Ayat
Terjemahan Per Kata
ٱلَّذِي
yang
جَعَلَ
menjadikan
لَكُمُ
bagi kalian
ٱلۡأَرۡضَ
bumi
فِرَٰشٗا
hamparan
وَٱلسَّمَآءَ
dan langit
بِنَآءٗ
bangunan
وَأَنزَلَ
dan menurunkan
مِنَ
dari
ٱلسَّمَآءِ
langit
مَآءٗ
air
فَأَخۡرَجَ
maka (Dia) mengeluarkan
بِهِۦ
dengan itu
مِنَ
dari
ٱلثَّمَرَٰتِ
buah-buahan
رِزۡقٗا
rezki
لَّكُمۡۖ
bagi kalian
فَلَا
maka jangan
تَجۡعَلُواْ
kalian jadikan
لِلَّهِ
bagi Allah
أَندَادٗا
sekutu-sekutu
وَأَنتُمۡ
dan kalian
تَعۡلَمُونَ
(kalian) mengetahui
ٱلَّذِي
yang
جَعَلَ
menjadikan
لَكُمُ
bagi kalian
ٱلۡأَرۡضَ
bumi
فِرَٰشٗا
hamparan
وَٱلسَّمَآءَ
dan langit
بِنَآءٗ
bangunan
وَأَنزَلَ
dan menurunkan
مِنَ
dari
ٱلسَّمَآءِ
langit
مَآءٗ
air
فَأَخۡرَجَ
maka (Dia) mengeluarkan
بِهِۦ
dengan itu
مِنَ
dari
ٱلثَّمَرَٰتِ
buah-buahan
رِزۡقٗا
rezki
لَّكُمۡۖ
bagi kalian
فَلَا
maka jangan
تَجۡعَلُواْ
kalian jadikan
لِلَّهِ
bagi Allah
أَندَادٗا
sekutu-sekutu
وَأَنتُمۡ
dan kalian
تَعۡلَمُونَ
(kalian) mengetahui
Terjemahan
(Dialah) yang menjadikan bagimu bumi (sebagai) hamparan dan langit sebagai atap, dan Dialah yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan (hujan) itu buah-buahan sebagai rezeki untuk kamu. Oleh karena itu, janganlah kamu mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah, padahal kamu mengetahui.
Tafsir
(Dialah yang telah menjadikan) menciptakan (bagimu bumi sebagai hamparan), yakni hamparan yang tidak begitu keras dan tidak pula begitu lunak sehingga tidak mungkin didiami secara tetap (dan langit sebagai naungan) sebagai atap (dan diturunkan-Nya dari langit air hujan lalu dikeluarkan-Nya daripadanya) maksudnya bermacam (buah-buahan sebagai rezeki bagi kamu) buat kamu makan dan kamu berikan rumputnya pada binatang ternakmu (maka janganlah kamu adakan sekutu-sekutu bagi Allah), artinya serikat-serikat-Nya dalam pengabdian (padahal kamu mengetahui) bahwa Dia adalah pencipta, sedangkan mereka itu tidak dapat menciptakan apa-apa, maka tidaklah layak disebut dan dikatakan tuhan.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 21-22
Wahai manusia, sembahlah Tuhan kalian Yang telah menciptakan kalian dan orang-orang yang sebelum kalian, agar kalian bertakwa. Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagi kalian dan langit sebagai atap dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untuk kalian. Karena itu, janganlah kalian mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kalian mengetahui.
Ayat 21
Allah ﷻ menjelaskan tentang sifat uluhiyyah-Nya Yang Maha Esa, bahwa Dialah yang memberi nikmat kepada hamba-hamba-Nya dengan menciptakan mereka dari tiada ke alam wujud, lalu melimpahkan kepada mereka segala macam nikmat lahir dan batin. Allah menjadikan bagi mereka bumi sebagai hamparan buat tempat mereka tinggal, diperkokoh kestabilannya dengan gunung-gunung yang tinggi lagi besar; dan Dia menjadikan langit sebagai atap, sebagaimana disebutkan di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya: “Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedangkan mereka berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang terdapat padanya” (Al-Anbiya: 32). Allah menurunkan air hujan dari langit bagi mereka. Yang dimaksud dengan lafal as-sama dalam ayat ini adalah awan yang datang pada waktunya di saat mereka memerlukannya.
Melalui hujan, Allah menumbuhkan buat mereka berbagai macam tumbuhan yang menghasilkan banyak jenis buah, sebagaimana yang telah disaksikan. Hal tersebut sebagai rezeki buat mereka, juga buat ternak mereka, sebagaimana ditegaskan dalam ayat lain. Di antara ayat-ayat tersebut yang paling dekat pengertiannya dengan maksud ini adalah firman-Nya: “Allah-lah yang menjadikan bumi bagi kalian untuk tempat menetap dan langit sebagai atap, dan membentuk kalian, lalu membaguskan rupa kalian serta memberi kalian rezeki dari yang baik-baik. Demikianlah Allah Tuhan kalian, Maha Agung Allah, Tuhan Semesta Alam” (Al-Mumin: 64).
Kesimpulan makna yang dikandung ayat ini adalah bahwa Allah adalah Yang menciptakan, Yang memberi rezeki, Yang memiliki rumah ini serta para penghuninya, dan Yang memberi mereka rezeki. Karena itu, Dia sematalah Yang harus disembah dan tidak boleh mempersekutukan-Nya dengan selain-Nya, sebagaimana dinyatakan di dalam ayat lain: “Karena itu, janganlah kalian mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kalian mengetahui” (Al-Baqarah: 22). Di dalam hadits Shahihain disebutkan dari Ibnu Mas'ud yang menceritakan: Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, dosa apakah yang paling besar di sisi Allah? Beliau menjawab, "Bila kamu mengadakan sekutu bagi Allah, padahal Dialah Yang menciptakanmu,'" hingga akhir hadits .
Demikian pula yang disebutkan di dalam hadits Mu'adz yang menyebutkan: "Tahukah kamu apa hak Allah yang dibebankan pada hamba-hamba-Nya?" lalu disebutkan, "Hendaklah mereka menyembah-Nya dan jangan mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun," hingga akhir hadits . Di dalam hadits lain disebutkan seperti berikut: Jangan sekali-kali seseorang di antara kalian mengatakan, "Ini adalah yang dikehendaki oleh Allah, dan yang dikehendaki oleh si Fulan," tetapi hendaklah ia mengatakan, "Ini yang dikehendaki oleh Allah" kemudian, "Ini yang dikehendaki oleh si Fulan.
Hammad ibnu Salimah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul Malik ibnu Umair, dari Rab'i ibnu Hirasy, dari Tufail ibnu Sakhbirah (saudara lelaki ibu Siti Aisyah ) yang menceritakan bahwa ia melihat dalam mimpinya seakan-akan berada di tengah-tengah orang-orang Yahudi, lalu dia bertanya (kepada mereka), "Siapakah kalian?" Mereka menjawab, "Kami adalah orang-orang Yahudi." Dia berkata, "Sesungguhnya kalian benar-benar merupakan suatu kaum jika kalian tidak mengatakan bahwa Uzair anak laki-laki Allah." Mereka mengatakan, "Sesungguhnya kalian pun merupakan suatu kaum jika kalian tidak mengatakan bahwa ini adalah apa yang dikehendaki oleh Allah dan yang dikehendaki oleh Muhammad." Kemudian Tufail bertemu dengan segolongan orang Nasrani, lalu ia bertanya, "Siapakah kalian?" Mereka menjawab, "Kami orang-orang Nasrani." Dia berkata, "Sesungguhnya kalian benar-benar merupakan suatu kaum jika kalian tidak mengatakan bahwa Al-Masih anak laki-laki Allah." Mereka berkata, "Dan sesungguhnya kamu pun benar-benar merupakan suatu kaum jika kamu tidak mengatakan bahwa ini adalah apa yang dikehendaki oleh Allah dan yang dikehendaki oleh Muhammad."
Pada pagi harinya Tufail menceritakan mimpi itu kepada sebagian orang yang biasa mengobrol dengannya, kemudian ia datang kepada Nabi ﷺ dan menceritakan hal itu kepadanya. Maka Nabi ﷺ bertanya, "Apakah engkau telah menceritakannya kepada seseorang?" Ia menjawab, "Ya." Maka Nabi ﷺ berdiri, lalu memuji kepada Allah dan menyanjung-Nya. Setelah itu beliau ﷺ bersabda: Amma ba'du, sesungguhnya Tufail telah melihat sesuatu dalam mimpinya yang telah dia ceritakan kepada sebagian orang di antara kalian yang menerima berita darinya. Sesungguhnya kalian telah mengatakan suatu kalimat yang pada mulanya aku terhalang oleh anu dan anu untuk melarang kalian mengatakannya. Maka sekarang janganlah kalian mengatakan, "Ini adalah apa yang dikehendaki oleh Allah dan yang dikehendaki oleh Muhammad" melainkan katakanlah, "Ini adalah yang dikehendaki oleh Allah semata." Demikian riwayat Ibnu Mardawaih di dalam kitab tafsirnya mengenai ayat ini melalui hadits Hammad ibnu Salimah dengan lafal yang sama.
Hadits ini diketengahkan pula oleh Ibnu Majah dari jalur lain melalui Abdul Malik ibnu Umair dengan lafal yang sama atau serupa. Sufyan ibnu Sa'id Ats-Tsauri mengatakan dari Al-Ajlah ibnu Abdullah Al-Kindi, dari Yazid ibnul Asam, dari Ibnu Abbas yang menceritakan: Seorang lelaki berkata kepada Nabi ﷺ, "Ini adalah yang dikehendaki oleh Allah dan olehmu." Maka Nabi ﷺ bersabda, "Apakah engkau menjadikan diriku sebagai tandingan Allah! Katakanlah, "'Inilah yang dikehendaki oleh Allah semata." Hadits ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Mardawaih.
Imam An-Nasai serta Imam Ibnu Majah telah mengetengahkannya dari hadits Isa ibnu Yunus, dari Al-Ajlah dengan lafal yang sama. Semua itu ditegaskan demi memelihara dan melindungi ketauhidan. Muhammad ibnu Ishak mengatakan, telah menceritakan kepadanya Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “Wahai manusia, sembahlah Tuhan kalian” (Al-Baqarah: 21). Ayat ini ditujukan kepada kedua golongan secara keseluruhan, yaitu orang-orang kafir dan orang-orang munafik. Dengan kata lain, esakanlah Tuhan kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian.
Ayat 22
Hal yang sama dikatakan pula dalam riwayat lain dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: “Karena itu, janganlah kalian mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kalian mengetahui” (Al-Baqarah: 22). Maksudnya, janganlah kalian mempersekutukan Allah dengan selain-Nya, yaitu dengan tandingan-tandingan yang tidak dapat menimpakan mudarat dan juga tidak dapat memberi manfaat, padahal kalian mengetahui bahwa tidak ada Tuhan yang memberi rezeki kepada kalian selain Allah. Kalian telah mengetahui apa yang diserukan oleh Muhammad kepada kalian yaitu ajaran tauhid adalah kebenaran yang tiada keraguan di dalamnya.
Demikian pula menurut Qatadah. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Amr ibnu Abu ‘Ashim, telah menceritakan kepada kami Amr, telah menceritakan kepada kami Abu Dahhak ibnu Mukhallad alias Abu ‘Ashim, telah menceritakan kepada kami Syabib ibnu Bisyr, telah menceritakan kepada kami Ikrimah, dari Ibnu Abbas, sehubungan dengan firman-Nya, "Fala taj'alu lillahi andadan." Istilah andad yaitu sama dengan mempersekutukan Allah, syirik itu lebih samar daripada merangkaknya semut di atas batu hitam yang licin di dalam kegelapan malam.
Contoh perbuatan syirik (atau mempersekutukan Allah) adalah ucapan seseorang, "Demi Allah dan demi hidupmu, wahai Fulan, dan demi hidupku." Juga ucapan, "Seandainya tidak ada anjing, niscaya maling akan datang ke rumah kami tadi malam," atau "Seandainya tidak ada angsa, niscaya maling memasuki rumah kami." Demikian pula ucapan seseorang kepada temannya, "Ini adalah yang dikehendaki oleh Allah dan yang dikehendaki olehmu." Juga ucapan, "Seandainya tidak ada Allah dan si Fulan," semuanya itu merupakan perkataan yang menyebabkan kemusyrikan.
Di dalam hadits disebutkan bahwa ada seorang lelaki berkata kepada Rasulullah ﷺ, "Ini adalah yang dikehendaki Allah dan yang dikehendaki olehmu." Maka beliau ﷺ bersabda: Apakah kamu menjadikan diriku sebagai tandingan Allah? Di dalam hadits lain disebutkan: Sebaik-baik kaum adalah kalian jika kalian tidak mengadakan tandingan terhadap Allah dengan mengatakan, "Ini adalah yang dikehendaki oleh Allah dan yang dikehendaki oleh si Fulan." Abul Aliyah mengatakan, makna andadan dalam firman-Nya, "Fala taj'alu lillahi andadan," ialah tandingan dan sekutu. Demikian dikatakan oleh Ar-Rabi' ibnu Anas, Qatadah, As-Suddi, Abu Malik, dan Ismail ibnu Abu Khalid.
Mujahid mengatakan bahwa makna firman-Nya, "Wa-antum ta'-lamuna," adalah sedangkan kalian mengetahui bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa di dalam kitab Taurat dan kitab Injil. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Abu Khalaf (yaitu Musa ibnu Khalaf, beliau termasuk wali abdal), telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abu Kasir, dari Zaid ibnu Salam, dari kakeknya (Mamtur), dari Al-Haris Al-Asy'ari, bahwa Nabi ﷺ bersabda, "Sesungguhnya Allah ﷻ memerintahkan kepada Yahya ibnu Zakaria A.S. untuk mengamalkan lima kalimat dan memerintahkan kepada Bani Israil untuk mengamalkannya. Akan tetapi, hampir saja Yahya A.S. terlambat mengamalkannya, lalu Isa A.S berkata kepadanya, 'Sesungguhnya kamu telah diperintahkan untuk mengamalkan lima kalimat. Kamu pun memerintahkan kepada Bani Israil agar mereka mengamalkannya. Apakah kamu yang menyampaikan, atau diriku yang menyampaikannya?' Yahya menjawab, 'Wahai Saudaraku, sesungguhnya aku merasa takut jika kamu yang menyampaikannya, nanti aku akan diazab atau dikutuk.' Kemudian Yahya ibnu Zakaria mengumpulkan kaum Bani Israil di Baitul Muqaddas hingga masjid menjadi penuh oleh mereka.
Yahya duduk di atas tempat yang tinggi, lalu memuji dan menyanjung Allah ﷻ. Kemudian ia mengatakan, 'Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepadaku untuk mengamalkan lima kalimat. Dia memerintahkan pula kepada kalian agar mengamalkannya. Pertama, hendaklah kalian menyembah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Karena sesungguhnya perumpamaan orang yang mempersekutukan Allah itu seperti keadaan seorang lelaki yang membeli seorang budak dengan uangnya sendiri secara murni, baik uang perak ataupun uang emas. Lalu si budak bekerja dan memberikan hasil penjualan jasanya itu kepada selain tuannya. Maka siapakah di antara kalian yang suka diperlakukan seperti demikian? Sesungguhnya Allah-lah yang menciptakan kalian dan yang memberi rezeki kalian. Maka sembahlah Dia oleh kalian dan jangan kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun.
Allah memerintahkan kalian untuk mengerjakan shalat, karena sesungguhnya Zat Allah berada di hadapan hamba-Nya selagi si hamba (yang sedang shalat itu) tidak menoleh (berpaling). Karena itu, apabila kalian sedang shalat , janganlah kalian menoleh. Allah telah memerintahkan kalian puasa, karena sesungguhnya perumpamaan puasa itu seperti keadaan seorang lelaki yang membawa sebotol minyak kesturi berada di tengah-tengah segolongan kaum, lalu mereka dapat mencium bau wangi minyak kesturinya. Sesungguhnya bau mulut orang yang sedang puasa lebih wangi di sisi Allah daripada minyak kesturi.
Allah memerintahkan kalian untuk bersedekah, karena sesungguhnya perumpamaan sedekah itu seperti seorang laki-laki yang ditawan musuh, dan mengikat kedua tangannya ke lehernya, lalu mengajukannya untuk menjalani hukuman pancung. Kemudian lelaki itu berkata, 'Bolehkah aku menebus diriku dari kalian?' Lalu lelaki itu menebus dirinya dengan semua miliknya, baik yang bernilai murah maupun yang bernilai mahal, hingga dirinya terbebas.
Allah memerintahkan kalian untuk berzikir dengan banyak mengingat Allah, karena sesungguhnya perumpamaan hal ini seperti keadaan seorang lelaki yang dikejar-kejar musuh yang memburunya dengan cepat dari belakang. Kemudian lelaki itu sampai ke suatu benteng, lalu ia berlindung di dalam benteng itu (dari kejaran musuhnya). Sesungguhnya tempat yang paling kuat bagi seorang hamba untuk melindungi dirinya dari setan ialah bila ia selalu dalam keadaan berzikir mengingat Allah'." Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: Dan aku perintahkan kalian untuk mengerjakan lima perkara yang telah diperintahkan oleh Allah kepadaku, yaitu (menetapi) jamaah (persatuan), tunduk dan taat (kepada ulil amri), dan hijrah serta jihad di jalan Allah. Karena sesungguhnya barang siapa yang keluar dari jamaah dalam jarak satu jengkal, berarti dia telah menanggalkan ikatan Islam dari lehernya, kecuali jika ia bertobat. Barang siapa yang memanggil dengan memakai seruan Jahiliyah., maka ia dimasukkan ke dalam neraka Jahannam dalam keadaan berlutut. Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, sekalipun dia puasa dan shalat?" Beliau ﷺ menjawab, "Sekalipun dia shalat dan puasa, serta mengaku dirinya muslim. Maka panggillah orang-orang muslim dengan nama-namanya sesuai dengan nama yang telah diberikan oleh Allah buat mereka; orang-orang muslim dan orang-orang mukmin adalah hamba-hamba Allah.
Hadits ini berpredikat hasan, sedangkan syahid (bukti) dari hadits ini yang berkaitan dengan makna ayat yang sedang kita bahas ini adalah kalimat yang mengatakan, "Dan sesungguhnya Allah telah menciptakan kalian dan memberi kalian rezeki. Maka sembahlah Dia oleh kalian, dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun." Ayat yang sedang kita bahas menunjukkan bahwa hanya Allah semata yang berhak disembah, tiada sekutu bagi-Nya.
Kebanyakan ulama tafsir seperti Ar-Razi dan lain-lain menyimpulkan dalil dari hadits ini adanya Tuhan Yang Maha Pencipta, sama halnya dengan ayat yang sedang kita bahas secara lebih prioritas. Karena sesungguhnya orang yang merenungkan semua keberadaan alam bagian bawah dan bagian atas berikut berbagai ragam bentuk, warna, watak, manfaat (kegunaan), dan peletakannya dalam posisi yang tepat, semua itu menunjukkan kekuasaan Penciptanya, kebijaksanaan-Nya, pengetahuan-Nya serta keahlian-Nya dan kebesaran kekuasaan-Nya.
Keadaannya sama dengan apa yang dikatakan oleh sebagian orang Arab ketika ditanya, "Manakah bukti yang menunjukkan adanya Tuhan Yang Maha Tinggi?" Maka dia menjawab, " سُبْحَانَ اللهِ (Mahasuci Allah), sesungguhnya kotoran unta menunjukkan adanya unta, jejak kaki menunjukkan adanya orang yang lewat. Langit yang memiliki bintang-bintang, bumi yang memiliki gunung-gunung serta lautan yang memiliki ombak-ombak, bukankah semua itu menunjukkan adanya Tuhan Yang Maha Lembut lagi Maha Mengetahui?" Ar-Razi meriwayatkan dari Imam Malik, bahwa Ar-Rasyid pernah bertanya kepadanya mengenai masalah ini, lalu Imam Malik membuktikan dengan adanya berbagai macam bahasa, suara, dan irama.
Disebutkan oleh Abu Hanifah bahwa ada sebagian orang Zindiq bertanya kepadanya tentang keberadaan Tuhan Yang Maha Pencipta. Maka Abu Hanifah berkata kepada mereka, "Biarkanlah aku berpikir sejenak untuk mengingat suatu hal yang pernah diceritakan kepadaku. Mereka menceritakan kepadaku bahwa ada sebuah perahu di tengah laut yang berombak besar, di dalamnya terdapat berbagai macam barang dagangan, sedangkan di dalam perahu itu tidak terdapat seorang pun yang menjaganya dan tiada seorang pun yang mengendalikannya. Tetapi sekalipun demikian perahu tersebut berangkat dan tiba berlayar dengan sendirinya, dapat membelah ombak yang besar hingga selamat dari bahaya. Perahu itu dapat berlayar dengan sendirinya tanpa ada seorang pun yang mengendalikannya." Mereka berkata, "Ini adalah suatu hal yang tidak akan dikatakan oleh orang yang berakal." Maka Abu Hanifah berkata, "Celakalah kamu, semua alam wujud berikut apa yang ada padanya mulai dari alam bagian bawah dan bagian atas, semua yang terkandung di dalamnya berupa berbagai macam benda yang teratur ini, apakah tidak ada penciptanya?" Akhirnya kaum Zindiq itu terdiam dan mereka sadar, lalu kembali kepada kebenaran dan semuanya masuk Islam di tengah Abu Hanifah.
Diriwayatkan dari Imam Asy-Syafi’i bahwa ia pernah ditanya mengenai keberadaan Tuhan Yang Maha Pencipta, maka ia menjawab bahwa ini adalah daun “tut” yang rasanya sama. Daun ini bila dimakan ulat sutera dapat menghasilkan benang sutera; bila dimakan lebah, keluar darinya madu; bila dimakan kambing dan sapi atau unta, menjadi kotoran yang tercampakkan (menjadi pupuk); dan bila dimakan oleh kijang, maka keluar dari tubuh kijang itu bibit minyak kesturi, padahal daunnya berasal dari satu jenis.
Diriwayatkan dari Imam Ahmad bahwa ia pernah ditanya mengenai masalah ini, ia menjawab bahwa ada sebuah benteng yang kuat lagi licin, tidak mempunyai pintu dan tidak mempunyai lubang. Bagian luarnya putih seperti perak, sedangkan bagian dalamnya kuning mirip emas. Ketika benteng tersebut dalam keadaan demikian, tiba-tiba temboknya terbelah dan keluarlah darinya seekor hewan yang dapat mendengar dan melihat, bentuk dan suaranya lucu. Dia bermaksud menggambarkan telur bila menetas.
Abu Nuwas pernah ditanya mengenai masalah ini. Ia berkata melalui syair-syairnya, yaitu: Renungkanlah kejadian tumbuh-tumbuhan di bumi ini dan perhatikanlah hasil-hasil yang telah dibuat oleh Tuhan Yang Mahakuasa. Air yang jernih bak perak memenuhi parit-parit yang bagaikan emas cetakan mengairi lahan-lahan yang indah bagaikan batu permata zabarjad, semuanya itu merupakan saksi yang membuktikan bahwa Allah tiada sekutu bagi-Nya.
Ibnul Mu'tazz mengatakan: Alangkah anehnya, bagaimanakah seseorang berbuat durhaka kepada Tuhan, dan bagaimanakah seseorang mengingkari-Nya, padahal segala sesuatu merupakan pertanda baginya yang menunjukkan bahwa Tuhan adalah Esa.
Ulama lain mengatakan, "Barang siapa yang merenungkan ketinggian langit ini, keluasannya, dan semua yang ada padanya berupa bintang yang bercahaya baik yang kecil maupun yang besar dan bintang-bintang yang beredar pada garis edarnya serta yang tetap, niscaya semua itu memberikan kesimpulan kepadanya akan adanya Tuhan Yang Maha Pencipta. Barang siapa yang menyaksikan bagaimana bintang-bintang tersebut berputar pada dirinya sendiri setiap sehari semalam sekali putaran dalam tata surya yang maha luas itu, sedangkan masing-masing mempunyai garis edarnya sendiri; dan barangsiapa yang memperhatikan lautan yang meliputi daratan dari berbagai arah, gunung-gunung yang dipancangkan di bumi agar stabil dan para penghuninya yang terdiri dari berbagai macam jenis dan bentuk serta warnanya, niscaya menyimpulkan adanya Tuhan Yang Maha Pencipta, sebagaimana dijelaskan di dalam firman-Nya:
“Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka ragam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat. Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama” (Fathir. 27-28).
Demikian pula sungai-sungai yang membelah dari suatu negeri ke negeri yang lain, membawa banyak manfaat. Semua yang diciptakan di muka bumi berupa bermacam-macam makhluk hidup, tumbuh-tumbuhan yang berbeda-beda rasanya, dan berbagai macam bunga yang beraneka ragam warnanya, padahal tanah dan airnya sama; semua itu menunjukkan adanya Tuhan Yang Maha Pencipta dan kekuasaan serta kebijaksanaan-Nya Yang Maha Besar. Juga menunjukkan rahmat-Nya kepada semua makhluk-Nya, lemah lembut, kebajikan dan kebaikan-Nya kepada mereka; tiada Tuhan selain Allah dan Tiada Rabb selain Dia, hanya kepada-Nyalah aku bertawakal dan kembali. Ayat-ayat Al-Qur'an yang menunjukkan pengertian ini sangat banyak.
Sesungguhnya Dialah yang dengan kekuasaan-Nya menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu sehingga layak dan nyaman untuk dihuni, dan menjadikan di atas kamu langit dan benda-benda yang ada padanya sebagai atap, atau sebagai bangunan yang cermat, indah, dan kukuh. Dan Dialah yang menurunkan sebagian dari air, yaitu air hujan, dari langit yang menjadi sumber kehidupan. Lalu Dia hasilkan dengan air itu sebagian dari buah-buahan sebagai rezeki untukmu. Karena itu janganlah kamu mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah yang telah menciptakan sedemikian rupa dan telah memberimu rezeki, padahal kamu dengan fitrah kesucian yang ada dalam diri mengetahui bahwa Allah tidak ada yang menyerupai-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan tidak ada yang memberi rezeki selain-Nya, maka janganlah kamu menyimpang dari fitrah itu.
Dan jika kamu tetap meragukan kebenaran Al-Qur'an yang telah Kami nyatakan tidak ada keraguan di dalamnya, yang Kami turunkan secara berangsur-angsur kepada hamba Kami Nabi Muhammad, maka sebenarnya ada bukti nyata di antara kamu yang dapat menjelaskan kebenarannya, yaitu: buatlah satu surah yang semisal dengannya, baik dari segi sastra, kandungan hukum, nilai-nilai moral, maupun petunjuk lainnya yang ada dalam Al-Qur'an; dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah untuk membantumu dalam menyusun yang serupa, kamu tidak akan mampu melakukan itu. Ini semua hendak-nya kamu lakukan jika kamu menganggap dirimu sebagai orang-orang yang benar pernyataannya bahwa Al-Qur'an hanyalah karya buatan Nabi Muhammad.
Allah ﷻ menerangkan bahwa Dia menciptakan bumi sebagai hamparan dan langit sebagai atap, menurunkan air hujan, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan menjadikan tumbuh-tumbuhan itu berbuah. Semuanya diciptakan Allah untuk manusia, agar manusia memperhatikan proses penciptaan itu, merenungkan, mempelajari dan mengolahnya sehingga bermanfaat bagi manusia dan kemanusiaan sesuai dengan yang telah diturunkan Allah. Dengan jelas Allah menerangkan dalam ayat ini terutama pada bagian yang mengungkapkan Dan Dialah yang menurunkan air (hujan) dari langit lalu Dia hasilkan dengan (hujan) itu buah-buahan.
Dengan terang Allah menyebutkan bumi, langit dan benda-benda langit, seperti matahari dan bintang-bintang adalah ciptaan Allah yang merupakan satu kesatuan dan semuanya diatur dengan satu kesatuan sitem yang dalam ilmu pengetahuan modern disebut ekosistem. Selama belum dirusak oleh tangan-tangan manusia yang memperturutkan hawa nafsunya, semua berjalan dengan tertib dan teratur.
Laut yang luas yang disinari panas matahari kemudian menyebabkan uap air yang banyak. Uap air ini naik ke atas menjadi awan dan mendung, kemudian disebarkan oleh angin ke seluruh permukaan bumi, sehingga uap air yang banyak sekali ini di atas gunung-gunung menjadi dingin dan kemudian menjadi titik-titik dan menjadi hujan dapat mengairi permukaan bumi yang luas, bukan hanya timbul hujan di atas laut, tetapi juga di darat, karena bantuan angin yang menyebarkannya.
Disebabkan hujan yang turun dari langit itu kemudian bumi menjadi subur, berbagai tanaman buah, sayur, biji-bijian serta ubi dan sebagainya tumbuh dan memberikan banyak manfaat bagi manusia dan semua makhluk di bumi. Di samping itu, turunnya hujan juga menimbulkan sungai, danau dan sumur terisi air serta memperluas kesuburan bumi. Hutan yang lebat juga membantu menyalurkan air dalam bumi, membantu menyalurkan udara segar, menyejukkan udara yang panas dan memelihara kesuburan bumi.
Manusia dengan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat mengetahui kapan banyak turun hujan dan kapan jarang hujan atau bahkan sama sekali tidak ada hujan, berdasarkan letak bintang di langit maupun peredaran angin. Juga dapat diketahui di mana berkumpulnya ikan-ikan di laut yang banyak sekali jenis dan ragamnya, bahkan ke mana burung-burung pergi pada musim-musim tertentu dapat diketahuinya.
Berikut penjelasan saintis/ilmuan tentang langit sebagai atap: Atap untuk sebuah bangunan terutama diperlukan agar penghuni yang tinggal di dalamnya terhindar dari hujan dan panas matahari. Dalam konteks ayat di atas langit sebagai atap adalah perumpamaan yang ditujukan untuk bumi tempat kita hidup.
Setiap saat, bumi dihujani benda angkasa yang antara lain adalah meteorit. Akan tetapi, sampai saat ini bumi tidak porak poranda. Hal ini disebabkan bumi diselimuti oleh gas atau udara yang bernama atmosfer. Sebelum sampai ke bumi, meteorid akan terpecah belah dan hancur saat memasuki atmosfer. Sebelum sampai ke atmosfer sinar yang dipancarkan matahari pun memecahkan meteorid yang ada. Radiasi sinar matahari inilah yang dapat meledakkan meteorid dalam perjalanannya ke bumi dan kemudian diserap oleh lapisan ozon. Dengan demikian atmosfer dan lapisan ozon merupakan selubung pengaman atau dengan kata lain boleh disebut sebagai atap bagi bumi. Bumi tidak mungkin dihuni oleh makhluk hidup tanpa adanya atap tersebut. Ayat lain yang menyatakan hal yang sama adalah al-Anbiya'/21: 32 yang artinya:
Dan Kami menjadikan langit sebagai atap yang terpelihara, namun mereka tetap berpaling dari tanda-tanda (kebesaran Allah) itu (matahari, bulan, angin, awan dan lain-lainnya). (al-Anbiya'/21: 32)
Tebal atmosfer mencapai 560 kilometer, diukur dari permukaan bumi. Penelitian mengenai atmosfer dimulai dengan menggunakan fenomena alam yang dapat dilihat dari bumi, seperti warna-warna indah saat matahari terbit dan terbenam, dan kilapan cahaya bintang. Dalam tahun-tahun belakangan ini, dengan menggunakan peralatan canggih yang ditaruh dalam satelit di luar angkasa, kita dapat mengerti lebih baik mengenai atmosfer dan fungsinya untuk bumi.
Secara keseluruhan, dapat dikatakan bahwa kehidupan di bumi didukung oleh tiga hal, yaitu adanya atmosfer, adanya energi yang datang dari sinar matahari, dan hadirnya medan magnet bumi.
Atmosfer diketahui menyerap sebagian besar energi sinar matahari, mendaur ulang air dan beberapa komponen kimia lainnya, dan bekerjasama dengan muatan listrik dan magnet yang ada untuk menghasilkan cuaca yang nyaman. Atmosfer juga melindungi kehidupan bumi dari ruang angkasa yang hampa udara dan bersuhu rendah.
Atmosfer terdiri atas lapisan-lapisan gas yang berbeda-beda. Empat lapisan dapat dibedakan berdasarkan perbedaan suhu, perbedaan komposisi bahan kimia, pergerakan-pergerakan bahan kimia di dalamnya, dan perbedaan kepadatan udara. Keempat lapisan tersebut adalah Troposfer, Stratosfer, Mesosfer, dan Thermosfer, atau dapat pula dibagi menjadi tujuh seperti yang dijelaskan pada al-Baqarah/2: 29.
Komposisi gas di atmosfer terutama terdiri atas nitrogen (78%), oksigen (21%) dan argon (1%). Beberapa komponen yang sangat berpengaruh pada iklim dan cuaca juga hadir, meski dalam jumlah yang sangat kecil seperti uap air (0,25%), karbondioksida (0,036%) dan ozone (0,015%)
Perihal angin, awan dan air hujan
Hubungan angin dan awan yang kemudian menghasilkan hujan dapat dijelaskan dengan melihat pada siklus air. Siklus air berlangsung mulai penguapan air laut yang membubung ke atas menjadi awan lalu turun ke bumi dalam bentuk tetes air hujan, kemudian air yang turun dalam bentuk hujan itu kembali lagi ke laut melalui sungai dan air bawah tanah. Al-Qur'an tidak menyebut secara rinci siklus air seperti itu, akan tetapi, banyak ayat yang menjelaskan beberapa bagian dari proses keseluruhannya secara sangat akurat. Antara lain dua ayat di bawah ini.
Allah-lah yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang Dia kehendaki, dan menjadikannya bergumpal-gumpal, lalu engkau lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila Dia menurunkannya kepada kepada hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki tiba-tiba mereka gembira. (ar-Rum/30: 48)
Tidakkah engkau melihat bahwa Allah menjadikan awan bergerak perlahan, kemudian mengumpulkannya, lalu Dia menjadikannya bertumpuk-tumpuk, lalu engkau melihat hujan keluar dari celah-celahnya, dan Dia (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki dan dihindarkan-Nya dari siapa yang Dia kehendaki. Kilauan kilatnya hampir-hampir menghilangkan penglihatan. (an-Nur/24: 43)
Kedua ayat di atas menggambarkan tahapan-tahapan pembentukan awan yang menghasilkan hujan, yang dalam gilirannya, merupakan salah satu tahap dalam siklus air. Dengan melihat lebih cermat kedua ayat di atas maka tampak nyata adanya dua fenomena. Pertama adalah penyebaran awan dan lainnya adalah penyatuan awan. Dua proses yang berlawanan terjadi sehingga awan hujan dapat dibentuk. Dua proses yang disebutkan dalam Al-Qur'an ini baru ditemukan oleh ilmu meteorologi modern sekitar 200 tahun yang lalu.
Ada dua tipe awan yang dapat menghasilkan hujan. Keduanya dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuknya, yaitu stratus (tipe berlapis) dan cumulus (tipe menumpuk).
Pada tipe awan yang berlapis, dua tahapan penting yang terjadi adalah tahap awan tipe stratus dan nimbostratus (nimbo artinya hujan). Ayat pertama di atas (ar-Rum/30: 48), secara sangat jelas memberikan informasi mengenai formasi awan yang berlapis. Tipe awan semacam itu hanya akan terbentuk dalam kondisi angin yang bertiup secara bertahap dan secara perlahan menaikan awan ke atas. Selanjutnya, awan tersebut akan berbentuk seperti lapisan-lapisan yang melebar ("Allah-lah yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit.....").
Apabila kondisinya cocok, (antara lain jika suhu cukup rendah dan kadar air cukup tinggi) maka butir-butir air akan menyatu dan menjadi butiran-butiran air yang lebih besar. Kita dapat melihat proses tersebut sebagai menghitamnya awan. Dalam terjemahan Quraish Shihab, bagian ini disebutkan sebagai: "......dan menjadikannya bergumpal-gumpal....". Namun dalam terjemahan Al-Qur'an dalam bahasa Inggris, bagian ini diterjemahkan sebagai: ".... and makes them dark...". Akhirnya, butiran air hujan akan jatuh dari awan: ".....lalu engkau lihat hujan keluar dari celah-celahnya....".
Tipe awan yang kedua yang dapat menghasilkan hujan adalah tipe awan yang bertumpuk-tumpuk. Awan ini terbagi berdasarkan bentuknya dalam beberapa nama, yaitu cumulus, cumulonimbus dan stratocumulus. Awan ini ditandai oleh bentuknya yang bergumpal-gumpal dan saling bertumpuk. Cumulus dan cumulonimbus adalah tipe awan yang bergumpal-gumpal, sedangkan stratocumulus tidak bergumpal, sedikit menipis dan melebar. Ayat kedua (an-Nur/24: 43) menjelaskan pembentukan tipe awan ini.
Awan tipe ini dibentuk oleh angin keras yang mengarah ke atas dan ke bawah ("....bahwa Allah menggerakkan awan..."). Dalam terjemahan Al-Qur'an bahasa Inggris, bagian ayat ini diterjemahkan sebagai: "...drives clouds with force...". Mendorong awan dengan kuat. Ketika gumpalan awan terjadi, mereka menyatu menjadi gumpalan awan raksasa, bertumpuk-tumpuk satu sama lain. Pada titik ini, awan cumulus atau cumulonimbus sudah dapat menghasilkan air hujan.
Kalimat selanjutnya dari ayat ini, nampaknya menggambarkan secara khusus terjadinya cumulonimbus, suatu keadaan awan yang dikenal dengan nama awan badai. Tumpukan gumpalan awan yang menjulang ke atas ini apabila di lihat dari bawah mirip dengan bentuk gunung. Dengan menjulang tinggi ke angkasa maka butir air yang sudah terbentuk akan membeku menjadi butiran es (".....lalu Dia menjadikannya bertumpuk-tumpuk, lalu engkau melihat hujan keluar dari celah-celahnya, dan Dia (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung...."), Awan cumulonimbus juga menghasilkan ciptaan Tuhan yang sangat berharga, yaitu halilintar ("...kilauan kilatnya hampir-hampir menghilangkan penglihatan.")
Ayat lain yang terkait dengan siklus air yang bertalian dengan tahap lain di luar hujan adalah Surah Gafir/23: 18 yang artinya sebagai berikut:
Dan Kami turunkan air dari langit dengan suatu ukuran; lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi, dan pasti Kami berkuasa melenyapkannya. (Gafir /23: 18)
Ayat ini menyatakan dengan jelas bahwa air hujan diserap oleh tanah tapi tidak hilang. Artinya air tanah masih dapat dialirkan. Dua ayat di bawah ini juga menggambarkan cara aliran air, yaitu aliran permukaan (ar-Ra'd/13: 17) dan aliran air tanah (az-Zumar/39: 21) yang artinya demikian:
Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah ia (air) di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengambang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti (buih arus) itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan tentang yang benar dan yang batil. Adapun buih, akan hilang sebagai sesuatu yang tidak ada gunanya; tetapi yang bermanfaat bagi manusia, akan tetap ada di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan. (ar-Ra'd/13 : 17)
Apakah engkau tidak memperhatikan, bahwa Allah menurunkan air dari langit, lalu diatur-Nya menjadi sumber-sumber air di bumi, kemudian dengan air itu ditumbuhkannya ?tanaman tanaman yang bermacam-macam warnanya, kemudian dijadikan-Nya hancur, berderai-derai. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi yang mempunyai akal sehat. (az-Zumar/39: 21)
Banyak ayat lainnya dalam Al-Qur'an yang membicarakan mengenai siklus air, seperti Gafir /40:13; al-Mu'min?n /23: 18; al-Furqan/25: 48; al-'Ankabut/29: 63, dan lainnya. Semua ayat-ayat tersebut menyatakan hal yang bersinggungan dengan berbagai ayat yang diacu di muka. Beberapa ayat lainnya juga berbicara mengenai air, namun dengan konteks yang berbeda, seperti yang dapat dilihat dalam surah al-Waqi'ah/56: 68-70 yang artinya:
Pernahkah kamu memperhatikan air yang kamu minum? Kamukah yang menurunkannya dari awan ataukah Kami yang menurunkan? Sekiranya Kami menghendaki, niscaya Kami menjadikannya asin. Mengapa kamu tidak bersyukur? (al-Waqi'ah/56: 68-70)
Ayat yang berupa kalimat pertanyaan ini menekankan akan ketidak berdayaan manusia dalam mimpi yang paling tua yaitu mengontrol hujan. Fakta memperlihatkan bahwa hujan buatan tidak akan dapat diadakan apabila awan dengan kondisi tertentu tidak tersedia. Awan tersebut harus memiliki berbagai partikel dalam kadar tertentu, kadar air yang tinggi yang dibawa angin yang naik ke atas, dan terdapat perkembangan tumpukan awan yang mengarah ke atas. Apabila semua karakter ini terdapat pada awan tersebut, barulah hujan buatan dapat dilaksanakan. Akan tetapi, para ahli meteorologi masih mempertanyakan efektivitas cara ini.
Ayat yang berkenaan dengan siklus air selanjutnya adalah ayat yang menjelaskan mengenai sungai-sungai besar dan lautan.
Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan); yang ini tawar dan segar dan yang lain asin lagi pahit, dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang tidak tertembus. (al-Furqan/25: 53)
Deskripsi sungai besar, muara sungai besar dan laut diwartakan dalam bentuk rasa airnya oleh ayat di atas. Di muara sungai atau estuari, terjadi penggabungan air tawar dan air asin. Namun cara bercampurnya sangat unik. Air tawar yang ditumpahkan ke laut akan tetap tawar sampai jauh ke tengah laut, sebelum benar-benar bercampur dengan air asin. Percampuran terjadi jauh dari mulut sungai di tengah laut.
Satu ayat lagi terkait (tidak langsung) dengan turunnya hujan adalah at-tur/52: 44 yang artinya:
Dan jika mereka melihat gumpalan-gumpalan awan berjatuhan dari langit, mereka berkata: Itu adalah awan yang bergumpal-gumpal. (at-tur /52: 44)
Ayat ini turun untuk menjawab tantangan dari beberapa orang kafir agar Nabi Muhammad menjatuhkan langit di kepala mereka. Mereka menduga bahwa langit adalah lempengan atau kepingan yang menjadi atap dunia. Allah tidak menjawab tantangan mereka di sini dan menjelaskan bahwa mereka hanya akan menemukan awan. Sesuatu yang tidak akan dapat dimengerti oleh mereka pada saat itu.
Orang-orang beriman hanya diperintahkan Allah untuk menjaga konservasi alam ini, karena banyak orang-orang kafir dan durhaka yang menyalahgunakan ilmu pengetahuan untuk merusak alam. Orang beriman sebagai khalifatullah fil ardh bertugas memelihara lingkungan hidup dan memanfaatkannya untuk mencapai kemanfaatan hidup sehingga kesejahteraan dan kebahagiaan dapat dinikmati dan disyukuri oleh setiap manusia. Karena Allah yang memberikan nikmat-nikmat itu, maka manusia wajib menyembah Allah saja.
Allah memberikan semua nikmat itu agar manusia bertakwa dan melaksanakan tugas-tugasnya sebagai seorang hamba Allah.
Tugas-tugas itu dapat dipahami dari firman Allah:
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku. (adz-dzariyat/51: 56)
Allah ﷻ menguji manusia dalam melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya, dengan firman-Nya:
Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. ?( al-Mulk/67: 2)
Karena manusia telah mengetahui perintah-perintah itu dan mengetahui tentang keesaan dan kekuasaan Allah, maka Allah memberi peringatan, "Janganlah manusia menjadikan tuhan-tuhan yang lain di samping Allah dan jangan mengatakan bahwa Allah berbilang.".
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 21-25
Ayat 21
“Wahai, manusia!"
Rata seruan kepada seluruh manusia yang telah dapat berpikir—"Sembahlah olehmu akan Tuhanmu yang telah menciptakan kamu."— Dari tidak ada, kamu telah diadakan dan hidup di atas bumi.—"Dan orang-orang yang sebelum kamu" Artinya, datang ke dunia mendapat sawah dan ladang, rumah tangga, dan pusaka yang lain dari nenek moyang sehingga yang datang kemudian hanya melanjutkan apa yang dicencang dan dilatih oleh orang tua-tua. Maka, orang tua-tua yang telah meninggalkan pusaka itu pun Allah jualah yang menciptakan mereka. Disuruh mengingat itu
“Supaya kamu terpelihara."
Pikirkanlah olehmu, hai manusia, akan Allah itu,
Ayat 22
“Yang telah menjadikan untuk kamu akan bumi, jadi hamparan,"
Terbentang luas sehingga kamu bisa hidup makmur di atas hamparannya itu."Dan langit sebagai bangunan" yang dapat dirasakan melihat awannya yang berarak di waktu siang dan bintangnya yang gemerlap di waktu malam, dan mataharinya yang memberikan sinar dan bulannya yang gemilang cahaya."Dan diturunkan-Nya air dari langit'—dari atas—"Maka, keluarlah dengan sebabnya buah-buahan, rezeki bagi kamu." Maka, pandang dan renungkanlah itu semuanya, sejak dari buminya sampai langitnya, sampai pada turunnya air hujan yang menyuburkan bumi itu. Teratur turunnya hujan menyebabkan suburnya apa pun yang ditanam. Kebun subur, sawah subur, dan hasil tanaman setiap tahun dapAllah diambil buat dimakan.
“Maka, janganlah kamu adakan bagi Allah sekutu-sekutu, padahal kamu mengetahui."
Tentu kalau telah kamu pakai pikiranmu itu, ketahuilah olehmu bahwa Yang Mahakuasa hanyalah Dia sendiri-Nya. Yang menyediakan bumi untuk kamu hanya Dia sendiri, yang menurunkan hujan, menumbuhkan dan menghasilkan buah-buahan untuk makananmu hanya Dia sendiri. Sebab itu, tidaklah pantas kamu menyekutukan Dia dengan yang lain. Padahal kamu sendiri merasa bahwa tidak ada yang lain yang berkuasa. Yang lain itu hanyalah bikin-bikin kamu saja.
Ayat ini menyuruh kita berpikir dan merenungkan, diikuti dengan merasakan. Bukankah kemakmuran hidup kita sangat bergantung pada pertalian langit dengan bumi lantaran hujan? Adanya gunung-gunung dan kayu-kayuan, menghambat air hujan itu jangan tumpah percuma saja ke laut, tetapi ter-tahan-tahan dan menimbulkan sungai-sungai. Setengahnya terpendam ke bawah bumi menjadi persediaan air. Pertalian langit dengan bumi, dengan adanya air hujan itu teratur dengan sangat rapinya sehingga kehidupan kita di atas bumi menjadi terjamin. Ayat ini menyuruh renungkan kepada kita bahwasanya semuanya itu pasti ada yang mencipta-kan; itulah Allah. Tak mungkin ada kekuasaan lain yang dapat membuat aturan setertib dan seteratur itu. Sebab itu, datanglah ujung ayat mengatakan tidaklah patut kita menyembah kepada Tuhan yang lain selain Allah.
“Maka, janganlah kamu adakan bagi Allah sekutu-sekutu, padahal kamu mengetahui."
Kamu sudah tahu bahwa yang menghamparkan bumi dan membangun langit lalu menurunkan hujan itu, tidak dicampuri oleh kekuasaan yang lain.
Di sini, kita bertemu lagi dengan apa yang telah kita tafsirkan di dalam surah al-Faatihah. Di ayat 21, kita disuruh menyembah Allah, itulah Tauhid Uluhiyah; penyatuan tempat menyembah. Sebab, Dia yang telah menjadikan kita dan nenek moyang kita; tidak bersekutu dengan yang lain. Itulah Tauhid Rububiyah.
Di ayat 22, ditegaskan sekali lagi Tauhid Rububiyah, yaitu Dia yang menjadikan bumi sebagai hamparan, menjadikan langit sebagai bangunan dan Dia yang menurunkan hujan, sehingga tumbuhlah tanam-tanaman untuk rezeki bagi kamu. Ini adalah Tauhid Rububiyah. Oleh sebab itu, janganlah disekutukan Allah dengan yang lain; itulah Tauhid Ulubiyah.
Maka, pelajaran tauhid didapat langsung dari melihat alam.
Ayat 23
“Dan, jika kamu dalam kegaguan dari hal apa yang telah Kami turunkan kepada hamba Kami."
Hamba Kami yang Allah maksudkan ialah Nabi kita Muhammad ﷺ, satu ucapan kehormatan tertinggi dan pembelaan atas diri beliau. Dan yang telah Kami turunkan itu adalah Al-Qur'an. Di ayat kedua permulaan sekali, Allah telah menyatakan bahwa Al-Kitab itu tidak ada lagi keraguan padanya, petunjuk bagi orang yang bertakwa. Akan tetapi, sudah terbayang selanjutnya bahwa masih ada manusia yang ragu-ragu, yang menyebabkan mereka menjadi munafik. Sehingga, ada yang mulanya menyatakan percaya, tetapi hatinya tetap ragu.
Ditantangiah keraguan mereka itu dengan ayat ini, “Maka, datangkanlah sebuah surah yang sebanding dengan ia." Allah berfirman begini karena masih ada di antara yang ragu itu menyatakan bahwa Al-Qur'an itu hanyalah karangan Muhammad saja, sedangkan hamba Kami Muhammad ﷺ itu adalah manusia seperti kamu juga. Selama ini, tidaklah dia terkenal sebagai seorang yang sanggup menyusun kata begitu tinggi mutunya atas kehendaknya sendiri, dan bukan pula terkenal dia sebagai seorang kahin (tukang tenung) yang sanggup menyusun kata sastra. Maka, kalau kamu ragu bahwa sabda yang disampaikannya itu benar-benar dari Allah, kamu cobalah mengarang dan mengemukakan satu surah yang sebanding dengan yang dibawakan Muhammad itu!
Cobalah. Apa salahnya! Dan, kalau kamu tidak sanggup maka,
“Dan, panggillah saksi-saksi kamu selain Allah, jika adalah kamu orang-orang yang benar."
Panggillah ahli-ahli untuk membuktikan kebenaranmu. Kalau kamu tidak bisa, mungkin ahli-ahli itu bisa. Boleh kamu coba-coba.
Ayat yang begini dalam bahasa Arab namanya tahaddi yaitu tantangan.
Di zaman Mekah ataupun di zaman Madinah, bukan sedikit ahli-ahli syair dan ada pula kahin atau tukang mantra yang dapat mengeluarkan kata tersusun. Namun, tidak ada satu pun yang dapat menandingi Al-Qur'an. Bahkan sampai pada zaman kita ini pun bangsa Arab tetap mempunyai pujangga-pujangga besar. Mereka pun tidak sanggup membanding dan mengadakan tandingan dari Al-Qur'an. Sehingga dipindahkan ke dalam kata lain, meskipun dalam bahasa Arab sendiri untuk menyamai pengaruh ungkapan-ungkapan wahyu, tidaklah bisa, apalagi akan mengatasi.
Dr. Thaha Husain, pujangga Arab yang terkenal dan diakui kesarjanaannya dan diberi gelar Doctor Honoris Causa oleh beberapa universitas Eropa, sebagaimana universitas di Spanyol, Italia, Yunani, yaitu sesudah dicapai-nya Ph.D. di Sorbonne, mengatakan bahwa bahasa Arab itu mempunyai dua macam sastra, yaitu prosa (manzhum) dan puisi (montsur), yang ketiga ialah Al-Qur'an. Beliau tegaskan bahwa Al-Qur'an bukan prosa, bukan puisi: Al-Qur'an ialah Al-Qur'an.
Tahaddi atau tantangan itu akan berlaku terus sampai akhir zaman. Dan, untuk merasakan betapa hebatnya tantangan itu dan betapa pula bungkamnya jawaban atas tantangan, seyogianyalah kita mengerti bahasa Arab dan dapat membaca Al-Qur'an itu. Dengan demikian, kita akan mencapai ainalyakin dari tantangan ini. Bertambah kita mendalaminya, mempelajari sastra-sastranya dan tingkat-tingkat kemajuannya, bahkan bertambah kita dapat menguasai istimewa itu, bertambah yakinlah kita bahwa tidak dapat dikemuka-kan satu surah pun untuk menandingi Al-Qur'an.
Ayat 24
“Maka, jika kamu tidak dapat membuat, dan sekali-kali kamu tidak akan dapat membuat, takutlah kamu pada neraka yang menyalakannya ialah manusia dan batu, yang disediakan untuk orang-orang yang lain."
Kalau kamu sudah nyata tidak sanggup menandingi Al-Qur'an, dan memang selamanya kamu tidak akan sanggup, baik susun kata maupun makna yang terkandung di dalamnya maka janganlah diteruskan lagi penan-tangan itu, lebih baik tunduk dan patuhlah, serta terimalah dengan tulus ikhlas, jangan dilanjutkan lagi sikap yang ragu-ragu itu. Karena, meneruskan keraguan terhadap perkara yang sudah nyata, akibatnya hanyalah kecelakaan bagi diri sendiri. Jika kebenaran yang telah diakui oleh hati masih juga ditolak, berarti memilih jalan yang lain yang membawa kesesatan. Kalau dipilih jalan sesat, tentu nerakalah ujungnya yang terakhir. Neraka yang apinya dinyalakan dengan manusia yang dihukum yang dimasukkan ke dalamnya bercampur dengan batu-batu.
Ayat 25
“Dan gembirakanlah orang-orang yang beriman dan beramal saleh bahwa untuk Mereka adalah surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai."
Keras kepala nerakalah ancamannya, sedangkan kepatuhan dijanjikan masuk surga. Adapun yang diajak buat kepatuhan itu ialah hal yang masuk di akal dan hal untuk keselamatan hidup sendiri di dunia ini, bukan memaksa yang tidak dapat dikerjakan.
“Tiap-tiap kali diberikan kepada mereka ‘suatu pemberian dari semacam buah-buahan, mereka berkata, ‘Inilah yang telah dijanjikan kepada kita dari dahulu.' Dan diberikan kepada mereka akan dia serupa."
Baik juga kita ketahui pendapat lain di antara ahli-ahli tafsir tentang mafhum ayat ini. Penafsiran Jalaluddin as-Sayuthi membawakan arti demikian, “Inilah yang telah dikaruniakan kepada kita di waktu dahulu. Dan, diberikan kepada mereka serupa-serupa." Beliau, al-Jalal, memahami bahwa buah-buahan yang dihidangkan di surga itu serupa dengan buah-buahan yang telah pernah mereka diberi rezeki di dunia dahulu. Padahal, hanya rupa yang sama, tetapi rasa dan kelezatannya niscaya berlainan. Adakah sama rasa buah-buahan surga dengan buah-buahan dunia? Adapun penafsir-penafsir yang lain memaknakan ayat itu, “Inilah yang telah dijanjikan kepada kita di waktu dahulu." Artinya, setelah mereka menerima buah-buahan itu terkenanglah mereka kembali, memang benarlah dahulu waktu di dunia Allah telah menjanjikan itu buat mereka."Dan, diberikan kepada mereka berbagai ragam. Dan untuk mereka di dalamnya ada istri-istri yang suci" Setengah ahli tafsir menafsirkan pengertian suci bersih di sini ialah istri di surga tidak pernah berhaid lagi sebab haid itu kotor, tetapi sebaiknya kita memahamkan lebih tinggi lagi dari itu.
“Dan, Mereka akan kekal didalamnya."
(ujung ayat 25)