Ayat
Terjemahan Per Kata
أَمۡ
atau
لَهُمۡ
bagi mereka
نَصِيبٞ
bagian
مِّنَ
dari
ٱلۡمُلۡكِ
kekuasaan
فَإِذٗا
maka jika demikian/kendatipun ada
لَّا
tidak
يُؤۡتُونَ
mereka akan mendatangkan
ٱلنَّاسَ
manusia
نَقِيرًا
sedikitpun
أَمۡ
atau
لَهُمۡ
bagi mereka
نَصِيبٞ
bagian
مِّنَ
dari
ٱلۡمُلۡكِ
kekuasaan
فَإِذٗا
maka jika demikian/kendatipun ada
لَّا
tidak
يُؤۡتُونَ
mereka akan mendatangkan
ٱلنَّاسَ
manusia
نَقِيرًا
sedikitpun
Terjemahan
Ataukah mereka mempunyai bagian dari kerajaan (kekuasaan)? Meskipun ada, mereka tidak akan memberikan (kebajikan) sedikit pun kepada manusia.
Tafsir
(Ataukah mereka ada mempunyai bagian kerajaan) maksudnya mereka tidak mempunyai sedikit pun daripadanya, dan walaupun ada (hingga bila demikian, maka tidak secuil pun yang akan mereka berikan kepada manusia) naqiira: sesuatu yang tak ada harganya, sebesar patukan burung kecil di atas biji, dan sikap mereka itu ialah karena amat bakhil atau kikirnya.
Tafsir Surat An-Nisa': 53-55
Atau adakah bagi mereka bagian dari kerajaan (kekuasaan)? Kendatipun ada, mereka tidak akan memberikan sedikit pun (kebajikan) kepada manusia,
Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepada manusia itu? Sesungguhnya Kami telah memberikan Kitab dan Hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan (kekuasaan) yang besar.
Maka di antara mereka (orang-orang yang dengki itu) ada orang-orang yang beriman kepadanya, dan di antara mereka ada pula orang-orang yang menghalangi (manusia) beriman kepadanya. Dan cukuplah (bagi mereka) Jahannam yang menyala-nyala apinya.
Ayat 53
Allah ﷻ telah berfirman: “Atau adakah bagi mereka bagian dari kerajaan (kekuasaan)?” (An-Nisa: 53) Istifham atau kata tanya dalam ayat ini menunjukkan makna istifham ingkari (kata tanya yang negatif), yakni mereka tidak memperoleh bagian dari kerajaan itu.
Kemudian Allah ﷻ menyebutkan sifat mereka yang kikir melalui firman berikut: “Kendatipun ada, mereka tidak akan memberikan sedikit pun (kebajikan) kepada manusia.” (An-Nisa: 53) Karena sekalipun mereka memperoleh bagian dari kerajaan dan kekuasaan itu, niscaya mereka tidak akan memberikan suatu kebajikan pun kepada orang lain, terlebih lagi kepada Nabi Muhammad ﷺ. Yang dimaksud dengan naqir ialah secuil tembaga yang ada di dalam sebuah biji, menurut pendapat Ibnu Abbas dan kebanyakan ulama. Ayat ini semakna dengan ayat lain, yaitu firman-Nya: "Katakanlah, ‘Seandainya kalian menguasai perbendaharaan rahmat Tuhanku, niscaya perbendaharaan itu kalian tahan, karena takut membelanjakannya’." (Al-Isra: 100) Dengan kata lain, karena kalian merasa takut perbendaharaan yang ada di tangan kalian itu akan habis, padahal perbendaharaan rahmat Allah itu tidak ada habis-habisnya.
Sesungguhnya sikap demikian itu hanyalah terdorong oleh sikap kikir dan sikap pelit kalian sendiri. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan: “Dan adalah manusia itu sangat kikir.” (Al-Isra: 100)
Ayat 54
Kemudian Allah ﷻ berfirman: “Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepada manusia itu?” (An-Nisa: 54) Yakni dengki mereka kepada Nabi Muhammad ﷺ yang telah dianugerahi kenabian yang besar oleh Allah ﷻ. Hal yang menghambat mereka untuk percaya kepada Nabi Muhammad ﷺ ialah rasa dengki mereka terhadapnya, mengingat Nabi ﷺ dari kalangan bangsa Arab, bukan dari kalangan Bani Israil.
Imam Ath-Thabarani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah Al-Hadrami, telah menceritakan kepada kami Yahya Al-Hammani, telah menceritakan kepada kami Qais ibnur Rabi', dari As-Suddi, dari ‘Atha’, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: “Ataukah mereka dengki kepada manusia.” (An-Nisa: 54), hingga akhir ayat. Ibnu Abbas mengatakan bahwa yang dimaksud dengan manusia adalah kami (bangsa Arab), bukan orang lain.
Allah ﷻ berfirman: “Sesungguhnya Kami telah memberikan Kitab dan Hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar.” (An-Nisa: 54)
Dengan kata lain, sesungguhnya Kami menjadikan kenabian di kalangan keturunan Israil (Nabi Ya'qub) yang juga merupakan keturunan dari Nabi Ibrahim. Kami turunkan kepada mereka kitab-kitab, dan mereka berkuasa di kalangan kaumnya dengan memakai sunnah-sunnah (yakni hikmah), dan Kami jadikan raja-raja di antara mereka (nabi-nabi Bani Israil). Sekalipun demikian, di antara mereka ada yang beriman kepada anugerah dan nikmat ini, dan ada pula yang ingkar dan kafir kepadanya serta berpaling darinya, berupaya menghalang-halangi manusia untuk beriman kepadanya. Padahal nabi mereka dari kalangan mereka dan dari bangsa mereka sendiri (yakni Bani Israil), tetapi mereka menentangnya. Maka terlebih lagi terhadap kamu, wahai Muhammad, yang bukan dari kalangan Bani Israil.
Mujahid mengatakan bahwa di antara mereka ada yang beriman kepadanya (yakni Nabi Muhammad ﷺ), ada pula yang ingkar (kafir) kepadanya. Maka orang-orang yang kafir dari kalangan mereka sudah pasti lebih mendustakan kamu dan lebih jauh dari hidayah serta kebenaran yang jelas yang diturunkan kepadamu.
Ayat 55
Karena itulah dalam firman selanjutnya Allah ﷻ mengancam mereka melalui firman-Nya: “Dan cukuplah (bagi mereka) Jahannam yang menyala-nyala api-nya.” (An-Nisa: 55) Cukuplah neraka Jahannam sebagai siksaan buat mereka atas kekafiran dan keingkaran mereka serta sikap menantang mereka terhadap kitab-kitab Allah dan rasul-rasul-Nya.
Pada ayat-ayat sebelumnya Allah menjelaskan bagaimana kaum Yahudi dengan kesombongan mereka telah berbuat durhaka, maka pada ayat ini Allah menanyakan dasar apa yang mereka punya untuk melegalkan perbuatan demikian. Sebenarnya mereka tidak mempunyai dasar apa pun. Agar terbuka kedok mereka, ayat ini mempertanyakannya. Ataukah mereka mempunyai bagian dari kerajaan dan kekuasaan. Jelas ini tidak ada. Bahkan meskipun mereka mempunyainya, mereka tidak akan memberikan sedikit pun kebajikan kepada manusia, bukan saja karena tidak memilikinya, tetapi mereka juga sangat kikir.
Ataukah mereka dengki kepada manusia, yakni Nabi Muhammad dan kaum muslim, karena karunia yang telah diberikan Allah kepadanya. Sungguh, Kami telah memberikan Kitab seperti Taurat, Zabur, dan Injil, dan Hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepada mereka yakni keluarga Ibrahim kerajaan atau kekuasaan yang besar.
Orang Yahudi tidak akan memperoleh kerajaan dan kekuasaan sesuai dengan yang dicita-citakan seperti sebelum Islam datang, karena mereka telah banyak berbuat aniaya, menempuh jalan yang sesat, dan tidak lagi mengamalkan isi kitab Taurat secara umum. Andaikata pada suatu ketika mereka membina kerajaan dan memiliki kekuasaan, itu berarti hanya bayangan yang sifatnya sementara, dan di kala itu mereka tidak akan memberikan sedikit pun kebajikan kepada manusia.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
JIBTI DAN THAGUT
Ayat 51
Kemudian diterangkan Allah dan dibuka lagi rahasia dari sebagian orang yang telah diberi Kitab, yaitu Taurat atau Injil. Adapun yang akan dituju pada ayat ini ialah Yahudi. “Tidakkah engkau lihat kepada orang-orang yang telah diberi sebagian dari Kitab?" Sebagaimana telah dimaklumi pada ayat-ayat yang telah lalu, dinamakan sebagian dari kitab karena Taurat yang asli dan lengkap tidak ada lagi sebab terbakar ketika Jerusalem diserang Raja Babil. Tiga setengah abad sesudah Musa meninggal, barulah ingatan-ingatan yang tinggal di dalam kepala ahli-ahli agama disusun kembali. Sebagian yang di dalam catatan itu adalah yang benar, dan sebagian lagi diragukan kebenarannya, dan sebagian pula sudah jelas ditambah dengan catatan orang lain. Catatan yang telah ada itu, sebagian pula yang mereka pegang, namun yang sebagian tidak mereka pedulikan, terutama yang menerangkan bahwa dalam kalangan keturunan Isma'il akan ada nabi. Sebab Nabi Muhammad ﷺ teranglah keturunan Isma'il. Lalu diterangkan setengah dari “wenangan". Di ayat ini terdapat dua perkataan sebagai kepercayaan mereka, pertama Jibti kedua Thagut. Telah kita artikan jibti dengan ‘kesesatan' dan thagut dengan ‘ke-sewenang-wenangan.'
Setengah ulama tafsir menyatakan maksud jibti ialah sihir. Tetapi setelah digali ke dalam rumpun-rumpun bahasanya, bertemulah bahwa segala kepercayaan yang tahayul, dongeng, khurafat, yang tidak dapat diterima oleh akal yang wajar, itulah dia jibti.
Kita misalkan, terdengar elang berkelit tengah hari, lalu orang berkata, “Ada orang besar akan mati!" Atau terdengar ayam berkokok di waktu senja, orang berkata, “Ada anak gadis mengandung dengan tidak terang siapa suaminyaAtau barang, seumpama keris. Dikatakan bahwa keris itu bertuah. Atau orang keluar dari rumah pagi-pagi hendak pergi bekerja. Di tengah jalan ada ular melintas jalan. Melihat itu dia kembali pulang karena menurut kepercayaannya akan bertemu bahaya kalau ditempuh juga. Atau kepercayaan manusia jadi harimau, orang jadi cindaku, atau palasik dan sebagainya.
Pada orang yang masih jauh dari peradaban, jibti sangat berpengaruh. Seumpama kepercayaan kalau ada orang sakit, bahwa dia sakit karena ditegur setan atau karena termakan atau karena dituju orang dengan sihir dan sebagainya. Ini pun termasuk jibti. Atau aminisme, yaitu bahwa roh nenek moyang berpengaruh terhadap orang yang masih hidup, sebab itu diadakan pemujaan. Atau dinamisme, yaitu bahwa barang-barang yang ada, entah beringin, batu besar, puncak gunung, keris, dan lain-lain, ada nyawanya. Atau di zaman kita ini ramalan bintang yang dimuat di surat-surat kabar, tentang melihat nasib, yaitu nasib seseorang karena melihat tanggal lahirnya. Itu pun jibti.
Kiaskanlah hal yang lain-lain, yaitu kepercayaan yang tidak dapat dipertanggungjawab kan dan diuji kebenarannya menurut akal yang sehat. Itulah dia jibti.
Thagut berumpun dari kalimat thaagiyah kita artikan kesewenang-wenangan, melampaui batas, terkhusus kepada manusia yang telah lupa atau sengaja keluar dari batasnya sebagai insan, lalu mengambil hak Allah. Atau manusia dianggap Tuhan oleh yang mempercayainya. Segala pemujaan kepada manusia sampai mendudukkannya jadi Tuhan, meskipun tidak diucapkan dengan mulut, tetapi bertemu dengan perbuatan, termasuklah dalam arti thagut.
Ada ulama besar yang disegani, akhirnya dipandang keramat, lama-lama diikuti sehingga segala fatwanya wajib dipandang suci seperti firman Allah saja. Maka ulama itu telah menjadi thagut bagi yang mempercayainya. Apatah lagi setelah dia mati, kuburnya pula yang dipuja-puja, diziarahi untuk meminta wasilah, menjadi orang perantara akan menyampaikan keinginan-keinginan kepada Allah, menjadi thagut pulalah dia sesudah matinya.
Atau ada penguasa negeri yang berkuasa besar. Orang takut akan murkanya dan orang menghambakan diri kepadanya. Barangsiapa yang mencoba menyatakan pikiran, bebas menyatakan yang benar, ada bahaya akan di-hukum, dipenjarakan, diasingkan, ditahan, dibuang, atau dibunuh. Tetapi barangsiapa yang tunduk, taat setia, sudi mengorbankan kemerdekaan pikiran, dan bersedia takut kepada yang berkuasa, bersedia jadi budak supaya bebas bergerak, bahkan kadang-kadang lebih takut daripada menakuti Allah, penguasa itu pun menjadi thagut.
Kadang-kadang bercampuraduklah di antara jibti dengan thagut, atau berpadu jadi satu. Di Mesir orang mengadakan Maulid Sayyid Badawi tiap-tiap tahun, berkumpul beribu-ribu manusia laki-laki dan perempuan ke kuburan beliau. Sebab beliau dipandang sangat keramat. Gadis tua minta suami ke sana, perempuan mandul minta anak ke sana.
Mahasiswa yang takut tidak lulus ujian pergi menuju ke sana. Di kuburan itu ada pula jibti-nya, yaitu ada serban beliau yang dipandang sangat membawa rezeki jika dapat dipegang.
Di tanah air kita pun banyak terdapat yang demikian. Kalau mau mempelajari campur aduknya jibti dengan thagut pergilah ziarah ke kubur sunan-sunan (Wali Songo), dan dengarkanlah dongeng-dongeng yang tidak masuk akal, kumpulan jibti dan thagut dari juru kunci.
Di dalam ayat ini diterangkanlah betapa sesatnya orang-orang yang telah diberi sebagian dari kitab. Kepercayaan tauhid yang asli telah hilang, di dalam lipatan jibti (kesesatan) dan thagut (menuhankan makhluk) Kalau ditanyakan, engkau pertuhankan si anu? Niscaya mereka akan menjawab juga, “Tuhan kami Allah!" Tetapi kalau ditanya lagi, mengapa perkataan si anu, fatwa si anu, tafsiran si anu, kamu terima saja dengan tidak mem-pergunakan akal, padahal kadang-kadang berjauhan sangat dengan firman Allah yang disampaikan Nabi kamu? Mereka tidak dapat memberikan jawaban yang tepat.
MENDUSTAI DIRI SENDIRI
Kemudian dikatakan lagi dalam sambungan ayat,
“Dan mereka berkata dilihat orang-orang yang kafir, ‘Mereka itu lebih betul jalannya daripada orang-orang yang beniman itu.'"
Tersebutlah dalam banyak riwayat bahwasanya beberapa pemuka yang terkenal, Ka'ab bin Asyraf, datang ke Mekah menemui pemuka-pemuka Quraisy, sampai bertemu dan bertukar pikiran dengan Abu Sufyan, Kedatangannya ke Mekah ialah menambah hasutan dan memengaruhi kaum musyrikin terus, jangan bosan dan jangan kendur memerangi Nabi Muhammad ﷺ dan sahabat-sahabatnya Muhajirin dan Anshar di Madinah, dan Ka'ab mfenyatakan bahwa dia dan kaumnya bersedia membantu mereka. Maka dalam pertukaran pikiran secara terbuka itu yang pendiriannya lebih benar dan pegangannya lebih teguh? Abu Sufyan berkata di antara lain, “Kami menjunjung tinggi pusaka nenek moyang. Kami memberi makan dan minum orang naik haji tiap tahun, kami menghormati berhala yang telah turun-temurun disembah nenek moyang. Sedang Muhammad menantang segala pekerjaan kami yang baik itu dan melanggar segala adat pusaka nenek moyang sehingga dia keluar dari lingkungan masyarakat sampai berpindah ke tempat lain. Mana kami yang lebih benar?"
Ka'ab bin Asyraf sebagai seorang yang terkemuka dan mengerti isi Taurat, dengan tidak sedikit juga menghargai suara batinnya sendiri menjawab kepada Abu Sufyan, “Pendirian kalianlah yang benar, agama yang kalian pegang itulah yang benar, agama yang kalian pegang itulah yang betul, dan jalan yang kalian tempuh itulah yang lebih benar daripada jalan yang ditempuh Muhammad!"
Sejak lagi zaman jahiliyyah, orang-orang Arab penyembah berhala selalu mengakui bahwa orang keturunan Kitab, baik Yahudi maupun Nasrani, lebih ahli daripada mereka, dan pantas tempat bertanya dalam soal-soal keagamaan. Sekarang Ka'ab bin Asyraf, karena politik guna menarik kaum musyrikin memerangi Islam, telah berani memberikan jawaban yang bertentangan dengan suara hati kecilnya sendiri, yaitu bahwa musyrik lebih daripada Islam. Inilah maksud ujung ayat, dari perkataan Ka'ab, bahwa mereka yang musyrik lebih betul jalannya daripada orang-orang yang beriman. Padahal, kalau Ka'ab menuruti suara hati kecilnya, dan benar-benar mencintai kebenaran, meskipun orang Yahudi belum menyetujui Islam, namun pokok kepercayaan Bani Israil dengan kepercayaan yang dibawa Nabi Muhammad ﷺ adalah sama, yaitu sama-sama menentang menyembah berhala. Di dalam Hukum Sepuluh, sebagai dasar utama dari Taurat, Allah telah berfirman, “Jangan dibuatkan aku patung!" Sebelum Nabi Muhammad ﷺ datang, orang Yahudi selalu menghinakan orang Arab karena menyembah berhala. Sekarang dia puji penyembah berhala karena benci kepada Muhammad ﷺ.
Berfirmanlah Allah selanjutnya,
Ayat 52
“Mereka itulah orang-orang yang mengutuk Allah akan mereka. “
Orang-orang yang telah kena kutuk sebab berani membuat dusta besar, yang bahkan bertentangan dengan agama mereka sendiri, sampai mengatakan musyrik lebih baik daripada Muslim, berhala lebih baik daripada tauhid. Bukan Muhammad lagi yang dimung-kirinya, bahkan inti ajaran sekalian rasul, termasuk Musa dan Harun.
“Dan baiangsiapayang dikutuk oleh Allah, maka sekali-kali tidaklah akan engkau dapati pembantu baginya."
Tidak akan ada yang membantu dan membela mereka dalam dusta curang yang demikian itu sebab mereka telah berhadapan dengan Allah. Mempertahankan pendirian dengan cara demikian, tidak lain daripada pertahanan yang kotor. Hanya ingin kemenangan sementara sehingga tidak memerhatikan lagi kebenaran itu sendiri untuk masa yang lama.
Di dalam ayat ini kita bertemu tiga kesalahan umat keturunan kitab karena memegang hanya sebagian dari isi kitab. Pertama, mencampur-aduk kebenaran agama dengan kesesatan, atau jibti. Sehingga dibangsakan kepada agama, hal-hal yang sama sekali ditolak oleh agama sehingga timbul bid'ah, khurafat, tahayul, dongeng-dongeng yang menunjukkan kebodohan atau menipu orang bodoh. Kedua, menuhankan manusia, sampai memberikan ke-padanya pemujaan yang mendekati pemujaan kepada Allah. Begitu mereka perbuat kepada ulama-ulama dan pimpinan mereka. Ketiga, berani memutar balik kebenaran karena mengharapkan kemenangan pengaruh dan politik.
Wajiblah kita memeriksa, mengoreksi masyarakat kita kaum Muslimin karena jarak masa kita dengan Nabi pun sudah jauh, apakah agaknya telah memindah penyakit orang yang menerima sebagian dari kitab ini kepada kita? Kalau sudah, hukum yang akan diterima tentulah sama juga, yaitu kutuk Allah. Ajaran asli Nabi Musa sama dengan ajaran asli Nabi Muhammad. Orang Yahudi di belakang Nabi Musa mengubah-ubah. Apakah kita telah mengubah-ubah pula sepeninggal Nabi Muhammad? Jika bertemu ayat begini, dengan girang kita menafsirkan bahwa ayat ini bukanlah menuju kita, hanya menuju Yahudi! La haula wala quwwata ilia billah
Adakah jibti pada kita? Adakah kita memuja thagutl Adakah kita memutar balik kebenaran karena mengharapkan kemenangan sementara?
Berkali-kali timbul dalam negeri Islam seorang pemimpin atau kepala negara yang dipuja dan diagungkan sebagaimana memuja dan mengagungkan Allah. Berkali-kali timbul jibti, pemujaan-pemujaan kepada benda yang tidak masuk sama akal. Berkali pula terlukis dalam perjuangan umat Islam bahwa mereka menyokong suatu politik yang palsu dan jahat.
Ketika ditanyakan orang dapatkah disatukan ajaran Islam dengan Komunis? Ada pemuka Islam yang menjawab, “Dapat!" Ketika ditanyakan orang pula kepada satu golongan umat Islam, “Bagaimana hukumnya kalau ada orang Islam yang menentang Nasakom (Percobaan Soekarno menyatukan Nasional, dengan Agama dengan Komunis)?" Ada kalangan Islam sendiri yang menjawab, “Orang Islam yang menentang Nasakom adalah Kontra Revolusi!"
Apakah sebabnya mereka sampai hati berbuat demikian? Jawabnya mudah saja. Telah padam cahaya hati sanubarinya yang bersih oleh hawa nafsu akan kekuasaan. Sebagaimana padamnya rasa hati Ka'ab bin Asyraf orang Yahudi itu, yang dasar agamanya tetap tauhid. Sehingga saking takutnya kekuasaannya akan hilang dan bencinya akan kemajuan Nabi Muhammad, maulah dia mengatakan bahwa musyrik Mekah lebih baik daripada ajaran Muhammad.
Ayat 53
“Atau adakah bagi mereka bagian daril Kerajaan?"
Sebagai lanjutan pertanyaan dari Allah, sambungan dari pertanyaan di ayat 51, yang dapat diartikan, “Bagaimanalah agaknya ya, utusan-Ku, kalau sekiranya orang-orang ini mendapat bagian Kerajaan? Atau bagaimana agaknya kalau orang semacam ini berkuasa? Sedangkan tidak berkuasa, mereka sudah berani membuat dusta, mengatakan kafir lebih baik daripada iman, berhala lebih baik daripada tauhid.
“Mereka di kala itu," yaitu kalau mereka berkuasa, berkerajaan,
“Tidaklah akan memberi kepada manusia walaupun sebiji halus."
Kalau mereka berkuasa; mereka tidak akan mengenal belas kasihan. Mereka tidak akan memberi kesempatan kepada orang lain, walaupun semiang kelam, walaupun sena-qir. Anti naqir ialah biji yang sangat halus dari buah-buahan. Boleh diibaratkan jambu pe-rawas (bijinya) Boleh juga disebut menurut ungkapan bahasa Melayu, “Semiang kelam".
Demikianlah peringatan Allah tentang bahaya sikap orang keturunan Kitab ini, yang jadi sebabnya ialah sikap Ka'ab bin Asyraf dan kawan-kawannya. Orang Yahudi telah bertebaran di seluruh dunia dan cita-cita mereka yang terakhir ialah mendirikan kembali Kerajaan Dawud di Jerusalem. Dengan pertolongan kerajaan-kerajaan besar, baik Inggris, Perancis, atau Amerika ataupun Rusia, pada tahun 1948 telah berhasil mereka merebut sebagian tanah Jerusalem dan mendirikan negara Israel di sana. Apa yang dikatakan oleh ayat ini, tepat bertemu. Di tanah yang telah mereka kuasai, walaupun sebesar biji jambu perawas, tidaklah mereka memberikan kesempatan kepada penduduk asli yang telah menguasai tanah itu sejak 14 abad. Lebih satu juta orang Arab diusir keluar dari negeri itu dan tanah mereka dirampas. Sedang mereka Yahudi yang menguasai itu adalah manusia-manusia yang datang dari seluruh dunia, dari Amerika, Polandia, Inggris, Perancis, Jerman, Rusia, dan lain-lain. Yang mendakwakan tanah itu mereka punya, sebab 4.000 tahun yang telah lalu nenek moyang mereka datang dari sana.
Ayat 54
“Ataukah mereka ini hati kepada manusia atas apa yang telah diberikan oleh Allah kepada mereka dari kurunia-Nya?"
Lanjutan pertanyaan dari atas, bagaimana mereka menjadi demikian curang mendustakan kebenaran? Sampai memuji bahwa syirik lebih benar daripada tauhid? Padahal agama mereka sendiri berdasar tauhid? Apa gerangan sebabnya? Ataukah lantaran dengki dan iri hati? Hasad? Sebab Allah memberikan kurnia kepada bangsa Arab dengan diutusnya seorang Rasul? Dan Rasul itu pun telah dinyatakan juga dalam kitab mereka sendiri? Inilah bahaya penyakit iri hati. Hasad atau iri hati dapat menyebabkan orang gelap mata sehingga mau mengubah kebenaran dan menolaknya.
“Maka sesungguhnya telah Kami berikan kepada keluanga ibrahim Kitab dan Hikmat, dan telah Kami berikan kepada mereka Kerajaan yang besar."
Apa guna mereka iri hati lantaran itu? Mereka sendiri mengakui bahwa Bani Israil adalah keturunan Ya'qub dan Ishaq adalah putra Ibrahim. Orang Arab yang sekarang diberi Kitab dan hikmat pula ialah keturunan
Isma'il dan Isma'il adalah putra Ibrahim pula. Allah telah memberi anugerah keluarga Ibrahim. Di sebelah Bani Israil telah pernah diberi Kitab dan Hikmat. Kitabnya ialah Taurat dan Hikmatnya dianugerahkan kepada rasul-rasul, seperti Hikmat Dawud dan Sulaiman, putranya. Sekarang kurnia Allah kepada keluarga Ibrahim pun belum berhenti, bahkan bersambung lagi. Kalau dahulu kurnia berlimpah kepada Bani Israil, sekarang kurnia itu bergeler kepada Bani Isma'il, yang dari keluarga Ibrahim juga. Apa yang kamu dengkikan? Apa yang kamu iri hatikan? Padahal yang empunya kehendak ialah Allah Ta'aala? Kebesaran bukan khas kepunyaan kamu saja. Dia bergeler!
Di dalam ayat ini kita bertemu lagi suatu basyarah, yaitu kabar selamat. Meskipun ketika ayat ini turun, kaum Muslimin di bawah pimpinan Nabi Muhammad ﷺ di Madinah masih kecil jumlahnya, namun ayat ini telah membayangkan bahwa sebagai keluarga Ibrahim, orang Arab keturunan Isma'il itu pun akan diberi kerajaan besar!
Dengan ayat ini Allah mempertautkan kedua keturunan Ibrahim ini karena mereka satu keturunan. Tidaklah patut mereka hasad, dengki, iri hati, sebab Arab dan Bani Israil adalah satu nenek jua. Dahulu pernah mempunyai kerajaan besar, sekarang pun akan ber-kerajaan besar. Patutlah disokong bersama-sama dan dipercayai.
Tetapi apalah hendak dikata. Soalnya bukan soal benar atau salah, melainkan soal hasad dan dengki, memang benarlah pepatah Arab yang terkenal, bahwasanya iri hati atau dengki atau hasad adalah membakar kayu penanak yang sangat kering.
Berkata ar-Razi di dalam tafsirnya, “Ha-sad dan dengki tumbuh ialah ketika suatu keutamaan telah muncul. Apabila keutamaan seorang manusia telah lebih sempurna, dengkinya si pendengki pun bertambah besar pula. Sudah barang tentu, nubuwwat adalah pangkat yang paling puncak dalam agama. Kemudian keutamaan tertinggi itu dianugerahkan Allah kepada Muhammad ﷺ. Tambahan lagi setiap hari kekuasaannya bertambah-tambah dan kewibawaannya bertambah besar dan pembela dan penolongnya kian lama kian banyak. Oleh karena semua nikmat inilah yang menyebabkan tumbuh hasad mereka, di-nyatakanlah oleh Allah telah memberikan Kitab dan Hikmat dan Kerajaan Besar kepada Ibrahim. Artinya, “Pada keturunan-keturunan Ibrahim, pada anak-anaknya telah .timbul jamaah yang besar yang terkumpul pada diri mereka nubuwwat dan daulat, agama dan kekuasaan, sedang kamu tidak takjub melihat itu dan kamu tidak hasad dan dengki. Mengapa sekarang setelah nubuwwat dan daulat itu diberikan Allah kepada Muhammad kamu pun hasad?" Sekian tafsiran ar-Razi.
Ayat 55
“Maka di antara mereka ada yang pencaya kepadanya dan di antara mereka ada (pula) yang membelok daripadanya".
Artinya, di antara nenek moyang mereka yang dahulu memang ada juga yang menerima baik segala Kitab dan Nubuwwat atau Hikmat kebijaksanaan memerintah, yang telah dianugerahkan Allah kepada nabi-nabi besar sebagaimana Musa yang membebaskan Bani Israil dan melepaskan mereka dari tindasan Fir'aun, atau Yusyayang membawa mereka ke Palestina mengambil tanah yang dijanjikan, yang penuh berisi susu dan madu, atau Dawud yang telah sanggup mengalahkan Jalut dan membangun Kerajaan Israel yang besar, atau Sulaiman, putranya. Tetapi di samping yang percaya dan menerima ada pula yang menolak, “Dan di antara mereka ada pula yang menghalang darinya." Apabila ada orang yang mencoba mendekati kebenaran kitab dan hikmat itu, mereka halang-halangi karena kebencian dan dengki.
Sedang nabi-nabi yang dahulu itu sekaum dengan mereka dan satu keturunan, sama-sama Bani Israil. Setelah semuanya itu menjadi kenyataan, betapa lagi terhadap engkau, ya Muhammad. Padahal mereka sudah memandang engkau orang lain, tidak seketurunan, tidak sedarah dengan mereka, meskipun sama-sama keturunan Ibrahim. Niscaya tidak heran kalau kepada engkau mereka lebih benci, lebih dengki. Meskipun ajaran yang engkau bawa ini sama saja isinya dengan apa yang diturunkan kepada Ibrahim dan anak-anak keturunannya. Maka ayat ini adalah sebagai penawar pengobat hati bagi Nabi Muhammad ﷺ bahwa selama dia masih berjuang menegakkan kebenaran ini, selama itu pula dia akan didengki dan dibenci oleh mereka itu. Selanjutnya Allah berfirman,
“Padahal cukuplah Jahannam jadi pembakal."
Artinya, karena sikap hasad, dengki itu, tidak ada lagi jalan lain, melainkan sudah cukup kalau Jahannam menjadi tempat mereka, yang tidak mau menyetujui Kitab Allah dan rasul-rasul utusan Allah. Betapa pedihnya siksaan neraka Jahannam ditegaskan Allah pada ayat berikutnya.