Ayat
Terjemahan Per Kata
أَمۡ
ataukah
حَسِبۡتَ
kamu mengira
أَنَّ
bahwasanya
أَصۡحَٰبَ
penghuni
ٱلۡكَهۡفِ
gua
وَٱلرَّقِيمِ
dan batu bertulis
كَانُواْ
adalah mereka
مِنۡ
dari
ءَايَٰتِنَا
ayat-ayat Kami
عَجَبًا
mengagumkan
أَمۡ
ataukah
حَسِبۡتَ
kamu mengira
أَنَّ
bahwasanya
أَصۡحَٰبَ
penghuni
ٱلۡكَهۡفِ
gua
وَٱلرَّقِيمِ
dan batu bertulis
كَانُواْ
adalah mereka
مِنۡ
dari
ءَايَٰتِنَا
ayat-ayat Kami
عَجَبًا
mengagumkan
Terjemahan
Apakah engkau mengira bahwa sesungguhnya para penghuni gua dan (yang mempunyai) raqīm benar-benar merupakan keajaiban di antara tanda-tanda (kebesaran) Kami?
Tafsir
(Atau kamu mengira) kamu menduga (bahwa Ashhabul Kahfi) orang-orang yang mendiami gua di suatu bukit (dan Raqim) yaitu lempengan batu yang tertulis padanya nama-nama mereka dan nasab-nasabnya; Nabi ﷺ pernah ditanya mengenai kisah mereka (adalah mereka) dalam kisah mereka (termasuk) sebagian (tanda-tanda kekuasaan Kami yang menakjubkan?) lafal 'Ajaban menjadi khabar Kana, sedangkan lafal yang sebelumnya berkedudukan menjadi hal; artinya: Mereka adalah hal yang menakjubkan yang berbeda dengan tanda-tanda kekuasaan Kami lainnya; atau mereka adalah tanda-tanda kekuasaan Kami yang paling menakjubkan, padahal kenyataannya tidak demikian.
Tafsir Surat Al-Kahfi: 9-12
Apakah kamu mengira bahwa orang-orang yang mendiami gua dan (yang mempunyai) raqim itu termasuk tanda-tanda kekuasaan Kami yang menakjubkan? (Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdoa, "Wahai Tuhan kami, berilah kami rahmat dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini). Maka kami tutup telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu, kemudian Kami bangunkan mereka, agar Kami mengetahui mana di antara kedua golongan itu yang lebih tepat dalam menghitung berapa lama mereka tinggal (dalam gua itu).
Hal ini merupakan berita dari Allah ﷻ yang menceritakan tentang orang-orang yang menghuni gua secara singkat, kemudian diterangkan dengan panjang lebar sesudahnya. Allah ﷻ berfirman: “Apakah kamu mengira.” (Al-Kahfi: 9) hai Muhammad. “Bahwa orang-orang yang menghuni gua dan (yang mempunyai) raqim itu termasuk tanda-tanda kekuasaan Kami yang menakjubkan?” (Al-Kahfi: 9)
Maksudnya tiadalah peristiwa yang mereka alami menakjubkan mengingat kekuasaan dan kemampuan Kami, karena sesungguhnya penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya siang dan malam, peredaran matahari serta rembulan, bintang-bintang, dan lain-lain adalah tanda-tanda yang lebih besar yang menunjukkan akan kekuasaan Allah ﷻ. Dan bahwa Allah Maha Kuasa atas semua yang dikehendaki-Nya, tiada sesuatu pun yang dapat membuat-Nya tidak berdaya. Semuanya itu jauh lebih menakjubkan daripada peristiwa orang-orang yang menghuni gua itu.
Ibnu Juraij meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: “Apakah kamu mengira bahwa orang-orang yang mendiami gua dan (yang mempunyai) raqim itu termasuk tanda-tanda kekuasaan Kami yang menakjubkan?” (Al-Kahfi: 9) Maksudnya sesungguhnya pada sebagian tanda-tanda kekuasaan Kami terdapat banyak hal yang lebih menakjubkan dari itu.
Al-’Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: “Apakah kamu mengira bahwa orang-orang yang mendiami gua dan (yang mempunyai) raqim itu termasuk tanda-tanda kekuasaan Kami yang menakjubkan?” (Al-Kahfi: 9) Artinya, apa yang Aku berikan kepadamu berupa ilmu, sunnah, dan Al-Qur'an ini jauh lebih menakjubkan daripada kisah ashabul kahfi (orang-orang yang menghuni gua) yang mempunyai raqim itu.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa makna yang dimaksud seakan-akan mengatakan, "Hujah-hujah-Ku (argumentasi-Ku) yang jelas terhadap hamba-hamba-Ku jauh lebih menakjubkan daripada kisah para penghuni gua dan pemilik raqim itu."
Al-Kahfi artinya gua yang terdapat di sebuah bukit yang dijadikan tempat bersembunyi oleh para pemuda yang disebutkan kisahnya dalam surat ini. Yang dimaksud dengan ar-raqim, menurut Al-Aufi dari Ibnu Abbas adalah sebuah lembah yang terletak di dekat kota Ailah (Yordania sekarang). Hal yang sama dikatakan oleh Atiyyah, Al-Aufi dan Qatadah.
Ad-Dahhak mengatakan bahwa kahfi adalah sebuah gua yang ada di lembah itu, sedangkan ar-raqim adalah nama lembah tersebut. Mujahid mengatakan bahwa ar-raqim adalah nama sebuah kitab yang diletakkan di depan bangunan tempat mereka bersembunyi. Sebagian orang mengatakan bahwa raqim adalah nama sebuah lembah yang padanya terdapat gua tempat mereka bersembunyi.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami As-Sauri, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ar-raqim, bahwa Ka'b menduga ar-raqim adalah nama sebuah kampung (kota). Ibnu Juraij meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ar-raqim adalah sebuah bukit yang di dalamnya terdapat gua tersebut. Ibnu Ishaq meriwayatkan dari Abdullah ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa nama bukit itu adalah Banglius.
Ibnu Juraij mengatakan, telah menceritakan kepadaku Wahb ibnu Sulaiman, dari Syu'aib Al-Jiba-i, bahwa nama bukit tempat gua itu adalah Banglius, nama guanya adalah Haizam dan nama anjing mereka adalah Hamran.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Semua nama di dalam Al-Qur'an saya mengetahuinya kecuali Hannan, Awwah, dan Raqim".
Ibnu Juraij mengatakan, telah menceritakan kepadaku Amr ibnu Dinar; ia mendengar Ikrimah berkata, "Ibnu Abbas pernah mengatakan bahwa ia tidak mengetahui apakah ar-raqim itu nama sebuah prasasti atau bangunan."
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ar-raqim adalah sebuah prasasti. Sa'id ibnu Jubair mengatakan, raqim adalah sebuah prasasti yang tertulis pada sebuah batu; mereka menulis kisah ashabul kahfi padanya, kemudian meletakkannya di pintu gua itu.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa ar-raqim artinya kitab, kemudian ia membacakan firman-Nya untuk menguatkan alasannya, yaitu: “(Ialah) kitab yang bertulis.” (Al-Muthaffifin: 9) Memang inilah yang dapat disimpulkan dari makna lahiriah ayat, dan pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir. Ibnu Jarir mengatakan bahwa raqim ber-wazan fa'il yang maknanya marqum (tertulis). Sebagaimana dikatakan qatil terhadap si terbunuh, dan orang yang terluka disebut jarih.
Firman Allah ﷻ: (Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berkata, "Wahai Tuhan kami,berilah kami rahmat dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)". (Al-Kahfi: 10)
Allah ﷻ menceritakan tentang para pemuda yang melarikan diri dengan membawa agamanya agar agama mereka selamat dari gangguan kaumnya yang pasti akan memfitnah mereka. Mereka lari memisahkan diri dari kaumnya, lalu berlindung di dalam sebuah gua yang berada di suatu bukit, sebagai tempat persembunyian mereka agar kaumnya tidak tahu keberadaan mereka. Ketika hendak memasuki gua itu, mereka memohon kepada Allah agar rahmat dan kelembutan-Nya dilimpahkan kepada diri mereka. Mereka berkata dalam doanya seperti yang disitir oleh firman-Nya: “Wahai Tuhan kami, berilah kami rahmat dari sisiMu.” (Al-Kahfi: 10) Yakni anugerahkanlah kepada kami dari sisi-Mu rahmat yang dengannya Engkau merahmati kami dan menyembunyikan kami dari kaum kami.
“Dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini).” (Al-Kahfi: 10) Maksudnya, berilah kami petunjuk ke jalan yang lurus dalam urusan kami ini. Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa jadikanlah jalan yang lurus untuk urusan kami ini. Seperti pengertian yang terdapat di dalam sebuah hadits, yaitu: “Dan untuk segala apa yang Engkau putuskan bagi kami, kami mohon agar sudilah Engkau menjadikan jalan yang lurus bagi kami.”
Di dalam kitab ‘Musnad’ disebutkan melalui hadits Busr ibnu Artah, dari Rasulullah ﷺ, bahwa beliau ﷺ berkata dalam doanya: “Ya Allah, berilah akhir yang baik bagi semua urusan kami, dan lindungilah kami dari kehinaan di dunia dan azab di akhirat.”
Firman Allah ﷻ : “Maka Kami tutup telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu. (Al-Kahfi: 11) Yaitu Kami beri mereka rasa kantuk yang berat di saat mereka memasuki gua itu, lalu mereka tertidur selama bertahun-tahun.
“Kemudian Kami bangunkan mereka” (Al-Kahfi: 12) dari tidur mereka yang nyenyak itu. Kemudian salah seorang dari mereka keluar dari gua itu dengan membawa uang dirham perbekalan mereka untuk mereka tukarkan dengan makanan yang diperlukan. Perincian tentang hal tersebut akan diterangkan sesudah ini. Allah ﷻ berfirman: “Kemudian Kami bangunkan mereka agar Kami mengetahui mana di antara kedua golongan itu” (Al-Kahfi: 12) Yaitu di antara kedua kelompok yang berbeda pendapat tentang lamanya mereka tinggal di gua itu. “Yang lebih tepat dalam menghitung berapa lamanya mereka tinggal (dalam gua itu)” (Al-Kahfi: 12).
Menurut satu pendapat, makna yang dimaksud adalah bilangan mereka. Sedangkan menurut pendapat lain adalah lamanya mereka tinggal di dalam gua itu, seperti dalam pengertian kata-kata orang Arab 'sabaqal jawwadu', bilamana kuda tersebut telah mencapai garis finis. Kata al-amad ini menunjukkan tujuan dan makna yang dimaksud dalam ayat ini adalah lamanya waktu.
Apakah engkau mengira bahwa Ashha'bul-Kahfi, yaitu orang-orang yang
mendiami gua, dan yang mempunyai ar-raqim itu, yaitu nama anjing mereka atau tulisan-tulisan yang memuat nama-nama mereka termasuk
tanda-tanda kebesaran Kami yang menakjubkan' Ya, memang Ashha'bulKahf dan ar-raqim adalah menakjubkan, tetapi janganlah engkau mengira bahwa itu satu-satunya tanda kebesaran Kami yang menakjubkan.
Sesungguhnya banyak sekali tanda-tanda kebesaran kami yang sangat
menakjubkan. Penciptaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang
berada di antara keduanya adalah tanda kekuasaan Kami yang sangat
menakjubkan apabila engkau memperhatikannya. Ingatlah ketika pemuda-pemuda itu berlindung ke dalam gua, meninggalkan negerinya karena menjaga iman dan tauhidnya dari penindasan
penguasa negerinya, lalu mereka berdoa, Ya Tuhan kami. Berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu, lindungilah kami dari orang-orang yang
memfitnah kami, dan sempurnakanlah petunjuk yang lurus yang dapat
mengantarkan kepada keselamatan dan kebahagiaan bagi kami dalam
urusan kami, baik urusan duniawi maupun ukhrawi.
Allah menerangkan bahwa apakah Nabi Muhammad mengira bahwa kisah Ashhabul Kahf beserta raqim (batu tertulis) sebagaimana yang tersebut dalam kitab-kitab lama adalah tanda-tanda kekuasaan Allah yang paling menakjubkan.
Memang jika dilihat, peristiwa Ashhabul Kahf berlawanan dengan hukum alam. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan berbagai kejadian pada tumbuh-tumbuhan, binatang-binatang, dan segala mineral yang merupakan perhiasan di atas bumi ini, maka kejadian ini memang menakjubkan. Tujuannya adalah untuk menunjukkan kebesaran dan kekuasaan Allah. Namun demikian, peristiwa Ashhabul Kahf itu bukan satu-satunya tanda kekuasaan Allah, tetapi hanya sebagian kecil dari bukti keagungan-Nya. Sekiranya para ulama agama lain merasa kagum dan terpesona oleh peristiwa tersebut, maka Rasulullah dan umatnya seharusnya lebih terpesona lagi oleh berbagai fenomena alam semesta dengan segala keajaibannya. Kejadian langit dan bumi, pergantian siang dan malam, peredaran matahari, bulan, planet, dan bintang-bintang atau bagaimana Allah menghidupkan kembali segala sesuatu yang telah mati, semua itu merupakan bukti-bukti yang menunjukkan kekuasaan Allah. Dia berbuat menurut kehendak-Nya, tidak seorang pun yang menolak ketetapan-Nya. Oleh karena itu, Al-Qur'an selalu mengajak manusia untuk menyelidiki rahasia alam semesta ini.
Menurut riwayat Israiliyat, orang-orang Nasrani telah banyak melakukan kesalahan. Raja-raja mereka berlaku aniaya sampai menyembah berhala, bahkan memaksa rakyatnya untuk juga menyembahnya. Seorang raja mereka yang bernama Decyanus mengeluarkan perintah keras kepada rakyatnya untuk menyembah berhala-berhala itu dan menyiksa siapa yang menentang-nya. Beberapa orang pemuda dari kalangan bangsawan dipaksanya turut menyembah berhala-berhala itu, bahkan diancam akan dibunuh jika berani menolak perintah itu. Namun mereka menolaknya dan tetap bertahan dalam agama mereka. Lalu Decyanus melucuti pakaian dan perhiasan mereka. Karena masih sayang kepada remaja-remaja itu, raja membiarkan mereka hidup dengan harapan agar mau mengikuti perintahnya nanti. Raja itu juga pergi ke negeri-negeri lain untuk memaksa penduduknya menyembah berhala dan siapa yang menolak perintahnya dibunuh.
Pemuda-pemuda itu kemudian pergi ke sebuah gua, yang terletak di sebuah gunung yang disebut Tikhayus, dekat kota mereka, Afasus. Di gua itu mereka beribadah menyembah Allah. Sekiranya diserang oleh raja Decyanus dan dibunuh, maka mereka mati dalam ketaatan. Jumlah mereka tujuh orang. Di tengah perjalanan ke gua, mereka bertemu seorang peng-gembala dengan seekor anjingnya yang kemudian ikut bersama mereka. Di gua itulah mereka tekun menyembah Allah. Di antara mereka ada seorang yang bernama Tamlikha. Dia bertugas membeli makanan dan minuman untuk teman-temannya dan menyampaikan kabar bahwa Decyanus masih mencari mereka. Setelah kembali dari perjalanannya, raja itu segera mencari ahli-ahli ibadah kepada Allah untuk dibunuh, kecuali bila mereka mau menyembah berhala. Berita ini terdengar oleh Tamlikha ketika dia sedang berbelanja lalu disampaikan kepada teman-temannya. Mereka menangis. Allah ﷻ kemudian menutup pendengaran mereka sehingga mereka tertidur.
Sementara itu, Decyanus teringat kembali kepada para pemuda di atas, lalu memaksa orang-orang tua mereka untuk mendatangkannya. Para orang tua itu akhirnya menunjukkan gua tempat mereka beribadah. Decyanus segera pergi ke sana dan menutup mulut gua itu agar mereka mati di dalamnya. Dalam staf pengiring raja, ada dua orang laki-laki yang tetap menyembunyikan imannya, namanya Petrus dan Runas. Kisah para pemuda yang beriman dalam gua itu diabadikan dengan tulisan di atas dua keping batu yang lalu disimpan dalam peti dari tembaga. Peti itu ditanamkan ke dalam bangunan supaya di kemudian hari menjadi teladan dan peringatan bagi umat manusia.
Waktu berjalan terus, zaman silih berganti, raja Decyanus sudah dilupakan orang. Seorang raja saleh yang juga bernama Petrus memerintah negeri itu selama 68 tahun. Pada masa pemerintahannya, terjadi pertikaian pendapat di kalangan rakyat tentang hari kiamat sehingga mereka terbagi ke dalam dua golongan, yaitu golongan yang percaya dan yang mengingkari-nya. Raja sangat bersedih hati karena persoalan ini. Dia berdoa kepada Tuhan agar Dia memperlihatkan kepada rakyatnya tanda-tanda yang meyakinkan mereka bahwa kiamat itu pasti terjadi.
Sementara itu, seorang pengembala kambing bernama Ulyas bermaksud membangun kandang untuk kambingnya di gua tempat para pemuda tadi. Lalu dipecahkannya tutup yang menutup pintu gua itu. Seketika itu juga, pemuda-pemuda yang beriman itu terbangun serentak dari tidurnya. Mereka duduk dengan wajah berseri-seri lalu mereka salat. Berkatalah mereka satu sama lain, "Berapa lama kalian tidur?" Dijawab oleh yang lain, "Sehari atau setengah hari." Yang lain mengatakan, "Tuhan lebih mengetahui berapa lama kalian tidur. Cobalah salah seorang dari kalian pergi ke kota dengan membawa uang perak ini dan membeli makanan yang baik dan menghidang-kannya kepada kita."
Maka Tamlikha berangkat, sebagaimana biasanya sejak dahulu, untuk berbelanja secara sembunyi-sembunyi karena takut terhadap raja Decyanus. Sewaktu dia berjalan, terdengar olehnya orang-orang menyeru Isa al-Masih di segala penjuru kota. Dia berkata dalam hati, "Alangkah anehnya, mengapa orang mukmin itu tidak dibunuh oleh Decyanus?" Dia masih merasa heran, "Barangkali aku bermimpi atau kota ini bukan kotaku dahulu," katanya dalam hati. Lalu dia bertanya kepada seorang laki-laki tentang nama kota itu. Lelaki menjawab, "Ini kota Afasus."
Pada akhir perjalanan, dia datang kepada seorang laki-laki dan memberikan uang logam untuk membeli makanan. Laki-laki itu kaget setelah melihat uang logam tersebut karena belum pernah melihatnya. Dia membolak-balik uang logam itu kemudian diperlihatkannya kepada kawan-kawannya. Mereka merasa heran dan berkata, "Apakah uang ini dari harta yang kamu temukan tersimpan dalam tanah? Uang logam ini dari zaman raja Decyanus, satu zaman yang sudah lewat berabad-abad lamanya." Kemudian Tamlikha dibawa ke hadapan dua orang hakim di kota itu. Mulanya Tamlikha mengira dia akan dibawa kepada raja Decyanus sehingga ia menangis. Tetapi setelah mengetahui raja telah berganti, lenyaplah kesedihannya. Kedua hakim kota itu, Areus dan Tanteus, bertanya kepada Tamlikha, "Di manakah harta terpendam yang kamu temukan itu, wahai anak muda?" Sesudah terjadi pembicaraan antara mereka, maka Tamlikha menceritakan kisah para pemuda itu dengan raja Decyanus, dan dia mengajak kedua hakim itu pergi menengok ke gua untuk membuktikan kebenaran kisahnya. Lalu keduanya pergi bersama-sama Tamlikha, hingga sampai ke pintu gua itu, dan mereka mendengarkan semua kisah tentang penghuni gua itu dari Tamlikha. Kedua hakim tersebut merasa heran setelah mengetahui bahwa mereka tidur dalam gua itu selama 309 tahun. Mereka dibangunkan dari tidur untuk menjadi tanda kekuasaan Tuhan kepada manusia. Kemudian Areus masuk dan melihat sebuah peti dari tembaga, tertutup dengan segel. Di dalamnya terdapat dua batu bertulis yang menceritakan kisah pemuda itu, sejak mereka melarikan diri dari kerajaan Decyanus demi memelihara akidah dan agama mereka, sampai kemudian Decyanus menutup pintu gua itu dengan batu.
Setelah Areus dan kawan-kawannya membaca kisah ini, mereka bersyukur dan langsung sujud kepada Allah dan mereka segera mengirim utusan kepada raja Petrus agar cepat-cepat datang untuk menyaksikan tanda kekuasaan Allah yang ada pada pemuda-pemuda yang dibangkitkan sesudah tertidur 300 tahun. Raja kemudian berangkat beserta rombongan pengawal dan penduduk negerinya menuju negeri Afasus. Hari ini merupakan hari penetapan keputusan tentang hari kebangkitan, hari yang yang tak terlupakan.
Ketika raja melihat pemuda-pemuda itu, dia langsung sujud kepada Allah, memeluk pemuda-pemuda itu, lalu menangis. Pemuda-pemuda itu terus memuji Tuhan. Mereka berkata kepada raja, "Wahai Raja, selamat tinggal, semoga Allah melindungi kamu dari kejahatan manusia dan jin." Lalu mereka kembali ke pembaringan dan ketika itu Allah ﷻ mencabut rohnya. Untuk memberikan penghormatan kepada arwah para hamba Allah suci ini, raja memerintahkan agar masing-masing mereka dibuatkan peti jenazah dari emas. Tetapi pada malam harinya raja bermimpi melihat mereka, dan berpesan kepadanya:, "Biarkanlah kami sebagaimana adanya dalam gua ini, kami tidur di atas tanah sampai hari kiamat datang." Oleh karenanya, raja memerintahkan agar jenazah-jenazah itu dihamparkan di dalam sebuah peti kayu dan melarang setiap orang untuk masuk ke dalam gua itu. Raja memerintahkan pula agar di pintu gua dibangun tempat ibadah, dan hari wafatnya dijadikan hari besar.
Orang-orang Nasrani menjadikan kisah ini sebagai bukti kekuasaan Allah untuk menunjukkan adanya hari kiamat. Tetapi Al-Qur'an menjelaskan bahwa tanda-tanda kekuasaan Allah untuk mengadakan hari kebangkitan dan mengembalikan roh kepada jasadnya sesudah mati bukanlah terbatas pada kisah itu saja. Ayat-ayat yang menunjukkan kekuasaan-Nya untuk menun-jukkan adanya hari kiamat, tidak terhitung jumlahnya. Oleh karena itu, perhatikanlah alam semesta ini dengan segala isinya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
ASHHABUL KAHFI (PENGHUNI NGALAU) (I)
Menjadi buah pembicaraan orang pulalah di waktu itu di negeri Mekah tentang beberapa orang yang tidur di dalam gua atau ngalau beratus tahun lamanya karena melarikan diri dari tekanan dan tindasan penguasa, atau raja mereka yang zalim. Di antara yang turut masuk ke dalam gua itu ada pula seekor anjing. Menurut cerita itu pula di muka gua tersebut ada dituliskan sedikit kisah dari orang-orang yang tidur di dalamnya itu. Penduduk Mekah mendengar berita ini dari ahli kitab. Maka untuk menguji benarkah Nabi Muhammad itu Rasulullah, mereka datang menanyakan cerita itu kepada beliau.
Ada beberapa riwayat tentang tersiarnya berita itu. Satu riwayat mengatakan bahwa berita ini keluar dari sumber-sumber Yahudi yang banyak tinggal di Madinah. Datang utusan mereka dengan sembunyi ke Mekah menyuruh tanyakan kepada Nabi Muhammad ﷺ tentang tiga soal.
Pertama tentang jumlah anak muda yang pergi bersembunyi ke dalam sebuah gua atau ngalau (Kahfi) dan hubungan cerita itu dengan raqim (pahatan).
Kedua tentang seorang pengembara ke timur ke barat yang bernama Dzulqarnain (mempunyai dua tanduk), siapakah orangnya dan bagaimana perjuangannya.
Ketiga tentang Ruh, apakah Ruh itu.
Satu riwayat lagi menyatakan bahwa orang Mekah sendirilah yang mengutus dua orang ke Madinah menemui pemuka-pemuka Yahudi, meminta pendapat mereka tentang orang yang mendakwakan dirinya jadi nabi ini (Muhammad ﷺ). Kedua utusan itu ialah:
1. An-Nadhr bin al-Harits bin Kaidah,
2. Uqbah bin Abu Mu'aith.
Setelah bertemu dengan pemuka-pemuka Yahudi itu, mereka menyuruh orang Quraisy menanyakan kepada Muhammad tentang Ashhabul Kahfi, tentang Dzulqarnain dan perihal Ruh. Kata mereka, Kalau jawabnya tepat, memanglah dia Nabi! Tetapi kalau tidak, maka terbuktilah bahwa dia itu hanya seorang mu-taqawwil saja atau tukang ngomong.
Maka disampaikan merekalah pertanyaan yang tiga itu. Lalu Rasulullah ﷺ berjanji akan menjawab besok harinya karena mengharap pada malam itu akan datang Jibril membawa wahyu.Beliaulupamengucapkan"lnsyaaAllah''!
Besok paginya mereka itu pun datang menagih janji, namun wahyu tidak datang. Dan besoknya lagi dan besoknya lagi, wahyu tidak juga datang. Nyarislah bertambah ejekan kaum musyrikin kepada Nabi dan hampirlah cemas orang-orang yang beriman kepada beliau, dan hampirlah beliau sendiri gelisah. Setelah lima belas hari berlalu, barulah Jibril datang membawa wahyu, yaitu seluruh surah al-Kahfi ini berturut-turut. Dimulai dengan ayat pertama menyatakan puji bagi Allah yang telah menurunkan sebuah kitab kepada hamba-Nya. Dibuka juga rasa hati beliau, Rasulullah ﷺ yang kadang-kadang sangatlah iba hatinya melihat kaumnya yang amat dikasihinya itu tidak mau menerima kebenaran, hingga maulah dia rasanya membinasakan dirinya sendiri. Lalu diterangkanlah bahwa segala yang ada di muka bumi ini adalah perhiasan belaka bagi bumi. Maka diujilah manusia, siapa yang sanggup berbuat baik dengan bumi dan perhiasannya itu. Memperebutkan perhiasan bumi itulah kerja manusia di dunia ini. Maka akan diuji Allah mana yang jujur dan mana yang curang. Sedang bumi itu sendiri kelak tidaklah akan tetap berhias saja. Akhir kelaknya dia akan datar dan tandus, tak ada isinya lagi. Sesudah itu barulah dibicarakan soal al-Kahfi dan ar-Raqim bersama penghuninya yang dihebohkan orang itu. Memang hal itu pernah kejadian. Memang itu sebagian dari keganjilan takdir Allah. Manusia bisa tidur tidak bangun selama tiga ratus tahun. Tetapi Allah peringatkan bahwa keadaan penghuni
Kahfi itu hanyalah perkara kecil belaka jika dibandingkan dengan Maha Kekuasaan Allah yang lain meliputi alam ini. Kejadian langit dan bumi, bintang-bintang yang berjuta banyaknya, bahkan Matahari yang tidak pernah padam itu, semuanya jauh lebih ganjil menakjubkan daripada cerita Ashhabul Kahfi.
Kisah Ashhabul Kahfi, atau penghuni-penghuni gua atau ngalau yang di dalam bahasa Arab disebut Kahfi itu, adalah satu kisah percontohan tentang iman yang teguh dan keyakinan yang tidak dapat digoyahkan lagi sehingga diri penganutnya ditelan dengan segala kerelaan hati oleh keyakinan hidupnya itu. Telah dinyatakan bahwa segala yang ada di muka bumi ini adalah perhiasan bagi bumi, dengan segala macam kekayaan dan kelebihannya, yang manusia bersitumpu dan berhuru-hara memperebutkan perhiasan itu sehingga terjadi perebutan dan kalau perlu mengalahkan dan menewaskan lawan, asal keuntungan jatuh kepada diri. Namun dalam saat yang demikian sekelompok pemuda meninggalkan perebutan itu, lalu menyorokkan dirinya ke dalam gua atau ngalau, memutuskan hubungan dengan manusia banyak. Mereka pergi mengasingkan diri dengan penuh kepercayaan kepada Allah. Dan Allah pun memelihara mereka dari segala bahaya bilang ratusan tahun.
Banyak riwayat tentang penghuni Kahfi itu sebelum Al-Qur'an turun. Diceritakan dari mulut ke mulut dari yang tua kepada yang muda, tidak kurang ditambahi dengan dongeng atau cerita karangan sendiri, kadang-kadang dimasukkan pula ke dalam kata-kata tafsir. Tetapi kalau kita baca langsung ayat-ayat yang diwahyukan Allah dengan langsung kepada Nabi kita Muhammad ﷺ dan dibersihkan menurut aslinya, tampaklah pengajaran yang mendalam untuk jadi perbandingan bagaimana teguhnya orang memegang keyakinan hidupnya. Biarpun untuk itu dia akan memisahkan dirinya jauh-jauh dari masyarakat yang tidak disetujuinya. Maka dimulailah firman Allah tentang penghuni Kahfi itu demikian.
Ayat 9
“Atau apakah engkau sangka bahwa penghuni al-Kahfi dan an-Raqim itu saja sebagian dari tanda-tanda Kami yang ajaib?"
Seperti kita nyatakan dalam kata pendahuluan. Al-Kahfi artinya ialah gua yang besar, sedang kalau gua yang kecil disebut ghar. Dalam bahasa Melayu pun berbeda di antara dua lubang di lereng gunung itu. Yang kecil disebut gua, sedang yang besar disebut ngalau.
Ar-Raqim dari kalimat raqm, yaitu berarti pahatan. Diroqamkan atau dipahatkan huruf-huruf pada batu-batu keras (gramik) di gunung sehingga dapat dibaca orang dan karena dia dipahatkan sukarlah untuk dihapus. Kata tersebut pun telah dipakai dalam bahasa Indonesia (Melayu) dengan perubahan ejaan sedikit yaitu rekam, rekaman, direkamkan. Suara yang dipindahkan ke dalam pita tape recorder disebut suara rekaman.
Menurut beberapa tafsir disebut raqim di samping kahfi ialah karena di puncak ngalau tersebut setelah beberapa ratus tahun kemudian telah diketahui orang letak gua itu dan penghuni yang ada di dalamnya, lalu direkamkan atau dipahatkanlah nama-nama mereka di muka gua itu akan jadi kenang-kenangan bagi orang yang datang di belakang hari. Said bin Jubair berkata, “Raqim ialah sehelai batu picak, dituliskan padanya kisah Kahfi itu lalu ditempelkan di atas pintu Kahfi itu."
Maka maksud ayat 9 ini ialah apakah engkau menyangka atau manusia menyangka bahwa manusia dibuat Allah tertidur beratus tahun di dalam gua yang sunyi terpencil itu sudah sebagian dari keganjilan kuasa Ilahi? Padahal banyak lagi takdir Allah di dalam alam ini yang lebih menakjubkan dan lebih ganjil. Sungguhpun kisah penghuni ngalau ini belumlah suatu yang ganjil di sisi Allah, Yang Mahakuasa mengatur Alammenurutkehendak-Nya, demi untuk memuaskan kehendak orang yang bertanya, pertanyaan tentang penghuni gua atau ngalau itu diterangkan Allah sebagai wahyu dan dikisahkan duduk perkaranya.
Terlebih dahulu diterangkanlah keringkasan kisah itu dari ayat 9 sampai ayat 12.
Ayat 9 sudah kita salinkan di atas. Kemudian datanglah ayat yang selanjutnya,
Ayat 10
“(Yaitu) seketika berlindung bebenapa orang pemuda ke dalam sebuah ngalau."
Dan setelah sampai mereka di sana berserulah mereka kepada Allah, “Ya Tuhan kami, anugerahilah kami suatu rahmat langsung dari Engkau!" Selain dari doa memohonkan rahmat, mereka bermohon pula,
“Dan sediakan kiranya untuk kami, dalam keadaan kami ini, suatu tuntunan."
Dengan ringkas di sini Allah mewahyukan bahwa ada beberapa orang pemuda yang ru-panya sedang ditimpa kesulitan, lalu meninggalkan kampung halaman mereka dan pergi bersembunyi ke dalam sebuah gua atau ngalau. Dan dalam perjalanan itu tidak lupa mereka memohon rahmat perlindungan dari Allah, disertai pula tuntunan dan pimpinan jangan sampai mereka tersesat dari jalan yang benar.
Ayat 11
“Maka Kami tutupkanlah telinga mereka di dalam gua itu bertahun-tahun bilangannya."
Artinya bahwa ditakdirkanlah oleh Allah bahwa mereka pun tertidur lelap nyenyak sehingga tidak suatu jua pun lagi yang terdengar oleh mereka (orang yang tidur tidak lagi mendengar apa-apa) dalam bilangan bertahun-tahun. Dan tidak ada pula orang lain yang tahu karena jauh letak gua itu dari tempat kediaman manusia.
Ayat 12
“Kemudian itu"—yaitu setelah melalui masa bertahun-tahun— “Kami bangunkanlah mereka."
Kami bangunkanlah mereka dari tidur yang nyenyak itu,
“Karena hendak Kami buktikan siapa dari kedua golongan itu yang lebih sanggup menghitung betapa lamanya mereka tinggal di situ."
Artinya setelah semuanya dibangunkan dengan takdir Ilahi dari tidur yang nyenyak itu, tanya-bertanyalah di antara yang satu kepada yang lain, berapa lama kita telah tertidur di dalam gua ngalau ini. Maka timbullah dua macam perkiraan, sebagian merasa bahwa tidur itu baru sehari atau setengah hari, sedang yang sebagian lagi tidak dapat memastikan berapakah lamanya mereka tidur, akan tetapi tentu lebih dari setengah hari dan lebih dari satu hari.
Begitulah pokok pangkal cerita penghuni gua ngalau tersebutyang dengan ayat 9 sampai 12 diterangkan dengan simpulan ringkas untuk memberi jawab sekadarnya terhadap pertanyaan yang dikemukakan oleh orang-orang Quraisy itu.
Seterusnya lalu Allah menurunkan wahyu-wahyu menerangkan soal itu lebih panjang.