Ayat
Terjemahan Per Kata
وَأَوۡحَيۡنَآ
dan diwahyukan
إِلَىٰ
kepada
مُوسَىٰ
Musa
وَأَخِيهِ
dan saudaranya
أَن
hendaknya
تَبَوَّءَا
kamu berdua membuat
لِقَوۡمِكُمَا
bagi kaummu berdua
بِمِصۡرَ
di Mesir
بُيُوتٗا
beberapa rumah
وَٱجۡعَلُواْ
dan jadikanlah
بُيُوتَكُمۡ
beberapa rumah
قِبۡلَةٗ
kiblat
وَأَقِيمُواْ
dan dirikanlah
ٱلصَّلَوٰةَۗ
sholat
وَبَشِّرِ
dan gembirakanlah
ٱلۡمُؤۡمِنِينَ
orang-orang yang beriman
وَأَوۡحَيۡنَآ
dan diwahyukan
إِلَىٰ
kepada
مُوسَىٰ
Musa
وَأَخِيهِ
dan saudaranya
أَن
hendaknya
تَبَوَّءَا
kamu berdua membuat
لِقَوۡمِكُمَا
bagi kaummu berdua
بِمِصۡرَ
di Mesir
بُيُوتٗا
beberapa rumah
وَٱجۡعَلُواْ
dan jadikanlah
بُيُوتَكُمۡ
beberapa rumah
قِبۡلَةٗ
kiblat
وَأَقِيمُواْ
dan dirikanlah
ٱلصَّلَوٰةَۗ
sholat
وَبَشِّرِ
dan gembirakanlah
ٱلۡمُؤۡمِنِينَ
orang-orang yang beriman
Terjemahan
Telah Kami wahyukan kepada Musa dan saudaranya (Harun), “Ambillah oleh kamu berdua beberapa rumah di Mesir untuk tempat tinggal kaummu, jadikanlah rumah-rumahmu itu kiblat (tempat ibadah), dan tegakkanlah salat. Gembirakanlah orang-orang mukmin.”
Tafsir
(Dan Kami wahyukan kepada Musa dan saudaranya, "Ambillah oleh kamu berdua) tempatilah oleh kamu berdua (beberapa buah rumah di Mesir untuk tempat tinggal bagi kaummu dan jadikanlah olehmu rumah-rumah itu tempat untuk salat) sebagai mushalla tempat kalian melakukan salat di dalamnya supaya kalian merasa aman dari ketakutan, dan tersebutlah bahwa Firaun melarang mereka melakukan salat (dan dirikanlah oleh kalian salat) sempurnakanlah salat itu oleh kalian (serta gembirakanlah orang-orang yang beriman.") bahwa mereka akan mendapatkan pertolongan dan surga.
Tafsir Surat Yunus: 87
Dan Kami wahyukan kepada Musa dan saudaranya, "Ambillah olehmu berdua beberapa buah rumah di Mesir untuk tempat tinggal bagi kaummu, dan kalian jadikanlah rumah-rumah kalian itu sebagai tempat shalat, dan kalian dirikanlah shalat serta gembirakanlah orang-orang yang beriman.
Allah ﷻ menyebutkan penyebab yang menyelamatkan kaum Bani Israil dari Fir'aun dan kaumnya, serta bagaimana mereka lolos dari Fir'aun dan kaumnya. Pada mulanya Allah ﷻ memerintahkan Musa dan Harun (saudaranya) untuk mengambil rumah-rumah di Mesir sebagai tempat tinggal buat kaumnya. Ulama tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan makna firman-Nya: “Dan kalian jadikanlah rumah-rumah kalian itu sebagai tempat salat.” (Yunus: 87)
Menurut As-Sauri dan lain-lainnya, dari Khasif, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, firman Allah ﷻ: “Dan kalian jadikanlah rumah-rumah kalian itu sebagai tempat salat. (Yunus: 87) Maksudnya adalah, mereka diperintahkan untuk menjadikannya sebagai masjid-masjid untuk shalat mereka.
As-Sauri telah meriwayatkan pula dari Ibnu Mansur, dari Ibrahim, sehubungan dengan makna firman-Nya: “Dan kalian jadikanlah rumah-rumah kalian itu sebagai tempat salat.” (Yunus: 87) Bahwa mereka dicekam oleh rasa takut, lalu mereka diperintahkan untuk melakukan shalat di rumah masing-masing.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Abu Malik, Ar-Rabi' bin Anas, Ad-Dahhak, Abdur Rahman bin Zaid bin Aslam, dan ayahnya (yaitu Zaid bin Aslam). Seakan-akan hal tersebut, hanya Allah yang lebih mengetahui, di saat penindasan dari Fir'aun dan kaumnya terasa makin keras atas diri mereka yang mempersempit ruang gerak mereka; maka mereka diperintahkan untuk banyak melakukan shalat. Perihalnya sama dengan pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya: “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolong kalian.” (Al-Baqarah: 153)
Di dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ apabila mengalami suatu musibah, maka beliau shalat. Hadis diketengahkan oleh Imam Abu Dawud. Karena itulah dalam ayat ini disebutkan oleh firman-Nya: “Dan kalian jadikanlah rumah-rumah kalian itu sebagai tempat shalat, dan kalian dirikanlah shalat serta gembirakanlah orang-orang yang beriman.” (Yunus: 87) Yakni dengan pahala dan kemenangan yang waktunya sudah dekat.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan tafsir ayat ini, bahwa orang-orang Bani Israil berkata kepada Musa a.s., "Kami tidak mampu menampakkan shalat kami kepada kaki tangan Fir'aun itu." Maka Allah mengizinkan mereka melakukan shalat di rumah masing-masing. Dan Allah memerintahkan kepada mereka untuk menjadikan rumah-rumah mereka menghadap ke arah kiblat.
Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “Dan kalian jadikanlah rumah-rumah kalian itu sebagai tempat salat.” (Yunus: 87) Ketika kaum Bani Israil merasa takut Fir'aun akan membunuh mereka di gereja-gereja tempat mereka berkumpul melakukan ibadahnya, maka mereka diperintahkan menjadikan rumah-rumah mereka sebagai masjid-masjidnya dengan menghadap ke arah Ka'bah; mereka boleh melakukan shalat di dalam rumah masing-masing secara sembunyi-sembunyi. Hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah dan Ad-Dahhak.
Sa'id bin Jubair telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: “Dan kalian jadikanlah rumah-rumah kalian itu sebagai tempat ibadah.” (Yunus: 87) Bahwa yang dimaksud dengan istilah qiblat adalah berhadapan, yakni sebagian darinya berhadapan dengan yang lainnya.
Karena pengikutnya Nabi Musa berdoa dengan tulus, maka Allah mengabulkan doa tersebut. Lalu Allah berfirman: dan Kami wahyukan kepada Musa dan saudaranya, yakni Nabi Harun Ambillah, yakni bangunlah beberapa rumah di Mesir untuk tempat tinggal kaummu berdua dan jadikanlah rumah-rumahmu itu, wahai orang-orang yang beriman, sebagai tempat ibadah kepada Allah dan laksanakanlah salat secara sempurna serta gembirakanlah orang-orang mukmin, bahwa mereka akan diselamatkan dari gangguan Firaun dan di akhirat ada balasan surga.
Setelah membuat beberapa rumah untuk tinggal dan ibadah para pengikutnya, Nabi Musa berkata, yakni berdoa, Ya Tuhan kami, Engkau telah memberikan kepada Fir'aun dan para pemuka kaumnya perhiasan yang banyak dan harta kekayaan yang berlimpah dalam kehidupan dunia, tetapi mereka tidak pernah bersyukur kepada-Mu. Ya Tuhan kami, dengan anugerah yang banyak itu, mereka justru menyesatkan manusia dari jalan-Mu. Ya Tuhan, binasakanlah harta mereka, dan kuncilah hati mereka, karena mereka telah mengunci hati mereka dari kebenaran, sehingga mereka tidak beriman sampai mereka melihat dan merasaka.
Allah memerintahkan Musa dan Harun untuk mencari beberapa buah rumah dalam kota Mesir untuk dijadikan tempat tinggal dan perlindungan bagi kaumnya serta tempat kegiatan mereka. Allah memerintahkan agar rumah itu dijadikan tempat salat. Kemudian khusus kepada Musa sebagai pengemban syariat, Allah memerintahkan agar dia memberikan kabar gembira di kemudian hari bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya. Di tempat perlindungan inilah Nabi Musa mengisi batin mereka dengan ajaran-ajaran agama serta memasukkan ke dalam jiwa mereka keimanan dan keluhuran budi pekerti.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
MENYUSUN KEKUATAN UMAT
Setelah Musa dan Harun disuruh menempa dan memperteguh jiwa kaumnya yang masih sedikit dan lemah itu, yang terdiri hanya dari angkatan muda yang belum berpengalaman, maka Allah pun memerintahkan pula menyusun masyarakat mereka agar bersatu-padu.
Ayat 87
“Dan telah Kami wahyukan kepada Musa dan saudaranya: Bahwa hendaklah kamu berdua membuatkan bagi kaum kamu itu :beberapa rumah di Mesir."
Ini perintah mendirikan rumah tangga, tempat berdiam atau menetap. Meskipun dalam keadaan ekonomi yang sangat susah, karena sumber-sumber hidup tidak ada, namun rumah adanya tempat penetapkan hati. Selama ini umumnya Bani Israil tidak mempunyai tempat tinggal yang tenteram. Dan mereka hidup terpencar-pencar. Maka kalau mereka telah berkumpul, berumah-rumah di perkampungan yang tertentu, mudahlah menerima pimpinan dari Rasul ﷺ."Dan jadikanlah rumah-rumah kamu itu kiblat." Yaitu menjadi pusat peribadahan, menjalankan syari'at yang telah mereka pusakai dari nenek moyang mereka Nabi Ibrahim a.s. sejak sebelum Yusuf pindah ke Mesir.
Menurut penafsiran Sufyan ats-Tsauri dan Ibnu Manshur dari Ibrahim: menjadikan rumah jadi kiblat, artinya ialah karena siang malam mereka dalam suasana takut saja, dipe-ritahkaniah mereka memusatkan ibadah di dalam rumah mereka."Dan dirikanlah olehmu shalat."
Dari ayat ini telah dapat diambil kesimpulan bahwa mereka belum sanggup mendirikan tempat beribadah yang khusus di luar rumah, sebab kekuasaan mutlak di tangan Fir'aun dan Fir'aun pun belum dapat menerima kalau ada suatu gerakan agama untuk menyembah Allah selain dari dirinya sendiri. Sebab itu dipusatkanlah ibadah di rumah masing-masing dan perteguh jiwa dengan shalat.
Dapatlah kita mengambil pelajaran dari ayat ini, kepada Nabi Musa diwahyukan bahwa musuh sebesar itu, kekuasaan sebesar itu, sampai raja mengakui dirinya Allah, harta-bendanya banyak berlimpah, kekuasaannya tidak terbatas, tidaklah akan dapat dilawan kalau hanya dengan kekerasan hati saja. Kerja utama terlebih dulu ialah memperkuat jiwa dan memperdekat diri kepada Allah, dengan shalat. Kepada kita umat Muhammad pun hal ini dipesankan pula. Dalam surah al-Baqarah ayat 45 dan ayat 153 kita disuruh memohon-kan pertolongan Ilahi dalam menghadapi cita-cita yang besar, dengan sabar dan shalat.
Menurut sebuah tafsir dari Ibnu Abbas yang diriwayatkan Ai-Aufi, berkatalah Bani Israil kepada Musa a.s. bahwa tidaklah kami sanggup mengerjakan shalat dengan terang-te-rangan di hadapan kekuasaan Fir'aun. Itulah sebabnya, diizinkan shalat di dalam rumah masing-masing. Rumah itu dijadikanlah kiblat, artinya tumpukan perhatian ketika menyembah Allah ke rumah sendiri. Menurut suatu tafsir dari Mujahid, mereka disuruh menghadapkan muka ke kiblat, yaitu Ka'bah. Dan itu dilakukan secara rahasia.
“Dan gembirakanlah orang-orang yang beriman."
Artinya, asal iman ada, amal kepercayaan kepada Allah tetap dan teguh seraya menja-lankan apa yang diperintahkan Allah itu dengan patuh, bagaimanapun kesulitan yang dihadapi sekarang, sampai shalat pun harus sembunyi-sembunyi dalam rumah, namun akhir kelaknya kesukaran ini akan bertukar dengan kegembiraan. Kemenangan pasti di-capai. Sebab kekuatan harta benda dan siasat busuk dari musuh itu tidaklah akan dapat mengalahkan jiwa yang kuat karena iman, karena kepercayaan akan kebenaran apa yang diperjuangkan itu.
Dengan perintah Allah kepada Musa supaya menggembirakan orang-orang yang beriman, kita mendapat lagi rahasia pimpinan. Jika kaum itu telah tunduk kepada pimpinan Rasul, telah tawakal pula, lalu menguatkan jiwa yang tadinya nyaris lemah, dituruti dengan usaha yang nyata, yaitu menyusun kekuatan dengan mendirikan rumah tempat menetap yang teratur, dan shalat pula bersama-sama; dengan demikian keadaan pasti berubah. Itulah perubahan yang dimulai dari dalam, yang pada zaman sekarang kita namai konsolidasi. Dan tunas yang kecil itu kelak kekuatan akan datang dan pengharapan akan timbul, yang kian lama kian kukuh. Sebab iman itu sendiri telah dibuktikan dalam kenyataan. Pemimpin besar mereka, yaitu Musa, dan wazir pembantu setianya, abangnya Harun akan gembira melihat perubahan itu,, dan kaumnya pun akan timbul kegembiraan bekerja, sebab sudah ,ada perubahan dalam diri sendiri.
Di sinilah bertemu rahasia kegembiraan bagi orang yang beriman. Betapa pun gelapnya keadaan yang dihadapi, betapa pun masih kecilnya kekuataan diri sendiri dibandingkan dengan kekuatan musuh, apabila organisasi, pentadbiran dan susunan yang kecil itu sudah mulai diatur, kegembiraan bekerja mesti tumbuh. Sebab keyakinan telah mulai hidup, bahwa cita-cita yang kita pertahankan dengan perjuangan adalah benar, dan pihak musuh adalah salah. Kita di pihak yang hak, musuh di pihak yang batil. Apatah lagi apabila pihak pejuang yakin pula bahwasanya yang diperjuangkan ini bukanlah urusan pribadi. Soal yang besar ini tidak akan dapat diselesaikan sendirian. Ada yang datang dan ada yang pergi, namun pendirian yang benar itu diwariskan terus-menerus kepada anak cucu. Maka sampaikanlah kabar gembira pada setiap yang sepaham bahwa kita di pihak benar dan musuh di pihak yang salah. Dan yang salah itu pasti hancur. Cuma soal waktu belaka.
KELEMAHAN FIR AUN IALAH KEMEWAHAN
Ayat 88
“Dan berkata Musa: Ya Allah kami! Sesungguhnya Engkau telah memberikan kepada Fir'aun dan penyokong-penyokongnya itu perhiasan dan harta benda di dalam kehidupan dunia ini. Ya Allah kami! Yang menjadikan mereka tersesat dari jalan Engkau."
Untuk membuktikan bagaimana mewahnya zaman Fir'aun itu dengan perhiasan dan harta benda, sampai sekarang masih dapat kita lihat pada gedung Arca (Museum) Purbakala Mesir di Kairo. Di sana kita dapati mumi, yaitu tubuh jenazah raja-raja yang telah dibalsem dengan semacam obat, yang sampai sekarang seorang ahli kimia yang mana pun di dunia belum tahu ramuan apakah agaknya yang dicampur untuk mengeraskan mayat itu, sehingga sudah lebih dari 3.000 tahun, masih saja belum rusak Mayat-mayat itu terhantar dalam museum seakan-akan dendeng yang telah keras. Giginya, hidungnya dan jari-jarinya masih lengkap.
Tidak berhenti-hentinya ahli-ahli purbakala yang khusus menyelidiki Mesir itu, yang telah berdiri sejak Napoleon memasuki negeri itu pada permulaan abad kesembilan belas, yang dinamai Egyptologie (Ilmu Kemesiran), menggali bekas-bekas purbakala itu. Didapati kuburan Ratu Tutankhmen di dalam sebuah keranda emas berlapis tujuh. Dan didapatlah singgasana daripada emas, barang-barang perhiasan daripada batu-batu permata yang mahal, tidak tepermanai.
Di sana-sini teruslah bertemu barang-barang perhiasan itu, banyak di antaranya dibawa orang ke Eropa Lalu dijadikan perhiasan museum di negeri-negeri Barat itu.
Tentu saja, di samping raja-raja dan permaisuri, penyokong-penyokong istana, menteri-menteri, orang besar-besar, kepala-kepala perang, pendeta-pendeta, semuanya pun lengkap dengan perhiasan dan harta benda. Sampai sekarang pun masih dapat kita lihat wajah mereka itu dilukiskan di dinding piramida atau bangunan-bangunan lain di Luxor, di Aswan, di Abu Simbel dan lain-lain, yang penuhlah Mesir Ulu dan Mesir Ilir dengan dinding-dinding berpeta bertulisan menunjukkan kemewahan itu.
Dari mana sumber segala kekayaan, harta benda dan kemewahan itu?
Di zaman kebesarannya, Fir'aun-Fir'aun
Mesir itu telah menaklukkan negeri-negeri sekitarnya. Kekuasaannya sampai ke Libya, ke Naubah dan ke Mesopotamia. Negeri-negeri yang ditaklukkan itu dirampas segala harta bendanya, diperbudak rakyatnya dan dikuasai negerinya. Tetapi yang merasai faedah dari kekayaan yang berlimpah-limpah itu hanyalah pihak penguasa. Adapun rakyat tetaplah dalam kemiskinan dan kemelaratan. Terutama lagi kaum Bani Israil, keturunan Ya'qub dan Yusuf yang telah berdiam di Mesir, Mereka menjadi rakyat kelas tiga yang tertindas dan terhina.
Lantaran itu, penilaian terhadap seseorang ditentukan oleh harta benda dan perhiasannya. Musa sendiri seketika masih hidup dalam istana, menuruti hidup yang mewah itu. Akan tetapi, setelah dia datang kembali ke Mesir sebagai seorang Rasulullah ﷺ, dia telah melempar jauh kehidupan mewah itu. Dia datang membawa kebesaran jiwa, keteguhan hati dan keberanian dalam mempertahankan kebenaran.
Dan dia datang menemui Fir'aun ke istana dengan berpakaian yang sederhana saja, seba-gai layaknya seorang Rasulullah ﷺ Dilukiskan di dalam Al-Qur'an, surah az-Zukhruf, bahwa Fir'aun mengomel, mengapa Musa datang hanya berpakaian biasa, tidak menuruti protokol dan adat istiadat."Mengapa dia datang tidak memakai perhiasan dan gelang-gelang yang melilit tangan yang terbuat dari emas. Dan jika dia mengakui utusan Allahnya, mengapa dia tidak diiringkan oleh pengawal-pengawal yang terdiri dari malaikat?"
Selanjutnya, berdoalah Nabi Musa, “Ya Allah kami! Musnahkanlah harta benda mereka." Karena selama harta benda itu masih mereka kuasai, mereka masih akan berlaku aniaya dan kejam kepada rakyat dan sesama manusia. Karena dengan harta benda yang banyak itu, mereka masih mempunyai kesempatan berbuat segala maksiat dalam negeri.
“Dan kenaikanlah hati mereka, maka tidaklah mereka percaya, sehingga mereka lihat adzab yang pedih itu."
Dalam ayat ini Nabi Musa telah sampai pada puncak doa permohonan kepada Allah yang begitu keras, melihat kesombongan mereka, kezaliman aniaya mereka karena bersandar pada harta benda banyak itu, yang telah diberi peringatan dengan berbagai peringatan, tetapi mereka masih tetap menentang. Tidak ada jalan lain lagi, biarkanlah hati itu tinggal keras sehingga kesombongan sampai ke puncak dan keaniayaan mencapai klimaksnya. Karena hati-hati yang sesat ini sudah tak mau diperbaiki lagi. Karena demikian, jadikanlah hati mereka keras sekeras batu, atau kepala batu kata orang sekarang. Karena orang yang seperti ini tidak akan dapat diperbaiki lagi, kalau tidak dengan pukulan palu godam yang dahsyat berupa adzab.
Di dalam sejarah perjalanan manusia di dunia ini selalu dapat kita saksikan kezaliman, kesombongan lantaran berkuasa, pemakaian harta benda yang dibuat sesuka hati dan kemewahan yang berlebih-lebihan, menyebabkan orang lupa daratan! Seruan para nabi dan orang-orang yang memiliki cita-cita mengajak kepada hidup yang lebih baik, selalu menjadi ejekan dari pihak yang berkuasa. Segala orang yang menyeru kepada jalan yang benar, dipandang oleh si penguasa itu sebagai musuhnya, lalu dibencinya. Sebaliknya, segala orang penjilat dan pengambil muka, pemuja-pemuja, sampai menyamakan martabat raja atau pemimpin itu kepada martabat Allah, menyebabkan mereka bertambah tenggelam. Tak ada orang yang jujur, sebab yang jujur dimusuhi.
Allah telah berfirman, tersebut di dalam surah asy-Syuuraa ayat 27,
“Dan kalau Allah melebarkan rejeki kepada hamba-hamba-Nya, mereka pun berbuat semau-maunya di muka bumi ini." (asy-Syuuraa: 27)
Kelebaran rejeki ialah kekuasaan, kedudukan, kerajaan dan harta benda yang tidak terbatas. Karena telah diangkat naik oleh rejeki yang diberikan Allah itu, mereka pun mabuk. Mereka tidak dapat lagi mengendalikan maka berbuatlah dia di muka bumi ini semau-maunya, karena dia merasa tidak ada lagi orang yang akan berani membantah. Pen-jara di mulutnya, senjata disediakannya, siapa yang membantah tutup mulutnya. Ambil dan rampas harta bendanya. Tidak ada lagi tempat manusia itu mengadu, sebab pucuk kekuasaan ada di tangan si penguasa. Jalan satu-satunya yang dapat dilakukan oleh manusia yang teraniaya itu, lain tidak, hanya tinggal berdoa memohonkan perlindungan kepada Allah. Maka apabila mereka lihat bahwa umat yang banyak itu tidak berkutik lagi, tidaklah mereka mundur agak selangkah, malahan mereka lebih gila lagi. Mereka bujuk, mereka tipu, dan mereka adakan propaganda palsu untuk membela diri dan mengelabui agar yang salah dianggap benar, dan yang benar dianggap salah, dan barangsiapa yang berani membuka mulut agar bertambah dibenci orang banyak. Dan si raja atau si penguasa harus dianggap sebagai Allah, dan titahnya harus dianggap sebagai suatu titah suci yang tidak pernah salah dan tidak boleh disalahkan.
Pengalaman-pengalaman manusia bermasyarakat dan bernegara menunjukkan, bahwa suatu waktu segala usaha manusia akan tertumbuk buntu. Rakyat dalam negeri yang diperintah secara sewenang-wenang oleh penguasa yang zalim itu sudah kehilangan daya. Segala jalan tertutup, segala kemungkinan sudah tak tampak. Jalan di muka bumi semua-nya sudah tidak nampak lagi. Hanya tinggal satu-satunya jalan, ialah mengadu kepada Yang Mahatinggi dan Yang Paling Atas.
Di sini dapatlah kita memahamkan doa Nabi Musa kepada Allah, supaya harta benda Fir'aun itu dimusnahkan dan hati mereka dikeraskan, sehingga datang suatu adzab yang pedih, yang sama sekali tak mereka sangka.
Kesimpulan ayat ialah Nabi Musa mendoakan biarlah hati mereka keras sekeras batu, tidak mau bertolak angsur menyambut seruan Musa, sampai perhiasan dan harta benda yang menyebabkan mereka tersesat itu licin tandas. Dan sesudah licin tandas nanti, baru mereka rasai betapa pedihnya adzab Allah.
Kalau yang kita baca hanya ayat ini saja, kita akan mengatakan bahwa doa Musa itu terlalu keras. Tetapi hendak mengetahui rahasia suatu ayat, hendaklah kita ingat pula ayat yang lain. Ingatlah kembali ayat-ayat dari 132 sampai ayat 136 dari surah al-A'raaf (Juz 9).
Mula-mula mereka tuduh bahwa segala tanda-tanda yang dibawa Musa adalah sihir
• Kemudian didatangkan Allah berbagai macam bahaya, taufan, belalang, kutu-kutu, kodok dan darah; namun pada setiap bencana itu datang, mereka masih saja menyombong
• Tetapi setelah satu bahaya sudah sangat besar dan segala usaha mereka membendung bahaya itu tidak berhasil, mereka minta Musa berdoa kepada Allah agar bahaya itu dihi-langkan. Kalau bahaya hilang, mereka berjanji akan beriman, dan Bani Israil akan mereka lepas pergi meninggalkan Mesir, tidak lagi akan mereka halang-halangi (135). Begitulah terus-menerus. Apa sebab? Mengapa mereka begitu keberatan melepaskan Bani Israil di bawah pimpinan Musa meninggalkan Mesir? Ialah sebab Bani Israil mereka pandang budak yang hina. Kalau Bani Israil yang lebih setengah juta itu meninggalkan Mesir, siapa lagi yang akan menjunjung tinggi kemewahan mereka?
Siapa lagi yang akan menghidangkan dan melayani makan minum mereka? Siapa lagi yang akan dikerahkan membangun piramida-piramida? Siapa lagi yang akan mendayung perahu di Sungai Nil dan bercucuk tanam di ladang-ladang? Apa lagi artinya perhiasan dan harta benda kalau orang yang ditindas untuk itu tidak ada lagi?
Kalau sebab-sebab ini sudah dipahamkan, maka dapat pulalah kita memahamkan mengapa Nabi Musa sampai berdoa seperti ini. Biar harta mereka licin tandas, dan hati mereka tetap keras sekeras batu, sehingga adzab Allah datang, dan mereka tidak dapat bergerak lagi. Hancur dalam adzab.
Di samping itu, dapat pula kita pelajari betapa keadaannya pribadi Nabi Musa di antara sekalian Rasulullah ﷺ. Seorang yang gagah perkasa, tidak banyak cakap dan sungguh-sungguh jujur. Maka ibarat bergantang, kalau sudah terlalu penuh, tentu melimbahlah dia keluar, menjadi doa yang demikian bunyinya. Permohonannya dikabulkan oleh Allah.
Ayat 89
“Berfirman Dia: Sungguh telah diperkenankan permohonan kamu berdua."
Di sini Allah telah menjanjikan, bahwa memang akan datang masanya, perhiasan dan harta benda itu akan musnah, licin tandas, hancur-lebur, hilang lenyap, sedang hati mereka tetap keras tidak mau tunduk, sampai adzab meleburkan mereka semuanya masuk lautan bersama harta yang licin tandas itu."Maka tetaplah kamu keduanya pada jalan lurus." Artinya, jalan terus jangan mundur. Tetap menuju tujuan, jangan bergeser: lstiqa-mah! Jadilah tumpuan segala angin, betapa pun keras derunya; laksana puncak bukit. Jadilah hempasan sekalian ombak dan gelombang, betapa pun dahsyatnya; laksana karang di ujung pulau. Pegang pimpinan lebih ketat dari yang sudah-sudah.
“Dan janganlah kamu keduanya mengikuti jalan orang-orang yang tidak mengetahui."
Jalan lurus! Jangan dituruti rencana orang-orang bodoh, atau kaum yang dipimpin. Sebab bahayanya amat besar.
Musa adalah nabi, rasul dan pemimpin! Sebagai pemimpin yang dibimbing wahyu, pengetahuannya jauh lebih luas daripada pengetahuan kaum yang dipimpinnya. Sebagai pemimpin dia menghadap kedua zaman depan. Dan dia berkeyakinan bahwa maksud pasti tercapai, perjuangan pasti menang. Berbeda dengan umat yang dipimpin. Mereka hanya melihat yang di hadapan mata. Melihat bayangan keuntungan mereka telah bergembira, dan melihat kesulitan mereka telah mengeluh. Maka sebagai rasul dan pemimpin, baik Musa maupun Harun, sekali-sekali janganlah turut hanyut dalam gelombang emosi dari kaum yang dipimpin. Keteguhan istiqamah seorang pemimpin dalam memimpin kaum yang corak kecerdasannya tidak tinggi adalah arah yang menentukan kejayaan masa depan. Maka ujung ayat ini adalah satu pelajaran pula dalam ilmu kepemimpinan.
Di pangkal ayat disebutkan bahwa Musa-lah yang berdoa kepada Allah, tetapi ketika Allah memperkenankan doa itu (ayat 89) disebut kamu berdua. Menurut satu riwayat dari Abu Hurairah, yang mengucapkan doa memanglah Musa sendirinya, dan Harun berdiri di sampingnya mengaminkan doa Musa, mohon Allah memperkenankan. Dan Musa pun menyebut Rabbana: Ya Allah kami! Bukan ya Allahku, sebab mereka berdiri berdua. Di sini tergambarlah kedudukan mereka berdua sebagai rasul dari Allah. Musa lebih besar, Harun adalah wazirnya. Musa menghadapi Allah, Harun berdiri di sampingnya. Ketika Allah memperkenankan doa itu, disebutlah mereka keduanya.