Ayat
Terjemahan Per Kata
قُلۡ
katakanlah
مَن
siapa
يُنَجِّيكُم
yang dapat menyelamatkan kamu
مِّن
dari
ظُلُمَٰتِ
kegelapan
ٱلۡبَرِّ
darat
وَٱلۡبَحۡرِ
dan laut
تَدۡعُونَهُۥ
kamu mohon kepadaNya
تَضَرُّعٗا
dengan merendahkan diri
وَخُفۡيَةٗ
dan sembunyi/suara lembut
لَّئِنۡ
sungguh jika
أَنجَىٰنَا
Dia menyelamatkan kami
مِنۡ
dari
هَٰذِهِۦ
ini
لَنَكُونَنَّ
tentu kami menjadi
مِنَ
dari/termasuk
ٱلشَّـٰكِرِينَ
orang-orang yang bersyukur
قُلۡ
katakanlah
مَن
siapa
يُنَجِّيكُم
yang dapat menyelamatkan kamu
مِّن
dari
ظُلُمَٰتِ
kegelapan
ٱلۡبَرِّ
darat
وَٱلۡبَحۡرِ
dan laut
تَدۡعُونَهُۥ
kamu mohon kepadaNya
تَضَرُّعٗا
dengan merendahkan diri
وَخُفۡيَةٗ
dan sembunyi/suara lembut
لَّئِنۡ
sungguh jika
أَنجَىٰنَا
Dia menyelamatkan kami
مِنۡ
dari
هَٰذِهِۦ
ini
لَنَكُونَنَّ
tentu kami menjadi
مِنَ
dari/termasuk
ٱلشَّـٰكِرِينَ
orang-orang yang bersyukur
Terjemahan
Katakanlah (Nabi Muhammad), “Siapakah yang dapat menyelamatkanmu dari berbagai kegelapan (bencana) di darat dan di laut, ketika kamu berdoa kepada-Nya dengan rendah hati dan dengan suara yang lembut (dengan berkata), ‘Sungguh, jika Dia menyelamatkan kami dari (bencana) ini, tentulah kami menjadi orang-orang yang bersyukur.’”
Tafsir
(Katakanlah,) hai Muhammad kepada penduduk Mekah ("Siapakah yang dapat menyelamatkanmu dari kegelapan-kegelapan di darat dan di laut) dari bencana-bencananya dalam perjalananmu, yaitu tatkala (kamu berdoa kepada-Nya dengan berendah diri) dengan secara terang-terangan (dengan suara yang lembut) dengan secara sembunyi-sembunyi kamu mengatakan (Sesungguhnya jika) lam menunjukkan qasam/sumpah (Dia menyelamatkan kami) dalam qiraat lainnya dibaca anjaytanaa, yakni Allah (dari ini) maksudnya dari kegelapan dan bencana-bencana ini (tentulah kami menjadi orang-orang yang bersyukur.") menjadi orang-orang yang beriman.
Tafsir Surat Al-An'am: 63-65
Katakanlah (Muhammad), "Siapakah yang dapat menyelamatkan kalian dari bencana di darat dan di laut, ketika kalian berdoa kepada-Nya dengan rendah hati dan dengan suara yang lemah lembut (dengan mengatakan), 'Sesungguhnya jika Dia menyelamatkan kami dari (bencana) ini, tentulah kami menjadi orang-orang yang bersyukur'."
Katakanlah (Muhammad), "Allah menyelamatkan kalian dari bencana itu dan dari segala macam kesusahan. Namun kalian kembali mempersekutukan-Nya.”
Katakanlah (Muhammad), "Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepada kalian, dari atas kalian atau dari bawah kaki kalian, atau Dia mencampurkan kalian dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan menjadikan sebagian dari kalian menimbulkan kezaliman terhadap yang lain. Perhatikanlah, bagaimana Kami menjelaskan tanda-tanda kebesaran Kami berulang-ulang agar mereka memahami(nya).
Ayat 63
Allah ﷻ berfirman mengingatkan kepada hamba-hamba-Nya terhadap anugerah yang telah diberikan-Nya kepada sebagian mereka yang berada dalam situasi sulit dari bencana di daratan dan di lautan.
Yakni mereka yang dalam keadaan bingung karena bencana yang menimpa di darat dan di laut yang ombaknya mengamuk karena ditiup badai. Dalam keadaan seperti itu mereka hanya mengesakan Allah dalam doanya, bukan kepada yang lain-Nya serta tidak mempersekutukan-Nya.
Pengertian ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman Allah dalam ayat-ayat yang lain:
“Dan apabila kalian ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kalian seru, kecuali Dia.” (Al-Isra: 67), hingga akhir ayat.
Dialah Tuhan yang menjadikan kalian dapat berjalan di daratan, (berlayar) di lautan. Sehingga ketika kalian berada di dalam perahu, berlayarlah perahu itu membawa orang-orang yang ada di dalamnya dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya. Kemudian datanglah angin badai, ketika gelombang dari segala arah menimpanya dan mereka yakin bahwa mereka sedang dalam bencana (bahaya), maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata. Mereka berkata:
"Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur.” (Yunus: 22)
“Atau siapakah yang memimpin kalian dalam kegelapan di daratan dan lautan dan siapa (pula)kah yang menjelaskan angin sebagai kabar gembira sebelum (kedatangan) rahmat-Nya? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Mahatinggi Allah terhadap apa yang mereka persekutukan (dengan-Nya).” (An-Naml: 63)
Dalam surat ini Allah ﷻ berfirman: “Katakanlah, ‘Siapakah yang dapat menyelamatkan kalian dari bencana di darat dan di laut, ketika kalian berdoa kepada-Nya dengan rendah diri dengan suara yang lembut’.” (Al-An'am: 63)
Yang dimaksud dengan “tadharru” dalam ayat ini ialah dengan suara keras, sedangkan “khufyah” artinya dengan suara perlahan, yakni mereka berdoa kepada-Nya dengan suara keras dan suara perlahan. (dengan mengatakan):
"Sesungguhnya jika Dia menyelamatkan kami dari ini.” (Al-An'am: 63)
Yakni dari kesusahan atau bencana ini.
“Tentulah kami menjadi orang-orang yang bersyukur.” (Al-An'am: 63)
Yakni sesudah selamat darinya.
Ayat 64
Selanjutnya Allah ﷻ berfirman: “Katakanlah, ‘Allah menyelamatkan kalian dari bencana itu dan dari segala macam kesusahan’.” (Al-An'am: 64)
Maksudnya sesudah diselamatkan dari bencana itu.
“Namun kalian kembali mempersekutukan-Nya.” (Al-An'am: 64)
Yakni kalian menyeru-Nya bersama tuhan-tuhan lain pada saat kalian telah diselamatkan dengan keadaan sejahtera (sehat).
Ayat 65
Firman Allah ﷻ: “Katakanlah, ‘Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepada kalian, dari atas kalian atau dari bawah kaki kalian’.” (Al-An'am: 65)
Ketika Allah ﷻ berfirman:
“Kemudian kalian kembali mempersekutukan-Nya. (Al-An'am: 64)
Maka Allah ﷻ mengiringinya dengan firman selanjutnya yang mengatakan:
“Katakanlah, ‘Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepada kalian’.” (Al-An'am: 65)
Yakni sesudah Dia menyelamatkan kalian.
Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan di dalam surat Al-Isra ayat 66-69:
“Tuhan kalian adalah yang melayarkan kapal-kapal di lautan untuk kalian, agar kalian mencari sebagian dari karunia-Nya. “Sesungguhnya Dia Maha Penyayang terhadap kalian.” (Al-Isra’: 66)
“Dan apabila kalian ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kalian seru, kecuali Dia. Maka tatkala Dia menyelamatkan kalian ke daratan, kalian berpaling. Dan manusia itu selalu tidak berterima kasih.” (Al-Isra’: 67)
“Maka apakah kalian merasa aman (dari hukuman Tuhan) yang menjungkirbalikkan sebagian daratan bersama kalian atau Dia meniupkan (angin keras yang membawa) batu-batu kecil?.” (Al-Isra’: 68)
“Atau apakah kalian merasa aman dari dikembalikan-Nya kalian ke laut sekali lagi, lalu Dia meniupkan atas kalian angin topan (badai) dan ditenggelamkan-Nya kalian disebabkan kekafiran kalian. Dan kalian tidak akan mendapat seorang penolong pun dalam menghadapi (azab) Kami.” (Al-Isra’:69)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, di dalam suatu riwayat dari Muslim ibnu Ibrahim telah disebutkan bahwa Harun Al-A'war telah menceritakan kepada kami, dari Ja'far ibnu Sulaiman, dari Al-Hasan sehubungan dengan firman-Nya:
“Katakanlah, ‘Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepada kalian, dari atas kalian atau dari bawah kaki kalian’.”(Al-An'am: 65)
Bahwa hal ini ditujukan kepada orang-orang musyrik.
Ibnu Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan firman-Nya:
“Katakanlah, ‘Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepada kalian, dari atas kalian atau dari bawah kaki kalian’.” (Al-An'am: 65)
Ayat ini ditujukan kepada umat Nabi Muhammad ﷺ, tetapi Allah memaafkan mereka. Dalam pembahasan berikut kami ketengahkan beberapa hadits dan atsar yang menerangkan masalah ini, hanya kepada Allah-lah kami memohon pertolongan, hanya kepada Dialah kami bertawakal, dan hanya kepada Dialah kami berpegang teguh.
Imam Bukhari rahimahullah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
“Katakanlah, ‘Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepada kalian, dari atas kalian dan dari bawah kaki kalian atau Dia mencampurkan kalian dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan menjadikan sebagian dari kalian menimbulkan kezaliman terhadap yang lain’. Perhatikanlah, bagaimana Kami menjelaskan tanda-tanda kebesaran Kami berulang-ulang agar mereka memahami (nya).” (Al-An'am: 65)
“Yalbisakum” yaitu mencampurkan kalian, berasal dari kata “iltibas” yang artinya campur aduk. Lafal “yalbasu” artinya mereka bercampur. “Syiyaan” artinya golongan-golongan.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abun Nu'man, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Zaid, dari Amr ibnu Dinar, dari Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan:
“Katakanlah, ‘Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepada kalian, dari atas kalian’.” (Al-An'am: 65)
Maka Rasulullah ﷺ mengucapkan, "Aku berlindung kepada Zat-Mu.
“Atau dari bawah kaki kalian.” (Al-An'am: 65)
Rasulullah ﷺ mengucapkan, "Aku berlindung kepada Zat-Mu.
“Atau Dia mencampurkan kalian dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan menjadikan sebagian dari kalian menimbulkan kezaliman terhadap yang lain.” (Al-An'am: 65)
Rasulullah ﷺ berkata, "Ini adalah yang paling ringan atau paling mudah." Hal yang sama telah diriwayatkan pula oleh Imam Bukhari di dalam kitab Tauhid, dari Qutaibah, dari Hammad dengan lafal yang sama.
Imam An-Nasai telah meriwayatkannya pula di dalam kitab Tafsir melalui Qutaibah dan Muhammad ibnun Nadr ibnu Musawir serta Yahya ibnu Habib ibnu Addi, keempat-empatnya dari Hammad ibnu Zaid dengan lafal yang sama.
Al-Humaidi di dalam kitab Musnad-nya telah meriwayatkannya dari Sufyan ibnu Uyaynah, dari Amr ibnu Dinar, bahwa ia pernah mendengar Jabir menceritakan hadits ini dari Nabi ﷺ Ibnu Hibban di dalam kitab Shahih-nya telah meriwayatkannya dari Abu Ya'la Al-Mausuli, dari Abu Khaisamah, dari Sufyan ibnu Uyaynah dengan lafal yang sama.
Abu Bakar ibnu Murdawaih meriwayatkannya melalui hadits Adam ibnu Abu Iyas dan Yahya ibnu Abdul Hamid serta ‘Ashim ibnu Ali, dari Sufyan ibnu Uyaynah dengan lafal yang sama. Said Ibnu Manshur meriwayatkannya dari Hammad ibnu Zaid dan Sufyan ibnu Uyaynah, keduanya dari Amr ibnu Dinar dengan lafal yang sama.
Jalur lain, An-Hafidzh Abu Bakar ibnu Murdawaih di dalam kitab Tafsir-nya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Miqdam ibnu Daud, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Yusuf, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Luhai'ah, dari Khalid ibnu Yazid, dari Abuz Zubair, dari Jabir yang mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan:
“Katakanlah, Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepada kalian, dari atas kalian.” (Al-An'am: 65)
Maka Rasulullah ﷺ bersabda: "Aku berlindung kepada Allah dari hal tersebut."
“Atau dari bawah kaki kalian.” (Al-An'am: 65)
Maka Rasulullah ﷺ berkata pula: "Aku berlindung kepada Allah dari hal tersebut."
“Atau Dia mencampurkan kalian dalam golongan-golongan (yang bertentangan).” (Al-An'am: 65)
Maka Nabi ﷺ bersabda: "Hal ini lebih ringan."
Dengan kata lain, seandainya seseorang meminta perlindungan kepada Allah dari hal itu, niscaya Dia akan melindunginya.
Banyak hadits yang berkaitan dengan ayat ini, salah satunya ialah yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad ibnu Hambal di dalam kitab Musnad-nya, disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar (yakni Ibnu Abu Maryam), dari Rasyid (yaitu Ibnu Sa'd Al-Mi'raj), dari Sa'd ibnu Abu Waqqas yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah ditanya mengenai makna ayat ini, yaitu firman-Nya:
“Katakanlah, ‘Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepada kalian, dari atas kalian atau dari bawah kaki kalian’.” (Al-An'am: 65)
Maka Rasulullah ﷺ bersabda: “Ingatlah, sesungguhnya hal tersebut pasti terjadi, tetapi masih belum tiba saatnya.”
Imam At-Tirmidzi mengetengahkannya dari Al-Hasan ibnu Arfah, dari Isma'il ibnu Ayyasy, dari Abu Bakar ibnu Abu Maryam dengan sanad yang sama. Kemudian Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini berpredikat gharib (asing).
Hadits lain Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'la (yaitu Ibnu Ubaid), telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Hakim, dari Amir ibnu Sa'd ibnu Abu Waqqas, dari ayahnya yang menceritakan, "Kami berangkat bersama Rasulullah ﷺ hingga sampailah kami di masjid Bani Mu'awiyah. Lalu Nabi ﷺ masuk dan shalat dua rakaat, kami pun ikut shalat bersamanya. Nabi ﷺ berdoa kepada Tuhannya cukup lama, kemudian beliau bersabda: “Aku memohon kepada Tuhanku tiga perkara, yaitu aku memohon agar umatku tidak dibinasakan dengan tenggelam (banjir), maka Dia mengabulkan permintaanku. Dan aku memohon kepada-Nya agar umatku tidak dibinasakan dengan kelaparan (kemarau), maka Dia mengabulkan permintaanku. Dan aku memohon kepada-Nya agar Dia tidak menjadikan permusuhan ada di antara sesama mereka, tetapi Dia tidak mengabulkan permintaanku.” Hadits ini hanya diriwayatkan oleh Imam Muslim sendiri. Imam Muslim meriwayatkannya di dalam Kitabul Fitan, dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Muhammad ibnu Abdullah ibnu Numair, keduanya dari Abdullah ibnu Numair dan dari Muhammad ibnu Yahya ibnu Amr, dari Marwan ibnu Mu'awiyah, keduanya dari Usman ibnu Hakim dengan sanad yang sama.
Hadits lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa Imam Ahmad telah mengatakan bahwa ia telah membaca dari Abdur Rahman ibnu Mahdi, dari Malik, dari Abdullah ibnu Abdullah ibnu Jabir ibnu Atik, dari Jabir ibnu Atik yang mengatakan, Abdullah ibnu Umar pernah datang kepada kami di kampung Bani Mu'awiyah, yaitu suatu kampung di antara kampung-kampung orang-orang Anshar. Lalu Ibnu Umar berkata, ‘Tahukah kamu, di manakah Rasulullah ﷺ pernah shalat di masjid kalian ini?’ Jabir ibnu Atik menjawab, ‘Ya’ sambil mengisyaratkan ke arah suatu bagian dari masjid itu.
Ibnu Umar bertanya lagi, 'Tahukah kalian, tiga perkara apakah yang didoakan oleh Nabi ﷺ di tempat itu?' Aku (Jabir) menjawab, 'Ya.' Ibnu Umar berkata, 'Kalau demikian, ceritakanlah ketiga hal itu kepadaku.' Aku menjawab, 'Rasulullah ﷺ berdoa agar mereka jangan dibinasakan oleh musuh dari selain mereka sendiri, dan agar mereka jangan dibinasakan oleh musim kemarau, maka Allah memberikan keduanya itu kepada Nabi ﷺ. Kemudian Nabi ﷺ berdoa semoga jangan dijadikan permusuhan ada di antara sesama mereka, tetapi Allah tidak mengabulkannya.' Ibnu Umar menjawab, 'Kamu benar, dan masih terus-menerus akan terjadi fitnah sampai hari kiamat'. Tetapi hadits ini tidak terdapat di dalam suatu kitab hadits pun dari kitab Sittah, hanya sanadnya jayyid dan kuat.
Hadits yang lain, Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Hakim ibnu Hakim ibnu Abbad, dari Khasif, dari Ubadah ibnu Hanif, dari Ali ibnu Abdur Rahman, telah menceritakan kepadaku Huzaifah ibnul Yaman, bahwa ia berangkat bersama dengan Rasulullah ﷺ menuju perkampungan Bani Mu'awiyah. Lalu beliau ﷺ Melakukan shalat sebanyak delapan rakaat yang dilakukannya dalam waktu yang cukup lama. Setelah itu beliau berpaling ke arahku, lalu bersabda, "Aku telah menahanmu, wahai Huzaifah." Aku menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui (mengapa kami tertahan)." Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya aku telah memohon tiga perkara kepada Allah maka Dia memberiku dua perkara dan menolak satu perkara lainnya. Aku memohon kepada-Nya agar umatku jangan dikuasai oleh musuh dari selain kalangan mereka sendiri, maka Dia mengabulkan permintaanku. Dan aku meminta kepada-Nya agar janganlah mereka dibinasakan oleh banjir, maka Dia mengabulkan permintaanku. Dan aku memohon kepada-Nya agar janganlah dijadikan permusuhan di antara sesama mereka, tetapi Dia menolak permintaanku ini.”
Ibnu Murdawaih meriwayatkannya melalui hadits Muhammad ibnu Ishaq. Hadits yang lain, Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ubaidah ibnu Humaid, telah menceritakan kepadaku Sulaiman ibnul A'masy, dari Raja Al-Ansari, dari Abdullah ibnu Syaddad, dari Mu'az ibnu Jabal yang menceritakan, "Aku datang untuk menemui Rasulullah ﷺ. Maka dikatakan kepadaku bahwa beliau baru saja keluar. Setiap kali aku mencoba mengejar menemui beliau, aku diberitahu bahwa beliau ﷺ sudah pergi. Hingga aku bertemu dengannya dan kujumpai beliau sedang berdiri dalam shalatnya. Maka aku datang dan berdiri di belakangnya (bermakmum), dan ternyata Nabi ﷺ lama dalam melakukan shalatnya. Setelah Nabi ﷺ menyelesaikan shalatnya, aku bertanya, 'Wahai Rasulullah, engkau telah mengerjakan shalat yang cukup lama.' Maka Rasulullah ﷺ menjawab: 'Sesungguhnya aku telah mengerjakan shalat dengan penuh rasa harap dan takut (kepada-Nya). Sesungguhnya aku meminta kepada Allah ﷻ tiga perkara, maka Dia memberiku dua perkara dan menolak doaku dari yang satunya lagi. Aku memohon kepada-Nya agar umatku jangan dibinasakan oleh banjir, dan Dia memberiku. Dan aku memohon kepada-Nya agar mereka tidak dikuasai oleh musuh selain dari kalangan mereka, maka Dia memberiku. Dan aku memohon kepada-Nya agar janganlah dijadikan permusuhan di antara sesama mereka, tetapi Dia menolak permintaanku yang ini'.
Ibnu Majah meriwayatkannya di dalam Bab "Fitan", dari Muhammad ibnu Abdullah ibnu Numair dan Ali ibnu Muhammad, keduanya dari Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy dengan lafal yang sama. Ibnu Murdawaih meriwayatkannya melalui hadits Abu Uwwanah, dari Abdullah ibnu Umair, dari Abdur Rahman ibnu Abu Laila, dari Mu'az ibnu Jabal, dari Nabi ﷺ dengan lafal yang semisal atau mendekatinya.
Hadits yang lain, Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Harun ibnu Ma'ruf, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Amr ibnul Haris, dari Bukair ibnul Asyaj, bahwa Adh-Dhahhak ibnu Abdullah Al-Qurasyi pernah menceritakan kepadanya dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa ia pernah melihat Rasulullah ﷺ dalam suatu perjalanan melakukan shalat dhuha sebanyak delapan rakaat. Setelah selesai dari shalatnya Nabi ﷺ bersabda: ‘Sesungguhnya aku telah mengerjakan shalat ragbah dan rahbab (dengan penuh rasa harap dan takut kepada-Nya), dan aku memohon kepada Tuhanku tiga perkara, maka Dia memberiku dua perkara dan menolaknya dari satu perkara lainnya. Aku memohon kepada-Nya agar umatku jangan diuji dengan kelaparan musim kemarau, maka Dia mengabulkannya. Dan aku memohon kepada-Nya agar mereka jangan dikuasai oleh musuh mereka, maka Dia mengabulkannya. Dan aku memohon kepada-Nya agar mereka jangan berpecah-belah menjadi berbagai golongan yang bertentangan, maka Dia tidak mengabulkannya bagiku.
Imam An-Nasai telah meriwayatkannya di dalam Bab "shalat", dari Muhammad ibnu Salamah, dari Ibnu Wahb dengan sanad yang semisal.
Hadits yang lain, Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah menceritakan kepada kami Syu'aib ibnu Abu Hamzah yang mengatakan bahwa Az-Zuhri pernah berkata, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Abdullah ibnul Haris ibnu Naufal, dari Abdullah ibnu Khabbab, dari ayahnya yaitu Khabbab ibnul Art maula Bani Zuhrah yang pernah ikut dalam perang Badar bersama Rasulullah ﷺ Khabbab ibnul Arats mengatakan bahwa dia menjumpai Rasulullah ﷺ di suatu malam, pada malam itu Rasulullah ﷺ menghabiskan waktunya dengan shalat hingga dekat waktu subuh. Setelah Rasulullah ﷺ selesai dari shalatnya, maka ia menemuinya dan bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau telah mengerjakan suatu shalat pada malam ini yang belum pernah aku melihatmu melakukan hal yang semisal sebelumnya." Maka Rasulullah ﷺ menjawab melalui sabdanya: “Memang benar, sesungguhnya shalat yang baru kulakukan itu adalah shalat yang penuh dengan harap dan rasa takut kepada Allah. Aku telah memohon tiga perkara kepada Tuhanku dalam shalat tersebut. Maka Dia hanya memberiku dua perkara, sedangkan yang satunya lagi tidak diberikan kepadaku. Aku memohon kepada-Nya agar janganlah Dia membinasakan umatku dengan azab yang pernah ditimpakan kepada umat-umat sebelum kita, maka Dia mengizinkannya bagiku. Dan aku memohon kepada-Nya agar janganlah kita dikalahkan oleh musuh dari luar golongan kita, maka Dia mengizinkannya bagiku. Dan aku memohon kepada-Nya agar janganlah Dia mencampurkan kami dalam golongan-golongan yang saling bertentangan, maka Dia tidak mengizinkannya bagiku.”
Imam An-Nasai meriwayatkannya melalui hadits Syu'aib ibnu Abu Hamzah dengan lafal yang sama, dan Imam An-Nasai telah meriwayatkannya melalui jalur yang lainnya lagi, demikian pula Ibnu Hibban di dalam kitab Shahihnya berikut kedua sanadnya dari Saleh ibnu Kaisan.
Imam At-Tirmidzi meriwayatkannya di dalam Bab "Fitan" melalui hadits An-Nu'man ibnu Rasyid, keduanya dari Az-Zuhri dengan lafal yang sama. Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih.
Hadits yang lain Abu Ja'far ibnu Jarir di dalam kitab Tafsir-nya mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ziyad ibnu Abdullah Al-Muzanni, telah menceritakan kepada kami Marwan ibnu Mu'awiyah Al-Fazzari, telah menceritakan kepada kami Abu Malik, telah menceritakan kepadaku Nafi' ibnu Khalid Al-Khuza'i dari ayahnya, bahwa Nabi ﷺ pernah melakukan suatu shalat yang ringan dengan rukuk dan sujud yang sempurna. Kemudian beliau ﷺ bersabda: “Sesungguhnya shalat tadi adalah shalat yang penuh dengan rasa harap dan takut kepada-Nya. Aku memohon tiga perkara kepada Allah ﷻ dalam shalat itu. Dia memberiku dua perkara dan menolakku dari satu perkara. Aku memohon kepada Allah agar umatku jangan ditimpa oleh azab seperti azab yang telah menimpa umat-umat sebelum kalian, maka Dia mengabulkannya bagiku Dan aku memohon kepada Allah agar janganlah umatku dikuasai oleh musuh yang merendahkan kehormatan kalian, maka Dia mengabulkannya bagiku. Dan aku memohon kepada Allah agar janganlah umatku dijadikan berbagai golongan yang saling bertentangan yang menimbulkan permusuhan, maka Dia tidak mengabulkannya bagiku.” Abu Malik mengatakan bahwa lalu ia bertanya kepada Nafi' ibnu Khalid Al-Khuza'i, "Apakah ayahmu benar-benar mendengarnya langsung dari mulut (lisan) Rasulullah ﷺ?" Ia menjawab, "Ya, aku mendengar ayahku menceritakan hadits ini, bahwa dia mendengarnya langsung dari lisan Rasulullah ﷺ"
Hadits yang lain. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, bahwa Ma'mar mengatakan, "Telah menceritakan kepadaku Ayyub, dari Abu Qilabah, dari Al-Asy'as As-San'ani, dari Abu Asma Ar-Rahbi, dari Syaddad ibnu Aus, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Sesungguhnya Allah ciptakan bumi untukku sehingga aku dapat melihat belahan timur dan belahan baratnya, dan sesungguhnya peradaban umatku kelak akan berkembang sejauh apa yang aku lihat di bumi ini yang telah diberikan oleh Allah untukku. Dan sesungguhnya aku dianugerahi dua buah perbendaharaan, yaitu yang putih dan yang merah. Dan sesungguhnya aku memohon kepada Tuhanku agar janganlah umatku dibinasakan oleh panas yang menyengat, janganlah mereka dikuasai oleh musuh sehingga mereka semua dibinasakan secara menyeluruh, janganlah mereka berpecah-belah menjadi berbagai golongan yang bertentangan, dan jangan (pula) sebagian dari mereka merasakan pertikaian.”
Maka Allah ﷻ berfirman, "Wahai Muhammad, sesungguhnya Aku apabila telah memutuskan suatu keputusan, maka keputusan-Ku itu tidak dapat dicabut lagi. Dan sesungguhnya Aku memberimu untuk umatmu bahwa sama sekali Aku tidak akan membinasakan mereka dengan masa sulit yang menyeluruh, dan Aku tidak akan membiarkan mereka dikuasai oleh musuh selain dari kalangan mereka sendiri yang membuat mereka akan dibinasakan oleh musuhnya, sehingga sebagian dari mereka membinasakan sebagian yang lain, dan sebagian dari mereka membunuh sebagian yang lain, dan sebagian dari mereka menahan sebagian yang lain.
Syaddad ibnu Aus melanjutkan kisahnya, lalu Nabi ﷺ bersabda: “Sesungguhnya aku tidak merasa khawatir terhadap umatku kecuali adanya imam-imam atau pemimpin yang menyesatkan, karena apabila pedang (jihad) telah ditetapkan di antara umatku, maka ia tidak akan dihapuskan dari mereka sampai hari kiamat. Hadits ini tidak terdapat di dalam suatu kitab Sittah pun, tetapi sanadnya jayyid dan kuat. Ibnu Murdawaih telah meriwayatkannya melalui hadits Hammad ibnu Zaid, Abbad ibnu Mansur, dan Qatadah. Ketiga-tiganya dari Ayyub, dari Abu Qilabah, dari Abu Asma, dari Sauban, dari Rasulullah ﷺ dengan lafal yang semisal.
Hadits yang lain diriwayatkan oleh An-Hafidzh Abu Bakar Ibnu Murdawaih, disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Isma'il ibnu Ibrahim Al-Hasyimi dan Maimun ibnu Ishaq ibnul Hasan Al-Hanafi. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdul Jabbar, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Fudail, dari Abu Malik Al-Asyja'i, dari Nafi' ibnu Khalid Al-Khuza'i, dari ayahnya yang berpredikat sebagai salah seorang sahabat Rasulullah ﷺ dan termasuk salah seorang sahabat yang ikut dalam baiat di bawah pohon.
Ia menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ apabila melakukan shalat, sedangkan orang-orang berada di sekitarnya, maka beliau lakukan shalatnya dengan rukuk dan sujud yang sempurna. Maka pada suatu hari Rasulullah ﷺ duduk (dalam shalatnya) dalam waktu yang cukup lama sehingga sebagian dari para sahabat berisyarat kepada sebagian yang lain bahwa sebaiknya kita diam, karena sesungguhnya sedang turun suatu wahyu kepada Nabi ﷺ. Setelah Nabi ﷺ menyelesaikannya, maka seseorang dari kaum yang hadir berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau lama sekali dalam dudukmu, sehingga sebagian dari kami berisyarat kepada sebagian yang lain bahwa sesungguhnya sedang turun suatu wahyu kepadamu.” Rasulullah ﷺ menjawab: “Tidak, tetapi shalat yang baru kulakukan itu adalah shalat ragbah dan rahbah, aku telah memohon kepada Allah dalam shalatku itu tiga perkara, maka Dia memberiku dua perkara dan tidak memberiku yang satunya lagi. Aku telah meminta kepada Allah agar Dia jangan mengazab kalian dengan suatu azab yang pernah Dia timpakan kepada orang-orang sebelum kalian, maka Dia memberikannya kepadaku. Dan aku memohon kepada Allah agar janganlah Dia memberikan musuh menguasakan umatku dengan berbuat seenak hatinya kepada mereka, maka Dia memberikannya kepadaku. Dan aku memohon kepada-Nya janganlah Dia mencampurkan kalian dalam golongan-golongan yang saling bertentangan, dan janganlah Dia menjadikan sebagian dari kalian kezaliman kepada sebagian yang lain, tetapi Dia tidak memberikannya kepadaku.” Perawi (Abu Malik Al-Asyja'i) berkata kepada Nafi' ibnu Khalid, "Apakah ayahmu memang mendengarnya dari Rasulullah ﷺ?" Nafi' menjawab, "Ya, aku mendengar ayahku mengatakan bahwa dia mendengarnya dari Rasulullah ﷺ sebanyak bilangan jari-jemariku yang sepuluh ini."
Hadits yang lain, Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Yunus (yaitu Ibnu Muhammad Al-Muaddib), telah menceritakan kepada kami Al-Laits (yaitu Ibnu Sa'd), dari Abu Wahb Al-Khaulani, dari seorang lelaki yang ia sebutkan namanya, dari Abu Basrah Al-Gifari, seorang sahabat Rasulullah ﷺ Disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Aku pernah memohon kepada Tuhanku empat perkara, maka Dia memberiku tiga perkara dan menolakku dari satu perkara lainnya. Aku memohon kepada Allah hendaknya Dia jangan jadikan umatku dalam kesesatan, maka Dia memberikannya kepadaku. Dan aku memohon kepada Allah agar janganlah Dia menguasakan mereka kepada musuh selain dari kalangan mereka sendiri, maka Dia memberikannya kepadaku. Dan aku memohon kepada Allah hendaknya Dia jangan membinasakan mereka dengan paceklik sebagaimana Dia telah membinasakan umat-umat sebelum mereka, maka Dia memberikannya kepadaku. Dan aku memohon kepada Allah ﷻ hendaknya Dia jangan menjadikan mereka berpecah-belah menjadi berbagai golongan, dan janganlah Dia menimpakan pertikaian sebagian dari mereka kepada sebagian yang lain, tetapi Dia tidak memberikannya kepadaku.” Hadits ini tidak disampaikan oleh seorang pun dari kalangan pemilik kitab sunnah yang enam.
Hadits yang lain, Imam Ath-Thabarani mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Usman ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Minjab ibnul Haris, telah menceritakan kepada kami Abu Huzaifah As-Sa'labi, dari Ziyad ibnu Ilaqah, dari Jabir ibnu Samurah As-ﷺaf, dari Ali, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Aku pernah memohon kepada Tuhanku tiga perkara, maka Dia memberiku dua di antaranya dan menolakku dari yang satunya lagi.
Aku berdoa, “Wahai Tuhanku, janganlah Engkau binasakan umatku dengan kelaparan.” Maka Dia menjawab, "Ini Kuberikan kepadamu.” Aku berdoa, "Wahai Tuhanku, janganlah Engkau jadikan kekuasaan mereka kepada umatku selain dari umatku sendiri, (yakni orang-orang musyrik) yang mengakibatkan umatku akan dibinasakan sampai ke akar-akarnya.” Dia menjawab, “Kuberikan hal itu kepadamu.” Aku berdoa, “Wahai Tuhanku, janganlah Engkau jadikan pertentangan di antara sesama umatku.” Tetapi Dia tidak memberikan yang ini kepadaku.
Hadits yang lain, An-Hafidzh Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ahmad ibnu Ibrahim,dari Ahmad ibnu Muhammad ibnu ‘Ashim, telah menceritakan kepada kami Abud Darda Al-Marwazi, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Abdullah ibnu Kaisan, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Aku pernah berdoa memohon kepada Tuhanku agar Dia menghapuskan dari umatku empat perkara, maka Allah menghapuskan dari mereka dua perkara dan menolak permintaanku yang duanya lagi, Dia tidak mengizinkan dari mereka kedua hal itu. Aku berdoa kepada Tuhanku, semoga Dia menghapuskan azab hujan batu dari langit, kebanjiran dari bumi, janganlah Dia menjadikan mereka (umatku) berpecah-belah menjadi banyak golongan, dan janganlah Dia jadikan sebagian dari mereka pertentangan kepada sebagian yang lain. Maka Allah menghapuskan dari mereka azab hujan batu dari langit dan kebanjiran dari bumi. Tetapi menolak tidak mau menghapuskan dua perkara lainnya, yaitu pembunuhan dan fitnah.”
Hadist yang lain dari Ibnu Abbas. Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad ibnu Yazid, telah menceritakan kepadaku Al-Walid ibnu Aban, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Munir, telah menceritakan kepada kami Abu Badar (yaitu Syuja' ibnul Walid), telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Qais, dari seorang lelaki, dari Ibnu Abbas yang telah mengatakan bahwa ketika firman-Nya ini diturunkan:
“Katakanlah, ‘Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepada kalian, dari atas kalian atau dari bawah kaki kalian atau Dia mencampurkan kalian dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan menjadikan sebagian dari kalian menimbulkan kezaliman terhadap yang lain’.” (Al-An'am: 65)
Ibnu Abbas mengatakan, "Lalu Nabi ﷺ bangkit dan berwudu, kemudian berdoa: “Ya Allah, janganlah Engkau timpakan kepada umatku suatu azab dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka, janganlah Engkau mencampurkan mereka dalam golongan-golongan (yang bertentangan), dan janganlah Engkau merasakan kepada sebagian mereka kezaliman sebagian yang lain." Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, "Lalu datanglah Malaikat Jibril kepada Nabi ﷺ, lalu berkata, 'Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah telah melindungi umatmu, Dia tidak akan mengirimkan kepada mereka azab dari atas mereka atau dari bawah kaki mereka’.”
Hadits yang lain, Ibnu Murdawaih mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad ibnu Abdullah Al-Bazzar, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ahmad ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad ibnu Yahya ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Muhammad Al-Anqazi, telah menceritakan kepada kami Asbat, dari As-Suddi, dari Abul Minhal, dari Abu Hurairah, dari Nabi ﷺ telah bersabda: “Aku pernah meminta kepada Tuhanku untuk umatku empat perkara, maka Dia memberiku tiga perkara darinya dan menolakku dari yang satunya. Aku memohon kepada-Nya, semoga umatku tidak dilenyapkan oleh azab-Nya, maka Dia memberikannya kepadaku. Dan aku memohon kepada-Nya semoga Dia tidak mengazab mereka dengan azab yang pernah Dia timpakan kepada umat-umat sebelum mereka, maka Dia memberikannya kepadaku. Dan aku memohon kepada-Nya semoga Dia tidak menguasakan mereka kepada musuh selain dari kalangan mereka, maka Dia memberikannya kepadaku. Dan aku memohon kepada-Nya semoga Dia tidak menjadikan kekerasan mereka berada di antara sesama mereka, tetapi Dia tidak memberikannya kepadaku.”
Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya dari Abu Sa'id ibnu Yahya ibnu Sa'id Al-Qattan, dari Amr ibnu Muhammad Al-Anqazi dengan sanad yang sama dan lafal yang semisal. Jalur yang lain, Ibnu Murdawaih mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ahmad ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yahya, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Habbab, telah menceritakan kepada kami Kasir ibnu Zaid Al-Laisi Al-Madani, telah menceritakan kepadaku Al-Walid ibnu Rabah maula keluarga Abu Ziab yang telah mendengar dari Abu Hurairah yang pernah mengatakan bahwa Nabi ﷺ pernah bersabda: “Aku pernah memohon kepada Tuhanku tiga perkara, maka Dia memberiku dua perkara dan menolakku dari yang satunya lagi. Aku memohon kepada-Nya, hendaknya Dia jangan menguasakan musuh atas umatku yang bukan dari kalangan mereka, maka Dia memberikannya kepadaku. Dan aku memohon kepada-Nya, hendaknya Dia tidak membinasakan umatku dengan paceklik, maka Dia memberikannya kepadaku. Dan aku memohon kepada-Nya, hendaknya Dia jangan menjadikan mereka berpecah-belah menjadi berbagai golongan, dan janganlah Dia merasakan penindasan kepada sebagian mereka yang lain, tetapi Dia tidak memberikannya kepadaku.” Kemudian Ibnu Murdawaih meriwayatkannya berikut sanadnya dari Sa'd ibnu Sa'id, dari Abul Maqbari, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dari Nabi ﷺ dengan lafal yang semisal.
Al-Bazzar meriwayatkannya melalui jalur Amr ibnu Abu Salamah, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dari Nabi ﷺ dengan lafal yang semisal. Asar yang lain, Sufyan Ats-Tsauri telah meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah, dari Ubay ibnu Ka'b yang mengatakan bahwa pada umat ini telah terjadi empat perkara. Dua telah terjadi dan masih ada dua perkara lagi yang belum terjadi, yaitu yang disebutkan di dalam firman-Nya:
“Katakanlah, ‘Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepada kalian dari atas kalian.’” (Al-An'am: 65)
Yakni berupa rajam atau hujan batu (dari langit). “Atau dari bawah kaki kalian.” (Al-An'am: 65)
Maksudnya, ditelan oleh bumi. Menurut Sufyan Ats-Tsauri, makna yang dimaksud ialah hujan batu dan ditelan oleh bumi
“Atau Dia mencampurkan kalian dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan menjadikan sebagian dari kalian menimbulkan kezaliman terhadap yang lain.” (Al-An'am: 65)
Abu Ja'far Ar-Razi telah meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah, dari Ubay ibnu Ka'b sehubungan dengan makna firman-Nya:
“Katakanlah, ‘Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepada kalian dari atas kalian atau dari bawah kaki kalian atau Dia mencampurkan kalian dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan menjadikan sebagian dari kalian menimbulkan kezaliman terhadap yang lain.” (Al-An'am: 65)
Bahwa hal tersebut adalah empat perkara, dua di antaranya terjadi setelah selang dua puluh lima tahun sesudah Rasulullah ﷺ wafat. Mereka berpecah-belah menjadi berbagai golongan, sebagian dari mereka merasakan kezaliman sebagian yang lain. Sedangkan yang dua perkara lagi pasti akan terjadi, yaitu hujan batu dan ditelan oleh bumi.
Ahmad meriwayatkannya dari Waki', dari Abu Ja'far dan Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya pula. Ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Munzir ibnu Syazan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Abul Asyhab, dari Al-Hasan sehubungan dengan makna firman-Nya: Katakanlah, "Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan.” (Al-An'am: 65), hingga akhir ayat.
Siksaan atau azab itu telah diperhitungkan sesuai dengan dosa yang dilakukan. Apabila dosanya telah dilakukan, barulah dikirimkan siksaan yang setimpal dengannya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Abu Malik, As-Suddi, dan Ibnu Zaid serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
“azab dari atas kalian.” (Al-An'am: 65)
Yakni berupa hujan batu.
“Atau dari bawah kaki kalian. (Al-An'am; 65)
Artinya, ditelan oleh bumi.
Pendapat inilah yang dipilih oleh Imam Ibnu Jarir. Ibnu Jarir telah meriwayatkannya dari Yunus, dari Ibnu Wahb, dari Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam sehubungan dengan makna firman-Nya:
“Katakanlah ‘Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepada kalian, dari atas kalian atau dari bawah kaki kalian’." (Al-An'am: 65)
Bahwa dahulu Abdullah ibnu Mas'ud (ketika membaca ayat ini) berteriak nyaring, sedangkan ia berada di dalam masjid atau di atas mimbar, lalu ia berkata, "Ingatlah, wahai manusia, sesungguhnya azab itu telah diturunkan atas kalian," karena sesungguhnya Allah ﷻ telah berfirman:
“Katakanlah, ‘Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepada kalian, dari atas kalian’.” (Al-An'am: 65)
“Seandainya diturunkan azab dari langit kepada kalian.” (Al-An'am: 65)
niscaya tidak akan tersisa seorang manusia pun dari kalian.
“Atau dari bawah kaki kalian.” (Al-An'am: 65)
Seandainya bumi menelan kalian, niscaya binasalah kalian, dan tidak ada seorang pun dari kalian yang tersisa.
“Atau Dia mencampurkan kalian dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan menjadikan sebagian dari kalian menimbulkan kezaliman terhadap yang lain. (Al-An'am: 65)
Ingatlah, sesungguhnya telah diturunkan kepada kalian azab yang paling buruk di antara ketiganya. Pendapat yang kedua. Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb. Ia telah mendengar Khallad ibnu Sulaiman mengatakan bahwa ia pernah mendengar Amir ibnu Abdur Rahman mengatakan, sesungguhnya Ibnu Abbas pernah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
“Katakanlah, ‘Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan kepada kalian azab dari atas kalian’.” (Al-An'am: 65)
Yakni pemimpin-pemimpin yang jahat.
“Atau dari bawah kaki kalian.” (Al-An'am: 65)
Yakni pembantu-pembantu yang jahat.
Ali ibnu Abu Talhah menceritakan, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:
“Azab dari atas kalian.” ( Al-An'am: 65)
Yakni para amir (penguasa kalian).
“Atau dari bawah kaki kalian.” (Al-An'am: 65)
Yaitu datang dari budak-budak dan bawahan-bawahan kalian.
Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan dari Abu Sinan dan Amr ibnu Hani' hal yang semisal.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa pendapat ini, sekalipun mempunyai segi yang shahih, tetapi pendapat yang pertama jauh lebih unggul dan lebih kuat dan memang kenyataannya adalah seperti apa yang dikatakan oleh Ibnu Jarir.
Kebenaran pendapatnya itu dibuktikan oleh firman Allah ﷻ: “Apakah kalian merasa aman terhadap kuasa Allah, bahwa Dia akan menjungkirbalikkan bumi bersama kalian, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu berguncang? Atau apakah kalian merasa aman terhadap kuasa Allah, bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu? Maka kelak kalian akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku.” (Al-Mulk: 16-17)
Di dalam sebuah hadits disebutkan: “Sesungguhnya benar-benar akan ada pada umat ini (azab berupa) hujan batu, gempa bumi, dan kutukan.” Hadits ini disebutkan di antara hal-hal yang semisal mengenai pertanda dekatnya hari kiamat, persyaratannya, dan munculnya tanda-tanda yang mengawali hari kiamat. Semuanya akan diterangkan pada bagian tersendiri, Insya Allah.
Firman Allah ﷻ: “Atau Dia mencampurkan kalian dalam golongan-golongan yang bertentangan.” (Al-An'am: 65)
Maksudnya, Dia akan menjadikan kalian berpecah-belah menjadi berbagai golongan yang saling bertentangan.
Al-Walibi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah mempunyai berbagai macam kecenderungan yang berbeda-beda. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang. Di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan melalui berbagai jalur dari Nabi ﷺ disebutkan bahwa Nabi ﷺ pernah bersabda: “Kelak umat ini akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan. Semuanya masuk neraka, kecuali satu golongan.” Firman Allah ﷻ:
“Dan menjadikan sebagian dari kalian menimbulkan kezaliman terhadap yang lain.” (Al-An'am: 65)
Ibnu Abbas dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah merasakan kepada sebagian kalian siksaan dan pembunuhan yang dilakukan oleh sebagian yang lain dari kalian.
Firman Allah ﷻ: “Perhatikanlah, bagaimana Kami menjelaskan tanda-tanda kebesaran Kami berulang-ulang.” (Al-An'am: 65)
Yakni Kami jelaskan dan Kami terangkan tanda-tanda itu sekali, dan pada lain waktu Kami tafsirkan.
“Agar mereka memahaminya.” (Al-An'am: 65)
Maksudnya memahami dan mau menggunakan akal pikirannya untuk menganalisis ayat-ayat Allah, hujah-hujah-Nya, dan bukti-bukti kekuasaan-Nya. Zaid ibnu Aslam telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
“Katakanlah, ‘Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepada kalian dari atas kalian’.” (Al-An'am: 65), hingga akhir ayat. Bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: “Janganlah kalian berbalik menjadi kufur sesudahku, sebagian dari kalian memukul leher sebagian yang lain dengan pedang(nya).” Mereka (para sahabat) bertanya, "Padahal kami bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan engkau adalah utusan Allah." Nabi ﷺ menjawab, "Ya, benar." Maka sebagian dari mereka ada yang mengatakan "Hal ini tidak akan terjadi selama-lamanya, yaitu sebagian dari kami membunuh sebagian yang lain, padahal kami adalah orang-orang muslim." Maka turunlah firman-Nya:
“Perhatikanlah, bagaimana Kami menjelaskan tanda-tanda kebesaran Kami berulang-ulang agar mereka memahaminya. Dan kaummu mendustakannya (azab), padahal azab itu benar adanya. Katakanlah, ‘Aku ini bukanlah penanggung jawab kamu’. Setiap berita (yang dibawa oleh rasul-rasul) ada (waktu) terjadinya dan kelak kalian akan mengetahui.” (Al-An'am: 65-67)
Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir.
Keluasan ilmu Allah telah dijelaskan, kekuasaan Allah yang mutlak telah dipaparkan, kini dijelaskan tentang salah satu sifat negatif manusia yaitu merasa membutuhkan Allah pada saat terdesak. Katakanlah, wahai Nabi Muhammad, Siapakah yang dapat menyelamatkan kamu dari kegelapan-kegelapan, yaitu aneka bencana, di darat dan di laut, yang mana saat kejadian itu kamu berdoa secara tulus kepada-Nya dengan rendah hati yaitu menunjukkan dirimu sebagai orang yang amat membutuhkan pertolongan dan dengan suara yang lembut sehingga menimbulkan rasa iba bagi yang mendengarnya, dengan mengatakan secara sungguhsungguh yang dikuatkan dengan janji, 'Sekiranya Dia menyelamatkan kami dari bencana ini, tentulah kami menjadi orang-orang yang benarbenar mantap bersyukur' Itulah tabiat manusia khususnya yang durhaka. Pada saat tertimpa kesulitan yang mengancam keselamatan jiwanya, janji taat kepada Allah pun diucapkan. Namun pada saat situasi kembali normal, maka kedurhakaan pun berulang. Allah Maha Mengetahui realitas hidup manusia, termasuk yang diselamatkan dari keadaan yang mengancam jiwanya, di mana pada akhirnya janji-janji itu dilupakan. Katakanlah, wahai Nabi Muhammad, Allah yang menyelamatkan kamu dari bencana itu dan dari segala macam kesusahan, namun kemudian kamu kembali mempersekutukan-Nya. Sungguh buruk perilaku manusia itu. Mereka sendiri yang berjanji untuk taat kepada Allah, dan mereka sendiri pula yang mengingkarinya.
Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya agar mengatakan kepada orang-orang musyrik bahwa siapakah yang dapat menyelamatkan dan melepaskan mereka dari kegelapan daratan bila mereka tersesat, siapa yang sanggup melepaskan mereka dari kesengsaraan dan penderitaan hidup, siapa yang sanggup melepaskan mereka dari kegelapan lautan bila mereka berlayar di tengahnya, lalu datanglah angin topan disertai ombak yang besar, sehingga mereka tidak mengetahui arah dan tujuan lagi? Yang dapat menyelamatkan manusia dari segala kegelapan dan kesengsaraan itu hanyalah Allah, tidak ada yang lain.
Tabiat manusia adalah bahwa jika mereka dalam keadaan kesulitan dan dalam mara bahaya, mereka ingat kepada Allah, mereka menyerahkan diri, tunduk dan patuh kepada-Nya disertai dengan doa dan memohon pertolongan kepada-Nya. Bahkan dalam keadaan demikian mereka berjanji akan tetap berserah diri kepada Allah dan mensyukuri nikmat-Nya jika kesulitan dan mara bahaya itu dihindarkan dari mereka. Tetapi setelah kesulitan dan mara bahaya itu terhindar, mereka lupa akan janji yang telah mereka ikrarkan bahkan mereka menjadi orang-orang yang zalim dan mempersekutukan Allah.
Keadaan mereka itu dilukiskan dalam firman Allah swt:
Dialah Tuhan yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan, (dan berlayar) di lautan. Sehingga ketika kamu berada di dalam kapal, dan meluncurlah (kapal) itu membawa mereka (orang-orang yang ada di dalamnya) dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya; tiba-tiba datanglah badai dan gelombang menimpanya dari segenap penjuru, dan mereka mengira telah terkepung (bahaya), maka mereka berdoa dengan tulus ikhlas kepada Allah semata. (Seraya berkata), "Sekiranya Engkau menyelamatkan kami dari (bahaya) ini, pasti kami termasuk orang-orang yang bersyukur." Tetapi ketika Allah menyelamatkan mereka, malah mereka berbuat kezaliman di bumi tanpa (alasan) yang benar? (Yunus/10: 22-23)
.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 63
“Katakanlah!"
Wahai utusan-Ku, kepada segala mereka itu, “Siapakahyang akan menyelamatkan kamu dari bencana-bencana darat dan laut." Bencana darat macam-macam, entah banjir besar, entah gunung berapi meletus, entah gempa bumi, entah kebakaran rumah, entah tersesat di dalam hutan belantara atau di padang pasir yang tandus tak ada air sehingga tak dapat jalan keluar, entah karena utang bertumpuk tak terbayar, entah karena ditangkap yang berkuasa karena dituduh atau difitnah mengerjakan suatu kejahatan, padahal awak tidak pernah membikinnya, lalu ditahan berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, dipisahkan dengan anak istri yang dicintai.
Dan di laut pun banyak bencana. Entah bahtera kecil ombak pun besar, kita terapung-apung laksana sabut kelapa saja, air telah masuk ke dalam bahtera sehingga terancam akan tenggelam. Bahkan kapal besar pun seumpama kapal Titanic yang terkenal atau kapal Van der Wijck yang tenggelam di Laut Jawa (1936). Atau pencalang kematian angin sehingga aturan sampai ke darat dalam seminggu, sudah lewat sebulan tidak juga sampai, sedangkan air minum persediaan sudah habis. Atau nelayan dilarikan oleh ikan sangat besar yang sedang dipancingnya, dibawanya berlarat-larat ke lautan lepas atau kapal dagang diancam oleh kapal perang atau kapal selam musuh pada musim perang. Di dalam ayat ini bencana itu disebut zhulumaat, yaitu berbagai kegelapan. Gelap, tidak tabu lagi apa yang akan dikerjakan sebab segala ikhtiar sudah habis dan jaya manusia sudah terhenti. Ketika itu, gelaplah segala jalan di bumi, di darat, dan di laut. Tempat mengadu tinggal hanya satu, yang terang selalu, yaitu Allah."Tatkala kamu memohon kepada-Nya dengan kerendahan dan bersunyi." Pada waktu itu, hilanglah segala rasa kebesaran diri yang kecil ini lalu merendah merunduk kepada Allah, kadang-kadang tekun berlutut, bersujud seorang diri di tempat sunyi, tak ada orang lain dan berseru,
“Jika Dia selamatkan kami dari ini, niscaya jadilah kami daripada orang-orang yang bersyukur."
Sekeras-keras hati manusia ketika itu menjadi lunaklah sikapnya. Tidak akan ada lagi orang yang ingkar selama ini kepada
Allah yang akan membesarkan diri, melainkan berhenti pikiran, tinggal rasa kerendahan dan memohonkan pertolongan kepada Yang Mahakuasa dan kerap kali pula pada waktu itu bernadzar bahwa Engkau selamatkan aku atau kami dari bencana ini, wahai Yang Mahakuasa maka kami akan bersyukur. Kami akan menunjukkan rasa syukur kami. Ada yang bernadzar akan memulai shalat sebab sudah lama shalat ditinggalkan. Dan orang-orang yang saleh sendiri pun bernadzar bahwa kalau dia lepas dari bencana ini dia akan berpuasa sekian hari, dia akan bersedekah, memberi makan fakir miskin sekian orang dan sebagainya sebagai alamat tanda syukur.
Niscaya ombak gelombang bencana itu akan silih berganti. Topan lautan akan reda, bencana daratan akan surut, duka akan berganti suka, tidak ada yang tetap. Namun, siapakah yang mengubah keadaan?
Ayat 64
“Katakanlah, ‘Allah-lah yang menyelamatkan kamu daripadanya dan daripada tiap-tiap kesusahan.'"
Jika bahaya itu telah lepas dan bencana-bencana darat atau bencana-bencana laut itu sudah surut dan fajar harapan timbul kembali, bukanlah itu dari kekuasaan yang lain melainkan kekuasaan Allah. Misalnya, ada suatu kepercayaan yang sangat sesat dari orang-orang yang percaya pada keramat wali-wali, yang mengatakan jika datang suatu bahaya, panggil saja nama seorang wali, seumpama Sayyid Abdulkadir Jailani atau Syekh Samman. Terjadilah suatu bencana besar, seumpama gempa di darat atau topan di laut. Meskipun berulang-ulang dimintai pertolongan, wali-wali itu tidak berkuasa menolong. Adapun waktu mereka masih hidup, tidaklah orang yang dikatakan wali itu dapat menolong, apalagi setelah mereka mati. Toh, mereka tidak dapat bergerak kalau tidak dengan izin Allah. Jadi, pergiliran di antara kesenangan dan kesusahan, keamanan dan malapetaka, kelancaran kerja atau bencana menimpa, tidaklah campur tangan manusia di dalamnya, dan tidak pula wali-wali yang telah mati itu: Seperti tersebut pada ayat 5. Sehelai daun kayu jatuh dari tangkainya, tidak terlepas dari ilmu Allah apalagi manusia. Kita umpamakan sebuah bus besar membawa berpuluh penumpang terjerumus masuk jurang. Semua penumpang mati, kecuali sang sopir. Setelah ditanyai oleh polisi, sopir itu mau bersumpah dan bersedia dihukum, tetapi jatuh masuk jurang itu bukan atas kehendaknya dan bukanlah disengajanya. Demikian juga, misalnya, terjadi perang dunia yang besar. Pada hakikatnya, politisi-politisi dan negarawan-negarawan yang besar-besar itu selalu berusaha agar perang terelak. Namun, satu waktu mereka sampai juga pada suasana yang mereka tidak dapat menguasainya lagi sehingga perang terjadi juga.
Umat Muslimin pun telah berpuluh kali ditimpa malapetaka besar seumpama penyerangan bangsa Tartar dan Mongol yang menghancurkan Baghdad, pengusiran besar-besaran kaum Muslimin dari Spanyol setelah negeri itu mereka kuasai dan menjadi tanah air mereka 700 tahun lamanya. Tidak ada yang menyukai bencana-bencana itu, tetapi bencana datang juga. Ada setengah penganut tasawuf mempunyai kepercayaan bahwa Nabi Khidhir yang mereka beri gelar Mudawil Qulub (pengobat hati yang risau), akan datang menolong pada saat yang susah itu. Padahal, dalam bencana-bencana yang besar itu tidak pernah sekali juga orang bertemu Nabi Khidhir, kecuali kalau ada yang berdongeng. Teranglah bahwa suatu bencana datang tidak lain dari kehendak Allah, menurut sunnatullah yang telah tertentu. Dan terang pula bahwa menggilirkan keadaan dari bencana pada keamanan, tidak pula dari yang lain, melainkan dari Allah.
“(Tetapi) kemudian itu kamu mempersekutukan (jua)."
Sudah terang dan dialami oleh manusia sendiri bahwa yang melepaskan mereka dari segala bencana dan kesusahan tidak ada yang lain melainkan Allah. Namun, apabila bencana itu sudah terlepas, banyaklah manusia, yaitu manusia yang kufur lupa kepada Allah dan kembali lagi menyembah yang lain. Ada yang datang menyatakan syukurnya kepada berhala, ada yang melepaskan niat qaul-nya kepada kuburan wali, dan ada pula yang mempersekutukan harta bendanya dengan Allah, sebab pengalaman pahit yang telah dilaluinya itu tidak menginsafkannya akan kekuasaan Allah.
Ayat 65
“Katakanlah, ‘Dialah Yang Mahakuasa atas membangkitkan adzab kepada kamu dari atas kamu dan dari bawah kaki kamu."
Bala bencana telah tenang kembali dan keadaan telah surut semula dalam keamanan. Pada saat yang demikian, kebanyakan manusia lupa akan apa yang telah pernah terjadi. Kian lama jarak masa bencana yang telah dilalui itu, mereka pun kian lupa. Datanglah peringatan dengan ayat ini bahwa, walaupun kelihatannya tenang, sewaktu-waktu Allah bisa saja mendatangkan adzab siksa duniawi yang tidak kamu sangka-sangka. Baik datang dari atas, misalnya turun hujan lebat berturut-turut beberapa hari sehingga terjadilah banjir besar atau hama-hama dan kuman-kuman penyakit yang beterbangan di udara membawa epidemi, penyakit menular (wabah) sehingga tembilang penggali kubur, jenazah yang baru datang pula. Atau datang lahar dari letusan gunung yang tadiriya kelihatan diam saja. Dia pun meletus memancarkan lahar berapi. Dan datang pula adzab itu dengan tidak disangka-sangka dari bawah kaki kamu karena banjir atau malapetaka yang lain. Ini dapat terjadi di darat dan di laut."Atau menjadikan kamu bergolong-golongan dan mengenakan akan sebagian kamu benci yang sebagian/ Itu pun suatu adzab yang maha pedih lagi, yaitu hilangnya keamanan dalam satu negeri karena adanya perpecahan, bergolong-golongan, berbenci-bencian, misalnya karena pertarungan politik atau perebutan kuasa sehingga dalam satu negeri timbul benci-membenci, bahkan terkadang menimbulkan perang saudara. Pengalaman karena perang saudara jauh lebih hebat dan ngeri daripada perang karena serangan musuh dari luar. Dalam suatu perang saudara, seorang kakak bisa membunuh adik kandungnya. Bukankah ini adzab?
Di dalam ayat ini kita bertemu ancaman dari dua macam adzab, yang keduanya sama ngerinya. Adzab pertama bencana yang datang dari alam yang menimpa dari atas dan mem-busat dari bawah. Adzab kedua ialah timbul perpecahan dalam kalangan kamu sendiri sehingga yang sebagian ditimpa oleh kebencian yang lain. Mujahid mengatakan bahwa adzab yang kedua ialah adzab kepada ahli iqrar, yaitu orang yang telah menerima Islam sendiri dan adzab yang pertama ialah adzab kepada orang yang mendustakan.
Menurut riwayat Ibnu Jarir dari Hasan al-Bishri, tatkala ayat ini turun, berwudhulah Rasulullah ﷺ, lalu shalat, berdoa memohon kepada Allah agar jangah sampai kiranya adzab-adzab semacam itu ditimpakan ke atas umatnya, baik yang datang dari atas maupun yang memancur dari bawah kaki mereka. Dan jangan pulalah kiranya timbul perpecahan dalam kalangan umatnya sehingga yang sebagian merasai bekas kebencian yang sebagian, seumpama yang telah diderita oleh Bani Israil. Menurut riwayat, setelah Nabi berdoa itu turunlah Jibril lalu berkata kepada beliau, “Ya, Muhammad! Engkau telah memohonkan empat perkara kepada Tuhan engkau! Maka, Allah telah memperkenankan dua danyang dua lagi tidak Dia perkenankan. Sekali-kali tidak akan Dia datangkan kepada umatmu adzab yang dari atas dan dari bawah kaki mereka itu sehingga mereka musnah habis. Sebab, adzab yang dua macam itu terhadap suatu umat yang telah berkumpul atas mendustakan Nabi mereka dan menolak kitab Tuhan mereka. Namun, umatmu ini akan berkacau berpecah-belah yang setengah akan ditimpa oleh kebencian yang setengah." Adzab yang dua ini ialah adzab untuk mereka yang telah mengakui kebenaran kitab-kitab dan kedatangan nabi-nabi, tetapi mereka diadzab tersebab dosa-dosa mereka. Dan Allah telah mewahyukan, “Meskipun Kami hilangkan engkau maka sesungguhnya Kami akan menyiksa mereka." (az-Zukhruf: 41). Dan Dia berkata dari umat engkau, “Atau Kami unjukkan kepada engkau sesuatu yang Kami ancamkan ...."(az-Zukhruf: 42). Dari suatu adzab, sedangkan engkau masih hidup." ... Maka sesungguhnya Kami berkuasa atas mereka." (az-Zukhruf: 42). Berdirilah Nabi ﷺ, lalu beliau memohon pertimbangan Tuhannya, “Adakah suatu bencana yang lebih hebat daripada aku melihat umatku, yang setengah menyiksa akan yang setengah?" Kemudian, datanglah wahyu kepadanya, “AUf-lam-mim. Adakah menyangka manusia bahwa mereka akan dibiarkan padahal mereka tidak dipercobai?" (al-'Ankabuut: 1-2). Diberitahukanlah kepada beliau bukanlah umatnya saja yang akan kena fitnah itu, melainkan seluruh umat-umat bahwa dia pun akan ditimpa bala sebagai umat yang lain-lain juga. Kemudian, diturunkanlah kepada beliau ayat, “Katakanlah, ‘Ya Allah, sekiranya akan Engkau perlihatkan kepadaku apa yang dijanjikan terhadap mereka, Ya, Allah! Maka janganlah Engkau jadikan aku pada kaum yang zalim." (al-Mu'minuun: 93-94), Berlindung dirilah nabi Allah maka dikabulkan Tuhanlah permohonan perlindungannya itu sehingga tidaklah pernah mata beliau melihat umatnya kecuali dalam bersatu, berkasih-kasihan, dan taat. Kemudian, datang pulalah satu ayat menyuruh awas terhadap tukang-tukang fitnah. Dan dikabarkan-Nya kepadanya bahwa tukang fitnah itu berkhusus kepada sebagian manusia dan tidak kena-mengena dengan yang lain. Yaitu ayat, “Dan berjaga dirilah kamu dari fitnah yang sekali-kali bukanlah dia menimpa kepada kamu yang zalim khusus saja. Dan, ketahuilah bahwa Allah sangatlah iqab-Nya." (al-Anfaal: 25). Jadi, dikhususkanlah kepada suatu kaum dari sahabat-sahabat Rasulullah ﷺ sesudah beliau wafat dan terpeliharalah suatu kaum yang lain lagi.
Dari keterangan yang panjang lebar ini terdapatlah peringatan bahwa bukan bahaya fitnah di antara mereka sesama mereka. Kepada Abu Hurairah pun pernah Nabi ﷺ menerangkan rahasia itu, yaitu bahwa sesudah matinya akan ada fitnah, tetapi karena takut berbahaya kepada jiwanya sendiri, rahasia itu ditutup rapat-rapat oleh Abu Hurairah. Dan doanya agar mati sebelum hal itu kejadian, dikabulkan Allah. Kemudian terjadilah perang saudara yang hebat di antara Ali dengan golongan Mu'awiyah. Dan kita diperingati akan hal ini agar senantiasa umat Muhammad awas, jangan sampai mereka musnah karena benci membenci sesama sendiri.
“Pandanglah betapa Kami menenangkan ayat-ayat, supaya mereka mengerti."
Allah menerangkan segala perumpamaan ini, perumpamaan yang nyata tentang bahaya-bahaya yang bisa ditimpakan-Nya sewaktu-waktu, baik bahaya dari alam atau bahaya yang tumbuh dalam kalangan manusia sendiri yang mereka sendiri tidak berdaya sedikit jua pun buat mengatasinya. Belum jugalah mereka mau mengerti akan kekuasaan Allah?
Ayat 66
“Dan lelah mendustakan akan Dia kaum engkau padahal Dia itu adalah kebenaran."
Kebenaran yang mereka dustakan itu ialah Al-Qur'an yang dibawa Rasul ﷺ untuk muslihat mereka sendiri namun mereka tidak mau mengacuhkan.
“Katakanlah, ‘Bukanlah aku ini benkuasa atas kamu.'"
Meskipun kamu tolak dan kamu dustakan, aku sendiri tidaklah dapat berbuat apa-apa untuk menguasai kamu. Kalau membantahku, kamu adalah berhadapan dengan Allah sendiri.
“Bagi tiap-tiap berita ada masa ketentuannya dan kamu pun akan tahu sendiri kelak."
(ayat 67)