Ayat
Terjemahan Per Kata
كَيۡفَ
bagaimana
تَكۡفُرُونَ
kalian kafir
بِٱللَّهِ
kepada Allah
وَكُنتُمۡ
dan kalian
أَمۡوَٰتٗا
orang-orang mati
فَأَحۡيَٰكُمۡۖ
maka Dia menghidupkan kalian
ثُمَّ
kemudian
يُمِيتُكُمۡ
Dia mematikan kalian
ثُمَّ
kemudian
يُحۡيِيكُمۡ
Dia menghidupkan kalian
ثُمَّ
kemudian
إِلَيۡهِ
kepadaNya
تُرۡجَعُونَ
kalian dikembalikan
كَيۡفَ
bagaimana
تَكۡفُرُونَ
kalian kafir
بِٱللَّهِ
kepada Allah
وَكُنتُمۡ
dan kalian
أَمۡوَٰتٗا
orang-orang mati
فَأَحۡيَٰكُمۡۖ
maka Dia menghidupkan kalian
ثُمَّ
kemudian
يُمِيتُكُمۡ
Dia mematikan kalian
ثُمَّ
kemudian
يُحۡيِيكُمۡ
Dia menghidupkan kalian
ثُمَّ
kemudian
إِلَيۡهِ
kepadaNya
تُرۡجَعُونَ
kalian dikembalikan
Terjemahan
Bagaimana kamu ingkar kepada Allah, padahal kamu (tadinya) mati, lalu Dia menghidupkan kamu, kemudian Dia akan mematikan kamu, Dia akan menghidupkan kamu kembali, dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan?
Tafsir
(Mengapa kamu kafir) hai warga Mekah? (kepada Allah, padahal) sesungguhnya (tadinya kamu mati) yakni ketika masih menjadi mani dalam sulbi bapakmu (lalu kamu dihidupkan-Nya) dalam rahim ibumu dan di dunia dengan jalan meniupkan roh pada tubuhmu. Pertanyaan di sini untuk menyatakan keheranan atas kekafiran mereka padahal bukti-bukti cukup ada atau dapat juga sebagai celaan dan kecaman terhadap mereka, (kemudian dimatikan-Nya) ketika sampainya ajalmu (lalu dihidupkan-Nya kembali) pada saat berbangkit (kemudian kamu dikembalikan kepada-Nya) yakni setelah berbangkit itu lalu dibalas-Nya amal perbuatanmu. Sebagai alasan kemungkinan saat berbangkit, Allah berfirman,.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 28
Bagaimana kalian bisa kafir kepada Allah, padahal kalian tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kalian, kemudian kalian dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kalian dikembalikan.
Allah ﷻ berfirman membuktikan keberadaan dan kekuasaan-Nya: “Dialah Yang Maha Pencipta dan Yang Mengatur hamba-hamba-Nya.” Untuk itu Allah ﷻ berfirman: "Kaifa takfuruna billahi" artinya ‘bagaimana kalian bisa mengingkari keberadaan Allah, atau bagaimana kalian bisa menyembah selain-Nya bersama Dia'. Kemudian disebutkan pula, "Wakuntum amwatan fa-ahyakum" artinya 'padahal kalian tadinya tidak ada, lalu Allah menciptakan kalian ke alam wujud'. Makna ayat ini sama dengan yang terkandung di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya: “Apakah mereka diciptakan tanpa asal usul ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan)” (At-Tur: 35-36). “Bukankah telah datang kepada manusia satu waktu dari masa yang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut” (Al-Insan: 1). Ayat-ayat lain yang menceritakan hal ini masih banyak.
Sufyan Ats-Tsauri meriwayatkan dari Abu Ishaq, dari Abul Ahwas, dari Abdullah ibnu Mas'ud mengenai firman-Nya: “Mereka menjawab, ‘Ya Tuhan kami, Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali (pula), lalu kami mengakui dosa-dosa kami’.” (Al-Mu’min: 11). Disebutkannya bahwa makna ayat inilah yang dimaksudkan di dalam surat Al-Baqarah berikut ini: “Padahal kalian tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kalian, kemudian kalian dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali” (Al-Baqarah: 28). Ibnu Juraij meriwayatkan dari ‘Atha’, dari Ibnu Abbas, bahwa kalian tadinya mati dalam tulang sulbi ayah-ayah kalian; saat itu kalian bukan merupakan sesuatu pun sebelum Allah menciptakan kalian.
Setelah Allah menciptakan kalian, lalu Dia mematikan kalian sebagai suatu kepastian atas diri kalian. Kemudian Allah menghidupkan kalian di hari berbangkit, yaitu di saat Dia menghidupkan kalian di hari kiamat. Disebutkan bahwa makna ayat ini sama dengan ayat lain, yaitu firman-Nya: “Ya Tuhan kami, Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali (pula)” (Al-Mu’min: 11). Adh-Dhahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: “Ya Tuhan kami, Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali (pula)” (Al-Mu’min: 11). Disebutkan bahwa kalian pada asalnya berupa tanah sebelum Allah menciptakan kalian, hal ini dinilai sebagai suatu kematian. Lalu Dia menciptakan kalian, maka hal ini dinilai sebagai suatu kehidupan. Sesudah itu Allah mematikan kalian dan kalian dikembalikan ke kuburan, hal ini dinilai sebagai kematian lain. Kemudian Allah menghidupkan kalian di hari kiamat, hal ini dinilai sebagai suatu kehidupan lain. Dua kali mati dan dua kali hidup inilah yang dimaksudkan di dalam firman-Nya: “Bagaimana kalian bisa kafir, padahal kalian tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kalian, kemudian kalian dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali” (Al-Baqarah: 28).
Hal yang sama telah diriwayatkan pula dari As-Suddi berikut sanad-nya melalui Abu Malik, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas, juga dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud, dan dari sejumlah sahabat. Riwayat ini diketengahkan pula dari Abul Aliyah, Al-Hasan, Mujahid, Qatadah Abu Saleh, Adh-Dhahhak, dan ‘Atha’ Al-Khurasani. Ats-Tsauri mengatakan dari As-Suddi, dari Abu Saleh sehubungan dengan makna firman-Nya: “Bagaimana kalian bisa kafir kepada Allah, padahal kalian tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kalian, kemudian kalian dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kalian dikembalikan (Al-Baqarah: 28). Disebutkan bahwa Allah menghidupkan kalian di alam kubur, kemudian mematikan kalian.
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Yunus, dari Ibnu Wahb, dari Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam yang mengatakan bahwa Allah menciptakan mereka di dalam sulbi Adam, kemudian membuat perjanjian terhadap mereka, lalu Allah mematikan mereka, kemudian menghidupkan mereka di dalam rahim-rahim. Setelah itu Allah mematikan mereka dan menghidupkan mereka kembali di hari kiamat. Pengertian ini sama halnya dengan makna yang terkandung di dalam firman-Nya: “Mereka menjawab, ‘Ya Tuhan kami, Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali (pula)’.” (Al-Mu’min: 11). Riwayat ini juga riwayat sebelumnya berpredikat garib.
Pendapat yang benar adalah dari Ibnu Mas'ud dan Ibnu Abbas, golongan tersebut terdiri atas kalangan tabi'in. Mereka mengatakan bahwa makna ayat ini sama dengan firman-Nya: “Katakanlah, ‘Allah-lah yang menghidupkan kalian, kemudian mematikan kalian, setelah itu mengumpulkan kalian pada hari kiamat yang tidak ada keraguan padanya’.” (Al-Jatsiyah: 26). Sama pula dengan firman Allah ﷻ mengenai berhala-berhala, yaitu: “(Berhala-berhala itu) benda mati, tidak hidup; dan berhala-berhala itu tidak mengetahui” (An-Nahl: 21). Allah ﷻ berfirman dalam ayat lainnya: “Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan darinya biji-bijian, maka darinya mereka makan” (Yasin: 33).
Sungguh mengherankan perbuatan kamu itu, wahai orang-orang musyrik! Bagaimana kamu ingkar kepada Allah Yang Maha Esa dengan mempersekutukan-Nya, padahal bukti keesaan-Nya ada dalam diri kamu, yaitu kamu yang tadinya mati dan belum berupa apa-apa, lalu Dia menghidupkan kamu dari tiada, kemudian Dia mematikan kamu setelah tiba ajal yang ditetapkan untukmu, lalu Dia menghidupkan kamu kembali pada hari Kebangkitan. Kemudian hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan untuk dimintai pertanggungjawaban dan mendapat balasan atas segala amal perbuatan. Tuhan yang patut untuk disembah dan ditaati itu Dialah Allah yang menciptakan dan memberikan karunia berupa segala apa yang ada di bumi untuk kemaslahatan-mu, kemudian bersamaan dengan penciptaan bumi dengan segala manfaatnya, kehendak Dia menuju ke penciptaan langit, lalu Dia menyempurnakannya menjadi tujuh langit yang sangat beraturan, baik yang tampak olehmu maupun yang tidak. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. Ilmu Allah mencakup segala ciptaan-Nya.
Sebelum menjadi makhluk hidup, manusia adalah makhluk mati yang berasal dari tanah. Setelah manusia hidup Allah melanjutkan keturunannya dengan mempertemukan sperma laki-laki dan ovum perempuan di dalam rahim perempuan. Setelah melalui beberapa proses, kedua sel ini menjadi bentuk tertentu. Lalu Allah ﷻ meniupkan roh ke dalamnya, sehingga ia menjadi ia manusia. Pada saat manusia lahir ke dunia, Allah menganugerahkan pendengaran, penglihatan, hati dan akal (as-Sajdah/32: 7-11), menjadikan makhluk yang paling sempurna bentuknya (at-Tin/95: 4), dan paling mulia di sisi-Nya (al-Isra'/17: 70). Allah menjadikan bumi ini untuk manusia untuk diambil manfaatnya, agar manusia dapat melaksanakan tugas-tugasnya sebagai hamba Allah, memberi rezeki untuk kelangsungan hidup dan kehidupannya sampai waktu yang ditentukan (Hud/11: 3). Kemudian malaikat maut mencabut nyawanya, sehingga dia menjadi mati kembali. Pada saatnya, Allah ﷻ menghidupkannya kembali untuk meminta pertanggungjawabannya. Orang yang beriman dibalas dengan surga dan orang-orang kafir dimasukkan ke dalam neraka yang menyala-nyala.
Ayat ini mengingatkan kepada orang yang beriman tentang beberapa hal:
1. Allah Mahakuasa menghidupkan dan mematikan, kemudian membangkit-kannya kembali setelah mati. Hanya kepada-Nyalah semua makhluk kembali.
2. Agar manusia jangan terlalu cenderung kepada dunia. Hidup yang sebenarnya ialah di akhirat nanti. Hidup di dunia merupakan hidup untuk mempersiapkan hidup yang lebih baik nanti.
3. Allah-lah yang menentukan ukuran, dan batas waktu kehidupan makhluk, seperti kapan suatu makhluk harus ada, bagaimana keadaannya, kapan akhir adanya dan sebagainya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 26-29
Ayat 26
“Sesungguhnya, Allah tidaklah malu membuat perumpamaan apa saja; nyamuk atau lebih kecil daripadanya."
Orang-orang yang kafir atau munafik itu mencari-cari saja pasal yang akan mereka gunakan untuk membantah Nabi, Dalam wahyu, Allah membuat berbagai perumpamaan. Allah pernah mengumpamakan orang yang mempersekutukan Allah dengan yang lain, adalah laksana laba-laba membuat sarang. Sarang laba-laba adalah sangat rapuh (surah al-'Ankabuut ayat 41). Allah pun pernah mengambil perumpamaan dengan lalat. Bahwa apa-apa yang dipersekutukan oleh orang-orang musyrikin dengan Allah itu, jangankan membuat alam, membuat lalat pun mereka tidak bisa (lihat surah al-Hajj ayat 73).
Demikian juga perumpamaan yang lain-lain. Maka, orang-orang yang munafik tidaklah memperhatikan isi, tetapi hendak mencari kelemahan pada misal yang dikemukakan itu. Kata mereka misal-misal itu adalah perkara kecil dan remeh. Adakan laba-laba menjadi contoh, adakan lalat diambil umpama, apa artinya semua itu. Peremehan yang seperti ini yang dibantah keras oleh ayat ini, “Allah tidaklah malu membuat perumpamaan apa saja; nyamuk atau yang lebih kecil darinya."
Maksud mereka tentu hendak meremehkan Rasulullah, tetapi Allah sendiri menjelaskan bahwa apa yang dikatakan Muhammad itu bukanlah katanya, dan misal perumpamaan yang dikemukakannya itu bukanlah misal perbuatannya sendiri. Itu adalah misal Aku sendiri. Aku tidak malu mengemukakan perumpamaan itu. Mengambil perumpamaan daripada nyamuk atau agas yang lebih kecil dari nyamuk, atau yang lebih kecil lagi, tidaklah Aku segan-segan."Maka, adapun orang-orang yang beriman mengetahuilah mereka bahwasanya ini," yaitu perumpamaan-per-umpamaan tersebut, “Adalah kebenaran dari Tuhan mereka!' Artinya, kalau perumpamaan itu tidak penting tidaklah Allah akan mengagas: nyamuk yang lebih kecil daripada nyamuk biasa, ambilnya menjadi perumpamaan. Sebab, semua perhitungan Allah itu adalah dengan teliti sekali."Dan, adapun orang-orang yang kafir maka berkatalah mereka, ‘Apa yang dikehendaki Allah dengan perumpamaan begini?"‘ Apa kehendak Allah mengemukakan misal binatang yang hina sebagaimana laba-laba, binatang tidak ada arti sebagaimana lalat, dan kadang-kadang juga keledai yang buruk, kadang-kadang anjing menjulurkan lidah; adakah pantas wahyu mengemukakan hal tetek bengek demikian? Maka, berfirmanlah Allah selanjutnya,
“Tersesatlah dengan sebabnya," yaitu sebab perumpamaan-perumpamaan itu, “kebanyakan manusia dan mendapat petunjuk dengan sebabnya kebanyakan. Dan, tidaklah akan tersesat dengan dia, melainkan orang-orang yang fasik."
Dengan merenungkan ayat ini, apa yang timbul dalam hati kita?
Yang timbul dalam hati kita ialah pertambahan iman bahwa Al-Qur'an ini memang diturunkan untuk seluruh masa dan untuk orang yang berpikir dan mencintai ilmu pengetahuan. Orang-orang kafir itu menjadi sesat dan fasik karena bodohnya. Atau bodoh, tetapi tidak sadar akan kebodohan. Dan, orang yang beriman tunduk kepada Allah dengan segala kerendahan hati. Kalau ilmunya belum luas dan dalam, cukup dia menggantungkan kepercayaan bahwa kalau tidak penting tidaklah Allah akan membuat misal dengan nyamuk, lalat, laba-laba, dan lain-lain itu. Meskipun dia belum tahu apa pentingnya. Namun, orang yang lebih dalam ilmunya, benar-benar kagumlah dia akan kebesaran Allah. Di zaman modern ini, sudahlah orang tahu bahwa perkara nyamuk atau agas bukanlah perkara kecil. Lalat pun bukan lagi perkara kecil. Demikian mikroskop telah meneropong hama-hama yang sangat kecil, beratus ribu kali lebih kecil daripada nyamuk dan lalat. Nyamuk malaria, nyamuk penyakit kuning, dan nyamuk yang menyebabkan penyakit tidur di Afrika; menyimpulkan pendapat bahwa bahaya nyamuk lebih besar dari bahaya singa dan harimau.
Ayat 27
“Yaitu orang-orang yang memecahkan janji Allah sesudah dia diteguhkan."
Apakah janji Allah yang teguh yang telah mereka pecah? Janji Allah terasa dalam diri kita sendiri-sendiri, yang ditunjukkan oleh akal kita. Janji Allah bersuara dalam batin manusia sendiri, yaitu kesadaran akalnya. Pada ayat 21 di atas, kita disuruh mempergunakan akal untuk mencari di mana janji itu. Apabila akal dipakai, mestilah timbul kesadaran akan kekuasaan Allah dan perlindungan kepada kita manusia; kalau manusia itu insaf akan akalnya, pastilah menimbulkan rasa terima kasih dan rasa pengabdian, ibadah kepada Allah. Sekarang, janji di dalam batin itu sendirilah yang mereka pecahkan, mereka rusakkan, lalu mereka perturutkan hawa nafsu."Dan mereka putuskan apa yang dihubungkan." Apa yang mesti dihubungkan? Yaitu, pikiran sehat dengan natijah (konklusi) dari pikiran itu. Karena telah fasik mereka putuskan di tengah-tengah, tidak mereka teruskan sampai ke ujung.
Sebagaimana orang-orang yang mengatakan dirinya free thinker. Katanya, dia bebas berpikir. Lalu, berpikirlah dia dengan bebas. Karena sehat pikiran, sampailah dia kepada kesimpulan bahwa tidak mungkin alam yang sangat teratur ini terjadi dengan sendirinya, dengan tidak ada pengaturnya. Pikirannya telah sampai ke sana, tetapi dia putuskan hingga itu saja. Tidak diteruskannya sampai ke ujungnya, sebab itu dia telah fasik dan telah mendustai dirinya sendiri. Katanya, dia berpikir bebas, free thinker, padahal dia tidak bisa lagi."Dan merusak mereka di bumi" Kalau pikiran sehat sudah diperkosa itu di tengah jalan, dan dengan paksa dibelokkan pada yang hal tidak benar, niscaya kekacauanlah yang timbul. Kekacauan dan kerusakan yang paling hebat di atas dunia ialah jika orang tidak bebas lagi menyatakan pikiran yang sehat. Inilah dia fasik.
“Mereka itulah orang-orang yang merugi"
Sebab, mereka telah berjalan di luar garis kebenaran.
Rugilah mereka karena kehinaan di dunia dan adzab di akhirat. Yang lebih merugikan lagi ialah karena biasanya orang-orang penentang kebenaran itu ada yang hidupnya kelihatan mewah, sehingga orang-orang yang dungu pikiran menyangka mereka benar, seumpamanya Qarun di zaman Fir'aun. Orang yang kecil jiwanya menjadi segan kepada mereka, kebesaran dan kekayaan mereka, lantaran itu mereka bertambah sombong dan lupa daratan. Bertambah tenggelam mereka di dalam kesesatan dan kerusakan karena puji dan sanjung. Lantaran itu, bertambah tidaklah dapat lagi mereka mengendalikan diri sendiri. Timbullah sifat-sifat angkuh, tak mau mendengarkan nasihat orang. Akhirnya, mereka bertambah terang-terangan berbuat fasik dan berbangga dengan dosa. Akhir kelaknya karena tenaga manusia terbatas, usia pun tidak sepanjang yang diharap, timbullah penyakit, baik ruhani maupun jasmani. Penyakit gila hormat menimbulkan penyakit lain pula, yaitu cemburu pada segala orang bahwa orang itu akan menentangnya. Takut akan jatuh, timbul berbagai waswas; sehingga pertimbangan akal yang sehat dikalahkan oleh prasangka. Tadinya ingin bersenang-senang, hasilnya ialah kepayahan yang tidak berujung. Dicari sebabnya, tidak lain ialah karena kosongnya dada dari pegangan kepercayaan.
Tadinya mereka mencari bahagia, tetapi salah memahamkan bahagia. Lantaran iman tidak ada, amal pun tidak menentu. Padahal kalau hendak mencari bahagia, amallah yang akan diperbanyak. Kesenangan dan istirahat jiwa ialah bila dapat mengerjakan suatu amalan yang baik sampai selesai untuk memulai lagi amal yang baru, sampai berhenti bila jenazah telah diantar ke kubur. Orang yang telah fasik, yang telah terpesona haluan bahtera hidupnya dari tujuan yang benar, akan tenggelamlah dia ke dalam kesengsaraan batin, yang walaupun sebesar gunung emas persediaannya, tidaklah akan dapat menolongnya.
Adakah rugi yang lebih dari ini?
Kemudian datanglah bujuk rayuan Allah kembali untuk menyadarkan manusia supaya jangan menempuh jalan yang fasik dan kufur itu.
Ayat 28
“Betapa kamu hendak kufur kepada Allah, padahal adalah kamu mati, lalu dihidupkan-Nya kamu."
Cobalah pikirkan kembali: dari tidak ada, kamu telah Dia adakan. Entah di manalah kamu dahulunya tersebar; entah di daun kayu, entah di biji bayam, entah di air mengalir, tidak ada bedanya dengan batu tercampak, rumput yang lesa terpijak, ataupun serangga yang tengah menjalar, kemudian dihidupkan-Nya kamu. Terbentuklah mani dalam sulbi ayahmu dan taraib ibumu, yang berasal dari darah, dan darah itu berasal dari makanan, hormon, kalori, dan vitamin. Kemudian, kamu dalam rahim ibumu, dikandung sekian bulan lalu diberi akal. Mengembara di permukaan bumi berusaha mencukupkan keperluan-keperluan hidup."Kemudian Dia matikan kamu" Dicabut nyawamu dipisahkan dari badanmu. Badan diantarkan kembali kepada asalnya. Datang dari tanah dipulangkan ke tanah; kembali seperti tadi pula, entah jadi rumput lesa terpijak, entah jadi tumpukan tulang-tulang. Orang membangun kota yang baru, kubur-kubur dibongkar, tulang-tulangnya dipindahkan atau tidak diketahui lagi bahwa di sana ada kuburan dahulunya, lalu didirikan orang gedung di atasnya."Kemudian Dia hidupkan," yaitu hidup kali yang kedua. Sebab, nyawa yang pisah dari badan tadi tidaklah kembali ke tanah, tetapi pulang ke tempat yang telah ditentukan buat menunggu panggilan Hari Kiamat. Itulah hidup kali yang kedua; hidup salah satu dari dua, yaitu hidup yang lebih tinggi dan lebih mulia. Karena, di zaman hidup pertama di dunia kamu memang melatih diri dari dalam kehidupan yang tinggi dan mulia. Atau hidup yang lebih sengsara, karena memang dalam kehidupan pertama kamu menempuh jalan pada kesengsaraan itu.
“Kemudian, kepada-Nyalah kamu akan kembali."
Artinya, setelah kamu dihidupkan kembali, kamu dipanggil kembali ke hadirat Allah untuk diperhitungkan baik-baik, dicocokkan bunyi catatan Malaikat dengan perbuatanmu semasa hidupmu, lalu diputuskan ke tempat mana kamu akan digolongkan, pada golongan orang-orang yang berbahagiakah atau golongan orang-orang yang celaka. Dan, keadilan akan berlaku, sedangkan kezaliman tidak akan ada. Sedang belas kasihan Ilahi telah kamu rasakan sejak dari kini. Kalau kamu mendapat celaka, tidak lain hanyalah karena salahmu sendiri.
Begitulah Allah telah membuat tingkat hidup yang kamu tempuh. Maka, bagaimana juga kamu kufur terhadap-Nya. Bagaimana juga kamu hendak berbuat sesuka hati dalam kehidupan yang pertama ini? Padahal, kamu tidak akan dapat membebaskan dirimu daripada garis yang telah ditentukan-Nya itu. Padahal, bukan pula Dia menyia-nyiakan kamu dalam hidup ini; diutus-Nya Rasul, dikirim-Nya wahyu, diberi-Nya petunjuk agama akan menjadi pegangan kamu. Diberikan-Nya bagi kamu bimbingan sejak matamu terbuka melihat alam ini. Adakah patut, wahai bimbingan kasih yang sedemikian rupa kamu mungkiri dan kamu kufuri Dia?
Bawalah tafakur, pakailah akal; adakah patut perbuatanmu itu?
Ayat 29
“Dialah yang telah menjadikan untuk kamu apa yang di bumi ini sekaliannya."
Cobalah perhatikan segala yang ada di sekeliling kamu ini dan bertanyalah kepada semuanya, niscaya semua akan menjawab, “Kami ini untuk Tuan!" “Kemudian, menghadaplah Dia ke langit, lalu Dia jadikan ia tujuh langit" Artinya, diselesaikan-Nya dahulu nasibmu di sini, dibereskan-Nya segala keperluanmu, barulah Allah menghadapkan perhatian-Nya menyusun tingkatan langit, yang tadinya adalah dukhan, yaitu asap belaka. Maka, Allah pun mengatur kelompok-kelompoknya, yang dikatakan-Nya kepada kita ialah tujuh. Bagaimana tujuhnya, kita tidak tahu. Kita hanya percaya sebab urusan kekayaan langit itu tidaklah terpermanai banyaknya. Adapun bila kita duduk pada sebuah perpustakaan besar yang berisi satu juta buku tulisan manusia, lalu kita baca, berumur pun kitab seribu tahun, tidaklah akan dapat dibaca satu juta jilid buku itu. Kononnya akan mengetahui apa perbendaharaan di langit,
“Dan, Dia terhadap tiap-tiap sesuatu adalah Mahatahu."
Artinya, Dialah Yang Mahatahu bagaimana cara pembuatan dan pembangunan alam itu. Penyelidikan kita hanyalah untuk tahu bahwa kita tidak tahu. Dan, amat janggal dalam perasaan beragama kalau sekiranya hasil penyelidikan kita manusia tentang kejadian alam ini, yang baru bertumbuh kemudian, lalu kita jadikan alat buat membatalkan keterangan wahyu. Padahal maksud Al-Qur'an, terutama maksud ayat ini, ialah tertentu buat memberi peringatan kepada manusia bahwasanya isi bumi ini disediakan buat mereka semua. Maka, patutlah mereka bersyukur kepada Allah dan pergunakan kesempatan buat mengambil faedah yang telah dibuka itu. Setelah siap Allah menyediakan segala sesuatu untuk manusia hidup di dalam bumi, Allah menghadapkan amar perintah-Nya pada langit dan terjadilah langit itu tujuh. Apakah manusia telah terjadi sebelum Allah mengatur tujuh langit? Apakah kemudian baru manusia baru diadakan dalam bumi setelah terlebih dahulu persediaan buat hidupnya disediakan selengkapnya? Tidaklah ada dalam ayat ini.
Apakah yang dimaksud dengan tujuh langit? Apakah benar-benar tujuh? Atau hanya menurut undang-undang perbahasaan Arabi bahwasanya bilangan tujuh ialah menunjukkan banyak? Dan bagaimanakah Allah menghadapkan amar perintah-Nya kepada langit itu? Semuanya ini tidaklah akan dikuasai oleh pengetahuan manusia. Sebab itu, janganlah kita belokkan maksud ayat ke sana. Tuntutlah ilmu rahasia alam ini sedalam-dalamnya. Carilah fosil-fosil makhluk purbakala yang telah terbenam dalam bumi berjuta tahun. Pakailah teori Darwin dan lain-lain, moga-moga saja kian lama kian tersingkaplah bagi kita betapa hebatnya kejadian alam itu dan bertambah iman akan adanya Yang Mahakuasa atas alam.
Akan tetapi, jangan sekali-kali dengan ilmu kita yang terbatas mencoba membatalkan ayat dan ilmu Tuhan yang tidak terbatas.