Ayat
Terjemahan Per Kata
قَالَ
(Allah) berfirman
مَا
apa
مَنَعَكَ
menghalangimu
أَلَّا
untuk tidak
تَسۡجُدَ
kamu bersujud
إِذۡ
ketika
أَمَرۡتُكَۖ
Aku memerintahkan kamu
قَالَ
(iblis) berkata
أَنَا۠
saya
خَيۡرٞ
lebih baik
مِّنۡهُ
daripadanya
خَلَقۡتَنِي
Engkau ciptakan saya
مِن
dari
نَّارٖ
api
وَخَلَقۡتَهُۥ
dan Engkau ciptakan dia
مِن
dari
طِينٖ
tanah
قَالَ
(Allah) berfirman
مَا
apa
مَنَعَكَ
menghalangimu
أَلَّا
untuk tidak
تَسۡجُدَ
kamu bersujud
إِذۡ
ketika
أَمَرۡتُكَۖ
Aku memerintahkan kamu
قَالَ
(iblis) berkata
أَنَا۠
saya
خَيۡرٞ
lebih baik
مِّنۡهُ
daripadanya
خَلَقۡتَنِي
Engkau ciptakan saya
مِن
dari
نَّارٖ
api
وَخَلَقۡتَهُۥ
dan Engkau ciptakan dia
مِن
dari
طِينٖ
tanah
Terjemahan
Dia (Allah) berfirman, “Apakah yang menghalangimu (sehingga) kamu tidak bersujud ketika Aku menyuruhmu?” Ia (Iblis) menjawab, “Aku lebih baik daripada dia. Engkau menciptakanku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.”
Tafsir
(Allah berfirman,) Maha Tinggi Allah, ("Apakah yang menghalangimu untuk) huruf laa adalah tambahan (bersujud di waktu) tatkala (Aku menyuruhmu." Menjawab iblis, "Aku lebih baik daripadanya, Engkau ciptakan aku dari api sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.").
Tafsir Surat Al-A'raf: 12
(Allah) berfirman, "Apakah yang menghalangimu (sehingga) kamu tidak bersujud (kepada Adam) ketika Aku menyuruhmu?" (Iblis) menjawab, "Aku lebih baik daripada dia. Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah."
Ayat 12
Ulama ahli nahwu dalam menganalisis firman-Nya:
“(Allah) berfirman, ‘Apakah yang menghalangimu (sehingga) kamu tidak bersujud (kepada Adam) ketika Aku menyuruhmu?” (Al-A' raf: 12)
Huruf la dalam ayat ini adalah zaidah (tambahan). Sedangkan menurut sebagian dari mereka, huruf la ini ditambahkan untuk mengukuhkan keingkaran. Perihalnya sama dengan pengertian yang terdapat di dalam perkataan seorang penyair: ‘Sesungguhnya aku tidak pernah melihat dan tidak pernah pula mendengar semisalnya.’
Maka kata “in” dimasukkan sebelum ma nafiyah (huruf ma yang bermakna penafian) untuk mengukuhkan makna nafinya. Mereka mengatakan bahwa demikian pula pengertiannya dalam ayat ini, yaitu firman-Nya:
“Apakah yang menghalangimu untuk bersujud.” (Al-A'raf: 12)
Padahal sebelumnya telah disebutkan melalui firman-Nya:
“Dia (Iblis) tidak termasuk mereka yang bersujud.” (Al-A"raf: 11)
Yang mengandung pengertian ketiadaan bersujud.
Kedua pendapat di atas diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan keduanya disanggah oleh Ibnu Jarir. Ibnu Jarir sendiri memilih pendapat yang mengatakan bahwa makna “mana'aka'” mengandung pengertian kata kerja lain yang bentuk lengkapnya adalah seperti berikut, "Apakah yang menghalangi, memberatkan, memaksa, dan membuatmu untuk tidak bersujud di saat Aku perintahkan kamu untuk melakukannya," atau pengertian yang semisal. Pendapat ini cukup baik dan kuat.
Ucapan iblis yang mengatakan:
“Saya lebih baik daripadanya (Adam).” (Al-A'raf: 12)
Alasan iblis ini merupakan alasan yang kedudukannya lebih besar daripada sekedar dosa, seakan-akan iblis membangkang tidak mau taat karena tidak ada perintah yang menganjurkan seseorang yang memiliki keutamaan bersujud kepada orang yang lebih rendah keutamaannya daripada yang diperintah. Iblis laknatullah mengatakan, "Saya lebih baik daripadanya, maka mengapa Engkau perintahkan saya untuk bersujud kepadanya?" Kemudian iblis mengatakan bahwa dirinya lebih baik karena ia diciptakan dari api, sedangkan api itu lebih baik daripada apa yang diciptakan-Nya dari tanah liat.
Iblis yang laknat dalam alasannya mengacu kepada asal unsur kejadian, tidak mengacu kepada kemuliaan yang besar yang ada pada diri Adam. Yaitu Allah menciptakan Adam dengan tangan kekuasaan-Nya sendiri dan meniupkan roh (ciptaan)-Nya ke dalam tubuhnya. Iblis melakukan perbandinganyang tidak benar, berlawanan dengan nas firman Allah ﷻ yang mengatakan:
“Maka tunduklah kalian kepadanya dengan bersujud.” (Al-Hijr: 29, Shad: 72)
Iblis memisahkan diri di antara malaikat karena tidak mau bersujud. Karena itulah maka dia terusir dari rahmat dan putus asa dari rahmat.
Iblis laknatullah keliru dalam membuat perbandingan dan pengakuannya yang mengatakan bahwa api lebih mulia daripada tanah. Padahal sesungguhnya tabiat tanah liat itu ialah kuat, sabar, tenang, dan kokoh. Tanah merupakan tempat bagi tumbuh-tumbuhan, pengembangan, penambahan, dan perbaikan. Sedangkan api mempunyai watak yang panas, membakar, liar, dan cepat. Karena itulah iblis berkhianat terhadap unsur kejadian dirinya, sedangkan Adam mendapat manfaat dari unsur kejadiannya, yaitu selalu ingat kepada Allah, kembali kepada-Nya, tenang, taat dan berserah diri kepada perintah Allah ﷻ, mengakui dosa dan memohon tobat serta ampunan.
Di dalam kitab Shahih Muslim disebutkan melalui Siti Aisyah bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: “Malaikat diciptakan dari nur (cahaya), dan iblis diciptakan dari nyala api, sedangkan Adam diciptakan dari apa yang telah digambarkan kepada kalian.” Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Abdullah ibnu Mas'ud, telah menceritakan kepada kami Na'im ibnu Hammad, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Allah menciptakan malaikat dari nur Arasy, dan menciptakan jin dari nyala api, serta menciptakan Adam dari apa yang digambarkan kepada kalian.”
Saya (perawi) bertanya kepada Na'im ibnu Hammad, "Di manakah engkau mendengar hadits Abdur Razzaq ini?" Na'im menjawab, "Di Yaman." Menurut lafal lain dari hadits ini yang tidak shahih disebutkan seperti berikut: “Dan Aku menciptakan bidadari yang bermata jeli dari za'faran.”
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim, telah menceritakan kepada kami Al-Husain, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Kasir, dari Ibnu Syauzab, dari Matar Al-Waraq, dari Al-Hasan sehubungan dengan makna firman-Nya:
“Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah." (Al-A'raf: 12)
Bahwa iblis membanding-bandingkan dengan Adam, dialah yang mula-mula melakukan analogi (kias). Sanad atsar berpredikat shahih.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Umar ibnu Malik, telah menceritakan kepadanya Yahya ibnu Salim At-Taifi, dari Hisyam ibnu Sirin yang telah mengatakan, bahwa Iblislah yang mula-mula membuat analogi, dan tidak pernah matahari dan bulan disembah kecuali karena adanya analogi itu. Sanad atsar ini juga berpredikat shahih.
Allah mempertanyakan alasan penolakan Iblis untuk sujud kepada Adam. Dia berfirman, Apakah yang menghalangimu untuk menghormati Adam sehingga kamu tidak bersujud kepadanya ketika Aku menyuruhmu' Dengan penuh angkuh dan sombong, Iblis menjawab, Aku tidak pantas bersujud kepadanya karena aku lebih baik daripada dia sehingga aku tidak wajar bersujud kepadanya. Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah, dan api lebih baik daripada tanah. Ucapan Iblis ini merupakan cerminan keangkuhan dan kesombongannya. Menanggapi kedurhakaan dan sikap Iblis, Allah langsung menyuruhnya keluar dari surga. Allah berfirman, Maka karena kesombongan dan pembangkanganmu, turunlah kamu darinya, yakni dari dalam surga, karena apa pun alasanmu kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya. Keluarlah kamu dari surga ini, karena sesung-guhnya kamu termasuk makhluk yang hina.
Allah bertanya kepada Iblis, "Apakah gerangan yang menyebabkan kamu membangkang perintah kami, enggan sujud kepada Adam ketika Kami memerintahkan yang demikian itu? Dengan penuh kesombongan setan menjawab, "Saya tidak akan sujud kepada Adam untuk menghormatinya, karena saya lebih tinggi dan lebih mulia dari Adam, saya Engkau ciptakan dari api sedang Adam Engkau ciptakan dari tanah". Iblis menganggap api itu lebih mulia dari tanah.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Setelah menerangkan bahwa Allah telah banyak membinasakan negeri atau desa karena tidak peduli akan petunjuk yang dibawakan oleh rasul, dan sampai kepada pertimbangan yang adil kelak di akhirat, datanglah sambungan ayat Allah, yang meninggalkan kesan dalam jiwa orang yang beriman tentang patut atau tidaknya makhluk durhaka kepada Allah.
Ayat 10
“Dan sesungguhnya telah kami tetapkan kamu di bumi dan telah Kami jadikan untuk kamu di dalamnya berbagai penghidupan."
Mendengar bunyi ayat ini, timbullah pertanyaan dalam hati manusia yang berpikir: adakah patut dia mendurhaka kepada Allah, padahal dia sebagai manusia telah diberi ketetapan hidup dalam bumi ini? Orang-orang yang lebih ahli dan telah menyelidiki lebih dalam betapa asal mula manusia diberi ketetapan hidup dalam bumi ini akan kagum mendengar ketentuan ayat ini. Dengan ukuran lebih tertentu dari matahari dan bulan, bisalah manusia mendiami bumi ini tempat hidup.
Menurut penyelidikan ahli-ahli dan penyelidikan mereka, yang baru diketahui sekarang hanyalah bintang yang bernama bumi ini saja yang menyediakan hidup bagi manusia. Manusia tidak dapat hidup dalam matahari atau di bulan atau di bintang lain. Di bumi inilah manusia mendapat ketetapan hidup. Kemudian, dijadikan pula di dalam bumi itu berbagai ragam mata penghidupan. Di dalam surah al-Baqarah (ayat 29) dijelaskan bahwa Dia telah menjadikan untukmu apa yang ada di atas bumi ini semuanya. Namun, sebagaimana yang telah diriyatakan pada ayat ketiga tersebut,
“Sedikitlah kamu yang berterima kasih."
Tidaklah terhitung betapa banyak nikmat yang diberikan Allah kepada manusia sehingga dia bisa menetap hidup dalam bumi ini. Matahari tetap bersinar, tidak terlalu dekat sehingga manusia mati kepanasan dan tidak terlalu jauh sehingga manusia mati kediriginan dan tetap pembagian siang dan malam sehingga hidup manusia tidak kacau. Air tetap ada untuk makanan dari hasil bumi selalu keluar sehingga tidak mati kelaparan.
Namun sayang, karena terlalu banyak mendapat nikmat yang teratur itu, terlalu sedikit manusia yang insaf dan berterima kasih kepada Allah dan terlalu banyak yang lupa sehingga menempuh jalan yang salah. Sebab yang terutama ialah karena mereka tidak mau mengenal siapa dirinya, dari mana asal datangnya, mengapa dia sampai diberi ketetapan hidup di bumi. Kalau dia sadar akan hal itu, niscaya manusia akan berterima kasih kepada Allah.
Ayat 11
“Dan sesungguhnya telah Kami jadikan kamu dan telah Kami beri kamu rupa"
Ingatlah itu supaya kamu insaf dan berterima kasih kepada Allah. Bahwa Allah telah menjadikan kamu sebagai insan, asalnya ialah dari tanah liat atau dari setetes mani (maa-in laazibiri). Baik kejadian nenek moyangmu sebagai manusia pertama atau kejadian dirimu sendiri sekarang ini, semuanya adalah dari tanah. Kemudian, tanah itulah yang melalui berbagai proses sehingga jadi mani, jadi segumpalan air (nuthfah), kemudian jadi segumpal darah (alaqah), kemudian menjadi segumpalan daging (mudhghah), terus dijadikan tulang, terus diselimuti dengan daging, terus diberi bentuk rupa atau wajah yang elok ini. Demikianlah manusia sekalian. Dan dari tanah pula nenek moyang kita dahulu, yaitu Adam a.s. diciptakan sampai menjadi tubuh, diberi rupa dan diberi nyawa.
“Kemudian itu telah Kami katakan kepada malaikat, ‘Sujudlah kepada Adam!' Maka sujudlah mereka kecuali iblis. Tidaklah ada dia dari mereka yang sujud."
Ayat 12
“Dia berfirman, ‘Apakah yang menghambat engkau sampai tidak sujud ketika Aku perintahkan engkau?"
Bunyi pertanyaan Allah ini amat dalam bust diperhatikan. Apa yang menghambat engkau sampai tidak mau sujud. Adakah perintah atau larangan lain yang lebih tinggi dari perintah atau larangan Allah sehingga perintah Allah sendiri tidak engkau jalankan?
“Dia menjawab, ‘Aku lebih baik dari dia. Engkau telah menjadikan daku dari api dan Engkau telah menjadikannya dari tanah.'"
Dalam jawaban ini sudah nyata bahwa iblis masih tetap memandang bahwa tidak ada Tuhan yang selain Allah yang menyuruh menentang perintah Allah, melainkan dirinya sendirilah yang merasa keberatan, bukan atas desakan yang lain. Sebab, dia merasa dia lebih mulia. Allah menjadikannya dari api, sedangkan manusia dia jadikan dari tanah. Menurut anggapan iblis, api lebih mulia daripada tanah. Oleh sebab itu, dia lebih mulia dari manusia. Yang lebih mulia tidak patut bersujud kepada yang kurang mulia.
Di sini, tampak bukan lagi perintah Allah yang penting bagi iblis, melainkan kedudukan diri sendiri. Kalau kita perdalam lagi, Allah menyuruh sujud itu bukanlah karena soal mana yang lebih mulia dan mana yang kurang mulia. Soalnya ialah perintah dari Allah sendiri. Api dan tanah adalah sama-sama makhluk Allah. Makhluk hendaklah taat kepada perintah Khaliqnya, Malaikat semuanya mengerti soal itu, hanya iblis yang tidak. Bukan dia tidak mengerti, tetapi dia membesarkan diri. Dengan sebab tidak sujud, dia telah melanggar apa yang diperintahkan oleh Allah.
Tentang hal ini menulislah Ibnu Katsir di dalam tafsirnya, “Dan perkataan iblis yang dikutuk Allah itu bahwa aku lebih baik daripadanya, adalah suatu pengelakan diri yang lebih besar daripada dosa. Seakan-akan dia tidak mau tunduk taat kepada perintah Allah karena merasa dirinya lebih mulia dan yang lebih mulia tidaklah layak bersujud kepada yang kurang mulia. ‘Saya lebih mulia daripadanya, bagaimana Engkau suruh sujud aku kepadanya?' Kemudian, dikatakannya bahwa dia lebih mulia, sebab dia dijadikan dari api dan api lebih mulia daripada tanah. Si iblis terkutuk itu lebih melihat pada unsur asal kejadian, tidak memandang pada kemuliaan Mahabesar yang lebih dari semua dan ruh-Nya sendiri pula yang ditiupkan kepada tubuh itu sehingga dia bernyawa. Oleh sebab itu, iblis telah membuat suatu perbandirigan yang salah." Kata Ibnu Katsir selanjutnya, “Dia menyangka api lebih mulia daripada tanah, padahal tanah adalah tenang, pemaaf, sabar, dan teguh. Tanah adalah tempat bertumbuh dan berkembang dan bertambah dan perbaikan, sedangkan api tabiatnya hanya membakar, merusak dan selalu terburu-buru. Oleh karena itu, iblis telah mengkhianati unsur kejadiannya dan Adam telah mengambil manfaat pula dari unsur kejadiannya, dengan kembali, tenang, dan patuh dan menyerah kepada Allah, sudi mengakui dosa lalu meminta ampun." Sekian Ibnu Katsir.
Tersebut pula di dalam sebuah hadits yang dirawikan oleh Muslim di dalam Shahih-nya, daripada Aisyah Ummul Mu'minin:
“Berkata Aisyah, ‘Berkata Rasulullah, malaikat itu dijadikan daripada nur (cahaya) dan dijadikan iblis daripada nyala api dan dijadikan
Adam daripada apa yang telah diriyatakan sifatnya kepada kamu.'" (HR Muslim dari Aisyah)
Di dalam surah al-Kahf ayat 50 dijelaskanlah ketika mengisahkan pula perihal kedurhakaan iblis yang tidak mau sujud kepada Adam ketika diperintahkan Allah itu bahwa iblis itu adalah dari jin dan di dalam surah ar-Rahmaan ayat 15 telah dijelaskan pula bahwa Jin itu terjadi dari nyala api.
Niscaya pendurhakaan yang demikian besar telah menyebabkan murka Allah kepada iblis. Sebab kemurkaan pada tempat yang patut murka adalah salah satu tanda kebesaran Allah. Dan kalau Allah tidak murka pada tempat yang patut dimurkai, niscaya kuranglah kebesaran Allah. Mustahil kurang kebesaran Allah itu.
Ayat 13
“Berfirman Dia, Turunlah engkau daripadanya karena tidaklah patut engkau menyombong padanya."
Di dalam bahasa Arab dalam ayat ialah ihbith, artinya kita pilih “turunlah engkau". Kalimat habatha berarti “turun" dan berarti juga “jatuhlah engkau daripadanya" atau “meluncurlah engkau daripadanya". Tandanya adalah bahwa tempat itu adalah tempat yang mulia. Tempatyangmuliatidakusahdipikirkan terletak di langit. Orang yang tinggal di tempat datar, bisa juga jatuh karena dijatuhkan pangkatnya. Sejak si iblis merasa sombong dan lebih mulia, turunlah martabatnya, tidaklah dia berhak lagi menempati tempat yang mulia itu, dia diperintahkan merosot turun. Sebab, apabila orang telah mulai menyombong mulailah dia jatuh. Apalagi kesombongan itu telah dibuktikan dengan keengganan menjalankan perintah. Lanjutan ayat memperjelas lagi bagaimana jatuh hina iblis yang sombong itu.
“Maka keluarlah engkau! Sesungguhnya engkau adalah daripada golongan orang yang kecil."
Di sini tampak bahwasanya orang yang mulia merasa dirinya besar karena sombong, merosot turun menjadi kecil, tak ada harganya lagi. Hamba Allah sejati ialah yang merasa kecil dirinya di hadapan Allah dan taat akan perintah-Nya, itulah orang yang tinggi. Namun, bila telah merasa diri besar lalu menyombong, turunlah dia menjadi kecil dan diusir, tidak layak lagi duduk di tempat yang mulia.
Rupanya pengusiran bukan memberi kesadaran kepada iblis, melainkan menambah kesombongan dengan dendam. Oleh sebab itu,
Ayat 14
“Dia berkata, ‘Beri kesempatanlah aku, sampai kepada hari mereka akan dibangkitkan.'"
Di dalam ayat ini diriyatakan bahwa iblis memohon kepada Allah agar kepadanya diberi kesempatan menghadapi Adam dengan segala keturunannya itu, sejak dia disuruh keluar itu sampai kepada masa kebangkitan kelak, yaitu sampai berbangkit di hari Kiamat. Permohonannya itu dikabulkan oleh Allah.
Ayat 15
“Dia berfirman, ‘Sesungguhnya engkau daripada orang-orang yang diberi kesempatan.'"
Artinya bahwa permintaan engkau itu dikabulkan. Diberi kepada engkau kesempatan yang seluas-luasnya, sebagai engkau minta itu, sampai hari tertentu. Di dalam surah al-Hijr ayat 38, kita diberi penjelasan lagi bahwa permohonan iblis yang meminta diberi kesempatan hidup sampai manusia dibangkitkan itu, telah dikabulkan oleh Allah bahwa iblis diberi kesempatan sampai suatu waktu yang telah ditentukan. Artinya tidak terkabul permohonannya yang terlalu rakus itu, sampai manusia dibangkitkan. Sebab dengan permintaan itu dia mencoba meminta hendak mengelakkan maut. Menurut tafsir Ibnu Abbas waktu yang ditentukan itu ialah tiupan Sangkakald yang pertama, yang pada saat itulah semua yang bernyawa mati serentak, termasuk iblis. Tiupan Sangkakala yang kedua kali ialah tiupan menyuruh semua yang telah mati bangkit kembali. Tentang tiupan Sangkakala dua kali itu dapat dibaca di surah az-Zumar.
Ayat 16
“Dia berkata, ‘Demi sebab Engkau telah menyesatkan daku maka sungguh akan aku halangi mereka dari jalan Engkau yang lurus itu.'"
Allah telah menghukum dia termasuk golongan yang sesat, martabatnya telah dijatuhkan dari kedudukan yang mulia pada kehinaan, sesudah dianggap orang besar, sekarang sudah jatuh jadi kecil karena sombongnya. Dalam ayat ini diterangkan, dia tidak menyesal atas hukuman yang demikian, malahan sebagai pepatah bangsa kita dia telah bersikap: “Kepalang mandi, lebih baik basah kuyup". Jangan tanggung-tanggung. Oleh sebab itu, dia nyatakanlah maksudnya, yaitu kesempatan luas panjang yang diberikan kepadanya itu akan dipergunakannya menghalangi manusia itu dari jalan Allah yang lurus.
Ayat 17
“Kemudian itu."
Artinya setelah keinginan itu diberikan kepadanya, menghalangi manusia di dalam menempuh jalan Allah yang lurus, Ash-Shi-rathal Mustaqim, iblis menyatakan rencananya kepada Allah: “Aku akan mendatangi mereka dari hadapan mereka dan dari belakang mereka dan dari kanan mereka dan dari kiri mereka." Artinya, dari segala pelosok aku akan datang menghalangi jalan mereka itu dari muka belakang dari kanan dan dari kiri sehingga tidaklah mereka akan aku biarkan berjalan di atas jalan itu dengan mudah.
“Dan tidaklah akan Engkau dapati kebanyakan mereka itu berterima kasih."
Inilah yang dibayangkan Allah pada ayat 10 sebelumnya. Yaitu bahwasanya manusia telah diberi ketetapan buat hidup di atas bumi dan telah diberi berbagai ragam mata penghidupan, tetapi amat sedikitlah mereka yang berterima kasih kepada Allah atas rahmat yang dilimpahkan Allah kepada manusia. Dengan ujung ayat 17 ini Allah memberi peringatan kepada kita bahwa sebab yang terbesar makanya manusia tidak berterima kasih ialah karena mereka telah kena oleh rencana per-dayaan setan dan iblis! Telah kena subversi dengan berbagai gangguan dari setan dan iblis.
Ayat 18
“Dia berfirman, ‘Keluarlah engkau daripadanya dalam keadaan terhina dan …"
Kemurkaan Allah ini telah ditegaskan karena si iblis benar-benar telah menyatakan maksud jahatnya. Dan dia tidak dihalangi buat melangsungkan maksudnya itu. Namun, Allah memberikan ketegasan,
“Sesungguhnya barangsiapa yang mengikuti engkau dari mereka, sesungguhnya akan Aku penuhkan Jahan-nam dengan kamu sekalian."
Dapat kita simpulkan bunyi ayat bahwa dengan murka Allah, iblis diusir dengan hina dari tempat yang mulia itu. Dia boleh menjalankan rencananya yang jahat itu. Namun, awaslah karena barangsiapa yang memasuki tipu daya iblis itu akan dimasukkan ke dalam jahannam bersama-sama si iblis. Dengan ini, si iblis diancam dan orang-orang yang mengikutinya itu pun diancam. Keduanya kelak akan menjadi isi neraka.
Kisah dari Adam dan Iblis ini diulang-ulangi Allah di dalam beberapa surah. Sejak surah al-Baqarah, al~A'raaf, al-Hijr, al-lsraa', al-Kahf, dan Thaahaa, semuanya yang satu melengkapkan yang lain. Di dalam surah al-Hijr ayat 42 dan di dalam surah al-lsraa1 ayat
65, disebutkan sambutan Allah kepada iblis ketika dia meminta kesempatan hendak mem-perdayakan manusia itu bahwa Allah dengan tegas menjawab, bahwa hamba-hamba-Ku atau orang-orang yang menghambakan dirinya kepada-Ku tidaklah dapat engkau kuasai. Dan dahulu di dalam surah al-Baqarah ayat 38 pun ditegaskan pada pesanan Allah ketika Adam dan Hawa disuruh keluar dari dalam surga itu bahwa barangsiapa yang mengikuti akan petunjuk-Ku tidaklah dia ketakutan atas mereka dan tidak pula akan ada duka cita! Artinya usah gentar gangguan iblis!