Ayat
Terjemahan Per Kata
سُبۡحَٰنَ
Maha Suci (Allah)
ٱلَّذِيٓ
yang
أَسۡرَىٰ
telah memperjalankan
بِعَبۡدِهِۦ
dengan hamba-Nya
لَيۡلٗا
pada suatu malam
مِّنَ
dari
ٱلۡمَسۡجِدِ
Masjid
ٱلۡحَرَامِ
Al Haram
إِلَى
ke
ٱلۡمَسۡجِدِ
Masjid
ٱلۡأَقۡصَا
Al Aqsha
ٱلَّذِي
yang
بَٰرَكۡنَا
Kami berkahi
حَوۡلَهُۥ
sekelilingnya
لِنُرِيَهُۥ
untuk Kami perlihatkannya
مِنۡ
sebagian dari
ءَايَٰتِنَآۚ
tanda-tanda Kami
إِنَّهُۥ
sesungguhnya Dia
هُوَ
Dia
ٱلسَّمِيعُ
Maha Mendengar
ٱلۡبَصِيرُ
Maha Melihat
سُبۡحَٰنَ
Maha Suci (Allah)
ٱلَّذِيٓ
yang
أَسۡرَىٰ
telah memperjalankan
بِعَبۡدِهِۦ
dengan hamba-Nya
لَيۡلٗا
pada suatu malam
مِّنَ
dari
ٱلۡمَسۡجِدِ
Masjid
ٱلۡحَرَامِ
Al Haram
إِلَى
ke
ٱلۡمَسۡجِدِ
Masjid
ٱلۡأَقۡصَا
Al Aqsha
ٱلَّذِي
yang
بَٰرَكۡنَا
Kami berkahi
حَوۡلَهُۥ
sekelilingnya
لِنُرِيَهُۥ
untuk Kami perlihatkannya
مِنۡ
sebagian dari
ءَايَٰتِنَآۚ
tanda-tanda Kami
إِنَّهُۥ
sesungguhnya Dia
هُوَ
Dia
ٱلسَّمِيعُ
Maha Mendengar
ٱلۡبَصِيرُ
Maha Melihat
Terjemahan
Mahasuci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidilaqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Tafsir
Al-Israa' (Perjalanan di Malam Hari)
(Maha Suci) artinya memahasucikan (Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya) yaitu Nabi Muhammad ﷺ (pada suatu malam) lafal lailan dinashabkan karena menjadi zharaf. Arti lafal al-isra ialah melakukan perjalanan di malam hari; disebutkan untuk memberikan pengertian bahwa perjalanan yang dilakukan itu dalam waktu yang sedikit; oleh karenanya diungkapkan dalam bentuk nakirah untuk mengisyaratkan kepada pengertian itu (dari Masjidilharam ke Masjidilaksa) yakni Baitulmakdis; dinamakan Masjidilaksa mengingat tempatnya yang jauh dari Masjidilharam (yang telah Kami berkahi sekelilingnya) dengan banyaknya buah-buahan dan sungai-sungai (agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda Kami) yaitu sebagian daripada keajaiban-keajaiban kekuasaan Kami. (Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui) artinya yang mengetahui semua perkataan dan pekerjaan Nabi ﷺ Maka Dia melimpahkan nikmat-Nya kepadanya dengan memperjalankannya di suatu malam; di dalam perjalanan itu antara lain ia sempat berkumpul dengan para nabi; naik ke langit; melihat keajaiban-keajaiban alam malakut dan bermunajat langsung dengan Allah ﷻ Sehubungan dengan peristiwa ini Nabi ﷺ menceritakannya melalui sabdanya, "Aku diberi buraq; adalah seekor hewan yang berbulu putih; tingginya lebih dari keledai akan tetapi lebih pendek daripada bagal; bila ia terbang kaki depannya dapat mencapai batas pandangan matanva. Lalu aku menaikinya dan ia membawaku hingga sampai di Baitulmakdis. Kemudian aku tambatkan ia pada tempat penambatan yang biasa dipakai oleh para nabi. Selanjutnya aku memasuki Masjidilaksa dan melakukan salat dua rakaat di dalamnya. Setelah itu aku keluar dari Masjidilaksa datanglah kepadaku malaikat Jibril seraya membawa dua buah cawan; yang satu berisikan khamar sedangkan yang lain berisikan susu. Aku memilih cawan yang berisikan susu, lalu malaikat Jibril berkata, 'Engkau telah memilih fitrah (yakni agama Islam).' Nabi ﷺ melanjutkan kisahnya, kemudian malaikat Jibril membawaku naik ke langit dunia (langit pertama), lalu malaikat Jibril mengetuk pintu langit; ditanyakan lagi kepadanya, 'Siapakah kamu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Jibril.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Siapakah yang bersamamu itu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Muhammad.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Apakah dia telah diutus untuk menemui-Nya?' Malaikat Jibril menjawab, 'Dia telah diutus untuk menemui-Nya.' Kemudian pintu langit pertama dibukakan bagi kami; tiba-tiba di situ aku bertemu dengan Nabi Adam. Nabi Adam menyambut kedatanganku, dan ia mendoakan kebaikan untukku. Kemudian malaikat Jibril membawaku naik ke langit yang kedua, malaikat Jibril mengetuk pintu langit yang kedua. Lalu ditanyakan kepadanya, 'Siapakah kamu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Jibril.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Siapakah orang yang bersamamu itu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Muhammad.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Apakah dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya?' Malaikat Jibril menjawab, 'Dia telah diutus untuk menemui-Nya.' Maka pintu langit yang kedua dibukakan bagi kami; tiba-tiba aku bertemu dengan dua orang anak bibiku, yaitu Nabi Yahya dan Nabi Isa. Lalu keduanya menyambut kedatanganku, dan keduanya mendoakan kebaikan buatku. Kemudian malaikat Jibril membawaku naik ke langit yang ketiga, maka malaikat Jibril mengetuk pintu langit yang ketiga, lalu ditanyakan kepadanya, 'Siapakah kamu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Jibril.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Siapakah orang yang bersamamu itu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Muhammad.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Apakah dia telah diutus untuk menemui-Nya?' Malaikat Jibril menjawab, 'Dia telah diutus untuk menemui-Nya.' Maka dibukakanlah pintu langit ketiga bagi kami, tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Yusuf; dan ternyata ia telah dianugerahi separuh daripada semua keelokan. Nabi Yusuf menyambut kedatanganku, lalu ia mendoakan kebaikan bagiku. Kemudian malaikat Jibril membawaku naik ke langit yang keempat, maka malaikat Jibril mengetuk pintu langit. Lalu ditanyakan kepadanya, 'Siapakah kamu?' Malaikat Jibril menjawab. 'Jibril.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Siapakah orang yang bersamamu itu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Muhammad.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Apakah dia telah diutus untuk menemui-Nya?' Malaikat Jibril menjawab, 'Dia telah diutus untuk menemui-Nya.' Maka pintu langit yang keempat dibukakan bagi kami; tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Idris, ia menyambut kedatanganku dan mendoakan kebaikan bagiku. Kemudian malaikat Jibril membawaku ke langit yang kelima, lalu malaikat Jibril mengetuk pintu langit yang kelima, maka ditanyakan kepadanya, 'Siapakah kamu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Jibril.' Dan ditanyakan lagi kepadanya, 'Siapakah orang yang bersamamu itu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Muhammad.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Apakah dia telah diutus untuk menemui-Nya?' Malaikat Jibril menjawab, 'Dia telah diutus untuk menemui-Nya.' Lalu dibukakanlah pintu langit yang kelima bagi kami; tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Harun, ia menyambut kedatanganku dan mendoakan kebaikan bagiku. Selanjutnya malaikat Jibril membawaku naik ke langit yang keenam, lalu ia mengetuk pintunva, ditanyakan kepadanya, 'Siapakah kamu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Jibril.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Siapakah orang yang bersamamu itu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Muhammad.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Apakah dia telah diutus untuk menemui-Nya?' Malaikat Jibril menjawab, 'Dia telah diutus untuk menemui-Nya.' Maka dibukakanlah pintu langit yang keenam buat kami, tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Musa, lalu Nabi Musa menyambut kedatanganku, dan ia mendoakan kebaikan bagiku. Kemudian malaikat Jibril membawaku naik ke langit yang ketujuh, lalu ia mengetuk pintunya. Ditanyakan kepadanya, 'Siapakah kamu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Jibril.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Siapakah orang yang bersamamu itu?' Malaikat Jibril menjawab, 'Muhammad.' Ditanyakan lagi kepadanya, 'Apakah dia telah diutus untuk menemui-Nya?' Malaikat Jibril menjawab, 'Dia telah diutus untuk menemui-Nya.' Maka dibukakanlah pintu langit yang ketujuh bagi kami; tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Ibrahim. Kedapatan ia bersandar pada Baitulmakmur. Ternyata Baitulmakmur itu setiap harinya dimasuki oleh tujuh puluh ribu malaikat, yang selanjutnya mereka tidak kembali lagi padanya. Kemudian malaikat Jibril membawaku naik ke Sidratul Muntaha, kedapatan daun-daunnya bagaikan telinga-telinga gajah dan buah-buahan bagaikan tempayan-tempayan yang besar. Ketika semuanya tertutup oleh nur Allah, semuanya menjadi berubah. Maka kala itu tidak ada seorang makhluk Allah pun yang dapat menggambarkan keindahannya. Rasulullah ﷺ melanjutkan kisahnya, maka Allah mewahyukan kepadaku secara langsung, dan Dia telah (mewajibkan) kepadaku lima puluh kali salat untuk setiap hari. Setelah itu lalu aku turun hingga sampai ke tempat Nabi Musa (langit yang keenam). Maka Nabi Musa bertanya kepadaku, 'Apakah yang diwajibkan oleh Rabbmu atas umatmu?' Aku menjawab, 'Lima puluh kali salat untuk setiap harinya.' Nabi Musa berkata, 'Kembalilah kepada Rabbmu, lalu mintalah keringanan dari-Nya karena sesungguhnya umatmu niscava tidak akan kuat melaksanakannya; aku telah mencoba Bani Israel dan telah menguji mereka.' Rasulullah ﷺ melanjutkan kisahnya, maka aku kembali kepada Rabbku, lalu aku memohon, 'Wahai Rabbku, ringankanlah buat umatku.' Maka Allah meringankan lima waktu kepadaku. Lalu aku kembali menemui Nabi Musa. Dan Nabi Musa bertanya, 'Apakah yang telah kamu lakukan?' Aku menjawab, 'Allah telah meringankan lima waktu kepadaku.' Maka Nabi Musa bertanya, 'Sesungguhnya umatmu niscaya tidak akan kuat melakukan hal tersebut, maka kembalilah lagi kepada Rabbmu dan mintalah keringanan buat umatmu kepada-Nya.' Rasulullah melanjutkan kisahnya, maka aku masih tetap mondar-mandir antara Rabbku dan Nabi Musa, dan Dia meringankan kepadaku lima waktu demi lima waktu. Hingga akhirnya Allah berfirman, 'Hai Muhammad, salat lima waktu itu untuk tiap sehari semalam; pada setiap salat berpahala sepuluh salat, maka itulah lima puluh kali salat. Dan barang siapa yang berniat untuk melakukan kebaikan, kemudian ternyata ia tidak melakukannya dituliskan untuknya pahala satu kebaikan. Dan jika ternyata ia melakukannya, dituliskan baginva pahala sepuluh kali kebaikan. Dan barang siapa yang berniat melakukan keburukan, lalu ia tidak mengerjakannya maka tidak dituliskan dosanya. Dan jika ia mengerjakannya maka dituliskan baginva dosa satu keburukan.' Setelah itu aku turun hingga sampai ke tempat Nabi Musa, lalu aku ceritakan hal itu kepadanya. Maka ia berkata, 'Kembalilah kepada Rabbmu, lalu mintalah kepada-Nya keringanan buat umatmu, karena sesungguhnya umatmu tidak akan kuat melaksanakannya.' Maka aku menjawab, 'Aku telah mondar-mandir kepada Rabbku hingga aku malu terhadap-Nya.'" (Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim; dan lafal hadis ini berdasarkan Imam Muslim). Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak meriwayatkan sebuah hadis melalui Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan, bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda, "Aku melihat Rabbku Azza Wajalla.".
Tafsir Surat Al-Isra': 1
Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda, (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Allah ﷻ memulai surat ini dengan mengagungkan diri-Nya dan menggambarkan kebesaran peran-Nya, karena kekuasaan-Nya melampaui segala sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh seorang pun selain Dia sendiri. Maka tidak ada Tuhan selain Dia, dan tidak ada Rabb selain Dia.
yang telah memperjalankan hamba-Nya. (Al-Isra: l) Yaitu Nabi Muhammad ﷺ pada suatu malam. (Al-Isra: l) Maksudnya, di dalam kegelapan malam hari. dari Masjidil Haram. (Al-Isra: l) Yang tempatnya berada di Mekah ke Masjidil Aqsa. (Al-Isra: 1) Yakni Baitul Muqaddas yang terletak di Elia (Yerussalem), tempat asal para Nabi (terdahulu) sejak Nabi Ibrahim a.s. Karena itulah semua nabi dikumpulkan di Masjidil Aqsa pada malam itu, lalu Nabi ﷺ mengimami mereka di tempat mereka. Hal ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad ﷺ adalah imam terbesar dan pemimpin yang didahulukan. Semoga salawat dan salam Allah terlimpahkan kepada mereka semuanya. Firman Allah Swt: yang telah Kami berkahi sekelilingnya. (Al-Isra: 1) Yakni tanam-tanamannya dan hasil buah-buahannya. agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. (Al-Isra: 1) Maksudnya, Kami perlihatkan kepada Muhammad sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang besar-besar. Dalam ayat lain disebutkan melalui firman-Nya: Sesungguhnya Dia telah melihat sebagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar. (An-Najm: 18) Kami akan mengetengahkan hadis-hadis yang menceritakan peristiwa Isra ini yang bersumber dari Nabi ﷺ Firman Allah Swt: Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al-Isra: l) Allah Maha Mendengar semua ucapan hamba-hamba-Nya, yang mukmin maupun yang kafir yang membenarkan maupun yang mendustakan di antara mereka.
Dan Dia Maha Melihat semua perbuatan mereka: Maka kelak Dia akan memberikan kepada masing-masing dari mereka balasan yang berhak mereka terima di dunia dan di akhirat. HADIS-HADIS TENTANG ISRA Riwayat sahabat Anas ibnu Malik r.a. :" ". ". -- Imam Abu Abdullah Al-Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abdul Aziz ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Sulaiman (yakni Ibnu Bilal), dari Syarik ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar sahabat Anas ibnu Malik menceritakan malam hari yang ketika itu Rasulullah ﷺ mengalami Isra dari Masjid Ka'bah (Masjidil Haram). Disebutkan bahwa ada tiga orang datang kepadanya sebelum ia menerima wahyu, saat itu ia (Nabi ﷺ) sedang tidur di Masjidil Haram.
Orang pertama dari ketiga orang itu berkata, "Yang manakah dia itu?" Orang yang pertengahan menjawab, "Orang yang paling pertengahan dari mereka. Dialah orang yang paling baik." Orang yang terakhir berkata, "Ambillah yang paling baik dari mereka." Hanya itulah yang terjadi malam tersebut. Nabi ﷺ tidak melihat mereka, hingga mereka datang kepadanya di malam lainnya menurut penglihatan hatinya; sedangkan matanya tertidur, tetapi hatinya tidak tidur. Demikianlah halnya para nabi, mata mereka tidur, tetapi hati mereka tidak tidur.
Mereka tidak mengajak beliau bicara, melainkan langsung membawanya, lalu membaringkannya di dekat sumur zamzam, yang selanjutnya urusannya ditangani oleh Malaikat Jibril yang ada bersama mereka. Kemudian Jibril membelah bagian antara tenggorokan sampai bagian ulu hatinya, lalu ia mencuci isi dada dan perutnya dengan memakai air zamzam. Ia lakukan hal ini dengan tangannya sendiri sehingga bersihlah bagian dari tubuh Nabi ﷺ Kemudian Jibril membawa sebuah piala emas yang di dalamnya terdapat sebuah wadah kecil terbuat dari emas, wadah itu berisikan iman dan hikmah.
Lalu Jibril menyisihkannya ke dalam dada dan kerongkongannya serta menutupkan bedahannya. Setelah itu Jibril membawanya naik ke langit pertama. Jibril mengetuk salah satu pintu langit pertama, maka malaikat penghuni langit pertama bertanya, "Siapakah orang ini?" Jibril menjawab, "Saya Jibril." Mereka bertanya, "Siapakah yang bersamamu?" Jibril menjawab, "Orang yang bersamaku adalah Muhammad." Mereka bertanya, "Apakah ia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab "Ya." Mereka berkata, "Selamat datang untuknya." Semua penduduk langit pertama menyambut gembira kedatangannya.
Para penduduk langit tidak mengetahui apa yang diinginkan oleh Allah di bumi hingga Allah sendiri yang memberitahukan kepada mereka. Nabi ﷺ bersua dengan Adam di langit yang pertama, dan Malaikat Jibril berkata kepadanya, "Ini adalah bapakmu Adam." Maka Nabi ﷺ mengucapkan salam kepada Adam, dan Adam menjawab salamnya seraya berkata, "Selamat datang, wahai anakku, sebaik-baik anak adalah engkau." Di langit pertama itu Nabi ﷺ tiba-tiba melihat ada dua buah sungai yang mengalir. Maka ia bertanya, "Hai Jibril, apakah nama kedua sungai ini?" jibril menjawab, "Kedua sungai ini adalah Nil dan Eufrat, yakni sumber keduanya." Jibril membawanya pergi ke sekitar langit itu.
Tiba-tiba Nabi ﷺ melihat sungai lain. Yang di atasnya terdapat sebuah gedung dari mutiara dan zabarjad. Maka Nabi ﷺ menyentuhkan tangannya ke sungai itu, ternyata baunya sangat wangi seperti minyak kesturi. Lalu ia bertanya, "Hai Jibril, sungai apakah ini?" Jibril menjawab, "Ini adalah Sungai Kausar yang disimpan oleh Tuhanmu buat kamu." Jibril membawanya naik ke langit yang kedua, maka para malaikat (penjaga langit kedua) mengatakan kepadanya pertanyaan yang sama seperti pertanyaan yang dilontarkan oleh penjaga langit pertama, "Siapakah orang ini?" Jibril menjawab, "Saya Jibril." Mereka bertanya, "Siapakah yang bersamamu?" Jibril menjawab, "Muhammad." Mereka bertanya, "Apakah dia telah diperintahkan untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Ya." Mereka berkata, "Selamat atas kedatangannya." Kemudian Jibril membawanya naik ke langit yang ketiga, dan para penjaganya mengatakan kepadanya pertanyaan yang semisal dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh malaikat penjaga langit yang kedua.
Jibril membawanya lagi naik ke langit yang keempat. Para penjaganya pun melontarkan pertanyaan yang sama seperti pertanyaan sebelumnya. Jibril membawanya lagi naik ke langit yang kelima, dan para penjaganya melontarkan pertanyaan yang semisal dengan pertanyaan para malaikat penjaga langit yang sebelumnya. Jibril membawanya lagi naik ke langit yang keenam. Para penjaganya mengajukan pertanyaan yang semisal dengan para malaikat sebelumnya.
Kemudian Jibril membawanya lagi ke langit yang ketujuh, dan para penjaganya mengajukan pertanyaan yang semisal dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh penjaga langit sebelumnya. Pada tiap-tiap lapis langit terdapat nabi-nabi yang nama masing-masingnya disebutkan oleh Jibril. Perawi hadis berkata bahwa ia ingat nama-nama mereka, antara lain: Nabi Idris di langit yang kedua, Nabi Harun di langit yang keempat, dan nabi lainnya di langit yang kelima; perawi tidak ingat lagi namanya.
Nabi Ibrahim di langit yang keenam, dan Nabi Musa di langit yang ketujuh berkat keutamaan yang dimilikinya, yaitu pernah diajak berbicara langsung oleh Allah ﷻ Musa berkata "Wahai Tuhanku, saya tidak menduga bahwa Engkau akan mengangkat seseorang lebih tinggi di atasku." Kemudian Jibril membawanya naik di atas itu sampai ke tingkatan yang tiada seorang pun mengetahuinya kecuali hanya Allah ﷻ, hingga sampailah Nabi ﷺ di Sidratul Muntaha dan berada dekat dengan Tuhan Yang Mahaperkasa lagi Mahaagung. Maka ia makin bertambah dekat, sehingga jadilah ia (Nabi ﷺ) dekat dengan-Nya. Sejarak dua ujung busur panah atau lebih dekat lagi.
Maka Allah memberikan wahyu kepadanya, antara lain ialah, "Aku wajibkan lima puluh kali salat setiap siang dan malam hari atas umatmu." Kemudian Jibril membawanya turun sampai ke tempat Musa berada, lalu Musa menahannya dan berkata, "Hai Muhammad, apakah yang telah diperintahkan oleh Tuhanmu untukmu?" Nabi ﷺ menjawab, "Tuhanku telah memerintahkan kepadaku salat lima puluh kali setiap siang dan malam hari." Musa berkata, "Sesungguhnya umatku tidak akan mampu mengerjakannya, sekarang kembalilah kamu kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan dari-Nya buatmu dan buat umatmu." Nabi ﷺ menoleh kepada Jibril, seakan-akan beliau meminta saran darinya mengenai hal tersebut.
Dan Jibril menjawab, "Baiklah jika kamu menghendakinya." Maka Jibril membawanya lagi naik kepada Tuhan Yang Mahaperka-sa lagi Mahasuci, lalu Nabi ﷺ memohon kepada Allah ﷻ yang berada di tempat-Nya, "Wahai Tuhanku berikanlah keringanan buat kami, karena sesungguhnya umatku tidak akan mampu memikulnya." Maka Allah memberikan keringanan sepuluh salat kepadanya. Nabi ﷺ kembali kepada Musa dan Musa menahannya. Maka Musa terus menerus membolak-balikannya dari dia ke Tuhannya, hingga jadilah salat lima waktu. Setelah ditetapkan salat lima waktu, Musa menahannya kembali dan berkata, "Hai Muhammad, demi Allah, sesungguhnya aku telah membujuk Bani Israil:umatku untuk mengerjakan yang lebih sedikit dari lima waktu, tetapi mereka kelelahan, akhirnya mereka meninggalkannya.
Umatmu lebih lemah, tubuh, hati, badan, penglihatan, dan pendengarannya; maka kembalilah kepada Tuhanmu dan mintakanlah keringanan kepada-Nya buatmu." Setiap kali mendapat saran dari Nabi Musa, Nabi ﷺ selalu menoleh kepada Jibril untuk meminta pendapatnya, dan Malaikat Jibril dengan senang hati menerimanya, akhirnya pada kali yang kelima Jibril membawanya naik dan ia berkata, "Wahai Tuhanku, sesungguhnya umatku adalah orang-orang yang lemah, tubuh, hati, pendengaran, penglihatan, dan jasad mereka, maka berilah keringanan lagi buat kami." Maka Tuhan Yang Mahaperkasa, Mahasuci, lagi Mahatinggi berfirman, "Hai Muhammad."Nabi ﷺ menjawab, "Labbaikawasa'daika (saya penuhi seruan-Mu dengan penuh kebahagiaan)." Allah berfirman, "Sesungguhnya keputusan yang ada pada-Ku ini tidak dapat diubah lagi, persis seperti apa yang telah Aku tetapkan atas dirimu di dalam Ummul Kitab (Lauh Mahfuz).
Maka setiap amal kebaikan berpahala sepuluh kali lipat kebaikan. Dan kewajiban salat itu telah tercatat lima puluh kali di dalam Ummul Kitab, sedangkan bagimu tetap lima kali." Nabi ﷺ kembali kepada Musa dan Musa berkata "Apakah yang telah engkau lakukan?" Nabi ﷺ menjawab, "Allah telah memberikan keringanan bagi kami, Dia telah memberikan kepada kami setiap amal kebaikan berpahala sepuluh kali lipat kebaikan yang semisal." Musa berkata, "Sesungguhnya, demi Allah, saya telah membujuk Bani Israil untuk mengerjakan yang lebih ringan dari itu, tetapi mereka meninggalkannya. Maka kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan buat dirimu juga." Rasulullah ﷺ bersabda, "Hai Musa, sesungguhnya demi Allah saya malu kepada Tuhanku, karena terlalu sering bolak-balik kepada-Nya." Musa berkata, "Kalau begitu, turunlah engkau dengan menyebut nama Allah." Perawi melanjutkan kisahnya, "Lalu Nabi ﷺ terbangun, dan dia berada di Masjidil Haram." Demikianlah menurut lafaz yang diketengahkan oleh Imam Bukhari di dalam Kitabut Tauhid, bagian dari kitab sahihnya.
Imam Bukhari meriwayatkannya di dalam Sifatun Nabi ﷺ, dari Ismail ibnu Abu Uwais, dari saudaranya (yaitu Abu Bakar Abdul Hamid), dari Sulaiman ibnu Bilal. Imam Muslim meriwayatkannya dari Harun ibnu Sa'id dari Ibnu Wahb dari Sulaiman, yang di dalam riwayatnya Sulaiman memberikan tambahan, ada pula yang dikuranginya, serta ada yang didahulukan dan yang dibelakangkan. Pada kenyataannya memang seperti apa yang dikatakan oleh Imam Muslim, karena sesungguhnya Syarik ibnu Abdullah ibnu Abu Namir kacau dalam hadis ini dan hafalannya buruk, ia tidak dapat menyusunnya dengan baik; seperti yang akan dijelaskan kemudian dalam hadis-hadis lain, insya Allah.
Di antara perawi ada yang menganggap peristiwa ini terjadi di saat Nabi ﷺ sedang tidur, karena menyelaraskannya dengan apa yang terjadi sesudah itu. Al-Hafiz Abu Bakar Al-Baihaqi mengatakan di dalam hadis syarik adanya suatu tambahan yang hanya ada pada riwayatnya, sesuai dengan pendapat orang yang menduga bahwa Nabi ﷺ melihat Allah ﷻ dalam peristiwa ini. Yang dimaksudkan ialah apa yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam firman-Nya, "Kemudian Dia mendekat," yakni Tuhan Yang Mahaperkasa mendekat kepadanya (Nabi ﷺ), "lalu bertambah mendekat lagi, maka jadilah Dia dekat kepadanya (Muhammad ﷺ) sejarak dua ujung busur panah atau lebih dekat lagi." Selanjutnya Imam Baihaqi mengatakan bahwa pendapat Aisyah dan Ibnu Mas'ud serta Abu Hurairah yang menakwilkan ayat-ayat ini bahwa Nabi ﷺ melihat Malaikat Jibril dalam bentuk aslinya merupakan pendapat yang paling sahih. Pendapat yang dikatakan oleh Imam Baihaqi dalam masalah ini adalah pendapat yang benar, karena sesungguhnya Abu Zar r.a. pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah engkau melihat Tuhanmu?" Rasulullah ﷺ menjawab: ". Nur, mana mungkin aku dapat melihatnya. Menurut riwayat yang lain disebutkan: Saya hanya melihat nur (cahaya). (Diketengahkan oleh Imam Muslim) Firman Allah ﷻ: Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi. (An-Najm: 8) Sesungguhnya yang dimaksudkan hanyalah Malaikat Jibril a.s., seperti yang ditetapkan di dalam kitab Sahihain melalui Siti Aisyah Ummul Muminin dan Ibnu Mas'ud.
Demikian pula yang ditetapkan di dalam kitab Sahih Muslim melalui Abu Hurairah. Tiada seorang pun di antara para sahabat yang menentang penafsiran ayat dengan takwil seperti ini. [: [: 57] [] ". ": ". ". :" ". [] ". ". Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, telah menceritakan kepada kami Sabit Al-Bannani, dari Anas ibnu Malik, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda seperti berikut: Didatangkan kepadaku Buraq, yaitu seekor hewan yang berwarna putih; tubuhnya lebih tinggi dari keledai, tetapi lebih rendah dari begal.
Ia meletakkan kedua kaki depannya di ufuk batas jangkauan penglihatannya. Aku menaikinya dan Jibril membawaku berjalan hingga sampailah aku di Baitul Muqaddas. Lalu aku menambatkan hewan itu di lingkaran tempat para nabi biasa menambatkan hewan tunggangannya. Aku memasuki masjid dan melakukan salat dua rakaat di dalamnya, sesudah itu aku keluar. Jibril menyuguhkan kepadaku sebuah wadah berisikan khamr dan sebuah wadah lagi berisikan susu.
Maka aku memilih wadah yang berisikan air susu, dan Jibril berkata, "Engkau memperoleh fitrah." Kemudian Jibril membawaku naik ke langit yang terdekat, lalu Jibril mengetuk pintunya, dan dikatakan kepadanya, "Siapakah kamu?" Jibril menjawab, "Jibril." Dikatakan lagi, "Siapakah orang yang bersamamu?" Jibril menjawab "Muhammad." Dikatakan lagi, "Apakah ia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya." Maka dibukakanlah bagi kami (pintu langit terdekat), tiba-tiba aku bersua dengan Adam, dan Adam menyambut kedatanganku serta berdoa kebaikan untukku.
Setelah itu Jibril membawaku naik ke langit yang kedua, ia mengetuk pintunya. Maka dikatakan kepadanya, "Siapakah kamu?" Jibril menjawab, "Saya Jibril." Dikatakan kepadanya, "Siapakah yang bersamamu itu?" Jibril menjawab, "Muhammad." Dikatakan lagi "Apakah dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya." Maka dibukalah pintu langit yang kedua bagi kami, tiba-tiba saya bersua dengan dua orang nabi anak bibiku yaitu Yahya dan Isa, maka keduanya menyambut kedatanganku dan mendoakan kebaikan buatku.
Kemudian Jibril membawaku naik ke langit yang ketiga, lalu Jibril mengetuknya maka dikatakan kepadanya, "Siapakah kamu?" Jibril menjawab, "Saya Jibril." Dikatakan kepadanya, "Siapakah orang yang bersamamu?" Jibril menjawab, "Muhammad." Dikatakan lagi, "Apakah dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya." Maka dibukalah pintu langit yang ketiga untuk kami, tiba-tiba saya bersua dengan Yusuf a.s., dan ternyata dia telah dianugerahi separo dari ketampanan.
Yusuf a.s. menyambut kedatanganku dan mendoakan kebaikan buatku. Jibril membawaku lagi naik ke langit yang keempat, dan ia mengetuk pintunya. Maka dikatakan, "Siapakah kamu?" Jibril menjawab, "Saya Jibril." Dikatakan lagi, "Siapakah orang yang bersamamu?" Jibril menjawab, "Muhammad." Dikatakan lagi, "Apakah dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya." Maka dibukakanlah pintu langit yang keempat bagi kami.
Tiba-tiba saya bersua dengan Nabi Idris. Lalu Nabi Idris menyambut kedatanganku dan mendoakan kebaikan buatku. Kemudian Allah ﷻ berfirman: Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. (Maryam: 57) Kemudian Jibril membawaku naik ke langit yang kelima. Jibril mengetuk pintunya, lalu dikatakan, "Siapakah kamu?" Jibril menjawab, "Saya Jibril." Dikatakan, "Dan siapakah orang yang bersamamu itu?" Jibril menjawab, "Muhammad." Dikatakan lagi, "Apakah dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya." Maka dibukakanlah pintu langit yang kelima bagi kami, tiba-tiba saya bersua dengan Harun a.s.
Harun menyambut kedatanganku, lalu mendoakan kebaikan buatku. Jibril membawaku naik ke langit yang keenam. Ia mengetuk pintunya, lalu dikatakan kepadanya, "Siapakah kamu?" Jibril menjawab, "Saya Jibril." Dikatakan, "Dan siapakah orang yang bersamamu itu?" Jibril menjawab, "Muhammad." Dikatakan pula, "Apakah dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya." Maka dibukakanlah pintu langit yang keenam bagi kami, tiba-tiba saya bersua dengan Musa a.s.
Lalu Musa menyambut kedatanganku dan mendoakan kebaikan buatku. Kemudian Jibril membawaku naik ke langit yang ketujuh, dan Jibril mengetuk pintunya, maka dikatakan, "Siapakah kamu?" Jibril menjawab, "Saya Jibril." Dikatakan, "Siapakah orang yang bersamamu?" Jibril menjawab, "Muhammad." Dikatakan lagi, "Apakah dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya." Maka dibukakanlah pintu langit yang ketujuh bagi kami.
Tiba-tiba saya bersua dengan Nabi Ibrahim a.s. yang ternyata sedang bersandar di Baitul Ma'mur. Dan tiba-tiba saya melihat Baitul Ma'mur dimasuki setiap harinya oleh tujuh puluh ribu malaikat, lalu mereka tidak kembali lagi kepadanya. Selanjutnya Jibril membawaku ke Sidratul Muntaha, tiba-tiba saya jumpai Sidratul Muntaha itu daun-daunnya seperti daun telinga gajah besarnya, dan buah-buahannya seperti gentong besarnya.
Tatkala Sidratul Muntaha itu dipengaruhi oleh perintah Allah yang mencakup kesemuanya, maka berubahlah bentuknya. Pada saat itu tiada seorang pun dari makhluk Allah ﷻ yang mampu menggambarkan keindahannya. Allah menurunkan wahyu-Nya kepadaku, dan Dia memfardukan atas diriku salat lima puluh kali setiap siang dan malam hari. Lalu saya turun hingga sampai ke tempat Musa berada. Musa bertanya, "Apakah yang telah difardukan oleh Tuhanmu atas umatmu?" Saya menjawab, "Lima puluh salat setiap siang dan malam hari." Musa berkata, "Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan kepada-Nya buat umatmu.
Karena sesungguhnya umatmu tidak akan mampu melakukannya. Sesungguhnya aku pernah mencoba Bani Israil dan menguji mereka." Maka saya kembali kepada Tuhanku dan berkata, "Wahai Tuhanku, berikanlah keringanan buat umatku." Maka Dia meringankan lima salat buatku. Lalu saya turun hingga sampai ke tempat Musa berada, dan Musa bertanya, "Apakah yang telah engkau lakukan?" Saya menjawab, "Allah telah memberikan keringanan lima kali salat buatku." Musa berkata, "Sesungguhnya umatmu tidak akan mampu melakukannya.
Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah lagi keringanan kepada-Nya buat umatmu." Saya terus menerus bolak balik antara Musa dan Tuhanku, dan Tuhanku memberikan keringanan kepadaku lima kali salat setiap saya menghadap. Akhirnya Allah berfirman, "Hai Muhammad, semuanya lima kali salat setiap siang dan malam hari. Setiap kali salat berpahala sepuluh kali lipat, maka semuanya genap menjadi lima puluh kali salat.
Barang siapa yang berniat melakukan suatu kebaikan, lalu dia tidak mengerjakannya, maka dicatatkan baginya pahala satu kebaikan; dan jika dia mengerjakannya, maka dicatatkan baginya pahala sepuluh kebaikan. Barang siapa yang berniat akan mengerjakan suatu keburukan, lalu dia tidak mengerjakannya, maka amal keburukan itu tidak dicatat. Dan jika dia mengerjakannya, maka dicatatkan satu amal keburukan." Maka saya turun hingga sampai ke tempat Musa berada dan saya ceritakan kepadanya segala sesuatunya.
Maka Musa berkata, "Kembalilah kepada Tuhanmu, dan mintalah keringanan kepada-Nya buat umatmu, karena sesungguhnya umatmu tidak akan mampu mengerjakannya." Maka Rasulullah ﷺ bersabda, "Sesungguhnya saya telah bolak-balik kepada Tuhanku sehingga aku merasa malu (kepada-Nya)." Imam Muslim meriwayatkannya dari Syaiban ibnu Farrukh, dari Hammad ibnu Salamah dengan lafaz ini. Lafaz hadis ini lebih sahih daripada lafaz yang diriwayatkan oleh Syarik tadi. Imam Baihaqi mengatakan bahwa di dalam hadis ini terkandung dalil yang menunjukkan bahwa Miraj dilakukan pada malam Nabi ﷺ di-Isra-kan dari Mekah ke Baitul Muqaddas. Apa yang dikatakan oleh Imam Baihaqi ini adalah benar dan tidak diragukan lagi kebenarannya.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah, dari Anas, bahwa didatangkan kepada Nabi ﷺ hewan Buraq di malam beliau melakukan Isra. Buraq itu telah diberi pelana dan tali kendali untuk dinaiki Nabi ﷺ, tetapi Buraq sulit untuk dinaiki. Maka Jibril berkata kepadanya, "Apakah yang mendorongmu bersikap demikian? Demi Allah, tiada seorang pun yang menaikimu lebih dimuliakan oleh Allah ﷻ daripada orang ini." Setelah itu Buraq mengucurkan keringatnya. Imam Turmuzi meriwayatkannya dari Ishaq ibnu Mansur, dari Abdur Razzaq; dan imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat garib kami tidak mengenal hadis ini kecuali melalui jalurnya (Ishaq ibnu Mansur).
". Imam Ahmad mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepada kami Abul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Safwan, telah menceritakan kepadaku Rasyid ibnu Sa'id dan Abdur Rahman ibnu Jubair, dari Anas yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda mengemukakan hadis berikut, yaitu: Ketika saya dinaikkan menghadap kepada Tuhanku, saya bersua dengan suatu kaum yang memiliki kuku tembaga, mereka mencakari muka dan dada mereka dengan kuku tembaga itu. Maka saya bertanya, "Hai Jibril, siapakah mereka itu? Jibril menjawab, "Mereka adalah orang-orang yang suka memakan daging manusia (mengumpat orang lain) dan mempergunjingkan kehormatan mereka.
Imam Abu Daud mengetengahkannya melalui hadis Safwan ibnu Amr dengan sanad yang sama; juga dari jalur yang lain, tetapi tidak disebutkan nama Anas. Imam Abu Daud mengatakan pula, menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Sulaiman At-Taimi, dari Anas yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Di malam aku menjalani Isra bersua dengan Musa a. s. sedang berdiri mengerjakan salat di dalam kuburnya. Imam Muslim meriwayatkannya melalui hadis Hammad ibnu Salamah, dari Sulaiman Ibnu Tarkhan At-Taimi dan Sabit Al-Bannani, keduanya menerima hadis ini dari Anas.
Menurut An-Nasa-i, riwayat ini lebih sahih daripada riwayat yang menyebutkan dari Sulaiman dari Sabit dari Anas. Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli di dalam kitab Musnad-nya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Wahb ibnu Baqiyyah, telah menceritakan kepada kami Khalid, dari At-Taimi, dari Anas yang mengatakan, "Salah seorang sahabat Nabi ﷺ telah menceritakan kepadaku bahwa ketika beliau ﷺ melakukan Isra, beliau bersua dengan Musa sedang melakukan salat di dalam kuburnya." Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Muhammad ibnu Ur'urah telah menceritakan kepada kami Mu'tamir, dari ayahnya yang mengatakan bahwa ia telah mendengar sahabat Anas mengatakan, "Ketika Nabi ﷺ menjalani Isra-nya, beliau bersua dengan Musa sedang mengerjakan salat di dalam kuburnya." Anas mengatakan Nabi ﷺ menceritakan bahwa ia mengendarai Buraq, lalu ia menambatkan hewan itu, atau kuda itu.
Abu Bakar bertanya, "Gambarkanlah kepadaku Buraq itu." Rasulullah ﷺ bersabda, "Buraq bentuknya seperti anu dan anu." Maka Abu Bakar berkata, "Saya bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah." Dan Abu Bakar r.a. pernah melihatnya. Al-Hafiz Abu Bakar Ahmad ibnu Amr Al-Bazzar mengatakan dalam kitab Musnad-nya, telah menceritakan kepada kami Salamah ibnu Syabib, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Mansur, telah menceritakan kepada kami Al-Haris ibnu Ubaid, dari Abu Imran Al-Juni, dari Anas ibnu Malik r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Ketika aku sedang tidur, tiba-tiba datanglah Malaikat Jibril a.s. lalu Jibril menotok bagian antara kedua tulang belikatku, maka aku bangkit menuju ke sebuah pohon yang padanya terdapat seperti dua buah sarang burung. Maka Jibril duduk pada salah satunya, dan aku duduk di sisi yang lainnya.
Maka pohon itu meninggi ke langit sehingga menutupi cakrawala timur dan barat, sedangkan aku membolak-balikkan pandangan mataku. Seandainya aku sentuh langit itu, niscaya aku dapat menyentuhnya. Dan aku menoleh ke arah Malaikat Jibril yang saat itu seperti pelana yang terhampar (karena pingsan), maka aku mengetahui akan keutamaannya yang lebih dariku mengenai Allah. Lalu dibukakan untukku sebuah pintu langit, maka aku melihat cahaya yang Mahabesar.
Dan tiba-tiba di balik hijab terdapat bantal-bantal dari permata dan yagut. Lalu Allah menurunkan wahyu-Nya kepadaku menurut apa yang Dia kehendaki untuk mewahyukannya (kepadaku). Selanjutnya Al-Bazzar mengatakan, "Kami tidak mengetahui ada seseorang meriwayatkan hadis ini kecuali hanya Anas. Dan kami tidak mengetahui ada seseorang meriwayatkannya dari Abu Imran Al-Juni kecuali Al-Haris ibnu Ubaid, dia adalah seorang yang terkenal di kalangan ulama penduduk Basrah." Al-Hafiz Imam Baihaqi meriwayatkannya di dalam kitab Dalail-nya, dari Abu Bakar Al-Qadi, dari Abu Ja'far Muhammad ibnu Ali ibnu Dahim, dari Muhammad ibnul Husain ibnu Abul Husain, dari Sa'id ibnu Mansur, lalu ia menceritakan hadis ini berikut sanadnya dengan lafaz yang semisal.
Lalu ia mengatakan bahwa selainnya mengatakan dalam hadis ini yakni di bagian akhirnya bahwa Malaikat Jibril terkapar di bawahku, atau di bawah hijab terdapat bantal-bantal permata dan yaqut. Kemudian Imam Baihaqi mengatakan bahwa demikian pula menurut apa yang diriwayatkan oleh Al-Haris ibnu Ubaid. Hammad ibnu Salamah meriwayatkannya dari Abu Imrari Al-Juni, dari Muhammad ibnu Umair ibnu Utarid bahwa Nabi Saw, berada di tengah sekumpulan sahabatnya.
Tiba-tiba Malaikat Jibril datang kepadanya lalu menotok punggungnya, dan membawanya ke sebuah pohon yang padanya terdapat sesuatu semisal dengan dua buah sarang burung. Lalu Nabi ﷺ didudukkan pada salah satunya, sedangkan Malaikat Jibril duduk di sisi yang lainnya. Lalu pohon itu tumbuh meninggi membawa kami, hingga mencapai cakrawala langit. Seandainya saya julurkan kedua tanganku ke langit, tentulah saya dapat menyentuhnya. Lalu dijulurkan sebuah tangga dan turunlah Nur (cahaya) kepadaku, maka Malaikat Jibril jatuh pingsan dan tak sadarkan diri, lemas seakan-akan seperti pelana.
Maka saya mengetahui keutamaan rasa takutnya kepada Allah yang melebihi ketakutanku kepada-Nya. Maka Allah mewahyukan kepadaku, "Hai nabi malaikat atau nabi manusia!", dan juga kepada surga, "Apakah keinginanmu?" Maka Jibril yang dalam keadaan terbaring mengisyaratkan kepadaku supaya aku berendah diri, dan saya menjawab, "Bukan, bahwa saya adalah seorang nabi manusia biasa." Menurut kami, jika hadis ini sahih, maka pengertiannya menunjukkan bahwa peristiwa ini terjadi bukan pada malam Isra.
Karena sesungguhnya di dalamnya tidak disebutkan Baitul Muqaddas, tidak pula naik ke langit, sehingga dapat disimpulkan bahwa peristiwa ini terjadi di luar apa yang sedang kita bicarakan. Al-Bazzar mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Isa, telah menceritakan kepada kami Abu Bahr, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Qatadah, dari Anas, bahwaNabi Muhammad pernah melihat Tuhannya.
Hadis ini berpredikat garib. Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Abdullah Ibnu Wahb, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Abdur Rahman Az-Zuhri. dari ayahnya, dari Abdur Rahman ibnu Hasyim ibnu Atabah ibnti Abu Waqqas, dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa ketika Malaikat Jibril datang kepada Rasulullah ﷺ dengan membawa Buraq, maka Buraq seakan-akan menggerak-gerakkan ekornya. Lalu Malaikat Jibril berkata kepadanya, "Diamlah, hai Buraq.
Demi Allah, tiada seorang pun yang menaikimu semisal dengan dia!" Rasulullah ﷺ berangkat dengan mengendarai Buraq, tiba-tiba beliau bersua dengan nenek-nenek di sisi jalan (yang dilaluinya), maka Nabi ﷺ bertanya, "Siapakah nenek-nenek ini, hai Jibril?" Jibril berkata, "Hai Muhammad, lanjutkanlah perjalananmu." Nabi ﷺ melanjutkan perjalanannya menurut apa yang dikehendaki oleh Allah, dan tiba-tiba ada sesuatu yang memanggilnya seraya menjauh dari jalan. Suara itu berseru, "Kemarilah Muhammad." Maka Jibril berkata kepada Nabi ﷺ, "Hai Muhammad, lanjutkanlah perjalananmu!" Maka Nabi ﷺ melanjutkan perjalanannya seperti apa yang dikehendaki oleh Allah ﷻ Maka Nabi ﷺ bersua dengan banyak orang dari kalangan makhluk Allah. Mereka mengucapkan, "Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepadamu, hai orang yang pertama; semoga kesejahteraan terlimpahkan kepadamu, hai orang yang terakhir; semoga keselamatan terlimpahkan kepadamu, hai orang yang menghimpunkan (manusia)." Lalu Malaikat Jibril berkata kepadanya, "Hai Muhammad, jawablah salam itu." Maka Nabi ﷺ menjawab salam mereka. Kemudian Nabi ﷺ bersua dengan sejumlah orang untuk yang kedua kalinya, dan mereka mengatakan hal yang sama seperti apa yang dikatakan oleh golongan yang pertama. Demikianlah pula ketika bersua dengan golongan yang ketiga, hingga sampai di Baitul Maqdis. Kemudian ditawarkan kepada Nabi ﷺ arak, air, dan susu, maka Rasulullah ﷺ mengambil air susu (dan meminumnya). Dan Malaikat Jibril berkata kepadanya, "Engkau telah memilih fitrah. Seandainya kamu memilih air, niscaya kamu tenggelam dan umatmu akan tenggelam pula. Dan seandainya kamu memilih arak (khamr), tentulah kamu sesat dan sesat pula umatmu." Kemudian dibangkitkanlah untuk Nabi ﷺ Nabi Adam dan nabi-nabi lain yang sesudahnya, maka Rasulullah ﷺ menjadi imam mereka di malam itu. Setelah itu Jibril berkata kepada Nabi ﷺ, "Adapun nenek-nenek tadi yang kamu lihat ada di pinggir jalan, maka tiada yang tersisa dari usia dunia ini selain usia yang tersisa dari si nenek-nenek itu.
Sedangkan orang yang memanggilmu agar kamu mendekat kepadanya, dia adalah musuh Allah iblis, dia bermaksud agar kamu cenderung kepadanya. Adapun orang-orang yang mengucapkan salam kepadamu, mereka adalah Ibrahim dan Musa a.s." Demikian'pula riwayat Al-Hafiz Imam Baihaqi di dalam kitab Dala-ilun Nubuwwah-nya melalui hadis Ibnu Wahb, tetapi pada sebagian lafaznya terdapat hal-hal yang berpredikat munkar dan garib.
Jalur yang lain diriwayatkan melalui Anas ibnu Malik, tetapi di dalamnya terdapat hal yang garib dan munkar sekali. Riwayat ini pada Imam Nasai terdapat di dalam kitab Al-Mujtaba, tetapi saya tidak menjumpainya dalam kitab Al-Kabir. Imam Nasai mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Hisyam, telah menceritakan kepada kami Makhlad (yaitu Ibnu Husain), dari Sa'id ibnu Abdul Aziz, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Abu Malik, telah menceritakan kepada kami Anas ibnu Malik, bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda menceritakan hadis berikut: Didatangkan kepada saya seekor hewan yang tingginya di atas keledai, di bawah begal; langkahnya sampai sejauh matanya memandang.
Maka saya kendarai dengan ditemani oleh Malaikat Jibril a.s., lalu saya berangkat. Jibril berkata, "Turunlah dan salatlah!" Maka saya (turun dan) salat. Jibril berkata, "Tahukah kamu di manakah tadi kamu salat? Engkau salat di Taibah, tempat hijrahmu kemudian." Kemudian Jibril berkata lagi, 'Turunlah dan salatlah!" Maka saya salat. Jibril berkata, "Tahukah kamu di manakah kamu salat tadi? Kamu salat di Bukit Thur Sina, tempat Al lah mengajak bicara langsung kepada Musa." Jibril berkata lagi, "Turunlah dan salatlah!" Maka saya turun dan mengerjakan salat, lalu Jibril berkata, "Tahukah kamu di manakah kamu salat tadi? Kamu Salat di Baitul Lahm, tempat Isa a.s.
dilahirkan." Kemudian saya masuk ke Baitul Maqdis, dan semua nabi dikumpulkan bersamaku, lalu Malaikat Jibril a.s. memajukan diriku hingga aku menjadi imam mereka. Sesudah itu Jibril membawaku naik ke langit yang paling dekat, tiba-tiba saya bersua dengan Adam a.s. Jibril membawaku naik ke langit yang kedua, tiba-tiba di dalamnya saya besua dengan kedua orang putra bibi, yaitu Isa dan Yahya a.s.
Jibril membawaku naik ke langit yang ketiga, dan tiba-tiba di dalamnya saya bersua dengan Yusuf a.s. Jibril membawaku naik ke langit yang keempat, tiba-tiba di dalamnya saya bersua dengan Harun a.s. Jibril membawaku naik ke langit yang kelima, tiba-tiba di dalamnya saya bersua dengan Nabi Idris a.s. Jibril membawaku naik ke langit yang keenam, tiba-tiba di dalamnya saya bersua dengan Musa a.s.
Jibril membawaku naik ke langit yang ketujuh, tiba-tiba saya bersua dengan Nabi Ibrahim a.s. Jibril membawaku naik ke atas langit yang ketujuh, hingga sampailah aku ke Sidratul Muntaha. Kemudian diriku ditutupi oleh awan, maka aku menyungkur bersujud, lalu dikatakan kepadaku, "Sesungguhnya Aku sejak hari Kuciptakan langit dan bumi telah memfardukan atas kamu dan umatmu lima puluh kali salat, maka kerjakanlah olehmu dan umatmu!" Maka saya pulang dengan membawa perintah itu hingga sampai di tempat Musa a.s.
Musa bertanya, "Apakah yang telah difardukan Tuhanmu atas umatmu?" Saya menjawab, "Lima puluh salat." Musa berkata, "Sesungguhnya engkau tidak akan mampu mengerjakannya, begitu pula umatmu, maka kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan dari-Nya." Saya kembali menghadap kepada Tuhanku, dan Dia memberikan keringanan kepadaku sebanyak sepuluh kali salat. Kemudian saya datang kepada Musa, dan Musa memerintahkan kepadaku supaya kembali, maka saya kembali menghadap Tuhanku, dan Dia memberikan keringanan kepadaku sebanyak sepuluh kali salat.
Kemudian fardu salat ditetapkan lima kali. Dan Musa berkata, "Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan dari-Nya, karena sesungguhnya Dia pernah memfardukan atas kaum Bani Israil dua kali salat, dan ternyata mereka tidak mampu mengerjakannya." Maka saya kembali kepada Tuhanku dan saya meminta keringanan lagi kepada-Nya, tetapi Allah ﷻ berfirman, "Sesungguhnya sejak Aku menciptakan langit daabumi, Aku telah memfardukan salat lima waktu atas kamu dan umatmu. Salat lima waktu sama pahalanya dengan salat lima puluh waktu, maka kerjakanlah salat lima waktu itu olehmu dan umatmu." Setelah itu saya (Nabi ﷺ) mengetahui bahwa keputusan dari Allah ﷻ yang menetapkan salat lima waktu itu merupakan suatu keharusan.
Lalu saya kembali kepada Musa a.s., dan Musa berkata, "Kembalilah kamu." Tetapi saya mengetahui bahwa salat lima waktu adalah suatu keharusan, maka saya tidak mau kembali meminta keringanan. Jalur lain, Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Khalid ibnu Yazid ibnu Abu Malik, dari ayahnya dari Anas ibnu Malik r.a. yang menceritakan bahwa di malam Rasulullah ﷺ menjalani Isra ke Baitul Maqdis, Malaikat Jibril datang kepadanya dengan membawa seekor hewan yang lebih besar dari keledai, tetapi lebih kecil dari begal, lalu Malaikat Jibril menaikkan Nabi ﷺ ke atas hewan itu.
Kedua kaki depan hewan itu melangkah sejauh pandangan matanya. Setelah sampai di Baitul Maqdis dan tiba di suatu tempat yang diberi nama Bab Muhammad (Pintu Muhammad), lalu menuju ke sebuah batu yang ada di tempat itu, maka Jibril menusuknya dengan jari telunjuknya hingga berlubang, dan hewan itu ditambatkan di tempat tersebut. Setelah itu Nabi ﷺ menaiki tangga masjid. Ketika keduanya telah beradadi serambi masjid, Malaikat Jibril berkata, "Hai Muhammad, tidakkah engkau meminta kepada Tuhanmu agar Dia memperlihatkan kepadamu bidadari-bidadari yang bermata jelita?" Nabi ﷺ menjawab, "Ya, saya akan memohon itu kepada-Nya." Malaikat Jibril berkata, "Kalau begitu, berangkatlah dan temuilah wanita-wanita itu serta ucapkanlah salam kepada mereka." Saat itu para bidadari sedang duduk-duduk di sebelah kiri Sakhrah.
Maka saya datang menemui mereka serta mengucapkan salam kepada mereka, dan mereka membalas salamku. Lalu saya bertanya, "Siapakah kalian ini?" Mereka menjawab, "Kami adalah bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik, istri-istri kaum yang bertakwa, yang bersih dari noda-noda dosa; mereka bermukim (di dalam surga) dan tidak akan pergi (darinya), dan mereka hidup kekal dan tidak akan mati (selama-lamanya)." Kemudian saya pergi. Tidak lama kemudian saya melihat banyak orang telah berkumpul, lalu diserukanlah azan dan sesudahnya diserukan iqamah untuk salat.
Maka kami berdiri dalam keadaan bersaf, menunggu orang yang akan mengimami kami. Ternyata Jibril a.s. memegang tanganku, lalu mengajukanku ke depan menjadi imam. Maka saya salat bersama mereka. Setelah selesai salat, Jibril bertanya kepadaku, "Hai Muhammad, tahukah kamu siapakah orang-orang yang salat di belakangmu tadi?" Nabi ﷺ menjawab, "Tidak tahu." Jibril berkata, "Orang-orang yang tadi salat di belakangmu adalah semua nabi yang diutus oleh Allah ﷻ" Kemudian Jibril memegang tanganku dan membawaku naik ke langit.
Setelah sampai di pintu langit, Jibril mengetuk pintunya, dan mereka (para malaikat penjaga langit) berkata, "Siapakah engkau?" Jibril menjawab, "Saya Jibril." Mereka bertanya, "Siapakah orang yang bersamamu?" Jibril menjawab, "Muhammad." Mereka bertanya, "Apakah dia telah diperintahkan untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Ya." Pintu langit dibukakan untuknya, dan mereka berkata, "Marhaban (selamat datang) untukmu dan untuk orang yang bersamamu." Setelah Nabi ﷺ berada di langit yang terdekat, tiba-tiba padanya terdapat Adam. Maka Jibril berkata kepadaku, "Hai Muhammad, tidak kali engkau bersalam kepada ayahmu, Adam?" Nabi ﷺ menjawab, "Tentu saja saya mau bersalam kepadanya." Maka saya datang kepada Adam dan mengucapkan salam kepadanya.
Ia pun menjawab salamku dan berkata, "Selamat datang anakku yang saleh, Nabi yang saleh." Kemudian Jibril membawaku naik ke langit yang kedua. Sesampainya di langit kedua itu Jibril meminta izin untuk masuk, maka para penjaganya berkata, "Siapakah kamu?" Jibril menjawab, "Jibril." Mereka bertanya, "Siapakah orang yang bersamamu?" Jibril menjawab, "Muhammad." Mereka bertanya, "Apakah dia telah diperintahkan untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Ya." Maka dibukakanlah pintu langit yang kedua untuknya, dan mereka menyambutnya dengan ucapan, "Selamat datang untukmu dan untuk orang yang bersamamu." Tiba-tiba pada langit yang kedua terdapat Isa dan anak bibinya, yaitu Yahya a.s.
Jibril membawaku naik ke langit yang ketiga, lalu ia meminta izin untuk masuk. Mereka bertanya, "Siapakah kamu?" Jibril menjawab, "Jibril." Mereka bertanya, "Siapakah orang yang bersamamu?" Jibril menjawab, "Muhammad." Mereka bertanya, "Apakah dia telah diperintahkan untuk menghadap kepada-Nya" Jibril menjawab, "Ya." Maka mereka membukakan pintu langit yang ketiga untuknya dan berkata, "Selamat datang untukmu dan untuk orang yang bersamamu." Dan tiba-tiba di langit yang ketiga terdapat Yusuf a.s: Kemudian Jibril membawaku naik ke langit yang keempat, lalu ia meminta izin untuk masuk.
Para penjaganya bertanya, "Siapakah kamu?" Ia menjawab, "Saya Jibril." Mereka bertanya, "Siapakah orang yang bersamamu?" Ia menjawab, "Muhammad." Mereka bertanya, "Apakah dia telah diperintahkan untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Ya." Maka mereka membukakan pintu langit yang keempat untuknya, lalu mengatakan, "Selamat datang untukmu dan untuk orang yang bersamamu." Tiba-tiba di langit yang keempat terdapat Nabi Idris a.s.
Jibril membawaku naik ke langit yang kelima, dan ia mengetuk pintunya, maka para penjaganya bertanya, "Siapakah kamu?" Ia menjawab, "Saya Jibril." Mereka bertanya, "Siapakah orang yang bersamamu?" Ia menjawab, "Muhammad." Mereka bertanya, "Apakah dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Ya." Lalu mereka membukakan pintu langit yang kelima untuknya, dan mereka mengatakan, "Selamat datang untukmu dan untuk orang yang bersamamu." Dan ternyata di langit yang kelima terdapat Nabi Harun a.s.
Jibril membawaku naik ke langit yang keenam, lalu ia meminta izin untuk masuk, maka para penjaganya bertanya, "Siapakah kamu?" Jibril menjawab, "Saya Jibril." Mereka bertanya, "Siapakah orang yang bersamamu?" Jibril menjawab, "Muhammad." Mereka bertanya, "Apakah dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Ya." Maka mereka membukakan pintu langit yang keenam untuknya dan mengatakan, "Selamat datang untukmu dan untuk orang yang bersamamu." Dan ternyata di langit yang keenam terdapat Nabi Musa a.s.
Jibril membawaku naik ke langit yang ketujuh, lalu ia meminta izin untuk masuk. Maka para penjaganya bertanya, "Siapakah kamu?" Jibril menjawab, "Saya ibril." Mereka bertanya, "Siapakah orang yang bersamamu?" Jibril menjawab, "Muhammad." Mereka bertanya, "Apakah dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab.Ya." Maka mereka membukakan langit yang ketujuh untuknya, dan mengatakan, "Selamat datang untukmu dan untuk orang yang bersamamu." Tiba-tiba di dalamnya terdapat Nabi Ibrahim a.s.
Maka Jibril berkata, "Hai Muhammad, tidakkah engkau ucapkan salam kepada ayahmu Ibrahim?" Nabi ﷺ menjawab, "Ya, saya akan mengucapkan salam kepadanya." Maka saya datang kepadanya dan mengucapkan salam kepadanya. Dia pun menjawab salamku seraya berkata, "Selamat datang anakku yang saleh, Nabi yang saleh." Selanjutnya Jibril membawaku pergi ke atas permukaan langit yang ketujuh, hingga sampailah kami ke suatu sungai yang di tepinya terdapat kemah dari mutiara, yaqut serta zabarjad, dan di atasnya terdapat burung-burung hijau yang bentuknya beium pernah saya melihat burung seindah itu.
Lalu saya bertanya, "Hai Jibril, sesungguhnya burung ini benar-benar sangat indah." Jibril menjawab, "Orang yang memakannya jauh lebih indah dari itu." Kemudian Jibril berkata, "Hai Muhammad, tahukan kamu sungai apakah ini?" Saya menjawab, "Tidak tahu." Jibril mengatakan, "Ini adalah Sungai Kausar yang diberikan Allah kepadamu." Dan ternyata di sungai itu terdapat banyak wadah yang terbuat dari emas dan perak.
Sungai itu mengalir di lembah yang terdiri dari yaqut dan zamrud, airnya lebih putih daripada air susu. Lalu saya mengambil sebuah wadah dari wadah emas yang ada, dan saya mengambil air sungai itu, lalu saya meminumnya. Tiba-tiba terasa olehku airnya lebih manis daripada madu, dan baunya lebih harum daripada minyak kesturi. Kemudian Jibril membawaku pergi hingga sampai di sebuah pohon, lalu diriku diselimuti oleh awan yang padanya terdapat semua warna.
Maka Malikat Jibril mendorongku, dan aku tersungkur bersujud kepada Allah ﷻ Allah berfirman kepadaku, "Hai Muhammad, sesungguhnya sejak Aku menciptakan langit dan bumi, Aku telah memfardukan atas kamu dan umatmu lima puluh kali salat. Maka kerjakanlah lima puluh kali salat itu olehmu dan umatmu." Setelah awan itu lenyap dariku, maka Jibril menarik tanganku dan membawaku dengan cepat hingga sampai ke tempat Nabi Ibrahim, tetapi Ibrahim tidak mengucapkan sepatah kata pun kepadaku.
Dan ketika sampai di tempat Musa a.s., ia bertanya, "Hai Muhammad, apakah yang telah engkau lakukan?" Saya menjawab, "Telah difardukan atas diriku dan umatku lima puluh kali salat." Musa menjawab, "Engkau tidak akan mampu mengerjakannya, begitu pula umatmu. Sekarang kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah kepada-Nya agar memberikan keringanan bagimu." Maka saya kembali dengan cepat hingga sampailah di sebuah pohon (Sidratul Muntaha), lalu awan menyelimutiku, dan Jibril mendorongku.
Lalu aku tersungkur bersujud dan berkata, "Wahai Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah memfardukan atas diriku dan umatku lima puluh kali salat, sedangkan aku tidak akan mampu mengerjakannya, begitu pula umatku. Maka berikanlah keringanan bagi kami." Allah berfirman, "Aku berikan keringanan sepuluhnya dari kalian." Setelah awan itu lenyap dariku, Jibril menarik tanganku dan membawaku pergi dengan cepat hingga sampailah aku di tempat Nabi Ibrahim; ia tidak mengatakan sepatah kata pun kepadaku.
Kemudian sampailah aku di tempat Musa a.s., dan ia berkata, "Apakah yang telah dilakukan terhadapmu, hai Muhammad?" Saya menjawab, "Tuhanku telah meringankan sepuluhnya dariku." Musa berkata, "Empat puluh kali salat itu tidak akan kuat kamu lakukan, begitu pula umatmu. Maka kembalilah kamu kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan dari-Nya buat kalian." Perawi melanjutkan kisahnya dalam hadis ini hingga sampai pada pembahasan salat lima waktu.
Yakni salat lima waktu sama pahalanya dengan salat lima puluh kali. Kemudian Musa memerintahkan kepada Nabi ﷺ agar kembali menghadap kepada Allah ﷻ untuk meminta keringanan dari-Nya lebih dari itu. Maka saya (Nabi ﷺ) bersabda, "Sesungguhnya saya telah merasa malu kepada-Nya." Kemudian Nabi ﷺ turun, dan beliau ﷺ bertanya kepada Malaikat Jibril, "Mengapa saya tidak sekali-kali bersua dengan penghuni langit melainkan mereka mengucapkan selamat kepadaku seraya tersenyum selain seorang lelaki. Ketika saya mengucapkan salam kepadanya, ia menjawab salamku, tetapi tidak tersenyum kepadaku?" Malaikat Jibril menjawab, "Hai Muhammad, dia adalah penjaga neraka Jahannam. Dia tidak pernah tertawa sejak diciptakan. Seandainya dia pernah tertawa kepada seseorang, tentulah dia akan tertawa (tersenyum) kepadamu." Kemudian Nabi ﷺ pergi menaiki kendaraannya. Ketika berada di tengah jalan, Nabi ﷺ bersua dengan kafilah orang-orang Quraisy yang membawa bahan makanan pokok. Dalam iringan kafilah itu terdapat seekor unta jantan yang membawa dua peti barang, yang satu berwarna hitam, sedangkan yang lainnya berwarna putih.
Ketika Nabi ﷺ berada lurus di atas unta itu, maka unta tersebut menjadi larat dan menjauh darinya seraya berbalik hingga unta itu terjatuh dan patah kakinya. Nabi ﷺ melanjutkan perjalanannya, dan pada keesokan harinya, beliau menceritakan semuanya (kepada semua orang). Ketika kaum musyrik mendengar kisahnya, maka mereka datang kepada Abu Bakar dan berkata kepadanya, "Hai Abu Bakar, bagaimanakah pendapatmu tentang temanmu (yakni Nabi ﷺ)? Dia menceritakan bahwa tadi malam dia mendatangi suatu tempat yang jauhnya selama perjalanan satu bulan, lalu ia kembali darinya di malam yang sama." Abu Bakar r.a. menjawab, "Jika dia mengatakannya, sesungguhnya dia benar, dan sesungguhnya kami benar-benar percaya kepadanya lebih jauh dari itu, sesungguhnya kami percaya kepadanya akan berita langit (yang dibawanya)." Orang-orang musyrik berkata kepada Rasulullah ﷺ, "Apakah bukti kebenaran dari apa yang kamu katakan itu?" Nabi ﷺ menjawab, "Saya melewati kafilah orang-orang Quraisy yang sedang berada di tempat anu dan anu, lalu ada seekor unta milik mereka yang larat dan berbalik; dan dalam iringan kafilah itu terdapat seekor unta yang membawa dua buah peti barang, yang satunya berwarna hitam, sedangkan yang lainnya berwarna putih; lalu unta itu jatuh dan patah kakinya." Ketika iringan kafilah itu datang, mereka bertanya kepada iringan kafilah tersebut.
Lalu iringan kafilah tersebut menceritakan kepada mereka kejadian yang dialaminya, persis seperti apa yang diceritakan oleh Rasulullah ﷺ kepada mereka. Sejak saat itu Abu Bakar dijuluki dengan gelar "A-Siddiq". Mereka kembali bertanya kepada Nabi ﷺ, "Apakah di antara orang-orang yang kamu jumpai terdapat Musa dan Isa?" Nabi ﷺ menjawab, "Ya." Mereka berkata, "Kalau demikian, gambarkanlah rupa mereka kepada kami." Nabi ﷺ menjawab: Ya. Musa adalah orang yang berkulit hitam manis, seakan-akan bentuknya seperti seorang lelaki dari kalangan kabilah Azd Amman. Adapun Isa, dia adalah seorang lelaki yang tingginya sedang, berambut ikal, sedangkan warna kulitnya semu kemerah-merahan, seakan-akan mutiara berjatuhan dari rambutnya.
Konteks hadis ini penuh dengan hal-hal yang garib (aneh) dan ajaib. Menurut riwayat Anas ibnu Malik, dari Malik ibnu Sa'sa'ah, disebutkan oleh Imam Ahmad, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammam; ia pernah mendengar Qatadah menceritakan dari Anas ibnu Malik, bahwa Malik ibnu Sa'sa'ah pernah menceritakan hadis berikut. Nabi ﷺ menceritakan kepada mereka kejadian malam Isra'yang dialaminya seperti berikut: Ketika saya berada di Hatim (Ka'bah) dan adakalanya Qatadah (perawi hadis) mengatakan di Hijir Ismail sedang merebahkan diri, tiba-tiba datanglah seseorang kepadaku bersama dua orang temannya.
Lalu ia mengatakan sesuatu kepada temannya yang berada di tengah-tengah ketiga orang itu. Lalu orang itu membelah saya mendengar Qatadah mengatakan membedah antara bagian ini sampai dengan bagian ini. Qatadah mengatakan bahwa ia berkata kepada Al-Jarud yang duduk diampingnya seraya menerangkan apa yang dimaksud; yang dimaksud ialah dari bagian bawah lehernya sampai dengan bagian tumbuhnya rambut (kemaluannya. Al-Jarud mengatakan, "Saya mendengarnya mengatakan bagian tumbuhnya rambut kemaluannya (yakni bagian bawah perutnya)" dalam kisah yang diriwayatkannya.
Kemudian lelaki itu mengeluarkan hatiku, dan disuguhkan kepadaku sebuah piala emas yang dipenuhi dengan iman dan hikmah. Lalu ia mencuci hatiku dan memenuhinya dengan (iman dan hikmah), kemudian dikembalikan ke tempat semula. Kemudian didatangkan kepadaku seekor hewan yang lebih besar dari keledai, tetapi lebih kecil dari begal, warna bulunya putih. Al-Jarud bertanya (kepada Qatadah), "Apakah hewan itu Buraq, hai Abu Hamzah?" Qatadah menjawab, "Ya, Buraq meletakkan kaki depannya sejauh matanya memandang." Nabi ﷺ melanjutkan kisahnya: Lalu aku dinaikkan ke atas hewan itu, dan Jibril a.s.
membawaku pergi hingga sampailah Jibril bersamaku ke langit yang paling dekat. Lalu ia mengetuk pintunya, maka dikatakan, "Siapakah kamu?" Jibril menjawab, "Saya Jibril." Dikatakan lagi, "Siapakah orang yang bersamamu?" Jibril menjawab, "Muhammad." Dikatakan lagi, "Apakah dia telah diperintahkan untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Ya." Maka dikatakanlah, "Selamat datang untuknya, sesungguhnya orang yang paling baik kini telah datang." Lalu dibukakanlah pintu langit pertama bagi kami.
Dan ketika aku telah memasukinya, tiba-tiba aku bersua dengan Adam a.s. Jibril berkata, "Ini adalah ayahmu, Adam. Ucapkanlah salam kepadanya." Lalu saya mengucapkan salam kepadanya. Dia menjawab salamku, kemudian berkata, "Selamat datang anak yang saleh, Nabi yang saleh." Malaikat Jibril membawaku naik ke langit yang kedua. Ketika sampai di langit yang kedua, Jibril meminta izin untuk masuk, maka dikatakan, "Siapakah kamu?" Jibril menjawab, "Saya Jibril." Dikatakan, "Siapakah orang yang bersamamu?" Jibril menjawab, "Muhammad." Dikatakan, "Apakah dia telah diperintahkan untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Ya." Maka dikatakan, "Selamat datang untuknya, sesungguhnya orang yang paling baik kini telah datang." Maka dibukakanlah pintu langit yang kedua bagi kami.
Ketika saya telah memasukinya, tiba-tiba saya bersua dengan Isa dan Yahya, keduanya adalah anak bibi. Jibril berkata, "Dua orang ini adalah Yahya dan Isa, ucapkanlah salam kepada keduanya." Saya mengucapkan salam, dan keduanya menjawab salamku seraya berkata, "Selamat datang saudara yang saleh, Nabi yang saleh." Jibril membawaku naik hingga sampai di langit yang ketiga, lalu Jibril meminta izin untuk masuk.
Maka dikatakan, "Siapakah orang ini?" Jibril menjawab.Saya Jibril." Dikatakan, "Siapakah orang yang bersamamu?" Jibril menjawab, "Muhammad." Dikatakan, "Apakah dia telah diperintahkan untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Ya." Maka dikatakan, "Selamat datang untuknya, orang yang paling baik kini telah datang." Maka dibukakanlah pintu langit yang ketiga bagi kami. Ketika telah berada di dalamnya, tiba-tiba aku bersua dengan Yusuf a.s.
Jibril berkata, "Inilah Yusuf." Saya mengucapkan salam kepadanya, dan ia menjawab salamku seraya berkata, "Selamat datang saudara yang saleh, Nabi yang saleh." Kemudian Jibril membawaku naik hingga sampai ke langit yang keempat, lalu Jibril meminta izin untuk masuk. Maka dikatakan, "Siapakah ini?" Jibril menjawab, "Saya Jibril." Dikatakan, "Siapakah orang yang bersamamu?" Jibril menjawab.Muhammad." Dikatakan, "Apakah dia telah diperintahkan untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Ya." Maka dikatakan, "Selamat datang untuknya, sesungguhnya orang yang paling baik kini telah datang." Maka dibukakanlah pintu langit yang keempat bagi kami.
Dan ketika aku telah memasukinya, tiba-tiba aku bersua dengan Idris a.s. Jibril berkata, "Inilah Idris, ucapkanlah salam kepadanya." Maka saya mengucapkan salam kepadanya, dan dia menjawab salamku seraya berkata, "Selamat datang saudara yang saleh, Nabi yang saleh." Malaikat Jibril membawaku naik hingga sampai ke langityangkelima, lalu ia meminta izin untuk masuk. Maka dikatakan, "Siapakah orang ini?" Jibril menjawab, "Saya Jibril." Dikatakan, "Siapakah orang yang bersamamu?" Jibril menjawab, "Muhammad." Dikatakan, "Apakah dia telah diperintah untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Ya." Maka dikatakan, "Selamat datang untuknya, sesungguhnya orang yang paling baik kini telah datang." Maka dibukakanlah pintu langit yang kelima bagi kami.
Setelah memasukinya, tiba-tiba aku bersua dengan Harun a.s. Jibril berkata, "Inilah Harun, ucapkanlah salam kepadanya." Maka aku mengucapkan salam kepadanya, dan dia menjawab salamku seraya berkata, "Selamat datang saudara yang saleh, Nabi yang saleh." Malaikat Jibril membawaku naik ke langit yang keenam, lalu ia meminta izin untuk masuk. Maka dikatakanlah, "Siapakah ini?" Jibril menjawab, "Saya Jibril." Dikatakan, "Siapakah orang yang bersamamu?" Jibril menjawab, "Muhammad." Dikatakan, "Apakah dia telah diperintahkan untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Ya." Dikatakan, "Selamat datang untuknya, sesungguhnya orang yang paling baik kini telah datang." Maka dibukakanlah pintu langit yang keenam bagi kami.
Dan ketika aku telah memasukinya, tiba-tiba aku bersua dengan Musa a.s. Jibril berkata, "Inilah Musa a.s., ucapkanlah salam kepadanya." Maka saya mengucapkan salam kepadanya. Dia menjawab salamku seraya berkata, "Selamat datang saudara yang saleh, Nabi yang saleh." Ketika saya melewatinya, ia menangis, dan ketika dikatakan kepadanya, "Apakah yang menyebabkan kamu menangis?" Ia (Musa a.s.) menjawab, "Saya menangis karena seorang pemuda yang diutus sesudahku dapat memasuki surga dengan membawa umatnya yang jumlahnya jauh lebih banyak daripada umatku yang memasukinya." Kemudian Jibril membawaku naik ke atas hingga sampai ke langit yang ketujuh, lalu ia meminta izin untuk masuk.
Maka dikatakan, "Siapakah ini?" Jibril menjawab, "Saya Jibril." Dikatakan, "Siapakah orang yang bersamamu?" Jibril menjawab, "Muhammad." Dikatakan, "Apakah dia telah diperintahkan untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Ya." Dikatakan, "Selamat datang untuknya, sesungguhnya orang yang paling baik kini telah datang." Kemudian dibukakanlah pintu langit yang ketujuh bagi kami. Ketika memasukinya, tiba-tiba aku bersua dengan Ibrahim a.s.
Maka Jibril berkata, "Inilah Ibrahim a.s., ucapkanlah salam kepadanya." Maka saya mengucapkan salam kepadanya, dan dia menjawab salamku seraya berkata, "Selamat datang anak yang saleh, Nabi yang saleh." Selanjutnya saya dinaikkan ke Sidratul Muntaha. Tiba-tiba ternyata buahnya sebesar-besar gentong buatan tanah Hajar, dan daun-daunannya lebar-lebar seperti telinga gajah. Maka Jibril berkata, "Inilah Sidratul Muntaha." Tiba-tiba terdapat empat buah sungai, yang dua berada di bagian dalam, sedangkan yang duanya lagi berada di bagian luar.
Maka saya bertanya, "Hai Jibril, sungai apakah ini?" Jibril menjawab, "Adapun sungai yang berada di bagian dalam, maka keduanya itu adalah dua sungai surga. Sedangkan dua buah sungai yang berada di bagian luar adalah (sumber) Sungai Nil dan Sungai Eufrat." Kemudian saya diangkat ke Baitul Ma'mur. Qatadah mengatakan, telah menceritakan pula kepada kami Al-Hasan, dari Abu Hurairah, dari Nabi ﷺ yang bersabda bahwa beliau telah melihat Baitul Ma'mur yang setiap harinya dimasuki oleh tujuh puluh ribu malaikat, kemudian mereka tidak kembali lagi kepadanya.
Kemudian Qatadah kembali kepada hadis Anas yang mengatakan bahwa kemudian disuguhkan kepadaku (Nabi ﷺ) sebuah wadah yang berisikan khamr, sebuah wadah yang berisikan susu, dan sebuah wadah lagi yang berisikan madu. Maka saya mengambil wadah yang berisikan air susu (lalu meminumnya). Maka Jibril berkata, "Inilah fitrah yang engkau pilihkan buat dirimu dan umatmu." Kemudian difardukan atas diriku lima puluh kali salat setiap harinya. Lalu saya turun hingga sampai ke tempat Musa a.s.
berada. Dia bertanya, "Apakah yang telah difardukan oleh Tuhanmu atas dirimu dan umatmu?" Saya menjawab, "Lima puluh kali salat setiap hari." Musa berkata, "Sesungguhnya umatmu tidak akan mampu mengerjakan lima puluh kali salat. Sesungguhnya saya pernah mencoba orang-orang yang sebelummu, dan saya telah mengobati kaum Bani Israil dengan pengobatan yang berat. Sekarang kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan mintalah keringanan kepada-Nya buat umatmu." Maka saya kembali menghadap kepada-Nya, dan Dia memberikan keringanan untukku sebanyak sepuluh salat.
Lalu saya kembali lagi kepada Musa. Ia bertanya, "Apakah yang diperintahkan kepadamu?" Saya menjawab, "Empat puluh kali salat setiap hari." Musa berkata, "Sesungguhnya umatmu tidak akan kuat mengerjakan empat puluh kali salat setiap harinya, karena sesungguhnya saya pernah menguji orang-orang yang sebelum kamu dan saya telah mengobati kaum Bani Israil dengan pengobatan yang berat. Sekarang kembalilah kamu kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan dari-Nya buat umatmu." Maka saya menghadap kembali kepada-Nya dan Dia memberikan keringanan sepuluh kali salat lagi buatku.
Lalu saya kembali kepadaMusa dan dia bertanya, "Apakah yang telah diperintahkan kepadamu?" Saya menjawab, "Aku diperintahkan untuk mengerjakan tiga puluh kali salat." Musa a.s. berkata, "Sesungguhnya umatmu tidak akan kuat mengerjakan tiga puluh kali salat setiap harinya; karena sesungguhnya saya telah mencoba orang-orang yang sebelum kamu, dan saya telah mengobati kaum Bani Israil dengan pengobatan yang berat.
Sekarang kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan dari-Nya buat umatmu." Lalu saya kembali menghadap kepada Tuhanku, dan Dia memberikan keringanan sepuluh kali salat lagi bagiku. Setelah itu aku kembali kepada Musa. Ia bertanya, "Apakah yang diperintahkan kepadamu?" Aku menjawab, "Saya diperintah dua puluh kali salat setiap hari." Musa berkata, "Sesungguhnya umatmu tidak akan kuat mengerjakan dua puluh kali salat setiap harinya; karena sesungguhnya saya telah mencoba orang-orang sebelum kamu, dan saya telah mengobati kaum Bani Israil dengan pengobatan yang berat.
Sekarang kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan dari-Nya buat umatmu." Maka saya kembali menghadap kepada-Nya, dan Dia meringankan sepuluh kali salat lagi bagiku, lalu saya kembali kepada Musa a.s. Musa bertanya, "Apakah yang diperintahkan kepadamu?" Aku menjawab, "Saya diperintahkan mengerjakan sepuluh kali .salat setiap hari." Musa berkata, "Sesungguhnya umatmu tidak akan kuat mengerjakan sepuluh kali salat setiap harinya; karena sesungguhnya saya telah menguji orang-orang yang sebelum kamu, dan saya telah mengobati kaum Bani Israil dengan pengobatan yang berat.
Sekarang kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan dari-Nya buat umatmu." Maka saya kembali menghadap kepada-Nya dan saya diperintahkan mengerjakan salat lima waktu setiap hari, lalu aku kembali kepada Musa a.s. Musa bertanya, "Apakah yang telah diperintahkan kepadamu?" Saya menjawab, "Saya diperintahkan untuk mengerjakan salat lima waktu setiap hari." Musa berkata, "Sesungguhnya umatmu tidak akan kuat mengerjakan salat lima waktu setiap harinya; karena sesungguhnya saya telah mencoba orang-orang yang sebelum kamu, dan saya telah mengobati kaum Bani Israil dengan pengobatan yang berat.
Sekarang kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan dari-Nya buat umatmu." Saya berkata, "Sesungguhnya saya telah meminta keringanan kepada Tuhanku hingga saya merasa malu kepada-Nya, tetapi sekarang saya rela dan pasrali untuk melaksanakannya." Maka terdengarlah suara yang berseru mengatakan, "Sesungguhnya Aku telah menetapkan apa yang Kufardukan (atas hamba-hamba-Ku) dan Aku telah memberikan keringanan kepada hamba-hamba-Ku." Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini di dalam kitab sahihnya masing-masing melalui hadis Qatadah dengan sanad yang semisal.
Riwayat Anas, dari Abu Zar, disebutkan oieh Imam Bukhari; telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Bukair, telah menceritakan kepada kami Al-Lais, dari Yunus dari Ibnu Syihab, dari Anas ibnu Malik, yang mengatakan bahwa Abu Zar pernah menceritakan hadis berikut, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Ketika saya berada di Mekah, atap rumahku dibuka, lalu turunlah Malaikat Jibril, maka ia membedah dadaku dan mencucinya dengan air zamzam. Kemudian ia mendatangkan sebuah piala emas yang penuh berisi hikmah dan iman; ia menuangkannya ke dalam dadaku, lalu menutupnya kembali.
Sesudah itu ia menuntun tanganku dan membawaku naik ke langit yang terdekat. Setelah sampai di langit. Jibril berkata kepada penjaga langit, "Bukalah!" Penjaga langit berkata, "Siapakah ini?" Jibril menjawab, "Saya Jibril. Penjaga langit bertanya, "Apakah kamu bersama seseorang?" Jibril menjawab, "Ya, saya bersama dengan Muhammad ﷺ Penjaga langit bertanya, "Apakah dia telah diperintahkan untuk menghadap kepada-Nya?" Jibril menjawab, "Ya. Setelah pintu langit pertama dibuka, lalu kami berada di atasnya, tiba-tiba saya bersua dengan seorang lelaki yang sedang duduk; sedangkan di sebelah kanannya terdapat banyak manusia, dan di sebelah kirinya terdapat banyak manusia.
Apabila ia memandang ke sebelah kanannya, maka ia tertawa; dan apabila memandang ke sebelah kirinya, menangislah ia. Lalu lelaki itu berkata, "Selamat datang Nabi yang saleh, anak yang saleh. Saya bertanya kepada Jibril, "Siapakah orang ini?" Jibril menjawab, "Orang ini adalah Adam, dan manusia yang berada di sebelah kanan dan kirinya adalah semua anak-anaknya. Orang-orang yang berada di sebelah kanannya adalah ahli surga sedangkan orang-orang yang berada di sebelah kirinya adalah ahli neraka.
Apabila ia memandang ke sebelah kanannya, maka ia tertawa; dan apabila memandang ke arah sebelah kirinya maka ia menangis." Kemudian Jibril membawaku naik ke langit yang kedua, lalu Jibril berkata kepada penjaganya, "Bukalah!" Penjaga langit kedua mengajukan pertanyaan seperti yang telah diajukan oleh penjaga langit yang pertama, sesudah itu pintu langit kedua dibuka. Sahabat Anas menyebutkan dalam hadisnya bahwa Nabi ﷺ ketika berada di langit bersua dengan Nabi Adam, Nabi Idris, Nabi Musa, Nabi Isa, dan Nabi Ibrahim, tanpa disebutkan tempat-tempat kedudukan mereka.
Hanya saja Anas menyebutkan bahwa Nabi ﷺ bersua dengan Nabi Adam di langit yang terdekat, dan dengan Nabi Ibrahim di langit yang keenam. Sahabat Anas melanjutkan kisahnya bahwa ketika Jibril dan Nabi ﷺ bersua dengan Nabi Idris,, maka Idris berkata, "Selamat datang Nabi yang saleh, saudara yang saleh." Maka saya (Nabi ﷺ) bertanya, "Siapakah orang ini?" Jibril menjawab, "Orang ini adalah Idris." Kemudian Nabi ﷺ bersua dengan Musa, dan Musa berkata, "Selamat datang Nabi yang saleh, saudara yang saleh." Saya bertanya, "Siapakah orang ini?" Jibril menjawab, "Dia adalah Musa." Kemudian saya bersua dengan Isa. Maka Isa berkata, "Selamat datang Nabi yang saleh, saudara yang saleh." Aku bertanya, "Siapakah orang ini?" Jibril menjawab, "Orang ini adalah Isa." Kemudian saya bersua dengan Nabi Ibrahim.
Ibrahim a.s. berkata, "Selamat datang Nabi yang saleh, anak yang saleh." Saya bertanya, "Siapakah orang ini?" Jibril menjawab, "Orang ini adalah Ibrahim." Az-Zuhri mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ibnu Hazm, bahwa Ibnu Abbas dan Abu Habbah Al-Ansari pernah mengatakan bahwa Nabi ﷺ pernah bersabda: Kemudian Jibril membawaku naik hingga sampai di suatu tingkatan yang dari tempat itu saya dapat mendengar suara goresan qalam. Ibnu Hazm dan Anas ibnu Malik mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: Maka Allah memfardukan atas umatku lima puluh kali salat, lalu saya kembali dengan membawa perintah itu hingga bersua dengan Musa a.s.
Maka ia bertanya, "Apakah yang telah difar-dukan oleh Allah atas umatmu? Saya menjawab, "Lima puluh kali salat. Musa berkata, "Kembalilah kepada Tuhanmu, karena sesungguhnya umatmu tidak akan mampu mengerjakannya." Saya kembali menghadap, dan Allah menghapuskan separonya. Setelah itu saya kembali kepada M
Pada akhir Surah an-Nahl mengandung pesan kepada Nabi Muhammad agar bersabar dan tidak bersedih hati disebabkan tipu daya dan
penolakan orang-orang yang menentang dakwahnya. Di saat beliau
mengalami kesulitan menghadapi orang-orang kafir yang menolak
dakwahnya, ayat pertama dari surah ini menyatakan bahwa
beliau mempunyai kedudukan yang mulia di sisi Allah, di mana
Allah memperjalankannya dari Masjidilharam ke Masjidil Aqsha dan
memperlihatkan kepadanya tanda-tanda kekuasaan dan kebesaranNya. Ayat pertama ini menyatakan, Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya, yakni Nabi Muhammad, pada malam hari dari
Masjidilharam, yang berada di Mekah ke Masjidil Aqsa, yang berada di
Palestina, yang telah Kami berkahi sekelilingnya, dengan tanahnya yang
subur yang menghasilkan aneka tanaman dan buah-buahan serta menjadi tempat turunnya para nabi, agar kami perlihatkan kepadanya dengan
mata kepala atau mata hati sebagian dari tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Kami. Sesungguhnya Dia, yaitu Allah adalah Maha Mendengar
perkataan hamba-Nya, Maha Mengetahui tingkah laku dan perbuatannya. Bila Allah memuliakan Nabi Muhammad dengan memperjalalankannya dari Masjidilharam ke Masjidil Aqsa, maka Dia memuliakan Nabi Musa dengan menganugerahkan kepadanya kitab Taurat agar menjadi
petunjuk bagi Bani Israil. Dan Kami berikan kepada Nabi Musa Kitab,
yaitu Taurat, dan Kami menjadikannya sebagai petunjuk yang khusus
bagi Bani Israil, yaitu anak keturunan Nabi Yakub, agar mereka tidak
menyembah kepada selain-Ku. Kepada mereka Aku berfirman,
Janganlah kamu mengambil penolong selain Aku, yakni janganlah menyembah dan menggantungkan segala urusan kepada selain-Ku.
Allah ﷻ menyatakan kemahasucian-Nya dengan firman "subhana", agar manusia mengakui kesucian-Nya dari sifat-sifat yang tidak layak dan meyakini sifat-sifat keagungan-Nya yang tiada tara. Ungkapan itu juga sebagai pernyataan tentang sifat kebesaran-Nya yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam, dengan perjalanan yang sangat cepat.
Allah ﷻ memulai firman-Nya dengan subhana dalam ayat ini, dan di beberapa ayat yang lain, sebagai pertanda bahwa ayat itu mengandung peristiwa luar biasa yang hanya dapat terlaksana karena iradah dan kekuasaan-Nya.
Dari kata asra' dapat dipahami bahwa Isra' Nabi Muhammad ﷺ terjadi di waktu malam hari, karena kata asra dalam bahasa Arab berarti perjalanan di malam hari. Penyebutan lailan, dengan bentuk isim nakirah, yang berarti "malam hari", adalah untuk menggambarkan bahwa kejadian Isra' itu mengambil waktu malam yang singkat dan juga untuk menguatkan pengertian bahwa peristiwa Isra' itu memang benar-benar terjadi di malam hari. Allah ﷻ meng-isra'-kan hamba-Nya di malam hari, karena waktu itulah yang paling utama bagi para hamba untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan waktu yang paling baik untuk beribadah kepada-Nya.
Perkataan 'abdihi (hamba-Nya) dalam ayat ini maksudnya ialah Nabi Muhammad ﷺ yang telah terpilih sebagai nabi yang terakhir. Beliau telah mendapat perintah untuk melakukan perjalanan malam, sebagai penghormat-an kepadanya.
Dalam ayat ini tidak diterangkan waktunya secara pasti, baik waktu keberangkatan maupun kepulangan Nabi Muhammad ﷺ kembali ke tempat tinggalnya di Mekah. Hanya saja yang diterangkan bahwa Isra' Nabi Muhammad ﷺ dimulai dari Masjidilharam, yaitu masjid yang terkenal karena Kabah (Baitullah) terletak di dalamnya, menuju Masjidil Aqsa yang berada di Baitul Makdis. Masjid itu disebut Masjidil Aqsa yang berarti "terjauh", karena letaknya jauh dari kota Mekah.
Selanjutnya Allah ﷻ menjelaskan bahwa Masjidil Aqsa dan daerah-daerah sekitarnya mendapat berkah Allah karena menjadi tempat turun wahyu kepada para nabi. Tanahnya disuburkan, sehingga menjadi daerah yang makmur. Di samping itu, masjid tersebut termasuk di antara masjid yang menjadi tempat peribadatan para nabi dan tempat tinggal mereka.
Sesudah itu, Allah menyebutkan alasan mengapa Nabi Muhammad ﷺ diperjalankan pada malam hari, yaitu untuk memperlihatkan kepada Nabi tanda-tanda kebesaran-Nya. Tanda-tanda itu disaksikan oleh Muhammad ﷺ dalam perjalanannya dari Masjidilharam ke Masjidil Aqsa, berupa pengalaman-pengalaman yang berharga, ketabahan hati dalam menghadapi berbagai macam cobaan, dan betapa luasnya jagat raya serta alangkah Agungnya Allah Maha Pencipta. Pengalaman-pengalaman baru yang disaksikan Nabi Muhammad sangat berguna untuk memantapkan hati beliau menghadapi berbagai macam rintangan dari kaumnya, dan meyakini kebenaran wahyu Allah, baik yang telah diterima maupun yang akan diterimanya.
Di akhir ayat ini, Allah ﷻ menjelaskan bahwa Dia Maha Mendengar bisikan batin para hamba-Nya dan Maha Melihat semua perbuatan mereka. Tak ada detak jantung, ataupun gerakan tubuh dari seluruh makhluk yang ada di antara langit dan bumi ini yang lepas dari pengamatan-Nya.
Ayat ini menyebutkan terjadinya peristiwa Isra', yaitu perjalanan Nabi Muhammad ﷺ dari Masjidilharam ke Masjidil Aqsa di waktu malam. Sedangkan peristiwa Mi'raj, yaitu naiknya Nabi Muhammad dari Masjidil Aqsa ke Sidratul Muntaha (Mustawa) tidak diisyaratkan oleh ayat ini, tetapi diisyaratkan dalam Surah an-Najm.
Hampir seluruh ahli tafsir berpendapat bahwa peristiwa Isra' terjadi setelah Nabi Muhammad diutus menjadi rasul. Peristiwanya terjadi satu tahun sebelum hijrah. Demikian menurut Imam az-Zuhri, Ibnu Sa'ad, dan lain-lainnya. Imam Nawawi pun memastikan demikian. Bahkan menurut Ibnu hazm, peristiwa Isra' itu terjadi di bulan Rajab tahun kedua belas setelah pengangkatan Muhammad menjadi nabi. Sedangkan al-hafidh 'Abdul Gani al-Maqdisi memilih pendapat yang mengatakan bahwa Isra' dan Mi'raj tersebut terjadi pada 27 Rajab, dengan alasan pada waktu itulah masyarakat melaksanakannya.
Adapun hadis-hadis yang menjelaskan terjadinya Isra' itu sebagai berikut:
Pertama:
Anas bin Malik menuturkan bahwa pada malam diperjalankannya Rasulullah ﷺ dari Masjidilharam, datanglah kepadanya tiga orang pada saat sebelum turunnya wahyu, sedangkan Rasul pada waktu itu sedang tidur di Masjidilharam. Kemudian berkatalah orang yang pertama, "Siapakah dia ini?" Kemudian orang kedua menjawab, "Dia adalah orang yang terbaik di antara mereka (kaumnya)." Setelah itu berkatalah orang ketiga, "Ambillah orang yang terbaik itu." Pada malam itu Nabi tidak mengetahui siapa mereka, sehingga mereka datang kepada Nabi di malam yang lain dalam keadaan matanya tidur sedangkan hatinya tidak tidur. Demikianlah para nabi, meskipun mata mereka terpejam, namun hati mereka tidaklah tidur. Sesudah itu rombongan tadi tidak berbicara sedikit pun kepada Nabi hingga mereka membawa Nabi dan meletakkannya di sekitar sumur Zamzam. Di antara mereka ada Jibril yang menguasai diri Nabi, lalu Jibril membelah bagian tubuh, antara leher sampai ke hatinya, sehingga kosonglah dadanya. Sesudah itu Jibril mencuci hati Nabi dengan air Zamzam dengan menggunakan tangannya, sehingga bersihlah hati beliau. Kemudian Jibril membawa bejana dari emas yang berisi iman dan hikmah. Kemudian dituangkanlah isi bejana itu memenuhi dada beliau dan urat-urat tenggorokannya lalu ditutupnya kembali. (Riwayat al-Bukhari)
Kedua:
Bahwa Nabi ﷺ bersabda, "Tiba-tiba datang kepadaku seseorang (Jibril). Kemudian ia membedah dan mengeluarkan hatiku. Setelah itu dibawalah kepadaku bejana yang terbuat dari emas yang penuh dengan iman, lalu ia mencuci hatiku. Setelah itu menuangkan isi bejana itu kepadaku. Kemudian hatiku dikembalikannya seperti sediakala". (Riwayat al-Bukhari dari Sa'sha'ah)
Ketiga:
Bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, "Didatangkan kepadaku Buraq, yaitu binatang putih lebih besar dari himar, dan lebih kecil dari bigal. Ia melangkahkan kakinya sejauh pandangan mata. Kemudian saya mengendarainya, lalu ia membawaku sehingga sampai ke Baitul Makdis. Kemudian saya mengikatnya pada tempat para nabi mengikatkan kendaraannya. Kemudian saya salat dua rakaat di dalamnya, lalu saya keluar. Kemudian Jibril membawa kepadaku sebuah bejana yang berisi minuman keras (khamar) dan sebuah lagi berisi susu; lalu saya pilih yang berisi susu, lantas Jibril berkata, "Engkau telah memilih fitrah sebagai pilihan yang benar." (Riwayat Ahmad dari Anas bin Malik)
Dari hadis-hadis tersebut, dapat disimpulkan bahwa Nabi Muhammad diperjalankan pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidil Aqsa atas izin Allah di bawah bimbingan malaikat Jibril. Sebelum Nabi Muhammad ﷺ diperjalankan pada malam itu, hatinya diisi iman dan hikmah, agar beliau tahan menghadapi segala macam cobaan dan tabah dalam melaksanakan perintah-Nya. Perjalanan itu dilakukan dengan mengendarai Buraq yang mempunyai kecepatan luar biasa sehingga Isra' dan Mi'raj hanya memerlu-kan waktu kurang dari satu malam.
Dalam ayat ini tidak dijelaskan secara terperinci, apakah Nabi ﷺ Isra' dengan roh dan jasadnya, ataukah rohnya saja. Itulah sebabnya para mufasir berbeda pendapat mengenai hal tersebut. Mayoritas mereka berpendapat bahwa Isra' dilakukan dengan roh dan jasad dalam keadaan sadar, bukan dalam keadaan tidur. Mereka itu mengajukan beberapa alasan untuk menguatkan pendapatnya di antaranya:
a. Kata subhana menunjukkan adanya peristiwa yang hebat. Jika Nabi di-isra'-kan dalam keadaan tidur, tidak perlu diungkapkan dengan meng-gunakan ayat yang didahului dengan tasbih.
b. Andaikata Isra' itu dilakukan dalam keadaan tidur, tentulah orang Quraisy tidak dengan serta merta mendustakannya. Banyaknya orang muslim yang murtad kembali karena peristiwa Isra' menunjukkan bahwa peristiwa itu bukanlah hal yang biasa. Kata-kata Ummu Hani yang melarang Nabi menceritakan kepada siapapun pengalaman-pengalaman yang dialami ketika Isra' agar mereka tidak menganggap Nabi ﷺ berdusta, juga menguatkan bahwa Isra' itu dilakukan Nabi dengan roh dan jasadnya. Peristiwa ini yang menyebabkan Abu Bakar diberi gelar as-shiddiq karena dia membenarkan Nabi, dengan cepat dan tanpa ragu, ber-Isra' dengan roh dan jasadnya, sedangkan orang-orang lain berat menerimanya.
c. Firman Allah yang menggunakan bi'abdihi menunjukkan bahwa Nabi Isra' dengan roh dan jasad karena kata seorang hamba mengacu pada kesatuan jasad dan roh.
Perkataan Ibnu 'Abbas bahwa orang-orang Arab menggunakan kata ru'ya dalam arti penglihatan mata, maka kata ru'ya yang tersebut dalam firman Allah berikut ini mesti dipahami sebagai penglihatan dengan mata.
Dan Kami tidak menjadikan mimpi yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia. (al-Isra'/17: 60)
e. Yang diperlihatkan kepada Nabi waktu Isra' dan Mi'raj adalah penglihatan mata yang mungkin terjadi karena kecepatan yang serupa telah dibuktikan oleh manusia dengan teknologi modern.
Beberapa mufassir yang lain berpendapat bahwa Isra' dilakukan Nabi dengan rohnya saja. Mereka ini menguatkan pendapatnya dengan perkataan Mu'awiyah bin Abi Sufyan ketika ditanya tentang Isra' Nabi Muhammad saw, beliau menjawab:
Isra Nabi itu adalah mimpi yang benar yang datangnya dari Allah.
Pendapat yang mengatakan bahwa Isra' hanya dilakukan dengan roh saja lemah, karena sanad hadis yang dijadikan hujjah atau pegangan tidak jelas.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
SURAH AL-ISRAA'
(BERJALAN MALAM)
SURAH KE-17,111 AYAT, DITURUNKAN DI MEKAH
(AYAT 1-111)
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Pengasih.
ISRA' DAN Ml' RAJ NABI ﷺ
Ayat 1
“Mahasuci Dia, yang telah memperjalankan hamba-Nya di malam hari dari Masjidil Haram ke Masjid al-Aqsha, yang Kami berkati sekelilingnya, karena hendak Kami perlihatkan kepadanya tanda-tanda Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar, Maha Melihat."
Ayat ini menegaskan bahwa Allah memang telah mengisra'kan, memperjalan-kan di waktu malam, hamba-Nya, Muhammad ﷺ, dari Masjidil Haram, yakni Mekkah al-Mukarramah, ke Masjid al-Aqsha di Palestina. Al-Aqsha berarti yang jauh. Perjalanan biasa dengan kaki atau unta dari Mekah ke Palestina ialah empat puluh hari. Di dalam ayat ini sudah bertemu susunan kata yang menunjukkan kesungguhan hal ini terjadi. Pertama dimulai dengan mengemukakan kemahasucian Allah; bahwa apa yang diperbuat-Nya Mahatinggi dari kekuatan alam. Mahasuci Dia; yang membelah laut untuk Musa, menghamilkan Maryam dan melahirkan Isa tidak karena persetubuhan dengan laki-laki. Sekarang, Mahasuci Dia yang memperjalankan Muhammad ke masjid yang jauh di malam hari. Kata penegas yang ketiga di ayat ini ialah menyebut Muhammad ﷺ hamba-Nya. Hamba-Nya yang boleh diperbuat-Nya menurut apa yang dikehendaki-Nya.
Maka jika dibaca ayat ini dengan renungan mendalam, memang jarang biasa terjadi. Tetapi tidak mustahil bagi Allah SWT, Yang Mahasuci dan Mahaagung, terhadap hamba-Nya yang telah dipilih-Nya. Di dalam ayat pun disebut bahwa Masjid al-Aqsha itu adalah tempat yang telah diberkati sekelilingnya. Karena di ‘ situlah nabi-nabi dan rasul-rasul, berpuluh banyaknya, sejak Musa sampai Dawud dan Suiaiman telah menyampaikan wahyu Allah. Ke situlah Nabi Muhammad ﷺ terlebih dahulu dibawa, lalu dipertemukan dengan arwah mereka itu sebelum beliau dimi'rajkan, diangkatkan ke langit.
AL-ISRA'
Beliau diisra'kan karena Allah akan memperlihatkan ayat-ayat-Nya kepadanya; ayat mahapenting di antara banyak ayat itu ialah Mi'raj ke langit itu. Dan Dia adalah Maha Men-dengar dan Maha Melihat akan seluruh alam yang telah dijadikan-Nya, Pendengaran dan penglihatan-Nya itu meliputi bagi semuanya.
Apabiladirenungbunyiayatini lebih dalam, dengan penuh iman akan kekuasaan Allah, tidak akan ragu lagi bahwa yang dimaksud dengan hamba-Nya itu ialah diri Muhammad saw, Muhammad yang hidup, yang terdiri atas tubuh dan nyawa. Sebab itu Isra' dan Mi'raj pasti dengan tubuh dan nyawa. Bukan mimpi dan bukan khayat. Apatah lagi kemudian beliau sendiri menjelaskan pula dengan buah tuturnya (fiadits) apa yang beliau alami itu.
Hadits-hadits yang shahih dari kitab-kitab sunnah menerangkan bahwa kejadian itu pada malam 27 Rajab, tahun kesebelas kerasulan. Beliau sedang tidur di rumah Ummi Hari binti Abu Thalib, salah seorang Mukminat dari keluarga beliau. Beliau shalat dahulu di waktu Isya setelah itu tidur. Setelah Shubuh, beliau ceritakan kepada Ummi Hari bahwa tadi malam beliau diperjalankan dari Masjidil Haram ke Baitul Maqdis. Maka berkatalah Ummi Hari, “Wahai Nabi Allah! Janganlah engkau ceritakan hal ini kepada orang, nanti engkau didustakannya dan disakitinya." Beliau menjawab, “Demi Allah! Mesti aku ceritakan." Maka pergilah beliau menceritakannya.
Di setengah riwayat, bahwa sepagi itu termenung-menung beliau. Kemudian dimulainya saja dahulu menceritakan tentang Isra', dan belum diceritakannya tentang Mi'raj, yang sama dialaminya di malam itu. Dia pergi ke masjid. Di sana bertemu Abu Jahal.
Lalu, Abu Jahal bertanya sambil berolok, “Ada berita baru?"
Beliau jawab, “Ada!"
“Apa?" kata Abu Jahal.
Beliau jawab, “Saya diperjalankan tadi malam ke Baitul Maqdis."
“Ke Baitul Maqdis?" tanya Abu Jahal.
Abu Jahal bermaksud mengumpulkan orang Quraisy untuk mendengar cerita Muhammad yang dia tidak percaya itu, dan Nabi pun ingin orang berkumpul supaya diceritakannya apa yang telah dialaminya itu dan disampaikannya. Setelah orang berkumpul, berkatalah Abu Jahal, “Mulailah! Orang Quraisy telah mulai berkumpul di balairung mereka. Ceritakanlah kepada mereka apa yang engkau ceritakan kepadaku tadi."
Rasulullah ﷺ lalu menceritakan apa yang dilihatnya, bahwa tadi dia di Baitul Maqdis, shalat di sana. Mendengar itu, ada orang-orang Quraisy itu yang bertepuk tangan, ada yang bersiul, sebagai mencemooh dan mendustakan berita yang tidak masuk akal mereka itu. Dan pecahlah kabarnya di seluruh Mekah. Maka ada orang datang kepada Abu Bakar menceritakan apa yang dikabarkan Nabi itu. Maka kata Abu Bakar, “Kamu dustakankah itu? Kalau begitu yang dia katakan, benarlah yang dikatakannya itu!" Kemudian dia temui Rasulullah, banyak musyrikin Quraisy mengiringkan. Ditanyanya sekali lagi dan dijawab oleh beliau di hadapan mereka. Ketika ditanyakan bagaimana rupa Baitul Maqdis, beliau jawab dengan tepat. (Kisah sanggahan Abu Jabal dan iman Abu Bakar ini dari keterangan Ibnu Katsir dalam kitabnya, ai-Bida-yah wan Nihayah, Juz 3, halaman 113).
Orang Quraisy sampai bertanya. Kalau benar engkau baru saja kembali dari Baitul Maqdis, adakah engkau lihat di jalan (rombongan) kafilah perniagaan kami? Berapa ekor untanya dan bagaimana keadaannya? Dengan tegas beliau jawab rombongan itu sekarang tengah menuju pulang, sekian banyak orangnya dan sekian banyak untanya hari ini ketika matahari terbit sampailah rombongan itu. Unta yang di muka sekali putih warnanya. Demikian penjelasan beliau secara terperinci.
Maka pada hari yang beliau tentukan itu ada mereka yang pergi menunggu keluar kota. Ada yang berkata, “Mana dia? Matahari sudah terbit. Mereka belum tampak!" Tiba-tiba berkata temannya, “Itu dia, sudah datang! Di muka sekali unta putih!"
Demikianlah kisah Isra' dengan ringkas. Dan di waktu itu pulalah beliau Mi'raj, yang dijelaskan dalam surah an-Najm,
“Hatinya tidak mendustakan apa yang dilihatnya. Maka apakah kamu hendak mem-bantahnya tentang apa yang dia lihat itu? Padahal sesungguhnya dia telah melihatnya sekali lagi. Di dekat Sidratul Muntaha. Yang di sisinya ada surga tempat kembali. Tatkala Sidratul Muntaha itu diliputi oleh sesuatu yang meliputi. Tidak berpaling penglihatan matanya dan tidak dia melampaui batas." (an-Najm: 11-17)
Ayat-ayat ini menjelaskan benar bahwa beliau telah sampai ke Sidratul Muntaha, yang lebih tinggi lagi daripada langit. Bertemu di sana Jibril dalam keadaannya yang asli, peng-lihatannya yang pertama ialah di Gua Hira. Adapun di waktu-waktu yang lain, beliau tidak melihat Jibril menurut bentuk aslinya, walaupun dia datang membawa wahyu. Maka kedua peristiwa penting itu, Isra' dan Mi'raj adalah terjadi sekali jalan. Demikian yang diterangkan Bukhari dan Muslim dalam Shahih-nya masing-masing dan Imam Ahmad dalam Musnad-nya. Itulah hadits yang menceritakan beliau dijemput dengan Buraq, terus menuju Baitul Maqdis, naik ke langit, di tiap tingkat langit bertemu nabi-nabi, tersebut dalam hadits-hadits bahwa pada langit pertama beliau bertemu Nabi Adam, “Beliau sambut aku dengan baik dan beliau doakan aku dengan baik."
Kemudian dimi'rajkan pula beliau ke langit kedua. Di sana bertemu dua orang nabi bersaudara sepupu, yaitu Nabi Isa anak Maryam dan Nabi Yahya, “Keduanya menyambutku dengan baik dan mendoakan daku dengan baik.''
Setelah itu dimi'rajkan lagi ke langit ketiga. Di sana bertemu Nabi Yusuf dengan rupanya yang cakap, dia pun, “Menyambutku dengan baik dan mendoakan daku dengan baik."
Setelah itu, aku pun dibawa Jibril Mi'raj ke langit keempat. Di sana bertemu Nabi Idris, “Dia pun menyambutku dengan baik dan mendoakan daku dengan baik."
Kemudian, Jibril membawaku Mi'raj ke langit kelima. Di sana bertemu Nabi Harun,
“Dia pun menyambutku dengan baik dan mendoakan daku dengan baik."
Setelah itu, Jibril membawa ke langit keenam. Di sana bertemu Nabi Musa, “Dia pun menyambutku dengan baik dan mendoakan daku dengan baik."
Kemudian, Jibril pun membawaku Mi'raj ke langit ketujuh. Di sana bertemu dengan Nabi Ibrahim; aku dapati beliau sedang bersandar kepada Baitul Ma'mur, dan masuk ke dalamnya untuk shalat 70.000 malaikat setiap hari dan bila mereka telah keluar dari dalamnya, mereka tidak kembali lagi.
Kemudian itu diangkatlah aku ke Sidratul Muntaha, yang daun-daunnya laksana telinga gajah dan buahnya panjang-panjang laksana panggalah. Kalau dia disentuh oleh suatu perintah dari Allah, berubahlah dia. Maka tidak seorang pun hamba Allah yang sanggup menceritakan karena sangat indahnya.
Sesampai di Sidratul Muntaha itulah perjalanan Mi'raj berhenti, dan di sanalah Rasulullah ﷺ menunggu wahyu yang akan diturunkan Allah. Lalu turunlah wahyu mewajibkan shalat; mulanya 50 waktu. Kemudian, atas usul belas kasihan dari Nabi Musa yang bersemayam di langit keenam, diubah Allah perintah itu, diturunkan dari 50 menjadi 5 waktu, namun pahalanya sama juga dengan mengerjakan 50 waktu.
Banyak hadits yang dirawikan oleh ahli-ahli hadits berkenaan dengan Isra' dan Mi'raj ini. Ada yang dirawikan Bukhari, Muslim, Imam Ahmad bin Hambal, Imam Baihaqi, atau dari Abu Ja'far ath-Thabari, atau Ibnu Syihab, atau al-Bazzaar, Tirmidzi, dan lain-lain yang disalinkan semuanya oleh ibnu Katsir di dalam tafsirnya yang terkenal.
Tidaklah ada pertikaian di antara ulama, baik salaf ataupun khalaf bahwa Isra' dan Mi'raj itu memang terjadi. Yang jadi pertikaian hanyalah cara Isra' dan Mi'rajnya: tubuh dan nyawakah, atau ruh saja yang menyerupai pengalaman mimpi, tetapi bukan mimpi biasa.
Yang terbanyak dari ahli-ahli berpendapat bahwa Isra' itu sesudah beliau diangkat men-l jadi Rasul, yaitu setahun sebelum hijrah. Di i antara yang berpendapat demikian ialah az-Zuhri dan Ibnu Salad. Begitu pula yang dipasti-j kan oleh Imam Nawawi. Bahkan, ibnu Hazm i al-Andalusi menyatakan bahwa hal ini sudah ijma' segala ulama. Beliau menegaskan bahwa t Israa' ini kejadian pada bulan Rajab tahun kedua belas dari nubuwwat atau kenabian, Pengarang kitab Insanul Uyun mengatakan bahwa Isra' itu terjadi pada maiam 17 Rajab. 1 Ada pula satu kata bahwa kejadian itu pada 27 Rabi'ul Awwal, tapi ada yang mengatakan 29 Ramadhan dan 27 Rabi'ul Akhir. Namun, pendirian yang dipegang oleh al-Hafiz Abdul Ghari al-Muqaddasi ialah terjadi pada bulan Rajab.
Menurut Ibnul Qayyim pengarang kitab Zadul Ma'ad, Isra' itu terjadi satu kali. Tetapi, ada pula qaul mengatakan dua kali. Sekali i saat beliau sadar dan sekali lagi saat tidur; karena di dalam hadits-hadits tentang Isra' ada riwayat yang mengatakan bahwa ketika i itu beliau tidur dan ada pula yang mengatakan i ketika itu beliau sedang bangun dan sadar,
menerangkan dalam kitab itu bahwa salaf dan , ulama berbeda pendapat pula tentang Isra' itu, i dengan ruhnya saja atau sekaligus ruh dengan i jasadnya. Segolongan menyatakan pendapat i bahwa Isra' itu terjadi dengan ruh, dan ke-i jadian itu adalah semacam mimpi sedang tidur, dengan catatan bahwa mereka semuanya sependapat bahwa mimpi nabi-nabi adalah mimpi yang benar dan bahkan wahyu. Inilah pendapat Mu'awiyah bin Abu Sufyan.
Begitu juga diceritakan orang pendapat yang pernah dikeluarkan al-Hasan, (tetapi yang masyhur lagi beliau tidak berpendapat demikian). Begitu pula yang diisyaratkan oleh Muhammad bin Ishaq. Alasan mereka ini ialah ayat 60 dari surah al-Israa' ini,
“Dan tidaklah Kami jadikan penglihatan yang Kami pertunjukan kepada engkau itu, melainkan untuk menjadi percobaan bagi manusia.'' (al-Israa': 60)
Lebih-lebih Aisyah pernah pula mengatakan, “Tidaklah pernah hilang dari sisiku jasad Rasulullah." Ada pula hadits Nabi yang berbunyi, “Sedang saya tertidur." Di dalam sebuah hadits yang dirawikan Anas bin Malik disebutkan bahwa Nabi ﷺ ketika itu sedang tidur di dalam Masjidil Haram, dan di akhir hadits ada pula tersebut, “Maka aku pun terbangunlah, sedang aku di waktu itu sedang berada di dalam Masjidil Haram."
“Tetapi," kata al-Qadhi Tyadh selanjutnya, “sebagian besar salaf dan kaum Muslimin berpendapat bahwa beliau al-Isra' dengan tubuhnya dan sedang sadar. Jadi, bukan ruh saja dan bukan sedang tidur." Kata al-Qadhi Iyadh, “Inilah yang benar!" Dan katanya selanjutnya, “Inilah perkataan Ibnu Abbas dan Jabir bin Abdullah dan Anas bin Malik dan Umar bin Khaththab dan Abu Hurairah dan Malik bin Sha'sha'ah dan Abu Habbah al-Badri (yang ikut serta dalam Perang Badar) dan Abdullah bin Mas'ud, (semuanya adalah sahabat Rasulullah), dan adh-Dhahhak dan Said bin Ju-bair dan Qatadah dan Ibrahim dan Masruq dan Mujahid dan Ikrimah dan fbnu Juraij (semua tabi'in). Ini pun salah satu dalil dari qaul Aisyah dan ini pula pendapat ath-Thabari, Ahmad bin Hambal, dan jemaah yang besar dari kaum
Muslimin." Kata al-Qadhi Iyadh selanjutnya, “Dan ini jualah perkataan kebanyakan ulama mutaakhirin, baik kalangan fuqaha, ahli hadits, ahli ilmu kalam, atau ahli tafsir."
Setengahnya pula berpendapat bahwa Isra' ke Baitul Maqdis adalah dengan tubuh, ketika sadar, tetapi Mi'raj ke langit dengan ruh. Mereka jadikan ayat pertama yang tengah kita tafsirkan ini menjadi alasan karena di ayat ini terang bahwa Isra' telah diperlakukan Allah atas hamba-Nya dari Masjidil Haram ke Masjid al-Aqsha. Selanjutnya yang ke langit padahal itu yang lebih penting tidaklah disebutkan di dalam wahyu. Kata mereka, “Kalau Isra' itu diteruskan lagi sebagai lanjutan dari Baitul Maqdis, tentu disebutkannya dalam ayat, sebab begitulah puji yang lebih mendalam kepada hamba-Nya."
Selanjutnya, al-Qadhi Iyadh menjelaskan pendiriannya pula, “Yang benar dan yang shall ih insya Allah ialah bahwa dia Isra' dengan jasad dan ruhnya, sebagaimana tersebut di dalam kisah keseluruhannya; dan itu pula yang dijelaskan di dalam hadits-hadits yang shahih dan patut diterima. Kita tidak perlu memutar-mutar dan menakwil hakikat yang telah nyata, kecuali kalau hal ini mustahil terjadi. Padahal, Isra' dengan tubuh dan nyawa di waktu sadar itu bukan hal yang mustahil." Kata beliau pula, “Kalau memang ruhnya saja, tentu dijelaskan dalam ayat ini, “Amat sucilah Yang mengisra'kan ruh hamba-Nya, dan seterusnya."
Kata beliau selanjutnya, “Kalau memang terjadi ketika beliau tidur, tidaklah itu termasuk tanda dan mukjizat, tidak akan disanggah begitu keras oleh orang-orang kafir, dan tidaklah mereka akan menuduhnya berdusta karena tidak ada orang yang akan mengingkari adanya mimpi. Mereka menolak keras berita ini setelah dikatakan bahwa itu berlaku atas tubuhnya dan di waktu sadar, bukan tidur, sebagaimana tersebut di hadits-hadits itu. Bahkan, disebutkan juga bahwa dia shalat bersama nabi-nabi di Baitul Maqdis, sebagaimana riwayat Anas, atau di langit sebagaimana riwayat yang lain. Dan disebutkannya pula kedatangan Jibril membawa Buraq, dan cerita tentang dia Mi'raj, dan pintu-pintu dibukakan untuk dia setelah penjaga langit bertanya siapa engkau, lalu dijawab, Jibril! Siapa yang beserta engkau, dijawabnya, Muhammad, dan diterangkannya pula baiknya sambutan nabi-nabi pada tiap-tiap langit yang disinggahinya.
Dikatakannya bahwa tanganku dibimbing oleh Jibril, lalu aku dibawa Mi'raj sehingga sampai suatu tempat bernama Mustawa. Sampai di sana kudengar gores-goresan Qalam (pena Allah) dan akhirnya sampai ke Sidratul Muntaha, bahkan sampai masukmelihatsurga.''
Ibnu Abbas menjelaskan, “Yang dilihatnya itu semuanya adalah penglihatan mata, bukan mimpi sedang tidur."
Di satu riwayat dari al-Hasan lebih jelas lagi, dia berkata, “Sedang aku tidur di dekat Hajar (Hajarul Aswad, batu hitam), datanglah Jibril kepadaku, dibangunkannya aku, tetapi aku tidak melihat sesuatu juga, lalu aku tidur kembali, laluaku dibangunkannya pula, sampai tiga kali. Di kali yang ketiga ditariknya dan dibawanya aku ke pintu masjid, rupanya di luar masjid itu telah menunggu seekor binatang." Lalu beliau ceritakan tentang Buraq itu.
Ummi Hari pun menceritakan, “Rasulullah diisra'kan dari rumahku sendiri karena dia bermalam di rumahku di malam itu. Dia shalat Isya bersama kami lalu tidur di antara kami. Setelah datang waktu sebelum fajar menyingsing, Rasulullah membangunkan kami. Setelah itu, kami shalat Shubuh bersama. Setelah selesai shalat Shubuh, beliau berkata kepadaku, “Hai Ummi Hari! Tadi malam aku shalat Isya bersama kamu sekalian, sebagaimana kamu lihat waktu itu aku bersama kamu di lembah ini. Kemudian, aku pun pergi ke Baitul Maqdis. Di sana pun aku shalat. Sekarang aku shalat Shubuh bersama kalian kembali."
Menurut hadits riwayat Ummi Hari ini terang sekali bahwa beliau Isra' dengan jasadnya.
Menurut Syaddad bin Aus pula, pada pagi hari sesudah Isra' itu Abu Bakar menemui Nabi dan bertanya, “Aku cari-cari engkau semalam ke tempatmu, namun tidak bertemu. Ke mana engkau agaknya?" Beliau menjawab, “Aku dibawa Jibril ke Masjid al-Aqsha."
Dan Umar berkata, “Berkata Rasulullah ﷺ"Aku shalat pada malam aku dilsra'kan itu di muka masjid, kemudian aku masuk ke dalam Sakhrah." (Batu bersejarah itu). Keterangan ini jelas dan nyata, dan tidak mustahil, lalu diartikan menurut kenyataan itu.
Menurut yang diriwayatkan Abu Dzar pula, “Nabi ﷺ bersabda, “Dikembangkan peran rumahku, ketika itu aku di Mekah. Turunlah Jibril, lalu dibimbingnya tanganku dan aku dibawa Mi'raj."
Menurut riwayat dari Anas, Nabi berkata, “Aku datang, lalu mereka bawa aku ke sumur zamzam."
Semuanya hadits ini menunjukkan bahwa beliau Isra' dan Mi'raj itu dengan penuh ke-sadaran, dengan tubuhnya dan bukan sedang tidur.
Adapun pendirian atau pendapat Aisyah dan Mu'awiyah dirumuskan oleh Ibnul Qayyim berikut ini.
“Telah menukilkan Ibnu Ishaq dari Aisyah dan Mu'awiyah bahwa keduanya berkata, Beliau Isra' dengan ruhnya, namun jasadnya tidaklah hilang. Hasan al-Bishri pun berpendapat demikian. Tetapi, kata Ibnul Qayyim selanjutnya hendaklah diketahui perbedaan pendapat ini dengan perkataan, ‘Beliau Isra' sedang tidur.' Dan berbeda pula dengan kalau dikatakan, ‘Beliau Isra' dengan ruhnya, tidak dengan disertai badannya. Kedua perkataan itu sangat berbeda dengan kalau dikatakan, ‘Beliau al-Isra' dengan ruhnya, namun jasadnya tidaklah hilang.' Dan Aisyah serta Mu'awiyah demikianlah pendapatnya, dan tidak pernah kedua beliau mengatakan bahwa beliau Isra' dalam tidur. Kalau hanya semata-mata mimpi orang yang sedang tidur, itu kadang-kadang hanya perumpamaan yang dibuat untuk hal yang diketahui pada rupa yang dapat dilihat. Orang bermimpi seakan-akan dirinya Mfraj mengedari bumi, padahal ruhnya tidaklah naik dan tidak pergi; hanya khayat pandangan mimpinya belaka. Dan malaikat yang mengatur mimpi itu memperlihatkan suatu perumpamaan kepada yang bermimpi."
Kata fbnul Qayyim selanjutnya, “Pendapat orang tentang Mi'raj Nabi itu adalah dua golongan. Satu golongan berkata bahwa beliau Mi'raj dengan ruhnya dan badannya, satu golongan lagi mengatakan beliau Mi'raj dengan ruhnya, namun badannya tidak hilang. Golongan kedua ini tidak bermaksud mengatakan bahwa Mi'raj itu dilakukan ketika Nabi sedang tidur. Mereka berkata bahwa ruh itu yang dibawa Isra' dan Mi'raj sehingga seakan-akan terpisah dari diri, lalu naik dari langit yang satu ke langit lain, sampai langit yang ketujuh, lalu tibalah dia pada suatu masa dapat menghadap di hadapan Allah sendiri, lalu dijatuhkan kepadanya perintah, dan sesudah menerima perintah dia pun turun ke bumi."
Yang terjadi pada diri Rasulullah ﷺ pada malam al-fsra' itu jauh lebih sempurna daripada ruh saat meninggalkan badan. Maka dapatkah dimaklumi bahwa pada waktu itu beliau bukan bermimpi sedang tidur, tapi lebih tinggi daripada itu. Pada diri Nabi ﷺ ha) ini dapatlah kita pahami. Pada diri beliau terjadi hal yang di luar dari adat kebiasaan sehingga dibedah perutnya sedang dia masih hidup segar bugar dan tidak merasa sakit sama sekali. Demikian pulalah beliau diMi'rajkan dengan ruhnya yang suci, Mi'raj sebenar Mi'raj dengan tidak dimatikan dan tidak ditidurkan. Sementara itu, orang yang selain beliau tidak akan dapat ruhnya mencapai naik ke langit, kecuali sesudah mati atau terpisah dari diri. Nabi-nabi baru dapat menetap tinggal di tempat tinggi itu setelah ruhnya terpisah dari badannya, sedang ruh Rasulullah saw, naik ke sana di waktu hidup dan turun kembali ke dunia dalam keadaan hidup.
Setelah beliau wafat, barulah ruh beliau naik kembali ke langit bersama ruh para nabi. Namun demikian, ruh beliau itu masih tetap ada hubungan dengan badan meskipun telah berpisah sehingga tersebutlah bahwa kalau orang mengucapkan salam kepada beliau, salam itu beliau jawab. Karena hubungan di antara ruh dengan badan inilah. Nabi Muhammad pernah di waktu Isra' melihat Nabi Musa shalat di kuburnya, dan setelah dia Mi'raj ditemuinya lagi Nabi Musa pada langit yang keenam. Dapatlah diketahui bahwa bukan ruh Musa itu Mi'raj ke langit dari ku-burnya kemudian kembali pula ke sana, me-lainkan yang demikian itu ialah maqam dari ruh Nabi Musa, Artinya, kuburnya adalah maqam (tempat) bagi badannya sampai hari berbangkit kelak, yaitu kebangkitan buat kembali bertemu ruh dengan badan. Itu sebabnya dia kelihatan shalat di kuburnya dan kelihatan pula di langit keenam, sebagaimana Nabi Muhammad ﷺ itu sendiri mencapai tempat yang tertinggi di ar-Rafiqul-A'la, dan menetap (mustaqarr) di sana, sedang ba-dannya terbaring di dalam kuburnya dan tidak pernah hilang. Setiap Muslim yang mengucapkan salam kepada beliau, segera ruhnya menyambut salam itu, padahal dia tidak meninggalkan ar-Rafiqul-A'la. Untuk perumpamaan yang dekat, dapatlah kita misalkan dengan matahari pada tempatnya yang teramat tinggi itu. Bagaimanapun tingginya, hubungannya dengan bumi selalu ada, bahkan dialah sumber hidup tumbuh-tumbuhan dan binatang-binatang di bumi. Panas matahari itu juga berpengaruh atas tubuh, betapa pun jauh tubuh itu darinya.
Misal yang dekat pula ialah api! Dia berada pada tempatnya, namun bekas dari panasnya memengaruhi tubuh yang jauh darinya. Maka, hubungan dan kaitan yang ada di antara ruh dan badan lebih kuat dan lebih sempurna daripada itu. Ruh jauh lebih tinggi dan lebih halus." Sekian kita salin perkataan Ibnul Qayyim.
Altamah as-Sa'diy pada kitabnya, Hawasyi Baidhawi, menulis, “Dan Mi'raj itu adalah dengan ruhnya di waktu beliau sadar (bukan sedang tidur). Yang demikian itu, sebagai yang diisyaratkan oleh Ibnul Qayyim, adalah suatu mukjizat."
Ulama-ulama Islam zaman modern pun turut menyatakan pendapat dalam hal Isra' dan Mi'raj ini. Allamah Muhammad Farid Wajdi berpendapat bahwa ada kemungkinan Isra' ialah dengan tubuh, tetapi Mi'raj ke langit dengan ruh saja. Dr. Husain Haikal menyatakan pendapat bahwa Isra' dan Mi'raj itu satu pengalaman jiwa, yang satu waktu bersatu dengan alam semesta; bukan mimpi. Tetapi, SayyidRasyidRidhatetappadapendapatbahwa Isra' dan Mi'raj adalah dengan badan dan ruh.
Sayyid Quthub di dalam tafsirnya, Di Bawah Lindungan Al-Qur'an, menyatakan lagi pendapatnya sebagai suatu kupasan madzhab salaf dengan cara yang modern. Dia berkata, “Yang jelas, dari riwayat mengenai Isra' dan Mi'raj itu dapat disimpulkan bahwa Rasulullah ﷺ meninggalkan pembaringannya di rumah Ummi Hari binti Abdul Muthalib dan pergi ke masjid. Tatkala sampai ke batu hitam di sisi Baitullah itu, di antara tidur dan bangun, dia pun diisraa' dan diMi'rajkan. Kemudian, dia pun kembali ke pembaringannya sebelum pembaringan itu dingin."
Kita berpendapat bahwa hal ini bukan tempatnya buat dipertengkarkan sampai ber-panjang-panjang, yang diributkan orang sejak dahulu bahkan sampai kini, tentang tabiat keadaan yang terjadi dan tegas pada diri Rasulullah ﷺ dalam hidupnya, berapa jauh jarak di antara Isra' dan Mi'raj dengan ruhnyakah dia pergi atau dengan tubuhnya, sedang tidurkah atau sedang bangun. Jarak di antara Isra' dan Mi'raj itu tidaklah terlalu jauh,*dan tidak pula akan berubah ta
biat kejadian ini, bahwa dia adalah kasyaf (pembukaan rahasia) dan tajalli bagi Rasul ﷺ. Tidak ada tempat yang jauh atau alam yang jauh, semua dapat ditempuh dalam masa sekejap. Orang yang mengerti apa yang dikatakan kudrat Allah dan tabiat kenabian tidaklah akan memandang ganjil hal ikhwal seperti ini. Di hadapan kudrat Ilahi sama saja sekalian perbuatan yang dipandang oleh manusia dengan membandingkannya dengan kudratnya sendiri berbeda di antara mudah dan sukarnya, menurut apa yang bisa dialaminya dan dilihatnya. Apa yang terbiasa dilihat dalam alam kemanusiaan tidaklah boleh dijadikan hukum pengukur segala kejadian yang berkenaan dengan kudrat Allah. Adapun tabiat kenabian, itu ada hubungan dengan al-Mala'il ATa tertinggi. Di dalam mengukur hubungan seorang nabi dengan alam tertinggi itu, tidaklah mungkin kita pakai ukuran yang terpakai untuk manusia biasa, yang bukan nabi ini. Sampai ke tempat jauh atau alam sangat jauh itu dengan alat yang dikenal atau tidak dikenal bukan hal yang mengherankan. Sebab, ini soal di antara Nabi dan Allah. Karena itu, tepat dan benarlah sikap Abu Bakar seketika orang menyampaikan berita itu kepada beliau."Saya percaya apa yang dikatakannya itu walaupun dia mengatakan lebih jauh dari itu. Saya terima keterangannya itu sebagai berita dari langit."
Dan dapat pula diperlihatkan berkenaan dengan kejadian ini untuk membuktikan ke-benarannya kepada kaum musyrikin itu, yaitu seketika mereka menuntut kepadanya keterangan tentang kafilah Quraisy yang sedang dalam perjalanan kembali dari Syam, adakah dia bertemu di jalan.
Dan beliau ﷺ tidak memedulikan teguran saudara perempuan ayahnya, Ummi Hari, ketika menyatakan bahwa beliau tidak usah memberitahukan hal ini kepada orang lain karena tidak akan percaya, malahan akan mendustakan. Tetapi, karena Rasul sangat percaya dengan kebenaran risalah yang dibawanya. Demikian pula kebenaran apa yang terjadi atas dirinya maka dibukanya hal itu terus terang di hadapan mereka, walaupun akan mendustakan, walaupun akan menolak. Memang sampai ada yang telah masuk Islam menjadi murtad kembali dan dijadikan hal ini jadi bahan cemooh. Namun, semua itu tidak sedikit menghambat beliau untuk menyatakan apa yang dialaminya itu dan dia sendiri pun sangat percaya.
Dengan ini, Rasulullah ﷺ telah memberikan teladan yang sangat tinggi bagi setiap orang yang merasa dirinya terpanggil buat melakukan suatu dakwah dalam keberanian menyatakan kebenaran, dengan tidak peduli diterima atau ditolak orang. Beliau tidak mengambil muka kepada kaum itu dan tidak pula me-nilik-nilik orang-orang menerima dan setuju.
Rasulullah ﷺ tidak pula mengambil kejadian Isra' dan Mi'raj ini menjadi salah satu alasan baginya untuk membuktikan kebenarannya. Beliau tidak terlalu menggembar-gemborkan mukjizat, meskipun kaum itu selalu mendesak memintanya membuat mukjizat, padahal Isra' Mi'raj adalah satu mukjizat yang luar biasa. Beliau ﷺ tidaklah menegakkan dakwahnya dengan menonjolkan mukjizat, melainkan berpegang kepada tabiat dari dakwah itu sendiri, yang berdasar pada akal murni dan fitrah insani, yang sesuai dengan pikiran cedas serta dapat dibanding dan diuji. Jadi, kalau Rasulullah ﷺ setelah pulang dari Isra' dan Mi'raj itu menerangkan perjalanannya, bukan karena perjalanan itu yang dijadikannya dasar dari dakwah, melainkan semata-mata menjelaskan apa yang beliau alami." Sekian Sayyid Quthub di dalam tafsirnya, Di Bawah Lindungan Ai-Qur'an.
Setiap bulan Rajab diadakan peringatan Isra' dan Mi'raj. Dibacakanlah hadits-hadits yang berkenaan dengan Mi'raj itu dan ada pula dikarangkan orang kitab-kitab yang khusus membicarakan Isra' dan Mi'raj yang dibicarakan oleh para mubaligh. Kadang-kadang ada pula mubaligh yang mencoba menyesuaikan Isra' dan Mi'raj dengan apa yang mereka katakan modern wetenschap atau ilmu pengetahuan modern karena mereka tidak tahu bahwa ilmu pengetahuan yang dicapai dengan pancaindera yang lima dan pemeriksaan materi tidaklah selalu dapat di-sesuaikan dengan sesuatu mengenai iman dan keyakinan. Maka terdapatlah penyesuaian yang serbatimpang; yang ahli-ahli ilmu pengetahuan sendiri belum menerimanya dan agama pun belum tentu mengakuinya.
Dalam hal yang mengenai mukjizat pada umumnya dan Isra' dan Mi'raj pada khususnya, derajat martabat yang paling tinggi yang ingin kita capai ialah imannya Abu Bakar ash-Shiddiq tadi. Ketika orang menyatakan kepadanya apakah dia percaya keterangan Nabi Muhammad ﷺ bahwa beliau tadi-malam shalat di Masjid al-Aqsha, beliau telah menjawab dengan jawabannya yang terkenal, “Jangankan keterangannya bahwa dia telah shalat di Masjid al-Aqsha, bahkan ke-terangannya yang lebih daripada itu, keterangannya bahwa dia baru saja kembali dari langit dan membawa berita langit, saya pun percaya. Saya percaya!"
Abu Bakar tidak membicarakan apakah dengan badannya dia pergi, apakah ruhnya yang mencapai martabat setinggi itu, sehingga dicapai kekuatan sinar seperti matahari, yang walaupun betapa jauh letak matahari itu dari bumi, namun kuasa sinar dan sinarnya dirasakan juga oleh benda-benda yang ada di bumi ini, sebagaimana perbandingan yang dibuat Ibnul Qayyim tentang sinar ruh Nabi. Abu Bakar tidak membicarakan itu. Beliau percaya seratus persen dan percaya walaupun lebih dari itu. Sebab tidak termakan sedikit jua dalam akalnya bahwa orang seperti Mu-hammad itu, yang dikenalnya sejak zaman muda sampai kepada masa dia menyatakan dirinya sebagai Rasul dari Allah, belum pernah Abu Bakar mendapati Muhammad itu berdusta. Abu Bakar pun mengetahui dan amat percaya bahwa jiwa orang seperti ini, ruh seseorang yang telah dipilih Allah menjadi rasul-Nya, bukanlah sembarang ruh. Dia adalah Mushthafa, artinya orang yang telah dipilih dan disaring dari kalangan makhluk-Nya.
Dan lantaran percayanya yang tidak sedikit jua pun dicampuri ragu-ragu tentang Isra' dan Mi'raj itulah maka dia diberi gelar oleh Nabi Muhammad ﷺ ash-Shiddiq, yang berarti orang yang mengakui kebenaran Muhammad dengan hati yang setulus-tulusnya. Dan dalam kehidupannya sehari-hari sesudah itu, sampai kepada wafatnya, terbuktilah iman yang mendalam itu sehingga Rasulullah ﷺ pernah mengatakan bahwa jika ditimbanglah dan diletakkan iman Abu Bakar di satu daun timbangan, dan di daun timbangan yang lain diletakkan pula iman seluruh umat ini, iman Abu Bakar jualah yang lebih berat.
Mengenai bunyi permulaan ayat 1 ini, Mahasuci Dia, yang telah memperjalankan hamba-Nya di malam hari, abdihi yang berarti hamba-Nya ini telah dijadikan alasan oleh beberapa penafsir lama untuk membuktikan pula bahwa Nabi Muhammad ﷺ itu Isra' dan Mi'raj dengan tubuh dan ruhnya. Kata penafsir itu, kalau sekiranya yang Isra' dan Mi'raj itu hanya ruh, demikian tafsiran dari penafsir-penafsir itu, niscaya disebutkan Allah, “Maha Sucilah Dia,yang memperjalankan ruh hamba-Nya di malam hari," dan seterusnya.
Niscaya kalau kalimat ‘abdihi yang dijadikan alasan penetapan badan dan nyawa, akan dibantah pula oleh yang tidak menganut paham itu. Sebab, malaikat-malaikat Allah yang tidak bertubuh disebut Tuhan di dalam ayat yang lain “‘ibadun mukramun". Artinya Hamba-hamba Allah yang dimuliakan, (al-Anbiyaa', ayat 26)
Namun, Sayyid Quthub di dalam tafsirnya metampakkan tafsir lain dari ‘abdihi yang ter-dapat dalam ayat ini. Menurut beliau, kalimat
‘abdihi dijelaskan di sini guna menjaga aqidah Islamiah yang jadi pokok pendirian hidup Muslim. Jadi, meskipun demikian besar keganjilan yang telah diperlihatkan pada Nabi Muhammad ﷺ, sampai Isra' dan Mi'raj, beliau tetap pada maqamnya, yaitu ‘abdihi: hamba-Nya! Dia tetap hamba Allah. Meski mencapai martabat setinggi itu, tidaklah dia berubah menjadi Tuhan atau dituhankan. Yang mendapat pujian dan kemuliaan tertinggi dengan ucapan subhana di ayat ini bukan Nabi yang diisraa' dan diMi'rajkan, melainkan Allah yang mengisraa'kan dan meMi'rajkan.
Memang marilah kita perhatikan pertalian dan persamaan isi ayat yang tengah kita tafsirkan ini dengan ayat 26 dari surah al-Anbiyaa',
“Dan mereka berkata bahwa Tuhan ar-Rahman telah mengambil anak: Subhanahu: Amat sucilah Dia! Melainkan hanyalah hamba-hamba-Nyayang dimuliakan." (al-Anbiyaa': 26)
Malaikat-malaikat Allah diberi Allah tugas-tugas yang besar, seperti Jibril yang disebut penghulu segala malaikat, Mikail yang disebut bertugas mengatur perjalanan cakrawala, Israfil yang kelak akan meniup serunai sangkakala, dan lzrail yang disebut juga Malakul Maut, mencabut nyawa sekalian yang hidup. Dalam kepercayaan agama-agama musyrikin (politeisme), malaikat itu dianggap dewa-dewa, dianggap tuhan-tuhan kecil di samping Sang Hyang Tunggal atau Sang Hyang Widi. Maka, ayat 26 di surah al-Anbiyaa' ini mendudukkan soal pada tempatnya yang wajar. Subhanahu! Mahasuci Dia! “Malaikat-malaikat itu cuma hamba-hamba Allah yang dimuliakan belaka", tidak lebih tidak kurang dan tidak naik derajatnya lantaran tugasnya untuk menjadi tuhan-tuhan.
Demikian pulalah dalam ayat 1 surah al-Israa' ini. Satu hal yang ganjil telah terjadi, seorang telah israa' dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, Tetapi, kejadian itu bukanlah karena orang yang bersangkutan yang mengerjakannya sendiri.
“Mahasuci Dia, yang telah memperjalankan malam hari hamba-Nya dan seterusnya." (al-Israa': 1)
Dengan memerhatikan, baik ayat 1 surah al-Israa' ini atau ayat 26 surah al-Anbiyaa', dapatlah seorang umat Muhammad yang sadar akan aqidah tauhidnya memandangi segala mukjizat yang diberikan Allah kepada rasul-rasul-Nya.
Perahu Nabi Nuh baru dapat berlayar di dalam topan dan air naik dengan hebat dahsyatnya itu setelah diperintah Tuhan dan mendapat perlindungan Allah. (Lihat surah Huud ayat 41).
Makanya api tidak dapat membakar Ibrahim karena Allah sendiri yang memerintahkan api itu supaya dingin dan selamat bagi Ibrahim (Lihat al-Anbiyaa' ayat 69).
Lautan terbelah dua sehingga Musa dan Harun bersama Bani Israil dapat menyeberang setelah Allah memerintahkan Musa memukulkan tongkatnya ke laut. (Lihat asy-Syu'araa' ayat 63)
Nabi Isa dapat menyembuhkan orang sakit kusta dan menghidupkan orang mati dengan izin Allah! Bukan karena kepandaiannya sendiri. (Lihat al-Maa'idah ayat 110).
Nabi Yunus tidak sampai ditelan ikan dan dapat hidup dalam perut ikan beberapa hari karena Allah hanya menyuruh ikan itu menelan, jangan mengunyah. (Lihat ash-Shaaffaat ayat 142).
Demikian juga yang lain, semua kehendak Allah dan semua nabi adalah hamba Allah belaka (‘ihadullah), bukan tuhan-tuhan kecil!