Ayat
Terjemahan Per Kata
فَقُلۡنَا
maka Kami berfirman
ٱضۡرِبُوهُ
pukullah ia
بِبَعۡضِهَاۚ
dengan sebagiannya
كَذَٰلِكَ
demikianlah
يُحۡيِ
menghidupkan
ٱللَّهُ
Allah
ٱلۡمَوۡتَىٰ
yang mati
وَيُرِيكُمۡ
dan Dia memperlihatkan
ءَايَٰتِهِۦ
tanda-tanda kekuasaannya
لَعَلَّكُمۡ
agar kalian
تَعۡقِلُونَ
kalian menggunakan akal
فَقُلۡنَا
maka Kami berfirman
ٱضۡرِبُوهُ
pukullah ia
بِبَعۡضِهَاۚ
dengan sebagiannya
كَذَٰلِكَ
demikianlah
يُحۡيِ
menghidupkan
ٱللَّهُ
Allah
ٱلۡمَوۡتَىٰ
yang mati
وَيُرِيكُمۡ
dan Dia memperlihatkan
ءَايَٰتِهِۦ
tanda-tanda kekuasaannya
لَعَلَّكُمۡ
agar kalian
تَعۡقِلُونَ
kalian menggunakan akal
Terjemahan
Lalu, Kami berfirman, “Pukullah (mayat) itu dengan bagian dari (sapi) itu!” Demikianlah Allah menghidupkan (orang) yang telah mati, dan Dia memperlihatkan kepadamu tanda-tanda (kekuasaan-Nya) agar kamu mengerti.
Tafsir
(Lalu firman Kami, "Pukullah dia) maksudnya mayat dari orang yang terbunuh tadi (dengan salah satu anggota badan sapi betina itu!") Lalu mereka pukul dengan lidah atau pangkal ekornya sehingga ia pun hidup kembali dan mengatakan siapa pembunuhnya yang tiada lain dari dua orang saudara sepupunya yang disebutkan namanya masing-masing. Kemudian ia menjadi mayat kembali, maka kedua pembunuhnya tidak diperbolehkan untuk mendapatkan harta warisan, bahkan mereka pun dibunuh pula lalu firman Allah Taala, ("Demikianlah) maksudnya caranya (Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati dan memperlihatkan kepadamu tanda-tanda-Nya) bukti-bukti kekuasaan-Nya (agar kamu memikirkan") dan merenungkannya sehingga mengerti dan mengimani Allah yang kuasa menghidupkan seorang manusia yang telah meninggal juga sanggup menghidupkan berjuta-juta manusia lainnya.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 72-73
Dan (ingatlah) ketika kalian membunuh seorang manusia, lalu kalian saling tuduh-menuduh tentang itu. Dan Allah hendak menyingkapkan apa yang selama ini kalian sembunyikan. Lalu Kami berfirman, "Pukullah mayat itu dengan sebagian anggota sapi betina itu." Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati, dan memperlihatkan pada kalian tanda-tanda kekuasaan-Nya agar kalian mengerti.
Ayat 72
Imam Al-Bukhari mengatakan bahwa iddara-tum fiha artinya kalian berselisih pendapat mengenai pembunuhnya. Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid dalam riwayat yang diketengahkan oleh Ibnu Abu Hatim, dari ayahnya, dari Abu Huzaifah, dari Syibl, dari Ibnu Abu Nu-jaih, dari Mujahid yang mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: “Dan (ingatlah), ketika kalian membunuh seorang manusia, lalu kalian saling tuduh-menuduh tentang itu” (Al-Baqarah: 72). Artinya, kalian berselisih pendapat mengenai pembunuhnya.
‘Atha’ Al-Khurrasani dan Adh-Dhahhak mengatakan bahwa iddara-tum fiha artinya ikhtasamtum fiha, yakni kalian bertengkar mengenai siapa pembunuhnya.
Sehubungan dengan firman-Nya ini Ibnu Juraij mengatakan bahwa sebagian dari mereka terhadap sebagian yang lain saling mengatakan, "Kalianlah yang membunuhnya," yakni saling tuduh. Hal yang sama dikatakan pula oleh Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam.
Firman Allah ﷻ: “Dan Allah hendak menyingkapkan apa yang selama ini kalian sembunyikan” (Al-Baqarah: 72).
Mujahid mengatakan bahwa ma kuntum taktumun artinya yang selama ini tidak kalian ketahui.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Amrah ibnu Aslam Al-Basri, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnut Tufail Al-Abdi, telah menceritakan kepada kami sadaqah ibnu Rustum yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Al-Musayyab ibnu Rafi' mengatakan, "Tidak sekali-kali seseorang melakukan suatu amal kebaikan di tujuh rumah melainkan Allah akan menampakkannya, dan tidak sekali-kali seseorang melakukan suatu amal keburukan di tujuh rumah melainkan Allah akan menampakkannya." Hal yang membenarkan ini berada dalam firman-Nya: “Dan Allah pasti akan menyingkapkan apa yang selama ini kalian sembunyikan” (Al-Baqarah: 72).
Ayat 73
Firman Allah : Lalu Kami berfirman, "Pukullah mayat itu dengan sebagian anggota (badan) sapi betina itu” (Al-Baqarah: 73).
Sebagian anggota yang disebutkan dalam ayat ini adalah bagian dari anggota tubuh sapi betina yang telah disembelih itu. Mukjizat dapat terjadi melaluinya dan akan timbul darinya kejadian yang aneh, bertentangan dengan hukum alam. Pada hakikatnya bagian dari anggota tersebut memang ditentukan. Seandainya penentuan ini mengandung faedah bagi kita dalam urusan agama atau urusan dunia, niscaya Allah ﷻmenjelaskannya kepada kita bagian anggota yang mana. Akan tetapi, sengaja Allah menyamarkannya dan tidak ada suatu penjelasan pun yang datang dari Nabi ﷻmelalui riwayat yang shahih sanadnya, maka kami tetap menyamarkannya sebagaimana yang dilakukan oleh Allah ﷻ.
Sehubungan dengan hal ini Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Affan ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid ibnu Ziad, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Sesungguhnya orang-orang Bani Israil yang diperintahkan menyembelih sapi betina itu, mereka mencarinya selama empat puluh tahun. Mereka baru dapat menemukannya setelah empat puluh tahun, yaitu pada ternak sapi milik seorang lelaki dari kalangan mereka. Sapi betina itu sangat disayang oleh pemiliknya. Kemudian mereka membujuknya dengan memberikan harga yang pantas, tetapi pemiliknya menolak untuk menjual. Akhirnya mereka membelinya dengan tukaran emas sepenuh kulit sapi tersebut. Si pemilik sapi menyetujuinya, lalu mereka menyembelihnya. Selanjutnya mereka memukul si terbunuh dengan salah satu anggota badan sapi betina yang telah disembelih itu, maka si terbunuh hidup kembali, sedangkan urat leherya masih dalam keadaan berlumuran darah. Lalu mereka bertanya, 'Siapakah yang membunuhmu?' Ia menjawab, ‘Fulan telah membunuhku'." Hal yang sama dikatakan pula oleh Al-Hasan dan Abdur Rahman ibnu Zaid, bahwa mayat tersebut dipukul dengan salah satu anggota badan sapi itu.
Menurut suatu riwayat dari Ibnu Abbas, mayat itu dipukul dengan tulang yang letaknya berdekatan dengan gadruf.
Abdur Razzaq meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, bahwa Ayyub telah meriwayatkan dari Ibnu Sirin, dari Ubaidah, bahwa mereka memukul si terbunuh dengan sebagian daging sapi betina tersebut.
Ma'mar meriwayatkan, Qatadah pernah mengatakan bahwa mereka memukul mayat itu dengan daging paha sapi betina, lalu mayat itu hidup kembali dan mengatakan, "Si Fulan telah membunuhku."
Waki' ibnul Jarrah di dalam kitab tafsirnya meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami An-Nadr Ibnu Arabi, dari Ikrimah, sehubungan dengan firman-Nya: "Lalu Kami berfirman, ‘Pukullah mayat itu dengan sebagian anggota (badan) sapi betina itu’." (Al-Baqarah: 73). Maka mayat itu dipukul dengan paha sapi betina tersebut, lalu ia hidup kembali dan berkata, "Si Fulan telah membunuhku." Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa hal yang serupa, diriwayatkan dari Mujahid, Qatadah dan Ikrimah.
As-Suddi mengatakan, mereka memukul mayat itu dengan bagian anggota badan sapi betina yang terletak di antara kedua tulang belikatnya, lalu mayat itu hidup kembali. Mereka menanyakan kepadanya, lalu ia menjawab, "Keponakankulah yang telah membunuhku."
Abul Aliyah mengatakan, Musa a.s. memerintahkan mereka untuk mengambil salah satu dari tulang sapi tersebut guna dipukulkan ke tubuh mayat itu. Mereka melakukannya dan ternyata mayat itu dapat hidup kembali, lalu si mayat menyebutkan nama orang yang telah membunuhnya, sesudah itu ia mati kembali seperti semula.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan, mereka memukulnya dengan salah satu dari anggota tubuhnya (bagian pangkal pahanya). Menurut pendapat lain dengan lidah sapi betina itu, sedangkan menurut yang lainnya lagi dengan ujung ekornya.
Firman Allah ﷻ: “Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati” (Al-Baqarah: 73). Yakni mereka memukul mayat itu, lalu mayat itu hidup kembali.
Allah ﷻ mengingatkan mereka akan kekuasaan-Nya dan kemampuan-Nya dalam menghidupkan orang-orang yang telah mati melalui apa yang mereka saksikan dengan mata kepala mereka sendiri dalam kasus pembunuhan tersebut. Allah ﷻ menjadikan kekuasaan tersebut sebagai hujah buat mereka yang menunjukkan adanya hari berbangkit, dan sekaligus untuk memutuskan masalah yang dipersengketakan di kalangan mereka dan keingkaran mereka. Di dalam surat ini (yakni Al-Baqarah) disebutkan peristiwa menghidupkan orang-orang yang telah mati dalam lima tempat. Pertama, kisah yang terdapat di dalam firman-Nya: “Setelah itu Kami bangkitkan kalian sesudah kalian mati” (Al-Baqarah: 56). Kedua, seperti yang disebutkan di dalam ayat ini (yakni Al-Baqarah ayat 73). Ketiga, kisah tentang orang-orang yang keluar dari kampung halaman mereka sedangkan mereka beribu-ribu (jumlahnya) karena takut mati. Keempat, kisah tentang orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dan kelima, kisah tentang Nabi Ibrahim AS beserta keempat ekor burungnya.
Allah ﷻmengingatkan tentang pengembalian jasad yang telah hancur luluh menjadi hidup kembali melalui penghidupan tanah sesudah matinya. Sehubungan dengan hal ini Abu Dawud Ath-Thayalisi telah meriwayatkan: Telah menceritakan kepada kami Syu'bah, telah menceritakan kepadaku Yala ibnu ‘Atha’ yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Waki' ibnu Adas menceritakan hadits berikut dari Abu Razin Al-Uqaili yang mengatakan: Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati?' Nabi ﷺ bersabda, "Pernahkah kamu melalui tanah yang tandus, setelah itu kamu lalui lagi dalam keadaan telah menghijau?" Abu Razin menjawab, "Memang pernah." Nabi ﷺ bersabda, "Demikianlah halnya bangkit dari kubur." Atau Nabi ﷺ bersabda, "Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati." Bukti yang membenarkan hadits ini ialah firman Allah ﷻ yang mengatakan: “Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan darinya biji-bijian, maka darinya mereka makan. Dan Kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan anggur dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air, supaya mereka dapat makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur?” (Yasin: 33-35).
Kesimpulan hukum Mazhab Imam Malik menyimpulkan dalil ayat ini yang menyatakan bahwa keadaan ucapan orang yang dilukai, "Si Fulan telah membunuhku," sebagai suatu bukti. Karena si terbunuh setelah dihidupkan kembali, ditanya mengenai siapa yang telah membunuhnya, lalu ia mengatakan bahwa si Fulanlah yang telah membunuhnya. Maka hal ini dapat diterima, mengingat saat itu tiadalah apa yang ia beritakan melainkan hanya benar semata dan dalam keadaan seperti ini dia tidak dicurigai membuat kepalsuan pengakuan. Mereka menguatkan hal ini dengan sebuah hadits yang diceritakan oleh Anas bahwa ada seorang lelaki Yahudi membunuh seorang pelayan wanitanya dengan melukai kepalanya, yaitu dengan menggencet kepalanya di antara kedua batu. Lalu dikatakan kepada si pelayan wanita tersebut, "Siapakah yang melakukan ini terhadap diri-mu? Apakah si Fulan atau si anu?" Hingga akhirnya disebut nama seorang lelaki Yahudi sebagai pelakunya, lalu si pelayan wanita berisyarat dengan kepalanya (menganggukkan kepalanya). Kemudian si lelaki Yahudi itu ditangkap dan diinterogasi hingga mengaku. Lalu Rasulullah ﷺ memerintahkan agar kepala si lelaki Yahudi itu digencet dengan dua buah batu (sebagai hukum qisasnya). Menurut Imam Malik, hukuman qisas dapat dilakukan jika hal tersebut dianggap sebagai bukti, lalu diperkuat oleh sumpah keluarga pihak si terbunuh. Akan tetapi, jumhur ulama berbeda pendapat dalam masalah ini; mereka tidak menjadikan ucapan si terbunuh sebagai bukti.
Sesudah sapi yang ditetapkan itu disembelih, lalu Kami berfirman, Pukullah mayat itu dengan bagian dari potongan atau daging sapi itu! Dengan izin-Nya hiduplah orang yang sudah terbunuh itu. Demikianlah Allah memperlihatkan kekuasaan-Nya dengan menghidupkan kembali orang yang telah mati untuk mengungkap pelaku pembunuhan, dan Dia dengan peristiwa ini memperlihatkan kepadamu tanda-tanda kekuasaanNya agar kamu mengerti dan percaya akan adanya hari Kebangkitan yang pasti akan terjadi kelak.
Ayat-ayat berikut menerangkan respons kaum Yahudi pada masa Nabi Muhammad tentang kisah kakek moyangnya. Kemudian setelah kamu, kaum Yahudi, mendengar kisah dan mengetahui sikap mereka itu, hatimu menjadi keras, sehingga menjadi seperti batu, atau bahkan lebih keras dari batu. Ungkapan ini mengisyaratkan bahwa mereka tetap tidak mau beriman walaupun telah mengetahui bukti-bukti kekuasaan Allah, seperti yang disebutkan pada ayat sebelumnya, bahkan mereka justru bertambah ingkar kepada Tuhan. Padahal, dari batu-batu itu pasti ada sungai-sungai yang airnya memancar daripadanya, sementara dari celah hatimu tidak ada setitik cahaya ketakwaan yang memancar. Di antara batu itu ada pula yang terbelah lalu keluarlah mata air daripadanya, tetapi hatimu tertutup rapat sehingga tidak ada cahaya Ilahi yang terserap. Dan ada pula di antara batu itu yang meluncur jatuh karena tunduk dan takut kepada azab Allah, sedangkan hatimu semakin menunjukkan kesombongan yang tampak dari sikap dan tingkah lakumu. Bila kamu tidak mengubah sikap dan terus dalam keangkuhan, ketahuilah bahwa Allah tidaklah lengah atau lalai terhadap apa yang kamu kerjakan. Allah pasti mengetahui semua yang kamu perbuat, karena Dia selalu mengawasimu setiap saat.
Dalam ayat ini Allah memerintahkan agar orang yang terbunuh itu dipukul dengan sebagian anggota tubuh sapi itu agar orang itu hidup kembali. Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati, dan menjadi saksi atas kematiannya sehingga si pembunuh terbongkar sesuai dengan tradisi Israil.
Diriwayatkan bahwa ketika Bani Israil memukul orang yang terbunuh itu, maka dengan izin Allah berdirilah dia. Urat-urat lehernya mengucurkan darah seraya berkata, "Saya dibunuh oleh si Anu dan si Anu." Kedua pembunuh itu adalah anak paman orang yang dibunuh. Kemudian dia pun mati kembali. Maka kedua pembunuh tersebut ditangkap dan dibunuh.
Nabi Musa a.s. menyuruh mereka memukulkan sebagian tubuh sapi itu dan bukan Nabi Musa sendiri yang melakukannya. Hal itu dilakukan untuk menghindari tuduhan bahwa ia berbuat sihir. Allah memperlihatkan tanda-tanda kekuasaan-Nya kepada bangsa Yahudi agar mereka memahami rahasia syariat agama sehingga mereka tunduk kepada syariat itu, agar mereka mencegah diri dari mengikuti hawa nafsu dan agar mereka menaati Allah dalam semua perintah-Nya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 67-74
MENYEMBELIH LEMBU BETINA
Setelah menerangkan beberapa nikmat yang telah dikaruniakan kepada Bani Israil itu dan beberapa pula pelanggaran mereka akan janji dengan Tuhan, sesudah itu beberapa kali pula mereka telah dihukum karena pelanggaran janji dan berapa kali pula Allah telah memberi kesempatan bagi mereka buat hidup untuk memperbaiki diri dan menempuh jalan yang benar, sekarang Tuhan mengemukakan lagi suatu kisah yang kejadian pada mereka, yaitu urusan menyembelih lembu betina.
Asal-usul timbulnya perintah menyembelih lembu betina ialah karena terjadi suatu pembunuhan gelap, tidak terang siapa pembunuhnya. Maka, untuk menghabiskan perselisihan yang bisa menimbulkan huru-hara di antara satu suku dan suku yang lain atau satu kampung dan kampung yang lain, Nabi Musa memerintahkan menyembelih seekor lembu betina.
Ayat 67
“Dan (Ingatlah) seketika berkata Musa kepada kaumnya, ‘Sesungguhnya, Allah memerintahkan kamu menyembelih seekor lembu betina.'"
Perintah itu sudah jelas menyembelih lembu betina. Dan, kalau mereka tidak keras kepala, niscaya perintah itu dapat dilaksanakan sebentar itu juga sebab lembu betina itu banyak berkeliaran di padang rumput mereka. Akan tetapi, mereka ingin bertukar pikiran atau memandang enteng juga kepada pemimpin dan rasul mereka."Mereka berkata, ‘Apakah akan engkau ambil kami ini jadi permainan?'" Perintah itu telah mereka pandang untuk mempermainkan mereka saja. Mungkin hati mereka yang kesat itu berkata, kita sekarang ini tengah mencari penyelesaian pembunuhan, tahu-tahu lembu betina yang disuruh sembelih. Mendengar sambutan mereka yang demikian,
“Dia berkata, ‘Berlindung aku kepada Allah dari jadi seorang di antara orang-orang yang bodoh.'"
Dengan jawaban demikian, Musa telah menjelaskan bahwa dia tidak memberikan perintah main-main. Sebab menjatuhkan perintah hanya untuk bersenda gurau itu bukanlah perbuatan orang yang berakal budi, melain-kan perbuatan orang yang bodoh. Apatah lagi dia adalah seorang rasul Allah. Aku berlindung kepada Tuhan daripada perangai demikian.
Ayat 68
“Mereka berkata, ‘Serukanlah untuk kami kepada Tuhan engkau, supaya diterangkan-Nya, bagaimana lembu itu?'"
Lembu betina banyak berkeliaran di padang rumput. Kami mau dijelaskan yang bagaimana macamnya lembu itu. Menjatuhkan perintah hendaklah yang terang! Cobalah tanyakan kembali kepada Tuhanmu itu, lembu betina yang macam mana dikehendaki,
“Berkata dia, ‘Sesungguhnya, Dia berfirman bahwa dia hendaklah lembu betina yang belum tua benar dan tidak sangat muda, pertengahanlah di antara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu itu.'"
Kesombongan dan cara mereka bertanya sebenarnya telah mempersulit mereka sendiri. Dengan jawaban Nabi Musa yang demikian, menyuruh mencari lembu betina yang belum tua, tetapi tidak pula muda lagi, supaya dicari yang pertengahan di antara tua dan muda, mereka telah mempersulit diri.
Tadinya jika mereka tangkap saja sembarang lembu betina, entah muda entah tua, perintah itu telah terlaksana dengan baik. Akan tetapi, dengan perintah yang sekarang ini, mereka sudah mesti menyaring benar terlebih dahulu dan menaksir umur lembu-lembu betina yang hendak disembelih itu. Nabi Musa memerintahkan untuk segera melaksanakan perintah itu, dengan maksud supaya mereka jangan bertanya lagi, tetapi mereka tidak mau mengerti. Mereka masih bertanya juga,
Ayat 69
“Mereka berkata, ‘Serulah untuk kami kepada Tuhan engkau.'"
Cobalah tanyakan kembali kepada Tuhanmu itu, “Supaya Dia jelaskan kepada kami, bagaimana warnanya?" Sekarang warnanya pula yang mereka tanyakan kepada beliau. Padahal kalau tidak mereka tanyakan warna, sembarang warna pun jadi.
“Berkata dia, ‘Sesungguhnya, Dia berfirman bahwa dianya ialah seekor lembu betina yang kuning, … warnanya, menyenangkan Mereka yang melihat.'"
Jawaban Nabi Musa ini mempergandakan kesulitan mereka. Tadi sudah diperintahkan agar segera perintah itu laksanakan. Namun, karena ingin hendak menunjukkan bahwa mereka orang ahli bertanya semua, sekarang mereka minta penjelasan warnanya. Dan, telah dijawab oleh Nabi Musa, hendaklah kuningnya bukan sembarang kuning, hendaklah kuning kilau kemilau, senang mata memandangnya. Belum juga mereka insaf rupanya bahwa mencari lembu betina yang demikian warnanya, demikian pula umurnya, bukanlah perkara yang mudah lagi; sedangkan urusan pembunuhan belum lagi diselesaikan. Dan itu pun belum juga memuaskan mereka; mereka masih juga bertanya,
Ayat 70
“Mereka berkata, ‘Serulah untuk kami kepada Tuhan engkau, supaya Dia jelaskan (lagi) kepada kami, kaRena sesungguhnya lembu-lembu itu serupa-serupa atas kami.'"
Lembu itu banyak. Lantaran banyaknya, kami jadi ragu.
“Dan sesungguhnya kami, insyaa Allah, akan dapat petunjuk."
Mudah-mudahan kami kelak diberi petunjuk Allah mencarinya sehingga dapat yang kita cari itu.
Ayat 71
“Dia berkata, ‘Sesungguhnya, Dia mengatakan bahwa dia itu hendaklah lembu betina yang tidak (pernah) digunakan pembajak tanah, dan tidak perancah sawah, tidak bercacat, dan tidak ada belang padanya.'"
Dengan jawaban Nabi Musa seperti ini bertambah kesukaran mencari lembu betina yang tidak muda lagi, belum tua benar, kuning warnanya, berkilau-kilau, dan belum pernah diambil penarik bajak membuka tanah atau membajak sawah, dan tidak ada cacat, tidak ada luka atau parut, dan tidak ada belangnya. Benar-benar seekor sapi pingitan.
Akan tetapi, bagaimana mereka atas jawaban yang terakhir itu.
Mereka bangga dan, “Mereka berkata, ‘Sekarang engkau telah datang membawa kebenaran1.'" Kalau begitu, barulah kami percaya bahwa engkau sungguh-sungguh seorang nabi yang diutus Allah membawa kebenaran."Maka, mereka sembelih dia," yaitu sesudah bekerja keras berhari-hari lamanya mencari lembu betina dengan syarat-syarat yang demikian. Alangkah susahnya; bertemu lembu betina berkilau-kilau warnanya, sayang bukan kuning. Bertemu kuning berkilau-kilau, tetapi ada cacat bekas luka. Bertemu yang tidak luka, sayang ada belangnya. Ada lembu betina yang bagus, sayang masih terlalu muda. Ada yang belum diambil menenggala atau membuka sawah, sayang sudah agak tua. Dan bermacam-macam kesukaran yang lain, sehingga,
“Dan nyarislah Mereka itu tidak sanggup mengerjakan."
Sekarang barulah dijelaskan sebab-sebab perintah menyembelih lembu betina itu.
Ayat 72
“Dan (Ingatlah) seketika kamu membunuh satu diri, maka bersitolak-tolakkan kamu padanya, dan Allah mengeluarkan apa yang kamu sembunyikan."
Kedapatan orang mati terbunuh, tetapi tidak terang siapa pembunuhnya. Kemudian, timbul tolak-menolak, tuduh-menuduh. Maka, disembeiihlah lembu betina itu, yang akan digunakan pencari siapa pembunuhnya,
Ayat 73
“Dan Kami katakan, ‘Pukullah olehmu dengan sebagian daripadanya.
Apakah bangkai orang yang telah mati itu dipukul dari sebagian tubuh lembu betina yang telah dipotong itu? Atau apakah kuburnya? Atau dengan bagian dalam sapi yang mana dipukul? Kata setengah ahli tafsir dengan ekor lembu betina itu. Kata yang lain dengan tunjang kakinya, dan kata yang setengah dengan lidahnya. Yang mana yang benar, tidaklah penting, Sebab, kalau Al-Qur'an sudah menyatakan sebagian daripada tubuhnya, sampailah dia kepada puncak kecukupan. Yang penting diperhatikan ialah lanjutan firman Tuhan,
“Demikianlah Allah menghidupkan yang telah mati, dan memperlihatkan ayat-ayat-Nya supaya kamu berpikir."
Sekarang, kita nukilkan lagi penafsiran Syekh Muhammad Abduh untuk kita perbandingkan penafsiran yang lebih disandarkan pada pengumpulan riwayat, dengan penafsiran yang lebih mempergunakan dirayat yaitu analisis.
Syekh Muhammad Abduh menurut yang diriwayatkan oleh muridnya Sayyid Rasyid Ridha di dalam Tafsir al-Manar berkata, “Telah aku katakan kepada tuan-tuan bukan sekali dua bahwa wajiblah kita awas benar dengan kisah-kisah Bani Israil ini dan kisah-kisah nabi-nabi yang lain, dan jangan lekas percaya dari apa yang ditambah-tambahkan atas Al-Qur'an dari kata-kata ahli-ahli tarikh dan ahli-ahli tafsir. Orang-orang yang berminat besar kepada penyelidikan sejarah dan ilmu pengetahuan di zaman kini sependapat dengan kita bahwa tidak boleh dipercaya saja barang sesuatu dari tarikh zaman-zaman lampau itu yang mereka namai Zaman Gelap, melainkan sesudah penyelidikan yang mendalam dan membongkar bekas-bekas kuno yang terpendam.
Akan tetapi, kita dapat memberi maaf kepada ahli-ahli tafsir yang membumbui kitab-kitab tafsir dengan kisah-kisah yang tidak dapat dipercayai itu karena maksud mereka pun baik juga. Namun, kita tidak boleh berpegang saja kepadanya, bahkan kita larang keras. Cukup jika kita berpegang saja dengan nash-nash yang seterang itu dalam Al-Qur'an dan tidak pula kita lampaui lebih dari itu.
Kita hanya suka mengambil untuk penjelasan, jika penjelasan itu sesuai dengan bunyi Al-Qur'an, apabila shahih riwayatnya.
Demikian keterangan Syekh Muhammad Abduh.
Dengan jalan pikiran yang seperti ini niscaya kita hendak tahu bagaimana cara mereka menafsirkan ayat ini, yaitu bahwa orang yang mati dihidupkan kembali dan Allah memperlihatkan ayat-ayat-Nya, artinya tanda ke-kuasaan-Nya.
Sayyid Rasyid Ridha dalam tafsirnya menilik kembali hubungan kisah lembu betina ini dari kitab Taurat yang ada sekarang, karena Islam pun mengakui bahwa tidak seluruhnya kitab Taurat yang ada sekarang ini sudah bikinan tangan manusia semua. Masih banyak terselip yang harus jadi perhatian kita. Kita cari sekadar untuk menjadi dasar belaka daripada kisah lembu-betina itu.
Maka, bertemulah dalam Kitab Ulangan, Pasal 21 tentang peraturan Bani Israil kalau terjadi pembunuhan gelap dengan menyembelih lembu betina. Kitab Ulangan, Pasal 21 berisi sebagai berikut.
• Sebermula, apabila didapati akan seorang yang kena tikam dalam negeri, yang akan dikaruniakan Tuhan Allahmu kepadamu akan milikmu pusaka maka orang mati itu terhantar di padang tiada ketahuan siapa yang membunuh dia.
• Maka, hendaklah segala tua-tua dan hakim kamu keluar pergi mengukur jarak negeri-negeri, yang keliling tempat orang yang dibunuh itu.
• Maka, jikalau telah tentu mana negeri yang terdekat dengan tempat orang dibunuh itu, maka hendaklah diambil oleh segala tua-tua negeri itu akan seekor lembu betina daripada kawan lembu, yang belum tahu dipakai kepada pekerjaan dan yang belum tahu dikenakan kok. Pasangan yang dikenakan pada leher sapi atau kerbau untuk menarik gerobak atau membajak.
• Dan, hendaklah segala tua-tua negeri itu menghantar akan lembu muda itu kepada anak sungai yang selain mengalir airnya dan yang tanahnya belum tahu ditanami atau ditaburi, maka di sana hendaklah mereka itu menyembelihkan anak lembu itu dalam anak sungai.
• Lalu, hendaklah datang hampir segala imam, yaitu anak-anak Levi, karena dipilih Tuhan Allahmu akan mereka ikut, supaya mereka itu berbuat bakti kepada-Nya dan memberi berkat dengan nama Tuhan, dan atas hukum mereka itu pun putuslah segala perkara perbantahan dan perdakwaan.
• Maka, segala tua-tua negeri yang terdekat dengan tempat orang yang dibunuh itu hendaklah membasuhkan tangannya di atas lembu muda yang disembelih dalam anak sungai itu.
• Sambil kata mereka itu demikian, “Bukannya tangan kami menumpahkan darah ini dan mata kami pun tiada melihatnya."
• Adakan apakah ghafirat atas umatmu Israel, yang telah kau tebus, ya Tuhan! Jangan apalah kau tanggungkan darah orangyang tiada bersalah di tengah-tengah umatmu Israel. Maka, demikianlah diadakan ghafirat atas mereka itu daripada darah itu.
• Dan, kamu pun akan menghapuskan darah orang yang tiada bersalah itu dari tanganmu, jikalau kamu telah berbuat barang yang benar kepada pemandangan Tuhan.
Dengan salinan Taurat bahasa Indonesia ini sudah terang duduk perkara. Jika terdapat orang mati terbunuh, tidak terang siapa pembunuhnya, menurut peraturan hendaklah ukur jarak tempat bangkai orang itu dengan kampung terdekat. Sembelih lembu betina di sungai. Orang tua-tua negeri yang terdekat hendaklah membasuh tangannya di atas lembu itu sambil membaca bacaan semacam sumpah. Mana yang berani membasuh tangan di sana, selamAllah dan mana yang tidak mau, tandanya dia bersalah. Hukum pun dilakukan, utang nyawa bayar nyawa. Dengan berjalannya aturan kisah ini, artinya telah dihidupkan orang yang mati. Itulah ayat-ayat Allah; artinya supaya kamu pergunakan pikiranmu menyelidik rahasia hukum Ilahi dan menerimanya dengan segala kepatuhan.
Dengan penafsiran secara ini dijelaskan bahwa menghidupkan orang yang mati bukanlah artinya bahwa orang itu bangun dari kubur memberi keterangan bahwa dia dibunuh anak saudaranya, tetapi dengan berlakunya hukum qishash, artinya orangyang telah mati dihidupkan kembali, menurut ayat 179 dari surah ini yang akan ditafsirkan kelak, in syaa Allah.
Celaan keras pada ayat-ayat tersebut ini, terutama tentang cerita penyembelihan lembu betina itu, meninggalkan kesan mendalam di hati kita kaum Muslimin bahwa Tuhan Allah menurunkan suatu perintah dengan perantaraan Rasul-Nya adalah dengan terang, jitu, dan ringkas. Agama tidaklah untuk mempersukar manusia. Sebab itu, dilarang keraslah bersibanyak tanya, yang kelak akan menyebabkan itu menjadi berat. Bukanlah perintah agama yang tidak cukup, sebab itu jalankanlah sebagaimana yang diperintahkan. Agama mudah dijalankan, yang menukarkannya ialah apabila banyak “kalau begini, kalau begitu".
Ayat 74
“Kemudian telah kesal hari kamu sesudah itu, maka adalah dia laksana batu atau lebih keras."
Lebih keras daripada batu, sebab tidak ada pengajaran yang bisa masuk ke dalam."Dan sesungguhnya daripada batu kadang-kadang terpancarlah daripadanya sungai-sungai." Artinya daripada batu yang dikatakan keras itu masih juga ada faedah yang diharap; dia dapat memancarkan sungai. Namun, hati yang keras tak dapat memancarkan faedah apa-apa.
“Dan, sesungguhnya setengah darinya ada yang belah maka keluarlah air dari dalamnya!"
Dapatlah menjadi minuman orang; berfaedah juga."Dan sesungguhnya dari setengahnya pula ada yang runtuh dari takutnya kepada Allah" Maka, kalau hatimu dimisalkan sekeras batu, padahal daripada batu masih banyak faedah yang diharapkan dan dari batu yang runtuh karena takutnya kepada Allah dan tunduk sujudnya kepada Tuhan, apakah lagi misal yang layak bagi hatimu yang kesat lagi keras itu? Sungguh pun demikian,
“Dan tidaklah Allah lengah dari apa yang kamu perbuat."
Tidaklah Allah akan lengah.Tidaklah kamu lepas dari titikan Tuhan. Pasti datang masanya kamu akan membayar sendiri dengan mahal segala kejahatan hatimu itu. Jika pengajaran yang lunak tidak berbekas kepada hatimu, karena lebjh keras dari batu, maka palu godam adzablah yang akan menimpa dirimu kelak. Waktunya akan datang.
Sayangnya hal yang dimisalkan kepada orang Yahudi ini lama-kelamaan telah bertemu pula pada orang Islam sendiri. Masalahnya tidak ada lalu diadakan. Hal ini terdapat dalam kitab-kitab fiqih mutaakhirin (zaman terkemu-dian). Panjang lebar membicarakan hukum istinja' rukun bersuci, dan panjang lebar mem-perkatakan niat shalat. Sehingga kadang timbul yang lucu-lucu.
Padahal Sayyidina Umar bin Khaththab, kalau orang datang bertanya suatu masalah, selalu beliau bertanya pula, “Yang engkau tanyakan itu pernah kejadian atau tidak?" Kalau tidak, disuruhnya orang itu berhenti bertanya karena tidak ada gunanya.