu', tetapi yang mauquf lebih shahih.
Suka kuda ada tiga macam, adakalanya para pemiliknya memeliharanya untuk persiapan berjihad di jalan Allah; di saat mereka perlukan, maka mereka tinggal memakainya; mereka mendapat pahala dari usahanya itu. Adakalanya orang yang bersangkutan memelihara kuda untuk membanggakan diri dan melawan kaum muslim, maka pelakunya mendapat dosa dari perbuatannya. Adakalanya pula kuda dipelihara untuk diternakkan tanpa melupakan hak Allah yang ada padanya, maka bagi pemiliknya beroleh ampunan dari Allah ﷻ. Seperti yang akan dijelaskan nanti dalam tafsir firman-Nya: “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kalian sanggupi dari kuda-kuda yang ditambatkan untuk berperang.” (Al-Anfal: 60), hingga akhir ayat.
Yang dimaksud dengan al-musawwamah menurut Ibnu Abbas ialah kuda-kuda pilihan yang dipelihara dengan baik. Hal yang sama dikatakan pula menurut riwayat yang bersumber dari Mujahid, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Abdur Rahman ibnu Abdullah ibnu Abza, As-Suddi, Ar-Rabi' ibnu Anas, Abu Sinan dan lain-lain.
Menurut Makhul, al-musawwamah ialah kuda yang memiliki belang putih. Menurut pendapat yang lain adalah selain itu.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id, dari Abdul Hamid ibnu Ja'far, dari Yazid ibnu Abu Habib, dari Suwaid ibnu Qais, dari Mu'awiyah ibnu Khadij, dari Abu Dzar yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Tiada seekor kuda Arab pun melainkan diperintahkan kepadanya melakukan dua buah doa pada tiap fajar, yaitu: ‘Ya Allah, sesungguhnya Engkau telah menundukkan aku kepada seseorang dari Bani Adam hingga aku tunduk kepadanya, maka jadikanlah aku termasuk harta dan keluarga yang paling dicintainya, atau keluarga dan harta benda yang paling dicintainya’.”
Firman Allah ﷻ: “Dan binatang ternak.” (Ali Imran: 14)
Yang dimaksud ialah unta, sapi, dan kambing.
“Dan sawah ladang.” (Ali Imran: 14)
Yakni lahan yang dijadikan untuk ditanami (seperti ladang, sawah, serta perkebunan).
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Rauh ibnu Ubadah, telah menceritakan kepada kami Abu Na'amah Al-Adawi, dari Muslim ibnu Badil, dari Iyas ibnu Zuhair, dari Suwaid ibnu Hubairah, dari Nabi ﷺ yang bersabda: “Sebaik-baik harta seseorang ialah ternak kuda yang berkembang biak dengan pesat, atau kebun kurma yang subur.” Al-maburah, yang banyak keturunannya. As-sikkah, pohon kurma yang berbaris (banyak). Maburan artinya yang subur.
Firman Allah ﷻ: “Itulah kesenangan hidup di dunia.” (Ali Imran: 14)
Artinya, itulah yang meramaikan kehidupan di dunia dan sebagai perhiasannya yang kelak akan fana (lenyap).
“Dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.” (Ali Imran: 14)
Yakni tempat kembali yang baik dan berpahala, yaitu surga.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari ‘Atha’, dari Abu Bakar ibnu Hafs ibnu Umar ibnu Sa'd yang menceritakan bahwa ketika diturunkan ayat berikut, yaitu firman-Nya: “Dijadikan indah dalam pandangan manusia cinta kepada apa-apa yang diinginkan.” (Ali Imran: 14) maka Umar ibnul Khattab berkata, "Sekaranglah, ya Tuhanku, karena Engkau telah menjadikannya sebagai perhiasan bagi kami."
Ayat 15
Maka turunlah firman-Nya: “Katakanlah, ‘Maukah kalian aku beritahu tentang apa yang lebih baik dari itu?’ Untuk orang-orang yang bertakwa.” (Ali Imran: 15), hingga akhir ayat.
Karena itulah Allah ﷻ berfirman: “Katakanlah,‘Maukah kalian aku beritahu tentang apa yang lebih baik dari itu?’” (Ali Imran: 15)
Yakni katakanlah, wahai Muhammad, kepada orang-orang, "Aku akan memberitahukan kepada kalian hal yang lebih baik dari apa yang dihiaskan kepada manusia dalam kehidupan di dunia ini berupa kesenangan dan kegemerlapannya yang semuanya itu pasti akan lenyap."
Sesudah itu Allah ﷻ mengabarkan melalui firman-Nya:
“Untuk orang-orang yang bertakwa, pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.” (Ali Imran: 15)
Yaitu yang menembus di antara sisi-sisinya dan bagian-bagiannya sungai-sungai dari berbagai macam rasa, ada sungai madu, sungai khamr, sungai susu, dan lain sebagainya yang belum pernah dilihat oleh mata manusia, belum pernah didengar oleh telinganya, dan belum pernah terbetik di dalam hatinya.
“Mereka kekal di dalamnya.” (Ali Imran: 15)
Yakni tinggal di dalamnya untuk selama-lamanya, dan mereka tidak mau pindah darinya.
“Dan pasangan-pasangan yang suci.” (Ali Imran: 15)
Maksudnya, disucikan dari kotoran, najis, penyakit, haid, nifas, dan lain sebagainya yang biasa dialami oleh kaum wanita di dunia.
“Serta rida Allah.” (Ali Imran: 15)
Yakni mereka dinaungi oleh rida Allah, maka Allah tidak akan murka lagi terhadap mereka sesudahnya untuk selama-lamanya. Karena itulah Allah ﷻ berfirman di dalam surat At-Taubah: “Dan rida Allah adalah lebih besar.” (At-Taubah: 72) Artinya, lebih besar daripada semua nikmat kekal yang diberikan kepada mereka di dalam surga.
Kemudian Allah ﷻ berfirman:
“Dan Allah Maha Melihat hamba-hamba-Nya.” (Ali Imran: 15)
Yakni Dia pasti memberikan anugerah sesuai dengan apa yang berhak diterima oleh masing-masing hamba.
Ada beberapa hal yang dapat menghalangi seseorang mengambil pelajaran dari peristiwa di atas, yaitu dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan dan sulit untuk dibendung, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan yang bagus dan terlatih, hewan ternak, dan sawah ladang, atau simbol-simbol kemewahan duniawi lainnya. Itulah kesenangan hidup di dunia yang bersifat sementara dan akan hilang cepat atau lambat, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik, yaitu surga dengan segala keindahan dan kenikmatannya. Hal-hal yang disebut di atas adalah baik dan sesuai dengan naluri manusia, tetapi ada yang lebih baik dari itu semua. Maka katakanlah, wahai Nabi Muhammad, kepada orang-orang yang terlalu mencintai dunia dan kepada siapa pun juga, Maukah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu' Bagi orang-orang yang bertakwa tersedia di sisi Tuhan yang mendidik dan memelihara mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, sehingga mereka tidak perlu lagi bersusah payah mengairi-nya. Selain tempat tinggal yang nyaman itu, mereka hidup kekal di dalamnya, dan mereka juga dianugerahi pasangan-pasangan yang suci dari segala macam kekotoran jasmani dan rohani seperti haid, nifas, dan perangai buruk, serta kenikmatan rohani yang tidak ada taranya, yaitu rida Allah yang amat besar. Dan anu-gerah tersebut wajar karena Allah Maha Melihat hamba-hamba-Nya, mengetahui segala keadaan mereka dan memberikan balasan yang terbaik.
Sesudah dijelaskan pada ayat sebelum ini tentang kekeliruan pandangan orang kafir terhadap harta dan anak-anak serta penyimpangan mereka dari kebenaran, maka dalam ayat ini diterangkan segi kesesatan mereka yang disebabkan oleh harta dan anak yang dijadikan tumpuan harapan mereka.
Adalah keliru kalau manusia menjadikan harta dan anak sebagai tujuan hidupnya. Perempuan, anak-anak, emas dan perak, kendaraan, binatang peliharaan, dan semua kekayaan adalah menyenangkan manusia dan sangat dicintainya. Sebenarnya bukan sesuatu yang terlarang mencintai benda-benda itu, karena manusia tidak dapat terhindar dari mencintainya. Namun sedikit sekali orang yang memahami keburukan atau bahayanya, sekalipun bukti-bukti cukup jelas dan banyak yang memperlihatkan keburukan dan bahayanya itu. Kadang-kadang manusia menyukai sesuatu, padahal dia mengetahui sesuatu itu buruk, dan tidak berguna. Siapa yang menyukai sesuatu tetapi dia menganggap hal itu tidak baik untuk dirinya, dia dapat melepaskan diri dari pengaruhnya. Sesungguhnya Allah menjadikan tabiat manusia cinta kepada harta benda dan kesenangan. Oleh sebab itu, Allah menjadikan harta benda dan kesenangan sebagai sarana menguji keimanan seseorang, apakah dia akan menggunakan semua harta dan kesenangan itu untuk kehidupan duniawi saja, ataukah dia akan menggunakan harta bendanya untuk mencapai keridaan Allah.
Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, untuk Kami uji mereka, siapakah di antaranya yang terbaik perbuatannya.(al-Kahf/18: 7)
Benda-benda kesenangan manusia secara terperinci adalah sebagai berikut:
Pertama: Perempuan (istri), istri adalah tumpuan cinta dan kasih sayang. Jiwa manusia selalu cenderung tertuju kepada istri, sebagaimana difirmankan Allah dalam Al-Qur'an:
Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. ?. (ar-Rum/30: 21)
Sebagian besar hasil usaha kaum lelaki yang diperoleh dengan susah payah diperuntukkan bagi anak dan istri. Para lelaki adalah pembimbing yang bertanggung jawab atas kaum perempuan, karena lelaki itu memiliki kekuatan dan kemampuan melindungi mereka. Tetapi mencintai perempuan secara berlebihan mempunyai efek yang kurang baik terhadap keluarga, masyarakat, dan bangsa, dan dapat pula mempengaruhi keseimbangan hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan.
Dalam ayat ini, mencintai istri disebutkan lebih dahulu daripada mencintai anak-anak, walaupun cinta kepada istri itu dapat luntur, sedang cinta pada anak tidak; karena cinta pada anak jarang sekali berlebih-lebihan seperti halnya mencintai perempuan.
Pada umumnya mencintai anak tidak menimbulkan problema. Dalam masyarakat banyak terjadi seorang laki-laki mengutamakan cinta kepada perempuan dengan mengabaikan cinta kepada anak. Seperti laki-laki yang kawin lebih dari satu, dia curahkan cintanya pada istri yang lain, diberinya nafkah yang banyak, sedang istrinya yang tua diabaikan. Dengan demikian anak-anaknya jadi terlantar, karena pendidikannya tidak lagi diperhatikan. Banyak pula anak-anak penguasa dan orang kaya yang rusak akhlaknya karena bapaknya mencintai perempuan lain.
Kedua: Anak, laki-laki atau perempuan. Cinta kepada anak adalah fitrah manusia. Sama halnya dengan cinta kepada istri karena tujuannya untuk melanjutkan keturunan.
Anak sebenarnya adalah hiasan rumah tangga, penerus keturunan dari generasi ke generasi. Tetapi dia dapat berubah menjadi cobaan:
Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), ? (at-Tagabun/64: 15)
Ketiga: Harta kekayaan yang melimpah ruah. Ar-Razi mengatakan dalam tafsirnya, "Emas dan perak amat disenangi, karena keduanya adalah alat penilai harga sesuatu. Orang yang memilikinya sama dengan orang yang memiliki segala sesuatu. Memiliki berarti menguasai. Berkuasa adalah salah satu kesempurnaan, dan kesempurnaan itu diinginkan oleh semua manusia. Karena emas dan perak adalah alat yang paling tepat untuk memperoleh kesempurnaan, maka ia diinginkan dan dicintai. Apabila sesuatu yang dicintai tidak dapat diperoleh kecuali dengan sesuatu yang lain, maka sesuatu yang lain itu pun dicintai pula. Maka karena itulah emas dan perak dicintai".
Harta yang melimpah ruah akan menggoda hati manusia serta menyibukkan mereka sepanjang hari untuk mengurusnya. Hal ini sudah barang tentu akan dapat melupakan orang kepada Tuhan dan kehidupan di akhirat.
Orang-orang Badui yang tertinggal (tidak turut ke Hudaibiah) akan berkata kepadamu, "Kami telah disibukkan oleh harta dan keluarga kami, maka mohonkanlah ampunan untuk kami? (al-Fath/48: 11)
Cinta kepada harta telah menjadi tabiat buruk manusia, karena harta adalah alat untuk memenuhi keinginan. Keinginan manusia tidak ada batasnya. Maka mereka mengejar harta tidak henti-hentinya. Rasulullah ﷺ bersabda:
Sekiranya manusia itu mempunyai satu lembah harta, niscaya ia ingin yang kedua (satu lembah lagi). Kalau ia mempunyai dua lembah, niscaya ia ingin yang ketiga. Tidak ada yang dapat memenuhi perut Bani Adam kecuali tanah. Dan Allah mengampuni orang-orang yang bertobat kepada-Nya. (Riwayat al-Bukhari dari Ibnu 'Abbas).
Keempat: Kuda yang dipelihara di padang rumput, terutama kuda yang berwarna putih di bagian dahi dan kakinya, sehingga tampak sebagai tanda. Bagi masyarakat Arab, kuda yang demikian ini adalah kuda yang paling baik dan paling indah. Mereka berlomba-lomba untuk dapat memilikinya. Mereka merasa bangga dengan kuda semacam itu dan kadang-kadang bersaing membelinya dengan harga yang amat tinggi.
Kelima: Binatang ternak lainnya, seperti sapi, unta, kambing. Binatang-binatang ini termasuk harta kekayaan Arab Badui. Kebutuhan hidup mereka seperti pakaian, makanan alat-alat rumah tangga dan sebagainya, sebagian besar terpenuhi dari hasil beternak binatang-binatang itu. Allah berfirman menerangkan nikmat-Nya ini:
Dan hewan ternak telah diciptakan-Nya untuk kamu, padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai manfaat, dan sebagiannya kamu makan. Dan kamu memperoleh keindahan padanya, ketika kamu membawanya kembali ke kandang dan ketika kamu melepaskannya (ke tempat penggembalaan).Dan ia mengangkut beban-bebanmu ke suatu negeri yang kamu tidak sanggup mencapainya, kecuali dengan susah payah. Sungguh, Tuhanmu Maha Pengasih, Maha Penyayang. Dan (Dia telah menciptakan) kuda, bagal, dan keledai, untuk kamu tunggangi dan (menjadi) perhiasan. Allah menciptakan apa yang tidak kamu ketahui.(an-Nahl/16: 5-8).
Keenam: Sawah ladang adalah sumber kehidupan manusia dan hewan. Kebutuhan manusia kepada sawah ladang melebihi kebutuhan mereka kepada harta lainnya yang disenangi, karena sawah ladang adalah sumber pemenuhan kebutuhan seseorang.
Demikianlah keenam macam harta yang disenangi manusia di dunia ini, dan merupakan alat kelengkapan bagi hidup mereka, yang memenuhi segala kebutuhan dan keinginan mereka. Setan menggoda manusia sehingga ia memandang baik mencintai harta benda tersebut. Tetapi hendaknya manusia menyadari bahwa semua harta benda itu hanya untuk kehidupan duniawi yang tidak kekal. Tidak benar, apabila harta benda dijadikan manusia sebagai cita-cita dan tujuan akhir dari kehidupan di dunia yang fana ini, sehingga dia terhalang untuk mempersiapkan diri bagi kehidupan yang sebenarnya, yaitu kehidupan akhirat yang abadi. Bukankah di sisi Allah ada tempat kembali yang baik (surga)? Alangkah bahagianya manusia, sekiranya dia mempergunakan harta benda itu dalam batas-batas petunjuk Allah.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 14
“Diperhiaskan bagi manusia kesukaan kepada barang yang diingini."
Zuyyina, artinya diperhiaskan. Maksudnya, segala barang yang diingini itu ada baiknya dan ada buruknya, tetapi apabila keinginan telah timbul, yang kelihatan hanya eloknya saja dan lupa akan buruk atau susahnya. Hubb, artinya kesukaan atau cinta. Syahwat, yaitu keinginan-keinginan yang menimbulkan selera yang menarik nafsu buat mempunyainya. Maka, disebutlah di sini enam macam hal yang manusia sangat menyukainya karena ingin mempunyai dan menguasainya, sehingga yang tampak oleh manusia hanyalah keuntungannya saja, sehingga manusia tidak memedulikan kepayahan buat mencintainya.
“(Yaitu) dari hal perempuan dan anak laki-laki, dan berpikul-pikul emas dan perak, dan kuda kendaraan yang diasuh, dan binatang-binatang ternak, dan sawah ladang." Itulah enam macam yang sangat disukai, diinginkan, dan dengan berbagai macam usaha manusia ingin mempunyainya.
Pertama: Perempuan
Sudah ditakdirkan oleh Allah bahwa tiap-tiap orang laki-laki apabila bertambah kedewasaannya bertambah pulalah keinginannya hendak mempunyai teman hidup orang perempuan. Apabila syahwat kepada perempuan itu sedang tumbuh dan mekar maka seluruh tubuh orang perempuan itu laksana besi berani buat menumbuhkan syahwat si laki-laki hendak mempunyainya.
Kedua: Anak Laki-Laki
Di ayat ini disebut banin ditonjolkan kesukaan karena ingin mempunyai anak, terutama anak laki-laki, termasuk hal yang dihiaskan pula bagi manusia. Dia menjadi yang kedua sesudah kesukaan syahwat perempuan, Anak adalah hasil utama dan pertama dari hubungan dengan perempuan tadi. Kalau syahwat kepada perempuan pada kulitnya karena syahwat faraj atau setubuh, pada batinnya ialah karena kerinduan mendapat keturunan. Sekali lagi kita katakan, “Allah Adil!" Pada yang pertama disebutkan bahwa laki-laki menginginkan perempuan, tetapi pada yang kedua diterangkan bahwa laki-laki menginginkan anak laki-laki. Jika di sini tidak disebut menginginkan anak perempuan, karena yang akan menginginkannya bukan lagi ayahnya, melainkan ibunya.
Ketiga: Dan Berpikul-Pikul Emas dan Perak
Yaitu, kekayaan. Manusia semuanya mempunyai keinginan memiliki kekayaan emas dan perak. Di dalam ayat disebut emas dan perak karena memang ukuran (standar) kekayaan yang sebenarnya ialah emas-perak. Walaupun satu waktu kita hidup dengan uang kertas, tetapi uang kertas itu mesti mempunyai sandaran (dekking) emas di dalam bank. Tidak akan tercapai banyak maksud kalau tidak ada uang. Kita mempunyai keinginan banyak hendaknya uang itu, malahan di dalam ayat disebut berpikul-pikul karena sangat banyaknya. Keinginan mempunyai kekayaan itu tidaklah ada batasnya. Dari kecil sampai besar, dari muda sampai tua, dari hidup sampai mati, tidak ada manusia menginginkan kekayaan dengan terbatas. Manusia ingin harta satu juta. Tapi setelah satu juta, kalau bertambah lagi menjadi 100 juta, manusia masih ingin 1.000 juta.
Keempat: Dan Kuda Kendaraan yang Diasuh
Di zaman dahulu, di kala ayat ini diturunkan, yang diasuh dan diberi pelana serta sanggurdi, ialah kuda. Disikati bulunya dan diistimewakan makannya, sehingga sampai kepada zaman kita sekarang ini amat masyhurlah kuda tunggang Arab di seluruh dunia. Mempunyai kuda tangkas itu pun menjadi satu keinginan, dihiaskan Tuhan kesukaan mempunyainya. Dia alat penghubung dari satu tempat ke tempat lain. Dia kendaraan istimewa di dalam perang dan di dalam damai. Di zaman kita sekarang, mundurlah kuda kendaraan yang dipingit dan naiklah kepen-tingan kendaraan bermotor. Dia menjadi alat perlengkapan hidup di zaman modern sehingga mobil tidak lagi barang mewah, tetapi barang penting, Jalan-jalan raya di seluruh dunia telah diubah pembuatannya dari seratus tahun yang lalu, di zaman memakai gerobak dan pedati. Maka, dihiaskanlah dalam hail manusia keinginan memakai kendaraan.
Kelima: Dan Binatang-Binatang Ternak
Kalau kendaraan bermotor alat penting dalam kehidupan kota maka binatang ternak amat penting pada kehidupan di padang-padang yang luas, sebab pengikut Nabi Muhammad ﷺ bukan orang kota saja. Pada kehidupan suku-suku Badwi, hitungan kekayaan ialah pada binatang ternak. Berapa puluh ekor unta, kerbau, dan lembunya, berapa ratus ekor kambing dan domba serta biri-birinya. Di negeri kita sendiri kekayaan kaum Muslimin di Pulau Sumbawa dan Pulau Lombok ditentukan oleh beberapa puluh atau beberapa ekor memelihara lembu dan berapa pengirimnya ke Jawa atau ke Singapura dalam setahun.
Keenam: Dan Sawah Ladang
Kekayaan dari perkebunan dan pertanian Teringatlah kita akan luas-luasnya sawah di Sindenreng dan Wajo di Sulawesi. Teringat kita perkebunan karet di Kalimantan. Akan tetapi, sebelum mengukurnya kepada negeri kita, teringatlah kita betapa luas-luasnya kebun di sekeliling Kota Madinah di zaman dahulu. Teringat kita bagaimana setelah kaum Muslimin menyeberang ke Andalusia (Spanyol) mereka memperbaiki pengairan (irigasi) yang sampai sekarang sudah lima ratus tahun mereka meninggalkan negeri itu, bekas tangan mereka masih ada. Terkenang kita bagaimana jasa kaum Muslimin memajukan pertanian di India ketika mereka berkuasa (Kerajaan Mongol).
Kadang-kadang mereka tidak mengiri-menganan lagi, menumpahkan seluruh tujuan hidup untuk itu, untuk keenamnya atau untuk salah satu dari keenamnya, atau sebagian dari keenamnya. Sehingga, kadang-kadang mereka asyik dengan itu, manusia pun lupa akan yang lebih penting. Oleh sebab itu,. Allah berfirman memberi peringatan dengan lanjutan ayat, “Yang demikian itulah perhiasan hidup di dunia" Tegasnya, bahwasanya semuanya itu hanyalah perhiasan hidup di dunia, niscaya usianya akan habis untuk itu, sedangkan perhiasan untuk di akhirat kelak dia tidak sedia. Padahal di belakang hidup yang sekarang ini ada lagi hidup yang akan dihadapi. Sesudah dunia adalah akhirat. Allah lebih tegaskan lagi,
“Namun, di sisi Allah ada (lagi) sebaik-baik tempat kembali."
Di ujung ayat diterangkan bahwa ada lagi yang lebih penting, entah berapa ribu kali lebih penting dari perhiasan dunia itu, ialah sebaik-baik tempat kembali yang disediakan oleh Allah. Sebab, selama-lama hidup di dunia kita pasti kembali juga kepada Allah. Allah menyediakan bagi kita sebaik-baik tempat kembali itu. Apakah sebaik-baik tempat kembali itu?
Ayat 15
Katakanlah, ‘Sukakah kamu Aku ceritakan kepada kamu apa yang lebih baik dari yang demikian?'"
Yang lebih dari perempuan, anak-anak, emas-perak, kuda kendaraan, binatang ternak, dan sawah-ladang itu? “Ialah surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan istri-istri yang suci." Semuanya ini beribu kali lebih baik daripada yang dihiaskan kepada kamu dari yang enam perkara itu. Dibandingkan dengan yang akan kamu terima kelak itu, belum ada arti sepeser pun apa yang kamu jadikan perhiasan dunia itu.
Maka, sebagai kunci atau inti sari dari surga, atau martabat yang di atas sekali di dalam surga itu, diterangkan lagi oleh Allah,"Dan keridhaan dari Allah." Keridhaan dari Allah, inilah yang sebenar puncak nikmat surga.
"Dan Allah adalah melihat akan hamba-hamba-Nya."
Dengan adanya ujung ayat begini, teranglah bahwa tidak ditutup mati sama sekali segala keinginan perhiasan dunia itu. Boleh terus, tetapi ingatlah bahwa Allah telah melihat gerak-gerikmu. Bekerjalah, carilah, tetapi jangan kamu lupakan bahwa kamu tidak lepas dari penglihatan Allah. Orang-orang yang begini ialah orang-orang yang sadar akan hidupnya di dunia dan sadar pula akan hidupnya di akhirat kelak. Sebab itu, datanglah sambungan ayat,
Ayat 16
“(Yaitu) orang-orang yang berkata, ‘Ya, Tuhan kami! Sesungguhnya, kami telah beriman. Oleh karena itu, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan peliharakanlah kami dari siksaan neraka."
Dengan pengakuan telah beriman, cara hidupmu diubah. Tidak lagi semata-mata mengejar “perhiasan dunia", tetapi mengingat lagi akan perjuangan kelak di kemudian hari dengan Allah. Lantaran telah beriman, meng-akuilah bahwa di zaman yang sudah-sudah memang hidup itu hanya ingat dunia saja, sebab itu memohon ampun kepada Allah atas dosa-dosa yang telah lalu itu dan memohonkan lagi kepada Allah peliharakanlah kiranya dari siksaan neraka itu. Sebab, dengan adanya iman di dalam hati kami, kami telah mendapat suluh dan telah jelas oleh kami jalan yang akan ditempuh. Cuma kadang-kadang mendapat gangguanlah kami dari hawa nafsu kami dan perdayaan setan.
Ayat 17
“(Yaitu) orang-orang yang sabar dan orang-orang yang jujur dan orang-orang yang sungguh-sungguh taat dan orang-orang yang membelanjakan harta dan orang-orang yang memohon ampun di ujung malam."
Di ayat ini Tuhan menunjukkan lima syarat yang harus dipenuhi supaya iman itu menjadi sempurna.
Pertama: Sabar, karena gangguan di dalam menegakkan iman itu akan banyak dan permohonan itu kadang-kadang belum segera dikabulkan Allah, bahkan kadang-kadang kesetiaan iman itu mendapat ujian yang khas dari Allah sendiri. Kalau tidak sabar, perjuangan iman akan patah di tengah jalan.
Kedua: Jujur atau dalam bahasa Arabnya shadiq, artinya benar dan membenarkan. Benar ke luar dan ke dalam, tidak berubah yang di mulut dengan yang di hati, membenarkan segala apa pun yang dituntunkan Nabi ﷺ, yang diwahyukan Allah dengan kata dan perbuatan. Dan, mereka buktikan dengan perbuatan apa yang dibenarkan oleh hati.
Ketiga: Qanit, yaitu sungguh taat mengerjakan apa yang diperintahkan dan menghentikan yang dilarang. Meletakkan di muka serta mendahulukan kehendak Allah dan Rasul daripada kehendak sendiri.
Keempat: Membelanjakan harta, yaitu dermawan, sudi bersedekah, suka berzakat, tidak bakhil, memberikan bantuan kepada fakir dan miskin, dan amal-amal kebaikan yang lain.
Kelima: Memohon ampun di ujung malam, yaitu melatih diri sehingga menjadi kebiasaan bangun di ujung malam, yaitu di waktu sahur untuk shalat tahajjud, yang sudah nyata bahwa dalam shalat itu kita akan selalu memohonkan ampun kepada Allah di waktu berdiri, duduk, dan di antara duduk sujud. Dua pada waktu sahur atau ujung malam, atau parak-siang itu, sehabis shalat dapat pula makan sahur, bersedia untuk mengerjakan puasa tathawwu besoknya.