Ayat
Terjemahan Per Kata
وَٱضۡرِبۡ
dan buatlah
لَهُم
bagi mereka
مَّثَلٗا
perumpamaan
رَّجُلَيۡنِ
dua orang laki-laki
جَعَلۡنَا
Kami jadikan
لِأَحَدِهِمَا
bagi seorang diantara keduanya
جَنَّتَيۡنِ
dua kebun
مِنۡ
dari
أَعۡنَٰبٖ
anggur
وَحَفَفۡنَٰهُمَا
dan Kami keliling keduanya
بِنَخۡلٖ
dengan pohon kurma
وَجَعَلۡنَا
dan Kami jadikan
بَيۡنَهُمَا
diantara keduanya
زَرۡعٗا
tanaman/ladang
وَٱضۡرِبۡ
dan buatlah
لَهُم
bagi mereka
مَّثَلٗا
perumpamaan
رَّجُلَيۡنِ
dua orang laki-laki
جَعَلۡنَا
Kami jadikan
لِأَحَدِهِمَا
bagi seorang diantara keduanya
جَنَّتَيۡنِ
dua kebun
مِنۡ
dari
أَعۡنَٰبٖ
anggur
وَحَفَفۡنَٰهُمَا
dan Kami keliling keduanya
بِنَخۡلٖ
dengan pohon kurma
وَجَعَلۡنَا
dan Kami jadikan
بَيۡنَهُمَا
diantara keduanya
زَرۡعٗا
tanaman/ladang
Terjemahan
Berikanlah (Nabi Muhammad) kepada mereka sebuah perumpamaan, yaitu dua orang laki-laki. Kami berikan kepada salah satunya (yang kufur) dua kebun anggur. Kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon kurma dan Kami buatkan ladang di antara kedua (kebun) itu.
Tafsir
(Dan berikanlah) jadikanlah (buat mereka) buat orang-orang kafir beserta orang-orang Mukmin (sebuah perumpamaan dua orang laki-laki). Lafal Rajulaini menjadi Badal daripada lafal Matsalan, dan lafal Rajulaini dengan lafal-lafal yang sesudahnya berkedudukan sebagai penafsir daripada lafal Matsalan (Kami jadikan bagi seorang di antara keduanya) yakni bagi orang yang kafir (dua buah kebun) dua buah perkebunan (anggur dan Kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon kurma dan di antara kedua kebun itu Kami buatkan ladang) yang khusus menghasilkan makanan pokok.
Tafsir Surat Al-Kahfi: 32-36
Dan berilah mereka sebuah perumpamaan tentang dua orang laki-laki, Kami jadikan bagi seorang di antara keduanya (yang kafir) dua kebun anggur dan Kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon kurma dan di antara kedua kebun itu Kami buatkan ladang. Kedua kebun itu menghasilkan buahnya, dan kebun itu tiada kurang buahnya sedikitpun, dan Kami alirkan sungai di celah-celah kedua kebun itu, dan dia mempunyai kekayaan besar, maka ia berkata kepada kawannya (yang mukmin) ketika ia bercakap-cakap dengan dia, "Hartaku lebih banyak daripada hartamu, dan pengikut-pengikutku lebih kuat." Dan dia memasuki kebunnya sedangkan dia zalim terhadap dirinya sendiri; dia berkata, "Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya, dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang; dan jika sekiranya aku dikembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik daripada kebun-kebun ini."
Sesudah menyebutkan tentang orang-orang musyrik yang sombong, tidak mau berkedudukan sama dengan orang-orang yang lemah lagi miskin dari kalangan kaum muslimin karena merasa besar dengan harta dan kedudukan yang dimilikinya, maka Allah menyebutkan satu perumpamaan yang menggambarkan kedua golongan tersebut dengan dua orang laki-laki. Salah seorang di antaranya diberi oleh Allah dua kebun anggur yang dikelilingi dengan pohon-pohon kurma sebagai pagarnya, dan di antara kedua kebun itu terdapat ladang.
Pohon dan tanaman itu menghasilkan buah yang sangat baik, seperti yang disebutkan dalam firman-Nya: "Kedua kebun itu menghasilkan buahnya." (Al-Kahfi: 33) Artinya, masing-masing dari kedua kebun itu menghasilkan buahnya. "Dan kebun itu tiada kurang buahnya sedikit pun." (Al-Kahfi: 33) Yakni hasilnya tiada berkurang sedikit pun. "Dan Kami alirkan sungai di celah-celah kedua kebun itu." (Al-Kahfi: 33) Yakni sungai-sungai mengalir bercabang-cabang pada kedua kebun itu. "Dan dia mempunyai kekayaan yang besar." (Al-Kahfi: 34) Menurut satu pendapat, yang dimaksud dengan tsamar (yang makna asalnya adalah buah-buahan) adalah harta benda.
Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Mujahid, dan Qatadah. Menurut pendapat lain, makna yang dimaksud adalah buah-buahan. Makna inilah yang lebih sesuai dengan pengertian lahiriah lafaznya, dan diperkuat oleh qiraat lainnya yang membacanya tsumrun, bentuk jamaknya dari tsamratun, seperti halnya lafaz khasyabatun (kayu) yang bentuk jamaknya adalah khasybun. Qiraat lainnya membacanya tsamarun. "Dia berkata kepada kawannya (yang mukmin) ketika ia bercakap-cakap dengannya." (Al-Kahfi: 34) Salah seorang dari pemilik kedua kebun itu berkata kepada temannya dengan nada sombong dan membanggakan dirinya. "Hartaku lebih banyak daripada hartamu, dan pengikut-pengikutku lebih kuat." (Al-Kahfi: 34) Yakni pembantu, pelayan dan anakku lebih banyak daripadamu. Qatadah mengatakan, "Demi Allah, hal seperti itulah yang dicita-citakan oleh orang yang durhaka, yaitu memiliki harta yang banyak dan pengikut-pengikut yang kuat." Firman Allah ﷻ: "Dan dia memasuki kebunnya, sedangkan dia zalim terhadap dirinya sendiri." (Al-Kahfi: 35) Yaitu dengan kekafiran, pembangkangan, kesombongan, keangkaramurkaan, dan keingkarannya terhadap hari kembali (hari kiamat). "Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya." (Al-Kahfi: 35) Dia tertipu ketika melihat kesuburan tanam-tanamannya, buah-buahan, dan pepohonannya; serta sungai-sungai yang mengalir di dalam kebun-kebunnya itu, sehingga dia menduga bahwa kebun-kebunnya itu tidak akan lenyap, tidak akan habis, tidak akan rusak, dan tidak akan binasa.
Demikian itu karena kedangkalan akalnya, kelemahan keyakinannya kepada Allah ﷻ, kekagumannya pada kehidupan dunia dan perhiasannya, serta keingkarannya terhadap kehidupan akhirat. Karena itulah disebutkan dalam firman selanjutnya, menyitir perkataannya: "Dan aku tidak percaya hari kiamat itu akan datang." (Al-Kahfi: 36) Maksudnya, hari kiamat itu tidak akan terjadi menurut keyakinannya. "Dan jika seandainya aku dikembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik daripada kebun-kebun ini." (Al-Kahfi: 36) Yakni seandainya hari kembali itu ada dan semuanya dikembalikan kepada Allah, tentulah aku di sana mendapat bagian yang lebih baik daripada yang ada sekarang di sisi Tuhanku.
Seandainya tidak ada kemuliaan bagiku di sisi-Nya, tentulah Dia tidak akan memberiku semuanya ini. Keadaannya itu sama dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain dalam firman-Nya: "Dan jika aku dikembalikan kepada Tuhanku, maka sesungguhnya aku akan memperoleh kebaikan pada sisi-Nya." (Fushshilat: 50) Dan firman Allah ﷻ yang menyatakan: "Maka apakah kamu perhatikan orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami dan mengatakan, ‘Pasti aku akan diberi harta dan anak’." (Maryam: 77) Yakni di akhirat ia berangan-angan mendapatkan hal itu dari Allah ﷻ Penyebab turunnya ayat ini adalah berkenaan dengan Al-As bin Wa'il, seperti yang akan dijelaskan nanti di tempatnya, insya Allah.
Dan berikanlah wahai Nabi Muhammad kepada mereka, yakni orangorang musyrik yang teperdaya oleh kesenangan dunia sebuah perumpamaan yang menggambarkan dua orang laki-laki; seorang dari keduanya
beriman kepada Tuhan dan seorang lagi tidak; Kami jadikan bagi seorang di antara keduanya, yakni kepada orang yang tidak beriman dua
buah kebun anggur dan Kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon
kurma dan di antara kedua kebun itu Kami buatkan ladang yang subur. Kedua kebun itu menghasilkan buahnya yang banyak, dan ia tidak menzalimi pemiliknya sedikit pun, tidak pernah berkurang buahnya sepanjang masa dan Kami mengalirkan sungai di celah-celah keduanya untuk
menambah keindahannya.
Dalam ayat ini, dua orang laki-laki dijadikan Allah sebagai per-umpamaan untuk menjelaskan kepada para pemuka musyrik yang kaya itu tentang perbedaan antara iman dan kufur, atau antara hamba yang mulia di sisi-Nya dengan yang hina. Ulama berbeda pendapat, apakah cerita dalam ayat ini hanya perumpamaan saja, tidak ada dalam kenyataan sejarah, atau hal ini merupakan kisah nyata.
Mereka yang berpendapat bahwa kisah ini merupakan kisah nyata berbeda tentang siapa yang dimaksudkan dengan dua orang ini. Menurut riwayat yang disebutkan Imam al-Qurthubi, ada yang mengatakan kedua laki-laki itu adalah penduduk Mekah dari kabilah Bani Makhzum. Mereka berdua bersaudara, yang mukmin bernama Yahuza dan yang kafir bernama Qurthus. Keduanya semula bersama-sama dalam suatu usaha, kemudian berpisah dan membagi kekayaan mereka. Masing-masing menerima ribuan dinar. Yahuza menggunakan uangnya seribu dinar untuk membebaskan budak, seribu dinar untuk membelikan makanan bagi orang-orang yang terlantar, dan seribu dinar untuk membelikan pakaian orang-orang yang lapar. Adapun Qurthus menggunakan uangnya untuk kawin dengan seorang wanita kaya, dan membeli hewan ternak, sehingga harta kekayaan berkembang. Sisa uang yang lain digunakan untuk berdagang dan selalu membawa laba, sehingga dia menjadi orang yang terkaya di negerinya pada saat itu.
Sebuah riwayat menyebutkan bahwa kisah ini adalah tentang orang kaya dengan kebun dan tanamannya yang luas. Dia memiliki dua buah kebun anggur yang dikelilingi oleh pohon-pohon korma dan di antara keduanya terdapat sebidang ladang tempat bermacam-macam tanaman dan buah-buahan.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
PERUMPAMAAN ORANG YANG LUPA DIRI
Setelah Allah mewahyukan perbandingan di antara manusia-manusia yang angkuh dan sombong dan engkau menerima kebenaran yang datang dari Allah, dengan manusia yang telah menjadikan Allah dari ingatan setiap masa, dan bagaimana akhir akibat kedua golongan manusia itu kelak kemudian hari, maka pada ayat 32 ini, Allah menyuruh Rasul-Nya mengambil perbandingan dari satu perumpamaan. Perumpamaan itu ialah dari dua orang berteman. Yang seorang di antaranya kaya, mempunyai dua bidang kebun yang subur.
Ayat 32
“Dan buatlah untuk mereka itu penumpamaan."
Karena dengan perumpamaan itu kadang-kadang orang dapat lebih memahamkan dengan mempergunakan khayatnya untuk menangkap isinya. Perumpamaan itu ialah “Dua orang". Keduanya berkawan “Yang Kami adakan bagi yang seorang di antara mereka dua buah kebun anggur." Allah memberi orang itu kelebihan daripada temannya, sebab dia mempunyai dua buah kebun anggur. Dan anggur adalah hasil yang baik sekali buat dijualkan ke pasar."Dan Kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon kurma." Dan kurma pun adalah makanan penting di samping anggur, yang dapat pula menghasilkan kekayaan besar, apalagi kalau kebun itu dua.
“Dan Kami jadikan di celah-celah keduanya," yaitu di celah-celah anggur-anggur dan kurma itu tumbuh pula,
“tumbuh-tumbuhan."
Misalnya sayur-sayuran yang setiap hari dapat pula diambil hasilnya.
Ayat 33
“Kedua kebun itu telah mendatangkan hasilnya."
Niscaya hasil yang telah didatangkan oleh kedua kebun itu sangat menggembirakan hati si empunya. Anggur sudah bergantungan, kurma sudah masak di batang, sayur-sayuran telah berhasil pula, entah lada, terung, mentimun, dan yang lain-lain."Dan tidak berkurang sedikit pun darinya." Pendeknya subur dan berbuah berlipat-ganda, di tuar dari taksiran semula. Diterangkan pula seterusnya salah satu dari sebabnya, yaitu
“Dan kami pancarkan di celah-celah keduanya batang air."
Batang air, atau sungai atau kali. Air yang terus mengalir sehingga kedua bidang kebun tidak pernah kekurangan air, walaupun di musim kering (musim panas). Dan mengalirnya air itu terus-menerus dan bunyinya air mengalir di celah-celah batu akan menimbulkan pula perasaan nyaman bagi yang empunya.
Ayat 34
“Dan ada baginya buah."
Dan boleh juga dikatakan “Ada baginya hasil" artinya bahwa mengalirnya sungai di tengah-tengah kedua bidang kebun bukan sedikit membawa hasil, bahkan membuat hasil itu berlipat ganda.
“Maka berkatalah dia kepada kawannya, sedang dia bercakap-cakap dengan dia." Arti-nya, setelah melihat betapa subur kedua kebunnya dengan hasil yang begitu banyak dan air selalu mengalir di sungai yang tidak pernah kering, bercakap-cakaplah dia dengan kawannya yang tidak mempunyai kebun itu sambil membangga."Aku lebih banyak harts daripada engkau," aku lebih kaya daripada engkau; segalanya ada aku simpan, kebunku dua, hasilnya banyak, sebab itu simpanan emas perakku pun ada. Engkau tidak akan dapat menyamaiku.
“Dan lebih banyak mempunyai orang-orang yang kuat-kuat."
Artinya, bahwa semuanya ini tidaklah usah aku kerjakan sendiri. Engkau lihat sendiri berapa banyaknya aku mempunyai kuli-kuli, orang upahan, yang akan menggali tanah, yang akan memetik anggur, yang akan menutuh kurma, yang akan memetik buah-buahan lain dan sayur, dan penjaga kebun, dan penjual ke pasar, dan lain-lain.
Ayat 35
“Dan masuklah dia ke dalam kebunnya sedang dia dalam keadaan zalim kepada dirinya (sendiri)"
Zalim atau aniaya kepada diri sendiri ialah ungkapan terhadap orang yang lupa diri dan lupa Allah. Si empunya kebun ini telah masuk ke dalam kebunnya dalam keadaan lupa diri. Dia telah kufur, artinya itu, tidak datang dari yang lain dan bukan karena usahanya sendiri. Tanah kebunnya subur, buah-buahannya beli-pat-ganda dan batang air mengalir, semuanya itu adalah pemberian Allah. Dia telah takabur, sombong dan ingkar, sampai dia lupa bahwa segala nikmat itu mudah saja bagi Allah mencabutnya. Sampai “Dia berkata, “Aku yakin kebunku ini tidak akan binasa selama-lamanya." Itulah keyakinan yang salah! Dia lupa bahwa kekuasaan atas kebun itu bukan dalam tangannya, mengapa dia mengatakan tidak akan binasa selama-lamanya.
Dan dia berkata lagi, “Dan tidaklah saya menyangka bahwa kiamat akan berdiri," sebab
dia berkata begitu karena kurang akalnya dan lemah keyakinannya kepada Allah, serta terlalu mengutamakan kehidupan dunia dan perhiasannya."Dan sekiranya aku dikembalikan kepada Tuhanku." Artinya, sekiranya aku mati saat sekarang ini,
Ayat 36
“Niscaya akan aku dapati yang lebih baik dari ini (pula) tempat aku kembali."
Dia pun percaya juga kepada Allah, tetapi dengan caranya sendiri. Segala nikmat yang ada di dunia ini, dua tumpuk kebun yang subur menghasilkan anggur, kurma, dan berbagai buah-buahan yang membawanya kaya, dan di tengah kebun mengalir pula sungai, semuanya itu adalah bukti bagaimana kasih Allah kepada dirinya. Dia tidak dibuat miskin sebagai orang lain di dunia ini. Tandanya kalau dia mati kelak dia pun sampai di akhirat akan mendapat nikmat seperti demikian juga atau pun lebih.
Sikapnya yang demikian ternyata salahnya. Temannya yang tidak mempunyai kebun itu memberi peringatan kepadanya."Berkatalah temannya itu kepadanya, sedang dia ber-cakap-cakap dengan dia." Mengapa engkau berpendirian demikian?
Ayat 37
“Apakah engkau tidak pencaya kepada-Nya? Yang telah menjadikan engkau dari tanah, kemudian dari mani, kemudian disempurnakannya engkau jadi seorang laki-laki?"
Dengan mengingatkan yang demikian itu, kawannya hendak menyadarkannya bahwa-sanya dia tidaklah datang kaya begitu saja, langsung menjadi seorang laki-laki yang gagah perkasa mempunyai dua buah kebun anggur berpagar kurma yang subur. Dia mesti ingat bahwa dahulunya dia hanya berasal dari tanah yang tidak ada artinya, terpijak-pijak oleh manusia yang lintas. Dari tanah tumbuhlah sayur. Sayur pun dimakan orang, lalu memperkaya darahnya. Darah menghasilkan mani, lalu masuk dalam kandungan ibu. Setelah genap bulannya, lahirlah dia ke dunia. Mulanya kecil, kemudian berangsur jadi besar sehingga jadi seorang laki-laki. Kalau hal ini diingat oleh seorang, dia tidak akan sombong lagi. Kalau dahulunya dia berasal dari tanah, pastilah satu waktu dia akan kembali jadi tanah, dan ruhnya kembali menghadap Allah! Apalah yang disombongkan dalam dunia ini.
Selanjutnya temannya itu berkata,
Ayat 38
“Namun begitu, Dialah Allah Tuhanku.Dan tidak akan aku persekutukan dengan Tuhanku, sesuatu jua pun."
Dengan berkata begini temannya itu menunjukkan pendirian atau pegangan hidupnya. Kaya atau miskin, namun pegangan ini sekali jangan dilepaskan yaitu bahwa segala sesuatu ini ialah nikmat dan karunia dari Allah belaka. Kita sebagai makhluk-Nya hendaklah bersyukur kepada-Nya. Kita tidak mempersekutukan yang lain dengan Allah. Baik yang lain itu harta benda, kebun dan hasil kebun, atau batang air yang mengalir, ataupun diri sendiri. Semuanya itu adalah nikmat dari Allah, bukan Allah, Alangkah baiknya Allah itu disyukuri, bukan disombongi. Sehingga apa jua pun yang terjadi sesudah itu kelak, tidaklah akan sampai menyebabkan jiwa kita , terguncang. Tidak menyombong seketika ada dan tidak pula mengeluh seketika tidak ada.
Dan lanjutannya pula, “Maka mengapa tatkala engkau masuk ke dalam kebunmu itu tidak engkau katakan,
Ayat 39
“Atas kehendak Allah."
Mengapa engkau zalim lupakan diri seketika engkau masuk kebun? Mengapa engkau lupa bersyukur kepada Allah dan ingat serta radar bahwa semuanya itu adalah anugerah Allah. Terjadi atas kehendak Allah. Ma syaa Allah! Atas kehendak Allah! Kalau tidak Allah menghendakinya, tidaklah akan, terjadi seperti demikian. Dan alangkah baiknya jika engkau teruskan lagi."Tidak ada sesuatu kekuatan pun kecuali dengan Allah." Begitulah yang sehendaknya engkau ucapkan,
“Jika engkau memandang aku lebih sedikit daripada engkau tentang harta dan anak."
Maka jika engkau lihat bahwa hartamu lebih banyak dari hartaku, anakmu pun lebih menjadi cenderamatamu dibanding dengan aku yang tidak mempunyai anak yang akan dapat dibanggakan, janganlah engkau menyombongkan diri dan merendahkan daku karena serba kekuranganku, tetapi ingatlah bahwa segala kelebihan yang ada padamu itu dari Allah belaka datangnya. Manusia tidaklah sanggup menciptakan sendiri kelebihan yang ada padanya.
Oleh sebab itu maka setengah ulama salaf menganjurkan, jika seseorang merasa gembira kelebihan yang ada pada dirinya, baik tentang harta atau tentang anak, ucapkanlah Ma syaa Allah, Laa Quwwata lila Billah.
Atau jika masuk ke dalam rumah sendiri dari perjalanan ke mana-mana terasa keten-teraman dalam rumah, bacalah ini.
Maka tersebutlah di dalam sebuah hadits yang dirawikan oleh Abu Ya'la Ali Maushili, yang diterimanya dengan sanadnya dari Anas bin Malik.
Berkata Rasulullah ﷺ, “Bilamana menikmatkan Allah kepada hamba-Nya suatu nikmat, baik dari keluarga, atau dari harta, ataupun dari anak, lalu dia membaca Masya Allah La Quwwata lila Billahi, tidaklah dia akan berhadapan dengan malapetaka, kecuali maut." (HR Abu Ya'la)
Bahaya tentu saja ada, karena pergantian senang dan susah, itulah hidup. Tetapi Masyaa Allah Laa Quwwata lila Billahi adalah ucapan yang membuat hati tenteram dan pikiran lega, sehingga betapa pun besarnya kesulitan yang dihadapi, namun hati tidak akan berkocak. Hanyalah mati yang tidak dapat dielakkan. Dan mati bagi orang yang beriman, bukanlah malapetaka melainkan sesuatu yang diyakini.
Menurut beberapa hadits yang bersumber dari Abu Hurairah, dirawikan oleh Imam Ahmad dan ada juga yang dirawikan oleh Muslim, ucapan itu adalah termasuk nilai-nilai yang mahal dalam perbendaharaan surga.
Maka teringatlah saya ketika saya datang ke Jakarta menziarahi ayah saya pada akhir bulan Maret 1944. Saya mengiringkan beliau ke Rumah Sakit Umum Pusat di Salemba (RSUP Dr. Ciptomangunkusumo sekarang). Setelah kami turun dari delman, hendak menjelang pintu rumah sakit, kami berjalan kaki. Kami lihat manusia bergelimpangan di pinggir jalan, badan mereka telah kurus-kurus, tinggal jengat pemelut tulang, berkain compang-camping; mereka kelihatan lapar, mereka kelihatan sakit. Banyak yang tinggal menunggu maut saja. Di situlah ayahku dan guruku yang saleh itu mengucapkan Ma syaa Allah, Laa Quwwata Ilia Billahi
Dan beliau berkata, “Syukurlah, Abdulma-lik, Allah tidak menjadikan kita seperti itu...."
Ayat ini pulalah yang tertulis dan terpampang di dinding rumah Almarhum Haji Agus Salim, dengan tulisan air emas, huruf raq'ah yang indah.
Selanjutnya Allah berfirman tentang sambungan perkataan kawannya yang miskin tak berharta, tak beranak, dan tak banyak orang gajian itu,
Ayat 40
“Maka mudah-mudahan Tuhanku menganugerahkan kepadaku sesuatu yang lebih baik daripada kebunmu itu."
Artinya, jika engkau diberi Allah kebun semacam itu di dunia ini, dan aku sendiri belum diberi, namun aku tidaklah putus harapan. Karena taatku kepada Allah dan imanku kepada-Nya, aku percaya bahwa Allah akan melimpahkan karunianya kepadaku yang lebih baik, lebih indah, daripada kebunmu itu di surga kelak. Dan ada kemungkinan juga, sebab Allah itu Mahakuasa berbuat sekehendaknya."Lalu dia mengirim kepadanya sesuatu perhitungan dari langit."
Sesuatu perhitungan adalah arti yang kita pakai dari husbaanan.
Artinya, bahwa Allah itu mempunyai perhitungan sendiri, yang lebih banyak di antara manusia lupa, atau lalai memperhitungkan perhitungan Allah itu,
“Sehingga menjadilah (kebun-kebun itu) gundul dan licin tandus."
Mudah saja dalam perhitungan Allah akan menjadikan kebun itu gundul karena mati rumput-rumputnya, atau karena tanah ter-ban (longsor), atau datang hama belalang berduyun-duyun berjuta-juta, sehingga habis licin segala bunga dan segala putik, yang manusia tiada sanggup menangkisnya.
Ayat 41
“Atau airnya surut kering."
Air yang diharapkan mengairi kebun ialah batang air kecil yang mengalir, atau telaga (su-mur) yang digali; karena air mengalir dalam tanah. Ada-ada saja dalam perhitungan Allah akan menjadikan air itu surut dan kering. Sumur yang digali dalam-dalam baru bertemu air, kemudian ternyata telah kering tak berair lagi. Atau bukit-bukit sudah gundul, sehingga tidak dapat lagi menahan dan mengisap air hujan, sebab hutannya ditebangi orang, maka batang air menjadi kering. Ini banyak sekali kejadian.
“Maka tidaklah engkau sanggup mencarinya."
Akan dipengapakankah lagi kebun itu kalau air sudah kecil atau batang air tak mengalir lagi, dan sumur telah kering, dan tanah telah gersang dan tanaman telah mati. Anggur, tidak dapat lagi dijunjungkan, kurma tidak lekat lagi bunganya dan tanaman muda dengan sendirinya telah layu? Apa lagi yang akan dapat dibuat? Ini pun terjadilah pada hamba Allah yang zalim akan dirinya itu. Yang merasa dirinya kuasa, padahal dia hanya budak Allah.
Ayat 42
“Maka dibinasakanlah kebunnya."
Cukuplah rupanya jumlah perhitungan Allah itu. Segala yang dikatakan oleh teman yang tidak mempunyai apa-apa itu yang mungkin terjadi atas hartanya, memanglah terjadi. Ibarat padi sedang menguning hampir mengetam, tiba-tiba datang banjir besar. Padi itu habis musnah dilondong air. Atau terbakar, ataupun bahaya yang lain. Segala yang dikhayatkan dan dihitung-hitung selama ini akan didapat setelah menyabit padi, sekarang sudah tinggal menjadi harapan yang hampa. Sesuatu yang tidak disangka sama sekali, padahal bagi Allah itu adalah perhitungan."Maka jadilah dia orang yang membolak-balikkan telapak tangannya." Membolak-balikkan telapak tangan adalah perumpamaan dari orang yang telah habis segala penaruhan, meleset segala yang dihitung."Lantaran apa yang telah dibelanjakan padanya". Diingat berapa modal, berapa tenaga yang telah keluar buat itu, sekarang habis musnah jadi abu! “Padahal dia telah gugur di sungkut atap rumahnya". Boleh dipakai arti benar-benar rumah. Bahwa rumah pun telah turut runtuh, dan dia tertimbun di dalam. Dan boleh juga diambil kata kias perbandingan, bahwa kebun yang hancur itu adalah satu-satunya kekayaan, laksana rumah tempat berteduh. Dengan hancurnya kebun ini, sama sekali harapan menjadi hancur luluh. Dalam pepatah Melayu ada satu ungkapan yang mengarah ungkapan ayat ini yaitu “jatuh dihimpit jenjang".
“Dan dia pun berkata, Wahai, alangkah baiknya sedianya, kiranya tidak aku sekutukan sesuatu dengan Tuhanku."
Di saat segala sesuatu yang diharapkan telah hancur-lebur, porak-poranda, tempat bergantungan putus, tempat berpijak terban, barulah dia menyesal, barulah dia sadar dan ingat kesalahannya. Selama ini dia mempersekutukan yang lain dengan Allah. Dalam perkataan atau dalam tingkah laku. Disembahnya nikmat yang diberikan, dan dilupakannya yang memberikan nikmat.
Ayat 43
“Dan tidak ada baginya satu golongan pun yang akan menolongnya."
Mana dia anak-anak yang tadinya berkerumun di sekelilingnya? Mana dia orang-orang gajian yang dia mendabik dada membanggakannya? Mana dia semut-semut yang lekas sekali berkerumun setelah merasakan manisan? Tidak ada mereka lagi! Mereka telah hilang satu demi satu. Mereka angkat bahu berlepas diri. Bahkan ada yang takut berhubungan, takut akan kena getahnya! “Selain Allah jua!" Segala pintu pun tertutuplah. Minta tolong kepada manusia, manusia itu pun terlepas diri hanya Allah Yang satu itu sajalah yang selalu terbuka pintunya merentangkan kedua belah tangannya, sudi menerima hamba-Nya yang tobat.
“Dan tidaklah dapat dia membela dini."
Hanya berhadapan dengan yang lain kita dapat membela diri. Adapun bila berhadapan dengan Allah, yang dapat kita lakukan hanyalah mengaku salah dan memohon ampun. Sebab itu maka ayat yang selanjutnya menyatakan dengan tepat."Di sanalah!" Artinya, Pada saat itulah! Pada tempat itulah! Pada suasana seperti demikianlah baru akan disadari kalau orang mau sadar bahwa,
Ayat 44
“Di sanalah! Kekuasaan itu hanya bagi Allah. Yang Benar!"
Fatamorgana saja kabut dunia ini selalu. Kita hidup kadang-kadang hanya menggantung asap. Maka janganlah ke benda harapan digantungkan. Supaya tenaga jangan habis sia-sia. Kalau masih ada waktu, lekaslah tobat, lekaslah sadar. Sesat surut, terlangkah kembali! Kalau betul-betul insaf dan tobat, pasti diterima.
“Dialah (yang menyediakan) sebaik-baik pahala dan sebaik-baik balasan."
Sesudah di ayat-ayat sebelumnya Allah menunjukkan bahaya yang akan bertemu oleh manusia jika manusia itu lupa kepada Allah, di akhirnya Allah memperlihatkan kasih sayangnya bagi barangsiapa yang menyesal dan insaf. Yaitu kalau tempo masih ada. Dosa diampuni, pahala yang baik disediakan, balasan atau ganjaran yang mulia telah dibingkiskan.
Ke mana lagi manusia akan pergi?
Inilah satu pula di antara perumpamaan yang diserukan Allah menyampaikan kepada manusia. Perubahan sikap hidup di antara dua orang manusia. Pertama, kaya harta, tetapi kosong iman. Kedua, kaya jiwa dengan iman, lalu bertenang (qana'ah) menerima apa yang dibagikan Allah buatnya. Dan rangkaian ayat ini dalam surah al-Kahf yang diturunkan di Mekah, di waktu orang-orang terkemuka, hartawan yang terkemuka, merasa berat di-pergaulkan dengan pengikut Nabi yang tidak mempunyai kekayaan apa-apa selain iman. Disuruhlah Rasulullah memupuk orang-orang yang taat dan cinta kepada Allah itu baik-baik, yakni orang-orang yang menyeru Allah pagi dan senja karena mengharap wajah-Nya. Disuruh beliau membimbing mereka, dan jangan terpesona orang-orang yang sombong itu karena harapkan hiasan dunia (ayat 28).