Ayat
Terjemahan Per Kata
سَنُلۡقِي
Kami akan memasukkan
فِي
di dalam
قُلُوبِ
hati
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
كَفَرُواْ
kafir/ingkar
ٱلرُّعۡبَ
rasa takut
بِمَآ
dengan sebab
أَشۡرَكُواْ
mereka mempersekutukan
بِٱللَّهِ
kepada Allah
مَا
apa
لَمۡ
tidak
يُنَزِّلۡ
Dia menurunkan
بِهِۦ
dengannya (tentang itu)
سُلۡطَٰنٗاۖ
kekuasaan/keterangan
وَمَأۡوَىٰهُمُ
dan tempat kembali mereka
ٱلنَّارُۖ
neraka
وَبِئۡسَ
dan seburuk-buruk
مَثۡوَى
tempat tinggal
ٱلظَّـٰلِمِينَ
orang-orang yang dzalim
سَنُلۡقِي
Kami akan memasukkan
فِي
di dalam
قُلُوبِ
hati
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
كَفَرُواْ
kafir/ingkar
ٱلرُّعۡبَ
rasa takut
بِمَآ
dengan sebab
أَشۡرَكُواْ
mereka mempersekutukan
بِٱللَّهِ
kepada Allah
مَا
apa
لَمۡ
tidak
يُنَزِّلۡ
Dia menurunkan
بِهِۦ
dengannya (tentang itu)
سُلۡطَٰنٗاۖ
kekuasaan/keterangan
وَمَأۡوَىٰهُمُ
dan tempat kembali mereka
ٱلنَّارُۖ
neraka
وَبِئۡسَ
dan seburuk-buruk
مَثۡوَى
tempat tinggal
ٱلظَّـٰلِمِينَ
orang-orang yang dzalim
Terjemahan
Kami akan memasukkan rasa takut ke dalam hati orang-orang yang kufur karena mereka mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan keterangan tentangnya. Tempat kembali mereka adalah neraka. (Itulah) seburuk-buruk tempat tinggal (bagi) orang-orang zalim.
Tafsir
(Akan Kami masukkan ke dalam hati orang-orang kafir itu rasa takut) dibaca ru`b atau ru`ub. Setelah berangkat dari Uhud itu sebenarnya mereka bermaksud hendak kembali untuk membasmi kaum Muslimin tetapi tiba-tiba merasa ciut dan tidak jadi kembali (disebabkan mereka mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang tidak diberi-Nya wewenang) sebagai alasan dalam penyembahan terhadap berhala (tempat tinggal mereka ialah neraka dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal orang-orang yang aniaya) lagi kafir itu.
Tafsir Surat Ali-'Imran: 149-153
Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian menaati orang-orang yang kafir, niscaya mereka mengembalikan kalian ke belakang (kekafiran), lalu jadilah kalian orang-orang yang rugi.
Tetapi (taatilah Allah), Allah-lah Pelindung kalian, dan Dia-lah sebaik-baik Penolong.
Akan Kami masukkan rasa takut ke dalam hati orang-orang kafir, disebabkan mereka mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah sendiri tidak memberikan keterangan tentang itu. Tempat kembali mereka ialah neraka; dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal (bagi) orang-orang zalim.
Dan sesungguhnya Allah telah memenuhi janji-Nya kepada kalian, ketika kalian membunuh mereka dengan izin-Nya sampai pada saat kalian lemah dan berselisih dalam urusan itu dan melawan perintah (Rasul) sesudah Allah memperlihatkan kepada kalian apa yang kalian sukai. Di antara kalian ada orang yang menghendaki dunia dan di antara kalian ada orang yang menghendaki akhirat. Kemudian Allah memalingkan kalian dari mereka untuk menguji kalian; dan sesungguhnya Allah telah memaafkan kalian. Dan Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkan) untuk orang-orang yang beriman.
(Ingatlah) ketika kalian lari dan tidak menoleh kepada seorang pun, sedangkan Rasul yang berada di antara kawan-kawan kalian yang lain memanggil kalian. Karena itu, Allah menimpakan atas kalian kesedihan demi kesedihan, supaya kalian tidak bersedih hati (lagi) terhadap apa yang luput dari kalian dan terhadap apa yang menimpa kalian. Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.
Ayat 149
Allah ﷻ memperingatkan hamba-hamba-Nya yang beriman terhadap sikap menaati orang-orang kafir dan orang-orang munafik, karena sesungguhnya taat kepada mereka dapat mengakibatkan kehancuran dan kehinaan di dunia dan akhirat. Karena itulah Allah ﷻ berfirman:
“Jika kalian menaati orang-orang yang kafir, niscaya mereka mengembalikan kalian ke belakang (kekafiran), lalu jadilah kalian orang-orang yang rugi.” (Ali Imran: 149)
Ayat 150
Selanjutnya Allah memerintahkan mereka agar taat kepada-Nya, berpihak kepada-Nya, membantu menegakkan agama-Nya, dan bertawakal kepada-Nya. Untuk itu Allah ﷻ berfirman: “Tetapi (taatilah Allah), Allah-lah Pelindung kalian, dan Dia-lah sebaik-baik Penolong.” (Ali Imran: 150) Kemudian Allah ﷻ menyampaikan berita gembira kepada mereka bahwa Dia akan menimpakan ke dalam hati musuh-musuh mereka rasa takut dan hina terhadap mereka, disebabkan kekufuran dan kemusyrikan musuh-musuh mereka.
Ayat 151
Selain itu Allah telah menyiapkan buat musuh-musuh mereka itu azab dan pembalasan di kampung akhirat nanti. Hal ini diungkapkan oleh Allah ﷻ melalui firman-Nya: “Akan Kami masukkan rasa takut ke dalam hati orang-orang kafir, disebabkan mereka mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah sendiri tidak memberikan keterangan tentang itu. Tempat kembali mereka ialah neraka; dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal (bagi) orang-orang zalim.” (Ali Imran: 151)
Telah disebutkan di dalam kitab Shahihain sebuah hadits dari Jabir ibnu Abdullah, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Aku telah diberi lima hal yang belum pernah diberikan kepada seorang Nabi pun sebelumku, yaitu: Aku diberi pertolongan melalui rasa takut (yang ditimpakan ke dalam hati musuh) sejauh perjalanan satu bulan, dijadikan untukku tanah ini sebagai masjid (tempat shalat) dan suci (lagi menyucikan), dihalalkan bagiku ganimah-ganimah (rampasan perang), aku diberi izin untuk memberikan syafaat, dan dahulu seorang nabi diutus hanya khusus untuk kaumnya sendiri, sedangkan aku diutus untuk seluruh umat manusia.”
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Addi, dari Sulaiman At-Taimi, dari Sayyar, dari Abu Umamah, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Allah menjadikan aku lebih utama di atas para nabi atau atas seluruh umat (manusia) dengan empat hal. Aku diutus untuk seluruh umat manusia; bumi seluruhnya dijadikan untukku dan umatku sebagai masjid dan suci (lagi menyucikan), maka di mana pun seseorang dari umatku menjumpai waktu shalat, di tempat itulah masjid dan sarana bersucinya; aku diberi pertolongan melalui rasa takut yang mencekam hati musuh-musuhku dalam jarak perjalanan satu bulan; dan ganimah (rampasan perang) dihalalkan bagiku.”
Imam At-Tirmidzi meriwayatkannya melalui hadits Sulaiman At-Taimi, dari Yasar Al-Qurasyi Al-Umawi, maula mereka adalah Ad-Dimasyqi, penduduk kota Basrah, dari Abu Umamah (yaitu Sada ibnu Ajlan ) dengan lafal yang sama, dan Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih.
Sa'id ibnu Mansur mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Amr ibnul Haris, bahwa Abu Yunus telah menceritakan kepadanya, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Aku diberi pertolongan dengan melalui rasa takut yang mencekam musuh.” Imam Muslim meriwayatkannya dari hadits Ibnu Wahb.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Husain ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abu Ishaq, dari Abu Burdah, dari Abu Musa yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Aku dianugerahi lima hal, yaitu aku diutus kepada orang yang berkulit merah dan hitam (seluruh umat manusia); tanah dijadikan untukku suci (lagi menyucikan) dan sebagai masjid; ganimah dihalalkan bagiku, sedangkan sebelumku ganimah tidak pernah dihalalkan buat seorang pun; aku diberi pertolongan dengan rasa takut (yang mencekam hati musuh) dalam jarak perjalanan satu bulan; aku diberi izin memberikan syafaat, tiada seorang nabi pun melainkan pernah meminta syafaat, dan sesungguhnya aku simpan syafaatku buat orang yang meninggal dunia dalam keadaan tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun.”
Hadits ini hanya diriwayatkan oleh Imam Ahmad sendiri.
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: “Akan Kami masukkan rasa takut ke dalam hati orang-orang kafir.” (Ali Imran: 151). Allah menimpakan rasa takut ke dalam hati Abu Sufyan (dalam Perang Ahzab, pent.), maka ia kembali ke Mekah (bersama pasukan sekutunya). Lalu Nabi ﷺ bersabda: “Sesungguhnya Abu Sufyan telah tertimpa suatu tekanan dari kalian; kini ia kembali, sedangkan Allah telah memasukkan rasa takut ke dalam hatinya.”
Hadits ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim.
Ayat 152
Firman Allah ﷻ: “Dan sesungguhnya Allah telah memenuhi janji-Nya kepada kalian, ketika kalian membunuh mereka dengan izin-Nya.” (Ali Imran: 152) Ibnu Abbas mengatakan bahwa Allah telah menjanjikan kepada kaum mukmin bahwa mereka akan mendapat kemenangan.
Menurut salah satu di antara dua pendapat yang disebut di muka, firman Allah ﷻ yang mengatakan: “(Ingatlah) ketika kamu mengatakan kepada orang-orang mukmin, ‘Apakah tidak cukup bagi kalian Allah membantu kalian dengan tiga ribu malaikat yang diturunkan (dari langit)?’ Ya (cukup), jika kalian bersabar dan bertakwa dan mereka datang menyerang kalian dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kalian dengan lima ribu malaikat yang memakai tanda.” (Ali Imran: 124-125) menunjukkan bahwa peristiwa ini terjadi dalam Perang Uhud. Karena jumlah pasukan musuh mereka terdiri atas tiga ribu personel. Ketika pasukan kaum muslim menghadapi mereka, maka kemenangan dan keberuntungan berada di pihak pasukan Islam pada permulaan siang harinya.
Tetapi setelah terjadi pelanggaran perintah yang dilakukan oleh pasukan pemanah kaum muslim dan sebagian pasukan kaum muslim merasa frustasi, maka janji ini ditangguhkan, karena syarat dari janji ini ialah hendaknya mereka sabar dalam menghadapi musuh dan taat kepada pimpinan (Nabi ﷺ). Karena itu, dalam ayat ini disebutkan: “Dan sesungguhnya Allah telah memenuhi janji-Nya kepada kalian.” (Ali Imran: 152) Yakni pada permulaan siang hari. “Ketika kalian membunuh mereka dengan izin-Nya.” (Ali Imran: 152) Yaitu kalian dapat membunuh mereka dengan kekuasaan Allah yang diberikan kepada kalian terhadap mereka.
“Sampai pada saat kalian lemah.” (Ali Imran: 152)
Ibnu Juraij mengatakan bahwa menurut Ibnu Abbas, yang dimaksud dengan al-fasyl ialah frustasi atau menjadi pengecut.
“Dan kalian berselisih dalam urusan itu dan kalian mendurhakai perintah (Rasul).” (Ali Imran: 152)
Seperti yang terjadi pada pasukan pemanah kaum muslim.
“Sesudah Allah memperlihatkan kepada kalian apa yang kalian sukai.” (Ali Imran: 152)
Yakni kemenangan yang kalian raih atas mereka.
“Di antara kalian ada orang yang menghendaki dunia.” (Ali Imran: 152)
Mereka adalah orang-orang yang menginginkan dapat ganimah setelah melihat pasukan musuh terpukul mundur.
“Dan di antara kalian ada orang yang menghendaki akhirat. Kemudian Allah memalingkan kalian dari mereka untuk menguji kalian.” (Ali Imran: 152)
Kemudian Allah memberikan kesempatan menang kepada mereka atas kalian untuk menguji dan mencoba kalian.
“Dan sesungguhnya Allah telah memaafkan kalian.” (Ali Imran: 152)
Yakni mengampuni kalian atas perbuatan kalian yang demikian itu, karena hanya Allah Yang lebih mengetahui jumlah personel pasukan musuh dan peralatan mereka lebih banyak, sedangkan pasukan kaum muslim dan peralatannya sedikit.
Ibnu Juraij mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “Dan sesungguhnya Allah telah memaafkan kalian.” (Ali Imran: 152) Yaitu dengan tidak memusnahkan kalian. Hal yang sama dikatakan pula oleh Muhammad ibnu Ishaq; kedua riwayat ini diceritakan oleh Ibnu Jarir.
“Dan Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkan) atas orang-orang yang beriman.” (Ali Imran: 152)
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Daud, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Abuz Zanad, dari ayahnya, dari Ubaidillah, dari Ibnu Abbas, yang mengatakan bahwa Allah belum pernah menolong Nabi ﷺ seperti pertolongan-Nya dalam Perang Uhud. Ketika kami mengingkari hal tersebut, maka Ibnu Abbas berkata bahwa ia berani bersumpah atas nama Kitabullah antara dirinya dan orang yang mengingkari hal tersebut. Karena sesungguhnya dalam Perang Uhud Allah ﷻ telah berfirman: “Dan sesungguhnya Allah telah memenuhi janji-Nya kepada kalian, ketika kalian membunuh mereka dengan izin-Nya.” (Ali Imran: 152); Ibnu Abbas dan Al-Hasan mengatakan sehubungan dengan makna al-fasyl yang ada dalam firman-Nya: “Sampai pada saat kalian lemah dan berselisih pendapat dalam urusan itu dan mendurhakai perintah (Rasul) sesudah Allah memperlihatkan kepada kalian apa yang kalian sukai. Di antara kalian ada orang yang menghendaki dunia dan di antara kalian ada orang yang menghendaki akhirat.” (Ali Imran: 152), hingga akhir ayat. Yang dimaksud dengan 'kalian' dalam ayat ini adalah pasukan pemanah, karena Nabi ﷺ menempatkan mereka dalam suatu posisi yang sangat strategis, lalu beliau bersabda: “Lindungilah punggung kami; jika kalian melihat kami terpukul, janganlah kalian membantu kami; dan jika kalian melihat kami menjarah ganimah, janganlah kalian ikut-ikutan dengan kami (yakni tetaplah kalian pada posisi kalian dalam keadaan apa pun).”
Tetapi ketika Nabi ﷺ dan pasukannya berhasil menjarah ganimah dan menyingkirkan pasukan kaum musyrik, maka semua pasukan pemanah turun ke medan pertempuran, ikut menjarah ganimah. Ketika pasukan kaum musyrik melihat posisi pasukan pemanah telah dikosongkan, maka pasukan berkuda kaum musyrik masuk dari celah tersebut dan menyerang sahabat-sahabat Rasulullah ﷺ sehingga terjadilah perang sengit; sebagian mereka memukul sebagian yang lain karena dalam keadaan kalut, sehingga banyak dari kalangan pasukan kaum muslim yang terbunuh. Padahal pada awal pertempuran, kemenangan berada di pihak pasukan Rasulullah ﷺ sehingga mampu membunuh sekitar tujuh atau sembilan orang pasukan kaum musyrik yang memegang panji. Kemudian pasukan kaum musyrik beroleh kemenangan dan maju ke arah bukit, tetapi mereka tidak mampu sampai ke bukit karena orang-orang mengatakan bahwa pasukan kaum muslim berada di dalam posisi kuat.
Lalu setan berseru bahwa Muhammad telah terbunuh, dan mereka tidak meragukan kebenaran seruan tersebut. Kami (pasukan kaum muslim) masih tetap dalam keadaan tidak meragukan bahwa berita itu benar sebelum Rasulullah ﷺ muncul dengan diapit oleh dua Sa'd; beliau kami kenal melalui kedua pundaknya apabila berjalan. Maka kami gembira sehingga kami merasakan bahwa seakan-akan kami tidak tertimpa bencana yang sekarang menimpa diri kami. Lalu Rasulullah ﷺ naik ke arah kami seraya bersabda: “Murka Allah sangat besar terhadap kaum yang berani melukai wajah Rasulullah.” Terkadang beliau bersabda: “Mereka tidak akan dapat mengalahkan kita.” Ketika beliau ﷺ sampai pada kami, maka beliau tinggal sebentar.
Tiba-tiba Abu Sufyan berseru dari arah bawah bukit, "Tinggilah Hubal," sebanyak dua kali menyebut nama berhala sesembahannya, "Di manakah Ibnu Abu Kabsyah (maksudnya Nabi ﷺ), di manakah Ibnu Abu Quhafah, di manakah Ibnul Khattab?" Maka Umar berkata, "Wahai Rasulullah, bolehkah aku menjawabnya?" Nabi ﷺ bersabda, "Ya." Ketika Abu Sufyan menyerukan kalimat, "Tinggilah Hubal," maka Umar menjawab, "Allah Maha Tinggi lagi Maha Agung." Abu Sufyan berkata, "Kamu telah enak sekarang?" Umar menjawab, "Karena meninggalkannya (Hubal)." Abu Sufyan kembali berkata, "Di manakah Ibnu Abu Kabsyah, di manakah Ibnu Abu Quhafah, di manakah Ibnul Khattab?" Umar berkata, "Inilah Rasulullah, ini Abu Bakar, dan inilah aku Umar." Abu Sufyan berkata, "Kemenangan hari ini adalah pembalasan kekalahan dalam Perang Badar, hari-hari itu bergilir dan sesungguhnya perang itu silih berganti." Umar menjawab, "Tidak sama. Orang-orang kami yang gugur berada di dalam surga, sedangkan orang-orang kalian yang gugur berada di dalam neraka." Abu Sufyan berkata, "Itu hanyalah menurut dugaan kalian. Kalau demikian, berarti kami kecewa dan merugi." Lalu Abu Sufyan berkata lagi, "Sesungguhnya kalian nanti akan menemukan di antara orang-orang kalian yang gugur ada yang dicincang, tetapi hal tersebut bukan atas perintah pemimpin-pemimpin kami." Kemudian hati Abu Sufyan terbakar oleh fanatisme Jahiliah, lalu ia berkata lagi, "Ingatlah, jika hal tersebut terjadi, kami tidak membencinya (yakni menyetujuinya)." Hadits ini garib (aneh), dan konteksnya mengherankan, ia termasuk salah satu di antara hadits mursal ibnu Abbas, karena sesungguhnya dia tidak ikut dalam Perang Uhud, baik dia sendiri ataupun ayahnya.
Imam Hakim mengetengahkannya di dalam kitab Mustadrak, dari Abun Nadr Al-Faqih, dari Usman ibnu Sa'id, dari Sulaiman ibnu Daud ibnu Ali ibnu Abdullah ibnu Abbas dengan lafal yang sama. Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dan Imam Al-Baihaqi dalam kitab Dalailun Nubuwwah melalui hadits Sulaiman ibnu Daud Al-Hasyimi dengan lafal yang sama. Sebagian dari hadits ini ada saksi penguatnya di dalam kitab-kitab shahih dan kitab lainnya.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari ‘Atha’ ibnus Saib, dari Asy-Sya'bi, dari Ibnu Mas'ud yang menceritakan bahwa kaum wanita dalam Perang Uhud berada di belakang pasukan kaum muslim, tugas mereka mengobati orang-orang yang terluka dari pasukan kaum musyrik. Seandainya aku bersumpah pada hari itu aku berharap dapat menunaikannya, bahwa tidak ada seorang pun di antara kami yang menghendaki duniawi hingga Allah menurunkan firman-Nya: “Di antara kalian ada yang menghendaki dunia dan di antara kalian ada orang yang menghendaki akhirat. Kemudian Allah memalingkan kalian dari mereka untuk menguji kalian.” (Ali Imran: 152) Ketika sahabat-sahabat Rasulullah ﷺ melanggar apa yang diperintahkan kepada mereka oleh Rasulullah ﷺ, maka beliau ﷺ menyendiri bersama sembilan orang; tujuh orang dari kalangan Anshar dan dua orang lain dari kalangan Quraisy, sedangkan Nabi ﷺ adalah orang yang kesepuluhnya. Ketika Nabi ﷺ melihat bahwa mereka mengejar beliau, maka beliau bersabda: “Semoga Allah merahmati seseorang yang dapat mengusir mereka (pasukan musuh) dari kami.” Maka salah seorang Anshar maju bertempur selama beberapa waktu hingga ia gugur.
Ketika mereka masih mengejar beliau, maka beliau bersabda pula: “Semoga Allah merahmati orang yang dapat mengusir mereka dari kami.” Nabi ﷺ terus-menerus mengucapkan demikian hingga tujuh orang yang melindungi dirinya gugur, lalu Rasulullah ﷺ bersabda kepada kedua temannya yang masih ada, "Kita tidak berbuat adil terhadap teman-teman kita." Lalu Abu Sufyan tampil dan berkata, "Tinggilah Hubal!" Rasulullah ﷺ bersabda, "Katakanlah bahwa Allah Maha Tinggi dan Maha Agung." Maka mereka mengatakan, "Allah Maha Tinggi dan Maha Agung." Abu Sufyan berkata, "Kami mempunyai Uzza (yang artinya identik dengan pengertian kejayaan), sedangkan kalian tidak mempunyai Uzza (berhala sesembahan mereka)." Maka Rasulullah ﷺ bersabda, "Jawablah oleh kalian, ‘Penolong kami adalah Allah, dan orang-orang kafir tidak mempunyai penolong’." Abu Sufyan berkata, "Perang ini pembalasan Perang Badar, sehari kekalahan kami dan hari yang lain kemenangan kami, hari Nasa dan hari Nasar, Hanzalah dibalas dengan Hanzalah (kepahitan dibalas dengan kepahitan), dan si Fulan dibalas dengan si Fulan." Maka Rasulullah ﷺ menjawab: “Tidak sama. Adapun orang-orang kami yang gugur, mereka hidup dengan diberi rezeki, sedangkan orang-orang yang gugur dari kalian berada di dalam neraka dan diazab.” Maka Abu Sufyan berkata: “Sesungguhnya di antara kaum yang gugur terdapat pencincangan. Dan jika hal itu memang ada, maka kami bersikap acuh terhadapnya. Aku tidak memerintahkan dan tidak pula melarang, aku tidak suka dan tidak pula benci, serta tidak membuatku sedih dan tidak membuatku senang." Maka kaum muslim melihat-lihat, dan ternyata menjumpai Hamzah dalam keadaan perutnya telah dirobek.
Hindun mengambil hatinya, lalu berupaya menelannya, tetapi ia tidak mampu memakannya. Ketika Rasulullah ﷺ bertanya, "Apakah dia telah memakan sesuatu?" Mereka menjawab, "Tidak." Maka Rasulullah ﷺ bersabda: “Allah tidak akan memasukkan sesuatu dari (tubuh) Hamzah ke dalam neraka.” Lalu Rasulullah ﷺ meletakkan jenazah Hamzah dan menyalatkannya. Lalu didatangkan jenazah seorang lelaki dari Anshar yang langsung diletakkan di sebelah jenazah Hamzah, kemudian beliau menyalatkannya. Jenazah orang Anshar itu diangkat, tetapi jenazah Hamzah tidak; hingga didatangkan lagi jenazah lainnya, lalu diletakkan di sebelah jenazah Hamzah, dan Rasulullah ﷺ menyalatkannya. Setelah selesai, jenazah lain diangkat, tetapi jenazah Hamzah tidak, hingga dalam hari itu Rasulullah ﷺ menyalatkan tujuh puluh jenazah. Hadits ini hanya diriwayatkan oleh Imam Ahmad seorang. .
Imam Al-Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Musa, dari Israil, dari Abu Ishaq, dari Al-Barra yang menceritakan bahwa pada hari itu kami bertemu dengan pasukan kaum musyrik, lalu Nabi ﷺ menempatkan sepasukan pemanah (pada posisi yang strategis), dan mengangkat Abdullah ibnu Jubair sebagai pemimpin (komandan) mereka, lalu beliau ﷺ bersabda: “Janganlah kalian tinggalkan posisi ini; jika kalian melihat kami memperoleh kemenangan atas mereka (musuh), kalian telap jangan meninggalkan tempat ini. Dan juga jika kalian melihat mereka beroleh kemenangan atas kami, janganlah kalian membantu kami.” Ketika kami bertempur dengan mereka dan mereka lari hingga aku melihat kaum wanita (musyrik) menaiki bukit seraya mengangkat kain mereka hingga gelang kaki mereka kelihatan. Maka pasukan kaum muslim berseru, "Ganimah, ganimah!" Abdullah ibnu Jubair berkata, "Ingatlah kalian kepada pesan Nabi ﷺ, jangan sekali-kali kalian meninggalkan posisi ini!" Tetapi mereka menolak (dan tetap turun merebut ganimah).
Setelah mereka membangkang, perhatian mereka berpaling (ke arah ganimah), akibatnya tujuh puluh orang dari pasukan kaum muslim gugur di medan perang. Lalu muncullah Abu Sufyan dan berkata, "Apakah di antara kaum ada Muhammad?" Nabi ﷺ bersabda, "Jangan kalian jawab dia." Abu Sufyan berkata lagi, "Apakah di antara kaum ada Abu Quhafah?" Nabi ﷺ bersabda, "Jangan kalian jawab dia." Abu Sufyan berseru lagi, "Apakah di antara kaum ada Ibnul Khattab?" Karena tidak ada yang menjawab, akhirnya Abu Sufyan mengatakan, "Sesungguhnya mereka telah terbunuh. Seandainya mereka masih hidup, niscaya mereka akan menjawab seruanku ini." Tetapi Umar tidak dapat menahan dirinya, maka ia berkata kepada Abu Sufyan, "Engkau dusta, wahai musuh Allah! Semoga Allah mengekalkan apa yang menyusahkanmu." Abu Sufyan berkata, "Tinggilah Hubal." Nabi ﷺ bersabda, "Jawablah dia." Mereka (para sahabat) bertanya, "Apa yang harus kami katakan?" Nabi ﷺ bersabda, "Katakanlah oleh kalian bahwa Allah Maha Tinggi lagi Maha Agung." Abu Sufyan berkata, "Kami mempunyai Uzza (kejayaan), sedangkan kalian tidak mempunyai Uzza." Nabi ﷺ bersabda, "Jawablah dia." Mereka bertanya, "Apa yang harus kami katakan?" Nabi ﷺ bersabda: “Katakanlah oleh kalian bahwa Allah adalah Penolong kami, sedangkan kalian tidak mempunyai penolong.”
Abu Sufyan berkata, "Perang hari ini pembalasan Perang Badar. peperangan itu silih berganti, dan kalian akan menjumpai orang yang tercincang, tetapi aku tidak memerintahkannya dan tidak pula membuatku sedih (susah)." Dari segi ini hadits hanya diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari sendiri. Imam Al-Bukhari meriwayatkannya melalui Amr ibnu Khalid, dari Zuhair ibnu Mu'awiyah ibnu Abu Ishaq, dari Al-Barra dengan lafal yang serupa. Nanti akan disebutkan hal yang lebih panjang lebar dari pembahasan ini.
Imam Al-Bukhari mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Siti Aisyah yang menceritakan bahwa dalam peperangan Uhud ketika pasukan kaum musyrik terpukul mundur, iblis berseru, "Wahai hamba-hamba Allah, mundurlah kalian ke belakang!" Maka pasukan yang terdepan mundur ke belakang hingga bertubrukan dengan pasukan yang berada di belakang (terlibat dalam pertempuran di antara sesama kawan). Dalam pertempuran itu tiba-tiba Huzaifah melihat ayahnya, yaitu Al-Yaman. Maka ia berseru, "Wahai hamba-hamba Allah, dia adalah ayahku, dia adalah ayahku!" Akan tetapi, demi Allah, mereka tidak mempedulikannya hingga membunuhnya. Maka Huzaifah berkata, "Semoga Allah mengampuni kalian." Urwah mengatakan, "Demi Allah, di dalam diri Huzaifah masih ada lebihan kebaikan hingga ia berjumpa dengan Allah ﷻ."
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Abbad ibnu Abdullah ibnuz Zubair, dari kakeknya, bahwa Az-Zubair ibnul Awwam pernah menceritakan kisah berikut. Demi Allah, aku melihat pelayan-pelayan Hindun dan semua teman wanitanya lari terbirit-birit seraya menyingsingkan kain mereka dengan meninggalkan semua barang bawaan mereka, baik yang banyak maupun yang sedikit.
Kemudian pasukan pemanah menyerbu ke arah medan perang di saat kami mencegah mereka supaya jangan meninggalkan tempat mereka. Tetapi mereka tidak mengindahkan cegahanku demi merebut ganimah dan mereka membiarkan kami pasukan kaum muslim tidak terlindungi dari arah belakang dari pasukan berkuda kaum musyrik. Kami diserang oleh pasukan berkuda dari arah belakang, ada seseorang yang menyerukan bahwa Muhammad telah terbunuh.
Kami mundur, dan semua kaum pun (pasukan kaum muslim) mundur, padahal sebelumnya kami banyak membunuh para pemegang panji pasukan kaum musyrik, hingga tidak ada seorang pun dari mereka yang berani mendekat kepadanya." Muhammad ibnu Ishaq melanjutkan kisahnya, bahwa pemegang panji pasukan kaum musyrik satu demi satu mati terbunuh hingga panji mereka dipegang oleh Amrah binti Alqamah Al-Harisiyyah, lalu ia menyerahkan panji itu kepada kabilah Quraisy, dan mereka langsung melipatnya.
As-Suddi meriwayatkan dari Abdu Khair, dari Ali ibnu Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa ia sama sekali belum pernah berpendapat bahwa ada seseorang di antara sahabat Rasulullah ﷺ yang menghendaki duniawi sebelum diturunkan kepada kami apa yang diturunkan oleh Allah dalam Perang Uhud, yaitu firman-Nya: “Di antara kalian ada orang yang menghendaki dunia. dan di antara kalian ada orang yang menghendaki akhirat.” (Ali Imran: 152)
Hadits ini diriwayatkan melalui berbagai jalur dari Ibnu Mas'ud. Hal yang sama diriwayatkan dari Abdur Rahman ibnu Auf dan Abu Talhah. Ibnu Mardawaih meriwayatkannya di dalam kitab tafsirnya.
Firman Allah ﷻ: “Kemudian Allah memalingkan kalian dari mereka untuk menguji kalian.” (Ali Imran: 152)
Ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Qasim ibnu Abdur Rahman ibnu Rafi' salah seorang dari Bani Addi ibnun Najjar yang menceritakan hadits berikut, bahwa Anas ibnu Nadr (paman Anas ibnu Malik) sampai kepada Umar ibnul Khattab dan Talhah ibnu Ubaidillah yang berada di tengah-tengah kaum Muhajirin dan Anshar, mereka menjatuhkan semua senjata yang ada di tangan mereka. Anas ibnun Nadr bertanya, "Apakah yang menyebabkan kalian melepas senjata kalian?" Mereka menjawab, "Rasulullah ﷺ telah gugur." Anas Ibnun Nadr berkata, "Lalu apakah yang akan kalian lakukan dalam kehidupan sesudah peristiwa ini? Ayo bangkitlah, dan majulah sampai titik darah penghabisan untuk membela apa yang telah dibela beliau." Kemudian Anas ibnun Nadr menghadapi pasukan musuh dan bertempur sendirian dengan gigihnya hingga gugur. Semoga Allah melimpahkan keridaan-Nya kepadanya.
Imam Al-Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hassan ibnu Hassan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Talhah, telah menceritakan kepada kami Humaid, dari Anas ibnu Malik, bahwa pamannya (yaitu Anas ibnun Nadr) tidak ikut dalam Perang Badar, lalu ia mengatakan, "Aku tidak ikut dalam permulaan peperangan yang dilakukan oleh Nabi ﷺ (yakni Perang Badar). Sekiranya Allah memperkenankan aku ikut perang bersama Rasulullah ﷺ di masa datang, sungguh Allah akan menyaksikan apa yang akan aku lakukan." Lalu ia ikut dalam Perang Uhud. Ketika orang-orang (pasukan kaum muslim) terpukul mundur, ia berkata, "Ya Allah, sesungguhnya aku meminta maaf kepada-Mu atas apa yang telah dilakukan mereka (pasukan kaum muslim yang mundur), dan aku nyatakan kepada-Mu berlepas diri dari apa yang dilakukan oleh orang-orang musyrik." Kemudian ia maju dengan senjata pedangnya.
Ketika bertemu dengan Sa'd ibnu Mu'az, ia bertanya, "Hendak kemanakah engkau, wahai Sa'd? Sesungguhnya aku menjumpai bau surga dari arah Uhud ini." Lalu ia maju dan berperang dengan sengitnya hingga gugur. Tiada yang mengenalnya, hanya saudara perempuannya sendiri yang mengenalnya melalui tahi lalatnya atau jari jemarinya; sedangkan pada tubuhnya terdapat delapan puluh luka lebih akibat sabetan pedang, tusukan tombak, dan lemparan panah. Demikianlah menurut lafal hadits yang diketengahkan oleh Imam Al-Bukhari. Imam Muslim mengetengahkannya melalui hadits Sabit ibnu Anas dengan lafal yang serupa.
Imam Al-Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdan, telah menceritakan kepada kami Abu Hamzah. dari Usman ibnu Mauhib yang mengatakan bahwa seorang lelaki datang melakukan ibadah haji, lalu ia melihat suatu kaum yang sedang duduk, maka ia bertanya, "Siapakah mereka yang sedang duduk itu?" Orang-orang menjawab, "Mereka adalah orang-orang Quraisy." Lelaki itu bertanya, "Siapakah guru mengaji mereka?" Orang-orang menjawab, "Sahabat Ibnu Umar." Lalu ia mendatanginya dan bertanya, "Sesungguhnya aku mau bertanya kepadamu tentang sesuatu, maka aku memohon sudilah engkau menjawabnya." Ibnu Umar berkata, "Bertanyalah." Ia berkata. “Aku bertanya kepadamu demi kesucian Baitullah ini, tahukah engkau bahwa Usman ibnu Affan lari dalam Perang Uhud?" Ibnu Umar menjawab, "Ya." Ia bertanya lagi, "Kalau demikian, berarti engkau mengetahui pula bahwa dia absen dalam Perang Badar dan tidak (mengikuti)nya?" Ibnu Umar menjawab, "Ya." Ia berkata lagi, "Dan engkau pun pasti tahu pula bahwa dia absen pula dalam Bai'atur Ridwan dan tidak menyaksikan (mengikuti)nya." Ibnu Umar menjawab, "Ya." Lalu ia bertakbir.
Maka Ibnu Umar berkata: “Kemarilah, aku akan menceritakan kepadamu dan menjelaskan kepadamu hal-hal yang engkau tanyakan kepadaku tadi. Adapun mengenai dia (Usman) lari dalam Perang Uhud, maka aku bersaksi bahwa Allah telah memaafkannya. Adapun mengenai ketidakhadirannya dalam Perang Badar, karena sesungguhnya dia sedang merawat putri Nabi ﷺ yang menjadi istrinya yang saat itu sedang sakit. Maka Rasulullah ﷺ bersabda kepadanya, "Sesungguhnya engkau beroleh pahala seorang lelaki yang ikut dalam Perang Badar dan juga bagian (ganimah)nya." Adapun mengenai ketidakhadirannya dalam Bai'at Ridwan, kisahnya adalah seperti berikut. Seandainya ada seseorang yang lebih dihormati di lembah Mekah daripada Usman, niscaya Nabi ﷺ akan mengutusnya sebagai delegasi menjadi ganti Usman. Maka Nabi ﷺ mengutus Usman, lalu terjadilah Bai'at Ridwan sesudah keberangkatan Usman ke Mekah. Maka Nabi ﷺ bersabda seraya mengisyaratkan dengan tangan kanannya, "Inilah tangan Usman," lalu beliau menepukkan tangan kanannya itu ke tangan kirinya seraya bersabda, "Ini adalah tangan Usman, sekarang pergilah engkau bersamanya!"
Imam Al-Bukhari meriwayatkannya melalui jalur lain dari Abu Uwwanah, dari Usman ibnu Abdullah ibnu Mauhib.
Ayat 153
Firman Allah ﷻ: “(Ingatlah) ketika kalian lari dan tidak menoleh kepada seseorang pun.” (Ali Imran: 153)
Yakni kalian berpaling dari mereka (musuh kalian) ketika kalian terpaksa naik ke atas bukit, lari dari musuh kalian. Al-Hasan dan Qatadah membacanya tas'aduna, yakni ketika kalian naik ke bukit.
“Dan tidak menoleh kepada seseorang pun.” (Ali Imran: 153)
Yaitu sedangkan kalian tidak menoleh kepada seorang pun karena dalam keadaan kalut, takut, dan ngeri.
“Sedangkan Rasul yang berada di belakang kalian memanggil kalian.” (Ali Imran: 153)
Artinya, kalian telah meninggalkan beliau di belakang kalian, sedangkan beliau berseru memanggil kalian agar jangan lari dari musuh, dan memerintahkan kalian agar kembali dan berperang menghadapi musuh.
As-Suddi mengatakan, ketika tekanan pasukan kaum musyrik bertambah berat atas pasukan kaum muslim dalam Perang Uhud dan pasukan kaum musyrik dapat memukul mundur pasukan kaum muslim, maka sebagian di antara pasukan kaum muslim ada yang lari masuk ke Madinah, sedangkan sebagian yang lain ada yang lari naik ke bukit dan berdiri di atas batu besar.
Sedangkan Rasulullah ﷺ menyeru mereka melalui sabdanya, "Kemarilah kepadaku, wahai hamba-hamba Allah. Kemarilah kepadaku, wahai hamba-hamba Allah!" Allah ﷻ menceritakan perihal naiknya mereka ke atas bukit, lalu menceritakan pula perihal seruan Nabi ﷺ yang ditujukan kepada mereka melalui firman-Nya: “(Ingatlah) ketika kalian lari dan tidak menoleh kepada seseorang pun, sedangkan Rasul yang berada di belakang kalian memanggil kalian.” (Ali Imran: 153)
Hal yang sama dikatakan pula oleh Ibnu Abbas, Qatadah, Ar-Rab'i, dan Ibnu Zaid.
Abdullah ibnuz Zaba'ri menceritakan perihal kekalahan pasukan kaum muslim dalam Perang Uhud melalui qasidahnya, saat itu ia masih musyrik dan belum masuk Islam. Dalam permulaan qasidahnya itu ia mengatakan: Wahai burung gagak pertanda perpisahan, apakah engkau mendengar? Katakanlah, sesungguhnya engkau hanya mengatakan sesuatu yang telah terjadi.
Sesungguhnya bagi kebaikan dan keburukan itu ada masanya, masing-masing dari keduanya mempunyai bagian muka dan bagian belakangnya. Sampai ia mengatakan dalam qasidahnya: Aduhai, sekiranya pemimpin-pemimpinku (yang mati) di Badar menyaksikan rintihan orang-orang Khazraj karena tusukan tombak. Yaitu ketika mereka mengistirahatkan unta kendaraannya di Quba, dan pembunuhan banyak yang terjadi di kalangan Bani Abdul Asyal. Kemudian saat itulah mereka lari terbirit-birit bagaikan larinya anak burung unta menaiki bukit.
Kami dapat membunuh banyak orang dari kalangan pemimpin mereka, maka tertebuslah kekalahan kami dalam Perang Badar, hingga keadaan menjadi seimbang. Al-hifan artinya anak burung unta.
Saat itu Nabi ﷺ terkucil bersama dua belas orang dari kalangan sahabat-sahabatnya. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Ia mengatakan: telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Zuhair, telah menceritakan kepada kami Abu Ishaq, dari Al-Barra ibnu Azib yang menceritakan bahwa dalam Perang Uhud Rasulullah ﷺ mengangkat Abdullah ibnu Jubair sebagai komandan pasukan pemanah yang jumlahnya lima puluh orang. Nabi ﷺ menempatkan mereka pada suatu posisi yang strategis dan berpesan kepada mereka melalui sabdanya: “Jika kalian melihat kami disambar oleh burung-burung, janganlah kalian tinggalkan tempat kalian sebelum aku mengirimkan utusan kepada kalian.”
Kaum muslim dapat memukul mundur pasukan kaum musyrik. Al-Barra ibnu Azib mengatakan, "Demi Allah, aku melihat kaum wanita berlari-lari dengan kencangnya menuju ke arah bukit, sedangkan betis-betis mereka dan gelang-gelang kaki mereka kelihatan karena mereka mengangkat kain mereka." Lalu teman-teman Abdullah ibnu Jubair mengatakan, "Ganimah, wahai kaum, ganimah! Teman-teman kalian beroleh kemenangan, bagaimanakah menurut pandangan kalian?" Abdullah ibnu Jubair berkata, "Apakah kalian lupa apa yang telah dipesankan oleh Rasulullah ﷺ kepada kalian?" Mereka menjawab, "Sesungguhnya kami, demi Allah, tetap akan datang kepada mereka dan kita pasti akan memperoleh bagian dari ganimah." Ketika pasukan pemanah mendatangi teman-temannya yang beroleh kemenangan (ikut berebut ganimah), maka perhatian mereka menjadi tidak fokus, lalu pasukan kaum musyrik datang menyerang mereka.
Akhirnya keadaan menjadi terbalik, merekalah kini yang dipukul mundur. Dalam peristiwa itulah Rasulullah ﷺ memanggil mereka dari arah belakang mereka. Rasulullah ﷺ saat itu hanya ditemani oleh dua belas orang lelaki, tujuh di antaranya gugur dalam membela Rasulullah ﷺ. Rasulullah ﷺ dan sahabatnya berhasil menangkap seratus empat puluh orang pasukan kaum musyrik dalam Perang Badar; tujuh puluh orang di antaranya ditawan dalam keadaan hidup, sedangkan yang tujuh puluh lagi telah gugur di medan perang. Abu Sufyan berseru, "Apakah di antara kaum ada Muhammad, apakah di antara kaum (pasukan kaum muslim) terdapat Muhammad?" Hal ini diucapkannya sebanyak tiga kali. Tetapi Rasulullah ﷺ melarang mereka menjawab seruan Abu Sufyan itu. Kemudian Abu Sufyan berseru pula, "Apakah di antara kaum terdapat Abu Quhafah, apakah di antara kaum ada Abu Quhafah? Apakah di antara kaum ada Ibnul Khattab, apakah di antara kaum ada Ibnul Khattab?" Setelah itu ia kembali bergabung dengan pasukan kaum musyrik dan berkata kepada mereka, "Mereka telah terbunuh, dan sekarang kalian telah membungkam mereka."
Maka Umar tidak dapat menahan dirinya lagi, lalu ia berkata, "Engkau dusta.
Demi Allah, wahai musuh Allah, sesungguhnya orang-orang yang kamu sebutkan tadi semuanya masih hidup, Allah tetap membiarkan bagimu apa yang menyusahkanmu." Abu Sufyan berkata, "Hari ini adalah pembalasan dari Perang Badar; peperangan itu silih berganti. Sesungguhnya kalian akan menemukan di antara kaum yang gugur ada orang yang dicincang yang tidak aku perintahkan, maka janganlah kalian menyalahkan diriku." Kemudian Abu Sufyan berdendang, mengalunkan syair yang bunyinya mengatakan, "Tinggilah Hubal, tinggilah Hubal." Rasulullah ﷺ bersabda, "Mengapa tidak kalian jawab dia?" Mereka (para sahabat) bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang harus kami katakan?" Rasulullah ﷺ bersabda, "Katakanlah bahwa Allah Maha Tinggi lagi Maha Agung." Abu Sufyan berseru lagi, "Kami mempunyai Uzza, sedangkan kalian tidak mempunyai Uzza." Rasulullah ﷺ bersabda, "Mengapa kalian tidak menjawabnya?" Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang harus kami katakan?" Rasulullah ﷺ bersabda memberikan petunjuknya: Katakanlah, "Allah Penolong kami, sedangkan kalian tidak mempunyai seorang penolong pun."
Imam Al-Bukhari meriwayatkannya melalui hadits Zuhair ibnu Mu'awiyah secara ringkas. Dia meriwayatkannya melalui hadits Israil, dari Abu Ishaq dengan konteks yang lebih panjang dari hadits ini, seperti yang disebutkan sebelumnya. Imam Al-Baihaqi meriwayatkan di dalam kitab Dalailun Nubuwwah melalui hadits Imarah ibnu Gazyah, dari Abuz Zubair, dari Jabir yang menceritakan bahwa ketika pasukan kaum muslim terpukul mundur dan meninggalkan Rasulullah ﷺ dalam Perang Uhud bersama sebelas orang lelaki dari kalangan Anshar dan Talhah ibnu Ubaidillah, ketika itu Rasulullah ﷺ sedang naik ke bukit (mencari posisi yang kuat agar tidak dapat diserang oleh musuh). Maka pasukan kaum musyrik mengejarnya. Lalu Nabi ﷺ bersabda, "Tidakkah ada seseorang yang menahan mereka?" Talhah berkata, "Akulah yang akan menahan mereka, wahai Rasulullah." Tetapi Rasulullah ﷺ bersabda, "Engkau tetap bersamaku, wahai Talhah." Maka seorang lelaki dari kalangan Anshar berkata, "Akulah yang menahan mereka, wahai Rasulullah." Lalu lelaki itu berperang, melindungi Nabi ﷺ,sedangkan Nabi ﷺ terus naik ke bukit bersama orang-orang yang tersisa.
Lelaki Anshar itu gugur dan mereka melanjutkan pengejarannya, maka Nabi ﷺ bersabda, "Adakah seseorang yang mau menahan mereka?" Maka Talhah mengucapkan kata-katanya seperti yang pertama tadi, dan Rasulullah ﷺ mengucapkan pula sabdanya seperti yang pertama (yakni mencegahnya). Kemudian seorang lelaki Anshar berkata, "Wahai Rasulullah, akulah yang akan menahan mereka." Lalu ia berperang, melindungi Nabi ﷺ; sedangkan semua temannya naik ke bukit. Tetapi akhirnya lelaki itu gugur, dan kaum musyrik terus mengejar Nabi ﷺ. Nabi ﷺ kembali mengatakan perkataannya yang pertama tadi, dan Talhah selalu menjawabnya, "Wahai Rasulullah, akulah yang menahan mereka," tetapi Rasulullah ﷺ selalu menahannya. Lalu seorang lelaki dari Anshar meminta izin kepada Nabi ﷺ untuk berperang, dan Nabi ﷺ mengizinkannya, lalu ia berperang seperti teman-teman yang mendahuluinya, hingga tiada yang tersisa bersama Nabi ﷺ selain dari Talhah sendiri. Maka kaum musyrik mengepung keduanya, lalu Rasulullah ﷺ bersabda, "Siapakah yang mau menahan mereka?" Talhah menjawab. Akulah yang akan menahan mereka." Kemudian Talhah berperang seperti yang dilakukan oleh semua orang yang mendahuluinya, dan dalam perang itu jari tangannya terpotong, lalu ia mengucapkan, "Aduh!" Maka Rasulullah ﷺ bersabda: “Seandainya engkau tadi mengucapkan Bismillah dan menyebut asrna Allah (ketika terluka itu), niscaya para malaikat mengangkatmu, sedangkan semua orang melihatmu hingga para malaikat membawamu masuk ke langit.” Kemudian Rasulullah ﷺ naik ke bukit, menyusul sahabat-sahabatnya yang saat itu berkumpul di atas bukit. Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Waki', dari Ismail, dari Qais ibnu Abu Hazim yang mengatakan: “Aku melihat tangan Talhah yang pernah dipakai untuk melindungi Nabi ﷺ (yakni dalam Perang Uhud) dalam keadaan lumpuh.”
Di dalam kitab Shahihain disebutkan melalui hadits Mu'tamir ibnu Sulaiman, dari ayahnya, dari Abu Usman An-Nahdi yang menceritakan bahwa tiada seorang pun yang pernah berperang bersama-sama Rasulullah ﷺ masih hidup dalam peperangan yang dilakukannya selain dari Talhah ibnu Ubaidillah dan Sa'd, yakni melalui hadits keduanya.
Al-Hasan ibnu Arafah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Marwan ibnu Mu'awiyah, dari Hisyam ibnu Hisyam Az-Zuhri yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Sa'id ibnul Musayyab bercerita; ia pernah mendengar Sa'd ibnu Abu Waqqas menceritakan hadits berikut, bahwa Rasulullah ﷺ dalam Perang Uhud mempersenjatai dirinya dengan panah seraya bersabda: "Bidiklah, ayah dan ibuku menjadi tebusanmu." Hadits tersebut diketengahkan oleh Imam Al-Bukhari, dari Abdullah ibnu Muhammad, dari Marwan ibnu Mu'awiyyah.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Saleh ibnu Kaisan, dari salah seorang keluarga Sa'd, dari Sa'd ibnu Abu Waqqas, bahwa dia dalam Perang Uhud membidik musuh untuk melindungi Rasulullah ﷺ. Sa'd mengatakan, "Sesungguhnya aku melihat Rasulullah ﷺ memberikan anak panah kepadaku seraya bersabda: 'Bidiklah, ayah dan ibuku menjadi tebusanmu!' hingga beliau memberiku anak panah yang tidak ada ujung besinya. Maka aku pakai juga untuk membidik musuh."
Di dalam kitab Shahihain disebutkan melalui hadits Ibrahim ibnu Sa'd ibnu Abu Waqqas dari ayahnya yang menceritakan: “Aku melihat dalam Perang Uhud di sebelah kanan Nabi ﷺ dan di sebelah kirinya terdapat dua orang lelaki yang memakai pakaian putih, keduanya berperang melindungi Rasulullah ﷺ dengan gigih. Aku belum pernah melihat keduanya, baik sebelum itu ataupun sesudahnya.” Yang dimaksud oleh sahabat Sa’d dengan ‘keduanya' adalah Malaikat Jibril dan Malaikat Mikail a.s.
Hammad ibnu Salamah meriwayatkan dari Ali ibnu Zaid dan Sabit, dari Anas ibnu Malik, bahwa Rasulullah ﷺ dalam Perang Uhud terkucilkan bersama tujuh orang dari kalangan Anshar dan dua orang dari kalangan Quraisy. Ketika pasukan kaum musyrik mengejar beliau, beliau bersabda, "Siapakah yang mau mengusir mereka dari kita, baginya surga," atau "Dia akan menjadi temanku di surga." Maka majulah seorang lelaki dari kalangan Anshar yang langsung bertempur hingga gugur.
Kemudian pasukan kaum musyrik mengejar beliau, maka beliau bersabda, "Siapakah yang mau mengusir mereka dari kita, baginya surga." Maka majulah seorang lelaki dari kalangan Anshar yang langsung bertempur hingga gugur. Demikianlah seterusnya hingga gugur tujuh orang. Maka Rasulullah ﷺ bersabda kepada kedua temannya, "Kita tidak berlaku adil kepada teman-teman kita." Imam Muslim meriwayatkannya melalui Hudbah ibnu Khalid, dari Hammad ibnu Salamah dengan lafal yang semakna.
Abul Aswad meriwayatkan dari Urwah ibnuz Zubair yang menceritakan bahwa dahulu Ubay ibnu Khalaf saudara lelaki Bani Jumah telah bersumpah ketika di Mekah, bahwa dirinya benar-benar akan membunuh Rasulullah ﷺ. Tatkala sumpahnya itu sampai terdengar oleh Rasulullah Saw, maka beliau ﷺ bersabda: “Tidak, bahkan akulah yang akan membunuhnya, jika Allah mengizinkan.”
Ketika Perang Uhud berkobar, Ubay maju ke medan perang dengan memakai topi besi yang menutupi seluruh kepalanya seraya berkata, "Aku tidak akan selamat jika Muhammad selamat." Lalu ia langsung maju menyerang ke arah Rasulullah ﷺ dengan maksud untuk membunuhnya, tetapi ia dihadang oleh Mus'ab ibnu Umair (saudara lelaki Bani Abdud Dar) untuk melindungi Rasulullah ﷺ dengan dirinya, hingga Mus'ab ibnu Umair gugur sebagai tameng Rasulullah ﷺ. Saat itu juga Rasulullah ﷺ melihat tenggorokan Ubay ibnu Khalaf yang tampak di antara celah topi besi dan baju besinya, lalu beliau menusuk celah tersebut dengan tombak pendeknya, hingga Ubay ibnu Khalaf terjatuh dari kudanya ke tanah, tetapi dari tusukan itu tidak ada darah yang mengalir. Teman-teman Ubay ibnu Khalaf datang membopongnya, sedangkan Ubay ibnu Khalaf menjerit-jerit seperti suara sapi jantan (karena kesakitan).
Lalu mereka berkata kepadanya, "Apakah yang membuatmu merintih, sesungguhnya luka ini hanyalah goresan saja." Kemudian disampaikan kepada mereka sabda Rasulullah ﷺ yang mengatakan, "Tidak, bahkan akulah yang akan membunuh Ubay." Kemudian Nabi ﷺ bersabda, "Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, seandainya apa yang telah menimpaku ini ditimpakan kepada penduduk Zul Majaz, niscaya mereka mati semuanya." Akhirnya Ubay ibnu Khalaf mati dan dimasukkan ke dalam neraka. “Maka kebinasaanlah bagi penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala.” (Al-Mulk: 11) Musa ibnu Uqbah di dalam kitab Magazi-nya telah meriwayatkan hadits ini melalui Az-Zuhri, dari Sa'id ibnul Musayyab dengan lafal yang serupa.
Muhammad ibnu Ishaq menceritakan, ketika Rasulullah ﷺ dalam keadaan terjepit di lereng bukit, Ubay ibnu Khalaf mengejarnya seraya berkata, "Aku tidak akan selamat jika engkau selamat." Maka pasukan kaum muslim berkata, "Wahai Rasulullah, ada seorang lelaki yang menghadangnya dari kalangan kita." Rasulullah ﷺ bersabda, "Biarkanlah dia!' Ketika Ubay mendekat kepada Rasulullah ﷺ, maka Rasulullah ﷺ mengambil sebilah tombak dari Al-Haris ibnus Summah. Menurut yang diceritakan kepadaku dari salah seorang kaum yang hadir, disebutkan bahwa ketika Rasulullah ﷺ mengambil tombak itu dari Al-Haris ibnus Summah, maka Rasulullah ﷺ terlebih dahulu menggerak-gerakkan tombak itu sekali gerak hingga kami semua menjauh, bagaikan bulu unta yang berterbangan bila seekor unta menggerak-gerakkan tubuhnya. Kemudian Ubay dihadapi oleh Rasulullah ﷺ, dan Rasulullah ﷺ langsung dapat menusuknya pada lehernya dengan sekali tusuk, hingga Ubay ibnu Khalaf terjatuh berkali-kali dari atas kudanya karena tusukan tersebut. Al-Waqidi meriwayatkan dari Yunus ibnu Bukair, dari Muhammad ibnu Ishaq, dari ‘Ashim ibnu Amr ibnu Qatadah, dari Abdullah ibnu Ka'b ibnu Malik, dari ayahnya hal yang serupa.
Al-Waqidi mengatakan, Ibnu Umar pernah mengatakan bahwa Ubay ibnu Khalaf mati di Lembah Rabig. Sesungguhnya aku melewati Lembah Rabig sesudah malam hari tiba, ternyata aku melihat api yang menyala-nyala di hadapanku hingga aku takut. Tiba-tiba aku melihat seorang lelaki keluar dari api itu dalam keadaan dibelenggu dengan rantai; ia diseret dan dalam keadaan terbakar oleh kehausan. Tiba-tiba aku melihat ada seorang lelaki lain berkata, "Jangan beri dia minum, karena sesungguhnya orang ini adalah orang yang terbunuh oleh Rasulullah ﷺ. Inilah Ubay ibnu Khalaf."
Di dalam kitab Shahihain disebutkan melalui riwayat Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Hamman ibnu Munabbih, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Murka Allah sangat keras terhadap suatu kaum yang berani melakukan hal ini kepada diri Rasulullah ﷺ” seraya mengisyaratkan kepada gigi serinya. Dan murka Allah sangat besar terhadap lelaki yang dibunuh oleh Rasulullah ﷺ dalam perang sabilillah.
Imam Al-Bukhari mengetengahkannya melalui hadits Ibnu Juraij, dari Amr ibnu Dinar, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa murka Allah amat besar terhadap orang yang telah dibunuh oleh Rasulullah ﷺ dengan tangannya dalam perang sabilillah. Murka Allah amat besar terhadap suatu kaum yang berani melukai wajah Rasulullah ﷺ.
Ibnu Ishaq mengatakan bahwa gigi seri Rasulullah ﷺ dirontokkan dan pelipisnya dilukai, juga bibirnya. Orang yang berani melakukan demikian terhadap diri beliau adalah Atabah ibnu Abu Waqqas.
Saleh ibnu Kaisan meriwayatkan dari orang yang menceritakan hadits ini dari Sa'd ibnu Abu Waqqas. Disebutkan bahwa Sa'd ibnu Abu Waqqas pernah berkata, "Aku belum pernah ingin membunuh seseorang seperti keinginanku untuk membunuh Atabah ibnu Abu Waqqas. Menurut sepengetahuanku, dia adalah orang yang jahat perangainya lagi dibenci di kalangan kaumnya. Sesungguhnya telah cukup bagiku mengenai dirinya, yaitu sabda Rasulullah ﷺ yang mengatakan: 'Murka Allah amat besar terhadap orang yang berani melukai wajah Rasulullah ﷺ'."
Abdur Razzaq meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Usman Al-Hariri, dari Miqsam, bahwa Rasulullah ﷺ mendoakan kebinasaan atas Atabah ibnu Abu Waqqas dalam Perang Uhud, yaitu ketika Atabah berani merontokkan gigi serinya dan melukai wajahnya. Beliau ﷺ berdoa: “Ya Allah, janganlah engkau lewatkan atas dirinya masa satu tahun sebelum dia mati dalam keadaan kafir.” Ternyata belum lagi lewat masa satu tahun, dia telah mati dalam keadaan kafir dan masuk neraka.
Al-Waqidi meriwayatkan dari Ibnu Abu Sabrah, dari Ishaq ibnu Abdullah ibnu Abu Farwah, dari Abul Huwairis, dari Nafi' ibnu Jubair yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar seorang Muhajirin menceritakan kisah berikut, bahwa ia ikut dalam Perang Uhud, dan menyaksikan anak-anak panah bertaburan dari berbagai arah mengarah ke suatu tempat, sedangkan Rasulullah ﷺ berada di tengah-tengah tempat itu, tetapi semua anak panah meleset darinya.
Sesungguhnya ia melihat Abdullah ibnu Syihab Az-Zuhri pada hari itu (Perang Uhud) mengatakan, "Tunjukkanlah kepadaku dimana Muhammad, aku tidak akan selamat jika dia selamat," padahal saat itu Rasulullah ﷺ berada di sebelahnya tanpa ditemani oleh seorang pun, kemudian Abdullah ibnu Syihab Az-Zuhri melewatinya. Maka Safwan mencelanya karena peristiwa tersebut. Tetapi Ibnu Syihab menjawabnya, "Demi Allah, aku tidak melihatnya, aku bersumpah dengan nama Allah bahwa dia selamat dari kita. Kami berangkat bersama empat orang, dan kami berjanji untuk membunuhnya, tetapi kami tidak dapat melakukan hal tersebut." Al-Waqidi mengatakan, menurut yang telah terbuktikan pada kami, orang yang melukai kedua pelipis Rasulullah ﷺ adalah Ibnu Qumaiah, sedangkan yang melukai bibirnya dan merontokkan gigi serinya adalah Atabah ibnu Abu Waqqas.
Abu Dawud Ath-Thayalisi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnul Mubarak, dari Ishaq ibnu Yahya ibnu Talhah ibnu Ubaidillah, telah menceritakan kepadaku Isa ibnu Talhah, dari Ummul Mukminin yang menceritakan bahwa sahabat Abu Bakar apabila teringat akan Perang Uhud, ia selalu mengatakan, "Hari itu keseluruhannya merupakan hari bagi Talhah." Selanjutnya Abu Bakar menceritakan peristiwa tersebut, bahwa dia adalah orang yang mula-mula kembali ke medan perang dalam Perang Uhud. Lalu ia melihat seorang lelaki yang sedang bertempur dengan gigihnya bersama Rasulullah ﷺ untuk melindunginya. Lalu aku (Abu Bakar) berkata, "Mudah-mudahan engkau adalah Talhah, mengingat aku sendiri tidak dapat melakukannya karena ada halangan yang menghambatku. Kalau memang demikian, berarti dia (Talhah) adalah seorang lelaki dari kaumku yang paling aku cintai." Saat itu antara aku (Abu Bakar) dan pasukan kaum musyrik terdapat seorang lelaki yang tidak aku kenal, sedangkan posisiku lebih dekat kepada Rasulullah ﷺ ketimbang dia. Dia berjalan dengan langkah-langkah yang tidak kukenal sebelumnya, tetapi cukup cepat. Setelah dekat, temyata dia adalah Abu Ubaidah ibnul Jarrah. Ketika aku sampai kepada Rasulullah ﷺ, kujumpai gigi serinya rontok dan wajahnya terluka, dua mata rantai dari kerudung besinya melukai pipi beliau.
Maka Rasulullah ﷺ bersabda, "Kamu berdua harus menolong teman kamu," yang beliau maksud adalah Talhah. Saat itu darah mengucur dari luka beliau, maka kami tidak mempedulikan ucapan beliau. Aku segera bersiap-siap mencabut kedua mata rantai itu dari wajahnya, tetapi Abu Ubaidah berkata, "Aku mohon kepadamu, biarkanlah aku yang menangani ini." Maka aku biarkan dia melakukannya. Abu Ubaidah tidak suka mencabut dengan tangannya karena khawatir akan membuat Rasulullah ﷺ kesakitan, maka ia menggigit dengan mulutnya. Ia dapat mencabut salah satu dari kedua mata rantai, tetapi bersamaan dengan itu satu gigi serinya rontok.
Maka aku (Abu Bakar) bermaksud untuk melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Abu Ubaidah, tetapi Abu Ubaidah berkata, "Aku mohon kepadamu, biarkanlah aku yang melakukan ini." Maka ia lakukan seperti yang ia lakukan pada pertama kalinya tadi, dan gigi serinya rontok pula bersama tercabutnya mata rantai terakhir. Sejak itu Abu Ubaidah adalah orang ompong yang paling baik. Setelah kami merawat dan mengobati Rasulullah ﷺ, kemudian kami menemui Talhah yang ada di salah satu galian, ternyata kami jumpai pada tubuhnya kurang lebih tujuh puluh luka akibat tusukan tombak, pukulan pedang, dan lemparan panah. Kami jumpai pula jari telunjuknya terpotong, maka kami urus jenazahnya.
Al-Haisam ibnu Kulaib dan Imam Ath-Thabarani meriwayatkannya melalui hadits Ishaq ibnu Yahya dengan lafal yang sama. Tetapi di dalam riwayat Al-Haisam disebutkan bahwa Abu Ubaidah mengatakan, "Aku mohon kepadamu, wahai Abu Bakar, biarkanlah aku yang melakukan ini." Lalu Abu Ubaidah mencabut panah itu dengan mulutnya secara pelan-pelan karena takut membuat Rasulullah ﷺ kesakitan. Akhirnya anak panah itu berhasil ia cabut, tetapi bersamaan dengan itu gigi serinya rontok. Lalu Al-Haisam melanjutkan kisahnya.
Hadits ini dipilih oleh Al-Hafidzh Ad-Diya Al-Maqdisi di dalam kitabnya. Ali ibnul Madini menilai hadits ini dha’if (lemah) ditinjau dari jalur Ishaq ibnu Yahya. Karena sesungguhnya Ishaq ibnu Yahya dikatakan mempunyai kelemahan oleh Yahya ibnu Sa'id Al-Qattan, Imam Ahmad, Yahya ibnu Mu'in, Imam Al-Bukhari, Abu Dzar'ah, Abu Hatim, Muhammad ibnu Sa'd, Imam An-Nasai serta lain-lainnya.
Ibnu Wahb meriwayatkan, telah menceritakan kepadaku Amr ibnul Haris, bahwa Umar ibnus Saib pernah menceritakan kepadanya bahwa Malik (yaitu ayah sahabat Abu Sa'id Al-Khudri) ketika Rasulullah ﷺ terluka dalam Perang Uhud, maka ia menyedot luka itu dengan mulutnya hingga bersih dan tampak putih. Lalu dikatakan kepadanya, "Ludahkanlah!" Malik menjawab, "Tidak, demi Allah, aku tidak akan mengeluarkannya untuk selama-lamanya." Kemudian Malik berbalik dan maju bertempur, maka Nabi ﷺ bersabda: “Barang siapa yang ingin melihat seorang lelaki dari penduduk surga, hendaklah ia memandang orang ini.” Akhirnya Malik gugur sebagai syuhada.
Disebutkan di dalam kitab Shahihain melalui jalur Abdul Aziz ibnu Abu Hazm, dari ayahnya, dari Sahl ibnu Sa'd, bahwa ia pernah ditanya mengenai luka yang dialami oleh Rasulullah ﷺ maka ia menjawab: “Wajah Rasulullah ﷺ terluka dan gigi serinya rontok serta topi besi yang ada di kepalanya pecah. Maka Siti Fatimah mencuci darahnya, dan sahabat Ali mengucurkan air dengan tameng. Ketika Fatimah melihat bahwa air tidak dapat menghentikan darah, bahkan justru bertambah banyak; maka ia mengambil sepotong tikar, lalu ia bakar hingga menjadi abu, kemudian abunya ia tempelkan ke anggota yang luka, maka barulah darah berhenti mengalir.”
Firman Allah ﷻ: “Karena itu, Allah menimpakan atas kalian kesedihan demi kesedihan.” (Ali Imran: 153)
Yakni Allah membalas kalian dengan kesusahan di atas kesusahan yang lain.
Keadaannya sama dengan perkataan orang-orang Arab, "Engkau tinggal di Bani Fulan, juga tinggal di Bani Anu."
Menurut Ibnu Jarir, demikian pula makna firman-Nya: “Dan sesungguhnya aku akan menyalib kamu sekalian pada pangkal pohon kurma.” (Taha: 71) 'Ala juzu'in nakhli, artinya pada pangkal pohon kurma.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa kesusahan pertama disebabkan kekalahan dan ketika diserukan bahwa Muhammad ﷺ telah terbunuh. Sedangkan kesusahan yang kedua ialah ketika pasukan kaum musyrik menduduki posisi yang lebih tinggi daripada mereka di atas bukit, dan Nabi ﷺ bersabda: “Ya Allah, mereka tidak boleh lebih tinggi daripada kita.”
Dan diriwayatkan dari Abdur Rahman ibnu Auf, bahwa kesusahan yang pertama disebabkan kekalahan, sedangkan kesusahan yang kedua terjadi ketika diserukan bahwa Nabi Muhammad ﷺ telah terbunuh. Berita yang kedua ini mereka rasakan lebih berat ketimbang kekalahan yang mereka derita. Kedua atsar tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Mardawaih. Telah diriwayatkan pula hal yang serupa dari Umar ibnul Khattab. Ibnu Abu Hatim meriwayatkan hal yang serupa dari Qatadah.
As-Suddi mengatakan bahwa kesusahan pertama disebabkan telah luput dari mereka ganimah dan kemenangan. Kesusahan yang kedua karena musuh beroleh kemenangan atas mereka.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: “Karena itu, Allah menimpakan atas kalian kesedihan demi kesedihan.” (Ali Imran: 153) Yaitu kesusahan demi kesusahan, dengan terbunuhnya sebagian di antara saudara-saudara kalian, musuh kalian menang atas kalian, dan kesedihan yang mencekam hati kalian ketika mendengar bahwa Nabi kalian telah dibunuh. Hal tersebut terjadi menimpa kalian secara berturut-turut, hingga menjadi kesedihan di atas kesedihan.
Mujahid dan Qatadah mengatakan bahwa kesusahan pertama karena mereka mendengar bahwa Nabi Muhammad dibunuh, kesusahan yang kedua ialah pembunuhan dan luka yang diderita mereka dalam perang itu. Telah diriwayatkan dari Qatadah serta Ar-Rabi' ibnu Anas hal yang sebaliknya.
Diriwayatkan dari As-Suddi bahwa kesedihan yang pertama karena kemenangan dan ganimah terlepas dari tangan mereka. Kesedihan kedua karena musuh dapat mengalahkan mereka dan berada di atas mereka. Pendapat ini telah disebut keterangannya dari As-Suddi.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa pendapat yang benar di antara semuanya ialah pendapat orang yang mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “Karena itu, Allah menimpakan atas kalian kesedihan atas kesedihan.” (Ali Imran: 153) Karena itu, Allah menggantikan nikmat kalian wahai orang-orang mukmin dengan terhalangnya kalian mendapat ganimah dari kaum musyrik dan kemenangan atas mereka serta mendapat bantuan untuk menghadapi mereka, sehingga kalian banyak yang gugur dan mengalami luka-luka pada hari itu.
Padahal pada mulanya Allah telah memperlihatkan kepada kalian dalam kesemuanya itu hal-hal yang kalian sukai. Hal ini terjadi karena kalian durhaka terhadap Tuhan kalian dan kalian berani melanggar perintah nabi kalian. Kini kalian menjadi sedih setelah kalian menduga bahwa nabi kalian telah dibunuh, musuh berhasil memukul mundur kalian, dan keadaannya menjadi terbalik.
Firman Allah ﷻ: “Supaya kalian jangan bersedih hati terhadap apa yang luput dari kalian.” (Ali Imran: 153)
Yakni ganimah dan kemenangan atas musuh kalian yang luput dari tangan kalian.
“Dan terhadap apa yang menimpa kalian.” (Ali Imran: 153)
Yaitu berupa luka-luka yang banyak dialami oleh kalian, juga yang terbunuh. Demikianlah menurut penafsiran Ibnu Abbas, Abdur Rahman ibnu Auf, Al-Hasan, Qatadah, dan As-Suddi.
“Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (Ali Imran: 153) Maha Suci Allah dengan segala puji-Nya, tidak ada Tuhan selain Allah Yang Maha Agung lagi Maha Tinggi.
Setelah ditegaskan bahwa Allah adalah penolong yang terbaik, di sini dijelaskan salah satu bentuk pertolongan dimaksud. Yaitu akan Kami lindungi dan tolong kamu dengan masukkan rasa takut ke dalam hati orang-orang kafir, untuk menyerang kaum muslim, hal itu karena mereka mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan keterangan tentang itu. Dan tempat kembali mereka setelah meninggal dunia ialah neraka. Dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal yang abadi bagi orang-orang zalim.
Setelah Rasulullah dan para sahabat kembali dari Perang Uhud, timbul pertanyaan antara mereka mengenai sebab kegagalan dalam Perang Uhud, padahal Allah sudah menjanjikan kemenangan. Dan sungguh, Allah telah memenuhi janji-Nya kepadamu sebagaimana yang terjadi pada saat awal Perang Uhud, yaitu ketika kamu membunuh pemegang panji mereka, orang kafir dan tujuh orang lainnya dengan izin-Nya, sampai pada saat kamu lemah, dan takut karena ada sebagian pasukan yang lari dari medan perang, sehingga mendahulukan meraih harta rampasan perang atas ketaatan kepada Rasulullah Muhammad dan berselisih dalam urusan berebut harta rampasan perang itu dan mengabaikan perintah Rasul agar regu pemanah tetap bertahan pada tempat yang telah ditetapkan, walau dalam situasi bagaimanapun. Peristiwa tersebut terjadi setelah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai, yaitu kemenangan dan harta rampasan perang. Di antara kamu ada orang yang menghendaki dunia berupa harta rampasan perang dan di antara kamu ada pula orang yang menghendaki akhirat dengan menaati perintah Rasulullah, seperti komandan pasukan pemanah, yaitu Abdullah bin Jubair. Kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka dengan menggagalkan kemenangan yang sudah hampir diraih untuk mengujimu siapa yang kuat imannya dan siapa yang lemah. Tetapi ketahuilah Dia benar-benar telah memaafkan kesalahan kamu dalam Perang Uhud. Dan Allah mempunyai karunia yang banyak yang diberikan kepada orang-orang mukmin yang beriman dengan sebenar-benarnya.
Bentuk pertolongan Allah yang diberikan kepada orang mukmin, dengan membisikkan ke dalam hati orang kafir rasa takut untuk melanjutkan peperangan, karena mereka mempersekutukan Allah. Tempat mereka neraka dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal bagi orang-orang yang zalim.
Memang bagaimanapun hebat dan gagah perkasanya seseorang, ia akan merasa lemah dan tidak dapat berbuat sesuatu, apabila ia telah dihinggapi oleh perasaan takut.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Masih peringatan tentang Uhud!
Melihat kaum Muslimin telah hampir terdesak, malahan tersebar pula berita bahwa Rasulullah ﷺ telah mati terbunuh, memang ada orang yang guncang pikiran, sehingga te-rangan-angan oleh mereka kalau-kalau dapat mengutus beberapa orang dari antara mereka untuk menemui kembali Abdullah bin Ubay yang telah pulang ke Madinah bersama dengan 300 orang pengikutnya itu. Supaya dapat Abdullah bin Ubay itu menjadi perantara meminta damai kepada Abu Sufyan sebagai pemimpin kaum musyrikin. Syukurnya bahwa orang-orangyanglemah iman ini tidak seberapa jumlahnya. Sayang sekali Sayyidina Utsman bin Affan nyaris pula terguncang oieh perasaan ini.
Maka datanglah teguran ayat ini.
Ayat 149
“Wahai orang-orang yang beriman! Jikalau kamu ikuti orang-orang yang kafir itu, niscaya mereka akan ...kan kamu atas tumit kamu. Maka, akan berpalinglah kamu dalam keadaan rugi,"
Sebagamana yang telah dikatakan pada beberapa ayat yang telah lalu, hari bergilir antara manusia. Hari ini menggembirakan dan besok mungkin mengecewakan. Akan tetapi, apabila baru dapat sedikit marabahaya telah ada yang ingin berdamai saja, mencari orang perantara pula, sedang perantara itu orang yang mengkhianati apalah jadinya? Niscaya yang menang akan merekan dan menginjak. Niscaya yang kalah akan disuruh memutar tumit, kembali kepada zaman jahiliyyah, maka terpalinglah mereka dari tujuan yang telah lama mereka perjuangkan, yaitu menegakkan kalimat Allah dan menempuh jalan Allah di bumi. Yang rugi tentu mereka! Rugi dunia dan akhirat!
Ayat ini adalah teguran kepada yang lemah atau terguncang perasaan melihat pihak Islam telah terdesak. Adapun dalam pimpinan tertinggi, Nabi ﷺ dengan kira-kira 30 orang yang inti, termasuk Abu Bakar, Umar, Ali, Sa'ad bin Ubadah, Abu Ubaidah dan lain-lain, sekali-kali tidaklah terbayang keinginan hendak mengaku tunduk. Bahkan ada lagi beberapa perempuan yang ikut perperang, telah berjuang dengan bersemangat.
Ayat 150
“Bahkan Allah lah Pelindung kamu dan Dialah yang sebaik-baik Penolong."
Setelah selesai perang, telah bergelimpangan mayat syuhada. Abu Sufyan berdiri di puncak sebuah bukit dan bersorak-sorak memanggil nama-nama pahlawan-pahlawan Islam yang disangkanya telah tewas. Dipanggilnya Abu Bakar, kemudian dipanggilnya Umar. Kalau tidak menjawab, tentu pengikutnya ber-girang hati, sebab mereka menyangka bahwa yang tidak menyahut itu pun telah mati! Tetapi Umar bin Khaththab tidak tahan men-dengarkannya, lalu disahutinya, “Kami semuanya masih hidup sehat wal afiat." Akhirnya Abu Sufyan membanggakan lambang perjuangannya, “Kami mempunyai Uzza dan tak ada Uzza padamu!" Mendengar itu Rasulullah ﷺ menyuruh Umar menyahut, “Pelindung kami Allah dan tidak ada pelindung bagi kamu!"
Abu Sufyan terdiam! Sebab Uzza itu hanyalah berhala yang mereka lindungi, sebab itulah mereka banggakan. Sedang Allah mereka perangi karena mempertahankan Uzza.
Penangkisan Umar atas sorak Abu Sufyan inilah yang dikuatkan oleh ayat ini,
“Bahkan Allah-Iah Pelindung kamu, wahai umat yang beriman." Sebab yang kami perjuangkan dengan menyambung nyawa ini tidak lain daripada kebenaran Allah. Bukanlah Abdullah bin Ubay yang mengkhianati kamu dan meninggalkan medan perang sebelum bertempur dan bukan pula Abu Sufyan yang membanggakan diri dalam perjuangan, bahwa dia mempunyai berhala Uzza. Bukan itu pelindung kamu dan bukan itu penolong kamu. Apabila Allah telah menjanjikan bahwa Dialah Pelindung dan Dia yang akan memberikan pertolongan kepada hamba-Nya yang benar-benar berjuang atas nama-Nya, pastilah janji-Nya itu akan dipenuhi-Nya. Kalau sekarang kamu dikecewakan, tidak lain hanyalah karena kesalahanmu sendiri.
Ayat 151
“Akan Kami letakkan rasa takut ke dalam hati orang-orang yang kafir itu, karena mereka telah mempersekutukan Allah dengan barang yang tidak diturunkan keterangan untuknya."
Artinya, meskipun mereka telah berhasil dapat menewaskan 70 orang yang beriman, di antaranya pahlawan gagah berani, kebanggaan Islam, Hamzah bin Abdul Muthalib, tetapi kemenangan itu tidaklah menambah berani mereka, tetapi kian lama kian merasa takut dan ngeri mereka. Apatah lagi setelah diserukan oleh Umar dengan suruhan Rasulullah ﷺ perkataan bahwa pelindung kami ialah Allah, sedang kamu tidaklah mempunyai pelindung apa pun. Ini meninggalkan kesan kengerian di hati mereka.
Ini adalah satu ajaran penting yang di-pusakakan terus-menerus kepada umat Muhammad yang berjuang menegakkan kebenaran. Sekali-kali janganlah menyerah dan tunduk kepada musuh, karena melihat kemenangan mereka pada gejolak perjuangan pertama. Meskipun mereka sepintas lalu kelihatan menang, tetapi hati kecil mereka pasti merasa kecut juga memikirkan zaman depan, sebab perjuangan mereka tidak berdasar.
Sungguhlah kekufuran itu membuat manusia selalu dikelilingi oleh takut dan ngeri. Sebab, hati kecil yang di dalam itu selalu mengakui bahwa langkah mereka salah dan yang mereka perjuangkan tidaklah suatu hal yang benar. Dalam peperangan mereka membanggakan berhala atau dewa mereka, yaitu Uzza. Mereka sendiri pun dalam hati sanubari mengakui bahwa Uzza tidak dapat berbuat apa-apa untuk terus membantu mereka. Sungguhlah suatu hal yang amat sulit membangunkan suatu ideologi untuk membenarkan suatu perjuangan. Suatu cita yang dalam diri sendiri terasa tidak jelas, kian lama niscaya akan mendatangkan keraguan dan lama-kelamaan menjadi ketakutan, “Untuk apa saya ini berjuang?" Pengikut-pengikut tentu pun lama-kelamaan akan bertanya, “Untuk siapa kita ini mati?"
“Tempat kembali mereka ialah neraka dan seburuk-buruknyalah tempat kembali orang yang zalim itu."
Ayat ini adalah yang kesekian kali memperingati orang-orang yang beriman tentang sucinya dasar perjuangan mereka dan goyahnya sendi tempat berpijak musuh-musuh itu. Bagaimana orang yang beriman akan tunduk kepada mereka yang sudah jelas menjadi alas neraka?
Lalu, Allah memperingatkan lagi bahwa nyarislah kemenangan ada di tangan kaum yang beriman.
Ayat 152
“Sesungguhnya Allah telah memenuhi janji-Nya kepada kamu, ketika kamu sirnakan mereka dengan sungguh-sungguh dengan izin-Nya."
Yaitu pada permulaan pertempuran, baik ketika seorang sama seorang ataupun setelah bertempur bersosoh, sehingga Hamzah saja, konon telah menewaskan tidak kurang dan tiga puluh orang musyrikin dan delapan belas orang yang mati dibunuh oleh yang lain.
Dalam permulaan pertempuran datanglah Thalhah bin Utsman yang memegang bendera perang kaum musyrikin, lalu dengan sombongnya dia bersorak, “Hai sekalian pengikut Muhammad! Kamu mengatakan selalu bahwa dengan pedangmu akan kamu antarkan kami ke neraka dan kalau kamu tewas oleh kami, pedang kami akan mengantarkan kamu ke surga. Sekarang siapa yang berani antara kamu tampil ke depanku? Marilah kita bermain pedang! Kalau kamu tewas, pedangkulah yang mengantar kamu ke surga yang kamu katakan itu. Dan kalau aku yang tewas, marilah antarkan aku ke neraka!"
Mendengar seruan yang amat sombong itu, tampillah Ali bin Abi Thalib, lalu jawabnya, “Demi Allah! Tantanganmu aku sambut! Aku belum akan berhenti sebelum pedangku mengantarkan engkau ke neraka, atau pedangmu mengantar aku ke surga!"
Mulailah mereka bertempur. Demi dengan sekali ayunan pedang saja, putuslah kaki Thalhah bin Utsman oleh pedang Ali, dia pun terjatuh, kainnya terbuka dan nyaris kelihatan kemaluannya. Lalu dia berseru dengan suara terputus-putus, “Dengan karena Allah, wahai Ali, anak pamanku. Kemaluanku terbuka!" Mendengar seruan itu, Ali bin Abi Thalib “Singa Allah" yang gagah perkasa itu memutar punggungnya dan tidak mau melihat aurat Thalhah. Dari jauh Rasulullah sendiri berseru, “Allahu Akbar!" Setelah sampai di dekat Rasulullah, bertanyalah sahabat-sahabatnya, “Mengapa engkau tinggalkan dia? Tidak terus engkau bunuh?" Ali menjawab, “Seketika dia memanggilku sebagai putra pamannya, dia minta dihormati karena auratnya terbuka, tidaklah aku teruskan lagi."
Inilah satu cerita kekesatriaan yang jarang tandingannya. Sebab itu, dikatakan orang pada zaman dahulu,
“Tidak ada pemuda sejati selain Ali. Tidak ada pedang yang tajam selain Zulfiqar."
Baik pada masa mudanya ketika Peperangan Uhud ini, maupun sewaktu dia telah jadi orang dewasa dalam Peperangan Khaibar, atau setelah dia jadi khalifah dan berperang dengan Mu'awiyah, AH bin Abi Thalib tetap seorang ksatria yang menjadi kemegahan dan harus menjadi teladan bagi seluruh pemuda Islam. ...
Dalam Peperangan Uhud ini, musuhnya yang telah dikalahkannya, Thalhah bin Utsman tidak jadi dibunuhnya setelah kaki lawannya itu putus, sebab lawannya itu meminta supaya dibebaskan demi kemaluannya telah terbuka. Dan Ali pergi saja dengan membelakangkan punggungnya karena tidak mau melihat kemaluan orang terbuka. Orang yang berkesopanan tinggi tidak mau melihat itu.
Kejadian yang kedua ialah ketika dia telah mengalahkan musuhnya seorang Yahudi dalam Peperangan Khaibar. Seketika telah bergumul, musuh itu sudah tertelentang dan Ali telah duduk di atas dada orang itu, tinggal lagi menikamkan pedangnya sekali tikam orang itu akan mati. Akan tetapi, orang itu mendapat akal yang ganjil sekali. Dlludahinya muka Ali. Setelah mukanya basah oleh air liur yang busuk itu, Ali terus berdiri dan orang itu ditinggalkannya. Dengan heran tercengang orang itu bertanya, mengapa dia tidak dibunuh. Dengan kontan Ali menjawab, “Tadi saya hendak membunuhmu, sebab engkau ludahi mukaku, aku sangat marah kepadamu. Akan tetapi, aku sadar kalau aku bunuh engkau lantaran marah muka diludahi, maka kematianmu bukan lagi karena engkau musuh Allah, tetapi sebagai suatu balasan dendam pribadiku. Aku tidak mau begitu. Sebab, antara pribadi dan pribadi, antara kita tidak ada permusuhan."
Keksatriaan Ali ini pulalah yang membebaskan Amr bin Ash dari pedang dan tombak Ali dalam Peperangan Shiffin. Mulanya Ali mengajak perang tanding antara dia dan Mu'awiyah atau wakilnya. Kalau salah satu mereka mati, perkelahian sesama Islam ini akan selesai dengan sendirinya. Akan tetapi, Mu'awiyah tidak mau mengabulkan tantangan itu. Karena rupanya dia sudah tahu lebih dahulu, kalau berhadapan dengan Ali dia akan kalah. Lalu tampillah wakil Mu'awiyah, yaitu Amr bin Ash. Setelah dimulai perang tanding dengan masing-masing berkuda, nyarislah terdesak Amr bin Ash oleh serangan bertubi-tubi dari Ali. Dalam terdesak itu dan sudah hampir leher atau kakinya putus, tiba-tiba Amr bin Ash bersorak, “Celanaku tanggal!" Mendengar sorak demikian, Ali terus saja membelokkan kudanya, sehingga Amr bin Ash tak jadi ditikamnya.
Setelah Ali berhasil memutuskan kaki Thalhah bin Utsman, tampil pula ke depan Zubair bin Awwam, dan Miqdad. Demi pihak Quraisy mendengar nama Zubair, pahlawan yang pada zaman jahiliyyah jadi kebanggaan Quraisy juga, semangat orang Quraisy jadi lemah, walaupun bilangan mereka lebih banyak.
Sedang perang ditentukan oleh semangat perang. Melihat Zubair telah maju bersama Miqdad dengan berkuda ke tengah medan, orang-orang Quraisy lari simpang siur. Kaum Muslimin yang lain mulai pula menyerang. Sedang orang Quraisy pecah perangnya dan lari, barang-barang dan harta mereka berceceran jatuh. Dan kaum Muslimin yang mengejar dari belakang tidak melepaskan peluang, lalu mereka punguti barang-barang rampasan yang halal itu. Melihat itulah sebagian pemanah yang bertahan di lereng bukit melupakan disiplin, sehingga mereka berduyun-duyun meninggalkan pos, meskipun dicegah keras oleh komandan mereka, Abdullah bin Jubair. Akan tetapi, larangan itu tidak mereka acuhkan, sehingga terjadi pertengkaran dengan beberapa orang yang setia memegang disiplin. Dan karena itulah datang lanjutan ayat, “Hingga apabila kamu telah jadi lemah hati dan berbantahan dalam hal itu serta mendurhaka setelah diperlihatkan-Nya kepadamu apa yang kamu sukai."
Yang dituju oleh ayat ini ialah kompi pemanah penjaga lereng bukit itu yang lemah hati sehingga timbul perbantahan antara yang hendak meninggalkan penjagaan karena memburu rampasan dengan yang setia mengikuti perintah Rasul supaya tetap di tempat, walau apa yang terjadi. Pertengkaran inilah yang diisyaratkan oleh lanjutan ayat, “Antara kamu memang ada yang menghendaki dunia dan ada yang menghendaki akhirat."
Orang-orang yang lupa akan tugasnya atau melalaikan tugas dengan sengaja, karena melihat harta, itulah orang yang berjuang karena hanya menginginkan dunia. Peperangannya hingga itulah. Dan orang-orang yang setia, tetap berdiri pada posnya karena taat kepada perintah panglima perang, itulah orang yang berjuang karena menginginkan akhirat. Pengalaman kita di dalam perjuangan menegakkan kemerdekaan tanah air kita Indonesia sejak tahun 1945 dan seterusnya menambah mendalamnya pengertian kita terhadap ayat ini. Memang ada orang yang berjuang mati-matian sebelum menampak harta benda, emas perak dan pangkat. Kelemahan inilah yang selalu diperhatikan oleh musuh. Banyak orang yang menyeberang karena yang diperjuangkannya hanyalah perut atau ke-dudukan. Maka, ayat ini memberi peringatan kepada setiap pejuang menegakkan jalan Allah, agar mengoreksi niat sejak mulai perjuangan sampai setelah perjuangan berkecamuk, bahkan sampai kepada masa selesainya perjuangan.
Lalu, datanglah lanjutan ayat, “Kemudian Dia palingkan kamu dari mereka, sebagai percobaan kepadamu." Di dalam ayat ini, Allah menjelaskan, meskipun telah tewas 70 kaum Muslimin dalam perang itu, tetapi Allah tetap menolong sisa yang tinggal, sehingga meskipun tempat pertahanan yang ditinggalkan oleh pengawalnya itu telah dapat direbut oleh pahlawan Quraisy waktu itu, yaitu Khalid bin Walid, tetapi sisanya telah dipalingkan oleh Allah karena tentara Islam itu akan diuji atau tengah diuji Allah. Moga-moga pengalaman yang sekali ini menjadi perhatian untuk selanjutnya, jangan terulang lagi.
Akhirnya datanglah lanjutan ayat,
‘Tetapi sesungguhnya telah memaafkan-Nya kamu. Karena Allah mempunyai kurnia atas orang-orang yang beriman."
Kekecewaan pertama memang telah terjadi sehingga Nabi sendiri luka dan nyaris tewas. Akan tetapi, ini hanyalah disebabkan kesalahan beberapa orang yang tidak setia di lereng bukit. Adapun jumlah yang setia dan berjuang semata-mata menginginkan akhirat, jauh lebih banyak. Allah belum hendak menghukum semua karena kesalahan segolongan kecil.
Demi menghargai iman orang-orang yang jujur, maka kesalahan yang bersalah itu turut dimaafkan, karena itu baru kesalahan pertama, kelalaian karena belum banyak pengalaman. Perang yang besar sesudah Badar, barulah Uhud ini. Dan sesudah ini akan masih banyak tugas yang dihadapi.
Ayat 153
Lalu, datanglah lanjutan firman Allah, “(Ingatlah) tatkala kamu lari dan tidak berpaling kepada seorang jua pun."
Ayat ini peringatan pula kepada yang lain lagi, yaitu yang lari melihat kaum musyrikin telah maju kembali, melihat 70 syuhada telah bergelimpangan, sehingga Nabi sendiri dengan beberapa orang yang setia mengawal beliau, telah mereka tinggalkan. Sedang antara yang mengawal itu ada juga perempuan. “Padahal Rasul telah menghimbaumu dari belakangmu." Pada waktu mereka telah lari sifat kuping itu Nabi berseru, “Mari ke mari, wahai hamba Allah! Mari ke mari, sungguh aku adalah Rasulullah. Siapa yang kembali, surgalah untuk dia."
Tetapi yang lari itu terus lari juga, tidak menoleh ke kiri-kanan dan tidak mereka pedulikan lagi panggilan Nabi itu. “Lalu Dia timpakan kepadamu satu kesusahan hati dengan sebab satu kesusahan hati." Kesusahan hati yang pertama karena mendengar Nabi telah tewas, kesusahan yang kedua, karena takut akan dibunuh musuh. Ini peringatan Allah kembali, tetapi karena Allah telah memberi maaf, lanjutan firman Allah ialah bujukan,
“Agar kamu tidak berduka cita atas (keuntungan) yang telah luput dari kamu dan tidak pula atas bahaya yang menimpa kamu." Moga-moga saja pada waktu lain akan lebih baik (Next time better—kata orang Inggnis) “Allah amat mengetahui apa juapun yang kamu kerjakan."
Inilah hal itu dibuka Allah kembali, dengan firman-Nya, dengan perantaraan Rasul-Nya, terbuka semua rahasia hati kamu, karena memang tidak ada perbuatan kamu itu yang tersembunyi dari pandangan Allah. Supaya untuk selanjutnya kamu hati-hati menghadapi segala pekerjaan dan urusan. Jangan sampai niat yang suci terpesong kepada maksud yang kotor. Jangan sampai membuat malu di hadapan Rasul, sehingga seketika dipanggilnya kamu tidak peduli lagi.
Ujung ayat ini menyatakan bahwa Allah amat mengetahui apa jua pun yang kamu kerjakan, besar sekali kesannya kepada jiwa Mukmin. Ayat ini akan menghilangkan kecurangan dan penipuan kepada diri sendiri sebagai gejala mental yang mulai bobrok.
Kita misalkan berada seorang diri di dalam satu kamar; anak dan istri tidak melihat, sedang perut kita lapar karena puasa. Mengapa tidak kita lepaskan puasa kita dan kita langsung berbuka saja, padahal tidak ada orang yang melihat? Karena Allah mengetahui apa jua pun yang kita kerjakan. Sebab itu, maka keimanan kepada Allah menjadi pembimbing jiwa kita pada waktu beramai-ramai dengan orang lain dan pada waktu kita duduk terpencil sendirian.