Ayat
Terjemahan Per Kata
وَمَآ
dan apa-apa
أَفَآءَ
memberikan
ٱللَّهُ
Allah
عَلَىٰ
atas
رَسُولِهِۦ
rasul-Nya
مِنۡهُمۡ
dari mereka
فَمَآ
maka tidak
أَوۡجَفۡتُمۡ
kamu mengerahkan
عَلَيۡهِ
atasnya
مِنۡ
dari
خَيۡلٖ
seekor kuda
وَلَا
dan tidak
رِكَابٖ
tunggangan
وَلَٰكِنَّ
akan tetapi
ٱللَّهَ
Allah
يُسَلِّطُ
memberikan kekuasaan
رُسُلَهُۥ
rasul-Nya
عَلَىٰ
atas
مَن
siapa
يَشَآءُۚ
sesuatu
وَٱللَّهُ
dan Allah
عَلَىٰ
atas
كُلِّ
segala
شَيۡءٖ
sesuatu
قَدِيرٞ
Maha Kuasa
وَمَآ
dan apa-apa
أَفَآءَ
memberikan
ٱللَّهُ
Allah
عَلَىٰ
atas
رَسُولِهِۦ
rasul-Nya
مِنۡهُمۡ
dari mereka
فَمَآ
maka tidak
أَوۡجَفۡتُمۡ
kamu mengerahkan
عَلَيۡهِ
atasnya
مِنۡ
dari
خَيۡلٖ
seekor kuda
وَلَا
dan tidak
رِكَابٖ
tunggangan
وَلَٰكِنَّ
akan tetapi
ٱللَّهَ
Allah
يُسَلِّطُ
memberikan kekuasaan
رُسُلَهُۥ
rasul-Nya
عَلَىٰ
atas
مَن
siapa
يَشَآءُۚ
sesuatu
وَٱللَّهُ
dan Allah
عَلَىٰ
atas
كُلِّ
segala
شَيۡءٖ
sesuatu
قَدِيرٞ
Maha Kuasa
Terjemahan
Apa saja (harta yang diperoleh tanpa peperangan) yang dianugerahkan Allah kepada Rasul-Nya dari mereka tidak (perlu) kamu memacu kuda atau unta (untuk mendapatkannya). Akan tetapi, Allah memberikan kekuasaan kepada rasul-rasul-Nya terhadap siapa yang Dia kehendaki. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.
Tafsir
(Dan apa saja harta difaikan) harta yang diberikan (oleh Allah kepada Rasul-Nya dari harta benda mereka, maka kalian tidak mengerahkan) tidak melarikan hai kaum muslimin (untuk mendapatkannya) huruf min di sini adalah huruf zaidah (seekor kuda pun dan tidak pula seekor unta pun) yang dimaksud dengan lafal rikabin adalah unta kendaraan. Makna yang dimaksud ialah bahwa untuk mendapatkan harta fai itu kalian tidak susah payah lagi (tetapi Allah yang memberikan kekuasaan kepada Rasul-Nya terhadap siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu) maka tidak ada hak lagi bagi kalian dalam harta fai itu; itu khusus hanya untuk Nabi ﷺ dan untuk orang-orang yang akan disebutkan pada ayat selanjutnya, yaitu terdiri dari empat golongan, sesuai dengan apa yang telah ditentukan oleh Allah dalam pembagiannya. Maka bagi setiap golongan di antara mereka mendapatkan seperlimanya, dan bagi Nabi ﷺ sendiri adalah sisanya, artinya sama juga dengan seperlima. Nabi ﷺ boleh memberlakukan bagiannya itu sesuai dengan apa yang disukainya, untuk itu maka beliau memberikan sebagian daripadanya kepada orang-orang Muhajirin dan tiga orang dari kalangan sahabat Ansar karena mengingat kefakiran mereka.
Tafsir Surat Al-Hasyr: 6-7
Dan apa saja harta rampasan (fai) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) mereka, maka untuk mendapatkan itu kamu tidak mengerahkan seekor kuda pun dan (tidak pula) seekor unta pun, tetapi Allah yang memberikan kekuasaan kepada Rasul-Nya terhadap siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Apa saja harta rampasan (fai) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota, maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.
Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan Apa saja yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, menjelaskan apa arti fai, sifat dan hukumnya. Harta fai ialah harta yang diambil dari orang-orang kafir tanpa melalui proses peperangan, tanpa mengerahkan seekor kuda dan seekor unta pun, seperti harta yang diperoleh dari Bani Nadir. Karena sesungguhnya harta itu diperoleh tanpa mengerahkan seekor kuda dan seekor unta pun, yakni dalam memperolehnya tidak melalui jalan peperangan dengan musuh, baik perang tanding maupun perang campuh.
Bahkan mereka menyerah tanpa syarat berkat rasa takut yang dicampakkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala ke dalam hati mereka hingga mereka takut kepada Rasulullah ﷺ Maka Allah subhanahu wa ta’ala memberikan harta mereka kepada Rasul-Nya sebagai harta fai, karena itulah maka beliau membelanjakannya menurut apa yang disukainya. Akan tetapi, Rasulullah ﷺ mengembalikan harta itu kepada kaum muslim dan membelanjakannya ke jalan-jalan kebaikan dan kebajikan, sebagaimana yang disebutkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam ayat-ayat berikut. Untuk itu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Dan apa saja harta rampasan (fai) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) mereka. (Al-Hasyr: 6) Yakni dari Bani Nadir. maka untuk mendapatkan itu kamu tidak mengerahkan seekor kuda pun dan (tidak pula) seekor unta pun. (Al-Hasyr: 6) Yang dimaksud dengan rikab ialah unta kendaraan. tetapi Allah yang memberikan kekuasaan kepada Rasul-Nya terhadap siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (Al-Hasyr: 6) Dia Mahakuasa, tidak terkalahkan dan tidak ada yang dapat menghalang-halangi-Nya, bahkan Dia Maha Mengalahkan segala sesuatu. Kemudian disebutkan dalam firman selanjutnya: Apa saja harta rampasan (fai) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota. (Al-Hasyr: 7) Yaitu kota-kota yang telah ditaklukkan, maka hukumnya sama dengan harta benda orang-orang Bani Nadir.
Untuk itulah maka disebutkan dalam firman selanjutnya: maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang-orang yang dalam perjalanan. (Al-Hasyr: 7), hingga akhir ayat. juga akhir ayat yang sesudahnya, itulah pengalokasian dana harta fai. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Amr dan Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Malik ibnu Aus ibnul Hadsan, dari Umar yang mengatakan bahwa dahulu harta Bani Nadir termasuk harta fai yang diberikan oleh Allah kepada Rasul-Nya, yaitu harta yang dihasilkan oleh kaum muslim tanpa mengerahkan seekor kuda pun dan juga tanpa mengerahkan seekor unta pun untuk menghasilkannya.
Maka harta fai itu secara bulat untuk Rasulullah ﷺ , dan tersebutlah bahwa beliau ﷺ membelanjakan sebagian darinya untuk nafkah per tahun keluarganya. Dan pada kesempatan yang lain Umar mengatakan untuk keperluan hidup per tahun keluarganya. Sedangkan sisanya beliau ﷺ belanjakan untuk keperluan peralatan dan senjata di jalan Allah subhanahu wa ta’ala Demikianlah menurut apa yang diketengahkan oleh Imam Ahmad dalam bab ini secara ringkas. Dan Jamaah pun telah mengetengahkannya di dalam kitabnya masing-masing kecuali Ibnu Majah, dengan melalui hadits Sufyan ibnu Amr ibnu Dinar, dari Az-Zuhri dengan sanad yang sama, dan kami telah meriwayatkannya secara panjang lebar. Abu Dawud rahimahullah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Ali dan Muhammad ibnu Yahya ibnu Faris dengan makna yang sama.
Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Umar Az-Zahrani, telah menceritakan kepadaku Malik ibnu Anas, dari Ibnu Syihab, dari Malik ibnu Aus yang mengatakan bahwa Umar ibnul Khattab mengundangku ketika matahari telah meninggi, lalu aku datang kepadanya dan kujumpai dia sedang duduk di atas dipannya yang bagian bawahnya langsung tanah (tanpa alas). Ketika aku masuk kepadanya, dia langsung berbicara, "Wahai Malik, sesungguhnya telah jatuh miskin beberapa keluarga dari kaummu, sedangkan aku telah memerintahkan agar dipersiapkan sesuatu untuk mereka, maka bagikanlah olehmu kepada mereka." Aku menjawab, "Sebaiknya engkau perintahkan selainku untuk mengerjakannya." Umar berkata, "Ambillah." Lalu Malik datang lagi dan memohon seraya berkata, "Wahai Amirul Muminin, apakah engkau mengizinkan masuk kepada Usman ibnu Affan, Abdur Rahman ibnu Auf, Az-Zubair ibnul Awwam, dan Sa'd ibnu Abu Waqqas?" Umar menjawab, "Ya." Maka mereka diizinkan untuk masuk, lalu mereka pun masuk.
Kemudian Malik kembali lagi kepada Umar dan berkata seraya memohon, "Wahai Amirul Muminin, izinkanlah Al-Abbas dan Ali untuk masuk." Umar menjawab, "Ya." Lalu keduanya diberi izin untuk masuk. Setelah keduanya masuk, Al-Abbas berkata, "Wahai Amirul Muminin, putuskanlah antara aku dan orang ini," yakni Ali. Sebagian hadirin berkata, "Benar, wahai Amirul Muminin, putuskanlah di antara keduanya dan kasihanilah keduanya." Malik ibnu Aus mengatakan bahwa seingat dia keduanya pun mengajukan mereka yang hadir.
Maka Umar berkata, "Sabarlah." Kemudian Umar menghadap kepada rombongan itu (Usman, Sa'd, Abdur Rahman, dan Az-Zubair) dan berkata kepada mereka, "Aku memohon kepada kalian dengan nama Allah yang dengan seizin-Nya langit dan bumi ini ditegakkan. Tahukah kalian bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: 'Kami (para nabi) tidak diwaris, dan apa yang kami tinggalkan adalah sedekah'. Mereka menjawab, "Benar." Kemudian Umar menghadap kepada Ali dan Al-Abbas, lalu berkata kepada keduanya, "Aku memohon kepadamu berdua dengan nama Allah yang dengan seizin-Nya langit dan bumi ini ditegakkan, tahukah kamu berdua bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: 'Kami (para nabi) tidak diwaris, dan apa yang kami tinggalkan adalah sedekah'.
Keduanya menjawab, "Benar." Lalu Umar berkata, bahwa sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala telah memberikan suatu bagian khusus untuk Rasul-Nya, yang belum pernah Dia berikan sekhusus itu kepada seorang manusia pun. Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman: Dan apa saja harta rampasan (fai) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) mereka, maka untuk mendapatkan itu kamu tidak mengerahkan seekor kuda pun dan (tidak pula) seekor unta pun, tetapi Allah yang memberikan kekuasaan kepada Rasul-Nya terhadap siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu (Al-Hasyr: 6) Allah subhanahu wa ta’ala juga telah memberikan kepada Rasul-Nya harta Bani Nadir. Maka demi Allah, aku tidak akan memonopolinya sendirian tanpa kalian dan tidak pula aku meraihnya tanpa kalian. Dan dahulu Rasulullah ﷺ mengambil sebagiannya untuk nafkah satu tahunnya atau nafkah beliau sendiri dan keluarganya selama satu tahun, sedangkan sisanya beliau jadikan sebagaimana harta lainnya (yang tidak khusus). Kemudian Umar menghadap kepada rombongan itu dan bertanya, "Aku mau bertanya kepada kalian demi nama Allah yang dengan seizin-Nya langit dan bumi ditegakkan, tahukah kalian hal tersebut?" Mereka menjawab, "Ya." Kemudian Umar menghadap kepada Ali dan Al-Abbas, lalu berkata kepada keduanya, "Aku bertanya kepada kamu berdua demi Allah yang dengan seizin-Nya langit dan bumi ditegakkan, tahukah kalian hal tersebut?" Keduanya menjawab, "Ya." Umar melanjutkan, "Ketika Rasulullah ﷺ wafat, Abu Bakar berkata, 'Aku adalah pengganti Rasulullah ﷺ ," lalu kamu dan dia datang menghadap kepada Abu Bakar.
Kamu (Al-Abbas) menuntut hak warismu dari keponakanmu, dan dia menuntut warisan istrinya dari ayahnya. Lalu Abu Bakar mengatakan kepadamu berdua bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: 'Kami (para nabi) tidak diwaris, apa yang kami tinggalkan adalah sedekah. Allah mengetahui bahwa Abu Bakar adalah orang yang jujur, berbakti, pandai, lagi mengikuti kebenaran. Maka harta itu diurus oleh Abu Bakar. Dan setelah Abu Bakar meninggal dunia, akulah yang menjadi pengganti Rasulullah dan juga pengganti Abu Bakar. Kemudian aku urusharta itu selama masa yang dikehendaki Allah agar aku mengurusnya. Lalu datanglah kamu dan dia, sedangkan urusan kamu berdua sama, kemudian kamu berdua memintanya dariku.
Maka kukatakan bahwa jika kamu kehendaki, aku bersedia menyerahkannya kepadamu berdua, tetapi dengan syarat hendaknya kamu berdua bersumpah kepada Allah bahwa kamu akan mengurusnya sesuai dengan apa yang pernah dilakukan oleh Rasulullah ﷺ terhadapnya. Kamu boleh mengambilnya dariku dengan syarat tersebut, kemudian kamu berdua datang kepadaku agar aku memutuskan di antara kamu berdua dengan keputusan selain dari apa yang telah digariskan oleh Rasulullah ﷺ Demi Allah, aku tidak akan memutuskan di antara kamu berdua dengan keputusan yang lain dari itu hingga hari kiamat. Bilamana kamu berdua tidak mampu mengurusnya, maka kembalikan saja ia kepadaku." Mereka (jamaah) mengeluarkan hadits ini melalui Az-Zuhri dengan sanad yang sama.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Arim dan Affan. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar yang telah mendengar ayahnya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Anas ibnu Malik, dari Rasulullah ﷺ Anas mengatakan bahwa dahulu seseorang menyerahkan kepada Nabi ﷺ sebagian dari hartanya yang berupa kebun kurma atau lainnya selama masa yang dikehendaki Allah, hingga Allah menaklukkan Quraizah dan Bani Nadir untuk Nabi ﷺ Anas melanjutkan, bahwa setelah itu Nabi ﷺ menyerahkan kebun kurma itu kepada pemiliknya. Anas melanjutkan lagi, bahwa sesungguhnya keluargaku memerintahkan kepadaku agar mendatangi Nabi ﷺ dan meminta kembali apa yang telah diserahkan oleh keluargaku kepada Nabi ﷺ atau sebagian darinya, padahal Nabi ﷺ telah memberikannya kepada Ummu Aiman, atau menurut apa yang dikehendaki Allah. Lalu aku memintanya kembali, dan Nabi ﷺ menyerahkannya kepadaku. Tetapi Ummu Aiman datang dan mengalungkan kain selendangnya ke leherku seraya berkata, "Tidak, demi Allah yang tidak ada Tuhan yang wajib disembah selain Dia, beliau tidak boleh memberikannya kepadamu karena beliau telah memberikannya kepadaku," atau dengan ungkapan lain yang semisal. Maka Nabi ﷺ bersabda melerai, "Engkau akan kuganti dengan kebun kurma anu dan anu." Ummu Aiman berkata, "Tidak, demi Allah." Nabi ﷺ bersabda, "Engkau akan kuganti dengan anu dan anu." Dan Ummu Aiman menjawab, "Demi Allah, jangan." Nabi ﷺ kembali bersabda, "Engkau akan kuganti dengan anu dan anu." Tetapi Ummu Aiman menjawab, "Demi Allah, kamu tidak boleh begitu." Nabi ﷺ bersabda, "Kamu akan kuganti dengan anu dan anu," tetapi Ummu Aiman tetap menolak.
Akhirnya Nabi ﷺ memberikan gantinya. Seingatku beliau bersabda, "Dan bagimu sepuluh kali lipatnya, atau kurang lebihnya sepuluh kali lipatnya, sebagai gantinya." Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim telah meriwayatkannya melalui berbagai jalur dari Ma'mar dengan sanad yang sama. Dan semua masarif yang disebutkan dalam ayat ini adalah masarif'yang sama seperti yang disebutkan dalam masalah khumusul gana'im yang telah kami terangkan dalam tafsir surat Al-Anfal, sehingga tidak perlu diulangi lagi. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. (Al-Hasyr: 7) Yaitu Kami jadikan masarif ini bagi harta fai agar harta itu tidak dipegang oleh orang-orang yang kaya saja yang pada akhirnya mereka membelanjakannya menurut kemauan nafsu syahwat dan menurut pendapat mereka sendiri, sedangkan orang-orang fakir dilupakan dan tidak diberi sedikit pun dari harta itu.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Apa yang diberikan oleh Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. (Al-Hasyr: 7) Yakni apa pun yang diperintahkan oleh Rasul kepada kalian, maka kerjakanlah; dan apa pun yang dilarang olehnya, maka tinggalkanlah. Karena sesungguhnya yang diperintahkan oleh Rasul itu hanyalah kebaikan belaka, dan sesungguhnya yang dilarang olehnya hanyalah keburukan belaka. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abu Talib, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab, telah menceritakan kepada kami Sa'id, dari Qatadah, dari Al-Hasan Al-Aufi, dari Yahya ibnul Jazzar, dari Masruq yang mengatakan bahwa pernah ada seorang wanita datang kepada Ibnu Mas'ud, lalu berkata, "Telah sampai kepadaku bahwa engkau melarang wanita yang bertato dan yang menyambung rambutnya, apakah itu berdasarkan sesuatu yang kamu jumpai dari Kitabullah ataukah dari Rasulullah ﷺ ?" Ibnu Mas'ud menjawab, "Benar ada sesuatu yang aku jumpai di dalam Kitabullah dan juga dari Rasulullah ﷺ yang melarangnya." Wanita itu bertanya kembali, "Demi Allah, sesungguhnya aku telah, membaca semua yang ada di dalam mushaf, ternyata aku tidak menemukan apa yang engkau katakan itu di dalamnya." Ibnu Mas'ud menjawab, "Apakah kamu tidak menjumpai di dalam ayat berikut? Yaitu firman-Nya: 'Apa yang diberikan oleh Rasul kepadamu, maka terimalah dia; dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah' (Al-Hasyr: 7)?" Wanita itu menjawab, "Benar aku menjumpainya." Ibnu Mas'ud berkata, bahwa sesungguhnya ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ melarang wanita menyambung rambutnya, bertato, dan mencukur alisnya.
Wanita itu berkata, "Barangkali hal itu terdapat pada wanita dari keluargamu." Ibnu Mas'ud berkata, "Masuklah dan lihatlah sendiri." Lalu wanita itu masuk dan melihat-lihat, lalu tidak lama kemudian ia keluar seraya berkata, "Aku tidak melihat apa pun yang dilarang." Ibnu Mas'ud berkata kepada wanita itu, "Apakah kamu tidak hafal wasiat seorang hamba yang saleh, yang disebutkan oleh firman-Nya: 'Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang' (Hud: 88)?" Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Mansur, dari Alqamah, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Allah melaknat wanita yang menato dan yang minta ditato, wanita yang mencukur bulu alisnya, dan wanita yang mengubah ciptaan Allah untuk kecantikan.
Ketika hal itu terdengar oleh seorang wanita dari kalangan Bani Asad yang dikenal dengan nama Ummu Ya'qub, maka Ummu Ya'qub datang menemui Ibnu Mas'ud dan berkata, "Telah sampai kepadaku bahwa engkau mengatakan anu dan anu." Ibnu Mas'ud menjawab, "Mengapa aku tidak melaknat orang yang telah dilaknat oleh Rasulullah ﷺ dan juga oleh Kitabullah?" Wanita itu bertanya, "Sesungguhnya aku telah membaca semua yang terkandung di antara kedua sampulnya, dan ternyata aku tidak menemukannya." Ibnu Mas'ud mengatakan, "Jika engkau benar-benar membacanya, niscaya engkau akan menjumpainya.
Aku telah membacanya, yaitu firman Allah subhanahu wa ta’ala: 'Apayang diberikan oleh Rasul kepadamu, maka terimalah dia; dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah' (Al-Hasyr: 7)" Wanita itu berkata, "Memang benar." Ibnu Mas'ud berkata, "Sesungguhnya Rasulullah ﷺ telah melarang perbuatan tersebut." Wanita itu berkata, "Sesungguhnya aku mempunyai dugaan kuat bahwa hal tersebut dikerjakan oleh keluargamu." Ibnu Mas'ud menjawab, "Pergilah dan lihatlah sendiri." Wanita itu pergi, dan ternyata tidak menemukan apa yang ia tuduhkan itu barang sedikit pun.
Akhirnya ia kembali dan berkata, "Aku tidak melihat sesuatu pun." Ibnu Mas'ud berkata, "Seandainya hal itu ada, tentulah tidak akan kami biarkan dia hidup bersama kami." Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadits ini melalui Sufyan Ats-Tsauri. Di dalam kitabSahihain telah disebutkan pula melalui Abu Hurairah, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: ". Apabila aku perintahkan kalian dengan sesuatu, maka kerjakanlah ia menurut kemampuan kalian; dan apa yang aku larang kalian mengerjakannya, maka tinggalkanlah ia.
Imam An-Nasai mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Mansur ibnu Hayyan, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Umar dan Ibnu Abbas, bahwa keduanya menyaksikan Rasulullah ﷺ melarang minuman perasan yang dibuat dari duba, hantam, naqir dan muzaffat. Kemudian Rasulullah ﷺ membaca firman-Nya: Apa yang diberikan oleh Rasul kepadamu, maka terimalah dia; dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. (Al-Hasyr: 7) Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. (Al-Hasyr: 7) Yakni bertakwalah kamu kepadanya dengan mengerjakan perintah-penntah-Nyadan menjauhi larangan-larangan-Nya. Karena sesungguhnya Dia amat keras hukuman-Nya terhadap orang yang durhaka kepada-Nya menentang perintah-Nya, membangkang terhadap-Nya, dan mengerjakan apa yang dilarang oleh-Nya."
Pada ayat ini Allah menerangkan hukum fai', yakni rampasan perang yang ditinggalkan musuh setelah sebelumnya Allah menjelaskan bahwa Rasulullah mengepung dan mengusir kaum Yahudi di Madinah. Mereka hanya dibolehkan membawa harta yang bisa dibawa oleh seekor unta. Dan harta rampasan berupa fai', yaitu yang diperoleh dari musuh tanpa terjadinya pertempuran, maka harta itu dari mereka, berasal dari musuh, diberikan oleh Allah kepada Rasul-Nya untuk mengharumkan Islam. Kamu tidak memerlukan kuda atau unta untuk mendapatkannya dalam pertempuran, tetapi Allah memberikan kekuasaan kepada rasul-rasul-Nya, termasuk kepada Nabi Muhammad untuk mengalahkan siapa saja yang Dia kehendaki di antara musuh-musuh-Nya sehingga dengan kekuasaan ini Rasulullah mendapatkan fai'. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu sehingga bukanlah suatu yang sulit bagi Allah menolong Rasul-Nya mengusir dan menghinakan kaum Yahudi di Madinah. 7. Allah lalu menjelaskan apa itu fai' dan peruntukannya. Harta rampasan dari mereka, musuh-musuh Allah yang meninggalkan hartanya tanpa perlawanan, maka harta itu diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk beberapa negeri seperti Bani Quraizah, Bani Nadir, penduduk Fadak dan Khaibar, penyalurannya adalah untuk Allah, untuk kepentingan fasilitas umum dan fasilitas sosial; untuk Rasul guna menopang perjuangan Islam; untuk kerabat Rasul yang membutuhkan bantuan; untuk anak-anak yatim guna menopang pendidikan mereka; untuk orang-orang miskin agar bisa mengembangkan diri; dan untuk orang-orang yang dalam perjalanan guna mencari penghidupan yang lebih baik. Singkatnya, agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu, tetapi harus memiliki fungsi sosial seperti air mengalir ke tempat yang lebih rendah sehingga bermanfaat bagi kaum duafa. Allah mengajarkan prinsip dalam mengamalkan Islam: Apa yang diberikan Rasul kepadamu, perintah maupun anjuran dalam ibadah dan muamalah, maka terimalah sebagai pedoman dalam ber-Islam. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah sebagai sesuatu yang harus dijauhi, karena di balik perintah dan larangan itu ada hikmah yang sangat berharga bagi manusia, dunia akhirat. Dan bertakwalah kepada Allah dengan melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nya bagi kaum yang menolak beriman kepada Rasulullah padahal mereka mengetahui bahwa beliau sebenarnya utusan Allah seperti kaum Yahudi di Madinah.
Ayat ini menerangkan hukum fai', yaitu harta rampasan yang diperoleh dari musuh, tanpa peperangan. Hal ini terjadi karena musuh telah menyerah dan mengaku kalah, sebelum terjadinya pertempuran. Harta-harta yang ditinggalkan Bani Nadhir setelah mereka diusir dari kota Medinah dianggap sebagai fai', karena Bani Nadhir menyerah kepada kaum Muslimin sebelum terjadi peperangan.
Allah menerangkan bahwa harta-harta Bani Nadhir yang mereka tinggalkan karena diusir dari Medinah jatuh ke tangan Rasulullah ﷺ dengan kehendak Allah, sehingga menjadi milik Allah dan rasul-Nya. Harta itu tidak dibagi-bagikan kepada tentara yang berperang, sebagaimana yang berlaku pada harta rampasan perang (ganimah). Karena harta itu diperoleh tanpa melalui peperangan, tanpa menggunakan tentara berkuda dan berunta, seakan-akan tidak ada usaha dari tentara kaum Muslimin dalam mendapatkan harta itu. Orang-orang Yahudi Bani Nadhir yang memiliki harta itu telah menyatakan bahwa mereka mengaku kalah sebelum terjadinya peperangan, dan bersedia menerima syarat-syarat yang ditetapkan Allah dan rasul-Nya bagi mereka. Harta itu digunakan untuk menegakkan agama Allah dan kepentingan umum.
Menurut al-Qurthubi, bahwa harta fai' yang diserahkan Allah kepada Rasul-Nya tidak diambil dan dipergunakan Rasul semuanya, tetapi Rasul hanya mengambil sekedar untuk kebutuhan keluarganya. Sedangkan sisa yang lain dipergunakan untuk kemaslahatan dan kesejahteraan kaum Muslimin.
Allah menerangkan bahwa sunah-Nya telah berlaku bagi semua makhluk ciptaan-Nya pada setiap keadaan, masa, dan tempat, yaitu mengalahkan dan menimbulkan rasa takut di dalam hati musuh-musuh rasul-Nya. Di antaranya adalah Allah telah menjadikan dalam hati Bani Nadhir rasa takut, sehingga mereka menyerah kepada Rasulullah ﷺ Karena mereka telah menyerah, maka Allah memberikan wewenang kepada rasul-Nya untuk menguasai harta Bani Nadhir. Oleh karenanya, tentara kaum Muslimin tidak berhak memperolehnya.
Pada akhir ayat ini, Allah mengingatkan kekuasaan-Nya atas semua makhluk ciptaan-Nya. Jika Allah menghendaki, Dia menanamkan rasa takut dan gentar musuh-musuh-Nya tanpa pertempuran, sebagaimana yang telah terjadi pada Bani Nadhir. Mereka menyerah kalah, walaupun berada dalam benteng-benteng yang kukuh.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
HARTA RAMPASAN PERANG
“Dan dari harta yang dirampaskan Allah untuk Rasul-Nya, daripada mereka." Yaitu al-Fa'i, harta yang Allah sendiri merampaskannya daripada orang-orang Yahudi Bani Nadhir itu; “Maka tidaklah kamu mengerahkan ke atasnya dari kuda dan tidak pula kendaraan unta." Artinya tidaklah sampai kamu datang menyerbu ke sana dengan susah-payah sampai mengendarai kuda ataupun unta, baik karena sukarnya ditempuh atau jauhnya, karena jarak antara kota Madinah dengan perkampungan Bani Nadhir itu hanyalah kira-kira dua mil saja. “Melainkan Allah-lahyang memberikan kegagahperkasaan kepada rasul-rasul-Nya dan ke atas siapa yang Dia kehendaki." Sehingga bagaimanapun kuatnya musuh itu, bilamana Allah telah memberikan sikap gagah perkasa atau tuah tertinggi kepada rasul-rasul-Nya, timbullah gentar dalam hati musuhnya. “Dan Allah atas tiap sesuatu adalah Maha Menentukan." (ujung ayat 6) Sehingga mudah saja bagi Allah menjatuh-kan orang yang sedang di puncak kemegahan dan mudah pula bagi Allah mengangkat martabat orang yang tadinya masih di bawah.
Harta rampasan yang didapat dengan cara begini, dinamai al-fa'i, tidaklah dibagi empat perlima kepada seluruh Mujahidin dan seperlima untuk Rasulullah ﷺ sendiri, untuk beliau dibagi-bagikan kepada orang-orang yang tidak turut berperang tetapi patut diberi bantuan hidup. Harta rampasan pada Bani Nadhir itu, yang dirampaskan Allah untuk Rasul-Nya, adalah khas diserahkan ke bawah kekuasaan dan kebijaksanaan Rasulullah ﷺ sendiri.
“Barang apa yang dirampaskan Allah untuk Rasul-Nya dari penduduk negeri-negeri, itu adalah untuk Allah dan untuk Rasul, dan untuk kerabat dan anak-anak yatim, dan orang-orang miskin dan orang dalam perjalanan." Ibnu Abbas menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan negeri-negeri ialah yang terdapat pada empat negeri:
pertama harta Bani Nadhir,
kedua harta Bani Quraizhah,
ketiga tanah di Fadak yang jauhnya tiga mil dari Madinah, dan
keempat Khaibar. Ada lagi perkampungan di Urainah dan Yanbu, keduanya ditentukan khusus untuk Rasulullah ﷺ.
Kata Imam Syafi'i, ‘Adapun setelah Rasulullah ﷺ wafat, maka bagian yang tadinya ditentukan untuk Rasulullah ﷺ itu dibagikan untuk Mujahidin yang diserahi menjaga batas-batas negeri Islam. Karena mereka itu telah melakukan perbuatan yang di waktu hidupnya dilakukan oleh Rasulullah ﷺ" Seumpama untuk memperkuat sempadan dan batas- batas kekuasaan Islam, atau untuk memperdalam sungai-sungai untuk dilayari, atau untuk membangun jembatan, dengan catatan mendahulukan mana yang lebih penting. Alasannya ialah dari sabda Rasulullah ﷺ sendiri, “Tidak ada untukku dari rampasan perang kamu itu, kecuali seperlima dan yang seperlima itu pun dikembalikan kepada kamu juga." (HR Abu Dawud, Ahmad, ath-Thabarani, dan an-Nasa'i) Dan lagi jangankan harta benda peninggalan beliau yang berupa tanah, sedangkan harta yang lain, tidaklah ada yang diwariskan. Beliau sendiri pula yang bersabda, “Kami Nabi-nabi tidaklah diwarisi, apa yang kami tinggalkan adalah sedekah." (HR Imam Ahmad dan Abu Dawud)
Al-Qurthubi dalam tafsirnya, al-Jami Li Ahkamil Al-Qur'an menulis tentang macam- macam harta benda umum yang di bawah kekuasaan imam (kepala negara).
“Harta benda yang di bawah kekuasaan Imam-imam dan penguasa-penguasa masuk dari tiga macam.
Pertama, ialah yang dipungut dari kaum Muslimin sendiri untuk pembersihan harta itu, yaitu sebagai sedekah dan zakat.
Kedua, ialah ghana'im (jamak dari ghanimah), yaitu yang sampai ke tangan kaum Muslimin dari harta benda orang-orang kafir karena peperangan yang di sana Muslimin menang dan musuh kalah.
Ketiga, ialah harta benda kaum kafir yang jatuh ke tangan kaum Muslimin tidak dengan susah payah perang dan penyerbuan; sebagai hasil perdamaian, atau bayaran jizyah, atau kharaaj, atau sepersepuluh yang diambil dari saudagar-saudagar kafir. Atau seumpama orang musyrik lari ke negeri lain lalu dia tinggalkan hartanya. Atau ada di antara mereka meninggal di Negara Islam (Darul Islam), sedang warisnya tidak ada.
Kata al-Qurthubi selanjutnya, “Adapun harta benda sedekah yang dipungut dari kaum Muslimin itu hendaklah dia bagikan kepada fakir miskin dan pekerja-pekerja yang mengurusnya dan seterusnya, sebagaimana yang tersebut di dalam surah at-Taubah ayat 60.
Adapun ghana'im maka di permulaan Islam terserah semuanya kepada kebijaksanaan Rasulullah ﷺ sebagaimana yang tersebut dalam surah al-Anfaal ayat 1 (Lihat tafsirnya pada juz 9). Kemudian diperjelas lagi dalam surah al-Anfaal juga ayat 41 (Lihat tafsirnya pada juz 10, pada permulaannya).
Adapun al-fa'i, pembagian dan pembagian yang seperlima adalah sama, yaitu di bawah kekuasaan langsung Rasulullah ﷺ.
Selanjutnya disebutkan dalam ayat, mengapa maka harta itu dibagi demikian rupa, bahkan yang dikuasakan kepada Rasulullah ﷺ tidak diwariskan, “Supaya dia jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya di antara kamu." Telah teradat di zaman jahiliyyah jika terjadi peperangan dan musuh dapat dikalahkan, maka yang pertama berhak atas harta benda itu adalah para pemimpin saja. Adapun para prajurit hanya diberi sekadar belas kasihan dari pemimpin yang telah kaya sendiri itu. Janganlah yang kaya bertambah kaya, dan yang miskin hanya menyaksikan kekayaan orang yang sudah kaya saja.
“Dan apa yang didatangkan kepada kamu oleh Rasul hendaklah kamu ambil." Artinya bahwa peraturan yang telah beliau aturkan, baik menurut ayat keenam atau ayat ketujuh, hendaklah diterima dengan segala kepatuhan dan kerelaan. Artinya pembagian-pembagian yang beliau lakukan dengan kebijaksanaan beliau janganlah dibantah. “Dan apa yang dia larang hendaklah kamu hentikan." Yang dilarang di sini tentu saja membagi sendiri dan mengambil sendiri sebelum dibagi, meskipun harta itu rampasan belaka. “Dan takwalah kepada Allah." Karena dengan ketakwaan kepada Allah rasa loba dan tamak. “Sesungguhnya adalah Allah itu sangat keras hukum-Nya." (ujung ayat 7)
Pada ujung ayat yang pertama telah disebutkan dua sifat Allah menentukan dalam hal pembagian harta rampasan ini, yaitu yang pertama ‘Aziz, yang berarti Perkasa; dan yang kedua Hakiim, yang berarti Bijaksana. Sudah pasti bahwa pembagian yang akan ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya itu akan sangat bijaksana dan pertimbangan yang halus. Oleh sebab itu maka barangsiapa yang hendak memandai-mandai pula membuat aturan sendiri atau tidak puas dengan peraturan Allah, niscaya akan mendapat hukuman yang berat.
“(Yaitu) untuk orang-orang fakir yang berhijrah." Di dalam susunan ayat nampak jelas bahwa dia menjadi fakir karena dia berhijrah. Kalau dia tidak hijrah tentu dia akan tetap kaya dengan harta, tetapi mereka adalah, “Yang diusir dari kampung halaman mereka;" mereka tinggalkan kampung halaman dan rumah kediaman di Mekah lalu hijrah ke Madinah tentu mendapat ganti rumah kediaman yang patut. “Dan harta benda mereka," tidak boleh dibawa, atau mereka sendiri tidak mau membawanya, karena akan memberati saja bagi perjalanan penting itu, yaitu hijrah, berpindah kepada Allah dan Rasul. Semuanya itu adalah “Karena mengharapkan karunia daripada Allah dan keridhaan." Karena mereka yakin bahwa Allah tidak akan mengecewakan mereka karena perpindahan itu bahkan Allah meridhai dan menyukai. “Dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya." Meskipun teranglah bahwa Allah Mahakuat, Mahakuasa, namun untuk menghargai tinggi pengorbanan mereka, Allah menyebut bahwa mereka berhijrah itu adalah karena menolong Allah dan Rasul.
“Itulah orang-orang yang benar. " (ujung ayat 8) Mereka disebut orang-orang yang benar, sebab pengorbanan mereka meninggalkan kampung halaman, rumah tangga, sanak-saudara dan harta benda adalah karena iman yang benar, sesuai keyakinan dengan perbuatan. Dari ayat ini, berikut enam keutamaan orang-orang Muhajirin.
Pertama, mereka adalah orang-orang fakir miskin.
Kedua, mereka adalah orang Muhajirin (berpindah tempat karena agama).
Ketiga, mereka diusir dan kampung halaman, dirampas harta benda.
Keempat, mereka mengharapkan karunia Allah dan keridhaan-Nya.
Kelima, mereka menolong Allah dan Rasul-Nya.
Keenam, mereka adalah orang-orang yang benar.