Ayat
Terjemahan Per Kata
فَمَا
maka mengapa
لَكُمۡ
bagi kalian
فِي
dalam
ٱلۡمُنَٰفِقِينَ
orang-orang munafik
فِئَتَيۡنِ
dua golongan
وَٱللَّهُ
dan Allah
أَرۡكَسَهُم
menjerumuskan mereka
بِمَا
dengan sebab
كَسَبُوٓاْۚ
mereka usahakan
أَتُرِيدُونَ
apakah kamu bermaksud
أَن
bahwa/akan
تَهۡدُواْ
kamu memberi petunjuk
مَنۡ
orang
أَضَلَّ
menyesatkan
ٱللَّهُۖ
Allah
وَمَن
dan barang siapa
يُضۡلِلِ
menyesatkan
ٱللَّهُ
Allah
فَلَن
maka tidak
تَجِدَ
kamu mendapatkan
لَهُۥ
baginya/kepadanya
سَبِيلٗا
jalan
فَمَا
maka mengapa
لَكُمۡ
bagi kalian
فِي
dalam
ٱلۡمُنَٰفِقِينَ
orang-orang munafik
فِئَتَيۡنِ
dua golongan
وَٱللَّهُ
dan Allah
أَرۡكَسَهُم
menjerumuskan mereka
بِمَا
dengan sebab
كَسَبُوٓاْۚ
mereka usahakan
أَتُرِيدُونَ
apakah kamu bermaksud
أَن
bahwa/akan
تَهۡدُواْ
kamu memberi petunjuk
مَنۡ
orang
أَضَلَّ
menyesatkan
ٱللَّهُۖ
Allah
وَمَن
dan barang siapa
يُضۡلِلِ
menyesatkan
ٱللَّهُ
Allah
فَلَن
maka tidak
تَجِدَ
kamu mendapatkan
لَهُۥ
baginya/kepadanya
سَبِيلٗا
jalan
Terjemahan
Mengapa kamu (wahai orang mukmin) (terpecah) menjadi dua golongan dalam (menghadapi) orang-orang munafik, padahal Allah telah mengembalikan mereka (pada kekufuran) karena usaha mereka sendiri? Apakah kamu bermaksud memberi petunjuk kepada orang yang telah dibiarkan sesat oleh Allah? Siapa yang dibiarkan sesat oleh Allah niscaya engkau (Nabi Muhammad) tidak akan menemukan jalan baginya (untuk diberi petunjuk).
Tafsir
(Mengapa kamu menjadi dua golongan menghadapi golongan munafik padahal Allah telah membalikkan mereka menjadi kafir) (disebabkan usaha mereka) berupa perbuatan maksiat dan kekafiran. (Apakah kamu hendak menunjuki orang yang disesatkan oleh Allah) artinya kamu anggap mereka itu termasuk orang-orang yang beroleh petunjuk? Pertanyaan pada kedua tempat berarti sanggahan. (Siapa yang disesatkan oleh Allah maka kamu sekali-kali takkan mendapatkan jalan) untuk menunjukinya.
Tafsir Surat An-Nisa': 88-91
Maka mengapa kalian (terpecah) menjadi dua golongan dalam menghadapi orang-orang munafik, padahal Allah telah membalikkan mereka kepada kekafiran disebabkan perbuatan mereka sendiri? Apakah kalian bermaksud memberi petunjuk kepada orang-orang yang telah disesatkan Allah? Barang siapa yang disesatkan Allah, maka sekali-kali kamu tidak akan mendapatkan jalan untuk memberi petunjuk kepadanya.
Mereka ingin supaya kalian menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kalian menjadi sama dengan mereka. Maka janganlah kalian jadikan di antara mereka penolong-penolong (kalian), hingga mereka berhijrah di jalan Allah. Maka jika mereka berpaling, tawan dan bunuhlah mereka di mana saja kalian menemuinya, dan janganlah kalian ambil seorang pun di antara mereka menjadi pelindung, dan jangan (pula) menjadi penolong,
Kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada suatu kaum, yang antara kalian dan kaum itu telah ada perjanjian (damai) atau orang-orang yang datang kepada kalian, sedangkan hati mereka merasa keberatan untuk memerangi kalian dan memerangi kaumnya. Kalau Allah menghendaki, tentu Dia memberi kekuasaan kepada mereka terhadap kalian, lalu pastilah mereka memerangi kalian. Tetapi jika mereka membiarkan kalian, dan tidak memerangi kalian serta mengemukakan perdamaian kepada kalian, maka Allah tidak memberi jalan bagi kalian untuk menawan dan membunuh mereka.
Kelak kalian akan dapati (golongan-golongan) yang lain, yang bermaksud supaya mereka aman dari kalian dan aman (pula) dari kaumnya. Setiap kali mereka diajak kembali kepada fitnah (syirik), mereka pun terjun ke dalamnya. Karena itu, jika mereka tidak membiarkan kalian dan tidak mau mengemukakan perdamaian kepada kalian, serta tidak menahan tangan mereka (dari memerangi kalian), maka tawanlah mereka dan bunuhlah mereka di mana saja kalian menemui mereka dan merekalah orang-orang yang Kami berikan kepada kalian alasan yang nyata (untuk menawan dan membunuh) mereka.
Ayat 88
Allah ﷻ berfirman menyanggah perbuatan orang-orang mukmin dalam perselisihan mereka terhadap orang-orang munafik yang terbagi menjadi dua pendapat. Mengenai latar belakang turunnya ayat ini masih diperselisihkan.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bahz, telah menceritakan kepada kami Syu'bah yang mengatakan bahwa Addi ibnu Sabit pernah mengatakan, telah menceritakan kepadanya Abdullah ibnu Yazid dari Zaid ibnu Sabit, bahwa Rasulullah ﷺ berangkat menuju medan Perang Uhud, lalu di tengah jalan sebagian orang yang tadinya berangkat bersama beliau kembali lagi ke Madinah. Sahabat-sahabat Rasulullah ﷺ dalam menanggapi mereka yang kembali itu ada dua pendapat: Satu golongan berpendapat bahwa mereka harus dibunuh; sedangkan golongan yang lain mengatakan tidak boleh dibunuh, dengan alasan bahwa mereka masih orang-orang mukmin. Maka Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: “Maka mengapa kalian (terpecah) menjadi dua golongan dalam menghadapi orang-orang munafik.” (An-Nisa: 88) Maka Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya Madinah itu adalah Tayyibah, dan sesungguhnya Madinah dapat membersihkan kotoran, sebagaimana pandai besi dapat membersihkan kotoran (karat) besi.”
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya melalui hadits Syu'bah.
Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar menyebutkan dalam peristiwa Perang Uhud, bahwa Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul kembali (ke Madinah) bersama sepertiga pasukan, yakni kembali dengan tiga ratus personel, sedangkan Nabi ﷺ ditinggalkan bersama tujuh ratus personel.
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan suatu kaum yang tinggal di Mekah. Mereka telah masuk Islam, tetapi mereka membantu kaum musyrik. Lalu kelompok ini keluar dari Mekah dalam rangka suatu keperluan yang menyangkut kepentingan mereka (berniaga). Mereka mengatakan, "Jika kita berjumpa dengan sahabat-sahabat Muhammad, kita pasti tidak akan diapa-apakan oleh mereka." Lain halnya dengan kaum mukmin yang bersama Rasul ﷺ ketika disampaikan kepada mereka berita keluarnya kelompok tersebut dari Mekah, maka segolongan dari kaum mukmin mengatakan, "Ayo kita kejar pengecut-pengecut itu dan kita bunuh mereka, karena sesungguhnya mereka telah membantu musuh untuk melawan kita." Sedangkan golongan yang lainnya mengatakan, "Maha Suci Allah atau kalimat semacam itu, apakah kalian akan membunuh suatu kaum yang pembicaraannya sama dengan apa yang kalian bicarakan (yakni seagama) hanya karena mereka tidak ikut hijrah dan tidak mau meninggalkan rumah mereka, lalu kita dapat menghalalkan darah dan harta benda mereka?" Demikianlah tanggapan mereka terbagi menjadi dua golongan, sedangkan Rasul ﷺ saat itu berada di antara mereka, dan beliau ﷺ tidak melarang salah satu golongan dari keduanya melakukan sesuatu. Lalu turunlah ayat berikut, yaitu firman-Nya: “Maka mengapa kalian (terpecah) menjadi dua golongan dalam menghadapi orang-orang munafik.” (An-Nisa: 88)
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ibnu Abu Hatim. Hal yang mirip dengan hadits ini diriwayatkan melalui Abu Salamah ibnu Abdur Rahman, Ikrimah, Mujahid, dan Adh-Dhahhak serta lain-lainnya. Zaid ibnu Aslam meriwayatkan dari salah seorang anak Sa'd ibnu Mu'az, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan pergunjingan kabilah Aus dan kabilah Khazraj sehubungan dengan sikap Abdullah ibnu Ubay, ketika Rasulullah ﷺ berada di atas mimbar memaafkan sikapnya dalam kasus berita bohong. Akan tetapi, hadits ini gharib. Menurut pendapat yang lain, asbabun nuzul ayat ini bukan demikian.
Firman Allah ﷻ: “Padahal Allah telah membalikkan mereka kepada kekafiran, disebabkan perbuatan mereka sendiri?” (An-Nisa: 88)
Yakni Allah mengembalikan mereka dan menjatuhkan mereka ke dalam kekeliruan.
Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya; "Arkasahum." Makna yang dimaksud ialah Allah telah menjatuhkan mereka.
Menurut Qatadah, maksudnya adalah Allah telah membinasakan mereka.
Menurut As-Suddi maksudnya adalah Allah telah menyesatkan mereka.
Firman Allah ﷻ: “Disebabkan perbuatan mereka sendiri.” (An-Nisa: 88)
Yaitu disebabkan kedurhakaan mereka dan menentang Rasul serta mengikuti kebatilan.
“Apakah kalian bermaksud memberi petunjuk kepada orang-orang yang telah disesatkan Allah? Barang siapa yang disesatkan Allah, sekali-kali kalian tidak akan mendapatkan jalan untuk memberi petunjuk kepadanya.” (An-Nisa: 88) Maksudnya, tiada jalan baginya untuk mendapatkan hidayah dan ia tidak dapat melepaskan dirinya dari kesesatan menuju kepada jalan hidayah.
Ayat 89
Firman Allah ﷻ: “Mereka ingin kalian menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kalian menjadi sama dengan mereka.” (An-Nisa: 89)
Dengan kata lain, sebenarnya mereka menghendaki kesesatan bagi kalian, agar kalian sama dengan mereka dalam kesesatan. Hal tersebut tiada lain karena kerasnya permusuhan mereka dan kebencian mereka terhadap kalian orang-orang mukmin. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan: “Maka janganlah kalian jadikan di antara mereka penolong-penolong (kalian), hingga mereka mau berhijrah di jalan Allah.”
“Maka jika mereka berpaling.” (An-Nisa: 89)
Yakni tidak mau berhijrah, menurut apa yang diriwayatkan oleh Al-Aufi dari Ibnu Abbas. Sedangkan menurut As-Suddi, yang dimaksud dengan berpaling ialah memperlihatkan kekufuran mereka.
“Tawan dan bunuhlah mereka di mana saja kalian menemukannya, dan janganlah kalian ambil seorang pun di antara mereka menjadi pelindung, dan jangan (pula) menjadi penolong.” (An-Nisa: 89)
Artinya, janganlah kalian menjadikan mereka teman dan penolong kalian dalam menghadapi musuh-musuh Allah, selagi sikap mereka masih tetap demikian.
Ayat 90
Dalam firman selanjutnya Allah mengecualikan dari mereka orang-orang yang disebutkan dalam ayat ini, yaitu:
“Kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada suatu kaum yang antara kalian dan kaum itu telah ada perjanjian (damai).” (An-Nisa: 90)
Yaitu kecuali orang-orang yang berlindung dan berpihak kepada kaum yang antara kalian dan mereka telah ada perjanjian gencatan senjata atau perjanjian damai, maka jadikanlah hukum mereka sama dengan hukum kaum yang berdamai dengan kalian itu.
Demikianlah menurut pendapat As-Suddi, Ibnu Zaid, dan Ibnu Jarir.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Salamah, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Ali ibnu Zaid ibnu Jadan, dari Al-Hasan, bahwa Suraqah ibnu Malik Al-Mudlaji telah menceritakan kepada kami bahwa sesudah Nabi ﷺ mengalami kemenangan dalam Perang Badar dan Uhud, semua orang yang berada di sekitarnya masuk Islam. Suraqah mendengar berita bahwa Nabi ﷺ akan mengirimkan Khalid ibnul Walid bersama sejumlah pasukan untuk menyerang kaumku, Banil Mudlaj. Maka aku datang menghadap Nabi ﷺ dan berkata, "Aku memohon kepadamu ampunan." Mereka (para sahabat) berkata, "Diamlah kamu!" Nabi ﷺ bersabda, "Biarkanlah dia. Apakah yang dikehendakinya?" Suraqah berkata, "Telah sampai suatu berita kepadaku bahwa engkau akan mengirimkan pasukan kepada kaumku, sedangkan aku bermaksud hendaknya engkau bersikap simpati terhadap mereka. Karena jika kaummu (Quraisy) masuk Islam, mereka pun pasti masuk Islam; jika kaummu tidak mau masuk Islam, maka hati kaummu tidak membenci mereka." Lalu Rasulullah ﷺ memegang tangan Khalid ibnul Walid dan bersabda, "Pergilah kamu bersamanya dan lakukanlah apa yang dikehendakinya." Maka Khalid berdamai dengan mereka dengan syarat mereka tidak boleh membantu musuh Rasulullah ﷺ untuk melawan Rasulullah ﷺ; dan jika kabilah Quraisy masuk Islam, mereka bersedia masuk Islam bersama-sama kabilah Quraisy. Maka Allah menurunkan firman-Nya: “Mereka ingin supaya kalian menjadi kafir sebagaimana mereka telah kafir, lalu kalian menjadi sama dengan mereka. Maka janganlah kalian jadikan di antara mereka penolong-penolong (kalian).” (An-Nisa: 89)
Ibnu Mardawaih meriwayatkannya melalui jalur Hammad ibnu Salamah, yang di dalamnya disebutkan bahwa setelah itu Allah menurunkan firman-Nya: “Kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada suatu kaum, yang antara kalian dan kaum itu telah ada perjanjian (damai).” (An-Nisa: 90) Tersebutlah bahwa setiap orang yang bergabung dengan mereka, ia dihukumi sama dengan mereka dan berada dalam perjanjian tersebut. Hal ini lebih sesuai dengan konteks pembicaraan ayat.
Di dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan dalam kisah Perjanjian Hudaibiyah, bahwa orang yang ingin selamat boleh masuk ke dalam perjanjian orang-orang Quraisy dan perdamaiannya jika ia suka. Seseorang jika suka boleh memasuki perjanjian damai Nabi Muhammad ﷺ dan para sahabatnya. Tetapi telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia mengatakan sehubungan dengan masalah ini bahwa ayat ini telah dimansukh oleh firman-Nya: “Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrik itu di mana saja kalian temukan mereka.” (At-Taubah: 5), hingga akhir ayat.
Firman Allah ﷻ: “Atau orang-orang yang datang kepada kalian, sedangkan hati mereka merasa keberatan untuk memerangi kalian dan memerangi kaumnya.” (An-Nisa: 90). hingga akhir ayat.
Mereka adalah kaum lain yang dikecualikan dari perintah memerangi mereka. Mereka adalah orang-orang yang datang ke barisan pasukan kaum muslim, lalu bergabung dengan kaum muslim, tetapi hati mereka merasa berkeberatan dan tidak suka memerangi kalian; hati mereka berkeberatan pula bila disuruh memerangi kaumnya bersama kalian. Sikap mereka tidak menguntungkan kalian dan tidak pula membahayakan kalian.
“Kalau Allah menghendaki, tentu Dia memberi kekuasaan kepada mereka terhadap kalian, lalu pastilah mereka memerangi kalian.” (An-Nisa: 90)
Yakni di antara belas kasihan Allah kepada kalian ialah Dia mencegah mereka supaya tidak memerangi kalian.
“Tetapi jika mereka membiarkan kalian dan tidak memerangi kalian serta mengemukakan perdamaian kepada kalian.” (An-Nisa: 90)
Yaitu mengadakan perjanjian damai dengan kalian.
“Maka Allah tidak memberi jalan bagi kalian untuk (menawan dan membunuh) mereka.” (An-Nisa: 90)
Tiada alasan bagi kalian untuk memerangi mereka selagi mereka bersikap demikian. Mereka seperti segolongan orang yang berangkat menuju medan Perang Badar dari kalangan Bani Hasyim yang ikut bersama pasukan kaum musyrik. Mereka ikut dalam peperangan tersebut, padahal hati mereka benci terhadap peperangan itu, seperti Al-Abbas (paman Nabi ﷺ) dan lain-lainnya. Karena itulah pada hari itu Nabi ﷺ melarang Al-Abbas dibunuh, melainkan memerintahkan agar ia ditawan saja.
Ayat 91
Firman Allah ﷻ: “Kelak kalian akan dapati (golongan-golongan) yang lain, yang bermaksud supaya mereka aman dari kalian dan aman (pula) dari kaumnya.” (An-Nisa: 91) Mereka dalam bentuk lahiriahnya sama dengan orang-orang yang disebutkan di atas, hanya saja niat mereka berbeda dengan niat orang-orang yang pertama tadi. Karena sesungguhnya golongan yang disebutkan dalam ayat ini adalah orang-orang munafik, yaitu orang-orang yang menampakkan lahiriahnya kepada Nabi ﷺ dan para sahabatnya, seolah-olah mereka telah masuk Islam. Mereka bersikap demikian dengan tujuan agar darah, harta benda, dan anak cucu mereka aman di kalangan kaum muslim. Tetapi dalam waktu yang sama mereka dalam batinnya bermaksud baik dengan orang-orang kafir, bahkan mereka menyembah sesembahan-sesembahannya bersama orang-orang kafir agar dengan demikian mereka aman berada di tengah-tengah kaum musyrik.
Pada garis besarnya batin mereka bersama orang-orang kafir, seperti yang disebutkan oleh Allah ﷻ melalui firman-Nya: “Dan bila mereka kembali kepada setan-setan mereka, mereka mengatakan, ‘Sesungguhnya kami sependapat dengan kalian’." (Al-Baqarah: 14) Sedangkan dalam surat ini disebutkan melalui firman-Nya:
“Setiap kali mereka diajak kembali kepada fitnah (syirik), mereka pun terjun ke dalamnya.” (An-Nisa: 91)
Yakni langsung terjun mengikutinya.
As-Suddi mengatakan, yang dimaksud dengan fitnah dalam ayat ini ialah syirik.
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Mujahid, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan suatu kaum dari kalangan penduduk Mekah. Mereka datang kepada Nabi ﷺ, lalu pura-pura masuk Islam, kemudian mereka kembali kepada kaum Quraisy, lalu mereka kembali menyembah berhala. Mereka bersikap demikian dengan tujuan agar selamat dan aman di sana dan di sini. Maka Allah memerintahkan, "Perangilah mereka jika mereka tidak membiarkan kalian dan tidak mau mengemukakan perdamaian kepada kalian." Karena itulah maka dalam firman selanjutnya disebutkan:
“Karena itu, jika mereka tidak membiarkan kalian dan tidak mau mengemukakan perdamaian kepada kalian.” (An-Nisa: 91)
Yang dimaksud dengan as-silm ialah gencatan senjata dan perjanjian perdamaian.
“Serta tidak menahan tangan mereka (dari memerangi kalian).” (An-Nisa: 91) Yaitu tidak mau mencegah dirinya dari memerangi kalian.
“Maka tawanlah mereka.” (An-Nisa: 91)
Maksudnya, tangkaplah mereka sebagai tawanan.
“Dan bunuhlah mereka di mana saja kalian menemukan mereka.” (An-Nisa: 91)
Yakni di mana saja kalian temukan mereka.
“Dan merekalah orang-orang yang Kami berikan kepada kalian alasan yang nyata untuk (menawan dan membunuh) mereka” (An-Nisa: 91)
Pada ayat-ayat yang lalu Allah telah menjelaskan sifat-sifat orangorang munafik maka pada ayat ini mengkritik sikap Kaum muslim yang terpecah menjadi dua golongan dalam menyikapi orang-orang munafik. Maka mengapa kamu, wahai orang-orang mukmin, terpecah menjadi dua golongan dalam menghadapi orang-orang munafik' Satu golongan membela orang-orang munafik; dan golongan yang lain memerangi mereka, padahal Allah telah mengembalikan mereka yakni memandang mereka telah kembali kafir disebabkan usaha mereka sendiri, dengan ucapan, sikap dan perilaku mereka. Apakah kamu, wahai orangorang beriman, bermaksud memberi petunjuk, yaitu menilai mereka orang-orang yang memperoleh petunjuk Allah atau menciptakan petunjuk kepada orang yang telah dibiarkan sesat oleh Allah karena keinginan mereka sendiri untuk sesat' Barangsiapa dibiarkan sesat oleh Allah, seperti yang dialami oleh orang-orang munafik itu, kamu, wahai Muhammad, tidak akan mendapatkan jalan apa pun untuk memberi petunjuk baginyaMereka ingin sekali, agar kamu menjadi kafir terus-menerus dan berkesinambungan sebagaimana mereka telah menjadi kafir sejak dahulu, sehingga kamu menjadi sama dengan mereka dalam kekafiran yang terus menerus dan berkesinambungan. Oleh sebab itu, janganlah kamu, wahai orang-orang beriman, menjadikan seorang pun dari antara mereka sebagai teman-teman-mu, sebagai penolong dan pelindung bagi kalian, sebelum mereka beriman kepada Allah dan mewujudkan keimanan mereka dengan berpindah atau meninggalkan kekufuran dan berjihad di jalan Allah. Apabila mereka berpaling, yaitu enggan meninggalkan kekufuran mereka, maka tawanlah dengan menaklukkan mereka dan bahkan bunuhlah mereka di mana pun mereka kamu temukan, baik di Mekah atau di Tanah Haram maupun di tempat-tempat lain, dan janganlah kamu jadikan seorang pun di antara mereka sebagai teman setia untuk dimintai nasihatnya, dan jangan pula kamu jadikan penolong untuk dimintai pertolongannya dalam menghadapi musuh-musuh kalian. Pengertian ini menunjukkan larangan bagi orang-orang beriman menjalin hubungan baik dengan orang yang memusuhi Islam dan kaum muslim.
Ayat ini menyingkap suatu kenyataan yang terjadi pada masa Rasulullah saw, bahwa ada segolongan kaum munafik yang selalu bermuka dua terhadap Rasulullah dan kaum Muslimin dalam menghadapi peperangan. Mereka pura-pura membantu dan menyokong Rasulullah ﷺ dan kaum Muslimin, padahal yang sebenarnya mereka enggan memberikan bantuan, bahkan mereka dengan sembunyi-sembunyi membantu musuh Muslimin.
Dalam menghadapi orang-orang munafik ini, ternyata kaum Muslimin terpecah menjadi dua golongan. Golongan pertama berpendapat bahwa kaum munafik itu harus ditindak dan dibasmi; sedang golongan kedua ingin membela mereka, karena mereka dianggap penolong kaum Muslimin.
Sikap kaum Muslimin dikoreksi, mengapa mereka terpecah belah dan tidak bersatu padu menghadapi kaum munafik. Disebutkan bahwa orang-orang munafik itu sebagai "orang-orang yang telah dibalikkannya kepada kekafiran" karena tindak-tanduk mereka sendiri, dan sebagai "orang-orang yang telah disesatkannya" dengan arti: mereka telah menjadi sesat karena keingkaran dan tidak mengindahkan lagi petunjuk-petunjuk Allah.
Dengan nada bertanya ayat ini melarang kaum Muslimin untuk mencoba memberi petunjuk kepada orang-orang yang telah disesatkan-Nya. Allah berfirman, "Apakah kamu berusaha untuk memberi petunjuk kepada orang-orang yang telah disesatkan Allah?"
Pada akhir ayat ini ditegaskan bahwa tidak ada jalan bagi kaum Muslimin dan bagi siapa pun, untuk memberikan petunjuk kepada orang-orang yang telah disesatkan Allah, karena keingkaran dan kefasikan mereka. Dari ayat ini dapat diambil pengertian bahwa kaum Muslimin tidak boleh ragu dalam menghadapi orang munafik. Perintah Allah untuk berperang dan membela agama harus dilaksanakan, dan semua penghalang haruslah disingkirkan. Kaum Muslimin harus bersatu padu dalam sikap dan perbuatannya untuk menghadapi golongan munafik serta musuh-musuh Islam yang lain.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
SIKAP DALAM PERANG
Tentang salam atau damai, telah kita terima tuntunannya tadi. Sekarang kembali kepada suasana perang. Tersebutlah riwayat tentang sebab turun ayat 88 dan seterusnya ini dua tiga macam, tentang sebab timbulnya dua golongan kaum Muslimin dalam menghadapi kaum yang munafik itu. Ada yang menyatakan bahwa golongan munafik ini ialah yang mengundurkan diri di bawah pimpinan Abdullah bin Ubay sebelum sampai ke medan Perang Uhud dan ada lagi riwayat yang lain. Tetapi menilik jalan susunan turunnya ayat, lebih condonglah setengah ahli tafsir menerangkan bahwa kaum munafik yang dituju di sini bukan munafik Madinah, tetapi munafik yang ada di Mekah. Kaum munafik ialah orang-orang yang tidak jujur, yang lain di mulut lain pula di hati. Sebagaimana ada di Madinah di Mekah yang telah ditinggalkan itu mereka pun masih ada. Sebagaimana diketahui, Rasulullah dan kaum Muhajirin telah hijrah ke Madinah. Masih ada tinggal di Mekah orang Mukmin yang lemah, yang karena beberapa halangan tidak sanggup pindah, dan mereka hidup di Mekah mengerjakan agama mereka dengan rahasia, menunggu saat-saat kelepasan. Tetapi ada pula orang-orang yang mengakui diri mereka telah Islam, dan masih tinggal di Mekah, berkirim berita kepada kaum Muslimin di Madinah bahwa mereka bersedia memikul tugas-tugas dan kewajiban yang dibebankan kepada mereka.
Satu riwayat dari Ibnu jarir, yang diterimanya dari Ma'mar bin Rasyid, dia berkata, “Sampai kepadaku riwayat bahwa beberapa orang dari ahli Mekah menulis surah kepada Rasulullah menyatakan bahwa mereka telah Islam, padahal itu hanya pengakuan yang bohong belaka. Mendengar berita itu terpecah dualah paham kaum Muslimin. Setengah mengatakan darah mereka itu masih halal (masih boleh diperangi) Setengah lagi menyatakan bahwa darah mereka itu sudah haram (mereka tidak boleh diperangi lagi)
Satu riwayat lagi menyatakan ada satu golongan memencil dari Nabi dan mereka masih tetap berdiam di Mekah dan tidak pindah. Maka terbagi dualah paham sahabat-sahabat tentang orang-orang ini. Setengahnyamemandang orang itu boleh diambil kawan, tetapi yang setengah memandang mereka sebagai munafik juga sebab mereka tidak mau pindah. Barulah mereka boleh dianggap teman kalau mereka telah pindah.
Ibnu Jarir menguatkan riwayat Ibnu Abbas tentang adanya satu golongan di Mekah itu, yang kepada kaum Muslimin mereka menyatakan mereka islam, tetapi di dalam rahasia mereka membantu kaum musyrikin memerangi Islam. Maka kaum Muslimin menjadi terpecah dua untuk menilai keadaan mereka itu, setengah mengatakan orang-orang itu boleh diambil jadi kawan dan setengahnya lagi mengatakan mereka adalah musuh. Dan di sinilah pokok pangkal turunnya ayat.
Ayat 88
“Mengapa kamu menjadi dua golongan (menghadapi) kaum munafik itu?"
Mengapa kamu mesti berselisih untuk menilai mereka? Padahal sudah terang siapa mereka itu, “PadahalAllah telah menjerumuskan mereka." Keragu-raguan mereka buat pindah ke Madinah, untuk menunjukkan bahwa mereka benar-benar telah beriman, menjadi bukti yang nyata bahwa Islam mereka adalah palsu belaka. Orang-orang ini hanya melihat ke mana angin yang keras saja. Untuk menjaga hubungan dengan kaum Muslimin yang kian lama kian kuat, mereka mengatakan bahwa mereka telah Islam, tetapi setapak langkah pun mereka tidak mau meninggalkan pergaulan mereka dengan kaum musyrikin. Sebab pendirian yang ragu-ragu dan ke sana kemari mengambil muka itu, Allah telah menjerumuskan mereka, atau telah menunggang-balikkan mereka. “Apakah kamu hendak memberikan petunjuk orang yang telah disesatkan Allah?" Apakah dari orang-orang semacam itu masih mengharapkan pertolongan dan hendak berkawan ataupun hendak memberi mereka petunjuk?
Allah telah menjerumuskan atau menung-gangbalikkan mereka sebab perangai buruk itu sudah amat mendalam pada mereka sehingga jiwa mereka telah rusak. Mereka mengatur berbagai siasat untuk melancarkan maksud yang tidak jujur. Itu sebabnya kepada pihak Nabi ﷺ ringan saja tangan mereka berkirim surat menyatakan bahwa mereka telah Islam, tetapi bukti-bukti yang lain menunjukkan bahwa mereka selalu sekongkol dengan kaum musyrikin itu. Lantaran mereka telah menempuh jalan yang salah itu, mereka pun disesatkan Allah, sampai terjerumus tunggang balik. Dengan cara pertanyaan, Allah berkata kepada kaum yang beriman, siapa yang dapat memberi petunjuk orang-orang yang telah disesatkan Allah? Jelaslah bunyi firman Allah yang bersifat pertanyaan ini, menanyakan mengapa kamu menjadi dua golongan dalam menghadapi orang munafik, maksudnya ialah bahwa Allah menyesali atau tidak menyetujui kalau kaum yang beriman terpecah dua dalam bersikap terhadap munafik, yang setengah bersikap lunak, dan yang setengah lagi bersikap keras. Kalau bukti-bukti telah menunjukkan bahwa mereka ini memang orang-orang munafik, tidak boleh lagi ada yang membelanya. Sikap mesti sama, bahwa dengan mereka tidak boleh bersikap lunak.
Itulah yang ditegaskan di ujung ayat,
“Dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah, maka sekali-kali tidaklah akan engkau dapat untuknya satu jalan pun."
Niscaya memang demikian halnya. Sebab jalan yang benar hanya satu, yaitu jalan Allah atau Shirathal Mustaqim. Sedang mereka sejak bermula telah enggan menempuh jalan itu, mereka mendekat-dekat ke tepi jurang kecelakaan. Ditegur tidak mau, dilarang tidak berhenti sehingga terjerumus. Padahal kalau mau pangkal jalan yang lurus itu, dapat dicari di dalam diri sendiri yang dinamai fitrah atau akal murni yang tidak pernah bohong, Tetapi suara suci asli dalam hati sanubari itulah yang mereka bungkamkan sendiri, mereka tekan dari luar dengan kehendak hawa nafsu atau karena segan-menyegan dengan ketua-ketua, atau terbelenggu, dengan adat-istiadat pusaka nenek moyang sehingga bertambah lama berjalan, mereka pun bertambah sesat. Akan terus, niscaya hilang. Akan surut kembali, waktu sudah habis. Di ujung ayat Allah menerangkan, sekali-kali engkau tidak akan menampak jalan satu jua pun buat mereka.
Yaitu jalan yang akan membawa mereka kepada petunjuk Allah. Inilah orang yang telah kehilangan pedoman untuk menentukan penjuru, kehilangan ramah untuk meneruskan tangkah. Laksana seorang yang hilang dimaling rimba tambah lama tambah semak dan kusut. Bukan rimba saja yang lebat dan kusut, tetapi pikiran mereka sendirilah yang telah kusut.
Selanjutnya diterangkan lagi penyakit yang tersembunyi dalam jiwa orang-orang yang bertemu jalan buntu itu.
Ayat 89
“Mereka ingin jikalau kamu kafir (pula) sebagai mereka kafir maka jadilah kamu bersamaan."
Di dalam menempuh jalan mereka yang telah sesat, yang telah menyebabkan mereka dijerumuskan Allah, mereka pun mempunyai rencana pula, yaitu supaya kamu kembali kafir seperti mereka yang telah kafir, jadi bukan kafir untuk diri mereka saja. Hendaknya Islam jangan jalan terus dan kamu kembali ke dalam suasana jahiliyyah sebagaimana mereka. Tetapi di luar mereka mengatakan bahwa mereka telah Islam. “Sebab itu janganlah kamu ambil mereka jadi sahabat-sahabat, sehingga mereka pun berhijrah pada jalan Allah" Artinya, janganlah percaya segala keterangan mereka bahwa mereka telah Islam, selama mereka masih berbenam juga di Mekah, bergaul tiap hari dengan leka senangnya dengan kaum musyrikin. Kalau mereka berkirim pesan, janganlah dipercayai pesan itu.
Baru boleh dipercaya, kalau mereka telah muncul di Madinah, hijrah meninggalkan segala yang mereka sayangi di Mekah, kalau berjihad bersama-sama kamu menegakkan jalan Allah. Contohnya pun ada. Yaitu sesudah perjanjian Hudaibiyah dengan diam-diam, tidak mengirim pesan terlebih dahulu telah muncul saja di Madinah dua orang pemuda harapan musyrikin selama ini, yang gagah perkasa dan cerdik pandai, yaitu Khalid bin Walid dan Amr bin Ash dan Utsman bin Thalhah. Adapun orang-orang munafik ini pada hakikatnya ialah musuh juga, masih musyrik juga. “Maka jika mereka berpaling." Artinya, mereka tidak hijrah dan bukan pula mereka kaum Muslimin yang lemah di Mekah, yang tetap dalam iman, “tawanlah mereka dan bunuhlah mereka di mama saja kamu dapati mereka." Sebab pada hakikatnya mereka itu adalah musuh yang tidak dapat dipercaya.
“Dan jangan ada yang kamu ambil mereka jadi sahabat dan jangan seorang pun jadi pembantu."
Sebab mereka itu adalah musuh-musuh yang berbahaya belaka.
Di sinilah ditunjukkan kepada kaum Muslimin siapa kawan dan siapa lawan. Kaum Muslimin telah meninggalkan Mekah karena selama 13 tahun mereka telah dimusuhi. Bahkan sebab utama dari hijrah ialah karena Nabi ﷺ hendak dibunuh. Kaum Muslimin yang kuat sama hijrah dengan Rasul, yang lemah dibiarkan tinggal dan diberi kelapangan, dan nama-nama mereka yang lemah itu sudah tercatat. Mereka pun menderita dalam te-kanan penguasa musyrikin. Sejak itu Mekah dianggap negeri musuh sampai Mekah kelak dapat ditaklukkan.
Sekarang kalau ada suara lain, mengatakan mereka telah Islam, padahal mereka tidak masuk cacatan Muslim, Mustadh'afin yang lemah bertindak di Mekah, mengatakan mereka telah Islam, semuanya itu adalah suara yang tidak dapat dipercaya. Itu munafik semua. Orang-orang itu tidak boleh diambil teman dan tidak boleh dipercayai buat dijadikan pembantu sebab perbantuan mereka pasti akan merugikan. Jangan lekas percaya! Malahan kalau bertemu di medan perang, orang-orang ini mesti ditawan kalau menyerah, mesti dibunuh kalau bertentangan sebab mereka adalah musuh!
Ayat 90
“Kecuali orang-orang yang sampai mereka kepada suatu kaum, yang di antara kamu dengan mereka ada suatu perjanjian."
Orang-orang yang sampai itu adalah kaum Muslimin sendiri, yang lemah tadi, yang tidak sanggup hijrah ke Madinah karena kelemahan mereka. Mereka kalau ada saja kesempatan terluang, niscaya hijrah juga ke Madinah. Untuk keselamatan diri mereka hijrah ke Madinah itu, mereka pergi melindungkan diri ke suatu negeri musyrikin yang telah membuat perjanjian tidak serang-menyerang dengan Rasul. Orang-orang ini adalah orang Islam, mereka ini tidak boleh kamu bunuh. Mereka bukan musuh, melainkan Muslim yang lemah. “Atau mereka datang kepada kamu, padahal sempit dada mereka buat memerangi kamu dan memerangi kaum mereka." Ini pun termasuk kaum Muslimin yang lemah juga. Mereka telah menerima Islam. Sebab dakwah Islam telah masuk sampai ke pelosok-pelosok yang jauh di luar Madinah. Tetapi kaum mereka masih musyrik. Ketika diajak oleh kaum mereka bersama berperang melawan Rasulullah ﷺ dada mereka sempit, mereka tidak mau. Sebab mereka telah beriman. Tetapi akan melawan kepada kaum mereka sendiri, mereka pun tidak pula sampai hati. Orang-orang yang seperti itu juga wajib diperhatikan. Jagalah jangan sampai mereka disamaratakan dengan musuh yang lain tadi. Mereka ini hendaklah ditarik ke samping kamu. Orang-orang ini bukan munafik, hati mereka telah dengan kamu, tetapi masih berat bercerai dengan kaum mereka karena masih kukuh ikatan kekeluargaan. Sebab kalau golongan yang begini tidak menjadi perhatian, mereka bisa lebih dekat kembali kepada kaum mereka. “Dan jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia menangkan mereka atas kamu, lalu mereka perangi kamu." Ini bisa saja kejadian kalau golongan yang telah hampir mendekat itu tidak dipancing supaya lebih dekat lagi.
“Maka jika mereka tinggalkan kamu, yaitu tidak mereka memerangi kamu, dan mereka lawankan kepada kamu perdamaian, maka tidaklah Allah mengadakan suatu jalan buat kamu ke atas mereka."
Ayat ini menunjukkan taktik perang yang halus sekali bagi kaum Muslimin, yaitu memperkecil lawan. Sebab di samping perjuangan yang tidak berhati-hati, menyerang dan diserang, pada hakikatnya ajaran Islam itu telah menjalar ke mana-mana di seluruh tanah Arab itu. Dia sudah mulai menjalar di bawah. Kebanyakan yang berkeras kepala hanyalah ketua-ketua dan pemuka-pemuka saja lagi. Karena suasana hubungan darah dalam ka-bilah, telah timbul segolongan yang diam-diam telah menerima Islam. Mereka tidak memusuhi Rasul tetapi belum pula sampai hati memerangi kaum mereka sendiri. Kalau gegabah menghadapi mereka, mereka masih mungkin kembali berpihak kepada kaum mereka. Kalau mereka bertindak, mungkin juga mereka diberi Allah kemenangan. Oleh sebab itu, kalau sudah jelas bahwa mereka telah meninggalkan sikap permusuhan kepada kamu, tidak lagi memerangi kamu, untunglah itu. Bahkan kalau mereka menawarkan damai, lekas sambut dan terima, beri syarat-syarat yang ringan, dan tidak ada lagi jalan bagi kamu buat memerangi mereka.
Ayat 91
“Akan kamu dapati (pula) beberapa orang lain, yang ingin supaya mereka aman daripada kamu dan aman daripada kaum mereka."
Tetapi iman mereka belum setegas golongan yang disebut di atas tadi. Mereka ini takut ancaman dari kedua pihak ancaman kaum Muslimin dan ancaman kaum mereka sendiri.
Satu waktu pihak lawan dapat menarik mereka karena kelemahan mereka. “Tiap-tiap kali mereka dikembalikan kepada fitnah, terjerumuslah mereka ke dalamnya." Mereka pun telah turut memerangi kaum Muslimin. Maka sikap kamu kepada golongan yang begini ialah, “Maka jika tidak mereka tinggalkan kamu." Yaitu masih terus mereka bersekongkol dengan musuh buat memerangi kamu, tidak mereka menarik diri dari musuh itu. “Dan tidak menawarkan perdamaian kepada kamu, dan tidak memberhentikan tangan mereka, maka tawanlah mereka dan bunuhlah mereka di mana saja pun kamu dapati mereka." Sebab orang ini sudah terang dianggap musuh pula, ditawan kalau menyerah dan dibunuh kalau menentang, sebagaimana lazimnya dalam perang.
“Karena mereka itu telah Kami jadikan untuk kamu, kekuasaan yang nyata atas mereka."
Artinya bahwa Allah sudah menyerahkan kepada kamu sendiri buat bersikap tegas memerangi mereka. Dan dengan demikian nyatalah bahwa orang yang terombang-ambing di tengah-tengah itu dua pula macamnya, yaitu yang telah agak dekat kepada Islam, tetapi belum berani. Orang ini belum boleh diperangi, malahan kalau mengulurkan damai, lekas sambut. Yang kedua golongan terombang-ambing, tetapi menunggu maka kira-kira yang kuat tempat berlindung dan dalam hati mereka Islam itu belum tumbuh. Mereka hanya melihat mana yang kuat. Orang ini wajib diserang terus, sampai tertawan atau terbunuh. Sebab mereka musuh!