Ayat
Terjemahan Per Kata
وَقُرۡءَانٗا
dan Al-Qur'an
فَرَقۡنَٰهُ
Kami pisah-pisahkannya
لِتَقۡرَأَهُۥ
supaya kamu membacakannya
عَلَى
atas/kepada
ٱلنَّاسِ
manusia
عَلَىٰ
atas
مُكۡثٖ
berangsur-angsur
وَنَزَّلۡنَٰهُ
dan Kami turunkannya
تَنزِيلٗا
turun-menurun/terus-menerus
وَقُرۡءَانٗا
dan Al-Qur'an
فَرَقۡنَٰهُ
Kami pisah-pisahkannya
لِتَقۡرَأَهُۥ
supaya kamu membacakannya
عَلَى
atas/kepada
ٱلنَّاسِ
manusia
عَلَىٰ
atas
مُكۡثٖ
berangsur-angsur
وَنَزَّلۡنَٰهُ
dan Kami turunkannya
تَنزِيلٗا
turun-menurun/terus-menerus
Terjemahan
Al-Qur’an Kami turunkan berangsur-angsur agar engkau (Nabi Muhammad) membacakannya kepada manusia secara perlahan-lahan dan Kami benar-benar menurunkannya secara bertahap.
Tafsir
(Dan Al-Qur'an itu) lafal Al-Qur'an ini dinashabkan oleh fi`il yang dijelaskan oleh firman selanjutnya (telah Kami turunkan secara berangsur-angsur) Kami turunkan secara bertahap selama dua puluh tahun atau dua puluh tiga tahun (agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia) secara perlahan-lahan dan tenang supaya mereka dapat memahaminya (dan Kami menurunkannya bagian demi bagian) sedikit demi sedikit sesuai dengan kemaslahatan.
Tafsir Surat Al-Isra: 105-106
Dan Kami turunkan (Al-Qur'an) itu dengan sebenar-benarnya dan Al-Qur'an itu telah turun dengan (membawa) kebenaran. Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Dan Al-Qur'an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kalian membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian. Allah ﷻ berfirman menceritakan tentang kitab-Nya, yaitu Al-Qur'an; bahwa Al-Qur'an itu diturunkan dengan sebenar-benarnya, yang di dalamnya terkandung perkara yang hak. Hal ini semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: tetapi Allah mengakui Al-Qur'an yang diturunkan-Nya kepadamu, Allah menurunkannya dengan ilmu-Nya; dan malaikat-malaikat pun menjadi saksi (pula). (An-Nisa: 166) Maksudnya, di dalam Al-Qur'an terkandung ilmu Allah yang Dia kehendaki untuk diperlihatkan kepada kalian, yaitu mengenai hukum-hukumNya, perintah, dan larangan-Nya.
Firman Allah ﷻ: Dan Kami turunkan (Al-Qur'an) itu dengan sebenar-benarnya. (Al-Isra: 105) Yakni Al-Qur'an diturunkan kepadamu, hai Muhammad, seraya dijaga dan dipelihara, tiada ada sesuatu pun dari selainnya yang mencampurinya; dan tiada tambahan serta kekurangan padanya, melainkan disampaikan kepadamu dengan sebenar-benarnya. Karena sesungguhnya Al-Qur'an itu diturunkan melalui malaikat yang sangat kuat, dipercaya, berkedudukan tetap di sisi Tuhannya lagi ditaati di kalangan malaikat yang ada di langit tertinggi.
Firman Allah ﷻ: Dan Kami tidak mengutus kamu. (Al-Isra: 105) hai Muhammad. melainkan sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. (Al-Isra: 105) Yakni membawa berita gembira kepada orang-orang yang taat kepadamu dari kalangan kaum mukmin, dan pemberi peringatan terhadap orang-orang yang durhaka kepadamu dari kalangan orang-orang kafir. Firman Allah ﷻ: Dan Al-Qur'an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur. (Al-Isra: 106) Menurut ulama yang membacanya secara takhfif tanpa tasydid, maknanya ialah Kami turunkan secara sekaligus dari Lauh Mahfuz ke Baitul Izzah di langit yang terdekat, kemudian diturunkan secara berangsur-angsur kepada Rasulullah ﷺ sesuai dengan kejadian-kejadian yang dialaminya dalam masa dua puluh tiga tahun.
Demikianlah menurut pendapat Ikrimah, dari Ibnu Abbas. Telah diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas bahwa ia membacanya dengan bacaan tasydid, yaitu farraqnahu, yang artinya Kami turunkan Al-Qur'an itu ayat demi ayat seraya dijelaskan dan ditafsirkan. Dalam firman selanjutnya disebutkan: agar kamu membacakannya kepada manusia. (Al-Isra: 106) Yakni untuk kamu sampaikan kepada manusia dan kamu bacakan kepada mereka. secara perlahan-lahan, dan Kami menurunkannya bagian demi bagian. (Al-Isra: 106) Maksudnya, sedikit demi sedikit (tidak sekaligus).
Selanjutnya dijelaskan tentang cara turunnya Al-Qur'an. Dan AlQur'an Kami turunkan berangsur-angsur, ayat demi ayat dalam masa lebih
kurang 23 tahun, tidak Kami turunkan secara sekaligus agar engkau
wahai Nabi Muhammad membacakannya kepada manusia perlahan-lahan,
dengan demikian dapat dipahami tuntunannya dengan sebaik-baiknya
dan mudah dihafalkan, dan Kami menurunkannya secara bertahap sesuai
dengan kebutuhan dan kemaslahatan manusia. Jika demikian sifat dan ciri-ciri Al-Qur'an sebagaimana dijelaskan
oleh ayat-ayat yang lalu, maka wahai Nabi Muhammad, katakanlah kepada orang-orang kafir Mekah dan kepada manusia seluruhnya, Berimanlah kamu kepadanya, yakni Al-Qur'an, atau tidak usah beriman, itu
sama saja bagi Allah. Jika engkau beriman, engkau mendapat manfaat
dari keimananmu. Dan jika engkau ingkar, engkau juga yang mendapat kerugian. Tidak ada manfaat sedikit pun bagi Allah dari keimanan
kamu, dan tidak ada pula mudarat bagi Allah dari keingkaran kamu.
Sesungguhnya orang yang telah diberi pengetahuan sebelumnya, yakni ulama
Ahli Kitab yang beriman kepada Nabi Muhammad, mereka diberi pengetahuan tentang wahyu Allah sebelum turunnya Al-Qur'an, apabila
Al-Qur'an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkurkan wajah, yakni
menjatuhkan wajahnya untuk bersujud mengakui kebesaran Allah dan
kebenaran firman-Nya.
Dalam ayat ini Allah ﷻ menerangkan bahwa Al-Qur'an diwahyu-kan kepada Nabi Muhammad ﷺ secara berangsur-angsur sebagian demi sebagian, agar ia dapat membacakannya kepada umatnya, serta memberi pemahaman secara perlahan-lahan. Ayat Al-Qur'an pertama kali diwahyukan di bulan Ramadan, pada malam qadar, kemudian seterusnya diturunkan kepada Nabi berangsur-angsur sesuai dengan kebutuhan dan peristiwa yang terjadi dalam tempo kurang dari duapuluh tiga tahun. Dengan penurunan secara berangsur-angsur itu, umat Islam memperoleh keutamaan dan manfaat yang besar, antara lain:
Pertama: Kaum Muslimin mudah menghafalnya ketika diturunkan.
Kedua: Kaum Muslimin berkesempatan untuk memahami setiap kelompok ayat yang diturunkan, karena jangkauan maknanya yang luas memerlukan waktu yang cukup untuk memahaminya agar mendapat pemahaman yang tepat dan benar.
Ketiga: Kaum Muslimin tidak mengalami kegoncangan jiwa yang berarti dalam menghadapi berbagai perubahan yang dibawa oleh Islam. Sebelum kedatangan agama Islam, mereka menganut kepercayaan animis yang bermacam-macam, dan tidak memiliki peraturan dan tata kehidupan yang dipatuhi. Penurunan Al-Qur'an secara berangsur-angsur mempermudah mereka menyesuaikan diri dengan ajaran-ajaran yang baru, baik ajaran yang berhubungan dengan akidah, maupun yang berhubungan dengan ibadah dan kemasyarakatan.
Keempat: Sebagian ayat-ayat Al-Qur'an merupakan penjelasan yang berhubungan dengan suatu peristiwa yang terjadi.
Firman Allah swt:
Dan mereka (orang-orang kafir itu) tidak datang kepadamu (membawa) sesuatu yang aneh, melainkan Kami datangkan kepadamu yang benar dan penjelasan yang paling baik. (al-Furqan/25: 33)
Dengan demikian, kaum Muslimin merasakan bahwa mereka selalu mendapat bimbingan dan petunjuk dari Allah ﷻ ketika menghadapi setiap peristiwa yang terjadi di antara mereka.
Bagi Nabi Muhammad saw, penurunan Al-Qur'an secara berangsur-angsur itu amat besar manfaatnya dalam memperteguh hatinya, seperti dijelaskan Allah dalam firman-Nya:
Dan orang-orang kafir berkata, "Mengapa Al-Qur'an itu tidak diturunkan kepadanya sekaligus?" Demikianlah, agar Kami memperteguh hatimu (Mu-hammad) dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (berangsur-angsur, perlahan dan benar). (al-Furqan/25: 32)
Pada umumnya ayat-ayat yang diturunkan berkisar antara lima sampai dengan sepuluh ayat sesuai dengan kebutuhan, sebagaimana Umar bin Khaththab berkata:
Diriwayatkan dari Umar r.a., dia berkata, "Pelajarilah Al-Qur'an lima ayat lima ayat. Karena sesungguhnya Jibril menurunkannya lima ayat lima ayat. (Riwayat al-Baihaqi).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
AL-QUR'AN
Ayat 105
“Dan dengan berisi kebenaran telah Kami turunkan dia, dan dengan kebenaran dia telah turun,"
Dengan berisi kebenaran Allah telah menurunkan Al-Qur'an, dan setelah turun dan disampaikan sebagai bimbingan bagi manusia dia tetap membawa kebenaran itu. Dia tetap dalam keasliannya. Tidak dapat diubah oleh tangan manusia.
“Dan tidaklah Kami mengutus engkau, melainkan sebagai penarik dan pengancam."
Artinya Al-Qur'an yang diturunkan Allah berisi kebenaran itu dan telah berjalin meratai dunia dengan kebenaran, diserahkanlah kepada Muhammad ﷺ menyampaikan kepada manusia. Isinya ada yang bersifat menarik, membawa kabar yang menggembirakan bagi siapa yang mempercayainya, dan ada pula sebagai ancaman kepada manusia yang mengingkarinya. Kewajiban Muhammad sebagai Rasul, lain tidak ialah menyampaikan berita penarik dan pengancam itu.
Ayat 106
“Dan Al-Qur'an, Kami pisah-pisahkan dia."
Tidak kami turunkan sekaligus, tetapi terpisah-pisah selama 23 tahun, sejak 13 tahun di Mekah dan 10 tahun di Madinah.
“Supaya engkau bacakan dia kepada manusia dengan berterang, dan Kami turunkan dia berangsur-angsur."
Terutama turun ayat dengan berangsur itu apabila timbul suatu soal yang tengah dihadapi atau pertanyaan yang hendak dijawab. Dapat dibacakan Nabi ﷺ kepada sahabat dengan bertenang, tidak terburu-buru, sehingga dapat dipahamkan betul-betul.
Ayat 107
“Katakanlah, ‘Percayatah kamu kepadanya ataupun tidak percaya."
Hal ini disuruh Allah sampaikan kepada kaum musyrikin yang masih berlengah diri itu,
“Namun sesungguhnya orang-orang yang diberi ilmu dari sebelumnya, apabila dia dibacakan kepada mereka, meniaraplah mereka dengan muka mereka dalam keadaan bersujud."
Satu kata-kata yang keras maknanya buat mereka itu, kalian mau percaya atau tidak usah mau percaya, karena jiwa kalian yang tertutup oleh hawa nafsu itu, namun orang-orang yang berpengetahuan, yang telah membaca kitab-kitab dahulu, baik Taurat atau Injil, atau Mazmur Dawud, atau Amsal Sulaiman atau Munajat Ayub atau yang lain, demi dibacakan
Al-Qur'an itu kepada mereka, menggetar terus pengaruhnya atas mereka, hingga langsung tersungkur meniarapkan muka ke bumi, bersujud kepada Allah, karena percaya akan kebenaran wahyu itu. Orang-orang itu ada di Mekah, yaitu Zaid bin Amr bin Nufail dan Wara-qah bin Naufal, dan terdapat juga di Madinah, yaitu Abdullah bin Salam.
Adapun Zaid bin Amr bin Nufail, telah banyak dia mengembara ke negeri lain, terutama ke negeri Syam dan suka bertanya-tanya. Meskipun belum ada agama yang dipeluknya, dia mengakui bahwa Allah itu Esa adanya dan dia benci penyembahan kepada berhala.
Waraqah bin Naufal pun telah mempelajari agama Nasrani, sampai dia mengetahui isi Injil. Dia telah mendapat inti Sari ajaran al-Masih tentang tauhid. Sebab itu, setelah Khadijah, kemenakannya, membawa Muhammad ﷺ menemuinya seketika mula-mula beliau menerima wahyu, Waraqah bin Naufal dengan serta-merta mengatakan bahwa yang mendatangi Muhammad itu adalah Namus, Malaikat Jibril, atau Ruhul Qudus, yang telah datang juga kepada Musa dan Isa. Sampai dia mengatakan dirinya percaya kepada risalah Muhammad dan akan datang masanya kelak Muhammad diusir orang dari negerinya, dan kalau dia masih hidup di waktu itu, dia bersedia mengikut Muhammad ke mana pun pergi. Namun, dia meninggal tidak berapa lama kemudian.
Abdullah bin Salam adalah seorang pendeta Yahudi di Madinah, yang bebas berpikir karena ilmunya yang luas. Ketika Rasulullah ﷺ mulai pindah ke Madinah, di hari yang pertama dia menyelingkit ke tengah orang banyak buat memerhatikan dan mendengarkan pidato Rasulullah ﷺ yang pertama. Pidato itu tidak panjang dan tidak banyak bunga. Dia terus tertarik dan mengakui “Tidak ada Tuhan melainkan Allah, Muhammad adalah Rasul Allah."
Itulah orang-orang berilmu. Baik di zaman Mekah, atau kelak sesudah itu di Madinah, ataupun seterusnya, selama orang masih memegang ilmunya. Mereka dengar dan mereka pun bersujud lantaran percaya, “Dan mereka berkata,
Ayat 108
“Mahasuci Tuhan kita! Sesungguhnya penjanjian Tuhan kita akan dipenuhi."
Demikianlah sikap orang-orang yang telah berpengetahuan dan berperasaan halus ter-hadap Al-Qur'an. Jauh bedanya dengan orang-orang kafir yang kasar perasaan itu.
Ayat 109
“Dan menianaplah mereka dengan muka mereka dalam keadaan menangis; dan bertambah tambahlah mereka khusyuk."
Sampai dua kali disebutkan orang-orang berpengetahuan, yang amat terharu mendengar Al-Qur'an dibaca, sampai menangis. Terlebih dahulu telah dijelaskan, yaitu agar dibaca oleh Nabi dengan bertenang. Bacaan yang tenang dan timbul dari hati khusyuk itu berpengaruh ke telinga dan ke hati yang mendengar.
Al-Qur'an artinya bacaan. Tuahnya terletak dicaranya membaca. Bukan saja Nabi yang membaca Al-Qur'an, lantas orang-orang berilmulah tersungkur sujud sampai menangis mendengarkan. Nabi ﷺ pernah pula menangis mendengar Abdullah bin Mas'ud membaca Al-Qur'an.
Agama adalah gabungan di antara akal dan perasaan, di antara pikir dan athifah di antara rasio dann gevoel. Al-Qur'an telah menggabungkan di antara keduanya. Itu sebabnya orang tua-tua kita sejak dahulu kala amat mementingkan mengajarkan membaca Al-Qur'an kepada anak-anak, dari masa kecil. Betapa pun hebat pergolakan zaman, apabila di suatu kampung kita masih mendengar anak-anak mengaji Al-Qur'an, alamat Islam masih ada di sana. Meskipun kita ini bukan orang Arab, dalam hal membaca Al-Qur'an lidah kita sama saja dengan lidah orang Arab.
Bagi bangsa Arab sendiri tentu saja bahasa Arab kebangsaannya. Tetapi bagi seluruh Muslim adalah dia bahasa agamanya, bahasa pusaka Nabinya. Kalau sudah mulai ada bibit dalam dadanya kurang suka kepada bahasa Al-Qur'an, pasti bahwa pendidikan yang diterimanya di waktu kecil ialah dari orang lain yang tidak menyukai Islam.
Ulama-ulama pecinta Al-Qur'an sengaja menyusun suatu ilmu bernama ilmu tajwid untuk membetulkan lidah membaca Al-Qur'an.
Pada satu hari di tahun 1939, pengarang Tafsir ini bersama saudara H. Muhammad Yunus Anis (Jogjakarta) diberi kesempatan datang menghadap (menjunjung duli) Sri Sulthan Deli yang masih dalam zaman gemilangnya. Kami datang mempersembahkan maksud Muhammadiyah hendak mengadakan muktamar, memohon restu baginda dan agar hilanglah kiranya syak-wasangka kedua belah pihak. Sebab walaupun bagaimana tekanan zaman penjajahan itu, bagindatetaplah seorang Sulthan yang memerintah dengan dasar Islam. Baginda telah menerima dan menyambut kami dengan budi bahasa yang halus, sebagaimana layaknya bagi seorang raja. Maka sedang kami asyik memberikan keterangan tentang cita-cita Muhammadiyah dan menjawab pertanyaan yang baginda kemukakan, yang ketika itu hari kira-kira pukul 10 menjelang tengah hari, kedengaranlah di tingkat atas, dari ruang sebelah utara Istana Maimun di kala megahnya itu suara yang merdu merayu dari kanak-kanak di bawah-bawah umur membaca Al-Qur'an dengan tafsirnya. Kadang-kadang ditegurlah bacaan anak-anak itu, yang salah makhrajnya, oleh gurunya. Gurunya itu rupanya perempuan yang telah mulai tua. Diperbaikinya dan dibacakannya bacaan yang betul.
Kami terhenti bercakap dengan Sri Sultan, tertegun mendengarkan suara itu. Sulthan pun rupanya mengerti, lalu menitahkanlah baginda, “Istriku sedang mengajar cucu-cucu kami mengaji. Waktu-waktu begini mereka mengaji agak sejam."4
Suara kanak-kanak mengaji di dalam istana itu meninggalkan kesan yang dalam sekali di hati kami. Memanglah penting bimbingan membaca Al-Qur'an itu bagi kanak-kanak sementara lidah mereka masih lunak. Besar pengaruhnya menanamkan berih iman dalam hati mereka. Bagaimanapun keadaan hidup yang akan ditempuhnya kelak setelah dewasa, namun tempatnya kembali, tempatnya tobat telah ditanamkan dalam dirinya sejak dia masih kecil. Baik di gubuk, atau di dangau ﷺah, atau di istana.
Tersungkur sujud, keluar air mata, bila ada orang yang tahu dan yang ada perasaan halus mendengar Al-Qur'an. Apakah lagi jika tahu pula arti yang terkandung di dalamnya. Di dalam ayat 109 dikatakan “meniaraplah mereka dalam keadaan menangis."
Sebab itu bacalah Al-Qur'an dengan suara merdu, sayu, dan rindu. Hiasi dia dengan suaramu. Sehingga Imam Ghazali di dalam Ihya' Ulumuddin menyatakan bahwa setengah daripada adab sopan santun membaca Al-Qur'an ialah dengan berurai air mata.
4 Sri Sultan Deli waktu itu Sultan Araaluddin Perkasa Alamsyah. Baginda mangkat pada 2 Oktober 1945 di saat-saat mulai pecahnya revolusi. Di hari mangkat itu Panglima Angkatan Perang Sekutu di Jawa mengakui “De Facto" Republik Indonesia. Pukul 7 pagi itu Sultan mangkat. Dan dengan takdir Allah Ta'aala, di saat putus nyawa baginda, Gubernur Republik Indonesia buat Sumatra, Mr. Teuku Muhammad Hassan, memerintahkan menaikkan bendera merah-putih. Dan Gubernur belum tahu waktu itu bahwa Sultan telah mangkat. Bendera yang diperjuangkan rakyat Indonesia berpuluh tahun supaya suatu waktu mesti naik ke tiangnya itu barulah tercapai setelah Sultan Deli dengan kemegahannya yang telah lampau mengembuskan napas yang penghabisan. Sebelum ada umpat dan puji atas dirinya, dia pun pergi! Untuk selama-lamanya.
Ketika upacara mengebumikan baginda 4 Oktober 1945, hadir Komandan Tentara Sekutu buat Sumatra Timur, Komandan Tentara Belanda (Nica) yang datang dengan menumpang. Gubernur Jepang Nakasima yang telah menyerah kalah dan Gubernur Republik Indonesia yang belum diakui dunia, tetapi disambut gegap gempita oleh rakyat.
“Bersabda Nabi ﷺ"Bacalah Al-Qur'an dan menangislah. Kalau tidak juga menangis, bikin dm menangis,." (HR Ibnu Majah)
Dan Imam Syafi'i menyatakan sunnatlah sujud tilawah apabila membaca sampai di ayat ini. Ibnu Abbas menjelaskan pula, “Jangan terburu sujud, menangislah dahulu. Kalau air mata tak berair karena tangis mata tak ada, menangislah hati. Untuk menimbulkan tangis, sedihkanlah hati. Dan untuk menimbulkan sedih, ingatlah ancaman yang ada di dalamnya, ingat janji-janji yang telah engkau ikat dengan Allah, dan ingat pula kelalaian dan ketafsiran sia-siamu dalam hidup, membuang waktu percuma. Dan kalau sudah sampai demikian tidak juga timbul duka cita dan sedih, sehingga hati tak tergerak dan mata pun tak berair, lebih tangisilah dirimu. Sebab perasaanmu itu benarlah yang telah kasar. Itulah musibah dan bencana yang paling besar yang telah menimpa dirimu." Demikian Imam Ghazali menulis di dalam kitab Ihya-nya.