Ayat
Terjemahan Per Kata
يَٰبَنِيٓ
Wahai keturunan
إِسۡرَٰٓءِيلَ
Israil
ٱذۡكُرُواْ
ingatlah
نِعۡمَتِيَ
nikmatKu
ٱلَّتِيٓ
yang
أَنۡعَمۡتُ
Aku telah anugerahkan
عَلَيۡكُمۡ
atas kalian
وَأَوۡفُواْ
dan penuhilah
بِعَهۡدِيٓ
dengan janji kepadaKu
أُوفِ
Aku penuhi
بِعَهۡدِكُمۡ
dengan janji kalian
وَإِيَّـٰيَ
dan kepadaKulah
فَٱرۡهَبُونِ
kamu harus tunduk
يَٰبَنِيٓ
Wahai keturunan
إِسۡرَٰٓءِيلَ
Israil
ٱذۡكُرُواْ
ingatlah
نِعۡمَتِيَ
nikmatKu
ٱلَّتِيٓ
yang
أَنۡعَمۡتُ
Aku telah anugerahkan
عَلَيۡكُمۡ
atas kalian
وَأَوۡفُواْ
dan penuhilah
بِعَهۡدِيٓ
dengan janji kepadaKu
أُوفِ
Aku penuhi
بِعَهۡدِكُمۡ
dengan janji kalian
وَإِيَّـٰيَ
dan kepadaKulah
فَٱرۡهَبُونِ
kamu harus tunduk
Terjemahan
Wahai Bani Israil, ingatlah nikmat-Ku yang telah Aku berikan kepadamu dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu. Hanya kepada-Ku hendaknya kamu takut.
Tafsir
(Hai Bani Israel!) maksudnya ialah anak cucu Yakub (Ingatlah akan nikmat karunia-Ku yang telah Kuberikan kepada kalian) maksudnya kepada nenek moyang kalian, berupa menyelamatkan kalian dari kejaran Firaun, membelah lautan, menaungkan awan dan lain-lain, yaitu mensyukurinya dengan jalan taat kepada-Ku, (dan penuhilah janji kalian kepada-Ku) yang telah kalian janjikan dulu, berupa keimanan kepada Muhammad (niscaya Kupenuhi pula janji-Ku kepada kalian) berupa pemberian pahala dan masuk surga (dan hanya kepada-Kulah kalian harus takut) hingga kalian tidak berani menyalahi janji itu, dan kalian tidak perlu takut kepada pihak lain.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 40-41
Wahai Bani Israil, ingatlah akan nikmat Ku yang telah Aku anugerahkan kepada kalian; dan penuhilah janji kalian kepada Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepada kalian dan hanya kepada Ku lah kalian harus takut (tunduk). Dan berimanlah kalian kepada apa yang telah Aku turunkan (Al-Qur'an) yang membenarkan apa yang ada pada kalian (Taurat) dan janganlah kalian menjadi orang yang pertama kafir kepadanya, dan janganlah kalian menukarkan ayat-ayat Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepada-Ku lah kalian harus bertakwa.
Ayat 40
Allah berfirman seraya memerintahkan kepada kaum Bani Israil untuk masuk Islam dan mengikuti Nabi Muhammad ﷺ dan menyentuh perasaan mereka dengan menyebutkan kakek moyang Israil, yaitu Nabi Allah Ya'qub A.S. Seakan-akan ayat ini mengatakan, "Wahai anak-anak hamba yang saleh lagi taat kepada Allah, jadilah kalian seperti kakek moyang kalian dalam mengikuti kebenaran." Keadaannya sama dengan perkataan, "Wahai anak orang dermawan, berdermalah!" Atau, "Wahai anak yang pemberani, majulah menentang para penyerang!" Atau, "Wahai anak orang alim, tuntutlah ilmu!" Dan lain sebagainya.
Ayat lain yang semakna dengan ayat ini adalah firman-Nya: “(yaitu) anak cucu dari orang-orang yang Kami bawa bersama-sama Nuh. Sesungguhnya dia adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur.” (Al-Isra: 3)
Israil adalah Nabi Ya'qub sendiri, sebagai dalilnya adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud Ath-Thayalisi: Telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid ibnu Bahram, dari Syahr ibnu Hausyab yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepadanya Abdullah ibnu Abbas yang menceritakan hadits berikut: Segolongan orang-orang Yahudi datang menghadap kepada Nabi ﷺ, lalu Nabi ﷺ berkata kepada mereka, "Tahukah kalian bahwa Israil adalah Ya'qub?" Mereka menjawab, "Ya Allah, memang benar." Nabi ﷺ berkata, "Ya Allah, saksikanlah." Al-A'masy meriwayatkan dari Ismail ibnu Raja', dari Umar maula Ibnu Abbas, dari Abdullah ibnu Abbas, disebutkan bahwa Israil itu artinya sama dengan perkataanmu Abdullah (hamba Allah).
Firman Allah ﷻ : “Ingatlah kalian akan nikmat-Ku yang telah Aku turunkan kepada kalian” (Al-Baqarah: 40). Mujahid mengatakan bahwa nikmat Allah yang telah dilimpahkan kepada mereka (kaum Bani Israil) selain dari apa yang telah disebutkan ialah dipecahkan batu besar buat mereka hingga mengeluarkan air untuk minum mereka, diturunkan kepada mereka manna dan salwa, dan mereka diselamatkan dari perbuatan Fir'aun dan bala tentaranya. Abul Aliyah mengatakan bahwa nikmat Allah tersebut adalah Dia menjadikan dari kalangan mereka banyak nabi dan rasul, dan diturunkan kepada mereka kitab-kitab samawi.
Menurut pendapat kami, pendapat terakhir ini sama dengan apa yang dikatakan oleh Musa a.s. yang disitir oleh firman-Nya: “Wahai kaumku, ingatlah nikmat Allah atas kalian ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antara kalian, dan dijadikan-Nya kalian orang-orang merdeka dan diberikan-Nya kepada kalian apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorang pun di antara umat-umat lain.” (Al-Maidah: 20) Yakni di zamannya.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadanya Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: “Ingatlah akan nikmat Ku yang telah Aku anugerahkan kepada kalian” (Al-Baqarah: 40). Yaitu cobaan Ku yang ada pada kalian, juga yang telah Aku turunkan kepada nenek moyang kalian ketika mereka diselamatkan dari kejaran Fir'aun dan kaumnya.
Firman Allah ﷻ : “Dan penuhilah janji kalian kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepada kalian” (Al-Baqarah: 40). Maksudnya, janji Ku yang telah Aku bebankan di atas pundak kalian terhadap Nabi ﷺ bila dia datang kepada kalian, niscaya Aku akan menunaikan apa yang telah Aku janjikan kepada kalian. Janji tersebut adalah kalian bersedia mempercayai Nabi ﷺ dan mengikutinya. Maka sebagai imbalannya Aku akan menghapuskan semua beban dan belenggu-belenggu yang berada di pundak kalian karena dosa-dosa kalian yang ada sejak kakek moyang kalian.
Menurut Al-Hasan Al-Basri, janji tersebut adalah yang disebutkan di dalam firman-Nya: “Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami angkat di antara mereka dua belas orang pemimpin dan Allah berfirman, "Sesungguhnya Aku beserta kalian, sungguh jika kalian mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasul Ku dan kalian bantu mereka dan kalian pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik sungguh Aku akan menghapus dosa-dosa kalian. Dan sungguh kalian akan Kumasukkan ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai” (Al-Maidah: 12).
Sedangkan ulama lain mengatakan, janji tersebut adalah yang diambil oleh Allah atas diri mereka di dalam kitab Taurat, bahwa Allah kelak akan mengutus seorang nabi yang besar dan ditaati oleh semua bangsa dari kalangan Bani Ismail; nabi yang dimaksud adalah Nabi Muhammad ﷺ. Barang siapa yang mengikutinya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosanya dan memasukkannya ke dalam surga serta memberikan kepadanya dua pahala. Ar-Razi mengetengahkan banyak berita gembira yang disampaikan oleh nabi-nabi terdahulu mengenai kedatangan Nabi Muhammad.
Abul Aliyah mengatakan bahwa makna firman-Nya: "Penuhilah janji kalian kepada Ku" (Al-Baqarah: 40). Yaitu janji Allah kepada hamba-hamba-Nya adalah agama Islam dan mereka diharuskan mengikutinya.
Adh-Dhahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: "Niscaya Aku penuhi janji Ku kepada kalian" (Al-Baqarah: 40). Artinya "niscaya Aku rida kepada kalian dan akan memasukkan kalian ke dalam surga. Hal yang sama dikatakan oleh As-Suddi, Adh-Dhahhak, Abul Aliyah, dan Ar-Rabi' ibnu Anas.
Firman Allah ﷻ : Dan hanya kepada-Ku lah kalian harus takut (tunduk)” (Al-Baqarah: 40). Yakni takutlah kalian kepada Ku, demikian pendapat Abul Aliyah, As-Suddi, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan Qatadah.
Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: "Dan hanya kepada Ku lah kalian harus takut" (Al-Baqarah: 40). Yakni takutlah kalian bila Aku nanti menurunkan kepada kalian apa yang pernah Aku turunkan kepada kakek moyang kalian di masa silam, yaitu berupa berbagai macam siksaan dan azab yang telah kalian ketahui sendiri, antara lain adalah kutukan dan azab lainnya.
Apa yang diungkapkan oleh ayat-ayat ini mengandung pengertian perpindahan dari targhib (anjuran) kepada tarhib (peringatan). Allah menyeru mereka dengan ungkapan anjuran dan peringatan, barangkali mereka mau kembali ke jalan yang hak dan mengikuti Rasul ﷺ serta mengambil nasihat dari Al-Qur'an dan larangan-larangannya, serta mengerjakan perintah-perintahnya dan percaya kepada berita-berita yang disampaikannya. Allah lah yang memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus.
Ayat 41
Karena itu Allah ﷻ berfirman pada ayat selanjutnya, yaitu melalui firman-Nya: ”Dan berimanlah kalian kepada apa yang telah Aku turunkan (Al-Qur'an) yang membenarkan apa yang ada pada kalian (Taurat)” (Al-Baqarah: 41). Yang dimaksud adalah Al-Qur'an, yakni kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad yang ummi dari kalangan bangsa Arab. Di dalamnya terkandung berita gembira dan peringatan serta pelita yang memberi penerangan dan mengandung kebenaran dari Allah ﷻ ; serta membenarkan apa yang ada sebelumnya, yaitu kitab Taurat dan Injil.
Abul Aliyah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “Dan berimanlah kalian kepada apa yang telah Aku turunkan (Al-Qur'an) yang membenarkan apa yang ada pada kalian (Taurat)” (Al-Baqarah: 41). Allah ﷻ mengatakan, "Wahai golongan ahli kitab, berimanlah kalian kepada Al-Qur'an yang telah Aku turunkan; di dalamnya terkandung keterangan yang membenarkan apa yang ada pada kalian." Dikatakan demikian karena mereka menjumpai nama Nabi Muhammad ﷺ tercantum di dalam kitab-kitab mereka, yaitu kitab Taurat dan Injil.
Telah diriwayatkan dari Mujahid, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan Qatadah tentang hal yang serupa. Firman Allah ﷻ : “Dan janganlah kalian menjadi orang yang pertama kafir kepadanya” (Al-Baqarah: 41). Menurut sebagian ulama ahli i'rab (Nahwu) mengatakan bahwa bentuk lengkap ayat ialah awwala fariqin kafirin bihi (golongan pertama yang kafir kepadanya), atau kalimat yang semakna. Menurut Ibnu Abbas, janganlah kalian merupakan orang pertama yang kafir kepadanya, mengingat pada kalian terdapat pengetahuan mengenainya yang tidak dimiliki oleh selain kalian.
Abul Aliyah mengatakan, janganlah kalian menjadi orang pertama yang kafir kepada Muhammad ﷺ, yakni dia sejenis dengan kalian karena dia mempunyai Al-Kitab (Al-Qur'an); maka janganlah kalian kafir kepadanya sesudah kalian mendengar kerasulannya. Hal yang sama dikatakan oleh Al-Hasan, As-Suddi, dan Ar-Rabi' ibnu Anas.
Akan tetapi, Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa damir bihi merujuk kepada Al-Qur'an yang telah disebut dalam kalimat sebelumnya, yaitu bima anzaltu (apa yang telah Aku turunkan).
Bagaimanapun juga kedua pendapat tersebut (yang mengatakan bahwa damir kembali kepada Muhammad ﷺ dan Al-Qur'an) adalah benar kedua-duanya, mengingat satu sama lain saling menguatkan. Dengan kata lain, orang yang kafir kepada Al-Qur'an berarti sama saja kafir kepada Nabi Muhammad ﷺ. Orang yang kafir kepada Nabi Muhammad ﷺ berarti sama saja dengan kafir kepada Al-Qur'an. Adapun mengenai firman-Nya: "Awwala kafirin bihi," artinya orang pertama yang kafir kepadanya dari kalangan Bani Israil saja, mengingat banyak orang yang kafir kepadanya lebih dahulu daripada mereka, yaitu dari kalangan orang-orang kafir Quraisy dan lain-lain dari kalangan orang-orang Arab.
Sesungguhnya makna yang dimaksud dari kalimat 'hanya kaum Bani Israil sebagai orang pertama yang kafir kepadanya', mengingat orang-orang Yahudi Madinah merupakan orang pertama dari kalangan Bani Israil yang diajak berbicara oleh Al-Qur'an. Kekafiran mereka berarti menyimpulkan bahwa mereka adalah orang pertama yang kafir kepadanya dari kalangan ahli kitab.
Firman Allah ﷻ: “Dan janganlah kalian menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah” (Al-Baqarah: 41). Maksudnya, janganlah kalian menukar iman kepada ayat-ayat-Ku dan percaya kepada Rasul Ku (Nabi Muhammad ﷺ) dengan harta keduniawian dan kelezatannya, karena sesungguhnya harta duniawi itu dinilai sedikit, tak ada artinya lagi fana (bila dibandingkan dengan pahala di akhirat yang kekal dan abadi). Pengertian ini diungkapkan oleh Abdullah ibnul Mubarak melalui riwayatnya yang menyebutkan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Jabir, dari Harun ibnu Yazid yang telah menceritakan bahwa Al-Hasan (yakni Al-Basri) pernah ditanya mengenai makna firman-Nya, "Tsamanan qalilan (harga yang sedikit atau rendah), bahwa yang dimaksud adalah dunia berikut segala isinya.
Ibnu Luhai'ah mengatakan, telah menceritakan kepadanya ‘Atha’ ibnu Dinar, dari Sa'id ibnu Jubair, sehubungan dengan makna firman-Nya: “Dan janganlah kalian menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah.” (Al-Baqarah: 41) Sesungguhnya yang dimaksud dengan ayat-ayat Allah adalah Kitab-Nya yang diturunkan-Nya kepada mereka, sedangkan yang dimaksud dengan harga yang sedikit adalah duniawi dan kesenangannya.
Menurut As-Suddi, makna 'janganlah kalian menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah' adalah janganlah kalian mengambil keinginan yang sedikit lagi rendah nilainya dan janganlah kalian menyembunyikan asma Allah; ketamakan tersebut adalah harganya.
Abu Ja'far meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah, sehubungan dengan makna firman-Nya: “Dan janganlah kalian menukarkan ayat-ayat Ku dengan harga yang rendah” (Al-Baqarah: 41). Yakni janganlah kalian menerima upah darinya.
Abul Aliyah mengatakan, bahwa hal ini telah tertera dalam kitab terdahulu yang ada pada mereka, yaitu: "Wahai anak Adam, ajarkanlah ilmu dengan cuma-cuma sebagaimana kamu mempelajarinya secara cuma-cuma." Menurut pendapat lain, makna yang dimaksud ialah janganlah kalian menukar penjelasan, keterangan, dan menyiarkan ilmu yang bermanfaat di kalangan manusia dengan cara menyembunyikannya dan memutarbalikkan kenyataan, dengan tujuan agar kalian tetap lestari dalam menguasai keduniawian yang nilainya sedikit lagi rendah dan pasti lenyap dalam waktu yang dekat itu.
Di dalam kitab Sunan Abu Dawud disebutkan sebuah hadits dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Barang siapa yang mempelajari suatu ilmu yang seharusnya diniatkan untuk memperoleh rida Allah, lalu ia mempelajarinya hanya untuk memperoleh sejumlah harta duniawi, niscaya ia tidak dapat mencium bau surga kelak di hari kiamat.”
Mengajarkan ilmu dengan imbalan upah, jika orang yang bersangkutan telah beroleh gaji, tidak boleh baginya mengambil upah sebagai imbalannya. Diperbolehkan baginya mengambil gaji dari baitul mal dalam jumlah yang cukup untuk keperluan dirinya dan orang-orang yang berada di dalam tanggungannya. Tetapi jika dia tidak memperoleh suatu gaji pun dari baitul mal, sedangkan tugas mengajarnya telah menyita banyak waktu hingga ia tidak dapat mencari nafkah, maka kedudukannya sama dengan orang yang tidak menerima gaji (yakni boleh mengambil upah). Apabila dia tidak menerima gaji, maka ia diperbolehkan mengambil upah mengajar, menurut pendapat Imam Malik, Imam Asy-Syafi’i, Imam Ahmad, dan jumhur ulama.
Keadaannya sama dengan apa yang disebutkan di dalam hadits shahih Al-Bukhari, dari Abu Sa'id, mengenai kisah orang yang disengat binatang berbisa, yaitu sabda Nabi ﷺ yang mengatakan: “Sesungguhnya upah yang paling berhak kalian ambil atas sesuatu jasa adalah Kitabullah.” Demikian pula sabda Nabi ﷺ dalam kisah wanita yang dilamar (dinikahi), yaitu: “Aku nikahkan kamu dengan dia dengan imbalan mengajarkan Al-Qur'an yang kamu kuasai (hafalannya).”
Hadits Ubadah ibnus Samit menceritakan bahwa Ubadah ibnus Samit pernah mengajarkan sesuatu dari Al-Qur'an kepada seorang lelaki dari kalangan ahli suffah, lalu lelaki tersebut menghadiahkan sebuah busur kepadanya. Kemudian Ubadah bertanya kepada Rasulullah ﷺ mengenai hal itu, maka beliau bersabda: “Jika kamu kelak suka dibelit oleh busur api neraka, maka terimalah. Lalu Ubadah menolak hadiah itu.” (Hadits riwayat Abu Dawud)
Hadits serupa diriwayatkan pula melalui Ubay ibnu Ka'b secara marfu. Seandainya hadits ini shahih, maka pengertian yang dimaksud menurut kebanyakan ulama, antara lain Abu Umar ibnu Abdul Bar, adalah bahwa jika Abu Ubadah mengajar demi mengharapkan pahala Allah, maka tidak boleh baginya menukar pahala Allah dengan busur tersebut. Jika seseorang sejak pertama mengajar biasa menerima upah, maka ia diperbolehkan menerima upah, seperti yang telah dinyatakan di dalam hadits orang yang disengat binatang berbisa dan hadits Sahl mengenai wanita yang dilamar tadi.
Firman Allah ﷻ : “Dan hanya kepada-Ku lah kalian harus bertakwa” (Al-Baqarah: 41). Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abu Amr Ad-Dauri, telah menceritakan kepada kami Abu Ismail (seorang pendidik), dari ‘Ashim Al-Ahwal, dari Abul Aliyah, dari Thalq ibnu Habib yang mengatakan bahwa pengertian takwa itu adalah hendaknya kamu mengamalkan ketaatan kepada Allah karena mengharapkan rahmat Allah atas dasar nur (petunjuk) dari Allah. Hendaknya kamu meninggalkan perbuatan maksiat kepada Allah atas dasar nur dari Allah karena takut terhadap siksa Allah.
Makna firman-Nya: "Dan hanya kepada-Ku sajalah kalian harus bertakwa" (Al-Baqarah: 41) adalah bahwa Allah mengancam mereka terhadap perbuatan yang sengaja mereka lakukan, yaitu menyembunyikan kebenaran dan menampakkan hal yang bertentangan dan menentang Rasul ﷺ.
Ayat ini dan beberapa ayat setelahnya berbicara tentang Bani Israil, yakni anak keturunan Israil, nama lain dari Nabi Yakub, cucu Nabi Ibrahim. Mereka juga dikenal dengan sebutan Yahudi. Wahai Bani Israil! Ingatlah dan renungkanlah nikmat-nikmat-Ku yang telah Aku berikan kepadamu dan nenek moyangmu seperti turunnya petunjuk-petunjuk Ilahi, penyelamatan dari musuh-musuhmu, dan lain-lain. Dan penuhilah janjimu kepada-Ku yang telah kamu nyatakan di dalam jiwamu, niscaya Aku penuhi pula janji-Ku kepadamu dengan memberi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia serta pahala dan surga di akhirat nanti, dan takutlah serta tunduklah kamu hanya kepada-Ku sajaTuntunan pada ayat di atas dipertegas lagi dengan mengajak mereka memeluk Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Dan berimanlah kamu kepada apa, yakni Al-Qur'an, yang telah Aku turunkan kepada Nabi Muhammad yang membenarkan apa, yakni Taurat, Zabur, dan lain-lain, yang ada pada kamu, dan janganlah kamu menjadi orang yang pertama, yakni yang paling gigih dan paling keras mengingkari dan kafir kepadanya. Janganlah kamu jual, campakkan, atau tukar ayat-ayat Ku dengan kemegahan duniawi dan dengan harga yang pada hakikatnya murah walaupun tampak mahal, dan bertakwalah hanya kepada-Ku, sebab dengan itu kamu akan dapat menjalankan perintah-Ku dan meninggalkan larangan-Ku, sehingga kamu tidak terjerumus dalam kesesatan.
Allah memulai ayat ini dengan menyebut Bani Israil (orang-orang Yahudi), karena merekalah bangsa yang paling dahulu mengemban kitab Samawiyah, dan karena di antara mereka terdapat pula orang-orang yang paling keras memusuhi orang-orang yang beriman kepada Nabi Muhammad ﷺ Kalau mereka masuk Islam maka hal itu akan merupakan alasan yang kuat yang dapat diarahkan kepada orang-orang Nasrani dan orang kafir yang lain yang tidak mau beriman, karena bangsa Yahudilah yang paling dahulu berjanji kepada Allah ﷻ bahwa mereka akan beriman kepada setiap nabi yang diutus-Nya, apabila telah ada bukti-bukti yang nyata.
Israil adalah gelar yang diberikan kepada Nabi Yakub. Karena itu keturunannya dinamakan dengan Bani Israil. Nabi Yakub terkenal sebagai hamba Allah yang amat saleh, sabar, dan tawakal. Maka Allah memanggil anak cucu Yakub dalam permulaan ayat ini dengan sebutan "Bani Israil" untuk mengingatkan kepada mereka agar mereka mencontoh nenek moyang mereka itu dalam hal keimanan, ketaatan, kesalehan, ketakwaan dan kesabaran serta sifat-sifat lain yang terpuji. Hal ini disebabkan karena pada waktu turunnya Al-Qur'an kepada Nabi Muhammad saw, tampak gejala-gejala bahwa tingkah laku Bani Israil itu sudah melampaui batas, dan jauh menyimpang dari ajaran dan sifat-sifat nenek moyang mereka, terutama sikap mereka terhadap Al-Qur'an yang diwahyukan Allah kepada Nabi Muhammad ﷺ Mereka tidak mau beriman bahwa Al-Qur'an itu adalah wahyu Allah, bahkan mereka mendustakan kenabian dan kerasulan Muhammad ﷺ Seharusnya merekalah yang paling dahulu beriman kepada Nabi Muhammad saw, sebab berita tentang kedatangannya telah disebutkan lebih dahulu dalam kitab suci mereka, yaitu Taurat.
Dalam ayat ini terdapat tiga macam perintah Allah kepada Bani Israil, yaitu:
1. Agar mereka senantiasa mengingat nikmat-nikmat Allah yang telah dilimpahkan kepada mereka, dan mensyukurinya dengan lisan dan perbuatan. Wujud nikmat-nikmat tersebut memang tidak diterangkan dalam ayat ini. Tetapi yang dimaksud antara lain bahwa Allah telah memilih nabi-nabi-Nya dari kalangan mereka. Hal ini terjadi dalam masa yang cukup lama, sehingga mereka diberi julukan sebagai Sya'bullah al-Mukhtar yaitu "hamba-hamba Allah yang terpilih". Semuanya itu harus mereka ingat dan mereka syukuri. Salah satu cara untuk mensyukurinya ialah beriman kepada setiap nabi yang diutus Allah untuk memberikan bimbingan kepada manusia. Tetapi dalam kenyataannya mereka menjadikan nikmat tersebut sebagai alasan untuk tidak menerima seruan Nabi Muhammad saw, malahan mengejeknya, dan mengatakan bahwa nikmat dan karunia Allah hanya tertentu untuk mereka saja.
2. Janji mereka kepada Allah ada dua macam, pertama janji yang berlaku bagi seluruh manusia, yaitu bahwa mereka harus menimbang segala masalah dengan timbangan akal dan pikiran serta penyelidikan yang akan membawa mereka mengetahui hakikat segala sesuatu, sebagai jalan untuk mengenal Allah. Kedua, janji bahwa mereka hanya akan menyembah Allah semata-mata, dan tidak akan memperserikatkan-Nya dengan sesuatu pun; dan bahwa mereka akan beriman kepada rasul-rasul-Nya. Andaikata Bani Israil yang ada pada masa itu memperhatikan janji-janji tersebut, antara lain ialah bahwa Allah akan mengutus seorang nabi yang berasal dari keturunan saudara nenek moyang mereka ) yang menurunkan suatu bangsa yang baru, yaitu bangsa Arab, niscaya mereka beriman kepada Nabi Muhammad ﷺ dan pasti pula mereka mengikuti petunjuk yang diturunkan Allah kepadanya. Dengan demikian mereka akan termasuk orang-orang yang memperoleh kemenangan. Sebaliknya, jika mereka memenuhi janji kepada Allah, maka Allah akan mengizinkan mereka untuk menetap di tanah suci Palestina, dan mereka akan diberi kemuliaan serta kehidupan yang makmur. Kenyataan menunjukkan bahwa mereka tidak memenuhi janji-janji mereka itu, antara lain disebabkan karena rasa takut dan khawatir terhadap satu sama lainnya.
3. Agar mereka hanya takut kepada Allah semata-mata. Perintah ini diberikan Allah, karena kenyataan menunjukkan bahwa Bani Israil itu tidak memenuhi janji-janji mereka kepada Allah antara lain, mereka tidak mau beriman kepada Nabi Muhammad ﷺ Hal itu disebabkan karena rasa takut mereka terhadap satu sama lain. Maka Allah memerintahkan agar mereka hanya takut kepada Allah semata-mata, dan jangan takut kepada selain Allah. Sebab, hanya Allah sajalah yang menguasai segala persoalan. Dialah yang telah memberikan nikmat yang begitu besar kepada mereka, Dia pula yang kuasa untuk mencabut kembali nikmat itu dari tangan mereka, dan Dia pula yang akan mengazab mereka karena tidak mensyukuri nikmat itu. Mereka seharusnya tidak perlu merasa takut terhadap sesamanya karena khawatir akan hilangnya sebagian dari keuntungan-keuntungan mereka, atau akan terjadinya malapetaka atas diri mereka karena mengikuti yang hak dan menyalahi kemauan pemimpin-pemimpin mereka. Allah lebih kuasa daripada pemimpin-pemimpin itu.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 40-46
DAKWAH KEPADA BANI ISRAIL
Sebagaimana telah kita maklumi pada keterangan-keterangan di atas, selain dari persukuan Arab Bani Aus dan Bani Khazraj, ada pula penduduk Madinah dari pemeluk agama Yahudi. Mereka bukanlah bangsa Arab keturunan Qahthan atau Adnan, melainkan keturunan dari Nabi Ya'kub ‘alaihis salam. Ya'kub putra dari Ishaq dan Ishaq putra dari Ibrahim, semuanya adalah rasul Allah. Beliau beranak laki-laki 12 orang, di antaranya Nabi Yusuf a.s. Maka, berkembangbiaklah anak keturunan Nabi Ya'kub yang 12 orang ini. Gelar kehormatan yang diberikan Tuhan kepada Nabi Ya'kub ialah Israil. 13 di ujung itu ialah bahasa Ibrani yang artinya Allah. Israil konon-nya berarti Amir pejuang bersama Allah.
Bani Israil menerima Taurat dari Musa. Lama-lama timbullah pada mereka kesan bahwasanya agama yang mereka pusakai dari nenek moyang mereka itu yang dirumuskan dalam Taurat Nabi Musa dan nabi-nabi yang lain sesudah Musa, adalah khusus buat mereka belaka. Di antara 12 suku Bani Israil itu, yang terbesar adalah keturunan suku anak yang kedua, yaitu Yahuda. Lama-kelamaan menjadi kebiaSaanlah mereka menyebut diri Yahudi dan agama mereka agama Yahudi, yang dibangsakan kepada Yahuda itu. Padahal yang lebih tepat, supaya semuanya tercakup, ialah kalau disebutkan Bani Israil.
Maka, selain dari dakwah untuk orang Arab, Qahthan dan Adnan, Nabi Muhammad ﷺ diperintahkan Tuhan menyampaikan dakwah kepada Bani Israil. Persukuan mereka yang besar di Madinah ketika itu adalah Bani Nadhir, Bani Qainuqa', Bani Quraizhah, dan lain-lain persukuan yang kecil-kecil. Dengan pindahnya Nabi Muhammad ﷺ ke Madinah, rapAllah pergaulan dengan mereka. Apatah lagi ketika itu kegiatan perdagargan ada di tangan mereka. Mereka selalu bertemu di pasar. Dan telah dibuat perjanjian akan hidup berdampingan secara damai. Maka diperintahkan kepada Rasulullah supaya menyampaikan dakwah pula kepada mereka.
Ayat 40
“Wahai, Bani Israil! Ingatlah nikmat-Ku yang telah Aku karuniakan kepada kamu dan penuhilah janjimu agar Aku penuhi (pula) janji-Ku, dan semata-mata kepada-Ku sajalah kamu takut."
Dihadapkanlah seruan kepada mereka karena patutlah mereka yang terlebih dahulu menerima kebenaran yang dibawa Muhammad ﷺ, mengingat nikmat yang telah dianugerahkan Allah kepada mereka. Di antara bang-sa-bangsa yang sezaman dengan mereka dahulunya, kepada merekalah dikhususkan Tuhan nikmat wahyu. Sampai mereka dilepaskan dari perbudakan Fir'aun dan diberi tanah istimewa pusaka nenek moyang mereka Ibrahim dan Ishaq, dan berpuluh-puluh banyaknya nabi dan rasul dibangkitkan dalam kalangan mereka. Patutlah mereka mengingat nikmat itu dan dari sebab itu patut pulalah mereka yang dahulu sekali menyatakan percaya pada Muhammad ﷺ.
Di samping itu, mereka disuruh mengingat kembali janji khususnya dengan Allah.
Meskipun kitab Taurat sudah tidak ada aslinya lagi, tetapi janji itu masih bertemu, yaitu bahwa mereka tidak akan mempersekutukan yang lain dengan Allah dan supaya beriman kepada rasul-rasul Allah yang datang menegakkan kepercayaan kepada Allah Yang Maha Esa itu. Dijanjikan pula, kemudian hari akan diutus pula seorang rasul dari antara saudara mereka, yaitu Bani Isma'il. Itulah Nabi Muhammad ﷺ Sekarang, nabi itu telah datang membawa ajaran persis ajaran yang telah mereka janjikan dengan Allah itu pula, yaitu Tauhid mengesakan Tuhan. Patutlah mereka ingat janji itu kembali. Kemudian dijelaskan lagi oleh Tuhan,
Ayat 41
“Dan percayatah kamu kepada apa yang Aku turunkan"
Yaitu, Al-Qur'an yang diturunkan kepada Muhammad ﷺ Yang bersetuju dengan apa yang ada sertamu, yaitu kitab Taurat.
Jika kamu tilik kembali isi Taurat, yang memerintahkan kamu percaya kepada Allah Ta'aala atau Allah Yang Esa, jangan membuat berhala untuk-Nya, dan hendaklah hormat kepada ibu bapakmu, jangan berzina, jangan mencuri, jangan naik saksi dusta, niscaya kamu akan mengakui kebenaran Al-Qur'an yang memang itu pulalah pokok ajaran yang dibawanya."Dan janganlah kamu menjadi orang-orang yang mula-mula mengufurkannya," ka-rena kalau kamu kufuri, kamu tolak, dan kamu tentang Al-Qur'an itu, berarti kamu menentang Kitab yang ada dalam tanganmu sendiri, “Dan janganlah kamu jual ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit." Artinya, karena mengharapkan kemegahan lalu kamu dustakan kebenaran ayat Allah. Berapa pun pangkat yang kamu dapat lantaran mendustakan kebenaran, namun itu masihlah harga yang sedikit jika dibandingkan dengan kerugian ruhani yang kamu dapat.
“Dan semata-mata kepada-Ku sajalah kamu bertakwa."
Ayat 42
Artinya, semata-mata perhubungan dengan Allah-lah yang patut kamu pelihara dan perbesarlah perasaan tanggung jawabmu dengan Tuhan. “Dan janganlah kamu campur adukkan yang benar dengan yang batil dan kamu sembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahui."
Di dalam catatan kitab Taurat telah diperingatkan bahwa seorang rasul akan datang dari kalangan saudara sepupu mereka Bani Isma'il. Tanda-tandanya sudah jelas dan sekarang tanda itu sudah bertemu. Akan tetapi, pemuka-pemuka agama mereka melarang pengikut mereka percaya kepada Rasul ﷺ karena kata mereka dalam kitab-kitab nabi-nabi mereka itu tersebut juga bahwa akan ada nabi-nabi palsu. Mereka lalu katakan kepada pengikut-pengikut itu bahwa ini adalah nabi palsu, bukan nabi yang dijanjikan itu. Kalau pengikut mereka datang bertanya, mereka sembunyikan kebenaran dan kitab mereka sendiri mereka tafsirkan lain dari maksudnya semula, padahal mereka telah mengetahui bahwa memang Muhammad ﷺ itulah nabi dari Bani Isma'il yang ditunggu-tunggu itu. Untuk mempertahankan kedudukan, mereka telah sengaja mencampuradukkan yang benar dengan yang salah dan menyembunyikan yang sebenarnya.
Ayat 41 untuk peringatan bagi orang-orang awam mereka dan ayat 42 untuk peringatan bagi pemuka-pemuka agama mereka.
Ayat 43
“Dan dirikanlah shalat dan berikanlah zakat, dan ruku'lah bersama-sama orang-orang yang ruku'."
Setelah diperingatkan kepada mereka kesalahan-kesalahan dan kecurangan mereka yang telah lalu itu, sekarang mereka diajak membersihkan jiwa dan mengadakan ibadah tertentu kepada Allah, dengan mengerjakan shalat dan mengeluarkan zakat. Dengan shalat, hati terhadap Allah menjadi bersih dan khu-syu, sedangkan dengan mengeluarkan zakat, penyakit bakhil menjadi hilang dan timbullah hubungan batin yang baik dengan masyarakat, terutama orang-orang fakir miskin, yang selama ini hanya mereka peras tenagarya, dan mana yang terdesak mereka pinjami uang dengan memungut riba.
Apabila Tuhan Allah telah memerintahkan supaya iman kepada keesaan Allah itu lebih di dalamkan dengan mengerjakan shalat kemudian dengan mengeluarkan zakat, akan tumbuhlah iman itu dengan suburnya. Karena ada juga orang yang telah mengaku beriman kepada Allah, tetapi dia malas shalat. Berbahayatah bagi iman itu, karena kian lama dia akan runtuh kembali. Dan hendaklah dididik diri bermurah hati dengan mengeluarkan zakat karena bakhil adalah musuh yang terbesar dari iman. Apabila berperangai bakhil, nyatalah orang itu tidak beriman!
Kemudian mengapa disuruh lagi ruku' bersama dengan orang yang ruku'? Tidakkah cukup dengan perintah shalat saja? Apakah ini bukan kata berulang?
Bukan! Ada juga orang yang berpaham bahwa asal aku sudah shalat sendiri di rumahku, tidak perlu lagi aku bercampur dengan orang lain. Itulah yang salah! Shalat sendiri pun belum sempurna, tetapi ruku'lah bersama -sama dengan orang yang ruku', bawalah diri ke tengah masyarakat. Pergilah berjamaah!
Maksud yang kedua, arti ruku' ialah khusyu. Jangan hanya shalat asal shalat, shalat mencukupi kebiasaan sehari-hari saja, tidak dijiwai oleh rasa khusyu dan ketundukan.
Kemudian itu, Allah meneruskan lagi firman-Nya kepada Bani Israil dengan mengingatkan kesalahan selama ini,
Ayat 44
“Apakah kamu suruh manusia berbuat kebajikan dan kamu lupakan dirimu (sendiri), padahal kamu membaca Kitab; apakah kamu tidak pikirkan?"
Teguran keras ini adalah kepada pemuka-pemuka dan pendeta-pendeta mereka. Bukan main keras larangan mereka, “Ini haram!" Bukan main keras perintah mereka, “Ini wajib," seakan-akan merekalah yang empunya agama itu, padahal diri mereka sendiri mereka lupakan. Hanya mulut mereka yang keras mempertahankan agama untuk dipakai oleh orang lain. Adapun untuk diri mereka sendiri, tidak usahlah dipersoalkan. Padahal mereka membaca Kitab, hafal nomor ayatnya, ingat pasalnya, bahkan salah titik dan salah baris sedikit saja, mereka tabu. Tetapi apa isi dan inti sari dari Kitab itu, apa maksudnya yang sejati, tidaklah mereka mau mengetahui dan tidak mereka pikirkan.
Inilah penyakit pemuka-pemuka atau yang disebut pendeta atau ahbar mereka pada waktu itu. Dengan keras mengoyak mulut mempertahankan apa yang mereka katakan agama, padahal sudah tinggal hanya mempertahankan kata (textbook), tetapi tidak ada paham rnereka sama sekali akan maksud. Paham menjadi sempit dan fanatik, takut akan perubahan, dan gentar mendengar pendapat baru. Maka datanglah teguran: apakah tidak kamu pikirkan? Atau lebih tegas lagi: apakah kamu tidak mempergunakan akalmu?
Ayat 45
“Dan mohonlah pertolongan dengan sabar dan shalat"
Dipesankan dalam rangka nasihat kepada pemuka-pemuka Yahudi, sebagai merangkul mereka ke dalam suasana Islam, supaya meminta tolong kepada Tuhan, pertama dengan sabar, tabah, tahan hati dan teguh, sehingga tidak berkucak bila datang gelombang kesulitan. Maka adalah sabar sebagai benteng. Dengan shalat, supaya jiwa itu selalu dekat dan lekat kepada Tuhan.
Ingatlah, betapa pun sabarnya hati, terkadang karena beratnya yang dihadapi, jiwa bisa bergoncang juga. Maka dengan shalat khusyu sekurang-kurangnya lima waktu sehari semalam, hati yang tadinya nyaris lemah, nis-caya akan kuat kembali. Maka sabar dan shalat itulah alat pengukuh pribadi bagi orang Islam.
Akan tetapi, ayat selanjutnya mengatakan, “Dan sesungguhnya hal itu memang berat" Yang dimaksud ialah shalat; bahwa mengerjakan shalat itu amat berat. Orang disuruh sabar, padahal hatinya sedang susah. Lalu dia disuruh shalat; maka dengan kesalnya dia menjawab, “Hati saya sedang susah, saya tidak bisa shalat." Mengapa dia merasa berat shalat? Sebab jiwanya masih gelap, sukarlah menerima nasihat supaya sabar dan shalat. Kalau nasihat yang benar itu ditolaknya, tidaklah dia akan terlepas dari kesukaran yang tengah dihadapinya. Lalu datang penutup ayat,
“Kecuali bagi orang-orang yang khusyu."
Khusyuk artinya tunduk, rendah hati, dan insaf bahwa kita ini adalah hamba Allah. Dan Allah itu cinta kasih kepada kita. Nikmat-Nya lebih banyak daripada cobaan-Nya. Saat kita menerima nikmat itu lebih banyak daripada saat menerima susah. Lantaran yang demikian itu, jika diajak supaya sabar dan shalat, orang yang khusyu itu tidak bertingkah lagi. Sebab dia insaf bahwa memang keselamatan jiwanya amat bergantung kepada belas kasihan Tuhannya. Jika datang percobaan Tuhan, bukanlah dia menjauhi Tuhan, melainkan bertambah mendekati-Nya.
Dan, siapakah orang yang bisa menjadi khusyu?
Ayat 46
“(Yaitu) orang-orang yang sungguh percaya bahwasanya Mereka akan bertemu dengan Tuhan Mereka, dan bahwasanya kepada-Nya Mereka akan kembali."
Untuk menambahkan khusyu, hendaklah kita ingat, sampai menjadi keyakinan bahwasanya kita ini datang ke dunia atas kehendak Tuhan dan akan kembali ke akhirat, dan akan bertemu dengan Tuhan. Di hadapan Tuhan akan kita pertanggungjawabkan semua amal dan usaha kita selama di dunia. Maka, dari sekarang hendaklah kita latih diri mendekati Tuhan. Ibaratnya ialah sebagai apa yang disebut di zaman sekarang dengan kalimat relasi (relation). Datang tiba-tiba saja kita berhadapan dengan Tuhan, padahal makrifat terlebih dahulu tidak ada, dan hubungan kontak jarang sekali, tentu akan membuat bingung karena tidak ada persiapan. Sampailah Imam Ghazali mengatakan bahwa jika kamu berdiri shalat, hendaklah sebelum kamu takbir kamu ingat seakan-akan itulah shalatmu yang terakhir. Mungkin nanti engkau akan mati. Sebab itu, engkau khusyukan hatimu menghadap Tuhan.
Inilah beberapa seruan kepada Bani Israil untuk mengembalikan mereka kepada pangkalan agama yang sejati. Sebab inti agama yang mereka peluk selama ini itulah dia inti Islam dan marilah menjadi Islam. Kamulah yang lebih patut mula-mula menyambutnya.