Ayat
Terjemahan Per Kata
لَّن
sekali-kali tidak
يَسۡتَنكِفَ
enggan
ٱلۡمَسِيحُ
Al Masih
أَن
bahwa
يَكُونَ
adalah ia/menjadi
عَبۡدٗا
hamba
لِّلَّهِ
bagi Allah
وَلَا
dan tidak
ٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ
Malaikat
ٱلۡمُقَرَّبُونَۚ
yang terdekat
وَمَن
dan barang siapa
يَسۡتَنكِفۡ
enggan
عَنۡ
dari
عِبَادَتِهِۦ
menyembahNya
وَيَسۡتَكۡبِرۡ
dan ia menyombongkan diri
فَسَيَحۡشُرُهُمۡ
maka Dia/Allah akan mengumpulkan mereka
إِلَيۡهِ
kepadaNya
جَمِيعٗا
semuanya
لَّن
sekali-kali tidak
يَسۡتَنكِفَ
enggan
ٱلۡمَسِيحُ
Al Masih
أَن
bahwa
يَكُونَ
adalah ia/menjadi
عَبۡدٗا
hamba
لِّلَّهِ
bagi Allah
وَلَا
dan tidak
ٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ
Malaikat
ٱلۡمُقَرَّبُونَۚ
yang terdekat
وَمَن
dan barang siapa
يَسۡتَنكِفۡ
enggan
عَنۡ
dari
عِبَادَتِهِۦ
menyembahNya
وَيَسۡتَكۡبِرۡ
dan ia menyombongkan diri
فَسَيَحۡشُرُهُمۡ
maka Dia/Allah akan mengumpulkan mereka
إِلَيۡهِ
kepadaNya
جَمِيعٗا
semuanya
Terjemahan
Almasih tidak akan pernah enggan menjadi hamba Allah dan begitu pula para malaikat yang dekat (kepada Allah). Siapa yang enggan menyembah-Nya dan menyombongkan diri, maka Allah akan mengumpulkan mereka semua kepada-Nya.
Tafsir
(Almasih tidak merasa malu) maksudnya Almasih yang kamu katakan sebagai Tuhan itu tidak merasa enggan dan takabur (menjadi hamba bagi Allah dan tidak pula enggan malaikat-malaikat yang terdekat) kepada Allah mereka juga tidak malu untuk menjadi hamba-Nya. Ini suatu kalimat selang yang terbaik yang dikemukakan untuk menolak anggapan sementara orang bahwa mereka adalah Tuhan atau putri-putri Allah sebagaimana kalimat yang sebelumnya digunakan untuk menolak anggapan kaum Nasrani bahwa Isa adalah putra-Nya. (Siapa yang enggan untuk menyembah-Nya dan menyombongkan diri maka kelak Allah akan mengumpulkan mereka semua kepada-Nya) yakni di akhirat.
Tafsir Surat An-Nisa': 172-173
Al-Masih sekali-kali tidak enggan menjadi hamba bagi Allah, dan tidak (pula enggan) malaikat-malaikat yang terdekat (kepada Allah). Barang siapa yang enggan dari menyembah-Nya dan menyombongkan diri, nanti Allah akan mengumpulkan mereka semua kepada-Nya.
Adapun orang-orang yang beriman dan berbuat amal saleh, maka Allah akan menyempurnakan pahala mereka dan menambah untuk mereka sebagian dari karunia-Nya. Adapun orang-orang yang enggan dan menyombongkan diri, maka Allah akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih, dan mereka tidak akan memperoleh bagi diri mereka pelindung dan penolong selain dari Allah.
Ayat 172
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Hisyam, dari Ibnu Juraij, dari ‘Atha’, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: “Tidak sekali-kali enggan.” (An-Nisa: 172) Makna yang dimaksud ialah tidak menyombongkan diri, sedangkan menurut Qatadah artinya tidak enggan atau tidak segan-segan “Al-Masih menjadi hamba bagi Allah, dan tidak (pula enggan) malaikat-malaikat yang terdekat (kepada Allah).” (An-Nisa: 172) Sebagian ulama mengatakan bahwa malaikat lebih utama dari manusia berdasarkan ayat ini, karena Allah ﷻ berfirman: “Dan tidak pula enggan malaikat-malaikat yang terdekat (kepada Allah).” (An-Nisa: 172) Padahal mereka tidak mempunyai dalil dari ayat ini, karena sesungguhnya lafal ul-mala-ikah di-'ataf-kan kepada al-masih tiada lain karena pengertian istinkaf adalah enggan atau menolak, sedangkan para malaikat lebih mampu daripada Al-Masih untuk melakukan hal tersebut.
Untuk itu disebutkan: “Dan tidak (pula enggan) malaikat-malaikat yang terdekat (kepada Allah).” (An-Nisa: 172) Padahal tidak mesti bila keadaan mereka lebih kuat dan lebih mampu daripada Al-Masih untuk melakukan hal tersebut, lalu dikatakan bahwa mereka lebih utama daripada dia.
Menurut pendapat yang lain, sesungguhnya para malaikat disebutkan dalam ayat ini tiada lain karena mereka dijadikan sebagai tuhan-tuhan selain Allah, sebagaimana Al-Masih dijadikan tuhan. Maka Allah ﷻ memberitahukan bahwa mereka semuanya adalah hamba-hamba-Nya dan makhluk-Nya, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya: “Dan mereka berkata, ‘Tuhan Yang Maha Pemurah telah mengambil (mempunyai) anak.’ Maha Suci Allah.
Sebenarnya malaikat-malaikat itu adalah hamba-hamba yang dimuliakan.” (Al-Anbiya: 26) hingga beberapa ayat selanjutnya.
Karena itu. dalam firman selanjutnya dari ayat ini disebutkan:
“Barang siapa yang enggan dari menyembah-Nya dan menyombongkan diri, nanti Allah akan mengumpulkan mereka semua kepada-Nya.” (An-Nisa: 172)
Yaitu kelak Allah ﷻ akan mengumpulkan semuanya di hari kiamat, dan Dia akan memutuskan di antara mereka dengan hukum-Nya yang adil lagi tidak zalim dan tidak ada penyimpangan (berat sebelah).
Ayat 173
Dalam ayat berikutnya disebutkan: “Adapun orang-orang yang beriman dan berbuat amal saleh, maka Allah akan menyempurnakan pahala mereka dan menambah untuk mereka sebagian dari karunia-Nya.” (An-Nisa: 173)
Artinya, Allah akan memberi mereka pahala yang sesuai dengan amal salehnya, dan memberikan tambahan kepada mereka atas hal tersebut dari karunia, kebaikan, anugerah, rahmat, dan keluasan-Nya.
Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari jalur Baqiyyah, dari Ismail ibnu Abdullah Al-Kindi, dari Al-A'masy, dari Sufyan, dari Abdullah secara marfu', bahwa Rasulullah ﷺ membaca firman-Nya: “Maka Allah akan menyempurnakan pahala mereka dan menambah untuk mereka sebagian dari karunia-Nya.” (An-Nisa: 173) Yakni pahala mereka sepenuhnya. Lalu Rasulullah ﷺ bersabda menafsirkannya: “Allah memasukkan mereka ke dalam surga.” Adapun untuk firman Allah ﷻ berikut ini: “Dan menambah untuk mereka sebagian dari karunia-Nya.” (An-Nisa: 173) Nabi ﷺ bersabda menafsirkan pengertian tambahan itu, yaitu: (Diizinkan oleh Allah memberi) syafaat terhadap orang yang telah dipastikan baginya masuk neraka, dari kalangan orang-orang yang pernah berbuat kebaikan kepada mereka ketika di dunianya.
Akan tetapi, sanad hadits ini tidak kuat; dan apabila memang benar diriwayatkan dari Abdullah ibnu Mas'ud secara mauquf, maka predikatnya hanya jayyid (baik) saja.
“Adapun orang-orang yang enggan dan menyombongkan diri.” (An-Nisa: 173)
Yakni tidak mau taat kepada Allah dan tidak mau menyembah-Nya serta menyombongkan dirinya dari hal itu. Maka dalam firman selanjutnya disebutkan balasan mereka, yaitu:
“Maka Allah akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih, dan mereka tidak akan memperoleh bagi diri mereka pelindung dan penolong selain dari Allah.” (An-Nisa: 173)
Ayat ini semakna dengan ayat lainnya, yaitu firman-Nya: “Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” (Al-Mu-min: 60) Yakni dalam keadaan hina dina dan tertunduk, sebagaimana mereka congkak dan sombong ketika di dunia.
Ayat selanjutnya menyatakan bahwa Nabi Isa bukan Tuhan dan bukan pula pelindung atau juru selamat bagi umat manusia, melainkan seorang hamba Allah. Ayat ini menyatakan bahwa Al-Masih yang dipertuhankan oleh orang-orang Nasrani sama sekali tidak enggan, tidak malu, menjadi hamba Allah yang tunduk dan taat kepada-Nya, dan begitu pula para malaikat yang terdekat kepada Allah, yakni malaikatmalaikat yang didekatkan kedudukannya di sisi Allah seperti Malaikat Jibril, Mikail, dan Israfil. Dan barang siapa enggan menyembah-Nya dan menyombongkan diri, serta tidak taat kepada perintah-Nya, maka Allah akan mengumpulkan mereka semua, baik yang enggan maupun yang menyombongkan diri, kepada-Nya, kelak di hari kemudian. Setelah dijelaskan bahwa semua orang yang beriman akan dikumpulkan Allah kelak di hari Kiamat, pada ayat ini dikemukakan balasan yang dijanjikan kepada orang-orang yang beriman dan siksaan yang pedih bagi orang yang enggan, sombong, dan tidak mau beribadah kepada-Nya. Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, sebagai bukti bahwa mereka tidak enggan menjadi hamba Allah, maka Allah akan menyempurnakan pahala bagi mereka di akhirat kelak dan menambah sebagian dari karunia-Nya yang tidak terhitung banyaknya. Sedangkan orang-orang yang enggan menyembah Allah, tidak taat kepada perintah-Nya, dan menyombongkan diri dengan mengingkari perintahNya itu, maka Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih disebabkan kedurhakaan mereka. Dan mereka tidak akan mendapatkan pelindung dan penolong yang dapat meringankan siksa atas mereka selain Allah yang mereka enggan menyembah dan taat kepada-Nya.
Kemudian sebagai penolakan atas anggapan bahwa Isa a.s. itu adalah Tuhan, Allah menjelaskan bahwa Isa a.s. sendiri, begitu pula malaikat-malaikat tidak merasa enggan dikatakan hamba Allah dan tidak pernah menyombongkan diri, sehingga mengatakan aku ini adalah Tuhan, karena Isa a.s. dan malaikat--malaikat itu menyadari dan mengetahui dengan penuh keyakinan bahwa Allah Mahabesar, Mahakuasa dan Mahakaya. Dialah yang patut disembah, patut diagungkan dan patut diminta rahmat dan karunia-Nya. Sedangkan malaikat yang tinggi derajatnya dan amat dekat kepada Tuhan dan di antara mereka itu ada yang diutus Allah untuk meniupkan roh ciptaan-Nya ke dalam tubuh Maryam, ibu Isa a.s., Isa a.s., yang dimuliakan-Nya dan diangkat menjadi rasul, tentu tidak mungkin akan berkata aku ini adalah Tuhan yang harus disembah, dipuja, dan diagungkan. Orang yang enggan menyembah Allah dan menyombongkan diri termasuk orang-orang yang tiada mengakui adanya Tuhan, adalah orang durhaka, orang-orang yang tak tahu diri dan tak mempergunakan akal pikirannya. Allah akan mengumpulkan mereka di padang mahsyar kelak bersama-sama dengan orang-orang mukmin dan semua makhluk Allah lainnya dan mereka akan menerima siksaan yang pedih karena kesesatan dan kedurhakaannya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
BERAGAMA JANGAN MELEBIH-LEBIHI
Ayat 171
“Wahai Ahlul Kitab! Janganlah kamu berlebih-lebihan pada agama kamu, dan janganlah kamu berkata atas nama Allah kecuali yang sebenarnya."
Di dalam ayat ini bertemu kata berlebih-lebihan, sebagai teguran kepada Ahlul Kitab, sebab mereka telah berlebih-lebihan sehingga agama telah jauh terpesong dari garisnya yang asal karena penganutnya sudah berlebih-lebihan atau keterlaluan. Berlebih-lebihan adalah terjemahan kita atas lafal ghuluw. Ahlul Kitab yang ditegur di sini ialah orang Nasrani yang sudah sangat berlebih -lebihan dalam memuliakan Nabi Isa, sampai beliau dikatakan Tuhan, disebut Tuhan Yesus. Padahal martabat Isa tidaklah sampai sedemikian. Beliau hanyalah seorang hamba Allah yang diberi tugas menjadi utusan Allah.
Niscaya teguran Allah kepada Ahlul Kitab ini menjadi sindiran juga bagi kita umat Muhammad, agar kita jangan sampai berlebih-lebihan pula di dalam meninggikan Nabi Muhammad ﷺ karena menurut sebuah ha-dits yang dirawikan oleh Bukhari dari Umar bin Khaththab,
“Berkata Rasulullah, ‘Janganlah kamu angkat-angkat aku, sebagaimana orang Nasrani mengangkat-angkat anak Maryam. Aku ini lain tidak, adalah hamba Allah. Sebab itu katakanlah hamba Allah dan utusan-Nya." (HR Bukhari)
Berkata Imam Ahmad bin Hambal, “Aku terima hadits dari Hasan bin Musa, dia menerima hadits itu Hammad bin Salamah, dan Tsabit al-Bunany dan Annas bin Malik; bahwa seseorang berkata, ‘Ya Muhammad, wahai tuan kami, anak tuan kami, orang baik kami, anak dari orang baik-baik kami!' Mendengar itu berkata Rasulullah ﷺ, ‘Wahai manusia! Janganlah berkata begitu, janganlah kamu sampai disesatkan oleh setan. Aku ini adalah Muhammad anak Abdullah, seorang hamba Allah dan Rasul-Nya. Demi Allah, tidaklah aku senang hati jika kamu angkat-angkat aku melebihi dari kedudukanku yang telah didudukkan aku oleh Allah padanya.'"
Kedua hadits inilahyangtelah memberikan ilham bagi al-Bushairiy ketika dia menyusun syair burdah memuji-muji Rasulullah ﷺ.
Tinggalkanlah apa yang didakwahkan oleh orang Nasrani terhadap Nabi mereka.
Sesudah itu putuskan sendirilah apa pujian yang engkau berikan kepadanya, tetapi batasilah diri.
Sesudah itu datang lanjutan ayat, “Dan janganlah kamu berkata atas nama Allah kecuali yang sebenarnya." Yaitu janganlah dikatakan yang tidak-tidak tentang sifat Allah. Sebagaimana yang dicatatkan orang di dalam Kitab Kejadian Pasal 6 ayat 6, bahwa Allah pernah manyesal dan sangat berduka cita karena sudah terlanjur menjadikan manusia. Atau Allah bingung tidak segera dapat mengambil keputusan terhadap Adam yang telah bersalah memakan buah yang terlarang; bingung dijepit oleh kedua sifat-Nya, yaitu kasih dan adil. Beribu tahun kemudian, baru Dia mengambil keputusan, yaitu turun langsung ke dunia, lalu masuk ke rongga rahim dara yang suci Maryam, lalu lahir ke dunia dalam tubuh Isa al-Masih, dan Isa al-Masih itu ialah anak Allah, bahkan dialah Allah sendiri. Semuanya ini adalah mengatakan di atas nama Allah hal-hal yang tidak sebenarnya, tegasnya ialah memperkecil penilaian manusia terhadap kepada Allah karena hendak mengangkat martabat Isa anak Maryam menjadi Allah.
Lalu lanjutan ayat, “Sesungguhnya al-Masih Isa anak Maryam itu, lain tidak hanyalah Rasulullah." Bukanlah dia itu Allah yang menjelma jadi anak, dan bukan pula dia anak dari Allah. Tugasnya hanya satu, yaitu menjadi Rasulullah, utusan atau pesuruh Allah. Maka kalau pendirian yang telah diputuskan itu, yaitu menganggap dia penjelmaan Allah atau anak Allah nyatalah bahwa sikap ini sudah melebih-lebihi, keterlaluan, atau melampau-lampaui. “Dan kalimat-Nya yang Dia letakkan kepada Maryam dan Ruh yang datang daripada-Nya."
Kalimat Allah artinya ialah perintah yang ditentukan Allah. Itulah kalimat ku n, artinya adalah engkau!
Setelah kalimat itu diucapkan Allah, maka datanglah lanjutan fayakun, artinya maka adalah!
Kepada langit, Allah berfirman kun, maka langit pun ada. Kepada sesuatu, kalimat Allah itu berlaku maka semuanya pun ada. Atas kalimat Allah itu pula, Dia berfirman, “Kun Ya Isa!" Adalah engkau, hai Isa! Maka adalah
Isa, yang tadinya belum ada. Isa belum ada sebelum Allah kehendaki. Caranya ialah menurut kehendak Allah itu sendiri, kalimat kun dihadapkan Allah kepada diri Maryam, mengandunglah engkau hai Maryam! Lalu Maryam anak dara yang suci itu bertanya kepada Allah, “Bagaimana hamba akan mengandung padahal hamba belum pernah disentuh laki-laki?" Lalu Allah menjawab, ‘Yang begitu bag i-Ku adalah perkara mudah.' (surah Maryam ayat 21) Apalah sukarnya bagi Allah yang dengan kalimat kun dapat menciptakan cakrawala, menciptakan matahari dan bulan dan bintang-bintang.
Lalu semuanya itu terjadi, jika Allah hendak mencipta seorang anak pada diri seorang perempuan dengan tidak perantaraan laki-laki. Dan Ruh datang daripadanya. Yaitu datanglah Malaikat Jibril menyampaikan kehendak Tuhan, menyampaikan berita itu kepada Maryam, bahwa dia akan hamil. Dibawalah ke dalam diri anak yang tengah dikandung itu Ruh dari Allah. Disebut Ruh dari Allah, bukanlah berarti bahwa Ruh itu adalah bagian dariAllah sendiri. Sebagaimana jika dikatakan Bait Allah (Rumah Allah) bukanlah berarti bahwa dalam rumah itu Allah tinggal.
Boleh pula ditafsirkan bahwa Jibril sendirilah yang disebut Ruh itu. Sebab dalam beberapa ayat di dalam Al-Qur'an disebut bahwa malaikat bersama Ruh turun (surah al-Qadr), atau di hari Kiamat kelak, Ruh dan malaikat akan berdiri di hadapan Allah bershaf-shaf, lalu ditafsirkan bahwa yang dimaksud di sini ialah Malaikat Jibril, (surah an-Naba') dan lain-lain.
Tentang penafsiran Ruhul Qudus ini, tidaklah jauh berbeda bahkan sama dengan Ruhul Qudus yang disebut oleh Matius dalam Ihjil karangannya Pasal 1:18. Ada pun kelahiran Yesus Kristus demikian halnya. Tatkala Maryam yaitu ibunya bertunangan dengan Yusuf sebelum keduanya bersetubuh, maka nyatalah Maryam itu hamil daripada Ruhul Qudus.
Dan disebutkan pula oleh Lukas dalam Injil karangannya Fasal 1: 35. Bahwa Ruhul Qudus akan turun atasmu dan Kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau—Dan Lukas menuliskan lagi pada ayat 43, bahwa hampir bersamaan dengan itu, Elisabeth yang selama ini dalam keadaan mandul dan suaminya Zakariya pun sudah amat tua, dia pun telah mengandung pula, dan diri Elisabeth itu pun dipenuhi oleh Ruhul Qudus.
Berlakulah kehendak Allah bahwa seorang anak perawan yang diketahui kesuciannya dan kebaikan pendidikannya sejak kecil atas kehendak kalimat Allah telah mengandung, dan seorang perempuan mandul yang lakinya pun telah amat tua, mengandung pula. Keduanya itu sama ini, tetapi keduanya itu adalah perkara mudah bagi Allah. Allah memerintahkan Ruhul Qudus, yakni Malaikat Jibril datang kepada kedua perempuan itu, dan datang juga kepada Zakariya memberitahukan bahwa akan kejadian pada dirinya beroleh anak di waktu dirinya sudah sangat tua. Cocoklah kedua hal ini dengan apa yang dikatakan oleh Lukas dalam Injilnya, Pasal 1 ayat 37: karena tiap-tiap firman Allah, satu pun tiada yang mustahil.
Firman Allah atau kalimat Allah, sama artinya. Dalam bahasa Persia disebut firman, dalam bahasa Arab disebut kalimat, tersimpul dalam kata kun (adalah), fa yakun (maka sesuatu itu pun ada)
Datang lanjutan ayat, “Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya." Beriman dan percayatah kepada Allah dalam iman yang sebenarnya, yaitu bahwa Dia adalah Esa, tidak beranak dan tidak diperanakkan, berdiri sendiri-Nya, tidak bersekutu dengan yang lain. Dan beriman pulalah kepada sekalian Rasul Allah, sejak dari Nabi Adam atau Nuh, sampai kepada sekalian nabi-nabi dan rasul-rasul sesudah itu, yang tidak seorang pun di antara mereka yang mengajarkan bahwa Allah beranak atau diperanakkan, atau Allah menjelma jadi anak, atau Allah ragu atau menyesal menjadikan manusia dan sebagainya. “Dan janganlah kamu katakan, ‘Tiga.'“
Ada madzhab Kristen mengatakan bahwa Allah itu tiga, yaitu Allah, Yesus Kristus, dan Maryam.
Ada yang mengatakan bahwa Allah itu mempunyai tiga oknum. Oknum Bapa, oknum Putra yaitu Yesus Kristus, dan oknum Ruhul Qudus.
Di dalam pelajaran iman Kristen ada disebutkan, satu Tuhan di dalam tiga oknum. Bapa dan Putra dan Ruhul Qudus. Bapa ialah Allah, dan Putra ialah Allah, dan Ruhul Qudus Allah juga. Tetapi kesemuanya itu bukan tiga Tuhan, tetapi satu Tuhan yang ada dalam tiga oknum, yang bersamaan jauharnya dan berbeda oknumnya. Karena kesemuanya itu mempunyai jauhar yang satu, ketuhanan yang satu dan zat yang satu. Tidak ada satu pun di antara oknum itu yang lebih besar atau yang lebih mulia atau lebih berkuasa dari yang dua lagi, karena ketiganya sama dalam kebesarannya dan keazaliannya dan kekuasaannya atas tiap-tiap sesuatu, selain dari kekuasaannya. Dan tidaklah kita akan dapat menahan hakikat ini dengan sempurna karena dia ini adalah suatu rahasia yang sangat dalam, melebihi kekuatan akal dan hasil pemikiran manusia.
Salah seorang pendeta berkata, kami tidaklah mengatakan bahwa Allah itu mempunyai tiga kepribadian atau satu pribadi. Pengakuan kami adalah bahwa Allah itu mempunyai tiga oknum dalam satu. Di antara tiga oknum dengan tiga pribadi, jauh sangat perbedaannya, sejauh langit dengan bumi.
Di dalam buku tuntunan mengerjakan sembahyang yang dikeluarkan oleh Gereja Anglicant yang dicetak pada tahun 1818 disebutkan demikian, “Wahai yang tiga, yang mahasuci, yang memberi berkat dan yang mahatinggi, yang ketiganya itu adalah satu!"
Dalam pernyataan doa begini nyata sekali disebut tiga diri, atau tiga pribadi dalam satu ketuhanan. Bahkan ada yang mempercayai bahwa Maryam adalah Ibu Tuhan. Sampai mereka menyembah kepada patung Maryam sujud memohon selamat.
Setelah terjadi pertentangan paham yang begitu hebat, sampai tumpah-menumpahkan darah dan peperangan-peperangan yang besar karena pertentangan Katolik dengan Protestan, maka banyaklah golongan Protestan yang berpindah ke Benua Baru (Amerika Serikat), pada abad ketujuh belas. Di Amerika mereka merasa bebas dari tekanan keras kependetaan Katolik, sehingga kaum Protestant sampai di sana merdeka menciptakan berbagai penafsiran, yang terlepas dari kungkungan gereja. Maka timbullah berbagai gereja dan sekte. Di antara sekte itu ialah sekte Unitarian, yang sama sekali tidak percaya kepada Tuhan tiga dalam satu itu. Dan tidak pula percaya bahwa Isa al-Masih adalah Tuhan.
Benarlah apa yang dikatakan oleh penafsir Al-Qur'an yang terkenal, yaitu Syekh Ibnu Katsir, “Orang Kristen mempunyai kepercayaan tentang Tuhan itu berbagai ragam; satu sama lain tidak dapat dipertemukan. Sehingga kalau misalnya berkumpul sepuluh orang Nasrani, diminta menyatakan kepercayaan mereka tentang Tuhan, akan keluarlah sebelas macam penjawaban."
“Berhentilah! Itulah yang sebaik-baiknya bagi kamu." Artinya, berhentilah dari kepercayaan yang tidak masuk akal itu. Yang apabila masih kamu pertahankan juga, kamu sesama sendiri tidak akan bebas dari perpecahan, sebab barang sesuatu kepercayaan yang kamu sendiri mengakuinya tidak diterima oleh akal, kamu pun akan payah mempertahankannya, “karena sesungguhnya Allah itu, tidak lain, melainkan Tuhan yang Tunggal."
Mempertahankan kepercayaan bahwa Allah satu, tetapi mempunyai tiga oknum: Allah Bapa, Allah Putra, dan Ruhul Qudus, adalah menjauhkan diri sendiri. Sehingga kalau misalnya seorang pendeta Kristen yang telah belajar teologi (ilmu ketuhanan) berpuluh tahun, bila berhadapan memperkatakan soal ini dengan seorang Muslim yang hanya mempelajari ilmu tauhid dengan sederhana, tidaklah pendeta itu akan dapat bertahan. Banyak orang menjadi Misi dan Zending, dikirim ke barang mana negeri, bertemu dengan seorang Islam yang sadar akan agamanya, terpaksa tidak dapat melanjutkan pertukaran pikiran, sebab si Muslim hendak mengemukakan akal, sedang si pendeta menutup pembicaraan yang akan sampai kepada penggunaan akal.
Orang-orang Kristen sendiri sampai sekarang banyak yang mengakui bahwa ajaran seperti ini tiada jelas diberikan oleh Nabi Isa sendiri. Barulah dikembangkan sesudah beliau meninggal sehingga ajaran beliau yang asli telah ditimbun oleh ajaran seorang yang bernama Paulus, yang di waktu Isa masih hidup tidak pernah bertemu dengan dia, dan setelah murid-murid Isa menyebarkan ajaran Isa yang asli, Paulus itulah yang menjadi penghalangnya yang terbesar. Dengan pendakwaan bahwa dia mendengar suara Isa dari langit, menyuruhnya menyebarkan ajaran Kristen, dari sinilah Paulus memulai tindakan, dan dengan berangsur-angsur menegakkan ajaran baru, lalu membangsakannya kepada Isa.
Sejak semula mereka telah terpecah kepada tiga paham. Pertama, kaum Nastouriyah (Nastouriyan) Kaum ini mengatakan bahwa Isa itu ialah Allah sendiri. Kedua, kaum Ya'qubiyah (Yacobin) berkata, Isa itu adalah anak Allah. Ketiga, kaum Malkaniyah mereka berkata, Tuhan itu adalah tiga, yaitu tiga oknum; oknum Bapa, oknum Anak, dan oknum Ruhul Qudus, tetapi satu dalam jauharnya. Oknum Bapa adalah zat, oknum anak adalah kalimah, dan oknum Ruhul Qudus adalah hayat (hidup) Tentang arti oknum dan apa yang dimaksud dengan oknum tidak pula sama pendapat mereka. Setengah mengatakan oknum ialah keistimewaan (khawas) Setengah berkata, oknum ialah kepribadian. Dan setengah mengatakan bahwa tiga oknum ialah tiga sifat. Setengah berkata, kalimah bersatu padu dalam Yesus.
Sebab itulah ayat Al-Qur'an ini menyerukan, lebih baik hentikan sajalah kepercayaan demikian, karena dasarnya tidak ada, karena akal mesti dihentikan terlebih dahulu, atau jangan dipikirkan sama sekali, barulah keper-cayaan itu dapat bertahan. Sebab setengah dari akibat kepercayaan itu ialah timbulnya persimpangsiuran di antara Kristen sesama Kristen sendiri.
Di dalam zaman moden kita ini Kepala Gereja Katolik, Paus Paulus VI telah berusaha untuk mempersatukan seluruh kaum Kristen di dunia dari berbagai sekte itu. Terutama terlebih dahulu antara Roma-Katolik dengan Griek-Katolik, dan di antara gereja-gereja Orthodox yang lain, sampai-sampai kepada gereja Inggris yang memisahkan diri dari Katolik sejak 400 tahun yang lalu.
Persahabatan dan toleransi mungkin akan dapat dicapai, terutama karena insaf akan besarnya bahaya Komunis yang menyerbu dunia pada masa ini, dan pula bahaya terhadap kepercayan Kristen sendiri dengan bertambah lama bertambah berkembangnya ilmu pengetahuan modern, yang menyebabkan ahli-ahli dan sarjana-sarjana bertambah iman akan adanya Tuhan, tetapi bukan Tuhan sebagai yang diajarkan oleh Kristen itu, melainkan sesuai sebagaimana yang diajarkan oleh Islam. Yaitu sebagai tersebut di dalam ayat yang tengah kita tafsirkan ini, bahwasanya Allah itu, tidak lain, melainkan Tuhan yang Tunggal.
Maka sebelum orang Kristen kembali kepada kalimat persatuan ini, inti seruan dari segala nabi-nabi, melainkan mereka masih tetap hendak bersatu di dalam mempertahankan Tiga sama dengan Satu, dan Satu sama dengan Tiga, tidaklah akan tercapai persatuan aqidah. Setinggi-tinggi yang bisa didapat hendaklah bersatu di dalam membenci dan memerangi Islam.
“Amat sucilah Dia bahwa akan ada bagi-Nya anak." Artinya, amat sucilah Allah dari beranak, atau Dia menciptakan diri menjadi anak-Nya sendiri, lalu anak itu Dia juga. Adapun jika Maryam mengandung dengan tidak bersuami, hai ini pun diakui dan dipercayai oleh Al-Qur'an atas kesucian Maryam daripada pertahanan yang diceritakan oleh Matius, Markus, dan Yahya tendiri. Jika dia beranak dengan tidak melalui saluran biasa, bukanlah berarti bahwa dia mengandung Tuhan dalam perutnya. Maryam yang masih anak perawan, mengandung saja dengan tidak berlaki seperti pada manusia biasa, sama juga halnya dengan Elizabeth yang mandul dan berlaki Zakariya yang telah amat tua, lalu dia mengandung Yahya. Kalau Isa hendak dituhankan karena itu, Yahya pun patut pulalah dituhankan. Sebab Ruhul Qudus datang kepada Maryam dan datang kepada Elizabeth.
Di dalam bahasa Arab terdapat dua kalimat, yaitu waladun dan ibnun biasalah diartikan anak secara majaziy, yaitu sebagai perlambang tanda kasih. Memang banyak terdapat di dalam kitab-kitab yang telah terdahulu manusia dikatakan anak Allah, Adam dikatakan anak Allah, bahkan seluruh kita manusia ini disebutkan anak-anak Allah, dan orang yang tidak mau menaati Allah disebut juga anak setan.
Tetapi orang Kristen telah bertukar dari kata majaziy perlambang kasih sayang Allah kepada hamba-Nya, yang disebut ibnun khusus untuk diri Isa al-Masih, lalu menjadi waladun. Waladun bukan lagi perlambang, melain-kan benar-benar anak yang dilahirkan dari kandungan perempuan yang Allah sendiri menjadi bapanya. Lalu dikatakan bahwa dia anak tunggal! Amat sucilah Allah dari dakwaan yang demikian: Allah tidak beranak!
Memang di dalam kitab-kitab yang lama, banyak terdapat kata Anak Allah dengan makna perlambang tanda kasih Allah tadi. Orang yang saat kepada Allah disebut anak-Nya, bukan karena dia dilahirkan dari perut seorang perempuan, melainkan karena taatnya itu kemudian untuk menghilangkan kesalahpahaman, yang kadang-kadang berkacau balau di antara ibnun perlambang kasih dan waladun anak keturunan, datanglah agama Islam melarang memakai perkataan itu dan meninggalkannya sama sekali, sebab, “Kepu-nyaan-Nyalah apa yang ada di semua langit dan apa yang ada di bumi."
Tegasnya, manusia ini adalah makhluk Allah belaka, sebagaimana langit dan bumi pun makhluk Allah. Adalah sangat tidak hormat kepada Allah kalau Dia, penguasa seluruh alam yang mahaluas ini diperkecil daerahnya, lalu dijadikan bapa bagi manusia, Kalau hendak dijadikan bapak juga, mengapa tidak dijadikan bapa langit, bapa kayu di hutan, bapa pasir di pantai?
Dan semua makhluk itu diluputkan oleh kasih Allah,
“Dan cukuplah dengan Allah sebagai pelindung"
Lantaran seluruh isi langit dan bumi adalah kepunyaan Allah, termasuk kita manusia ini. Tidak ada kecualinya, tidaklah ada perlunya kita membuat pola yang lain dari Allah untuk pelindung, untuk menyerahkan nasib kita.
Allah Ta'aala itu Mahabenar, dan keber-adaan-Nya dapat kita saksikan pada segala waktu dan segala ruang. Perhatikanlah misalnya kejadiaan matahari yang diciptakan Allah jadi pelita dunia ini; yang selalu berapi, selalu panas, dan selalu memancarkan cahaya pada alam sekelilingnya. Dari apakah dia dibuat? Dan bilakah akan habis waktu tugasnya dan padam apinya? Sedang matahari barulah satu saja dari ciptaan Allah yang Mahabesar itu. Kata ahli-ahli adalah beribu-ribu lagi matahari lain di dalam ruang angkasa luar itu.
Dan tidaklah dapat dihitung berapa banyak keajaiban memenuhi alam.
Maka, apabila telah kita bandingkan seluruh kejadian itu dengan kelahiran Nabi Isa, dari seorang anak dara yang suci bersih, atau kelahiran Yahya Pembaptis dari Elizabeth yang mandul tidaklah ada bandingannya sama sekali. Kelahiran al-Masih dari anak dara suci, dan Yahya dari Elizabeth yang mandul, itu adalah hal yang mudah saja bagi Allah, dan tidaklah mustahil pada akal bahwa ada seorang manusia lahir ke dunia, tidak karena hubungan suami dan istrinya. Kalau kejadian yang demikian itu tidaklah patut kalau barang yang Dia jadikan itu yang kita sembah dan kita tuhankan, melainkan Maha Pencipta itu sajalah yang harus kita puja dan kita melindungkan diri kepada-Nya.
Pada bulan April 1956 telah kejadian suatu hal yang lebih ajaib lagi daripada keajaiban tentang kelahiran Isa al-Masih dari kandungan Maryam yang suci. Istri dari seorang supir truk yang bernama Sanusi tinggal di Kampung Kidul Cianjur, telah melahirkan seorang anak perempuan. Setelah anak itu lahir, kelihatanlah satu hal yang ajaib pada dirinya, yaitu perutnya gembung seperti orang mengandung. Oleh karena hal itu amat menarik perhatian dokter, setelah usia anak itu tiga bulan, dilakukanlah pembedahan pada perutnya dan yang membedah ialah seorang dokter bangsa Belanda bernama Dr. H.G.R. Held, di Rumah Sakit Ludwina, di Bunut Sukabumi, yaitu sebuah rumah sakit Kristen. Apa yang terdapat dalam perut anak umur 3 bulan itu? Ialah seorang anak, yang telah ada kaki dan tangannya!
Siapakah ayah anak yang dalam kandungan budak usia 3 bulan itu? Kalau Nabi Isa dijadikan Tuhan, atau disebut anak Allah karena dia dilahirkan oleh seorang anak perawan suci, mengapa anak yang dalam kandungan budak kecil usia 3 bulan itu tidak disebut anak Allah pula. Dan berapakah lagi agaknya keajaiban lain di luar dari kemampuan manusia buat memikirkannya, yang terjadi dalam alam ini? Kepada siapakah rasa kagum, ajaib, heran, dan pujaan harus kita berikan? Apakah kepada kejadian itu sendiri, atau kepada Maha Pencipta Yang Mahakuasa berbuat sehendak-Nya di luar kemampuan akal manusia?
Lantaran itu yang sebaiknya janganlah kita ghuluw, berlebih-lebihan dalam menegakkan agama, sampai Utusan Allah yang bernama Isa al-Masih kita jadikan Tuhan, atau kita anggap sebagai Allah yang menjelma datang ke dunia ini dengan melalui tubuh seorang anak perempuan bernama Maryam, sehingga betapa pun hendak dicarikan tafsirnya, teranglah bahwa selama Allah itu dalam kandungan Maryam, Dia-Nya telah diperkecil oleh kepercayaan yang murat-marit itu, dan kepercayaan yang carut-marut itu. Apatah lagi setelah dia lahir, dia menjelma menjadi Isa, dan Isa itu ialah dirinya sendiri, tetapi anaknya. Tinggalkanlah kepercayaan yang kacau ini, dan cukuplah Allah saja tempat berlindung, sebab baik matahari, atau Isa al-Masih, atau anak yang dikeluarkan oleh seorang dokter Kristen di rumah sakit Kristen di Sukabumi, dari perut seorang budak perempuan usia 3 bulan, semuanya itu adalah makhluk Allah.
Ayat 172
“Sekali-kali tidaklah akan merasa malu al-Masih itu bahwa dia menjadi hamba dari Allah."
Bahkan di antara rasul-rasul Allah, dipujikan dia oleh Nabi Muhammad ﷺ sebagai seorang hamba Allah yang saleh, dan kesalehan ketakwaan dan khusyu beliau itu dapat juga kita baca dalam catatan-catatan pengarang Injil yang datang kemudian itu, Matius, Markus, Lukas, dan Yohannes. Kesalehan beliaulah yang menarik hati pengikutnya di waktu hidupnya, tetapi menyesatkan yang sesat sesudah matinya sehingga menuhankannya. “Dan tidak pula malaikat-malaikatyang telah dihampirkan (oleh Allah)" Malaikat-malaikat itu pun sebagaimana Isa al-Masih juga, tidaklah merasa malu atau segan-segan berbuat bakti dan khusyu kepada Allah, meskipun kedudukan mereka pada pandangan Allah sudah didekatkan kepada Allah. “Dan barangsiapa yang merasa malu daripada beribadah kepada-Nya, lagi menyombongTimbul rasa segan-segan atau malu menyembah Allah diikuti lagi oleh kesombongan karena merasa diri telah tinggi, dan kadang-kadang merasa bahwa orang yang masih beribadah kepada Allah itu ialah orang yang telah kolot, yang kelam pikiran karena tidak terpelajar, dan sebagainya,
“Maka Dia akan mengumpulkan mereka kepada-Nya, sekaliannya"
Bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dan beribadah, bersama-sama dengan rasul-rasul dan nabi-nabi, bersama dengan malaikat-malaikatyang telah didekatkan Allah martabat mereka kepada-Nya, orang-orang yang segan, malu, dan sombong beribadah kepada Allah itu akan sama dikumpulkan oleh Allah. Di sanalah mereka akan mengerti sendiri betapa hina diri mereka, tersisih. Karena kesombongan itu sendirilah yang menyisihkan mereka.
Ayat 173
“Maka ada pun orang-orang yang beriman dan beramal yang saleh-saleh, maka Dia akan menyempurnakan bagi mereka ganjaran-ganjaran mereka."
Artinya, iman mereka dan amal saleh mereka, dan akan Dia tambah pula untuk mereka dari kurnia-Nya, akan dihargai, sesuai dengan tingkat yang telah mereka capai, tidak berkurang walaupun sedikit. Setelah selesai menerima ganjaran iman dan amal itu menurut yang semestinya, Allah pun menambahinya lagi dengan kurnia. Seumpama seorang yang telah bekerja keras mengerjakan suatu pekerjaan yang diupahkan orang sampai selesai. Segera sehari selesainya itu diterimanya upah yang telah dijanjikan, dan setelah selesai upah itu diterimanya, yang empunya barang menambah lagi dengan hadiah lain sebagai penghargaan tadi, yang dikenal dengan bahasa orang asing dengan kata Premie. Yang di dalam ayat-ayat sendiri tersebut kadang-kadang suatu kebajikan diganjari 10 kali lipat, dan dalam ayat lain ditegaskan 700 kali lipat. (Lihat kembali tafsir lipat 700 itu dalam surah al-Baqarah ayat 261)
“Dan ada pun orang yang merasa malu dan bersombong diri, maka Dia akan mengadzab mereka dengan suatu adzab yang pedih." Adzab yang pedihlah yang akan mereka rasakan sesuai dengan Sunnatullah terhadap orang yang tidak tahu diri; merasa diri tinggi padahal rendah, merasa diri tuan, padahal budak, awak makhluk hendak mengambil hak Khaliq, awak lemah dan hidup hanya karena belas kasihan Allah, lalu menyombong kepada Allah. Di akhirat temuilah siksaan yang pedih. Maka dalam ayat ini kita mendapati, bahwa Allah memberikan ganjaran kepada orang yang berbuat baik dengan ganjaran yang adil, ditambah dengan kurnia berlipat ganda. Ada pun kepada yang bersalah diberi ganjaran yang adil saja yang setimpal.
Ayat 173
“Dan tidaklah mereka akan mendapat untuk mereka siapa pun pelindung, selain daripada Allah, dan tidak pula seorang penolong pun."
Di akhirat itu akan ternyatalah bahwa pelindung yang lain tidak akan ada, penolong pun tidak. Siapa yang akan melindungi dan menolong? Padahal yang lain itu adalah hamba Allah belaka? Maka selalulah ayat seperti ini menjadi peringatan bagi kita manusia untuk di kala hidup ini. Kalau akan demikian halnya di hari nanti, mengapa tidak dari sekarang saja kita mendekati Allah dan memohonkan perlindungan langsung kepada-Nya dan memohonkan supaya Dia menolong kita? Kesulitan perasaan di akhirat karena tidak ada pelindung dan penolong, hanya dapat diatasi di waktu hidup kita yang sekarang ini dengan menghambakan diri kepada-Nya, beribadah, dan tekun, hati terbuka dan tidak sombong, Moga-moga kita diselamatkan-Nya, itu mereka disebutkan Ahlui Kitab. Orang musyrikin pun telah dibukakan kesalahan berpikir mereka karena menyembah berhala, orang munafik pun telah dikupas rahasia penyakit batin mereka. Dan semuanya itu adalah manusia belaka, hamba Allah belaka, dan berasal dari satu keturunan.