Ayat
Terjemahan Per Kata
سَيَقُولُ
akan berkata
ٱلۡمُخَلَّفُونَ
orang-orang yang tertinggal
إِذَا
apabila
ٱنطَلَقۡتُمۡ
kamu berangkat
إِلَىٰ
kepada
مَغَانِمَ
rampasan perang
لِتَأۡخُذُوهَا
untuk kamu mengambilnya
ذَرُونَا
biarkanlah kami
نَتَّبِعۡكُمۡۖ
kami mengikuti kamu
يُرِيدُونَ
mareka hendak
أَن
bahwa
يُبَدِّلُواْ
mereka akan mengganti
كَلَٰمَ
firman
ٱللَّهِۚ
Allah
قُل
katakanlah
لَّن
tidak
تَتَّبِعُونَا
kamu mengikuti kami
كَذَٰلِكُمۡ
demikianlah
قَالَ
berfirman
ٱللَّهُ
Allah
مِن
dari
قَبۡلُۖ
sebelum
فَسَيَقُولُونَ
maka akan berkata mereka
بَلۡ
tetapi
تَحۡسُدُونَنَاۚ
kamu dengki pada kami
بَلۡ
tetapi
كَانُواْ
adalah mereka
لَا
tidak
يَفۡقَهُونَ
mereka mengerti
إِلَّا
kecuali
قَلِيلٗا
sedikit
سَيَقُولُ
akan berkata
ٱلۡمُخَلَّفُونَ
orang-orang yang tertinggal
إِذَا
apabila
ٱنطَلَقۡتُمۡ
kamu berangkat
إِلَىٰ
kepada
مَغَانِمَ
rampasan perang
لِتَأۡخُذُوهَا
untuk kamu mengambilnya
ذَرُونَا
biarkanlah kami
نَتَّبِعۡكُمۡۖ
kami mengikuti kamu
يُرِيدُونَ
mareka hendak
أَن
bahwa
يُبَدِّلُواْ
mereka akan mengganti
كَلَٰمَ
firman
ٱللَّهِۚ
Allah
قُل
katakanlah
لَّن
tidak
تَتَّبِعُونَا
kamu mengikuti kami
كَذَٰلِكُمۡ
demikianlah
قَالَ
berfirman
ٱللَّهُ
Allah
مِن
dari
قَبۡلُۖ
sebelum
فَسَيَقُولُونَ
maka akan berkata mereka
بَلۡ
tetapi
تَحۡسُدُونَنَاۚ
kamu dengki pada kami
بَلۡ
tetapi
كَانُواْ
adalah mereka
لَا
tidak
يَفۡقَهُونَ
mereka mengerti
إِلَّا
kecuali
قَلِيلٗا
sedikit
Terjemahan
Apabila kamu nanti berangkat untuk mengambil rampasan perang, orang-orang Badui yang ditinggalkan itu akan berkata, “Biarkanlah kami mengikutimu.” Mereka hendak mengubah janji Allah. Katakanlah, “Kamu sekali-kali tidak (boleh) mengikuti kami. Demikianlah yang telah difirmankan Allah sebelumnya.” Maka, mereka akan berkata, “Sebenarnya kamu dengki kepada kami,” padahal mereka tidak mengerti kecuali sedikit sekali.
Tafsir
(Orang-orang yang tertinggal itu akan berkata) yakni mereka yang telah disebutkan tadi (apabila kalian berangkat menuju tempat barang rampasan) yang dimaksud adalah ganimah perang Khaibar (untuk mengambilnya, "Biarkanlah kami) maksudnya janganlah kalian halangi kami (mengikuti kalian") supaya kami dapat mengambil sebagian dari ganimah tersebut (mereka bermaksud) dengan sikap mereka yang demikian itu (hendak merubah keputusan Allah) menurut suatu qiraat dibaca Kalimullah artinya, janji atau ancaman-Nya. Maksudnya, mereka mengubah ancaman Allah dengan ganimah Khaibar yang khusus hanya untuk mereka yang ikut dalam baiat Ridwan di Hudaibiyah. (Katakanlah, "Kalian sekali-kali tidak boleh mengikuti kami; demikian Allah telah menetapkan sebelumnya") sebelum kami kembali (mereka akan mengatakan, "Sebenarnya kalian dengki kepada kami") bila kami ikut memperoleh ganimah bersama kalian, karena bagian kalian akan berkurang jadinya. (Bahkan mereka tidak mengerti) masalah agama (melainkan sedikit sekali) dari kalangan mereka yang mengerti tentangnya.
Orang-orang Badui yang tertinggal itu akan berkata apabila kamu berangkat untuk mengambil barang rampasan. Biarkanlah kami, niscaya kami mengikuti kamu; mereka hendak mengubah janji Allah. Katakanlah, "Kamu sekali-kali tidak (boleh) mengikuti kami; demikian Allah telah menetapkan sebelumnya," Mereka akan mengatakan, "Sebenarnya kamu dengki kepada kami. Bahkan mereka tidak mengerti melainkan sedikit sekali. Allah ﷻ menceritakan perihal orang-orang Badui yang tidak ikut berangkat bersama Rasulullah ﷺ dalam umrah Hudaibiyah. Yaitu ketika Nabi ﷺ dan para sahabatnya berangkat menuju ke Khaibar dengan tujuan untuk menaklukkannya. Disebutkan bahwa orang-orang Badui itu meminta (kepada Rasulullah ﷺ) agar diizinkan ikut berangkat bersama pasukan kaum muslim menuju ke tempat penjarahan Khaibar itu. Padahal sebelumnya mereka tidak mau ikut saat mereka diminta untuk berangkat memerangi musuh dan berjuang melawan mereka dengan penuh keteguhan hati.
Maka Allah ﷻ memerintahkan kepada Rasul-Nya untuk tidak memberi izin kepada mereka ikut dalam Perang Khaibar, sebagai hukuman terhadap mereka sesuai dengan dosa dan pelanggaran yang pernah mereka lakukan sebelumnya. Karena sesungguhnya Allah ﷻ telah menjanjikan kepada ahli Hudaibiyah untuk mendapat ganimah Khaibar, hanya mereka semata, tiada seorang pun dari selain mereka yang menemani mereka, seperti orang-orang Badui yang sebelumnya tidak ikut. Mereka yang tidak ikut sebelumnya bersama Rasulullah ﷺ di Hudaibiyah sama sekali tidak boleh mendapatkannya. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: mereka hendak mengubah janji Allah. (Al-Fath: 15) Mujahid dan Qatadah serta Juwaibir mengatakan bahwa yang dimaksud ialah apa yang telah dijanjikan oleh Allah kepada ahli Hudaibiyah.
Pendapat ini dipilih pula oleh Ibnu Jarir. Lain halnya dengan Ibnu Zaid, ia mengatakan bahwa yang dimaksud adalah apa ang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya: Maka jika Allah mengembalikanmu kepada satu golongan dari mereka, kemudian mereka minta izin kepadamu untuk keluar (pergi berperang), maka katakanlah, "Kamu tidak boleh keluar bersamaku selama-lamanya dan tidak boleh memerangi musuh bersamaku. Sesungguhnya kamu telah rela tidak pergi berperang yang pertama kali.
Karena itu, duduklah (tinggallah) bersama orang-orang yang tidak ikut berperang. (At-Taubah: 83) Tetapi pendapat Ibnu Zaid ini masih diragukan, karena ayat ini yang ada di dalam surat At-Taubah diturunkan berkenaan dengan Perang Tabuk, sedangkan Perang Tabuk terjadi sesudah umrah Hudaibiyah. Ibnu Juraij telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: mereka hendak mengubah janji Allah. (Al-Fath: 15) Yakni disebabkan keengganan mereka untuk bergabung bersama kaum muslim dalam jihad. Katakanlah, "Kamu sekali-kali tidak (boleh) mengikuti kami; demikian Allah telah menetapkan sebelumnya. (Al-Fath: 15) Allah telah menjanjikan kepada ahli Hudaibiyah sebelum kalian meminta bergabung bersama mereka.
Mereka akan mengatakan, "Sebenarnya kamu dengki kepada kami.(Al-Fath: 15) Yakni tidak boleh kami ikut serta dengan kalian memperoleh ganimah. Bahkan mereka tidak mengerti melainkan sedikit sekali. (Al-Fath: 15) Maksudnya, duduk perkaranya tidaklah seperti apa yang mereka kira, bahkan sebenarnya mereka tidak mempunyai pengertian."
Apabila kamu wahai Nabi Muhammad, berangkat menuju ke Khaibar bersama-sama dengan rombongan yang pergi ke Hudaibiyah untuk mengambil barang rampasan, orang-orang Badui yang tertinggal di Madinah itu akan berkata, 'Biarkanlah kami mengikuti kamu untuk mengambil harta rampasan itu. ' Mereka hendak mengubah janji Allah, bahwa harta rampasan perang di Khaibar hanya diperuntukkan bagi rombongan yang ikut ke Hudaibiyah. Katakanlah, wahai Nabi Muhammad, 'Kamu, wahai orang-orang Badui yang tidak ikut pergi ke Hudaibiyah, sekali-kali tidak boleh mengikuti kami untuk mengambil harta rampasan di Khaibar. Demikianlah ketentuan yang telah ditetapkan Allah sejak semula, yakni sejak lama sebelum diucapkan permintaanmu untuk pergi bersama kami. Mendengar keputusan itu maka mereka akan berkata, 'Itu bukan keputusan Allah, melainkan kehendakmu. Sebenarnya kamu dengki kepada kami, kalau kami memperoleh harta rampasan itu. ' Bukan karena kedengkian, melainkan karena mereka tidak mengerti perkara agama atau latar belakang keputusan itu melainkan sedikit sekali. Kalau mereka mengetahuinya niscaya mereka tidak mengatakan kepada Rasul ucapan yang demikian itu. 16. Katakanlah kepada orang-orang Badui yang tertinggal, yaitu mereka yang tidak ikut pergi ke Hudaibiyah, 'Kamu akan diajak untuk pergi menuju suatu kaum yang mempunyai kekuatan yang besar dan keberanian yang luar biasa. Ketika itu kamu harus memerangi mereka kecuali mereka menyerah dan masuk Islam. Jika kamu patuhi ajakan itu Allah akan memberimu pahala yang baik, berupa kemuliaan dan harta rampasan di dunia, dan di akhirat berupa surga. Tetapi jika kamu berpaling seperti yang kamu perbuat sebelumnya, yakni ketika Nabi mengajakmu ke Hudaibiyah Dia akan mengazab kamu dengan azab yang pedih, berupa kehinaan di dunia dan neraka di akhirat. '
Orang-orang Arab Badui yang tidak ikut mengerjakan umrah ke Mekah bersama Rasulullah ﷺ berkata kepada Nabi Muhammad ﷺ pada waktu beliau akan pergi ke Khaibar, "Hai Muhammad, berilah kesempatan kepada kami untuk ikut bersamamu ke Khaibar." Kesediaan mereka untuk pergi ke Khaibar itu karena mereka yakin bahwa Perang Khaibar akan dimenangkan oleh kaum Muslimin, sehingga akan memperoleh harta rampasan yang banyak dalam peperangan itu.
Rasulullah ﷺ bersama sahabat pergi ke medan Perang Khaibar pada bulan Muharram tahun ketujuh, sekembali beliau dari Perjanjian Hudaibiyyah. Dalam peperangan itu, kaum Muslimin mendapat kemenangan dan memperoleh harta rampasan yang banyak dari orang Yahudi.
Dalam satu hadis sahih, diterangkan bahwa Allah telah menjanjikan kepada para sahabat yang ikut bersama Rasulullah ﷺ ke Hudaibiyyah bahwa mereka akan mendapat kemenangan di Perang Khaibar dan harta rampasan yang banyak. Janji ini secara tidak langsung menolak kesediaan orang-orang Arab Badui yang ingin ikut berperang bersama Rasulullah ﷺ karena perang ini khusus diikuti oleh kaum Muslimin yang ikut ke Hudaibiyyah.
Karena maksud mereka yang tidak baik, maka Allah memerintahkan kepada Rasul untuk mengatakan kepada orang-orang yang bersedia ikut ke Khaibar, tetapi tidak ikut ke Hudaibiyyah, "Kamu tidak perlu ikut dengan kami ke Khaibar karena kamu telah mengenal kami. Kamu hanya mau ikut jika akan memperoleh keuntungan diri sendiri, sedangkan jika tidak ada keuntungan bahkan yang ada hanya kesengsaraan dan malapetaka, maka kamu tidak mau pergi bersama kami, bahkan mengemukakan alasan yang bermacam-macam. Demikianlah Allah telah membukakan rahasia hatimu kepada kami sebelum kami kembali dari Hudaibiyyah dan Allah telah menyatakan kepada kami bahwa rampasan Khaibar hanya akan diterima oleh orang-orang yang ikut ke Hudaibiyyah saja, itulah sebabnya kamu tidak boleh ikut bersama kami."
Orang-orang Arab Badui menjawab, "Wahai Muhammad, kamu mengadakan kebohongan terhadap kami. Sebenarnya Allah tidak mengatakan demikian. Kamu mengadakan kebohongan itu semata-mata karena rasa dengki yang timbul dalam hatimu terhadap kami." Pada akhir ayat ini diterangkan bahwa orang-orang munafik Arab Badui yang mengatakan hal itu adalah orang yang tidak mengetahui agama Allah. Mereka juga tidak mengetahui tujuan perintah jihad. Allah memerintahkan jihad bukan karena Dia tidak mampu menghancurkan mereka, melainkan untuk membedakan siapa di antara mereka yang beriman dan siapa pula yang kafir.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 15
“Akan berkata orang-orang yang mengelak itu."
Yaitu orang-orang yang takut akan turut berbuat baiat bersama Nabi ﷺ di bawah pohon kayu dan orang-orang yang mengatakan bahwa harta beridanya dan kaum keluarganya yang sedang diurusnya menyebabkan dia terlambat datang sehingga tidak turut berbaiat. Mereka berkata kepada Nabi,"Apabila kamu pergi kepada rampasan-rampasan perang itu karena hendak mengambilnya, biarkanlah kami mengikuti kamu." Artinya bahwa dengan tidak merasa malu, tidak merasa segan-segan, mereka meminta supaya mereka dibawa juga ikut serta kalau nanti mengambil harta rampasan peperangan kalau terjadi lagi peperangan sesudah Perdamaian Hudaibiyah itu. Padahal ada di antara mereka yang mengelak dari baiat dan ada yang sembunyi ketika baiat berlangsung.
Di dalam sambungan ayat telah dijelaskan pendirian mereka yang buruk itu. Telah dikatakan Allah,"Mereka hendak mengubah firman Allah. Karena mereka tidak tahu diri, tidak ingat betapa besar kesalahan mereka karena loba tamaknya kepada harta. Dalam ayat 11 sampai ayat 13 di atas tadi telah diterangkan jiwa mereka yang tidak jujur dan alasan-alasannya yang mereka cari untuk mengelakkan diri. Sebab itu Allah menyuruh sampaikan kata tegas kepada mereka."Katakanlah, ‘Sekali-kali kamu tidak akan dapat menuruti kami."‘ Yaitu kalau kiranya terjadi segera peperangan lagi sesudah Perdamaian Hudaibiyah maka orang-orang yang tidak turut dengan alasan karena terganggu oleh urusan harta berida dan keluarga atau sebab-sebab yang lain yang dicari-cari sehingga tidak turut dalam berbaiat tidaklah pula akan ikut dalam perjuangan sesudah itu. Terutama tidak lama sesudah Perdamaian Hudaibiyah itu telah terjadi peperangan dengan orang Yahudi di Khaibar. Maka yang dibawa oleh Rasulullah pergi berperang ke Khaibar itu terutama ialah orang-orang yang ikut dalam Perjuangan Hudaibiyah. Hati para pejuang itu mesti dipelihara dan perjalanannya mesti dihargai. Maka orang-orang yang menunjukkan keraguan hati dan kebimbangan di saat Hudaibiyah tidak boleh dibawa ikut serta untuk pergi ke Khaibar. Dan ini bukanlah kehendak Rasulullah pribadi melainkan kehendak Allah sendiri."Karena begitulah kehendak Allah sejak semula," dan orang-orang yang berjasa di saat-saat penting itu mesti diberikan penghargaan yang pantas. Tetapi,"Mereka akan berkata, ‘Bahkan kamu dengki kepada kami!'" Maka mereka tuduhlah keputusan yang demikian yang berlaku sebagai hukuman kepada keragu-raguan mereka bahwa itu timbul dari rasa dengki kalau-kalau mereka akan mendapat harta rampasan pula.
Maka di ujung ayat dijelaskan bahwa ini bukanlah soal dengki melainkan soal disiplin dan soal hukuman yang mesti dilakukan terhadap orang yang ragu-ragu dalam menghadapi peperangan. Karena mungkin saja de-ngan bebatnya pula perang yang akan ditempuh kelak, mereka sekali lagi lari meninggalkan barisan. Maka hal ini mesti dijaga jangan sampai berulang kali kejadian.
Kemenangan suatu perjuangan sangat bergantung kepada suatu disiplin. Sebab itu maka di ujung ayat dijelaskan,
“Bahkan adalah mereka tiada mengerti, kecuali sedikit."
Soal disiplin itu banyak yang tidak mengerti. Mereka hanya mengerti banyak keuntungan akan diperdapat, banyak harta rampasan akan dibawa pulang dan semua meminta supaya dia dilebihkan pembagiannya dari yang lain. Namun kesulitan yang akan ditempuh menghadapi musuh sebab musuh itu tidaklah akan menyerah saja, tidaklah mereka mengerti.
Sebab itu diteruskan lagi peringatan,
Ayat 16
“Katakanlah kepada orang-orang yang mengelak dari orang-orang Arab dusun itu, ‘Kamu akan diajak kepada suatu kaum yang sangat gagah perkasa.
Jika mereka telah berhadapan dengan kamu semuanya janganlah kamu sangka bahwa mereka akan menyerah kalah saja, janganlah kamu sangka mereka akan segera takluk dan menyerahkan diri. Menghadapi orang yang gagah perkasa bukanlah sama dengan menghadapi orang-orang yang pengecut yang sebelum bertempur mereka telah menyerah. Bahkan orang-orang yang gagah perkasa itu akan bertahan pula pada setiap jengkal tanah yang mereka bela dan pertahankan. Kamu tidaklah akan menang dan harta rampasan tidaklah akan berhasil kamu perdapat jika kurang kegagahperkasaan kamu dari mereka.
Bahkan kamu wajib mendesak mereka."Kamu perangi mereka atau mereka menyerah" Kamu perangi mereka biar bertemu gagah perkasa sama gagah perkasa. Dalam saat yang seperti itu yang dirilai adalah satu, yaitu tujuan peperangan. Mereka gagah perkasa karena mempertahankan kepercayaan mereka kepada yang selain Allah, mempertahankan keyakinan mereka bahwa menyembah berhala bisa menang dan berhala itu sendiri bisa menolong mereka. Kamu sendiri gagah perkasa karena kamu berkeyakinan bahwa peperangan yang kamu hadapi ini ialah karena menentang syirik, menentang mempersekutukan Allah dengan yang lain. Dalam hal yang seperti ini yang diadu utama sekali ialah semangat Kamu perangi mereka sampai habis, habis semua, hancur semua. Kalau mereka karena gagah perkasanya masih tetap bertahan tidak mau menyerah maka hancurlah mereka dalam perlawanan. Atau mereka menyerah! Kalau mereka sudah menyerah maka wajiblah diterima penyerahan itu dan mereka semuanya ditawan, tidak boleh diperangi lagi."Kalau mereka itu tunduk niscaya akan diberikan Allah kepada kamu pahala yang baik," yaitu penghargaanyangtinggi daripada Allah kepada mujahid-mujahid Islam yang telah dapat menundukkan musuhnya dan telah dapat menerima penyerahan itu dengan sebaik-baiknya karena orang yang telah menyerah itu tidak boleh diperangi lagi."Tetapi kalau kamu berpaling lagi," yaitu kalau musuh yang tadinya sudah menyerah dan perjanjian ke-tundukan dari pihak mereka sudah diperbuat tetapi mereka mencoba lagi melawan kepada tentara Islam yang telah pernah menaklukkan mereka itu,"Sebagaimana kamu telah berpaling sebelumnya." Karena mereka telah tumbuh rasa dendam di hati mereka terhadap islam, di kala lemah mereka mengaku tunduk lalu diperlakukan dengan baik. Tetapi setelah mereka lepas dari perjanjian itu dan berkisar lagi ke tempat lain, mereka akan mengambil kesempatan lagi melawan, memerangi dan bertempur. Begitulah yang kejadian dengan kaum Yahudi itu dalam peperangan Bani Quraizhah.
Banyak di antara mereka yang sehabis Perjanjian Hudaibiyah itu menggabungkan diri ke Khaibar. Kemudian setelah Khaibar diperangi lagi oleh pihak kaum Muslimin, bertemu lagilah orang-orang yang telah mengakui tunduk dalam peperangan Bani Quraizhah itu. Di ujung ayat Allah memberikan ancaman,
“Niscaya akan Dia siksa kamu dengan siksaan yang pedih."
Ini pun harus jadi perhatian kepada kita sampai kepada zaman kita sekarang ini. Allah Yang Mahakuasa dan Mahatahu telah mengatakan tentang sifat perjanjian bagi orang yang kafir itu. bahwa bagi mereka nilai terhadap janji itu tidak ada dan tidak mulia. Kalau mereka telah merasa kuat, mudah saja bagi mereka memungkiri janji: itu adalah soal waktu saja. Kalau mereka masih merasa lemah, janji itu akan mereka jaga dengan baik. Tetapi kalau mereka telah merasa sangat kuat, dengan tidak peduli protes orang lain, mereka akan terus melanggarnya.
“Dan tidaklah kita dapati pada kebanyakan mereka dari hal perjanjian dan sungguh kami dapati kebanyakan mereka itu orang-orang yang fasik" (al-A'raaf: 102)
Oleh sebab itu menjadi perintah yang keras di dalam Al-Qur'an agar kaum Muslimin sendiri selalu siap dan waspada, siap dan siaga dengan kuda kendaraan perang dan senjata-senjata lain yang dengan demikian akan membuat pihak musuh itu takut terlebih dahulu akan melanggar janjinya. Sebagaimana tersebut di dalam surah al-Anfaal ayat 60.
Ayat 17
“Tidaklah ada atas orang buta keberiatan dan tidak ada atas orang yang pincang keberiatan dan tidaklah ada atas orang yang sakit keberiatan."
Dalam pangkal ayat 17 ini dijelaskan bahwa ada tiga macam orang yang tidak diberi keberatan buat turut pergi berperang. Kalau kiranya mereka tidak pergi, adalah alasan yang kuat buat mereka tidak turut. Yaitu: orang buta, orang pincang, dan orang sakit!
Tetapi di dalam riwayat Islam adalah sangat berbeda di antara keringanan yang diberikan kepada orang-orang yang ada halangan yang tidak memberinya kesempatan buat pergi berperang itu karena pincang, karena buta, dan karena sakit itu. Karena ayat ini masih berujung, yaitu"Dan barangsiapayang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya akan dimasukkan-Nya dia ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungal-sungai."
Oleh karena janji Allah yang demikian jelas, bahwasanya orang yang berjuang pada jalan Allah itu pasti akan diberikan tempat yang mulia, yaitu surga yang mengalir di bawahnya sungal-sungai yang sejuk airnya maka orang yang pincang ataupun buta itu masih saja mencari daya upaya agar mereka pun turut berperang dan orang yang sakit hendak segera agar lekas sembuh supaya dapat melanjutkan pula perjuangan mereka pada jalan Allah.
Di dalam Peperangan Uhud yang hebat itu, seorang yang bernama Amir bin al-jamuh ingin pula turut dibawa serta pergi berperang padahal kaki beliau sangat pincang dan empat orang anak laki-lakinya telah pergi berperang semuanya. Dia minta kepada anak-anaknya itu agar dia jangan ditinggalkan di rumah, dia pun hendak ikut ke medan perang. Anaknya menjawabm"Cukuplah kami saja yang pergi berjihad, wahai Ayah! Duduk sajalah Ayah di rumah karena Ayah pun tidak diwajibkan lagi oleh agama buat pergi berjihad// sabilillah Amir bin al-Jamuh tidak merasa puas dengan tolakan anaknya lalu dia datang menghadap Rasulullah ﷺ Kepada beliau dia berkata,"Keempat anakku tidak mau membawaku turut berjuang ke medan perang, ya Rasulullah! Demi Allah! Sungguh-sungguh aku ingin sekali hendak turut berperang biar aku mencapai syahidku di medan perang sehingga dengan kakiku yang pincang ini pun aku menginjak bumi surga yang indah itu!"
Lalu Rasulullah menyambut perAllahonannya yang sangat itu,"Engkau sendiri tahu bahwa bagi orang yang seperti engkau ini tidak diwajibkan lagi turut berperang pada jalan Allah!" Mendengar ucapan Rasulullah itu kelihatan muram durja wajahnya karena dia ingin juga hendak pergi. Lalu Rasulullah memanggil keempat orang anaknya lalu beliau berkata kepada mereka,"Tidaklah layak ayah kalian kau tinggalkan di rumah, mana tahu keinginannya akan disampaikan oleh Allah sehingga dia mendapat rezeki syahid di jalan Allah!"
Mendengar ucapan Rasulullah itu, anak-anaknya itu pun memberi izin ayahnya dan si ayah yang pincang dengan gembira berjalan mengiringkan Rasulullah ﷺ ke medan Perang Uhud yang terkenal. Sampai di medan perang terjadilah perkelahian yang hebat dan tidaklah Amir bin al-Jamuh mengecewakan tentang sikapnya dan tidaklah kurang gagah beraninya sampai tercapai maksud dan citanya yang mulia, yaitu mati syahid di medang perang.
Orang buta pun demikian pula. Terkenallah nama Ibnu Ummi Maktum, salah seorang tukang adzan Rasulullah ﷺ yang meskipun beliau tidak dapat turut pergi berperang, namun beliau dalam segi usaha yang lain tidak mau kekurangan daripada saudara-saudaranya bahkan sampai dalam satu peperangan besar kepadanya diserahkan Rasulullah menjadi wakil untuk menjadi walikota negeri Madinah selama perang itu berlangsung.
Adapun orang yang sakit, memang ada yang sakit tetapi setelah sembuh mereka tampil
kembali ke medan perjuangan mengejarkan ketinggalannya selama sakit. Sebabnya ialah karena ujung ayat yang tegas tadi, yaitu surga yang mulia menjadi tempat yang kekal bagi barangsiapa yang setia melaksanakan perintah.
“Akan tetapi barangsiapa yang berpaling, niscaya akan disiksa-Nya dengan siksaan yang pedih."
Ujung ayat ini adalah ancaman yang jelas dan berlaku terus sampai untuk selama-lamanya. Yaitu kalau orang telah berpaling dari seruan jihad, berpaling dari keberanian mati karena mempertahankan aqidah, pastilah bahwa dia akan diadzab. Ada adzab dunia dan ada adzab akhirat Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda,
“Barangsiapa yang meninggal dunia padahal dia belum pernah pergi berperang dan tidak pernah jadi sebutan dalam dirinya …
adalah dalam, bagian … munafik." (HR Muslim, Abu Dawud, dan an-Nasa'i)
Sebuah hadits pula dari Abu Bakar, Rasulullah ﷺ bersabda,
“Tidaklah meninggalkan suatu kaum akan Jihad, melainkan diumumkan Allah-lah pada kaum itu siksaan-nya.' (HR ath-Thabarani dengan isnad yang hasan)
Meskipun banyak bilangan kaum ini, berpuluh dan beratus juta, kalau semangat jihad itu tidak ada lagi bahkan telah bertukar dengan penyakit hubbud dunya (cinta kepada dunia) dan karahiatul maut (takut menghadapi maut) maka mudahlah menghancurkan kaum itu dan hilanglah gengsinya sehingga mudah saja mengalahkannya dan menghancurkannya. Itulah adzab siksaan dunia, apatah lagi adzab siksaan akhirat.
Ayat 18
“Sesungguhnya Allah telah meridhai kepada orang-orang yang beriman ketika mereka berbaiat dengan engkau di bawah pohon itu."
Telah kita maklumi dalam cerita-cerita yang kita uraikan di atas tadi bahwasanya kaum Muslimin yang 1,400 orang hendak pergi ke Mekah melakukan ziarah karena sudah enam tahun negeri itu mereka tinggalkan, apatah lagi karena mimpi Rasulullah ﷺ Tetapi mereka dihalangi dan datang pula berita bahwa utusan yang diutus Rasulullah hendak membuat musyawarah dengan Quraisy, Utsman bin Affan telah ditangkap dan dibunuh. Berita yang sangat buruk ini telah menyebabkan mereka membuat baiat, yaitu kalau benar Utsman bin Affan mati dibunuh, mereka bersiap menghadapi segala kemungkinan, walaupun perang dan mereka berjanji tidak akan lari! Bahkan sedia menghadapi maut.
Satu hal yang amat penting kita perhatikan dalam ayat ini ialah tentang tempat sahabat-sahabat Rasulullah ﷺ itu membuat baiat itu. Dalam ayat ini dijelaskan tempatnya, yaitu di bawah pohon. Di sana rupanya ada pohon kayu tumbuh, lantaran itu ada naungan yang menyebabkan panas tidak terlalu terik mereka rasakan. Namun meskipun tempat itu menjadi sangat penting dipandang dari segi sejarah, tidaklah tempat itu dijadikan tempat peringatan yang istimewa.
Bukhari meriwayatkan bahwa beliau menerima berita dari Mahmud, dan Mahmud ini menerima berita dari Ubaidillah dan dia ini menerima dari Israil, dan dia ini menerima dari Thariq, bahwasanya Abdurrahman berkata,"Saya pergi mengerjakan haji. Di tengah jalan akan pergi ke Mekah itu bertemulah saya orang-orang sedang shaiat. Lalu saya bertanya kepada teman-teman seperjalanan, ‘Ini bukan masjid mengapa orang shaiat di sini?' Teman-teman itu menjawab. ‘Di sini adalah tempat bekas pohon yang tersebut dalam Al-Qur'an bahwa Nabi ﷺ
membuat baiat dengan sahabat-sahabatnya di sini.' Maka datanglah saya menemui Sa'id bin al-Musayyab menceritakan hal itu kepada beliau. Maka berkatalah Sa'id ibn al-Musayyab, ‘Ayahku sendiri adalah salah seorang yang turut melakukan baiat itu dengan Rasulullah. Tetapi setahun kemudiannya kami pun lewat pula di tempat itu tetapi kami sudah tidak ingat lagi tepatnya tempat itu dan lama-lama kami pun tidak tahu lagi di mana tepat tempatnya.' Lalu Sa'id berkata selanjutnya, ‘Sahabat-sahabat Rasulullah ﷺ tidak ada yang ingat lagi di mana tepatnya tempat itu sedangkan kalian yang datang di belakang mengatakan lebih tahu.'"
Sekianlah berita itu sebagaimana yang kita salinkan dari dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir.
Ini pun dapatlah jadi perbandingan bagi kita yang datang di belakang ini. Dalam pandangan hidup seorang Muslim, yang diperingati dan yang dirilai ialah kejadian bukan tempat di mana hal itu kejadian. Telah kejadian mengadakan baiat di suatu tempat di bawah pohon kayu di Hudaibiyah. Tetapi tidaklah diperhitungkan di mana tepatnya tempat kejadian itu. Sebagai juga Rasulullah ﷺ sendiri, semua kita telah tahu bahwa beliau telah dilahirkan di Mekah. Tetapi tidaklah dipentingkan sangat di manakah tempat kelahiran itu. Sebab yang penting dirilai dan diperhatikan ialah ajaran yang dibawa oleh Muhammad, bukan tempat lahirnya Nabi Muhammad itu sendiri. Sebab umat Islam yang ajaran agamanya berpangkal pada tauhid, yang terpenting ialah inti ajaran dan bekasnya bagi perkembangan jiwa manusia, bukan memperingati tempat kejadian, yang kalau tidak disadari bisa saja membawa manusia kepada mementingkan tempat itu sendiri, bukan mementingkan ajaran yang terkandung di dalamnya. Perbedaan ini sepintas lalu kelihatan tipis dan kecil saja padahal kalau hal ini tidak diperhatikan dengan saksama, dari tauhid orang bisa saja pindah kepada musyrik dengan tidak disadari."Maka telah tahulah Allah apa yang ada dalam hati mereka," yaitu setelah selesai baiat bersama dikerjakan mereka pun bersedia menghadapi segala kemungkinan, sekali-kali tidak akan mundur dalam menghadapi musuh, bahkan mati pun mereka bersedia menghadapi.
“Maka Allah telah menunaikan rasa tenteram atas mereka dan Dia ganjari mereka itu dengan kemenangan yang telah dekat."
Rasa sakinah atau tenteram setelah selesai melakukan baiat itu adalah amat penting artinya. Sebab dengan adanya rasa sakinah atau tenteram maka rasa ragu, guncang, bimbang, takut mati, gentar menghadapi musuh karena mereka merasa diri sedikit dan musuh lebih banyak, semuanya itu habis, berganti dengan ketetapan dan keteguhan hati. Dan ini sangat diperlukan dalam menghadapi peperangan. Maka lantaran rasa tenteram atau sakinah itu telah ada dan telah timbul semangat yang bulat, sangatlah penting artinya buat menghadapi zaman depan dan inilah pertanda yang baik sekali bagi kemenangan-kemenangan zaman yang akan datang. Tegasnya, meskipun pada waktu itu tidak terjadi peperangan namun semangat tenteram dan sakinah yang telah didapat di hari itu masih saja kuat dan kukuh buat dilancarkan pada perjuangan yang akan datang yang sesudah Hudaibiyah.
Ayat 19
“Dan harta-harta rampasan yang banyak sekali yang akan mereka ambil akan dia."
Meskipun pada tahun itu kamu belum jadi menziarahi negeri Mekah namun ini adalah pangkal dari kemenangan yang gilang-gemilang yang akan terus-menerus kamu rasakan. Yang terutama sekali ialah setelah selesai Perjanjian Hudaibiyah itu sebagian besar orang Arab di luar persukuan Quraisy sudah terpaksa mengakui bahwa kekuasaan Muhammad itu telah ada. Meskipun Quraisy belum mengakui bahwa dia adalah Rasulullah tetapi mereka telah membuat perjanjian hitam di atas putih dengan Muhammad bin Abdullah, yang dahulu mereka anggap orang pelarian dari kampung halamannya di Madinah. Di samping itu dibuat janji sepuluh tahun tidak akan berperang, kedua belah pihak tidak akan ganggu-mengganggu. Masa yang sepuluh tahun ini pun suatu kemenangan yang baik bagi Islam buat berkembang. Sebab berita Perdamaian Hudaibiyah telah tersebar ke seluruh Tanah Arab. Sebab itu kabilah-kabtlah dan masyarakat negeri-negeri Arab sejak dari utara sampai ke selatan, dari kota sampai ke dusun-dusun Badwi tidak merasa segan lagi buat mengirim utusan datang ke Madinah menemui Nabi ﷺ buat bertukar pikiran, buat berdialog, buat mendengarkan tentang Islam dari"tangan pertama"; suatu hal yang tidak dapat lagi kaum Quraisy buat menghalanginya. Sedang kaum Quraisy tidak mempunyai kekuatan dan keahlian buat menandingi propaganda dan dakwah yang diadakan oleh Nabi ﷺ itu. Tahun sesudah Perdamaian Hudaibiyah itu dinamai Tahun Wufuud. Artinya, tahun ramainya utusan-utusan datang ke Madinah.
“Dan adalah Allah Mahaperkasa, lagi Mahabijaksana.
Dengan kebijaksanaan Allah, yang Dia limpahkan kepada Rasul-Nya, kenalah kaum Quraisy yang keras kepala itu oleh kebijaksanaan ketika membuat janji. Mereka bertahan pada masalah ranting yang bukan pokok, masalah Bismihaahir-Rahmaanir-Rahiim dengan Bismika Allahumma, dengan masalah Muhammad Rasulullah ﷺ yang mesti ditukar dengan Muhammad bin Abdullah, maka dengan amat bijaksananya Rasulullah menuruti kehendak mereka karena dengan Nabi telah mendapat kemenangan yang besar dengan sebab mereka telah mau mengikat perjanjian yang sangat pokok dengan Nabi. Tegasnya mereka sudah mengakui bahwa Nabi adalah kepala dari suatu masyarakat yang meskipun mereka belum mengakui bahwa masyarakat itu adalah masyarakat Islam namun mereka telah bersedia mengakui"apakah akan namanya", namun jelas masyarakat itu terdiri di Madinah, berpengikut orang-orang yang telah bersama pindah dengan Nabi ke sana, bernama Muhajirin dan masyarakat yang menunggu dan menyambut mereka di Madinah bernama Anshar. Mereka belum mau mengakui nama-nama yang resmi dalam Islam itu namun mereka telah mengakui bahwa Muhammad ﷺ adalah kepala dari masyarakat itu dan mereka membuat perjanjian dengan dia.
Ayat 20
“Telah menjanjikan Allah untuk kamu harta-harta rampasan yang banyak yang akan kamu ambil akan dia, maka Dia akan cepatkan itu untuk kamu."
Tegasnya ialah bahwa sesudah terjadinya baiat itu dan terjadinya perjanjian yang penting di Hudaibiyah itu kemenangan akan berturut-turut datang. Dalam strategi peperangan ditunjukkan suatu siasat strategi yang penting sekali yaitu memperbuat perjanjian dengan suatu musuh yang besar, menghentikan perang buat berapa lamanya, jangan ganggu-mengganggu sehingga dengan demikian peperangan dengan musuh yang lebih kecil dapat diselesaikan dengan baik. Dalam strategi modern disebut supaya front perlawanan se-dapat-dapat diperkecil.
Masa sepuluh tahun bukanlah masa yang pendek. Ini adalah kesempatan yang paling baik buat menyusun diri bagi suatu angkatan yang masih muda dan bersemangat dan mempunyai ideologi yang jelas. Apabila Quraisy sudah berhenti perang sementara, yang dinamai cease fire, perhentian tembak menembak maka bagi Quraisy tidak ada program tertentu lain daripada menebar rasa berici dan marah, sedang bagi Nabi ﷺ itulah masa yang sebaik-baiknya buat memperluas pengaruh. Selain dari beliau menerima Wufuud, atau utusan-utusan yang datang dari seluruh Tanah Arab bahkan juga utusan dari kaum Nasrani di Najran, beliau pun waktu itu pula mengirimkan surat-surat kepada raja-raja dan orang-orang besar pada negeri-negeri yang berkeliling. Raja Kisra di Persia, Muqauqis Onder Koning di negeri Mesir dan Heraclius Kaisar Roma Timur yang memimpin negaranya di Suria (Syam) dan raja-raja kecil di bawah naungan Kerajaan Roma itu. Meskipun dalam Perjanjian Hudaibiyah beliau hanya diakui Muhammad anak Abdullah, namun dalam surat-surat kepada raja-raja itu beliau sebut dirinya Muhammad Rasulullah. Maka bertemulah sebagaimana dikatakan dalam ayat ini bahwasanya perjalanan waktu itu cepat sekali, kekuasaan yang telah diakui Quraisy di Perjanjian Hudaibiyah itu tidak dapat dihambat-hambat lagi. Benar-benar sebagai yang pernah Nabi katakan sesudah Perang Uhud bahwasanya masa bertahan telah lampau dan sekarang akan mulai masa menyerbu ofensif."Dan Dia halangi tangan-tangan manusia dan kamu." Artinya, meskipun musuh-musuh itu berusaha juga hendak menggagalkan usaha-usaha Nabi itu namun penghalangan mereka tidaklah akan berhasil lagi sebab halangan yang mereka lalukan tidak lagi teratur secara strategis bahkan boleh dikatakan"ngawur"."Supaya adalah dia itu menjadi tanda-tanda bagi orang-orang yang beriman," yaitu menjadi tanda bukti yang menambah kuatnya iman orang-orang yang beriman bahwa Nabi Muhammad ﷺ itu memang utusan Allah yang tidak akan dibiarkan Allah amal dan usahanya tersia-sia dan gagal tidak berhasil.
“Dan diberi-Nya petunjuk kamu kepada jalan yang lurus."
Meskipun bilangan kaum Muslimin sedikit dan bilangan musuhnya berlipat ganda banyaknya, namun musuh itu sudah kehilangan pedoman siasat buat melawan Rasul dan pengikutnya dan kaum Muslimin sendiri diberi petunjuk jalan yang lurus dan tujuan yang jitu.
Ayat 21
“Dan yang lain-lain pula yang tidak dapat kamu kira-kirakan atasnya."
Yang lain-lain yang di luar dari perhitungan datang berlipat ganda, di luar dari rencana semula dan semuanya mendatangkan keuntungan, yaitu kemenangan dalam perjuangan, harta rampasan yang tidak teper-manai, semuanya telah dimudahkan oleh Allah karena Allah memberikan rezeki kepada hamba-Nya yang bertakwa dengan tidak diketahui atau tidak disangka-sangka di mana pintu masuknya.
Macam-macam tafsir yang telah dikemukakan oleh ahli-ahli tentang hal yang lain-lain yang kamu tidak dapat kira-kirakan atasnya itu. Ibnu Abbas menerangkan bahwa hal itu dengan terjadinya peperangan besar dengan orang Yahudi di Khaibar. Qatadah dan Ibnu Jarir mengatakan kejadian itu ialah pada penaklukan Mekah yang terjadi tahun kedelapan. Ibnu Abu Laila mengatakan bahwa itu ialah peperangan dengan bangsa Persi dan Rum. Mujahid mengatakan tiap-tiap peperangan yang terjadi sesudah itu, sampai hari Kiamat.
Mungkin keterangan Mujahid inilah yang lebih tepat dengan kenyataan. Meskipun dalam peperangan yang sesudah itu ada juga yang kalah, seibarat pasang naik dan pasang surut namun perkembangan penaklukan Islam itu tidak berhenti walaupun sudah sampai empat belas abad sampai kepada zaman kita sekarang ini. Senantiasa ada saja kita mendengar penaklukan dan perkembangan Islam yang baru.
“Yang sesungguhnya kamu telah dikurung Allah dengan dia." Kata-kata ini dapatlah diartikan kedua paham. Pertama bahwasanya kemenangan kemenangan yang dicapai oleh kaum Muslimin di bawah pimpinan Rasulullah ﷺ telah meliputi dari segala jurusan, artinya dengan tidak disangka-sangka. Arti yang kedua ialah bahwasanya segala siasat per
tahanan yang diatur oleh kaum Quraisy atau musyrikin, semuanya telah gagal, kian diatur kian membawa kepada kekalahan mereka sendiri. Sejak mati beberapa orang ahli siasat dalam Peperangan Badar, mereka tidak lagi mempunyai orang-orang besar yang patut dibanggakan.
“Dan adalah Allah itu atas tiap-tiap sesuatu Mahakuasa."
Dengan ujung ayat ini maka tiap-tiap orang yang beriman disuruh mengingat bahwasanya di samping siasat dan usaha mereka sendiri ada lagi siasat tersembunyi yang terang dan nyata kuasanya melebihi kuasa manusia. Tetapi orang-orang yang tidak beriman mengabaikan kekuasaan yang mutlak ini sehingga dia tidak mempunyai penghargaan di dalam perjuangan. Di sinilah terkenal pepatah Arab,
“Alangkah sempitnya hidup ini kalau tidak ada kelapangan cita-cita."
Maka kelapangan cita-cita yang utama ialah nashrullah, pertolongan Allah dengan tidak pula melupakan ikhtiar dan usaha kita sebagai manusia.
***