Ayat
Terjemahan Per Kata
إِذۡ
ketika
تَمۡشِيٓ
berjalan
أُخۡتُكَ
saudara perempuanmu
فَتَقُولُ
maka/lalu ia berkata
هَلۡ
apakah
أَدُلُّكُمۡ
aku menunjukkan kepadamu
عَلَىٰ
atas
مَن
orang
يَكۡفُلُهُۥۖ
dia memeliharanya
فَرَجَعۡنَٰكَ
maka Kami mengembalikan kamu
إِلَىٰٓ
kepada
أُمِّكَ
ibumu
كَيۡ
supaya
تَقَرَّ
dingin
عَيۡنُهَا
matanya
وَلَا
dan tidak
تَحۡزَنَۚ
bersedih hati
وَقَتَلۡتَ
dan kamu membunuh
نَفۡسٗا
seseorang
فَنَجَّيۡنَٰكَ
maka Kami menyelamatkan kamu
مِنَ
dari
ٱلۡغَمِّ
kesusahan
وَفَتَنَّـٰكَ
dan Kami memberikan cobaan kepadamu
فُتُونٗاۚ
beberapa cobaan
فَلَبِثۡتَ
maka kamu tinggal
سِنِينَ
beberapa tahun
فِيٓ
dalam/diantara
أَهۡلِ
penduduk
مَدۡيَنَ
Madyan
ثُمَّ
kemudian
جِئۡتَ
kamu datang
عَلَىٰ
atas/menurut
قَدَرٖ
ketetapan waktu
يَٰمُوسَىٰ
wahai musa
إِذۡ
ketika
تَمۡشِيٓ
berjalan
أُخۡتُكَ
saudara perempuanmu
فَتَقُولُ
maka/lalu ia berkata
هَلۡ
apakah
أَدُلُّكُمۡ
aku menunjukkan kepadamu
عَلَىٰ
atas
مَن
orang
يَكۡفُلُهُۥۖ
dia memeliharanya
فَرَجَعۡنَٰكَ
maka Kami mengembalikan kamu
إِلَىٰٓ
kepada
أُمِّكَ
ibumu
كَيۡ
supaya
تَقَرَّ
dingin
عَيۡنُهَا
matanya
وَلَا
dan tidak
تَحۡزَنَۚ
bersedih hati
وَقَتَلۡتَ
dan kamu membunuh
نَفۡسٗا
seseorang
فَنَجَّيۡنَٰكَ
maka Kami menyelamatkan kamu
مِنَ
dari
ٱلۡغَمِّ
kesusahan
وَفَتَنَّـٰكَ
dan Kami memberikan cobaan kepadamu
فُتُونٗاۚ
beberapa cobaan
فَلَبِثۡتَ
maka kamu tinggal
سِنِينَ
beberapa tahun
فِيٓ
dalam/diantara
أَهۡلِ
penduduk
مَدۡيَنَ
Madyan
ثُمَّ
kemudian
جِئۡتَ
kamu datang
عَلَىٰ
atas/menurut
قَدَرٖ
ketetapan waktu
يَٰمُوسَىٰ
wahai musa
Terjemahan
Ketika saudara perempuanmu berjalan (untuk mengawasi dan mengetahui berita), dia berkata (kepada keluarga Fir‘aun), ‘Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya?’ Maka, Kami mengembalikanmu kepada ibumu agar senang hatinya dan tidak bersedih. Engkau pernah membunuh seseorang (tanpa sengaja) lalu Kami selamatkan engkau dari kesulitan (yang besar) dan Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan (yang berat). Lalu, engkau tinggal beberapa tahun di antara penduduk Madyan, kemudian engkau, wahai Musa, datang menurut waktu yang ditetapkan.
Tafsir
(Yaitu ketika) lafal Idz di sini bermakna Ta'lil (saudaramu yang perempuan berjalan) namanya Maryam untuk menyelidiki beritamu. Karena sesungguhnya Firaun dan keluarganya telah mendatangkan orang-orang perempuan yang menyusui, sedangkan kamu tidak mau menerima air susu seorang pun di antara mereka (lalu ia berkata, 'Bolehkah saya menunjukkan kepada kalian orang yang akan memeliharanya?') kemudian usulnya itu ternyata diperkenankan oleh keluarga Firaun, maka segera Maryam mendatangkan ibunya, lalu Nabi Musa mau menerima air susunya. (Maka Kami mengembalikanmu kepada ibumu, agar senang hatinya) karena bertemu kembali denganmu (dan tidak berduka cita) sejak saat itu. (Dan kamu pernah membunuh seorang manusia) yaitu seorang bangsa Qibti di Mesir. Maka kamu merasa susah dan khawatir setelah membunuh orang itu terhadap pembalasan raja Firaun (lalu Kami selamatkan kamu dari kesusahan dan Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan) Kami telah mengujimu dengan beberapa cobaan selain dari peristiwa itu, kemudian Kami selamatkan pula kamu daripadanya (maka kamu tinggal beberapa tahun) yakni selama sepuluh tahun (di antara penduduk Madyan) sesudah kamu datang ke tempat itu dari negeri Mesir, yaitu kamu tinggal di tempat Nabi Syuaib yang kemudian ia mengawinkanmu dengan putrinya (kemudian kamu datang menurut waktu yang ditetapkan) di dalam ilmu-Ku dengan membawa risalah, yaitu dalam usia empat puluh tahun (hai Musa!).
Tafsir Surat Taha: 40-44
maka kamu tinggal beberapa tahun di antara penduduk Madyan, kemudian kamu datang menurut waktu yang ditetapkan, hai Musa, dan Aku telah memilihmu untuk diri-Ku. Pergilah kamu beserta saudaramu dengan membawa ayat-ayat-Ku, dan janganlah kamu berdua lalai dalam mengingat-Ku. Pergilah kamu berdua kepada Firaun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.
Allah berfirman kepada Musa, bahwa sesungguhnya dia akan bermukim di tengah-tengah penduduk Madyan setelah melarikan diri dari kejaran Fir'aun dan para pembantunya. Selama itu ia menggembalakan ternak mertuanya sehingga masa kerjanya habis dan kontrak kerjanya selesai. Kemudian Musa datang sesuai dengan apa yang telah digariskan oleh takdir dan kehendak Allah tanpa ada perjanjian terlebih dahulu; segala sesuatu itu berjalan atas kehendak Allah ﷻ Dialah Yang Mengatur dan Menjalankan urusan hamba-hamba-Nya dan hal ikhwal makhluk-Nya menurut apa yang dikehendaki-Nya.
Untuk itulah disebutkan oleh firman-Nya: [] kemudian kamu datang menurut waktu yang ditetapkan, hai Musa. (Thaha: 40) Mujahid mengatakan bahwa yang dimaksud ialah menurut janji yang ditetapkan. Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: kemudian kamu datang menurut waktu yang ditetapkan, hai Musa. (Thaha: 40) Bahwa makna yang dimaksud ialah sesuai dengan waktu penetapan pengangkatan kerasulan dan kenabian. Firman Allah ﷻ: dan Aku telah memilihmu untuk diri-Ku. (Thaha: 41) Yakni Aku telah mengangkat dan memilihmu menjadi seorang rasul menurut apa yang Kukehendaki dan apa yang Kusukai.
Imam Bukhari sehubungan dengan tafsir ayat ini mengatakan: telah menceritakan kepada kami As-Silt ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Mahdi ibnu Maimun, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sirin, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah ﷺ yang telah bersabda: Adam bersua dengan Musa. Musa berkata, "Engkaulah orang yang menyengsarakan manusia dan yang menyebabkan mereka dikeluarkan dari surga. Adam menjawab, "Engkaulah orang yang dipilih oleh Allah untuk membawa risalah-Nya dan memilihmu untuk diri-Nya (dekat dengan-Nya) serta menurunkan kepadamu kitab Taurat." Musa berkata, "Ya.
Adam berkata, "Aku telah menjumpai hal itu telah tercatat (di Lauh Mahfuz) untukku sebelum Allah menciptakan aku. Musa menjawab, "Ya. Akhirnya Adam dapat mengalahkan Musa dalam debatnya. Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Firman Allah ﷻ: Pergilah kamu beserta saudaramu dengan membawa ayat-ayat-Ku. (Thaha: 42) Yaitu dengan membawa hujah-hujah-Ku, bukti-bukti, dan mukjizat-mukjizat dari-Ku. dan janganlah kamu berdua lalai dalam mengingat-Ku. (Thaha: 42) Ali ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah janganlah kamu berdua terlambat.
Menurut Mu jahid, dari Ibnu Abbas, artinya janganlah kamu berdua lemah. Makna yang dimaksud ialah bahwa keduanya diperintahkan oleh Allah untuk terus-menerus mengingat Allah; bahkan di kala mereka berdua menghadapi Fir'aun, harus tetap ingat kepada Allah. Dimaksudkan agar mengingat Allah dapat membantu keduanya menghadapi Fir'aun dan menjadi kekuatan bagi keduanya serta menjadi pengaruh yang dapat mematahkan Fir'aun, seperti yang telah disebutkan dalam hadis berikut: ".
Sesungguhnya hamba-Ku yang sebenar-benarnya ialah seseorang yang selalu mengingat-Ku saat dia sedang melaksanakan tugasnya. Firman Allah ﷻ: Pergilah kamu berdua kepada Firaun, sesungguhnya dia telah melewati batas. (Thaha: 43) Yaitu membangkang, berlaku sewenang-wenang, dan melampaui batas terhadap Allah serta durhaka kepada-Nya. maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut. (Thaha: 44) Ayat ini mengandung pelajaran yang penting, yaitu sekalipun Fir'aun adalah orang yang sangat membangkang dan sangat takabur, sedangkan Musa adalah makhluk pilihan Allah saat itu, Musa tetap diperintahkan agar dalam menyampaikan risalah-Nya kepada Fir'aun memakai bahasa dan tutur kata yang lemah lembut dan sopan santun.
Seperti yang telah diterangkan oleh Yazid Ar-Raqqasyi saat menafsirkan firman-Nya: maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut. (Thaha: 44) Ia mengemukakan perkataan seorang penyair seperti berikut: Wahai orang yang bertutur lemah lembut kepada orang yang memusuhinya, maka bagaimanakah ia bertutur kata dengan orang yang menyukai dan mendambakannya (yakni tak terbayangkan kelembutan tutur katanya)? Wahb ibnu Munabbih telah mengatakan sehubungan dengan pengertian ini, "Sesungguhnya aku lebih banyak memaaf dan mengampuninya daripada marah dan menghukuminya." Dari Ikrimah, telah disebutkan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut. (Thaha: 44) Yakni ucapan "Tidak ada Tuhan selain Allah".
Amr ibnu Ubaid telah meriwayatkan dari Al-Hasan Al-Basri sehubungan dengan makna firman-Nya: maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut. (Thaha: 44) Yaitu Musa diperintahkan untuk menyampaikan kepada Fir'aun kalimat berikut, "Sesungguhnya engkau mempunyai Tuhan, dan engkau mempunyai tempat kembali, dan sesungguhnya di hadapanmu ada surga dan neraka." Baqiyyah telah meriwayatkan dari Ali ibnu Harun, dari seorang lelaki, dari Ad-Dahhak ibnu Muzahim, dari An-Nizal ibnu Sabrah, dari Ali sehubungan dengan makna firman-Nya: maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut. (Thaha: 44) Bahwa yang dimaksud dengan layyinan ialah dengan kata-kata sindiran (bukan dengan kata-kata terus terang).
Hal yang sama telah diriwayatkan dari Sufyan As-Sauri, bahwa sebutlah dia dengan julukan Abu Murrah. Pada garis besarnya pendapat mereka menyimpulkan bahwa Musa dan Harun diperintahkan oleh Allah ﷻ agar dalam dakwahnya kepada Fir'aun memakai kata-kata yang lemah lembut, sopan santun, dan belas kasihan; Dimaksudkan agar kesannya lebih mendalam dan lebih menggugah perasaan serta dapat membawa hasil yang positif. Seperti yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat lain yang mengatakan: Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baikdan bantahlah mereka dengan cara yang baik. (An-Nahl: 125) Adapun firman Allah ﷻ: mudah-mudahan ia ingat atau takut. (Thaha: 44) Yakni barangkali saja Fir'aun sadar dari kesesatannya yang membinasakan dirinya itu, atau ia menjadi takut kepada Tuhannya, akhirnya ia mau taat kepada-Nya.
Seperti yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat lain melalui firman-Nya: bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur. (Al-Furqan: 62) Orang yang mau mengambil pelajaran akan sadar dan menghindari hal-hal yang terlarang, sedangkan rasa syukur ini timbul dari rasa takut kepada Allah dan sebagai ungkapan terima kasih kepada-Nya, akhirnya ia mengerjakan ketaatan kepada-Nya. Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: mudah-mudahan ia ingat atau takut. (Thaha: 44) Yakni janganlah kamu berdua mendoakan kebinasaan untuknya sebelum kamu mengemukakan alasanmu kepadanya.
Sehubungan dengan hal ini saya akan mengemukakan syair Zaid ibnu Amr ibnu Nufail yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq, menyitir kata-kata Umayyah ibnu Abus Silt: ............................. Engkaulah yang memberikan anugerah dan rahmat kepada siapa yang Engkau kehendaki, Engkau telah mengutus Musa sebagai rasul yang menyeru (Fir'aun untuk menyembah-Mu).
Maka Engkau berfirman kepadanya, "Pergilah kamu beserta Harun, serulah Firaun untuk menyembah Allah, dia adalah orang yang melampaui batas. Katakanlah olehmu berdua kepadanya, 'Apakah engkau mampu menghamparkan bumi ini tanpa pasak sehingga ia dapat terhampar seperti sekarang?' Dan katakanlah olehmu berdua kepadanya, 'Apakah kamu mampu meninggikan langit ini tanpa tiang penyangga? Kalau begitu, cobalah bangun olehmu sendiri'.
Dan katakanlah olehmu berdua kepadanya, 'Apakah engkau yang menciptakan bintang-bintang yang bersinar bila malam hari sehingga dapat dijadikan sebagai pedoman arah? Dan katakanlah olehmu berdua kepadanya, 'Siapakah yang menerbitkan matahari di pagi hari, sehingga tiada suatu belahan bumi pun yang terkena sinarnya melainkan tampak dengan jelas?' Dan katakanlah olehmu berdua kepadanya, "Siapakah yang menumbuhkah biji-bijian di bumi, sehingga tumbuhlah tetumbuhan dengan pesatnya, lalu dikeluarkan pula dari pucuk tetumbuhan itu biji-bijian?" Dalam semuanya itu terkandung tanda-tanda yang menunjukkan kekuasaan Allah bagi orang yang berakal.
Berkatalah mereka berdua, "Ya Tuhanku, sesungguhnya kami khawatir bahwa ia segera menyiksa kami atau akan bertambah melewati batas. Allah berfirman.Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat. Maka datanglah kamu berdua kepadanya (Fir'aun)"
Wahai Nabi Musa, ingatlah ketika saudara perempuanmu berjalan di sekitar istana tempat engkau berada setelah dipungut dari sungai, untuk mencari berita tentang dirimu. Ketika ia tahu engkau enggan menyusu, lalu dia berkata kepada keluarga Fir'aun, 'Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan menyusui dan memeliharanya'' Mereka setuju, lalu saudaramu mengajak ibumu untuk menyusuimu. Maka, Kami mengembalikanmu kepada ibumu agar senang hatinya karena dapat memeliharamu dan tidak bersedih hati karena jauh darimu. Dan ingatlah wahai Nabi Musa pada anugerah Kami yang lain, yaitu ketika engkau setelah menginjak dewasa pernah membunuh seseorang dari penduduk Mesir, lalu Kami selamatkan engkau dari kesulitan yang menimpamu akibat pembunuhan itu. Kami keluarkan engkau dari Mesir dan Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan yang berat di tempat tinggalmu yang baru. Dengan rahmat Kami engkau berhasil mengatasinya, lalu engkau tinggal beberapa tahun di antara penduduk Madyan dan menjadi menantu Nabi Syuaib. Kemudian saat ini engkau, wahai Nabi Musa, datang ke tempat ini menurut waktu yang telah ditetapkan oleh Allah. 41. Dan ketahuilah, wahai Nabi Musa, sungguh Aku telah memilihmu, memeliharamu, dan mempersiapkanmu untuk diri-Ku. Aku jadikan engkau nabi dan rasul-Ku untuk menyampaikan risalah-Ku kepada umatmu. '.
Ketika Musa berada di bawah asuhan keluarga Firaun, mereka sibuk mencari wanita yang akan menyusukannya. Setiap wanita yang telah ditunjuk untuk menyusukannya, Musa tidak mau menyusu kepadanya. Ini adalah satu petunjuk dari Allah :
Dan Kami cegah dia (Musa) menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau menyusui(nya) sebelum itu. (al-Qashash/28: 12)
Sebelum mereka menemukan perempuan yang Musa mau menyusu kepadanya, datanglah Maryam saudara perempuan Musa yang disuruh oleh ibunya mengikuti peti adiknya secara diam-diam dan menawarkan kepada keluarga Firaun perempuan yang akan menyusukan Musa dan mengasuhnya sebagaimana dikisahkan di dalam firman Allah:
"Maukah aku tunjukkan kepadamu, keluarga yang akan memeliharanya untukmu dan mereka dapat berlaku baik padanya?" (al- Qashash/28: 12)
Tawaran Maryam itu diterima dengan baik oleh keluarga Firaun, maka didatangkanlah ibunya, yaitu ibu Musa sendiri, dan menyusulah Musa kepada ibunya. Dengan demikian Musa kembali diasuh oleh ibunya sendiri dan hilanglah kecemasan dan duka cita ibunya, bahkan alangkah senang hatinya memandang anaknya di dalam keadaan selamat, segar dan bugar. Ini adalah karunia yang keempat. Karunia yang kelima, yaitu ketika Musa memasuki negeri Manuf, negeri Firaun, di siang hari yang sedang sepi karena penduduknya sedang istirahat. Dilihatnya ada dua orang berkelahi, yang satu dari Bani Israil yaitu golongannya, dan yang satu lagi bangsa Kibti dari golongan Firaun, bahkan ia adalah tukang masak Firaun. Ketika Bani Israil itu minta tolong, Musa lalu meninju lawan musuh Bani Israil itu. Di luar dugaan, akibat dari tinju Musa, orang Kibti itu meninggal dunia. Atas kejadian yang tidak disengaja itu, Musa merasa cemas dan takut, sebagaimana dikisahkan di dalam firman Allah:
Karena itu, dia (Musa) menjadi ketakutan berada di kota itu sambil menunggu (akibat perbuatannya). (al-Qashash/28: 18)
Ketika peristiwa itu diketahui Firaun, dia sangat marah dan berusaha membunuh Musa. Kemarahan dan niat jahat Firaun ini diberitahukan kepada Musa oleh seorang dari golongan Firaun yang telah beriman kepada Musa, maka pergilah Musa menghindar sampai ke negeri Madyan. Dengan demikian selamatlah ia dari penganiayaan Firaun. Musa tidak saja diselamatkan dari penganiayaan dan pembunuhan di dunia ini, tetapi juga selamat dari azab akhirat, karena dosa orang yang membunuh dengan tidak sengaja telah diampuni oleh Allah, atas doanya, sebagaimana dikisahkan Allah di dalam firman-Nya:
Dia (Musa) berdoa, "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menzalimi diriku sendiri, maka ampunilah aku." Maka Dia (Allah) mengampuninya. Sungguh, Allah, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang. (al-Qashash/28: 16)
Allah memberikan cobaan yang bertubi-tubi kepada Musa, untuk mengetahui sampai di mana ketahanan mental Musa, sebagaimana lazimnya seseorang yang dipersiapkan untuk menerima kerasulan dari Allah, tetapi semuanya itu dapat dilaluinya dengan selamat, seperti diselamatkannya Musa dari penyembelihan bayi secara masal atas perintah Firaun, diselamatkannya ketika ia hendak dibunuh oleh Firaun karena ia mencabut jenggot Firaun, Musa dibela oleh istri Firaun dengan alasan dia masih kecil, belum dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, maka redalah kemarahan Firaun dan selamatlah Musa dari pembunuhan Firaun dan berbagai cobaan lainnya. Ini karunia yang keenam.
Karunia ketujuh yaitu pelarian Musa ke Madyan, ia tinggal lama di sana, lebih kurang sepuluh tahun. Pada mulanya mengalami hidup yang pahit di tengah-tengah penduduk negeri Madyan, merasakan pedihnya hidup sebagai seorang pendatang yang membutuhkan banyak keperluan. Akhirnya terpaksa ia menjadi buruh, menggembalakan kambing mertuanya, untuk mendapat imbalan sekedarnya, guna menutupi keperluannya, yang kemudian dinikahkan dengan Safura putri Syekh Madyan. Demikianlah Musa, sampai ia mencapai umur yang telah ditentukan, tidak lebih dan tidak kurang untuk dijadikan rasul, yaitu ketika ia mencapai umur empat puluh tahun.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
ALLAH MEMPERINGATKAN NIKMAT NYA KEPADA MUSA
Ayat 36
“Berfirman Allah: “Sesungguhnya telah diperkenankan permohonanmu itu, hai Musa."
Segala permintaanmu itu diperkenankan. Dadamu mulai sekarang dilapangkan, sehingga kesempitan hati dan tertumbuk pikiran tidak akan ada lagi. Segala pekerjaan dan urusanmu mulai sekarang dimudahkan, sehingga tidak akan menemui kesukaran lagi. Lidahmu yang terantuk-antuk ketika berkata-kata itu, mulai sekarang akan berangsur hilang, sehingga ketika berkata-kata tidak lagi akan tertegun-tegun. Dengan demikian orang-orang itu pun akan paham apa yang engkau maksudkan. Permohonanmu agar Harun saudaramu dijadikan pembantumu, tangan kananmu atau wazir penolongmu, untuk memperteguh memperkuat kedudukanmu, itu pun dikabulkan. Dan dengan tangan terbuka pula Allah menyambut janji Musa dengan Allah bahwa dia akan selalu banyak-banyak mengucapkan tasbih dan kesucian bagi Allah dan ingat dan selalu menyebut nama Allah, hingga Allah tidak tercerai dari hatinya di waktu mudah dan di waktu susah,
Ayat 37
“Dan sesungguhnya Kami pun telah pernah menganugerahkan kepada engkau pada kali yang lain."
Yaitu bahwasanya dahulu dari ini telah berkali-kali nikmat dan pertolongan, Kami anugerahkan kepada engkau. Bukan sekali ini saja engkau akan Kami tolong, bahkan dahulu, sekarang dan nanti.
Lalu Allah memperingatkan rentetan pertolongan yang telah diberikan itu.
Ayat 38
“Ketika Kami wahyukan kepada ibumu apa yang Kami wahyukan."
Maka tersebutlah di dalam catatan sejarah bahwa telah datang mimpi kepada Fir'aun yang amat ganjil dan menakutkan, yaitu bahwa singgasana kerajaannya ada orang yang hendak meruntuhnya. Ahli-ahli tenung menyatakan ta'bir dari mimpi itu, bahwasanya seorang anak laki-laki dari Bani Israil telah lahir ke dunia. Dan anak itulah kelak yang akan meruntuhkan kerajaan baginda. Maka timbullah rasa takut dan kengerian, karena Fir'aun dan orang besar-besarnya memang telah merasakan bahwa selama ini mereka hanya bersikap zalim aniaya saja kepada Bani Israil yang telah berkembang biak di negeri Mesir itu sejak berpindahnya Nabi Ya'qub ke negeri itu atas permintaan putranya yang bernama Yusuf, karena dia menjadi Menteri Besar dalam Kerajaan Mesir. Maka oleh karena sejak meninggalnya Yusuf kedudukan Bani Israil itu serta kemah di negeri Mesir, mereka pun diperbudak dan dihinakan oleh kaum Fir'aun. Dipandang sebagai manusia kelas hina yang tidak patut dibawa duduk sama rendah tegak sama tinggi. Maka ta'bir mimpi yang disampaikan ahli-ahli tenung itu sangatlah mencemaskan raja, sehingga dijatuhkan perintah membunuh segala anak laki-laki yang lahir pada tahun itu dari kalangan Bani Israil.
Lalu diperiksalah tiap rumah orang, diselidiki perempuan-perempuan yang mengandung. Dibunuhilah jika terdapat anak laki-laki dan dibiarkan hidup jika terdapat anak-anak perempuan. Maksudnya rupanya ialah hendak memusnahkan Bani Israil dengan keturunannya dan mengambil perempuan-perempuannya menjadi gundik atau budak, jika beranak akan menambah jumlah kaum suku Qubthi Fir'aun juga.
Maka Musa pun diiahirkan; anak laki-laki. Ibunya cemas kalau-kalau kelahiran anak ini diketahui oleh tukang-tukang periksa suruhan Fir'aun.
Sangatlah cemas dan takut ibu Musa jika giliran pemeriksaan sampai pula ke rumahnya. Sudah pastilah anak buah hatinya akan dibunuh di hadapannya sendiri. Di dalam kecemasan itulah Ibu Musa mendapat wahyu dari Allah, menyuruh sediakan sebuah peti dan masukkan anak itu ke dalamnya.
Ayat 39
“Yaitu: Bahwa hendaklah engkau masukkan dia ke dalam peti, lalu tempatkanlah dia ke dalam sungai."
Sungai yang dimaksud itu ialah sungai Nil yang mengalir sejak beribu tahun. Di tepi sungai Nil yang telah mengalir beribu tahun itu, sejak dari zaman dahulu sampai kepada zaman sekarang; melalui zaman Fir'aun dengan berbagai dinasti raja-rajanya, sampai kekuasaan bangsa Yunani di zaman Iskandar Macedonia, sampai kepada kekuasaan Cleopatra, sampai pula kepada kekuasaan bangsa Romawi, kemudian bergilir dengan kekuasaan bangsa Arab, namun kedua belah tepi Sungai Nil itu telah menjadi medan kebudayaan. Di sana didirikan gedung-gedung yang indah menurut zamannya. Dan di pinggir sungai itulah Fir'aun-Fir'aun Mesir mendirikan istana-istana dan mahligai yang berbagai macam bentuk.
Maka pada waktu kemegahan Fir'aun itulah Musa lahir ke dunia ini. Dan karena bahaya yang mengancam nyawa anaknya itu ibu Musa sangat cemas. Dalam kecemasannya itulah wahyu turun, menyuruh masukkan anak itu ke dalam peti dan hanyutkan peti itu ke dalam Sungai Nil.
Di sini terdapatlah perselisihan pendapat di antara para ulama. Karena di ayat ini di-katakan bahwa Ibu Musa mendapat wahyu dari Allah timbullah perbincangan, apakah Ibu Musa itu nabi juga? Karena yang selalu didatangi wahyu adalah nabi dan rasul, tentunya ibu Musa ini seorang nabiyat juga. Memang ada beberapa ahli berpendapat bahwa Ibu Musa dan Maryam Ibu Isa al-Masih, keduanya nabiyat. Golongan ini menetapkanlah bahwa dua kalimat wahyu.
“Maka Dia wahyukan kepada ibumu apa yang Dia wahyukan." Berartilah menurut asalnya, yaitu wahyu. Terutama karena ada satu riwayat dari Ibnu Abbas, bahwa beliau menafsirkan, “Diwahyukan kepada Ibu Musa itu pada yang Dia wahyukan, ialah wahyu se-bagaimana yang diwahyukan kepada Nabi-nabi juga."
Tetapi pihak yang tidak berpendapat bahwa perempuan ada yang menjadi nabi, mengartikan wahyu di sini ialah ilham. Dan alasan mereka pun kuat. Karena di dalam surah an-Nahl (Lebah) ayat 68 tersebut pula kalimat wahyu:
“Dan telah mewahyukan Tuhan engkau kepada lebah, supaya ambillah dari gunung-gunung akan rumah dan dari pohon-pohon dan dari apa yang mereka diami (rumah-rumah)." (an-Nahl: 68)
Di sini jelas dipakai perkataan wahyu. Padahal bukanlah berarti bahwa lebah pun mendapat wahyu sebagai yang biasa dihantarkan oleh Malaikat jibril kepada nabi-nabi. Sebab itu maka kalimat wahyu yang kepada lebah ini bisa diartikan dengan naluri, atau insting, dan yang kepada Ibu Musa bisa diartikan semacam ilham dari Allah.
Setelah itu datanglah lanjutan ayat, yaitu sesudah Ibu Musa mendapat wahyu atau ilham."Maka sungai itu akan melemparkannya ke tepi." Maka tersebutlah bahwa sungai Nil mengalir terus dan peti yang dihanyutkan itu telah turut hanyut bersama aliran sungai, sampailah peti itu di muka berombong galian air yang menjurus ke dalam pekarangan taman tempat mandi-mandi putri-putri istana bersama dayang-dayang dan inang pengasuh. Dan di pinggir taman dan tempat mandi-mandi itu tumbuh dengan suburnya pohon-pohon kayu yang melindunginya.
Ketika itu Fir'aun dan permaisurinya Asiah sedang duduk berlindung makan angin di tepi kolam itu. Lalu mereka melihat peti hanyut. Artinya ditarik Allah matanya buat memerhatikan peti yang hanyut itu. Maka kelihatanlah isinya. Kelihatanlah seorang anak bayi yang masih kecil, badannya sehat tengah tertidur dengan enaknya. Lalu diperintahkannya segera mengambilnya. Setelah diambil orang lalu disembahkan ke hadapan baginda. Kelihatanlah seorang anak kecil yang cantik molek."Supaya diambil oleh musuh bagi-Ku dan musuh baginya." Musuh bagi-Ku, ialah musuh Allah dan musuh baginya, ialah bagi Musa itu sendiri. Sejak dan masa masih dalam peti itu sudahlah dinyatakan Allah dalam ilhamnya kepada ibunya bahwa orang yang akan memungutnya kelak itulah tujuan perjuangan Musa di belakang hari, sehingga rasa kecemasan hati Ibu Musa telah diredakan oleh Allah."Dan Aku pun telah melimpahkan kepada engkau kasih sayang dari-Ku sendiri." Artinya bahwa Tuhan memperingatkan kepada Musa bahwa sejak dia lahir ke dunia telah ditanamkan ke atas diri Musa, langsung anugerah dari Allah, timbul saja kasih sayang bagi barangsiapa yang melihatnya.
Ibnu Abbas berkata, “Dicintai dia oleh Allah dan ditimbulkan cinta terhadapnya dalam hati makhluk Allah"
Ibnu Athiyah menafsirkan, “Di mata Musa itu ada suatu sorot yang manis, sehingga orang yang melihatnya terus tertarik dan terus timbul kerinduan."
Tafsir Ikrimah, “Wajahmu menyinarkan suatu keindahan, sehingga barangsiapa yang melihat akan terpesona."
Lalu dijelaskan oleh lbnu Zaid, “Aku jadikan orang yang baru sekali melihat engkau, langsung tertarik dan cinta kepada engkau, sehingga Fir'aun pun cinta kepada engkau yang menyebabkan engkau terlepas dari niat jahatnya, dan jatuh cinta pula istrinya yang bernama Asiah itu kepada engkau, sehingga engkau diangkatnya menjadi anaknya."
“Dan supaya dibentuklah dirimu di hadapan mata-Ku sendiri."
Di ujung ayat ini dijelaskanlah bahwasanya pemeliharaan diri Musa itu, pengasuhannya, sampai dia bertumbuh sejak kecil masih bayi sampai besarnya dan dewasa, adalah di bawah penjagaan dan tilikan mata Allah sendiri.
Meskipun kita maklum bahwa sesungguhnya segala makhluk ini bertumbuh sejak kecil budak-budak, sampai besar, bahkan sampai tua, sampai mati tidaklah pernah terlepas daripada tilikan Allah, namun bagi nabi-nabi dan rasul-rasul yang akan diutus Allah menjadi pemimpin bagi isi dunia ini niscayatah diistimewakan. Dan keistimewaan itu jelas sekali dapat kita ikuti dalam jejak sejarah Nabi Musa itu.
Perhatikanlah lanjutan ayat,
Ayat 40
“Ketika saudara perempuanmu benjolan, lalu dia berkata: Sudikah kalian aku tunjukkan atas orang yang akan mengasuhnya."
Penjelasannya ialah demikian."Setelah Musa dimasukkan oleh ibunya ke dalam peti itu atas wahyu yang diberikan Allah, lalu di-hanyutkannya di dalam sungai Nil, disuruhnya anak perempuannya, kakak dari Musa mengiringkan dari jauh, berjalan seorang diri di tepi Sungai Nil, melihatkan ke manakah adik kandungnya yang belum berapa lama lahir ke dunia itu akan dibawa air. Bagaimanakah agaknya nasib adik yang malang itu. Maka dilihatnya dari jauh ketika peti itu dibawa oleh air melalui simpang galian air yang menuju ke dalam kolam tempat mandi di dalam taman istana raja yang indah dan dilindungi kayu-kayuan yang subur itu.
Menurut satu riwayat yang lain, yang mendapat peti itu bukanlah Fir'aun yang sedang duduk-duduk berangin-angin dengan permaisurinya Asiah itu, sebagaimana yang diceritakan di atas tadi. Menurut riwayat yang sebuah lagi, anak perempuan Fir'aun sedang mandi-mandi di kolam tempat berenang itu dan dia ditimpa penyakit kulit, lalu dia melihat peti dihanyutkan air ke dekat dia sedang mandi berlindung di bawah pohon kayu yang rindang dan bayangannya melindungi air. Kata riwayat itu, peti langsung dibukanya, lalu kelihatan anak kecil yang menangis; baru saja disentuhnya sedikit, sakit kulitnya sembuh.
Ada lagi riwayat lain bahwa mereka melihatnya bersama-sama. Dayang-dayang dan inang-inang pengasuh istana berkerumun melihat peti itu. Dicoba membuka tidak terbuka. Lalu Asiah mendekat, dan tangannyalah yang dapat membuka peti itu dan dialah yang mula-mula melihat wajah anak cantik jelita itu sedang tidur dengan nyenyaknya. Cahaya memancar dari antara kedua belah matanya, dia sedang mencucut ibu jarinya karena haus hendak menyusu.
Di dalam ayat 9 dan surah al-Qashashas diulangkan Allah bagaimana ucapan Asiah setelah melihat wajah anak yang menarik hati itu."Dia adalah biji mata bagiku dan bagimu," katanya kepada Fir'aun, suaminya. Dan diharapkannya kepada suaminya agar anak ini jangan dibunuh! Tandanya mereka telah paham bahwa anak itu tentu dari Bani Israil yang sengaja dihanyutkan. Kalau tidak tentulah Asiah tidak memohon kepada suaminya agar anak ini jangan dibunuh.
Anak itu pun tersentaklah dari tidurnya; mungkin karena diperkerumunkan orang. Menurut riwayat dari Abusy-Syekh yang diterimanya dari lbnu Abbas, waktu itulah anak itu langsung diberi nama: Musa. Musa itu adalah bahasa Qubthi, terdiri dari dua kalimat: Mu dan Sa. Mu artinya air, dan Sa artinya pohon kayu. Karena dia didapat dalam peti dibawa hanyut oleh air, di bawah naungan pohon yang rindang.
Nama itulah yang lekat untuk selama-lamanya.
Dalam orang berkumpul melihat kelucuan anak kecil yang murtgil dan lucu dan dia mulai menangis meminta disusukan, maka ada di antara dayang itu yang mencoba menyusukan, namun anak itu tidak mau mencucutnya, dia tetap menangis. Itulah yang dijelaskan Allah pada ayat 12 surah al-Qashashas: cegah atasnya penyusuan perempuan yang mau menyusukan. Di waktu itu saudara perempuannya atau kakaknya ada di sana. Dalam orang kebingungan karena anak itu tidak mau mencucut susu siapa pun yang ada di situ, kakak perempuannya itu bertanya, “Sudikah kalian aku tunjukkan atas orang yang akan mengasuhnya?"
Menurut satu riwayat dari lbnu Abbas demikian dinukilkan oleh al-Qurthubi di dalam tafsirnya—sedang orang-orang itu kebingungan karena anak kecil itu tidak mau menyusu, tampillah saudara perempuannya itu ke muka. Dia permisi mengambil adiknya, meskipun seorang pun tidak ada yang tahu bahwa itu kakaknya. Diambilnya anak itu dan setelah dalam pangkuan kakaknya dia berhenti menangis. .Lalu dikeluarkannya susunya dan disusukannya. Anak itu mau menyusu. Tetapi susu kakaknya tidak berair. Waktu itulah dia menyebut, kalau-kalau orang-orang istana itu suka dia carikan orang yang akan menyusukan anak itu, Asiah bertanya, “Siapa?'' Anak perempuan itu menjawab, ibuku sendiri. Karena ada abang anak ini yang lebih tua, belum berhenti menyusu, tua dari anak itu satu tahun, bernama Harun."
Karena orang tidak sampai hati mendengar tangis anak itu kehausan dan dia tidak mau menyusu dengan orang lain, dengan tidak sempat berpikir panjang diturutilah anjuran anak perempuan itu. Ibu Musa dipanggil."Lalu Kami kembalikanlah engkau kepada ibumu, agar senanglah hatinya dan tidak dia berdukacita lagi." Dan sejak itu hiduplah Musa kembali dalam asuhan ibunya, dan tidaklah cukup satu hari dia tercerai dengan ibunya, dan tidaklah si ibu sampai bersedih hati lama karena anaknya terpaksa dihanyutkannya di dalam sungai.
Di ujung ayat 39 tadi telah difirmankan oleh Allah."Dan supaya dibentuklah dirimu di hadapan mata-Ku sendiri." Disebut dalam ayat ini li tush-na'a ‘ala ‘aini. Tush-na'a, kita artikan dibentuk. Atau dibikin atau dibuat. Tegasnya dengan rentetan perasaian yang demikian rupalah pribadi Musa itu dibentuk oleh Allah. Raja memerintahkan membunuh seluruh kanak-kanak Bani Israil, tetapi Allah sendiri yang menakdirkan mengantarkan anak itu ke dalam pangkuan Fir'aun, ke dalam istananya yang mewah; dan ibu kandungnya pula yang menyusukannya, sehingga tidak masuk ke dalam dirinya, atau tidaklah dia dibesarkan dengan air susu orang lain, sampai dia dewasa dalam istana itu menjadi anak emas, anak angkat, anak kesayangan dari permaisuri sendiri. Alangkah ajaibnya kehendak Allah. Padahal ibu kandungnya yang mengasuhnya, dan belanja mengasuh anak kandung itu dibayar secukupnya oleh Fir'aun sendiri dan istrinya. Tegasnya bahwa anak yang ditakuti akan meruntuhkan kekuasaannya itu, Fir'aun sendiri yang mengasuhnya sampai dewasa,
“Lalu engkau bunuh satu orang." Di daiam surah al-Qashashas ayat 14 dan 15 lebih jelas lagi diuraikan sebab-sebab maka sampai Musa membunuh orang. Yaitu setelah dia dewasa dan sempurna akalnya dia pun berjalan-jalan keluar istana, sampai masuk ke tengah kota. Didapatinya dua orang tengah berkelahi. Yang seorang adalah dari kaumnya. Bani Israil. Lawannya berkelahi dari kalangan musuhnya bangsa Qibthi yang memperbudak kaumnya selama ini. Ibu kandungnya yang mengasuhnya dalam istana telah selalu memberitahu kepadanya tentang nasib kaumnya dalam tindasan kaum Qibthi, kaum Fir'aun selama ini. Orang yang dari kaumnya itu meminta tolong kepadanya, karena dia telah terdesak. Lalu dipukul oleh Musa orang yang dari kaum persukuan Raja Fir'aun itu. Dipukulnya orang itu sekali pukul, orang itu pun tersungkur mati. Padahal sengaja Musa bukanlah hendak membunuh, tetapi pukulan tangannya adalah teramat kuat, sehingga dia pun menyesal dan insaf bahwa itu adalah dari perdayaan setan belaka.
Kata Ka'ab usia Musa ketika itu baru 12 tahun! Sebuah hadits yang dirawikan oleh Muslim menyatakan bahwa Musa bukan sengaja membunuh. Dia sendiri pun tidak menyangka bahwa bekas tangannya akan berkesan sekeras itu.
Dalam ayat selanjutnya di surah al-Qashashas yang kelak akan kita dapati lagi ketika menafsirkannya pada juz 20, besok paginya nyaris lagi Musa memukul orang. Dan orang di kota telah ribut karena orang dipukulnya itu. Maka datanglah seseorang dari kota memberitahukan bahwa orang sedang berkumpul-kumpul hendak menangkapnya. Dia suruh lari meninggalkan Mesir. Maka segeralah Musa meninggalkan Mesir menuju ke negeri Madyan. Maka tersebutlah pada lanjutan ayat “Maka Kami lepaskan engkau dari kesusahankarena telah sampai di negeri Madyan, lalu bertemu dengan seorang yang baik hati, memungutnya menjadi menantu, dikawinkan dengan putrinya, dengan membayar mas kawin dengan tenaga, yaitu menggembalakan kambing selama delapan atau sepuluh tahun."Dan Kami coba engkau dengan berbagai cobaan." Itulah Allah menyebut berbagai cobaan itu; dilahirkan di zaman Fir'aun mengeluarkan perintah membunuhi kanak-kanak Bani Israil, dihanyutkan dalam Sungai Nil, turut berkelahi, sampai terlanjur membunuh orang, jadi penggembala pembayar mahar."Lalu tinggallah engkau beberapa tahun di antara penduduk Madyan." Menggembalakan kambing pembayar mahar menurut janji yang telah diikat dengan mertuanya. Maka selama memenuhi janji itu banyaklah Musa belajar dari pengalaman hidup, umpamanya kesabaran sebagai seorang penggembala, ketekunan mengurus anak dan istri, pergaulan berbaik-baik dengan mertua.
“Kemudian engkau pun datang menurut waktu yang telah ditentukan, hai Musa!"
Maka dijelaskanlah ujung ayat ini bahwasanya kedatangan Musa sekarang ini adalah suatu ketentuan yang telah ditetapkan Allah. Temponya buat menggembala di Madyan sudah habis dan sekarang sudah datang tugas baru, yaitu meninggalkan Madyan dan pulang kembali ke Mesir untuk menghadapi suatu kewajiban yang amat berat.
Tetapi pada ayat selanjutnya Allah berfirman, bahwasanya Musa memang disediakan buat menghadapi tugas itu.
Ayat 41
“Dan Aku perbuat engkau untuk diri-Ku."
Tadi di ujung ayat 40, Allah telah menyatakan bahwa kedatangan Musa ke atas tempat Thuwa sekarang ini adalah menurut ukuran qadar yang telah ditentukan, atau suatu program yang telah diatur oleh Allah sendiri sejak semula. Di ujung ayat 29 tadi Allah telah menjelaskan bahwa Musa itu dibentuk dihadapan mata Allah sendiri. Sekarang Allah jelaskan lagi, bahwa Musa dibentuk atau diperbuatnya dengan kepribadian demikian rupa, ialah karena Allah sendiri akan mempergunakannya. Segala cobaan dan pengalaman yang telah ditemui Musa dalam hidupnya lain tidak adalah untuk menyempurnakan pertumbuhan sebagai seorang rasul Allah. Pengakuan Allah kepada hamba-Nya yang di-pilih-Nya inilah adalah satu penghargaan dan penghormatan teramat tinggi yang hanya diberikan dengan terus terang beberapa orang rasul saja, meskipun rasul yang lain ditempa Allah pribadinya, memang untuk keperluan Allah juga. Kata hampir serupa dengan demikian jualah yang diucapkan Allah kepada Nabi-Nya yang terakhir Muhammad ﷺ.
“Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang agung." (al-Qalam: 4)
banyak, sehingga tidak akan ragu-ragu lagi. Musa yang telah diperbuat Allah pribadinya untuk keperluan Allah itu diberi pula pembantu yang keduanya disamakan haknya, meskipun kata putus ada di tangan Musa: Berangkatlah!
“Dan jangan kamu keduanya talai dalam mengingat-Ku."
Inilah pedoman hidup yang diberikan Allah kepada Musa dan Harun dalam menghadapi tugas, bagaimanapun beratnya, janganlah lalai mengingat Allah. Karena ingat kepada Allah itulah yang selalu memberikan kekuatan bagi jiwa. Dan untuk yang datang kemudian ini, yang melalui jalan yang telah digariskan oleh para Nabi, berjuang menegakkan kebenaran dan keadilan di atas dunia yang penuh dengan tipu daya ini, sekali-kali janganlah lalai dari mengingat Allah. Bebaskan jiwa dari Alam, kembalikan dia kepada Musa Pencipta Alam, niscaya akan menitislah ke dalam diri kekuatan dari Yang Mahakuat, Mahaperkasa itu.
Inilah satu pujian yang sangat pula besarnya bagi diri Musa untuk membangkitkannya naik, untuk menghilangkan keraguannya dan untuk menimbulkan keberaniannya menghadapi seorang raja yang demikian sombong sampai mengakui dirinya sebagai Allah. Maka berfirmanlah Allah selanjutnya,
Ayat 42
“Pergilah engkau dan saudara engkau dengan ayat-ayat-Ku"