Ayat
Terjemahan Per Kata
كَانَ
adalah
ٱلنَّاسُ
manusia
أُمَّةٗ
umat
وَٰحِدَةٗ
(yang) satu
فَبَعَثَ
maka mengutus
ٱللَّهُ
Allah
ٱلنَّبِيِّـۧنَ
para Nabi
مُبَشِّرِينَ
pembawa kabar gembira
وَمُنذِرِينَ
dan pemberi peringatan
وَأَنزَلَ
dan Dia menurunkan
مَعَهُمُ
bersama mereka
ٱلۡكِتَٰبَ
Kitab
بِٱلۡحَقِّ
dengan hak/benar
لِيَحۡكُمَ
untuk memberi keputusan
بَيۡنَ
diantara
ٱلنَّاسِ
manusia
فِيمَا
tentang apa
ٱخۡتَلَفُواْ
mereka perselisihkan
فِيهِۚ
didalamnya
وَمَا
dan tidak
ٱخۡتَلَفَ
berselisih
فِيهِ
didalamnya
إِلَّا
kecuali/melainkan
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
أُوتُوهُ
(mereka) diberinya
مِنۢ
dari
بَعۡدِ
sesudah
مَا
apa
جَآءَتۡهُمُ
datang kepada mereka
ٱلۡبَيِّنَٰتُ
keterangan-keterangan
بَغۡيَۢا
dengki
بَيۡنَهُمۡۖ
diantara mereka
فَهَدَى
maka memberi petunjuk
ٱللَّهُ
Allah
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ءَامَنُواْ
beriman
لِمَا
tentang apa
ٱخۡتَلَفُواْ
mereka perselisihkan
فِيهِ
didalamnya
مِنَ
dari
ٱلۡحَقِّ
kebenaran
بِإِذۡنِهِۦۗ
dengan izinnya
وَٱللَّهُ
dan Allah
يَهۡدِي
Dia memberi petunjuk
مَن
orang/siapa
يَشَآءُ
Dia kehendaki
إِلَىٰ
kepada
صِرَٰطٖ
jalan
مُّسۡتَقِيمٍ
lurus
كَانَ
adalah
ٱلنَّاسُ
manusia
أُمَّةٗ
umat
وَٰحِدَةٗ
(yang) satu
فَبَعَثَ
maka mengutus
ٱللَّهُ
Allah
ٱلنَّبِيِّـۧنَ
para Nabi
مُبَشِّرِينَ
pembawa kabar gembira
وَمُنذِرِينَ
dan pemberi peringatan
وَأَنزَلَ
dan Dia menurunkan
مَعَهُمُ
bersama mereka
ٱلۡكِتَٰبَ
Kitab
بِٱلۡحَقِّ
dengan hak/benar
لِيَحۡكُمَ
untuk memberi keputusan
بَيۡنَ
diantara
ٱلنَّاسِ
manusia
فِيمَا
tentang apa
ٱخۡتَلَفُواْ
mereka perselisihkan
فِيهِۚ
didalamnya
وَمَا
dan tidak
ٱخۡتَلَفَ
berselisih
فِيهِ
didalamnya
إِلَّا
kecuali/melainkan
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
أُوتُوهُ
(mereka) diberinya
مِنۢ
dari
بَعۡدِ
sesudah
مَا
apa
جَآءَتۡهُمُ
datang kepada mereka
ٱلۡبَيِّنَٰتُ
keterangan-keterangan
بَغۡيَۢا
dengki
بَيۡنَهُمۡۖ
diantara mereka
فَهَدَى
maka memberi petunjuk
ٱللَّهُ
Allah
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ءَامَنُواْ
beriman
لِمَا
tentang apa
ٱخۡتَلَفُواْ
mereka perselisihkan
فِيهِ
didalamnya
مِنَ
dari
ٱلۡحَقِّ
kebenaran
بِإِذۡنِهِۦۗ
dengan izinnya
وَٱللَّهُ
dan Allah
يَهۡدِي
Dia memberi petunjuk
مَن
orang/siapa
يَشَآءُ
Dia kehendaki
إِلَىٰ
kepada
صِرَٰطٖ
jalan
مُّسۡتَقِيمٍ
lurus
Terjemahan
Manusia itu (dahulunya) umat yang satu (dalam ketauhidan). (Setelah timbul perselisihan,) lalu Allah mengutus para nabi (untuk) menyampaikan kabar gembira dan peringatan. Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang mengandung kebenaran untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidak ada yang berselisih tentangnya, kecuali orang-orang yang telah diberi (Kitab) setelah bukti-bukti yang nyata sampai kepada mereka, karena kedengkian di antara mereka sendiri. Maka, dengan kehendak-Nya, Allah memberi petunjuk kepada mereka yang beriman tentang kebenaran yang mereka perselisihkan. Allah memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus (berdasarkan kesiapannya untuk menerima petunjuk).
Tafsir
(Adalah manusia itu umat yang satu) yang bersatu dalam keimanan lalu mereka bertikai paham sehingga sebagian mereka beriman dan sebagian lainnya kafir (Maka Allah pun mengutus para nabi) kepada mereka (membawa berita gembira) bahwa orang yang beriman akan masuk surga (dan peringatan) bahwa orang-orang kafir akan masuk neraka, (dan menurunkan bersama mereka Kitab), dengan arti kitab-kitab (dengan benar) berkaitan dengan 'menurunkan' (agar ia memberi keputusan dengan kitab itu (di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan) mengenai agama (Dan tidaklah berselisih tentangnya) mengenai agama itu (kecuali orang-orang yang diberi Kitab), maka berimanlah sebagian dan kafir sebagian (setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata) yang membuktikan ketauhidan. 'Min' berkaitan dengan 'ikhtalafa', dan bersama kalimat yang sesudahnya, ia didahulukan dari istitsna' dalam makna (karena kedengkian) dari orang-orang kafir (sesama mereka. Maka Allah menunjuki orang-orang yang beriman mengenai yang mereka perselisihkan itu kepada) sebagai penjelasan (kebenaran dengan izin-Nya) artinya kehendak-Nya. (Dan Allah menunjuki siapa yang disukai-Nya), artinya untuk ditunjuki (ke jalan yang lurus) atau jalan yang benar.
Manusia itu adalah umat yang satu, maka Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu, melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri.
Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Abu Dawud, telah menceritakan kepada kami Hammam, dari Qatadah, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa jarak antara Adam dan Nuh adalah sepuluh generasi, semuanya berada di atas suatu syariat yang diturunkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala Lalu mereka berselisih, kemudian Allah mengutus nabi-nabi untuk membawa kabar gembira dan pemberi peringatan.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa hal yang sama dikatakan pula oleh qiraah (bacaan) Abdullah, yaitu: Pada mulanya manusia itu umat yang satu, lalu mereka berselisih. Riwayat ini diketengahkan oleh Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya melalui hadits Bandar, dari Muhammad ibnu Basysyar; kemudian ia mengatakan bahwa riwayat itu shahih sanadnya, tetapi keduanya (Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim) tidak mengetengahkannya. Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Abu Ja'far Ar-Razi, dari Abul Aliyah, dari Ubay ibnu Ka'b.
Disebutkan bahwa Ubay ibnu Ka'b membaca ayat ini dengan qiraah berikut: Pada mulanya manusia itu umat yang satu, lalu mereka berselisih, maka Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan. Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: Manusia itu adalah umat yang satu. (Al-Baqarah: 213) Yakni pada mulanya mereka berada dalam jalan petunjuk, lalu mereka berselisih pendapat, maka Allah mengutus para nabi. (Al-Baqarah: 213) Nabi yang mula-mula diutus oleh Allah adalah Nabi Nuh.
Hal yang sama dikatakan pula oleh Mujahid, yakni sama dengan apa yang dikatakan oleh Ibnu Abbas tadi. Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Manusia itu adalah umat yang satu. (Al-Baqarah: 213) Yaitu pada mulanya adalah kafir. maka Allah mengutus para nabi sebagai pemberi berita gembira dan pemberi peringatan. (Al-Baqarah: 213) Tetapi pendapat yang pertama dari Ibnu Abbas lebih shahih sanad dan maknanya, karena manusia itu pada mulanya berada pada agama Nabi Adam a.s.
dan lama-kelamaan mereka menyembah berhala. Maka Allah mengutus kepada mereka Nabi Nuh a.s. Dia adalah rasul pertama yang diutus oleh Allah kepada penduduk bumi ini. Karena itulah maka dalam firman selanjutnya disebutkan: Dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. (Al-Baqarah: 213) Yakni sesudah hujah-hujah melumpuhkan mereka.
Tidak sekali-kali mereka terdorong berbuat demikian (perselisihan) kecuali perbuatan aniaya sebagian dari mereka atas sebagian yang lain. Dalam firman selanjutnya disebutkan: Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (Al-Baqarah: 213) Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Sulaiman Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah sehubungan dengan firman-Nya: Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. (Al-Baqarah: 213), hingga akhir ayat.
Abu Hurairah mengatakan bahwa Nabi ﷺ pernah bersabda: Kami adalah umat yang terakhir, tetapi kami adalah umat yang pertama di hari kiamat. Kami adalah orang yang mula-mula masuk ke surga, hanya saja mereka diberi kitab sebelum kami dan kami diberi kitab sesudah mereka. Maka Allah memberi petunjuk kami kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan seizin-Nya. Dan hari ini (yakni hari Jumat) yang mereka perselisihkan, Allah telah memberi kami petunjuk kepadanya. Maka semua orang mengikut kepada kami tentangnya, dan besok untuk orang-orang Yahudi (hari Sabtu), kemudian sesudah besok (hari Ahad) untuk orang-orang Nasrani. Kemudian Abdur Razzaq meriwayatkannya dari Ma'mar, dari Ibnu Tawus, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, yakni melalui jalur lain.
Ibnu Wahb meriwayatkan dari Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, dari ayahnya sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. (Al-Baqarah: 213) Mereka berselisih pendapat mengenai hari Jumat. Akhirnya orang-orang Yahudi mengambil hari Sabtu dan orang-orang Nasrani mengambil hari Ahad, dan Allah memberi petunjuk umat Nabi Muhammad kepada hari Jumat.
Mereka pun berselisih pendapat mengenai kiblat. Orang-orang Nasrani menghadap ke arah timur, sedangkan orang-orang Yahudi menghadap ke arah Baitul Maqdis, dan Allah memberi petunjuk umat Muhammad ke arah kiblat. Juga berselisih pendapat dalam cara shalat. Di antara mereka ada yang rukuk tanpa sujud, ada yang sujud tanpa rukuk, ada yang shalat sambil berbicara, dan ada yang shalat sambil berjalan.
Maka Allah memberi petunjuk umat Muhammad kepada jalan yang benar dalam melakukan shalat. Mereka berselisih pendapat mengenai puasa. Di antara mereka ada yang puasanya hanya setengah hari, ada pula yang puasa hanya meninggalkan jenis makanan tertentu. Maka Allah memberi petunjuk umat Muhammad kepada cara puasa yang benar. Mereka berselisih pendapat mengenai Nabi Ibrahim a.s. Orang-orang Yahudi mengatakan bahwa Nabi Ibrahim adalah pemeluk agama Yahudi, sedangkan orang-orang Nasrani mengatakan bahwa Nabi Ibrahim adalah pengikut agama Nasrani.
Allah menjadikan Nabi Ibrahim seorang yang hanif lagi muslim, maka Allah memberi petunjuk umat Muhammad ke jalan yang benar dalam hal ini. Mereka berselisih pendapat mengenai Isa a.s. Orang-orang Yahudi mendustakannya dan mereka menuduh ibunya berbuat dosa yang besar (yakni zina). Sedangkan orang-orang Nasrani menjadikannya sebagai tuhan dan anak tuhan, padahal kenyataannya Isa diciptakan oleh Allah melalui ruh ciptaan-Nya dan perintah-Nya.
Maka dalam masalah ini Allah memberi petunjuk umat Muhammad kepada jalan yang benar. Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. (Al-Baqarah: 213) Yakni di saat mereka berselisih pendapat, maka umat Muhammad berada pada jalan seperti apa yang dibawa oleh rasul-rasul sebelum mereka (umat terdahulu) berselisih pendapat. Umat Muhammad menegakkan keikhlasan hanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala semata dan hanya menyembah kepada-Nya, tiada sekutu bagi-Nya, mendirikan shalat serta menunaikan zakat.
Mereka menegakkan perkara yang semula sebelum terjadi perselisihan dan menjauhkan diri dari segala bentuk perselisihan. Mereka (umat Muhammad) menjadi saksi atas umat manusia semuanya kelak di hari kiamat; mereka menjadi saksi atas kaum Nabi Nuh, kaum Nabi Hud, kaum Nabi Saleh, kaum Nabi Syu'aib, dan keluarga Fir'aun; bahwa para rasul telah menyampaikan risalah Allah kepada mereka, tetapi mereka mendustakan para rasulnya.
Menurut qiraah (bacaan) Ubay ibnu Ka'b disebutkan: Dan agar mereka menjadi saksi atas umat manusia di hari kiamat, dan Allah memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. Abul Aliyah selalu mengatakan sehubungan dengan ayat ini, bahwa ayat ini merupakan jalan keluar dari berbagai macam syubhat, kesesatan, dan fitnah. Firman Allah subhanahu wa ta’ala yang mengatakan bi-iznihi artinya dengan sepengetahuan-Nya dan dengan petunjuk yang Dia berikan kepada mereka. Demikianlah menurut Ibnu Jarir. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya. (Al-Baqarah: 213) Yakni dari kalangan makhluk-Nya.
Kepada jalan yang benar. (Al-Baqarah: 213) Hanya milik-Nyalah hikmah (kebijaksanaan) dan hujah yang kuat. Di dalam kitab Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan sebuah hadits dari Siti Aisyah , bahwa Rasulullah ﷺ apabila akan bangkit melakukan shalat sunat malam harinya, beliau selalu mengucapkan doa berikut: Ya Allah, Tuhan Jibril, Mikail, dan Israfil; Pencipta langit dan bumi, Yang Maha Mengetahui hal yang gaib dan hal yang nyata, Engkaulah yang memutuskan perkara di antara hamba-hamba-Mu dalam hal-hal yang mereka perselisihkan di masa silam.
Berilah daku petunjuk kepada kebenaran yang diperselisihkan itu dengan kehendak-Mu. Sesungguhnya Engkau selalu memberi petunjuk orang yang Engkau kehendaki kepada jalan yang lurus. Di dalam doa yang masur disebutkan seperti berikut: Ya Allah, tunjukilah kami kepada perkara hak yang sesungguhnya dan berilah kami rezeki untuk mengikutinya. Dan perlihatkanlah kepada kami perkara yang batil seperti apa adanya, dan berilah kami rezeki untuk menjauhinya.
Dan janganlah Engkau jadikan perkara yang batil itu tampak samar bagi kami karena nanti kami akan sesat, dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.
Manusia itu dahulunya satu umat; semuanya beriman kepada Allah, kemudian mereka berselisih, ada yang beriman dan ada yang kafir kepada Allah. Bisa juga dipahami bahwa manusia itu satu umat dalam arti kehidupan manusia diikat oleh kesatuan sosial yang satu dengan lainnya saling membutuhkan. Lalu Allah mengutus para nabi untuk menyampaikan kabar gembira kepada orang yang beriman bahwa mereka akan masuk surga dan peringatan kepada orang kafir bahwa mereka akan masuk neraka. Dan diturunkan-Nya bersama mereka Kitab yang mengandung kebenaran di dalam hukum-hukumnya untuk memberi keputusan yang benar dan adil di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan, yaitu perkara-perkara agama pada umumnya. Dan mereka yang berselisih tentang perkara-perkara itu tidak lain hanyalah orang-orang yang telah diberi Kitab. Mereka berselisih setelah bukti-bukti yang nyata berupa penjelasan-penjelasan sampai kepada mereka, karena kedengkian di antara mereka sendiri, yakni kedengkian orang-orang kafir kepada orang-orang beriman. Maka dengan kehendak-Nya, Allah memberi petunjuk kepada mereka yang beriman tentang kebenaran perkara-perkara yang mereka perselisihkan. Allah memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus.
Ketika orang-orang mukmin di Madinah menderita kemiskinan karena meninggalkan harta benda mereka di Mekah dan juga akibat peperangan yang terjadi, Allah bertanya untuk menguji mereka. Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu cobaan seperti yang dialami orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan dan penderitaan, dan diguncang dengan berbagai cobaan, sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, Kapankah datang pertolongan Allah' Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat. Ayat ini memotivasi orang-orang beriman yang sedang menghadapi bermacam kesulitan dan menumbuhkan keyakinan bahwa tidak lama lagi akan datang pertolongan Allah yang membawa mereka menuju kemenangan.
Manusia tadinya merupakan umat yang satu. Satu akidah dan satu tujuan amal perbuatan, yaitu untuk memperbaiki dan bukan untuk merusak, berbuat baik dan bukan berbuat jahat, berlaku adil dan bukan berbuat aniaya, kemudian mereka berpaling dan mengerjakan sebaliknya, dan tidak ada lagi kesatuan akidah dan pendapat di antara mereka, yang membawa mereka kepada kebahagiaan, lalu mereka berselisih, bercerai-berai.
Untuk mengembalikan mereka kepada keadaan semula, bersatu dalam kebenaran, Allah mengutus nabi-nabi, manusia pilihan, agar membimbing mereka ke jalan yang benar, memberi petunjuk atas kekeliruan yang diperbuatnya, menyampaikan kabar gembira kepada orang-orang yang beriman dan taat.
Nabi-nabi yang diutus itu dilengkapi dengan kitab-kitab samawi yang diturunkan kepada mereka, yang seluruhnya mengandung kebenaran, petunjuk-petunjuk dan penjelasan yang lengkap, yang akan dijadikan landasan untuk memberi pertimbangan dan memberikan keputusan yang seadil-adilnya atas segala sesuatu yang diperselisihkan.
Sebenarnya, manusia tidak perlu lagi berselisih karena kitab samawi yang diberikan mengandung keterangan-keterangan yang nyata, yang semuanya itu telah diketahui dan dimengerti. Jadi apakah gerangan yang menyebabkan mereka saling menyalahkan dan menganggap bahwa hanya dialah yang benar dan yang lain salah. Hal ini dikarenakan sifat dengki dan suka melakukan pelanggaran.
Apabila sifat dengki ini telah tertanam di dalam hati, baik secara perorangan maupun secara bergolongan, maka sukar untuk memperoleh ketenteraman dan kesejahteraan di antara mereka.
Beruntunglah orang-orang yang beriman, karena dengan kehendak Allah ﷻ mereka telah diberi petunjuk kepada jalan yang benar.
Aisyah ra berkata, "Sesungguhnya Rasulullah ﷺ apabila bangun di tengah malam, beliau mengerjakan "shalah al-Lail" (salat malam), dan beliau berdoa:
"Ya Allah, Tuhan Jibril, Mikail, dan Israfil, Pencipta langit dan bumi, yang mengetahui yang gaib dan yang nyata. Engkaulah yang memberi putusan antara hamba-hamba-Mu tentang apa yang mereka perselisihkan. Berilah aku petunjuk yang benar tentang apa yang diperselisihkan itu dengan izin-Mu. Sesungguhnya Engkaulah yang memberi petunjuk kepada orang yang Engkau kehendaki ke jalan yang lurus. (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)
Di dalam salah satu doa yang ma'sur (yang diamalkan) para sahabat terdapat ucapan sebagai berikut:
Ya Allah perlihatkanlah kepada Kami yang benar adalah benar, lalu bimbinglah kami untuk mengikutinya, dan perlihatkanlah kepada kami yang salah adalah salah, dan bimbinglah kami untuk menghindarinya. Janganlah dijadikan yang benar dan salah itu samar-samar bagi kami, yang akan menyebabkan kami sesat. Dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang takwa". (Riwayat al-Bukhari dan Muslim).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 211
“Tanyakanlah kepada Bani Israil berapakah sudah Kami berikan kepada mereka keterangan yang nyata?"
Kalau ditanyakan kepada mereka, berapa Musa telah memperlihatkan mukjizat? Berapa nabi-nabi yang lain berpuluh banyaknya telah membawa keterangan untuk menunjukkan mereka jalan yang benar? Niscaya Bani Israil akan mengakui bahwa mereka telah menerima banyak sekali. Kalau melihat riwayat Bani Israil itu tampaklah betapa kasih Allah kepada hamba-Nya. Benar-benar dituntun dan diberi penerangan, diberi nabi-nabi dan rasul-rasul berulang-ulang, sesudah pertolongan besar yang pertama yaitu pembebasan mereka dari penindasan Fir'aun dengan mukjizat yang luar biasa. Akan tetapi, bagaimana pula riwayat Bani Israil kemudiannya? Nikmat yang diberikan Allah berganda-ganda itu mereka sia-siakan, bahkan mereka lebih mengedepankan hawa nafsu. Peraturan Allah mereka tukar-tukar. Pemuka-pemuka agama membawa cara mereka sendiri-sendiri. Bagaimana jadinya Bani Israil kemudian? Bukankah mereka hancur lebur? Sampai bangsa Babil menawan, bangsa Mesir menawan, bangsa Yunani dan Romawi menawan sehingga habis kocar-kacir? Namun mereka masih berbangga mengatakan diri mereka “Bangsa pilihan Allah di muka bumi?" Maka berfirmanlah Tuhan tentang nasib mereka lantaran itu.
“Dan barangsiapa yang mengganti nikmat Allah sesudah datang kepadanya maka sesungguhnya Allah adalah amat keras siksaan-Nya."
Inilah undang-undang Tuhan yang berlaku terhadap Bani Israil, yang dapat dilihat nyata pada waktu ayat diturunkan. Maka, supaya bahaya begini jangan menimpa umat yang telah beriman kepada Muhammad ﷺ, pun yang telah disebut ummatan wasathan, sebaik-baik umat, sebagaimana kelak akan ditafsirkan dalam surah Aali Imraan. Untuk mencegah bahaya itulah maka pada ayat yang telah terdahulu tadi (ayat 208), umat yang beriman kepada Muhammad ﷺ disuruh memasuki Islam dalam keseluruhannya. As-silmi, mencari jalan damai, jalan bersatu, jangan berpecah memperturutkan hawa nafsu dan kehendak-kehendak sendiri. Yang satu pecahan tidak mau lagi mengenal kepada pecahan yang lain, semua pihak mengatakan bahwa merekalah yang benar, sedangkan semuanya masih mengakui orang Islam.
Kemudian, diberilah keterangan yang lebih jelas lagi, apa yang membawa pecah,
Ayat 212
“Dihiaskan bagi orang-orang yang kafir kehidupan dunia dan mereka hinakan orang-orang yang beriman."
Maksud kafir di sini tentu saja perangai dan dasar tempat tegak yang tidak benar. Terutama tidak mau menerima ajakan kepada persatuan, kepada as-silmi. Mengapa orang tidak mau diajak? Ialah karena mereka telah dirayu oleh kemegahan duniawi.
Hawa nafsu dan setan-setan itulah yang senantiasa menghabiskan keduniaan itu sehingga orang tetap di dalam kekafirannya. Segala kemegahan dunia, baik pangkat dan kedudukan yang tinggi, kekuasaan, kekayaan, maupun pengaruh, mengikatnya sehingga tidak kuat dia melepaskan diri, untuk masuk ke persatuan aqidah. Di Mekah, pemuka-pemuka Quraisy menolak Islam dengan keras karena ikatan adat lama pusaka usang, dan mereka terkemuka dalam hal itu. Orang kaya-kaya mereka menolak masuk kesatuan aqidah karena riba dihalangi, sedangkan kehidupan mereka ialah dari mengisap darah si miskin. Pemuka-pemuka Yahudi di Madinah tidak mau masuk meskipun kebenaran yang dibawa Muhammad ﷺ terang-terang sesuai dengan isi Taurat, yaitu tauhid, ialah karena dengki mengapa sekarang nabi bukan dari Bani Israil, dan pendeta-pendeta mereka keberatan masuk sebab kedudukan mereka menjadi pemuka agama sudah menjadi suatu kemegahan duniawi. Kaum munafik di bawah pimpinan Abdullah bin Ubay tidak mau masuk, serba benci, mengapa sejak Muhammad datang, ke-pemimpinannya terhadap orang Madinah ke-lindungan oleh cahaya nubuwat Muhammad. Maka, semuanya itu merasa dirinya jatuh kalau sekarang menjadi orang yang beriman kepada Muhammad ﷺ, “Padahal orang-orang yang bertakwa itu akan lebih atas dari mereka di hari kiamat!' Maka, oleh sebab yang mereka pikirkan hanya kemegahan dunia, tidak memikirkan hari depan, hari bahagia karena iman, mereka tidak mau turut dalam rombongan orang yang bertakwa itu.
“Dan Allah mengaruniakan rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya dengan tiada dihitung."
Kemudian, Tuhan terangkan tentang kesatuan umat manusia,
Ayat 213
“Adalah manusia itu umat yang satu."
Pangkal ayat ini adalah satu dasar ilmu sosiologi yang ditanamkan oleh Islam, untuk direntang panjang oleh alam pikiran yang cerdas dan sudi menyelidik. Manusia seluruhnya ini pada hakikatnya adalah umat yang satu. Artinya, walaupun berbeda warna kulitnya, berlainan bahasa yang dipakainya, berdiam di berbagai benua dan pulau, tetapi dalam perikemanusiaan mereka itu satu. Seluruh manusia sama-sama menggunakan akal untuk menyeberangi hidup ini. Hanya manusia saja di antara makhluk yang hidup di dalam bumi ini yang mempunyai akal. Dan, semua manusia itu pun satu dalam kehendak mencari yang bermanfaat dan menjauhi yang mudharat. Semua satu dalam keinginan akan laba dan ketakutan akan rugi.
Meskipun manusia satu pada hakikatnya, baik karena satu keturunannya dari Adam maupun karena satu corak jiwa dan akal, dalam kenyataannya dari mereka menjadi berpecah-belah. Dalam kenyataannya terjadi beribu macam bahasa. Dan, karena pengaruh iklim, terjadi perlainan warna kulit, ada yang sangat hitam, ada yang putih, ada yang merah, ada yang kuning. Dalam perbedaan itu, sekali-kali jelas juga kesatuannya. Oleh karena seluruh manusia berperasaan satu dan berkeadaan satu, dan satu perasaan mencari hakikat, berusahalah manusia itu dengan akal budi yang ada padanya mencari hakikat itu. Oleh sebab itu, bilamana digali orang bekas-bekas suku bangsa purbakala yang telah beribu tahun di satu daerah, yang kadang-kadang telah terbenam ke dalam lapis bumi sampai tiga puluh atau empat puluh meter, terdapatlah kehidupan manusia purbakala, baik di Mongolia dalam atau di Mohenjodaro (di wilayah Pakistan) sekarang atau di pulau-pulau Yunani bahwa ada persamaan keperluan hidup. Sampai kepada piring dan cangkir, perhiasaan badan, dan yang lebih menakjubkan lagi ialah terdapatnya persama-an kepercayaan bangsa-bangsa purbakala itu kepada Zat Yang Mahakuasa.
Macam-macam teori telah dikemukakan oleh ahli-ahli sejarah purbakala untuk menilai kenyataan yang didapati. Tanda-tanda kepercayaan kepada Tuhan terdapat pada timbunan di Yunani sebelum Homerus, serupa dalam banyak hal dengan yang didapati di Mongolia, dan ada pula perserupaan dengan yang didapati di Mohenjodaro. Penyelidikan sejarah itu semuanya membuktikan bahwa kepercayaan akan adanya Tuhan telah sama tumbuh dengan akal manusia. Dan, itulah yang dinamai “fitrah". Kepercayaan bukan semata kepercayaan, tetapi kepercayaan senantiasa diiringi oleh penyerahan diri, yang dalam bahasa Arab disebut “Islam" Sebab itu, dapatlah dikatakan bahwa sejak asal semula manusia terjadi, Islam telah ada.
Ibnu Abbas menafsirkan ayat ini,"Adalah manusia umat yang satu, artinya, semuanya pada mulanya adalah Islam." Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim pun meriwayatkan daripada Ubay bin Ka'ab demikian, “Manusia itu adalah umat yang satu, yaitu seketika telah diperhatikan seluruh manusia itu dalam soal dan asal kejadian kepada Adam maka telah difitrahkan Allah dalam Islam dan telah mengikrarkan semua bahwa mereka menghambakan diri (ubudiyah) kepada Allah dan semuanya Islam. Sesudah Adam kemudian barulah mereka berselisih paham."
Lantas sambungan ayat, "Lalu Allah mengutus nabi-nabi membawa berita kesukaan dan berita ancaman, dan Dia turunkan bersama mereka akan kitab dengan kebenaran," Pada pangkal yang pertama sudah jelas bahwa manusia itu pada hakikatnya ialah satu. Dalam jiwanya pun adalah kesatuan kepercayaan sejak zaman purbakala bahwa ada Kekuasaan Mahatinggi atas alam ini, yang menurunkan hujan dan yang menjadikan awan, yang mem-berikan perlindungan dari ketakutan, dan juga yang memelihara ruh dari nenek yang telah mati. Berbagai usaha telah dibuat manusia untuk menghubungi Kekuasaan Mutlak itu. Tegasnya, bahwasanya dalam fitrah manusia ada kesatuan kepercayaan itu. Maka, kemudian itu, Yang Mahakuasa itu sendiri pun mengutuslah dalam kalangan manusia itu sendiri akan orang-orang pilihan yang disebut nabi atau rasul, menuntun kepercayaan yang murni itu dan mengakuinya. Memang Tuhan itu ada, memang Dialah Yang Mahakuasa. Dia bukan saja mengadakan, tetapi juga memelihara. Bukan saja memelihara, bahkan memberi kabar kesukaan bagi yang berbuat baik dan mengancam dengan adzab bagi yang berbuat kejahatan. Dengan kedatangan nabi-nabi itu, kesatuan manusia tadi dipimpin melalui jalannya yang wajar sehingga benar-benar satu. Kepada manusia yang satu itu, tetapi selama ini belum tahu bahwa mereka adalah satu, oleh nabi-nabi itu diingatkanlah bahwa mereka memang adalah satu dan hakikat Kebenaran serta Kekuasaan Tertinggi itu pun adalah satu pula.
Bersama nabi-nabi itu diturunkan kitab dengan kebenaran, yaitu tuntunan bagi umat itu dalam mencari hakikat Yang Mahakuasa yang memang telah diakui adanya oleh akal murninya."Supaya (kitab) itu memberi keputu-san di antara manusia pada hal-hal yang mereka perselisihkan padanya',' terutama tentu pokok perselisihan sesudah mengakui akan ada-Nya, ialah tentang bagaimana keadaannya. Di sinilah yang kerap kali terjadi perselisihan manusia. Semuanya menurut fitrahnya mengakui ada. Akan tetapi, mereka berselisih apakah Dia itu satu atau berbilang? Secara istilah filsafat, apakah monoteisme atau polyteisme? Apakah tauhid atau syirik? Kitab-kitab itu menuntun kepada tauhid. Dalam sejarah perkembangan pikiran tentang ketuhanan memang selalu ada perselisihan di antara tauhid dan syirik. Dan, dalam sejarah pun terdapat bahwa pada pokoknya manusia tetap percaya akan satu Tuhan Yang Mahabesar, sedangkan tuhan-tuhan yang lain hanya di bawah kuasa-Nya jua. Orang Yunani mengakui bahwa Yang Mahakuasa Tertinggi hanya satu, yaitu Apollo!
Namun, setelah nabi-nabi itu datang dan pergi, dan kitab-kitab telah tinggal, ternyata timbul lagi perselisihan. Mengapa jadi timbul perselisihan? Lanjutan ayat menerangkan dengan jelas, “Dan tidaklah berselisih tentang (kitab) itu, melainkan orang-orang yang telah diberikan kepada mereka. Sesudah datang kepada mereka keterangan-keterangan, lantaran dengki di antara mereka." Inilah rahasianya!
Kitab-kitab sudah banyak, catatan pun ada, tetapi perselisihan timbul juga. Sebabnya ialah dengki. Walaupun manusia itu hakikatnya adalah satu, tetapi dalam dirinya sendiri-sendiri terdapat pula rangsangan-rangsangan hawa nafsu yang membawa perselisihan. Adapun orang-orang yang bersaudara seibu sebapak kadang-kadang berselisih dan bertengkar lebih hebat daripada perselisihan dan pertengkaran mereka dengan orang lain. Kadang-kadang orang mau bersatu semua, tetapi semuanya pula ingin memimpin. Semua ingin bersatu, tetapi tidak semua ingin dipimpin. Maka, terombang-ambinglah kebenaran oleh hawa nafsu manusia dan timbullah perpecahan umat yang pada hakikatnya adalah satu, oleh nafsu perpecahan yang ada pada manusia.
Akan tetapi, dapatkah manusia terlepas dari perselisihan ini? Ujung ayat memberikan penegasan, “Maka, Allah memberikan petunjuk kepada orang-orang yang beriman, dari hal yang diperselisihkan oleh orang-orang itu dengan kebenaran, atas izin-NyaMaka, dengan petunjuk Allah dapatlah orang-orang yang beriman itu, orang-orang yang percaya itu, mengatasi segala perselisihan dan langsung menuju kepada hakikat yang asli, yaitu bahwa umat manusia adalah umat yang satu. Satu sejak dalam fitrahnya, mengakui bahwa Allah itu Esa adanya. Dan, percayalah mereka kepada kesatuan seluruh kitab dan kesatuan seluruh nabi. Mereka akuilah sekalian nabi itu, baik yang tersebut namanya dalam Al-Qur'an maupun tidak. Dan, mereka pun berimanlah bahwa Nabi Musa pernah membawa kitab wahyu yang bernama Taurat dan Nabi Isa membawa kitab suci yang bernama Injil. Dan, nabi-nabi yang lain membawa pula Zabur-Zabur dan shuhuf. Semuanya itu diperkenalkan di dalam kitab yang terakhir yang mereka terima, yaitu Al-Qur'an. Mereka percaya bahwa kitab-kitab suci itu memang pernah ada. Dan, terhadap catatan-catatan yang sekarang ini, karena telah banyak campur tangan manusia, beratus kali salinan, telah banyaklah hal yang meragukan padanya. Meskipun kalau dicari dengan saksama, tetapi pelajaran kesatuan itu masih ada di dalamnya. Untuk menghilangkan keraguan beragama, dihimpunkanlah semuanya kepada kitab terakhir, ialah Al-Qur'an.
“Dan Allah memberikan petunjuk kepada barangsiapa yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus."
Oleh sebab janji Tuhan bahwa Dia akan memberikan petunjuk kepada barangsiapa yang Dia kehendaki, selalulah umat beriman berdoa dalam shalatnya yang sekurang-kurangnya lima waktu sehari semalam, supaya dia diberi petunjuk itu. Dan, orang yang lain pun, meskipun mereka dalam lingkungan Yahudi atau Nasrani; Budha ataupun Hindu, Khong Hu Chu atau Lao Tse, mudah saja bagi Allah memberi mereka petunjuk kalau Allah meng-hendaki-Nya. Sebab, kitab kebenaran masih terbuka terus untuk dibaca oleh semua orang.