Ayat
Terjemahan Per Kata
لَتُبۡلَوُنَّ
sungguh kamu akan diuji
فِيٓ
dalam/terhadap
أَمۡوَٰلِكُمۡ
hartamu
وَأَنفُسِكُمۡ
dan dirimu
وَلَتَسۡمَعُنَّ
dan sungguh kamu akan mendengar
مِنَ
dari
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
أُوتُواْ
(mereka) diberi
ٱلۡكِتَٰبَ
Kitab
مِن
dari
قَبۡلِكُمۡ
sebelum kalian
وَمِنَ
dan dari
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
أَشۡرَكُوٓاْ
(mereka) mempersekutukan
أَذٗى
gangguan/menyakitkan hati
كَثِيرٗاۚ
banyak
وَإِن
dan jika
تَصۡبِرُواْ
kamu bersabar
وَتَتَّقُواْ
dan kamu bertakwa
فَإِنَّ
maka sesungguhnya
ذَٰلِكَ
demikian itu
مِنۡ
dari/termasuk
عَزۡمِ
(patut) diutamakan
ٱلۡأُمُورِ
urusan
لَتُبۡلَوُنَّ
sungguh kamu akan diuji
فِيٓ
dalam/terhadap
أَمۡوَٰلِكُمۡ
hartamu
وَأَنفُسِكُمۡ
dan dirimu
وَلَتَسۡمَعُنَّ
dan sungguh kamu akan mendengar
مِنَ
dari
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
أُوتُواْ
(mereka) diberi
ٱلۡكِتَٰبَ
Kitab
مِن
dari
قَبۡلِكُمۡ
sebelum kalian
وَمِنَ
dan dari
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
أَشۡرَكُوٓاْ
(mereka) mempersekutukan
أَذٗى
gangguan/menyakitkan hati
كَثِيرٗاۚ
banyak
وَإِن
dan jika
تَصۡبِرُواْ
kamu bersabar
وَتَتَّقُواْ
dan kamu bertakwa
فَإِنَّ
maka sesungguhnya
ذَٰلِكَ
demikian itu
مِنۡ
dari/termasuk
عَزۡمِ
(patut) diutamakan
ٱلۡأُمُورِ
urusan
Terjemahan
Kamu pasti akan diuji dalam (urusan) hartamu dan dirimu. Kamu pun pasti akan mendengar banyak hal yang sangat menyakitkan hati dari orang-orang yang diberi Alkitab sebelum kamu dan dari orang-orang musyrik. Jika kamu bersabar dan bertakwa, sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang (patut) diutamakan.
Tafsir
(Kamu sungguh-sungguh akan diuji) karena berturut-turutnya beberapa 'nun' maka nun tanda rafa'nya dihilangkan, begitu juga 'wau' dhamir jamak karena bertemunya dua wawu sakin, sedangkan artinya ialah kamu sungguh-sungguh akan diuji atau dicoba (mengenai hartamu) dengan beban-beban dan kewajiban yang harus kamu penuhi (dan dirimu) dengan ibadat dan ujian berupa malapetaka (dan sungguh akan kamu dengar dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu) yakni dari orang-orang Yahudi dan Nasrani (dan dari orang-orang musyrik) dari kalangan Arab (gangguan menyakitkan yang banyak sekali) berupa makian dan tuduhan serta godaan dan gangguan terhadap wanita-wanitamu. (Jika kamu bersabar) atas tantangan itu (dan bertakwa) kepada Allah (maka demikian itu termasuk di antara pekerjaan-pekerjaan utama) termasuk hal-hal yang harus dipentingkan dan wajib dihadapi dengan keteguhan hati dan kesabaran yang penuh.
Tafsir Surat Ali-'Imran: 185-186
Tiap-tiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati. Dan sesungguhnya hanya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahala kalian. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.
Kalian sungguh-sungguh akan diuji terhadap harta kalian dan diri kalian. Dan (juga) kalian sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kalian dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, banyak ucapan gangguan yang yang menyakitkan hati. Jika kalian bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya itu termasuk sikap/urusan yang diutamakan.
Ayat 185
Allah ﷻ memberitahukan kepada semua makhluknya secara umum bahwa setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati. Perihalnya sama dengan firman Allah ﷻ yang mengatakan: “Semua yang ada di bumi itu pasti akan binasa. Yang tetap kekal adalah Zat Tuhan-mu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (Ar-Rahman: 26-27) Hanya Dia sendirilah yang Hidup Kekal dan tidak mati, sedangkan jin dan manusia semuanya akan mati, begitu pula para malaikat umumnya dan para malaikat pemangku Arasy. Hanya Allah sematalah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa Yang Kekal Abadi.
Dengan demikian, berarti Allah Yang Maha Akhir, sebagaimana Dia Maha Pertama (Akhirnya Allah tidak ada kesudahannya dan Permulaan Allah tidak ada awal-nya, pent.). Ayat ini merupakan ucapan belasungkawa kepada semua manusia, karena sesungguhnya tidak ada seorang pun di muka bumi ini melainkan pasti mati. Apabila masa telah habis dan nutfah yang telah ditakdirkan oleh Allah keberadaannya dari sulbi Adam telah habis serta semua makhluk habis, maka Allah mengadakan hari kiamat dan membalas semua makhluk sesuai dengan amal perbuatannya masing-masing, yang besar, yang kecil, yang banyak, yang sedikit serta yang tua dan yang muda, semuanya mendapat balasannya.
Tiada seorang pun yang dizalimi sedikit pun dalam penerimaan pembalasannya. Karena itulah maka Allah ﷻ berfirman: “Dan sesungguhnya hanya pada hari kiamat sajalah disempurnakan balasan (pahala) kalian.” (Ali Imran: 185)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz Al-Uwaisi, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abu Ali Al-Hasyimi, dari Ja'far ibnu Muhammad Ali ibnul Husain, dari ayah-nya, dari Ali ibnu Abu Thalib yang menceritakan bahwa ketika Nabi ﷺ wafat, dan belasungkawa berdatangan, maka datanglah kepada mereka seseorang yang mereka rasakan keberadaannya, tetapi mereka tidak dapat melihat wujudnya. Orang tersebut mengatakan: “Semoga keselamatan terlimpah kepada kalian, wahai Ahlul Bait, begitu pula rahmat Allah dan berkahnya. Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya hanya pada hari kiamat sajalah disempurnakan balasan (pahala) kalian. Sesungguhnya belasungkawa dari setiap musibah itu hanyalah kepada Allah, dan hanya kepada-Nya memohon ganti dari setiap yang telah binasa, dan hanya kepada-Nya meminta disusulkan dari setiap yang terlewatkan. Karena itu, hanya kepada Allah-lah kalian percaya, dan hanya kepada-Nyalah kalian berharap, karena sesungguhnya orang yang tertimpa musibah itu ialah orang yang terhalang tidak mendapat pahala. Dan semoga keselamatan terlimpah kepada kalian, begitu pula rahmat Allah dan berkah-Nya.” Ja'far ibnu Muhammad mengatakan, telah menceritakan kepadaku ayahku, bahwa Ali Abu Thalib berkata: “Tahukah kalian, siapakah orang ini?" Ali mengatakan pula, "Dia adalah Al-Khidir a.s."
Firman Allah ﷻ: “Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung.” (Ali Imran: 185)
Artinya, barang siapa yang dijauhkan dari neraka dan selamat darinya serta dimasukkan ke dalam surga, berarti ia sangat beruntung.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah Al-Ansari, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Amr ibnu Alqamah, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Tempat sebuah cemeti di dalam surga lebih baik daripada dunia dan apa yang ada di dalamnya. Bacalah oleh kalian jika kalian suka, yaitu firman-Nya, ‘Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung’." (Ali Imran: 185).
Hadits ini dituliskan di dalam kitab Shahihain melalui jalur lain tanpa memakai tambahan ayat. Telah diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim serta Ibnu Hibban di dalam kitab Shahih-nya dan Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya tanpa memakai tambahan ini melalui hadits Muhammad ibnu Amr. Telah diriwayatkan pula dengan memakai tambahan ini oleh Ibnu Mardawaih melalui jalur yang lain.
Ibnu Mardawaih mengatakan: Telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ahmad ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yahya, telah menceritakan kepada kami Humaid ibnu Mas'adah, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Ali, dari Abu Hazim, dari Sahl ibnu Sad yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Sesungguhnya tempat sebuah cemeti seseorang di antara kalian di dalam surga lebih baik daripada dunia ini dan semua yang ada di dalamnya.” Sahl ibnu Sa'd melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu beliau ﷺ membacakan firman-Nya: “Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh ia telah beruntung.” (Ali Imran: 185)
Dalam pembahasan yang lalu sehubungan dengan firman-Nya: “Dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (Ali Imran: 102) Ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Waki' ibnul Jarrah di dalam kitab tafsimya, dari Al-A'masy ibnu Zaid ibnu Wahb, dari Abdur Rahman ibnu Abdu Rabbil Ka'bah, dari Abdullah ibnu Amr ibnul As yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Barang siapa yang ingin dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka hendaklah ia mati sedang ia dalam keadaan beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Dan hendaklah ia memberikan kepada orang-orang apa yang ia suka bila diberikan kepada dirinya sendiri.” Imam Ahmad meriwayatkannya di dalam kitab musnadnya dari Waki' dengan lafal yang sama.
Firman Allah ﷻ: “Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (Ali Imran: 185)
Makna ayat ini mengecilkan perkara duniawi dan meremehkan urusannya. Bahwa masalah duniawi itu adalah masalah yang rendah, sedikit, pasti lenyap dan pasti rusak. Seperti yang diungkapkan oleh Allah ﷻ dalam ayat yang lain, yaitu firman-Nya:
“Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedangkan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (Al-A'la: 16-17)
“Dan apa saja yang diberikan kepada kalian, maka itu adalah kenikmatan hidup duniawi dan perhiasannya, sedangkan apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal.” (Al-Qashash: 60)
Dan dalam sebuah hadits disebutkan: “Demi Allah, tiadalah kehidupan di dunia ini bila dibandingkan dengan kehidupan di akhirat, melainkan sebagaimana seseorang di antara kalian mencelupkan jari telunjuknya ke dalam laut, maka hendaklah ia perhatikan apa yang didapat jari telunjuknya dari laut itu, maka itulah dunia.”
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (Ali Imran: 185) Bahwa kehidupan duniawi itu merupakan kesenangan yang akan ditinggalkan; tidak lama kemudian, demi Allah yang tidak ada Tuhan selain Dia, pasti menyusut dan hilang dari pemiliknya. Karena itu, ambillah dari kehidupan ini sebagai sarana untuk taat kepada Allah, jika kalian mampu dan tidak ada kekuatan (untuk melakukan ketaatan) kecuali berkat pertolongan Allah ﷻ.
Ayat 186
Firman Allah ﷻ: “Kalian sungguh-sungguh akan diuji terhadap harta kalian dan diri kalian.” (Ali Imran: 186)
Ayat ini sama maknanya dengan ayat yang lain, yaitu firman-Nya:
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepada kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan.” (Al-Baqarah: 155), hingga akhir ayat berikutnya. Dengan kata lain, seorang mukmin itu harus diuji terhadap sesuatu dari hartanya atau dirinya atau anaknya atau istrinya. Seorang mukmin mendapat ujian (dari Allah) sesuai dengan tingkatan kadar agamanya; apabila agamanya kuat, maka ujiannya lebih dari yang lain.
“Dan (juga) kalian sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kalian dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, banyak ucapan gangguan yang menyakitkan hati.” (Ali Imran: 186) Allah ﷻ berfirman kepada orang-orang mukmin ketika mereka tiba di Madinah sebelum Perang Badar untuk meringankan beban mereka dari tekanan gangguan yang menyakitkan hati yang dilakukan oleh kaum Ahli Kitab dan kaum musyrik. Sekaligus memerintahkan mereka agar bersikap pemaaf dan bersabar serta memberikan ampunan hingga Allah memberikan jalan keluar dari hal tersebut. Untuk itu Allah ﷻ berfirman: “Jika kalian bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya itu termasuk sikap/urusan yang diutamakan.” (Ali Imran: 186)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah menceritakan kepada kami Syu'aib ibnu Abu Hamzah, dari Az-Zuhri; Urwah ibnuz Zubair menceritakan kepadanya, Usamah ibnu Zaid pernah bercerita kepadanya bahwa Nabi dan para sahabatnya di masa lalu selalu bersikap pemaaf terhadap orang-orang musyrik dan Ahli Kitab, sesuai dengan perintah Allah kepada mereka, dan mereka bersabar dalam menghadapi gangguan yang menyakitkan. Perintah Allah ﷻ tersebut adalah melalui firman-Nya: “Dan (juga) kalian sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kalian dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, banyak ucapan gangguan yang menyakitkan hati.” (Ali Imran: 186) Tersebutlah bahwa Rasulullah ﷺ bersikap pemaaf sesuai dengan pengertiannya dari apa yang diperintahkan oleh Allah kepadanya, sehingga Allah mengizinkan kepada beliau untuk bertindak memberikan respon terhadap mereka. Demikianlah menurut apa yang diketengahkannya secara ringkas.
Imam Al-Bukhari mengetengahkannya dalam bentuk yang panjang lebar di saat ia menafsirkan ayat ini. Dia mengatakan: Telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah menceritakan kepada kami Syu'aib, dari Az-Zuhri, telah menceritakan kepadaku Urwah ibnuz Zubair; Usamah ibnu Zaid telah menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah ﷺ mengendarai himar (keledai) dengan memakai kain qatifah fadakiyah, seraya membonceng Usamah ibnu Zaid di belakangnya, dalam rangka hendak menjenguk Sa'd ibnu Ubadah yang ada di Banil Haris ibnul Khazraj. Hal ini terjadi sebelum Perang Badar. Ketika beliau melewati suatu majelis yang di dalamnya terdapat Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul sebelum dia Islam (lahiriahnya), ternyata di dalam majelis terdapat campuran orang-orang yang terdiri atas kaum muslim, kaum musyrik penyembah berhala, dan Ahli Kitab Yahudi. Di dalam majelis itu terdapat pula Abdullah ibnu Rawahah. Di saat majelis tersebut tertutup oleh debu kendaraan Nabi ﷺ, maka Abdullah ibnu Ubay menutupi hidungnya dengan kain selendangnya, lalu berkata, "Janganlah engkau membuat kami berdebu." Rasulullah ﷺ mengucapkan salam kepada mereka, lalu berhenti dan turun dari kendaraannya, kemudian menyeru mereka untuk menyembah Allah ﷻ dan membacakan Al-Qur'an kepada mereka.
Maka Abdullah ibnu Ubay berkata, "Wahai manusia, sesungguhnya aku tidak pandai mengucapkan apa yang kamu katakan itu, jika hal itu benar. Maka janganlah kamu ganggu kami dengannya dalam majelis kami ini. Kembalilah ke kendaraanmu, dan barang siapa yang datang kepadamu, ceritakanlah (hal itu) kepadanya!” Abdullah ibnu Rawwahah berkata, "Tidak, wahai Rasulullah, liputilah kami dengan debumu di majelis kami ini, karena sesungguhnya kami menyukai apa yang engkau sampaikan itu!" Akhirnya kaum muslim saling mencaci dengan kaum musyrik dan orang-orang Yahudi, hingga hampir saja mereka saling baku hantam, tetapi Rasulullah ﷺ terus-menerus melerai mereka hingga mereka tenang kembali.
Sesudah itu Rasulullah ﷺ mengendarai kembali keledainya, lalu meneruskan perjalanannya hingga sampai di rumah Sa'd ibnu Ubadah. Beliau masuk ke dalam rumahnya, lalu bersabda kepadanya, "Wahai Sa'd, tidakkah engkau mendengar apa yang telah dikatakan oleh Abu Hubab yang beliau maksud adalah Abdullah ibnu Ubay? Dia telah mengatakan anu dan anu." Sa'd ibnu Ubadah menjawab, "Wahai Rasulullah, maafkanlah dia dan ampunilah dia. Demi Tuhan yang telah menurunkan Al-Qur'an kepadamu, sesungguhnya Allah telah menurunkan kebenaran kepadamu, dan sesungguhnya semua penduduk kota ini telah berdamai (setuju) untuk mengangkat dia (Ibnu Ubay) menjadi pemimpin mereka dan membelanya dengan penuh kefanatikan. Akan tetapi, setelah Allah menolak hal tersebut dengan kebenaran yang telah Dia turunkan kepadamu, maka dia merasa tersisihkan, maka apa yang telah engkau lihat itu merupakan ungkapan rasa tidak puasnya." Maka Rasulullah ﷺ memaafkan tindakan Ibnu Ubay itu.
Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya bersikap pemaaf terhadap gangguan kaum musyrik dan kaum Ahli Kitab seperti yang diperintahkan oleh Allah kepada mereka, dan tetap bersabar serta menahan diri. Allah ﷻ telah berfirman: “Dan (juga) kalian sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kalian dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, banyak ucapan gangguan yang menyakitkan hati.” (Ali Imran: 186) hingga akhir ayat. Dalam ayat yang lainnya Allah ﷻ telah berfirman: “Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kalian kepada kekafiran setelah kalian beriman karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya.” (Al-Baqarah: 109), hingga akhir ayat.
Nabi ﷺ bersikap pemaaf menurut pengertian yang beliau pahami dari perintah Allah ﷻ sehingga Allah memberikan izin kepada beliau untuk bertindak terhadap mereka. Ketika Rasulullah ﷺ melakukan Perang Badar, yang di dalam perang itu Allah mematikan banyak para pemimpin orang-orang kafir Quraisy, maka Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul dan orang-orang musyrik penyembah berhala yang mengikutinya mengatakan, "Ini merupakan suatu perkara yang sudah kuat, maka berbaiatlah kalian kepada Rasulullah ﷺ untuk Islam." Akhirnya mereka berbaiat dan masuk Islam. Setiap orang yang menegakkan kebenaran atau memerintahkan kepada kebajikan atau melarang terhadap perbuatan mungkar pasti mendapat ganguan dan rintangan, dan tiada jalan baginya kecuali bersabar demi membela agama Allah dan meminta pertolongan kepada-Nya serta mengembalikan segala sesuatunya kepada Dia.
Kamu pasti akan diuji dengan hartamu dan dirimu dengan berbagai cobaan, ujian, dan musibah seperti kekurangan harta, malapetaka, dan lain-lain. Karena itu Allah menguji siapa pun di antara mereka yang tetap sabar dan istikamah dalam menjalankan perintah Allah, dan mereka yang tidak menerima dengan hati lapang dan sabar. Dan pasti kamu akan mendengar banyak hal yang sangat menyakitkan hati dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang musyrik berupa ejekan, pendustaan, penghalangan dalam beragama, perlawanan, dan pengkhianatan. Jika kamu bersabar dan bertakwa dalam menghadapi tindakan-tindakan mereka dan tetap teguh melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan. Hal itu karena orang-orang yang sabar, bertakwa, dan berbesar hati menerima setiap takdir yang berlaku akan meraih kemenangan yang gemilang atas tipu daya musuh Pada ayat lalu dijelaskan gangguan dan tipu daya orang-orang Yahudi terhadap Nabi, pada ayat ini Allah menjelaskan kelengahan dan pengabaian mereka terhadap ajaran Taurat. Dan ingatlah ketika Allah mengambil janji yang kuat berupa aturan-aturan dari orang-orang Yahudi dan Nasrani yang telah diberi Kitab, berupa perintah, Hendaklah kamu benar-benar menerangkannya, yakni isi Kitab itu, kepada manusia, tentang amar makruf nahi mungkar, halal dan haram sebagaimana termaktub dalam kitab suci yang diturunkan dari Allah. Dan diperintahkan pula janganlah kamu menyembunyikannya, yakni isi kandungan kitab suci tersebut, seperti berita kedatangan Nabi Muhammad, dan hukum-hukum syariat tentang halal dan haram. Lalu mereka melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka dengan tidak mengindahkan perintahperintah Allah serta mengabaikan aturan-aturan yang telah ditetapkan dan bahkan mereka menjualnya dengan harga murah. Mereka mengubah ketentuan hukum yang telah ditetapkan Allah untuk kepentingan sekelompok orang berpengaruh demi mendapatkan imbalan duniawi. Maka itu seburuk-buruk jual-beli yang mereka lakukan karena mereka rela menukar kemuliaan ilmu, agama, pujian di sisi Allah serta mahluk-Nya, dan kekekalan di surga yang penuh nikmat, dengan kesenangan duniawi yang fana
Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa Nabi Muhammad ﷺ dan pengikutnya akan mendapat ujian sebagaimana mereka telah diuji dengan kesulitan di Perang Uhud. Mereka akan diuji lagi mengenai harta dan dirinya. "Sesungguhnya kamu akan diuji mengenai hartamu dan dirimu." Kamu akan berkorban dengan hartamu menghadapi musuhmu untuk menjunjung tinggi derajat umatmu. Kamu akan meningkatkan perjuangan yang mengakibatkan hilangnya keluarga, teman-teman seperjuangan yang dicintai untuk membela yang hak. Kamu akan difitnah oleh orang yang diberi kitab dan orang yang mempersekutukan Allah. Kamu akan mendengar dari mereka hal-hal yang menyakitkan hati, mengganggu ketenteraman jiwa seperti fitnah zina yang dilancarkan oleh mereka terhadap Siti Aisyah. Ia tertinggal dari rombongan Nabi ﷺ ketika kembali dari satu peperangan, di suatu tempat karena mencari kalungnya yang hilang, kemudian datang safwan bin Muattal menjemputnya. Orang-orang munafik menuduh Aisyah berzina dengan safwan. Satu fitnah yang sangat memalukan, dan menggemparkan masyarakat Medinah pada waktu itu, peristiwa itu dikenal dengan hadisul ifki (kabar bohong).
Demikian hebat fitnah yang dilancarkan dan demikian banyak gangguan yang menyakitkan hati yang ditujukan kepadamu. Tetapi jika kamu bersabar menghadapinya dan menerimanya dengan penuh takwa, maka semuanya itu tidak akan mempunyai arti dan pengaruh sama sekali, dan sesungguhnya sabar dan takwa itu adalah urusan yang harus diutamakan.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 185
‘Tiap-tiap yang bernyawa merasakan mati."
Di dalam ayat disebut nafs, maka di sini kita artikan nyawa. Sebab, kalau tidak arti itu yang kita pakai, bisa jadi salah paham. Sebab, nafs itu pun mempunyai arti yang lain, yaitu diri, kalau kita artikan diri, niscaya masuklah Allah sendiri, sebab Allah pun adalah satu kedirian atau berdiri sendiri. Di dalam surah al-Maa'idah, ayat 116, tersebut Nabi Isa al-Masih,
“Engkau mengetahui yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui yang ada pada diriMu." (al-Maa'idah: 116)
Teranglah, bahwa kata nafs pada ayat yang tengah kita bicarakan ini bukanlah berarti diri, melainkan nyawa. Maka, tiap-tiap yang bernapas, atau yang bernyawa mesti merasakan mati. Baik manusia atau binatang atau apa saja, asal bernyawa. Kalau lebih kita perdalam lagi, belum jugalah kena kalau kita katakan bahwa segala yang bernyawa mesti merasakan mati. Lebih tepat lagi menurut bunyi ayat kalau kita katakan bahwa tiap-tiap nyawa mesti merasakan mati. Sebab, yang bernyawa atau yang dihinggapi oleh nyawa ialah tubuh kasar jasmani ini. Apakah tubuh yang kasar ini merasakan mati? Tidak! Sebab apabila mati telah datang, tubuh kasar tidak ada mempunyai perasaan lagi! Sebagaimana cerita Socrates yang masyhur itu, setelah mati itu menjalar dari kakinya, maka mana yang telah dijalaninya tidaklah merasa apa-apa lagi. Tatkala muridnya, Criton, memukul-mukul lututnya, dia mengatakan tidak terasa lagi.
Maka bolehlah kita katakan bahwa nyawa itulah yang merasakan mati. Dan tidak perlu kita perdalam lagi apa mati itu, sebab kita semuanya sudah tahu dan selalu melihat orang mati. Akan tetapi, selama masih hidup, kita sendiri belumlah merasakannya. Dan setelah kita merasakannya kelak, tidak pula kita dapat menceritakan kepada orang lain bagaimana yang kita rasai pada waktu itu.
Ayat ini adalah lanjutan bujuk penawar bagi Nabi kita ﷺ, sebagai bujuk penawar yang telah lalu tadi. Sebab, lanjutan ayat ialah, “Sesungguhnya kelak akan disempurnakan balasan kamu pada hari Kiamat" Lantaran itu segala yang bernyawa, termasuk manusia di dalam perjuangan hidupnya ini, ujung perjalanan hidup ialah mati. Kita hanya sekali datang ke dunia ini dan diberi akal untuk menimbang buruk dan baik jalan yang akan kita tempuh. Semua orang yang berakal menginginkan yang berfaedah dan tidak menyukai yang mudharat. Akan tetapi, ada orang yang tertempuh jalan benar dan ada pula yang tertempuh jalan salah. Berapakah jalan kebaikan yang terisi oleh kita dan berapa yang kosong? Bagaimana orang yang baik dan bagaimana orang yang jahat? Di dunia ini belumlah dapat dijelaskan hitungan teperinci urusan itu. Di akhiratlah kelak, di seberang maut itu akan disempurnakan balasan kita.
“Barangsiapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, telah ber..." Sentosa,karenatidakadakesulitan lagi. Perhitungan sudah selesai. Sebab, di akhirat itulah hidup yang sebenarnya, hidup yang kekal abadi.
“Kehidupan dunia ini tak lain dari benda tipuan."
Di pangkal ayat diperingatkan bahwa nyawa pasti akan merasakan mati. Di ujung ayat dikatakan bahwa hidup di dunia hanyalah benda tipuan. Kata dunia yang serumpun dengan kata adnan artinya ialah hidup yang dekat. Yaitu hidup yang kita hadapi sekarang ini. Kehidupan ini selalu menipu dan merayu kita, sehingga kerap kali kita lupa bahwa hidup yang sebenarnya adalah di seberang sana. Yang di seberang itu hanya satu antara dua, yaitu neraka atau surga. Kalau sudah terjauh dari neraka dan masuk ke surga, itulah hidup yang sentosa. Tipuan hidup ini kerap kali menipu orang sehingga hatinya terpaut dan terikat di sini. Bertambah manusia lupa akan hal itu, bertambah beratlah hatinya akan meninggalkan dunia fana ini, sehingga ngerilah dia menghadapi maut dan gelaplah baginya zaman depan. Inilah yang menyebabkan orang jadi kufur. Dan apabila diingat kehidupan yang sejati itu, hidup yang kekal, yaitu jauh hendaknya dari neraka dan masuk hendaknya ke surga, supaya sentosa, maka dari hidup yang sekarang inilah kita tentukan tujuan ke sana. Barulah hidup kita yang sekarang ini, yang dunia atau yang dekat ini ada artinya.
Seperti yang kita katakan tadi, menurut ahli-ahli tafsir, terutama ditegaskan oleh Ibnu Jarir di dalam tafsirnya, bahwasanya ayat ini— yang menyatakan bahwa tiap-tiap nyawa pasti merasakan mati—adalah lanjutan tasliyah; obat penawar hati Nabi dalam kesibukan perjuangan yang kadang-kadang menghadapi pasang-naik dan kadang-kadang pasang surut. Dan dia pun menjadi obat penawar bagi sekalian orang yang menegakkan iman.
Kerap kali tampak bahwa orang yang memusuhi kebenaran itu masih saja hidup dengan kemewahan dan keangkuhannya; tidak juga jatuh-jatuh. Sedang orang yang berjuang menegakkan kebenaran selalu saja tertumbuk jalan. Maka, datanglah ayat ini sebagai penawar hati. Bahwasanya bagaimana pun tampak kemegahan musuh, tetapi ujung perjalanan hidupnya ialah mati. Kita pun demikian. Kita wajib bekerja terus, kebenaran mesti menang. Dan kadang-kadang kebenaran itu belum akan tampak kejayaannya selama hidup kita. Sebab, kita pun akan mati! Tetapi anak-anak keturunan kita akan melanjutkan perjuangan itu.
Mengapa si sombong angkuh masih saja kelihatan menang, padahal dia berdiri di pihak yang salah? Mengapa yang berdiri atas kebenaran kalah saja, padahal dia telah berjuang dengan tulus ikhlas?
Lanjutan ayat telah memberikan ketegasan bahwasanya ganjaran akan dibayar penuh bukanlah di sini. Pada hari Kiamatlah kelak segala janji itu akan dipenuhi. Yang jahat akan mendapat balasan jahat dan yang baik akan dapat balasan baik. Yang mahapenting ialah tujuan yang jelas, jangan yang kabur. Jangan silau mata melihat kesombongan lawan, jangan berkecil hati karena perjuangan belum berhasil. Karena penentuan haluan hidup, ialah pada ketegasan jiwa, ketegasan nafs. Barangsiapa yang tersingkir dari api neraka sejak dari dunia ini dan ditentukan tempatnya di dalam surga, itulah orang yang menang, Penentuan terjauh dari neraka dan masuk ke surga itu hendaklah digariskan dari sekarang. Untuk memahami ayat ini lebih dalam, bacalah surah al-Maa'idah ayat 100,
“Katakanlah olehmu, ‘Tidaklah sama antara yang buruk-keji dengan yang indah-baik, meskipun engkau terpesona oleh banyaknya yang buruk-keji itu. Dan takwalah kepada Allah, wahai orang-orang yang mempunyai pikiran cerdas, supaya kamu beroleh kemenangan." (al-Maa'idah: 100)
Berpegang teguhlah kamu pada pendirianmu, yang buruk tetap buruk, dan yang baik akan bertambah bersinar kebaikannya di dalam jiwamu, walaupun dari kiri kanan dia telah dikepung oleh yang buruk, “Walaupun tujuh tahun terbenam di dalam danau, tetapi intan akan tetap bercahaya juga."
Kemudian, ingatlah bahwasanya hidup dunia ini tidak lain dari benda tipuan. Hidup di dunia ialah makan dan minum, rumah dan kediaman, pangkat dan kebesaran, singgasana dan mahligai, ataupun hanya dapat sesuap pagi sesuap petang. Karena ditipu oleh hal-hal yang demikian, timbullah rasa tidak puas dengan yang telah ada. Kita ditipunya terus untuk menambah lagi dan naik lagi, supaya sampai kepada sesuatu. Padahal karena tipuan itu kerap kali lupalah kita akan tujuan hidup yang sebenarnya. Bahwa kehidupan dunia ini mesti berakhir dengan maut.
Benarlah bahwa Allah di dalam beberapa ayatnya dengan tegas membuka kesempatan bagi kita supaya selama hidup ini kita berjalan di atas bumi dan mencari rezeki. Benar bahwa Allah telah menyediakan segala sesuatu untuk manusia. Benar bahwa matahari dan bulan, sungai yang mengalir, lautan yang terbentang, kapal di lautan dan lain-lain sudah disediakan untuk kita. Akan tetapi, jangan lupa, bahwasanya semua itu disediakan ialah untuk melapangkan jalan ke dalam kebahagiaan akhirat. Bukan disediakan hanya untuk kemegahan di dalam hidup dunia yang sempit ini dan temponya terbatas.
Cobalah kita resapkan ke dalam jiwa inti sari ayat ini. Sekali-kali tidaklah dia menimbulkan muram atau pesimis menghadapi hidup dunia. Bukan berarti karena ayat ini orang yang beriman tidak boleh kaya, tidak boleh mempunyai rumah yang bagus atau perhiasan hidup. Bukanlah itu yang dilarang
Allah. Cuma janganlah lupa, supaya jangan sampai dia mengikat hati. Isi ayat hanyalah mengingatkan bahwa dalam suasana yang mana pun kita di dunia ini, jangan kita lupa bahwa ini adalah dunia. Jangan sampai kita ditipunya, tetapi jadikanlah dia laksana jembatan belaka, tempat lalu sementara, dalam menuju maksud yang sebenarnya, hidup di akhirat yang berbahagia. Sebab, kalau lupa hal itu, kita akan sengasara dibuatnya. Alangkah sedih bercerai ketika kasih sedang tertumpah kepadanya, padahal kita tidak akan datang lagi kedua kali. Sedangkan orang mati syahid, sebagaimana hadits Jabir bin Abdullah yang kita salinkan dahulu, memohon hidup sekali lagi, supaya mati lagi dalam syahid, tidak dapat dikabulkan, apalagi keinginan datang lagi ke dunia untuk berfoya-foya.
Dan kalau kita renungkan lagi hakikat hidup dunia ini, berapalah lamanya kita merasakan enaknya. Dan bilakah? Menanyakan bila terasa enak hidup di dunia, sama saja dengan menanyakan kepada seseorang, bila dia merasakan nyenyak tidur. Apakah kita merasa enak hidup waktu kita masih kecil dalam tanggungan orang tua, atau setelah kita bebas berusaha sendiri, atau setelah tua renta tidak bertenaga lagi?
Alangkah kosongnya hidup ini, kalau tidak ingat akan tujuan terakhir tadi.
Kemudian, datanglah peringatan Allah kepada orang yang beriman,
Ayat 186
“Sesungguhnya kamu akan dikenakan percobaan pada harta bendamu dan dirimu."
Maka di dalam menuju ridha Allah, agar terjauh dari neraka dan sentosa hendaknya dalam surga. Mukmin tidak menempuh jalan yang mudah. Satu hadits shahih berkata,
“Surga ditempuh dengan serba kesulitan dan neraka ditempuh dengan serba syahwat."
Menegakkan kalimat Ilahi, menempuh jalan Allah, akan membawa berbagai percobaan. Harta benda akan diminta pengorbanan supaya dikeluarkan. Bakhil adalah batu penarung menuju cita. Dan bukan itu saja, bahkan nyawa pun diminta korbannya.
Perhatikanlah dengan saksama. Pada ayat 180 tadi diterangkan bahaya bakhil. Yaitu harta yang telah dibakhilkan itu akan disandangkan di leher kelak dan dijadikan tontonan pada hari Kiamat. Kemudian, di ayat 185 diterangkan bahwa tiap-tiap nyawa pasti merasakan mati. Dan dikatakan bahwa dunia ini hanya tipuan. Sekarang datanglah ayat ini, 186, bahwasanya pastilah kamu akan diberi percobaan, ke manakah hatimu condong, ke' pada dunia penipu itukah atau hendak menegakkan jalan Allah? Kalau kepada dunia penipu itu, tetapi hartamu akan pisah juga dari dirimu dan mati pasti datang. Di ayat ini Allah menyatakan pasti, latublawunna sungguh-sungguh kamu akan diberi percobaan. Sesudah Perang Badar yang menggembirakan telah datang Uhud yang mengecewakan. Kemudian, akan mengikut lagi yang lain, sampai harta itu meninggalkan kamu atau kamu meninggalkan harta dan sampai nyawa itu bercerai dari badan, baik secara pahlawan syahid atau mati sesudah cita-cita tercapai, atau mati sebagai pengecut.
Bukan percobaan atas harta benda dan nyawa saja, “Serta akan kamu dengar celaan yang banyak sekali dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu," yaitu orang Yahudi dan Nasrani. “Dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah," yaitu kaum musyrikin di seluruh tanah Arab yang berpusat di Mekah waktu itu.
Artinya, perjuangan ini tidak akan berhenti, sebab dia adalah pertempuran antara yang hak dan yang batil. Di samping pengorbanan harta dan nyawa, sebelum cita-cita tercapai, tetapi telinga akan selalu diganggu oleh ejekan, penghinaan, gangguan, dan celaan.
Malah satu antara gangguan itu ialah menyalahartikan maksud Al-Qur'anr sampai mengatakan Allah fakir dan mereka kaya. Dan banyak lagi yang lain. Semuanya ini percobaan. Lemahkah kamu?
“Tetapi jika kamu bersabar dan bertakwa, sesungguhnya yang demikian termasuk perkara yang paling penting."
Bila telah masuk ke medan perjuangan hidup, percobaan pasti datang. Segala kesulitan pasti akan dapat diatasi. Orang bersenjata kita pun bersenjata, orang menyerang kita menangkis, dan sesekali kita pun menyerang. Akan tetapi, pertahanan batin tidak lain ialah sabar dan takwa. Sabar ialah pertahanan batin yang pertama; teguh, tabah. Jangan lekas kecewa tatkala terdesak dan jangan lekas lupa tatkala telah menang. Sabar itu harus dipupuk pula dengan takwa. Yaitu selalu memelihara hubungan dengan Allah dan selalu pula waspada menghadapi segala kemungkinan. Apabila sabar dan takwa telah berpilin jadi satu, itulah alat yang paling penting menghadapi segala kesulitan.
Inilah peringatan Allah kepada umat yang beriman pada zaman Rasulullah, sehingga mereka berhasil. Dan peringatan ini pulalah yang menjadi pegangan teguh bagi seluruh umat yang menerima waris Nabi sampai hari Kiamat Sehingga Islam itu terus hidup dan terus jaya. Sebab, selamanya harta dan nyawa selalu diminta dan gangguan dari luar Islam tidaklah pernah berhenti dan tidak akan berhenti. Hanya dengan sabar dan takwa serta berjalan terus! Hanya dengan itu semuanya dapat diatasi!