Ayat
Terjemahan Per Kata
يَحۡسَبُونَ
mereka mengira
ٱلۡأَحۡزَابَ
golongan-golongan
لَمۡ
tidak
يَذۡهَبُواْۖ
mereka pergi
وَإِن
dan jika
يَأۡتِ
datang
ٱلۡأَحۡزَابُ
golongan-golongan
يَوَدُّواْ
mereka menginginkan
لَوۡ
sekiranya
أَنَّهُم
bahwasanya mereka
بَادُونَ
mereka mengembara
فِي
dalam
ٱلۡأَعۡرَابِ
orang-orang dusun
يَسۡـَٔلُونَ
mereka menanyakan
عَنۡ
diri/tentang
أَنۢبَآئِكُمۡۖ
beritamu
وَلَوۡ
dan sekiranya
كَانُواْ
adalah mereka
فِيكُم
pada/bersamamu
مَّا
tidak
قَٰتَلُوٓاْ
mereka berperang
إِلَّا
kecuali
قَلِيلٗا
sedikit/sebentar
يَحۡسَبُونَ
mereka mengira
ٱلۡأَحۡزَابَ
golongan-golongan
لَمۡ
tidak
يَذۡهَبُواْۖ
mereka pergi
وَإِن
dan jika
يَأۡتِ
datang
ٱلۡأَحۡزَابُ
golongan-golongan
يَوَدُّواْ
mereka menginginkan
لَوۡ
sekiranya
أَنَّهُم
bahwasanya mereka
بَادُونَ
mereka mengembara
فِي
dalam
ٱلۡأَعۡرَابِ
orang-orang dusun
يَسۡـَٔلُونَ
mereka menanyakan
عَنۡ
diri/tentang
أَنۢبَآئِكُمۡۖ
beritamu
وَلَوۡ
dan sekiranya
كَانُواْ
adalah mereka
فِيكُم
pada/bersamamu
مَّا
tidak
قَٰتَلُوٓاْ
mereka berperang
إِلَّا
kecuali
قَلِيلٗا
sedikit/sebentar
Terjemahan
Mereka mengira (bahwa) golongan-golongan (yang bersekutu) itu belum pergi. Jika golongan-golongan itu datang kembali, mereka pasti ingin berada di dusun-dusun bersama-sama orang Arab Badui, sambil menanyakan berita tentangmu. Seandainya mereka berada bersamamu, niscaya mereka tidak akan berperang, kecuali sebentar saja.
Tafsir
(Mereka mengira golongan-golongan yang bersekutu itu) yaitu orang-orang kafir (belum pergi) maksudnya belum kembali ke Mekah disebabkan perasaan takut mereka terhadapnya (dan jika golongan-golongan yang bersekutu itu datang kembali) mengadakan serangan ulang (niscaya mereka ingin) mengharapkan (berada di dusun-dusun bersama orang-orang Arab badui) berada di tengah-tengah mereka di perkampungan (sambil menanya-nanya tentang berita-berita kalian) yakni kabar kalian beserta orang-orang kafir yang menyerang kalian. (Dan sekiranya mereka berada bersama kalian) di dalam serangan kali ini (mereka tidak akan berperang melainkan sebentar saja) hanya karena pamer dan takut dicela sebab tidak ikut berperang.
Tafsir Surat Al-Ahzab: 20
Mereka mengira (bahwa) golongan-golongan yang bersekutu itu belum pergi; dan jika golongan-golongan yang bersekutu itu datang kembali, niscaya mereka ingin berada di dusun-dusun bersama-sama orang Arab Badui, sambil menanya-nanyakan tentang berita-beritamu. Dan sekiranya mereka berada bersama kamu, mereka tidak akan berperang melainkan sebentar saja. (Al-Ahzab: 20)
Ayat 20
Apa yang disebutkan oleh ayat ini pun menggambarkan tentang sifat-sifat mereka yang buruk, yaitu pengecut, lemah menghadapi perang, dan penakut: Mereka mengira (bahwa) golongan-golongan yang bersekutu itu belum pergi. (Al-Ahzab: 20) Bahkan mereka mengira musuh itu masih berada di dekat Mereka, dan musuh pasti kembali menyerang mereka.
Dan jika golongan-golongan yang bersekutu itu datang kembali, niscaya mereka ingin berada di dusun-dusun bersama-sama orang Arab Badui, sambil menanya-nanyakan tentang berita-beritamu. (Al-Ahzab: 20) Yakni bila golongan-golongan yang bersekutu itu datang kembali, mereka menginginkan sekiranya mereka tidak berada bersama kalian di Madinah, melainkan mereka berada di pedalaman seraya menanya-nanya tentang berita kalian dan apa yang dialami oleh kalian bersama musuh kalian.
Dan sekiranya mereka berada bersama kamu, mereka tidak akan berperang melainkan sebentar saja. (Al-Ahzab: 20) Sekiranya mereka berada bersama kalian, pastilah mereka tidak ikut berperang bersama kalian melainkan hanya sebentar saja, karena sifat mereka yang pengecut, hina, lagi lemah keyakinannya. Allah subhaanahu wa ta’aalaa Maha Mengetahui hal ikhwal mereka.
Sifat pengecut, kikir, dan penakut itu mendarah daging dalam jiwa mereka dan bukan sesuatu yang baru. Mereka mengira bahwa golongan-golongan Yahudi Bani Quraizah dan kafir Mekah yang bersekutu itu belum benar-benar pergi dan akan kembali untuk membalas dendam. Dan karenanya, jika golongan-golongan yang bersekutu itu datang kembali untuk menyerang kaum mukmin, niscaya mereka yang munafik itu ingin berada di dusun-dusun dan rumah-rumah mereka bersama-sama orang Arab Badui dan tidak mau ikut perang, sambil terus menanyakan dan mengikuti perkembangan berita tentang kamu di medan perang tersebut. Dan sekiranya mereka berada bersamamu di medang perang, mereka tidak akan berperang melainkan sebentar saja karena mereka pengecut dan takut mati. 21. Rasulullah adalah teladan bagi manusia dalam segala hal, termasuk di medan perang. Sungguh, telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu dalam semua ucapan dan perilakunya, baik pada masa damai maupun perang. Namun, keteladan itu hanya berlaku bagi orang yang hanya mengharap rahmat Allah, tidak berharap dunia, dan berharap hari Kiamat sebagai hari pembalasan; dan berlaku pula bagi orang yang banyak mengingat Allah karena dengan begitu seseorang bisa kuat meneladani beliau.
Karena sangat ketakutan, orang-orang munafik mengira bahwa tentara sekutu masih berada di medan pertempuran, padahal tentara-tentara itu telah lari berserakan, kembali ke negeri masing-masing. Hal ini menunjukkan bahwa orang-orang munafik adalah orang-orang pengecut dan tidak beriman sehingga tidak ikut berperang, seakan-akan mereka tidak hadir di sana. Oleh karena itu, mereka tidak mengetahui gerak gerik musuh. Dalam pada itu, jika tentara sekutu itu kembali lagi menyerang, mereka menginginkan agar mereka berada di Badiyah (padang pasir) yang jauh dari kota bersama-sama Arab Badui dan penduduk padang pasir, agar mereka tidak terkena bahaya peperangan. Bagi mereka cukuplah kiranya bila dapat bertanya kepada orang-orang yang datang ke tempat mereka tentang keadaan Nabi dan kaum Muslimin.
Selanjutnya Allah menerangkan bahwa pada peperangan yang telah lewat itu, andaikata orang-orang munafik tidak meninggalkan medan peperangan dan tetap bersama kaum Muslimin di garis depan, kemudian terjadi pertempuran yang dahsyat, maka mereka juga tidak akan ikut berperang. Kalaupun ikut berperang, mereka berperang dengan tidak sepenuh hati dan keimanan. Mereka akan melawan musuh sekedar memenuhi permintaan Nabi saja.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
JIWA MUNAFIK
“Katakanlah!" — Ya Rasul Allah —
Ayat 17
“Siapakah yang akan melindungi kamu dari Allah, jika Dia yang menghendaki bencana atas kamu, atau jika Dia menghendaki rahmat?"
Maksud ayat ini ialah menjelaskan, bahwa dalam hal serupa ini hendaklah kamu ingat benar, bahwa kamu tengah berhadapan dengan ketentuan Allah ﷻ sendiri. Bahwasanya kekuasaan tertinggi adalah pada Allah ﷻ mutlak semata-mata. Kalau kamu lari kamu pasti bertemu dengan bencana; dan tidak seorang jua pun atau tidak sesuatu jua pun yang dapat melindungi kamu dari bencana yang telah ditentukan Allah ﷻ itu. Tetapi jika kamu tegak di atas barisan kebenaran, berjuang menegakkan Islam bersama Nabi, pastilah Allah ﷻ akan menurunkan rahmat-Nya. Tidak pula seseorang pun atau sesuatu jua pun yang dapat menghambat kedatangan rahmat itu.
Untuk menimbulkan kegembiraan bekerja siang dan malam menggali tanah, meng-hancurkan batu-batu yang membelintang, beliau turut memikul tanah galian dengan bahunya yang semampai. Ketika tiba giliran perlu memikul, beliau pun turut memikul, sehingga tanah-tanah dan pasir telah mengalir bersama keringat beliau di atas rambut beliau yang tebal. Semuanya itu dikerjakan oleh sahabat-sahabatnya dengan gembira dan bersemangat, sebab beliau sendiri kelihatan gembira dan bersemangat. Sehingga bekerja, bergotong-royong, menggali tanah, menyekap pasir, memukul batu sambil bernyanyi gembira, dengan syair-syair gembira gubahan Abdullah bin Rawahah, dengan bahar rajaz yang mudah dinyanyikan.
“Demi Allah, kalau bukan kehendak Allah, tidaklah kami dapat petunjuk; tidaklah kami berzakat, tidaklah kami shalat. Maka turunkanlah ketenteraman hati kepada kami, dan teguhkanlah kaki kami jika kami bertemu musuh. Sesungguhnya mereka itu telah kejam kepada kami, kiranya mereka mau berbuat ribut, kami tak mau."
Syair-syair dalam timbangan bahar rajaz ini mudah dilagukan bersama-sama dengan gembira. Maka sambil mengangkat tanah, memikul batu, memecah batu besar dengan linggis, mereka nyanyikan bahar rajaz gubahan Abdullah bin Rawahah itu bersama-sama. Sama keadaannya dengan kerja gotong-royong “ramba te rata, ho ho," atau seperti yang saya dengar di kampung saya waktu masihkecil jika orang menarik tonggak dari hutan bersama-sama bergotong-royong.
Helang hantok,
Muntari hilang lalok.
Di buah pondok.
Tetapi bahar rajaz gubahan Abdullah bin Rawahah, penyair muda dari Madinah ini, yang kemudian mencapai syahidnya dalam Peperangan Mu'tah bersama Ja'far bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah adalah berisi rasa iman yang mendalam. Maka tiap-tiap tiba nyanyian di ujung syair, yaitu Shallairtaa pada bahar pertama dan Laaqaina danAbainaa pada bahar kedua dan ketiga, Rasulullah pun turut mengangkat suara beliau dengan gembira sehingga semua pun senang, lupa bagaimana beratnya pekerjaan dan bagaimana besarnya musuh yang dihadapi.
Maka janganlah kita samakan Rasulullah ﷺ yang memimpin penggalian parit khandaq itu dengan beliau-beliau orang-orang besar di zaman kini ketika meletakkan batu pertama hendak mendirikan gedung baru atau menggunting pita ketika sebuah kantor akan dibuka atau shalat ke masjid dengan upacara, ini betul-betul memimpin.
Al-Bara bin Azib berkata, “Tanah yang beliau angkat pun jatuh ke atas perut beliau dan lekat pada bulu dada dan perut. Karena bulu dada beliau tebal."
Setelah dikaji Peperangan Khandaq ini secara ilmiah, sebagaimana yang dilakukan oleh Jenderal pensiun Abdullah Syits Khathab di Iraq, memang amat besar bahaya yang mengancam dalam Perang Khandaq itu. Hari di musim dingin, persediaan makanan di Madinah berkurang-kurang. Kalau terbayang saja agak sedikit rasa kecemasan di wajah beliau, pastilah semangat para pejuang akan meluntur. Namun beliau bersikap seakan-akan bahaya itu kecil saja dan dapat diatasi dengan kegembiraan dan kesungguhan bekerja.
Disiplin keras tetapi penuh kasih sayang, dengan pandangan yang penuh ketakutan. Ungkapan berputar-putar atau terbalik-balik mata mereka, atau terbelalang mata mereka memandang Nabi ﷺ. Di saat yang seperti demikian jelas sekali bahwa mereka tidak tahu apa yang akan mereka perbuat, sedang mereka sangat takut akan mati. Jika ingat akan mati itu, rasanya maulah mereka pingsan karena pengecutnya. Di saat genting demikian jelas sekali bahwa dalam hati kecilnya si munafik itu mengakui juga, bahwa yang dapat menghadapi hal yang menakutkan itu hanyalah Nabi ﷺ
Selanjutnya, “Maka apabila yang menakutkan itu sudah pergi." Atau bahaya sudah lepas mungkin karena bahaya itu tidak sebesar yang ditakutkan oleh si munafik yang jiwa kecil itu, atau telah disapu bersih oleh kegagahberanian kaum yang beriman di bawah pimpinan Nabi ﷺ, “Mereka caci maki kamu dengan lidah yang tajam, karena bakhil mereka akan berbuat baik." Demikianlah ketika bahaya masih ada mereka pengecut, menjauh dan berdiam diri, takut mendekat dan serba-serbi ketakutan. Mereka biarkan orang yang mengatasi bahaya itu berjuang setengah mati. Dan kalau bahaya telah terlepas, barulah mereka membuka mulut mengata-ngatai orang yang telah pergi, mencela yang bekerja keras. Lalu dia membela diri, mengemukakan berbagai alasan mengapa dia selama ini berdiam diri. Bahwa berdiam dirinya itu adalah suatu siasat.
“Orang-orang pengecut memandang bahwa dia pengecut itu adalah suatu pendapat juga. Memang demikianlah tabiat dari jiwa yang rendah."
Dalam ayat dijelaskan juga sebabnya. Yaitu karena mereka bakhil, enggan berbuat baik. Pendirian hanya sekadar mementingkan diri sendiri atau keuntungan benda yang nyata. Lebih dan itu tidak! Dia tidak mau susah-susah. Dia tidak mempunyai cita-cita yang tinggi dalam hidup. Tidak mempunyai keberanian moral.
Allah ﷻ telah menjelaskan intinya, siapa sebenarnya orang itu, “Orang-orang itu tidaklah beriman."
Orang yang berjuang berjihad dalam jalan Allah ﷻ memasang pedoman dalam jiwanya sendiri, pedoman iman. Adapun orang yang tidak ada hakikat iman, tidaklah ada yang akan diperjuangkannya. Dia tidak mempunyai keberanian menempuh hidup. Sebab itu maka segala amal perbuatan mereka tidaklah mempunyai latar belakang cita-cita.
"Sebab itu maka Allah menggugurkan segala amalan mereka." Yaitu kerap kalilah amal perbuatan mereka itu gugur sebelum berkembang, terhenti di tengah jalan sebelum sampai kepada yang dituju, atau hilang dalam pusaran air, tidak tentu entah ke mana. “Dan yang demikian itu," yaitu menggugurkan segala amal perbuatan mereka, atau gagal, atau kecewa,
“Adalah mudah saja bagi Allah."
Oleh sebab itu, jadi peringatanlah bagi orang yang beriman agar memperteguh iman dan mengukuhkan tawakal kepada Allah ﷻ disertai ikhlas di dalam segala pekerjaan yang tengah dihadapi, agar amal itu diberkati oleh Allah ﷻ dan tidak digugurkan begitu saja, sehingga berbeda hasil dari yang direncanakan. Bukan hasil yang baik, melainkan buruk.
Ayat 20
“Mereka mengira bahwa golongan-golongan bersekutu itu belum pergi."
Ini pun adalah salah satu ciri perangai si munafik dan pengecut itu. Meskipun musuh-musuh itu telah pergi karena telah hampir sebulan mereka melakukan pengepungan namun hasilnya kosong sama sekali, lalu mereka tinggalkan tempat itu karena diusir oleh tentara yang tidak kelihatan, namun si pengecut masih belum percaya bahwa musuh itu telah pergi. Mereka masih bersembunyi di belakang kain sarung istrinya.
Selanjutnya, “Dan jika golongan-golongan bersekutu itu datang, inginlah mereka kalau mereka berada bersama-sama dengan Badwi A'raab," yaitu tinggal bersama-sama dengan orang-orang Badwi, hidup mengembara di padang pasir menggembalakan ternak kambing dan unta, pindah dari satu tempat ke tempat lain. Badwi yang masih mengembara itu disebut A'raab. Bukan ‘Arab. A'raab disebutkan untuk mereka yang belum hidup ke dalam kota dan belum mencapai kehidupan yang menetap. Dan ‘Arab disebutkan kepada mereka yang telah berdiam di kota, sebagaimana Madinah, di Mekah, dan di Thaif di masa itu, atau di Damaskus atau di Palestina.
Maka orang-orang munafik yang pengecut itu berpikir, jika misalnya musuh bersekutu itu menyerbu ke dalam kota, mereka akan terlebih dahulu mengelakkan diri lari ke padang pasir jadi Badwi, jauh dari kota-kota."Bertanya-tanya tentang berita kamu." Maka pikiran yang terlintas dalam otak mereka ialah lari berlepas diri, tidak mau turut terlibat dengan urusan menghadapi musuh. Di sana menunggu-nunggu kabar berita, menangkah kaum Muslimin atau kalah. Masih adakah musuh dalam kota atau sudah pergi.
“Dan jika mereka ada beserta kamu, tidaklah mereka akan turut berperang, kecuali sedikit."
Sekadar untuk memperlihatkan diri saja, asal jangan tidak sama sekali. Karena kalau peperangan itu menang, mereka mengharap dapat bagian juga dari harta rampasan.