Ayat
Terjemahan Per Kata
وَلَا
dan jangan
تَمُدَّنَّ
kamu tujukan
عَيۡنَيۡكَ
kedua matamu
إِلَىٰ
kepada
مَا
apa
مَتَّعۡنَا
Kami beri kesenangan
بِهِۦٓ
dengannya
أَزۡوَٰجٗا
jodoh/golongan-golongan
مِّنۡهُمۡ
diantara mereka
زَهۡرَةَ
kembang
ٱلۡحَيَوٰةِ
kehidupan
ٱلدُّنۡيَا
dunia
لِنَفۡتِنَهُمۡ
untuk Kami menguji mereka
فِيهِۚ
padanya/dengannya
وَرِزۡقُ
dan/sedang rezki/karunia
رَبِّكَ
Tuhanmu
خَيۡرٞ
lebih baik
وَأَبۡقَىٰ
dan lebih kekal
وَلَا
dan jangan
تَمُدَّنَّ
kamu tujukan
عَيۡنَيۡكَ
kedua matamu
إِلَىٰ
kepada
مَا
apa
مَتَّعۡنَا
Kami beri kesenangan
بِهِۦٓ
dengannya
أَزۡوَٰجٗا
jodoh/golongan-golongan
مِّنۡهُمۡ
diantara mereka
زَهۡرَةَ
kembang
ٱلۡحَيَوٰةِ
kehidupan
ٱلدُّنۡيَا
dunia
لِنَفۡتِنَهُمۡ
untuk Kami menguji mereka
فِيهِۚ
padanya/dengannya
وَرِزۡقُ
dan/sedang rezki/karunia
رَبِّكَ
Tuhanmu
خَيۡرٞ
lebih baik
وَأَبۡقَىٰ
dan lebih kekal
Terjemahan
Janganlah sekali-kali engkau tujukan pandangan matamu pada kenikmatan yang telah Kami anugerahkan kepada beberapa golongan dari mereka (sebagai) bunga kehidupan dunia agar Kami uji mereka dengan (kesenangan) itu. Karunia Tuhanmu lebih baik dan lebih kekal.
Tafsir
(Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan) yakni berbagai macam golongan (dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia) sebagai perhiasan dan kesemarakan kehidupan dunia (Kami cobai mereka dengannya) seumpamanya mereka makin kelewat batas karenanya. (Dan karunia Rabbmu) di surga (adalah lebih baik) daripada keduniaan yang diberikan kepada mereka (dan lebih kekal) yakni lebih abadi.
Tafsir Surat Taha: 131-132
Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal. Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu.
Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa. Allah ﷻ berfirman kepada Nabi-Nya, "Janganlah kamu melirikkan pandangan matamu kepada kemewahan yang ada di tangan orang-orang yang hidup senang dan mewah. Karena sesungguhnya hal itu tiada lain merupakan perhiasan yang fana dan nikmat yang pasti lenyapnya, kami mencobai mereka dengan melaluinya. Akan tetapi, amatlah sedikit orang yang banyak bersyukur di antara hamba-hamba-Ku." Mujahid mengatakan bahwa makna azwajan minhum ialah orang-orang kaya dan para hartawan, karena sesungguhnya kamu telah diberi apa yang lebih baik daripada apa yang diberikan kepada mereka.
Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Dan sesungguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan Al-Qur'an yang agung. Janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu. (Al-Hijr: 87-88), hingga akhir ayat. Jauh lebih baik pula apa yang telah disediakan oleh Allah ﷻ buat RasulNya di akhirat, tiada terbatas dan tiada terperikan. Seperti halnya apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas. (Adh-Dhuha: 5) Karena itulah dalam surat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya: Dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal. (Thaha: 131) Di dalam kitab sahih disebutkan bahwa ketika Umar ibnul Khattab masuk menemui Rasulullah ﷺ di dalam suatu peristiwa yang saat itu Rasulullah ﷺ sedang mengasingkan dirinya dari istri-istrinya, sebab beliau telah bersumpah tidak akan menggauli mereka dalam waktu tertentu (sampai mereka sadar); Umar ibnul Khattab melihat Rasulullah ﷺ sedang berbaring di lantai rumahnya dengan hanya beralaskan tikar.
Sedangkan di dalam rumahnya hanya ada sebuah wadah air yang sudah lapuk, tergantung di sisi rumahnya. Maka dengan serta-merta Umar mencucurkan air matanya. Rasulullah ﷺ bertanya, "Hai Umar, apakah yang membuatmu menangis?" Umar menjawab, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Kisra dan Kaisar berada dalam kemewahannya, sedangkan engkau adalah makhluk pilihan Allah." Rasulullah ﷺ bersabda: Hai Ibnul -Khattab, apakah engkau dalam keadaan ragu? Mereka adalah kaum yang disegerakan bagi mereka kebaikannya dalam kehidupan dunia ini. Rasulullah ﷺ adalah orang yang paling zuhud terhadap duniawi, padahal beliau mampu menguasainya. Apabila beliau memperoleh harta benda, maka dinafkahkan dan dibagi-bagikannya ke sana dan kemari, kepada semua hamba Allah dan beliau tidak pernah menyimpan sesuatu pun darinya untuk keperluan dirinya di esok hari.
". Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepadaku Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Malik, dari Yazid ibnu Aslam, dari Ata ibnu Yasar, dari Abu Sa'id, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Sesungguhnya hal yang paling aku khawatirkan terhadap kalian ialah bila Allah membukakan bagi kalian bunga-bunga kehidupan dunia. Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan bunga-bunga kehidupan dunia? Rasulullah ﷺ menjawab, "Keberkatan bumi. Qatadah dan As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: bunga kehidupan dunia. (Thaha: 131) Makna yang dimaksud ialah perhiasan kehidupan dunia. Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: untuk Kami fitnah mereka dengannya. (Thaha: 131) Yakni Kami coba mereka dengan perhiasan kehidupan dunia.
Firman Allah ﷻ: Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. (Thaha: 132) Artinya, selamatkanlah mereka dari azab Allah dengan mengerjakan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Semakna dengan yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat lain melalui firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. (At-Tahrim: 6) Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Saleh, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Hisyam ibnu Sa'd, dari Zaid ibnu Aslam, dari ayahnya, bahwa ia dan Yarfa' pernah menginap di rumah Umar ibnul Khattab.
Dan Umar mempunyai kebiasaan mengerjakan salat sunat di tengah malam; tetapi adakalanya ia tidak mengerjakannya, sehingga kami katakan, "Dia tidak salat sunat malam hari malam ini, tidak sebagaimana malam-malam sebelumnya." Umar bila hendak mengerj akan salat sunat malam hari, ia membangunkan keluarganya untuk ikut salat bersamanya, dan ia membacakan firman-Nya: Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. (Thaha: 132) Firman Allah ﷻ: Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. (Thaha: 132) Yakni apabila kamu mengerjakan salat, niscaya rezeki akan datang kepadamu dari arah yang tidak kamu duga-duga.
Sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat lain melalui firman-Nya: Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. (Ath-Thalaq: 2-3) Dan firman Allah ﷻ yang mengatakan: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (Az-Zariyat: 56) Sampai dengan firman-Nya: Sesungguhnya Allah, Dialah Maha Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh. (Az-Zariyat: 58) Karena itulah dalam surat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya: Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. (Thaha: 132) As-Sauri telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Kami tidak meminta rezeki kepadamu. (Thaha: 132) Yaitu Kami tidak membebankan kepadamu suatu permintaan.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Gayyas, dari Hisyam, dari ayahnya, bahwa apabila ia masuk ke dalam rumah seseorang yang ahli dunia (kaya), lalu ia melirik kepada kekayaannya, maka sepulangnya ke rumah ia membaca firman-Nya: Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu. (Thaha: 131) sampai dengan firman-Nya: Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. (Thaha: 132) Kemudian ia berkata kepada keluarganya, "Dirikanlah salat, dirikanlah salat, semoga Allah merahmati kalian!" ".
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Abu Ziyad Al-Qatrani, telah menceritakan kepada kami Sayyar, telah menceritakan kepada kami Ja'far, dari Sabit, bahwa Nabi ﷺ apabila mengalami suatu kesusahan, maka beliau menyeru kepada keluarganya: Hai keluargaku, kerjakanlah salat, kerjakanlah salat oleh kalian!" Sabit mengatakan bahwa para nabi itu apabila tertimpa suatu kesusahan, maka mereka bersegera mengerjakan salat. Imam Turmuzi dan Imam Ibnu Majah telah meriwayatkan melalui hadis Imran ibnu Zaidah, dari ayahnya, dari Abu Khalid Al-Walibi, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Allah ﷻ berfirman, "Hai anak Adam, tekunilah beribadah kepadaKu, tentu Aku akan memenuhi rongga dadamu dengan kecukupan dan Aku akan menutupi kefakiranmu.
Jika kamu tidak melakukannya, tentu Aku penuhi dadamu dengan kesibukan dan Aku tidak akan menutupi kafakiranmu. Ibnu Majah telah meriwayatkan melalui hadis Ad-Dahhak, dari Al-Aswad, dari Ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Nabi ﷺ bersabda: Barang siapa yang semua kesusahannya hanya satu, yaitu memikirkan kesusahan di hari kemudian, niscaya Allah akan memberinya kecukupan dalam kesusahan dunianya. Dan barang siapa kesusahannya bercabang-cabang, hanya memikirkan susahnya keadaan di dunia, maka Allah tidak mempedulikannya lagi di lembah mana pun ia binasa.
Telah diriwayatkan pula melalui hadis Syu'bah, dari Umar ibnu Sulaiman, dari Abdur Rahman ibnu Aban, dari ayahnya, dari Zaid ibnu Sabit, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: Barang siapa yang kesusahannya hanya memikirkan dunia, maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya dan menjadikan kefakirannya di depan matanya, serta tiada yang datang dari dunia kepadanya kecuali hanya apa yang telah ditakdirkan baginya. Dan barang siapa yang perhatiannya tercurahkan kepada akhiratnya, maka Allah akan menghimpunkan baginya semua urusannya dan menjadikan kecukupannya di dalam kalbunya, serta dunia datang kepadanya dalam keadaan terpaksa.
Firman Allah ﷻ: Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa. (Thaha: 132) Maksudnya, akibat yang baik di dunia dan akhirat yaitu surga hanyalah bagi orang yang bertakwa kepada Allah. Di dalam sebuah hadis sahih disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Tadi malam aku melihat dalam mimpiku seakan-akan kita berada di dalam rumah Uqbah ibnu Rafi', lalu kita disuguhi hidangan buah kurma masak dari kurmanya Ibnu Tab. Maka aku menakwilkan mimpi itu, bahwa sesungguhnya akibat yang terpuji dan derajat yang tinggi adalah bagi kita di dunia ini, dan bahwa agama kita telah masak (sempurna)."
131. Banyak orang kafir yang mendapat rezeki dan kenikmatan duniawi berlimpah. Allah mengingatkan kaum mukmin untuk tergiur dengan hal tersebut. Wahai orang beriman, janganlah kamu terpesona oleh apa yang orang kafir itu peroleh dan janganlah pula kamu tujukan kedua matamu dengan antusias dan penuh harap kepada apa yang telah Kami berikan, berupa kenikmatan duniawi, kepada golongan-golongan dari mereka. Sungguh, semua itu tidak lain sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami uji mereka dengannya, dan ketahuilan bahwa karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal dari segala sisinya. 131. Banyak orang kafir yang mendapat rezeki dan kenikmatan duniawi berlimpah. Allah mengingatkan kaum mukmin untuk tergiur dengan hal tersebut. Wahai orang beriman, janganlah kamu terpesona oleh apa yang orang kafir itu peroleh dan janganlah pula kamu tujukan kedua matamu dengan antusias dan penuh harap kepada apa yang telah Kami berikan, berupa kenikmatan duniawi, kepada golongan-golongan dari mereka. Sungguh, semua itu tidak lain sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami uji mereka dengannya, dan ketahuilan bahwa karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal dari segala sisinya.
Ayat ini menjelaskan bahwa untuk menguatkan hati Rasulullah dan meneguhkan pendiriannya dalam menghadapi perjuangan menegakkan kalimah Allah, Allah mengamanatkan kepadanya agar dia jangan mengalihkan perhatiannya kepada kesenangan, kemewahan dan kekayaan yang dinikmati oleh sebagian orang kafir karena hal itu akan melemahkan semangatnya bila matanya telah disilaukan oleh kilauan perhiasan dunia dan ingin mempunyai apa yang dimiliki orang-orang kaya. Semua nikmat yang diberikan kepada orang-orang kafir hanyalah sementara, ibarat bunga yang sedang berkembang, tetapi tak lama kemudian bunga yang harum semerbak itu akan layu dan berguguran daunnya satu persatu dan hilanglah segala keindahan dan daya tariknya. Nikmat kekayaan yang diberikan kepada orang-orang kafir itu hanyalah buat sementara saja sebagai ujian bagi mereka, apakah dengan nikmat Tuhan itu mereka akan bersyukur kepada-Nya dengan beriman dan mempergunakannya untuk mencapai keridaan-Nya ataukah mereka akan tetap kafir dan bertambah tenggelam dalam kesesatan, sehingga harta benda itu menjadi sebab kecelakaan mereka sendiri. Allah telah menganugerahkan kepada Nabi sebagai ganti nikmat lahiriyah itu nikmat yang lebih baik yaitu ketenangan hati dan kebahagiaan yang berupa keridaan Ilahi.
Diriwayatkan oleh Abu Rafi`, seorang tamu datang mengunjungi Rasulullah, sedang di rumahnya tidak ada yang patut disuguhkan kepada tamu itu. Rasulullah menyuruh saya meminjam sedikit tepung gandum kepada orang Yahudi dan akan dibayar nanti pada bulan Rajab. Orang Yahudi itu tidak mau meminjamkan kecuali dengan jaminan. Aku kembali kepada Rasulullah memberitakan hal itu. Rasulullah berkata:
"Demi Allah, saya adalah orang yang dapat dipercaya di antara penghuni langit dan orang yang dapat dipercaya di antara penghuni bumi. Seandainya ia meminjami atau menjual padaku, tentu aku membayarnya. Bawalah baju perangku ini. (Riwayat al-Bazzar).
Kemudian turunlah ayat ini (thaha/20: 131).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
PEDOMAN BERJUANG
Ayat 128
“Maka apakah mereka tidak mendapat petunjuk, betapa telah Kami binasakan sebelum mereka dari berbagai kurun."
Ayat ini tersusun bahwa Allah bertanya kepada Rasul-Nya, menanyakan tentang kaum-nya yang masih belum mau menerima iman itu, mengapa mereka masih saja tinggal ingkar dan kufur, apakah mereka tidak mengambil perbandingan dan pengajaran dari kurun-kurun yang telah terdahulu, yang telah hancur binasa, tak ada lagi sekarang. Karena mereka itu adalah sebagai mereka sekarang ini juga, tidak mau percaya kepada seruan yang dibawa oleh utusan Allah, “Sedang mereka berjalan di tempat-tempat kediaman mereka." Artinya bahwa bangsa Arab yang didatangi oleh Nabi Muhammad ﷺ itu banyak yang suka berjalan mengembara ke luar Mekah. Mereka sampai ke sebelah selatan; di sana terdapat runtuhan dari kaum ‘Ad yang diutus kepada mereka Nabi Hud. Dan dalam perjalanan itu mereka pun bertemu juga dengan bekas negeri Tsamud yang menentang utusan Allah Nabi Shalih. Di dalam perjalanan ke utara mereka bisa mendapati runtuhan dan bekas negeri Madyan yang didatangi Nabi Syu'aib, dan bekas runtuhan negeri Sadum yang didatangi oleh Nabi Luth. Mereka mendengar cerita-cerita tentang kaum itu dari mulut ke mulut dan mereka lihat bekas-bekasnya. Semuanya itu dinamai qurun. Karena qarn yang kalimat jamaknya ialah qurun bermakna (1) satu abad atau seratus tahun. (2) bermakna satu keturunan atau generasi.
Meskipun pertanyaan ini dihadapkan kepada Nabi ﷺ, maksudnya ialah supaya Nabi ﷺ pun menyampaikan juga pertanyaan ini kepada mereka. Janganlah mereka teruskan berkeras kepala menantang seruan kebenaran. Sebab Allah mudah saja menghancurleburkan mereka seperti Allah menghancurkan kurun-kurun yang telah lalu itu. Lebih baiklah mereka bertunduk dan patuh kepada Allah Yang Mahakuasa itu. Karena Allah mengirim rasul itu tidak lain hanyalah untuk mengajak mereka belaka menuruti jalan yang benar. Di ujung ayat Allah berfirman,
“Sesungguhnya pada yang demikian itu adalah menjadi tanda-tanda bagi orang-orang yang mempunyai pikiran."
Di ujung ayat diterangkan bahwa orang-orang berpikiranlah yang akan dapat mengerti bila mereka lihat runtuhan dan bekas itu. Pada perjalanan pikiran mereka akan terdapatlah suatu kesan bahwa manusia itu lemah adanya. Bagaimanapun mereka bersikeras mempertahankan hidup dan kemegahannya, apabila kehendak Allah datang, seorang pun tidak akan ada yang dapat bertahan. Bekas-bekas dan runtuhan itu pun akan dapat “bercakap" memberi ingat kepada orang-orang yang lalu lintas dalam perjalanan pergi dan pulang: Oi, lihat kemari! Yang kamu lihat di sini hanya bekas! Padahal di sini di zaman lampau ada satu masyarakat yang hidup, yang megah, yang tidak memikirkan hari esok, yang menyangka dunia akan dipakai lama. Apa yang kalian lihat sekarang? Hanya runtuh-runtuhan, hanya batu dan bata, hanya tempat sepi yang telah tidak ada manusia lagi. Oleh sebab itu berpikirlah sejenak dan insyaflah bahwa kalian pun akan seperti kami ini saja, jika tidak dari sekarang kalian membuat hubungan iman dengan Allah.
“Ulin-nuha" kita artikan orang-orang yang mempunyai pikiran. Ar-Razi menjelaskan bahwa kata an-nuha yang arti aslinya ialah larangan tidaklah dipakai kecuali untuk orang yang akalnya dapat melarangnya dari perbuatan yang keji dan tercela.
Ayat ini pun mengandung arti yang lebih mendalam tentang perlunya ilmu arkeologi, yaitu penggalian yang dilakukan terhadap kulit bumi buat mencari dan mengadakan riset tentang sejarah zaman purbakala. Ahli-ahli pengetahuan yang mengkhususkan diri dalam bidang itu telah bekerja keras mengadakan penggalian demikian, sehingga negeri-negeri yang telah terbenam ke dalam lapisan kulit bumi berabad-abad lamanya telah dapat diketahui orang dan disusun orang pengetahuan tentang sejarahnya yang telah lalu. Penyelidik -penyelidik dari kalangan Kristen menggali tanah sekitar Laut Mati hendak membuktikan sisa negeri Madyan atau negeri Sadum (Sodom) dan lain-lain. Di dekat Shan'aak telah digali orang bekas Kerajaan Ratu Sabaa (Sheba).
Lantaran anjuran agama sebagai tersebut dalam ayat ini dan beberapa ayat pada surat yang lain, sudah sepatutnya pula pihak-pihak ahli pengetahuan Islam memerhatikannya, yang gunanya yang terang ialah buat menambah iman kita kepada Allah.
Ayat 129
“Dan kalau bukanlah suatu kalimat yang telah tendakulu dari Allah engkau, niscaya pastilah adzab (mengenai mereka itu)."
Sudah ada kalimat, artinya sudah ada ketentuan yang sudah dipastikan oleh Allah, yang tidak akan berubah begitu saja.
Apakah kalimat yang telah ditentukan itu? Ibnu Katsir mengatakan, “Bahwa kalimat yang telah ditentukan Allah itu ialah bahwa seseorang tidak akan diadzab melainkan sesudah berdiri hujjah atasnya."
Maksudnya ialah terlebih dahulu Allah mengirimkan utusannya, Rasul-Nya, Muhammad ﷺ menyampaikan dakwah sehingga sampailah kepada manusia keterangan tentang yang dilarang Allah dan yang diperintahkan. Maka sebelum mereka berbuat suatu kesalahan sebelum keterangan itu sampai kepadanya, belumlah dia akan diadzab.
Az-Zamakhsyari menafsirkan, “Kalimat yang telah terdahulu itu ialah persiapan menta'khirkan adzab atau ganjarannya ke hari akhirat." Kata beliau, “Kalau bukanlah karena persiapan adzab di akhirat itu, tentu saja mereka akan dibinasakan sekarang juga sebagai yang telah berlaku atas kaum ‘Ad dan Tsamud.
Al-Qasyani menafsirkan, “Ketentuan yang telah terdahulu bahwa umat ini tidaklah akan dimusnahkan dengan kehancuran atas adzab di dunia ini, karena Nabi mereka (Muhammad ﷺ) adalah Nabiyur-Rahmah
Fakhruddin ar-Razi memperpanjang lagi, tafsiran ini, “Karena dalam ilmu Allah bahwa dalam keturunan mereka yang akan datang akan ada orang-orang yang beriman, Kalau dibinasakan mereka itu sekarang, niscaya anak cucu yang ditunggu-tunggu itu tidak akan muncul."
Maka maksud bagian pangkal dari ayat ini ialah menilik kepada keingkaran, kekufuran, dan kebencian mereka kepada Muhammad ﷺ sudah pantaslah mereka itu mendapat adzab siksaan Allah di dunia ini juga. Tetapi itu tidak berlaku, sebab ketentuan (kalimat) Allah sudah tertentu lebih dahulu, bahwa penghancuran suatu umat sebagai dahulu itu tidak berlaku lagi kepada umat Muhammad yang beliau hadapi di waktu itu.
Kemudian dalanglah ujung ayat,
“Dan suatu janji yang telah ditentukan."
Yaitu selain dari kalimat yang telah terdahulu yang menyebabkan tidak segera adzab dijatuhkan kepada umat Muhammad, khususnya musyrikin Mekah itu ada lagi satu hal, yaitu “Janjiyang telah ditentukan."
Apakah janji yang telah ditentukan itu? Besar kemungkinan bahwa ketika ayat ditu-runkan, Nabi kita ﷺ telah diberitahukan apa dia janji yang telah ditentukan itu. Tetapi bagi umat, setelah terjadi Perang Badar yang besar itulah baru “janjiyang telah ditentukan" itu menjadi kenyataan. Yaitu bahwa segala pemimpin dan pemuka yang menantang keras Dakwah Islam itu habis musnah, hancur dalam Peperangan Badar. Mereka mati terbunuh di antaranya Abu Jahal yang terkenal itu. Dan paman Nabi ﷺ sendiri, Abu Lahab, mati kena serangan jantung setelah menerima berita kekalahan teman-temannya penghalang Islam itu; sesuatu kekalahan yang tidak disangka-sangkanya sama sekali.
“Janji yang telah ditentukan" itu pula agaknya yang menyebabkan Abu Sufyan tidak hadir dalam Perang Badar, meskipun dia yang meneruskan pimpinan perlawanan kaum Quraisy terhadap Nabi ﷺ sampai Mekah ditaklukkan. Sebab tidak hadir itu, dia tidak mati binasa di Perang Badar dan sempat masuk Islam, dan baik Islamnya. Kemudian ternyata dalam sejarah bahwa putra-putranya dan keturunannyalah yang mendirikan Kerajaan Bani Umaiyah.
Penafsir ini telah menyusun terjemahan dari ayat ini menurut susunan aslinya, “Dan kalau bukanlah suatu kalimat yang telah terdahulu dari Allah engkau, niscaya pastilah adzab mengenai mereka; dan juga kalau bukanlah janji yang telah ditentukan."
Oleh sebab itu makaal-Ustaz Haji Zainuddin Hamidi dan al-Ustaz H. Fakhruddin H.S. di dalam tafsirnya (hal. 458) menerjemahkan, “Dan kalau tidak karena perkataan dari Allah telah terdahulu, dan waktu yang ditetapkan (telah ada), sudah semestinya hukuman itu."
Dan al-Ustaz Ahmad Hassan dalam tafsirnya Al-Qur'an menerjemahkan, “Dan sekiranya tidak terdahulu satu kalimat dari Tuhanmu dan satu tempo yang ditentukan, niscaya (adzab) telah mengenai mereka." (Hal. 614).
Dan menurut terjemahan lajnah Departemen Agama RI,
“Dan sekiranya tidak ada firman dari Allah yang telah terdahulu atau tidak ada ajal yang telah ditentukan, pasti (adzab itu) menimpa mereka." (Hal 491, cetakan 1970).
Dan beberapa terjemahan yang saya kemukakan itu dan terjemahan saya sendiri yang saya coba menuruti susunan aslinya, dapatlah dimaklumi betapa sukarnya menerjemahkan dari satu bahasa ke bahasa yang lain, apatah lagi bahasa Al-Qur'an, Kalam Allah, yang kita memohon ampun jika kita menyalinnya tidak juga dapat mengungkapkan maksud dan isinya.
Ayat 130
“Maka hendaklah engkau sabai atas apa yang mereka katakan."
Banyaklah serangan dengan mulut, cemooh, penghinaan, dan tuduhan yang tidak-tidak, yang dipukulkan oleh mereka yang menolak ajaran Rasul itu terhadap kepada diri beliau. Kadang-kadang sebagai seorang manusia, niscaya tersinggung juga perasaan beliau. Inilah yang diperingatkan oleh Allah di pangkal ayat ini kepada Nabi-Nya. Supaya dia sabar, teguhkan hati, dan tabah mendengarkan segala macam cakap orang itu. Karena kalau semua mau diladeni, niscaya akan habislah waktu dengan percuma, sedang kewajiban yang dihadapi terlalu besar.
“Dan bertasbihlah dengan memuji Allah engkau." Yang dimaksud dengan bertasbih ialah ucapan dari hati yang tulus dan ikhlas, yang timbul dari kesadaran pribadi akan kesucian dan kemuliaan Allah, “Subhanallah!" Dan yang dimaksud dengan memuji Allah niscaya ialah ucapan “Alhamdulillah)", dan perlengkapan ucapan ini semuanya ialah di dalam mengerjakan shalat menurut contoh teladan yang diajarkan oleh Nabi ﷺ, “Sebelum terbit matahari," tentu saja yang dimaksud di sini ialah mengerjakan shalat Shubuh, karena Shubuh itu dikerjakan setelah fajar menyingsing sebelum matahari terbit; “Dan sebelum ghurub-nya," yaitu pada waktu Ashar. Karena sewaktu matahari ghurub itu sendiri tidaklah boleh shalat tengah matahari ghurub itu."Dan di bagian-bagian malam, maka hendaklah engkau bertasbih (juga)" Yang dimaksud dengan sebagian dari malam itu ialah waktu Maghrib, yakni setelah matahari sempurna terbenam, karena hari telah mulai malam. Kemudian itu ialah shalat Isya, yang termasuk shalat di sebagian malam juga. Sebab waktu Isya ialah bila telah habis sama sekali syafaq yang merah, sebagai alamat bahwa matahari telah sempurna terbenam ke sebalik bumi, hingga bekas cahayanya tidak kelihatan lagi. Di samping shalat di waktu Maghrib dan Isya, kepada Nabi ﷺ pun dianjurkan shalat Tahajjud. (Lihat surah al-Israa', ayat 79)."Dan di pinggir-pinggiran siang."
Yang dimaksud dengan waktu siang ini nis-cayatah shalat Zhuhur. Ditambah pula dengan shalat sunnah Dhuha.
Maka dengan susunan ayat ini lengkaplah waktu shalat yang fardu sebagai tiang (rukun) dari Islam disebutkan oleh Allah.
Di ujung ayat diterangkan rahasia mengapa shalat itu diperintahkan, seperti bertasbih menyucikan dan memuji Allah. Guna dan faedahnya ialah
“Supaya engkau akan nutha."
Diterangkan di sini betapa pentingnya shalat itu bagi mendekatkan diri kepada Allah. Bagaimana lapang rasanya dada dan luas rasanya alam dan dekat rasanya hubungan dengan Allah. Maka timbullah ridha dalam hati menerima hidup ini sebagai tugas yang dipikulkan Allah, menurut firman-Nya bahwa tidaklah Dia menjadikan jin dan manusia di dunia ini, kecuali hanya semata-mata untuk mengabdi, memperhambakan diri kepada-Nya. Maka hidup yang selalu mendekati Allah dengan shalat terasa sangat lapang. Tidaklah menjadi sombong, angkuh dan lupa kepada Allah kalau mendapat banyak rezeki, melainkan jiwa dipenuhi oleh syukur. Dan tidak pula mengeluh menyesali nasib bilamana hidup dalam kesukaran, karena percaya bahwa pertolongan Allah pasti datang. Hidup ridha karena taat mengerjakan shalat, bertasbih, dan bertahmid kepada Allah yang membawa ridha dan lapang itu adalah lawan dari hidup dalam kesempitan, terutama sempit hati karena berpaling dari peringatan Allah, seperti yang telah difirmankan Allah pada ayat 124 yang telah lalu.
Dan di akhirat, sebagai tujuan terakhir dari perjalanan manusia, akan mendapat pula ridha dari Allah sendiri.
“Dan Ridha Allah itulah yang lebih besar," daripada segala nikmat dalam surga kelak.
Ayat 131
“Dan janganlah engkau layangkan pandangan kedua mata engkau kepada kelebihan yang Kami berikan dengan dia kepada beberapa golongan dari mereka."
Ada pepatah Melayu, “Pandang dekat ditukikkan, pandangan jauh dilayangkan." Di pangkal ayat ini Nabi ﷺ dilarang Allah melayangkan pandangan kedua belah matanya, melihat kelebihan yang diberikan Allah kepada “mereka itu". Mereka itu ialah orang-orang kafir yang menantangnya itu, yang hidup dalam kemewahan, mengumpul harta benda dan kekayaan. Mereka menjadi sombong memandang orang lain, terutama pengikut-pengikut yang telah menyatakan percaya kepada Rasulullah dan telah beriman. Orang-orang yang menantang itu, yang sombong dengan kekayaannya, menyangka bahwa karena kekayaan mereka, maka merekalah yang patut dihormati. Mereka menilai seseorang ialah menilik betapa kayanya. Inilah penyakit yang merata di permukaan bumi ini sampai akhir zaman.
Di zaman kita sekarang ini pun penghargaan dan penghormatan terhadap seseorang ditentukan oleh berapa besar rumahnya, berapa banyak orang yang digajinya buat menjaga hartanya, adakah mereka mobilnya termasuk merekyangtinggi dan keluaran tahun berapa. Berapa uang yang disimpannya di bank dan berapa laba (deposito) yang diterimanya tiap bulan, sehingga dia hanya hidup goyang kaki menunggu laba menernakkan uang.
Kepada Nabi ﷺ telah diperingatkan dalam ayat ini, agar beliau jangan melayangkan pandangan kedua mata kepada kelebihan orang seperti itu. Jangankan kedua belah mata, sedangkan sebelah mata tidaklah Nabi Muhammad dan pengikut-pengikut Nabi Muhammad sampai kepada hari Kiamat tidaklah akan mengagumi orang-orang seperti demikian, kalau hidup mereka berpaling dari peringatan dan petunjuk Allah, seperti yang disebut pada ayat 124 di atas tadi.
Maka berfirmanlah Allah selanjutnya, “Itu hanyalah perhiasan dunia saja, untuk Kami uji mereka padanya." Lantaran itu janganlah engkau terpukau dengan kelebihan dan kekayaan mereka itu. Apalah artinya suatu perhiasan hanya semata-mata di dunia buat sementara. Allah memberikan perhiasan dunia kepada beberapa manusia yang dikehendakinya, lain tidak hanyalah untuk menguji keteguhan imannya. Bukan sedikit orang yang lupa ke mana tujuan hidup yang sebenarnya karena dipesona oleh perhiasan dunia.
Apalah perhiasan dunia? Salah satu pasti terjadi: Kalau tidak kita yang meninggalkannya, pastilah dia yang meninggalkan kita. Berapa banyaknya gedung mewah, bangunan besar, gedung indah yang didirikan dengan ber-payah lelah, hanya sebentar saja dinikmati. Baru sedang mencoba-coba menikmati, tiba-tiba yang empunya meninggal dunia. Gedung itu, akan dijual oleh anak-anak yang banyak, karena anak-anak itu telah bertebaran dibawa untung masing-masing. Atau mereka berkumpul di sana, bukan untuk menikmati melainkan untuk berkelahi. Harta perhiasan yang lain pun demikian pula. Ada yang indah, tetapi tidak cocok lagi dengan umur yang akan memakai, sebab awak sudah tua. Atau awak sakit-sakit.
Allah berfirman bahwa perhiasan dunia itu adalah untuk penguji iman seseorang. Allah tidaklah menghambat seseorang mempunyai perhiasan dunia tetapi pandai-pandailah me-makainya. Jangan lupa bahwa perhiasan itu adalah nikmat dan rahmat Ilahi yang wajib disyukuri, dan janganlah hati dilekatkan kepada perhiasan itu. Karena yang akan kekal dibawa ke akhirat, tidak ada yang lain hanyalah takwa kepada Allah jua. Itu sebabnya maka ujung ayat berbunyi,
“Sedang rezeki Allah engkau adalah lebih baik dan lebih kekal."
Peringatan Allah ini jadi pegangan teguh bagi Nabi ﷺ. Bahwa rezeki yang diberikan Allah dengan halal, walaupun sepiring makanan pagi dan sepiring makanan petang, cukuplah asal berkah, asal halal.
Beliau adalah penakluk dunia; seluruh Tanah Jazirat Arab itu telah tunduk dan takluk kepada beliau. Menurut aturan peperangan, harta rampasan yang didapat di medan perang dibagi lima; empat perlima dibagikan kepada setiap mujahidin yang pergi berperang, dan yang seperlima lagi menjadi hak Allah dan Rasul, tegasnya menjadi hak beliau. Kesempatan terbuka seluas-luasnya jika beliau ingin akan perhiasan dunia. Namun Allah telah memerintahkan kepada beliau agar pandang kedua belah mata beliau jangan dilayangkan kepada perhiasan dunia. Sebab jiwa manusia itu, bila sekali telah dipengaruhi oleh benda, sukarlah dia melepaskan diri darinya. Sebab itu pernahlah beliau melakukan Haa, yaitu mengucilkan diri dari istri-istri beliau beberapa waktu lamanya, karena istri-istri itu tampaknya tidak sabar menuruti hidup beliau yang seperti demikian itu, (yang akan diuraikan kelak lebih panjang dalam surah al-Ahzaab).
Perhiasan dunia bukanlah dibenci, tetapi hendaklah orang sanggup mengendalikan diri berhadapan dengan perhiasan dunia. Rasulullah saw, pernah bersabda,
“Berkata Rasululah ﷺ, Sesungguhnya yang sangat aku takuti dari hal-hal yang aku takuti atas dm kamu ialah apa yang akan dibukakan Allah bagi kamu dari perhiasan dunia." Lalu mereka benarnya, “Apakah perhiasan dunia itu, ya Rasul AllahV' Beliau jawab, “Ialah berkah-berkah yang timbul dari bumi." (HR Ibnu Abi Hatim dari Abu Said al-Khudri)
Tertulis dalam ayat ialah “Zahratid-Dunia" arti Zahrah menurut bahasa ialah kembang yang mekar. Qatadah dan as-Suddi mengartikannya ialah “perhiasan dunia". Arti yang dipilihkan Qatadah dan as-Suddi itu pun sangat sesuai. Karena perhiasan itu pun memang laksana kembang jua. Baru beberapa hari saja terletak dalam jembangan bunga, dia pun layu.
Di ujung ayat dikatakan bahwa rezeki yang dianugerahkan Allah lebih baik dan lebih kekal. Artinya, meskipun kekayaan yang berlimpah-limpah dan perhiasan dunia yang tidak tepermanai banyaknya adalah rezeki juga dari Allah, namun yang didapat dengan jiwa yang ridha, sebagai tersebut di ujung ayat 130 sebelumnya, itulah dia rezeki yang baik dan itulah dia rezeki yang kekal. Karena dia akan dapat membawa kebahagiaan sampai ke akhirat.
Tentang Rasulullah ﷺ tidak terpesona oleh perhiasan dunia itu, tersebutlah di dalam sebuah hadits yang shahih riwayat Bukhari, bahwa pada suatu hari Umar bin Khaththab masuk menemui Rasulullah ﷺ di waktu itu beliau sedang mengucil dari istri-istri beliau. Didapat oleh Umar beliau sedang berbaring di atas sebuah hamparan pasir tidak beralas. Di dalam rumah tidak ada terdapat apa-apa barang yang patut disebut perhiasan, kecuali sebuah tempat air tergantung yang telah lapuk pula. Maka tidak tertahanlah air mata Umar titik berderai melihat keadaan itu. Maka bertanya Rasulullah kepadanya, “Apa yang menyebabkan engkau menangis, hai Umar?"
Lalu Umar menjawab, “Ya Rasulullah! Tuan tahu bagaimana hidup Kisra (di Iran, Persia) dan Kaisar (di Romawi), padahal engkau adalah orang yang telah dipilih Allah di antara makhluknya."
Maka bersabdalah beliau ﷺ, “Apakah engkau ragu, hai Umar bin Khaththab? Orang-orang itulah ialah suatu kaum yang dicepatkan Allah mengecap kesenangan di dunia ini."
Dalam hadits yang lain tercatat, “Aku Nabi, ya Umar bin Khaththab, bukan Kisra dan bukan Kaisar"
Sebab itu beliau ﷺ adalah orang yang paling tidak terikat hatinya kepada dunia ini, padahal beliau sanggup kalau mau. Kalau dia mendapat kekayaan, segeralah dinafkah-kannya dengan berbagai-bagai jalan untuk kepentingan hamba-hamba Allah, dan tidak ada yang beliau simpan untuk dirinya sendiri.
SHALAT
Ayat 132
“Dan penintahkantah kepada ahli engkau agar shalat."
Sesudah Rasulullah dilarang melayangkan pandang terlalu jauh kepada kelebihan dan kemewahan orang lain dengan perhiasan dunia, sekarang beliau pun disuruh pula memerintahkan kepada kaum keluarga beliau yang terdekat agar mereka itu bersungguh-sungguh mengerjakan shalat. Jangan shalat dilalaikan.
Siapakah yang dimaksud dengan ahli, atau keluarga dalam ayat ini?
Ada juga ahli tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ahli atau keluarga dalam ayat ini ialah umat beliau. Tetapi kebanyakan tafsir mengatakan bahwa ahli di sini ialah keluarga terdekat. Ada tersebut dalam tafsir uraian Fakhruddin ar-Razi bahwa sejak turun ayat ini Rasulullah ﷺ selalu membangunkan anak perempuannya, Fatimah, dan menantunya, Ali bin Abi Thalib, supaya segera shalat Shubuh. Sampai sebulan beliau memanggil mereka tiap pagi.
Telah kita lihat pada ayat 130 di atas tadi, bahwa beliau ﷺ diperintahkan menerima gunjing dan perkataan musuh-musuhnya yang membencinya itu, dan hendaklah dia menguatkan pribadinya dengan shalat. Maka di ayat 132 ini beliau ﷺ pun disuruh memerintahkan pula supaya ahli keluarganya shalat. Maka dapatlah kita memahami bahwa pengaruh dakwah yang beliau lakukan akan lebih besar jika ahli-ahlinya yang terdekat, anak-anak dan istri-istrinya, shalat seperti beliau pula. Dan dapat pula di sini kita pahamkan bahwa beliaulah yang diperintahkan lebih dahulu supaya mengamalkan shalat untuk dirinya. Kemudian supaya disuruhnya pula para ahlinya. Ini penting sekali bagi seorang rasul, supaya pihak yang menentangnya jangan sampai mendapat jalan buat membangkit kelemahannya. Di dalam surah Maryam ayat 54 dan 55, Allah mengisahkan tentang nenek Nabi Muhammad ﷺ sendiri, yaitu Nabi Isma'il:
“Dan ingatlah di dalam kitab, akan Isma'il Dia itu adalah seorang yang benar janjinya, dan adalah dia seorang Rasul, lagi Nabi, Dan adalah dia menyuruhkan ahlinya shalat dan berzakat dan di sisi Allah adalah dia diridhai"
Sebab itu kesanggupan beliau sebagai seorang Rasul merangkap seorang Nabi, seyogianya Nabi Muhammad ﷺ meneladan perjalanan hidup neneknya, atau nenek mayang bangsa Arab; benar kalau membuat suatu janji, diperintahnya ahli dan keluarga shalat dan puasa. Sikap yang demikian itu menyebabkan dia diridhai di sisi Allah.
Kemudian datanglah sambungan ayat, “Dan hendaklah engkau bersabar atasnya." Nabi disuruh bersabar mengerjakan shalat, jangan bosan, jangan berhenti dan segera kerjakan jika datang waktunya, sebagaimana yang telah ditentukan di ayat 130 tadi.
Mengapa disuruh bersabar di dalam mengerjakan shalat? Karena shalat tidaklah membawa keuntungan benda. Asal sudah shalat tidaklah akan segera tampak hasilnya oleh mata. Dia adalah urusan ketenteraman jiwa. Shalat itu pun adalah doa. Jika tidak segera terkabul janganlah berkecil hati, bersabarlah."Tidaklah Kami meminta rezeki kepada engkau." Menurut yang ditafsirkan oleh ar-Razi, maksud ayat ini ialah ‘Tidaklah Kami meminta rezeki untuk engkau dan tidak juga untuk ahli engkau itu. Oleh sebab itu maksudnya ialah janganlah engkau bimbang, dan ragu tentang jaminan hidupmu asal engkau benar-benar menyerahkan diri kepada Allah, shalat dengan tekun dan engkau suruhkan pula kaum keluargamu menuruti jejakmu itu, soal rezeki janganlah membuat hatimu bimbang; “Bahkan Kamilah yang akan memberi engkau rezeki."
Ini sesuai dengan apa yang dijelaskan Allah pula pada ujung ayat 2 dan pangkal ayat 3 dari surah ath-Thalaaq,
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah akan diberinya baginya jalan keluar; dan akan Dia beri dia rezeki dari jalan yang tidak diperhitungkan, dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, maka Dialah yang jadi penjaminnya. Sesungguhnya Allah itu sampailah segala urusan-Nya. Sesungguhnya Allah telah menjadikan bagi tiap-tiap sesuatu itu ketentuan." (ath-Thalaaq: 2-3)
Itulah sebabnya pula maka di ujung ayat 132 ini dijelaskan oleh Allah jaminannya,
“Dan akibat yang baik adalah bagi ketakwaan."