Ayat
Terjemahan Per Kata
وَإِذۡ
dan ketika
نَجَّيۡنَٰكُم
Kami selamatkan kalian
مِّنۡ
dari
ءَالِ
keluarga/pengikut
فِرۡعَوۡنَ
Fir'aun
يَسُومُونَكُمۡ
mereka menimpakan kalian
سُوٓءَ
seburuk-buruk
ٱلۡعَذَابِ
siksaan
يُذَبِّحُونَ
mereka menyembelih
أَبۡنَآءَكُمۡ
anak-anak laki-laki kalian
وَيَسۡتَحۡيُونَ
dan membiarkan hidup
نِسَآءَكُمۡۚ
(anak-anak) perempuanmu
وَفِي
dan pada
ذَٰلِكُم
demikian itu
بَلَآءٞ
cobaan
مِّن
dari
رَّبِّكُمۡ
Tuhan kalian
عَظِيمٞ
besar
وَإِذۡ
dan ketika
نَجَّيۡنَٰكُم
Kami selamatkan kalian
مِّنۡ
dari
ءَالِ
keluarga/pengikut
فِرۡعَوۡنَ
Fir'aun
يَسُومُونَكُمۡ
mereka menimpakan kalian
سُوٓءَ
seburuk-buruk
ٱلۡعَذَابِ
siksaan
يُذَبِّحُونَ
mereka menyembelih
أَبۡنَآءَكُمۡ
anak-anak laki-laki kalian
وَيَسۡتَحۡيُونَ
dan membiarkan hidup
نِسَآءَكُمۡۚ
(anak-anak) perempuanmu
وَفِي
dan pada
ذَٰلِكُم
demikian itu
بَلَآءٞ
cobaan
مِّن
dari
رَّبِّكُمۡ
Tuhan kalian
عَظِيمٞ
besar
Terjemahan
(Ingatlah) ketika Kami menyelamatkan kamu dari (Fir‘aun dan) pengikut-pengikut Fir‘aun. Mereka menimpakan siksaan yang sangat berat kepadamu. Mereka menyembelih anak-anak laki-lakimu dan membiarkan hidup anak-anak perempuanmu. Pada yang demikian terdapat cobaan yang sangat besar dari Tuhanmu.
Tafsir
(Dan) ingatlah (ketika Kami membebaskan kamu) maksudnya nenek moyangmu, ucapan ini dan yang berikutnya ditujukan kepada generasi yang terdapat di masa nabi kita, mengenai nikmat karunia yang dilimpahkan kepada nenek moyang mereka itu, agar mereka ingat kepadanya dan beriman kepada Allah Taala (dari kaum keluarga Firaun yang merasakan kepadamu) maksudnya menimpakan (sejelek-jelek siksaan) artinya siksaan yang amat berat. Kalimat itu merupakan 'hal' bagi kata ganti orang yang terdapat pada 'membebaskan kamu'. (Mereka menyembelih) merupakan penjelasan bagi kalimat yang sebelumnya (anak-anak lelakimu) (dan membiarkan hidup) artinya tidak membunuh (anak-anak perempuanmu). Hal ini disebabkan ramalan tukang tenung bahwa akan ada seorang anak lelaki kelahiran Bani Israel yang akan menjadi penyebab lenyapnya kerajaan Firaun itu. (Dan hal yang demikian itu) yakni siksaan atau pembebasan (menjadi cobaan) ujian atau pemberian nikmat (yang amat besar dari Tuhanmu)?.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 49-50
Dan (ingatlah) ketika Kami selamatkan kalian dari Fir'aun dan pengikut-pengikutnya; mereka menimpakan kepada kalian siksa yang sangat berat, mereka menyembelih anak kalian yang laki-laki dan membiarkan hidup anak kalian yang perempuan. Dan pada yang demikian itu terdapat cobaan-cobaan yang besar dari Tuhan kalian. Dan (ingatlah) ketika Kami belah laut untuk kalian, lalu Kami selamatkan kalian dan Kami tenggelamkan Fir'aun dan pengikut-pengikutnya, sedangkan kalian sendiri menyaksikan.
Ayat 49
Allah ﷻ berfirman, "Ingatlah, wahai Bani Israil, akan nikmat-Ku yang telah Kulimpahkan kepada kalian, yaitu ketika Kami selamatkan kalian dari Fir'aun dan pengikut-pengikutnya yang telah menimpakan kepada kalian siksa yang berat." Maksudnya, Aku selamatkan kalian dari mereka, dan Aku bebaskan kalian dari tangan kekuasaan mereka, karena kalian mengikut kepada Nabi Musa a.s..
Fir'aun dan bala tentaranya di masa lalu mendatangkan dan menguasakan serta menimpakan kepada kalian siksa yang paling buruk. Pada mulanya Fir'aun bermimpi tentang hal yang sangat mengejutkan dirinya dan membuatnya ngeri. Dia melihat api keluar dari Baitul Muqaddas, lalu api tersebut memasuki semua rumah orang-orang Qibti (Egypt) di negeri Mesir, kecuali rumah-rumah kaum Bani Israil. Tabir mimpi tersebut menyatakan bahwa kelak kerajaan Fir'aun akan lenyap di tangan salah seorang lelaki dari kalangan Bani Israil.
Setelah Fir'aun mendapat tabir tersebut, kemudian dilaporkan kepadanya bahwa orang-orang Bani Israil meramalkan akan munculnya seorang lelaki dari kalangan mereka yang kelak akan berkuasa di kalangan mereka dan mengangkat nasib mereka. Demikian disebutkan di dalam hadits Al-Fulun, seperti yang akan dijelaskan nanti pada tempatnya, yaitu dalam tafsir surat Thaha, insya Allah. Maka pada saat itu juga Fir'aun yang terkutuk itu memerintahkan agar setiap bayi laki-laki yang baru lahir di kalangan Bani Israil harus dibunuh dan membiarkan hidup bayi-bayi perempuan.
Lalu dia memerintahkan pula agar kaum lelaki orang-orang Bani Israil ditugaskan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang berat lagi hina. Di dalam ayat ini siksa ditafsirkan (dijelaskan) dengan penyembelihan bayi-bayi lelaki mereka, sedangkan dalam surat Ibrahim memakai ungkapan alaf, yaitu dalam firman-Nya: “Mereka menyiksa kalian dengan siksaan yang pedih dan mereka menyembelih anak-anak laki-laki kalian serta membiarkan hidup anak-anak perempuan kalian” (Ibrahim: 6). Tafsir mengenai pengertian ini akan dijelaskan nanti dalam permulaan surat Al-Qashash, insya Allah.
Makna yasumunakum adalah menguasakan kepada kalian, yakni menimpakan kepada kalian. Demikian pendapat Abu Ubaidah, menurutnya sama dengan perkataan, "Samahu khittatu khasfin." Dikatakan demikian bila seseorang telah dikuasai oleh siksa yang berat menimpa dirinya. Amr ibnu Kultsum, salah seorang penyair, mengatakan: “Apabila raja menimpakan siksa yang berat kepada orang-orang, maka kami memberontak sebagai protes kami karena kami menolak siksaan menimpa diri kami.”
Menurut pendapat lain, arti yasumunakum ialah terus-menerus menyiksa kalian; sama halnya dengan kata-kata saimatul ganam yang diambil dari makna terus-menerus menggembalakan ternak kambing. Demikian yang dinukil oleh Al-Qurthubi. Sesungguhnya dalam ayat ini dikatakan: “Mereka menyembelih anak kalian yang laki-laki dan membiarkan hidup anak kalian yang perempuan” (Al-Baqarah: 49). “Tiada lain hal tersebut hanyalah sebagai tafsir dan penjelasan dari siksa yang menimpa mereka, yang disebutkan pada kalimat sebelumnya, yaitu: “mereka menimpakan kepada kalian siksa yang sangat berat” (Al-Baqarah: 49).
Ayat-ayat tersebut merupakan tafsir atau penjelasan dari firman sebelumnya, yaitu: “Ingatlah akan nikmat Ku yang telah Aku anugerahkan kepada kalian” (Al-Baqarah: 47). Adapun yang terdapat di dalam surat Ibrahim, yaitu ketika Allah ﷻ berfirman: “Dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah” (Ibrahim: 5). Yakni pertolongan-pertolongan dan nikmat-nikmat-Nya kepada mereka, maka sangat sesuailah bila dikatakan dalam firman selanjutnya: “mereka menyiksa kalian dengan siksa yang sangat pedih dan mereka menyembelih anak-anak laki-laki kalian serta membiarkan hidup anak-anak perempuan kalian” (Ibrahim: 6). Dalam surat ini lafal adz-dzabh (penyembelihan) di-'ataf-kan kepada lafal yasumunakum untuk menunjukkan makna banyaknya nikmat dan pertolongan Allah ﷻ kepada kaum Bani Israil.
Fir'aun merupakan isim 'alam untuk nama julukan bagi seorang raja kafir dari bangsa Amaliq dan lain-lain (di negeri Mesir). Seperti halnya 'Kaisar', isim alam untuk julukan bagi setiap raja yang menguasai negeri Romawi dan Syam yang kafir; dan 'Kisra' julukan bagi Raja Persia, 'Tubba' julukan bagi raja negeri Yaman yang kafir, 'Najasyi' julukan bagi raja yang menguasai negeri Habsyah, dan 'Batalimus' nama julukan bagi Raja India. Menurut suatu pendapat, nama Fir'aun yang hidup sezaman dengan Nabi Musa a.s. adalah Al-Walid ibnu Mus'ab ibnur Rayyan. Menurut pendapat lainnya bernama Mus'ab ibnur Rayyan, dia termasuk salah seorang keturunan dari Amliq ibnul Aud ibnu Iram ibnu Sam ibnu Nuh; sedangkan nama kunyah-nya ialah Abu Murrah. Ia berasal dari Persia, yaitu dari Istakhar. Apa pun asalnya dia, semoga laknat Allah atas dirinya.
Firman Allah ﷻ : “Dan pada yang demikian itu terdapat cobaan-cobaan yang besar dari Tuhan kalian” (Al-Baqarah: 49). Menurut Ibnu Jarir, makna ayat ialah bahwa apa yang telah Kami lakukan terhadap kalian, yakni Kami selamatkan kakek moyang kalian dari apa yang mengungkung diri mereka akibat siksaan Fir'aun dan bala tentaranya, hal tersebut merupakan cobaan besar bagi kalian dari Tuhan. Dengan kata lain, hal tersebut merupakan nikmat yang besar bagi kalian.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas mengenai firman Allah ﷻ : “merupakan cobaan yang besar dari Tuhan kalian” (Al-Baqarah: 49). Yang dimaksud dengan cobaan adalah nikmat.
Mujahid mengatakan bahwa firman Allah ﷻ, "Merupakan cobaan yang besar dari Tuhan kalian," artinya nikmat yang besar dari Tuhan kalian. Hal yang sama dikatakan pula oleh Abul Aliyah, Abu Malik, dan As-Suddi serta lain-lain.
Asal makna lafal al-bala adalah cobaan, tetapi adakalanya cobaan itu ditujukan untuk kebaikan sama halnya dengan keburukan, seperti makna yang terkandung di dalam firman-Nya: “Dan Kami akan menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya)” (Al-Anbiya: 25). “Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk agar mereka kembali (kepada kebenaran)” (Al-A'raf: 168).
Ibnu Jarir mengatakan, makna cobaan untuk keburukan kebanyakan dipakai kata balautuhu, abluhu, bala-an; sedangkan untuk kebaikan dipakai kata ublihi, ibla-an, dan bala-an.
Zuhair ibnu Abu Salma mengatakan dalam salah satu bait syairnya: “Semoga Allah membalas dengan kebajikan atas apa yang telah dilakukan oleh keduanya terhadap kalian, dan semoga Allah mencoba keduanya dengan sebaik-baik cobaan yang diberikan-Nya.” Di dalam syair ini kedua sisi pengertian digabungkan menjadi satu, karena penyair bermaksud semoga Allah memberikan kenikmatan kepada keduanya dengan nikmat yang paling baik yang diberikan-Nya untuk menguji hamba-hamba-Nya.
Menurut pendapat lain, makna yang dimaksud dari firman-Nya, "Pada yang demikian itu terdapat cobaan," merupakan isyarat yang ditujukan kepada siksa yang pernah mereka alami di masa silam, yakni siksa yang hina, seperti anak-anak lelaki mereka disembelih dan anak-anak perempuan mereka dibiarkan hidup. Al-Qurthubi mengatakan bahwa hal ini merupakan pendapat jumhur ulama. Dikatakannya sesudah dia mengetengahkan pendapat pertama tadi, selanjutnya dia mengatakan bahwa menurut jumhur ulama isyarat ini ditujukan kepada penyembelihan dan yang serupa dengannya, sedangkan pengertian bala dalam ayat ini untuk keburukan, yang artinya adalah bahwa peristiwa penyembelihan anak-anak tersebut merupakan hal yang tidak disukai dan sebagai ujian.
Ayat 50
Firman Allah ﷻ : “Dan (ingatlah) ketika Kami belah laut untuk kalian, lalu Kami selamatkan kalian dan Kami tenggelamkan (Fir'aun) dan pengikut-pengikutnya, sedangkan kalian sendiri menyaksikan” (Al-Baqarah: 50). Makna ayat, yaitu: Sesudah Kami selamatkan kalian dari Fir'aun dan bala tentaranya, lalu kalian berangkat bersama Musa a.s., dan Fir'aun pun berangkat pula mengejar kalian, maka Kami belah laut buat kalian. Hal ini diberitakan oleh Allah ﷻ secara rinci yang akan dikemukakan pada tempatnya, dan yang paling panjang pembahasannya adalah dalam surat Asy-Syu'ara, insya Allah. ‘Fa anjainakum’, yakni Kami selamatkan kalian dari mereka dan Kami halang-halangi antara kalian dan mereka; lalu Kami tenggelamkan mereka, sedangkan kalian sendiri menyaksikan hal tersebut, agar hati kalian lebih tenang dan lega serta lebih meyakinkan dalam menghina musuh kalian.
Abdur Razzaq meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Abu Ishaq Al-Hamdani, dari Amr ibnu Maimun Al-Audi sehubungan dengan firman-Nya: "Dan (ingatlah) ketika Kami belah laut untuk kalian," sampai dengan firman-Nya: "sedangkan kalian menyaksikan." Bahwa tatkala Musa berangkat bersama kaum Bani Israil, beritanya terdengar oleh Fir'aun. Maka Fir'aun berkata, "Janganlah kalian mengejar mereka sebelum ayam berkokok (waktu pagi hari)." Akan tetapi, demi Allah, pada malam itu tiada seekor ayam jago pun yang berkokok hingga pagi hari.
Lalu Fir'aun memerintahkan agar didatangkan ternak kambing, lalu kambing-kambing itu disembelih. Fir'aun berkata, "Aku tidak akan mengambil hatinya sebelum berkumpul di hadapanku enam ratus ribu orang Qibti." Ternyata sebelum dia mengambil hati kambing-kambing yang telah disembelih itu telah berkumpul di hadapannya enam ratus ribu orang Qibti.
Ketika Musa sampai di tepi laut, maka berkatalah kepadanya salah seorang dari sahabatnya yang dikenal dengan nama Yusya' ibnu Nun, "Manakah perintah Tuhanmu?" Musa berkata, "Di hadapanmu," seraya mengisyaratkan ke arah laut. Lalu Yusya' ibnu Nun memacu kudanya ke arah laut hingga sampai di tempat yang besar ombaknya, kemudian ombak menepikannya dan ia kembali (ke tepi), lalu bertanya lagi, "Manakah perintah Tuhanmu, wahai Musa? Demi Allah, engkau tidaklah berdusta, tidak pula didustakan." Yusya' ibnu Nun melakukan hal tersebut sebanyak tiga kali. Kemudian Allah menurunkan wahyu-Nya kepada Musa dan memerintahkan kepadanya agar memukul laut dengan tongkatnya.
Musa a.s. memukulkan tongkatnya, ternyata laut terbelah, dan tersebutlah bahwa setiap belahan itu pemandangannya mirip dengan bukit yang besar. Kemudian Musa berjalan bersama orang-orang yang mengikutinya, lalu Fir'aun dan bala tentaranya mengejar mereka melalui jalan yang telah ditempuh mereka. Tetapi ketika Fir'aun dan semua bala tentaranya telah masuk ke laut, maka Allah menenggelamkan mereka dengan menangkupkan kembali laut atas diri mereka. Karena itu, disebutkan di dalam firman-Nya: “Dan Kami tenggelamkan Fir'aun dan para pengikutnya, sedangkan kalian sendiri menyaksikan” (Al-Baqarah: 50). Hal yang sama dikatakan pula oleh tidak hanya seorang ulama Salaf, seperti yang akan dijelaskan nanti pada tempatnya.
Di dalam sebuah riwayat dinyatakan bahwa hari tersebut adalah hari yang jatuh dalam bulan Asyura. Sebagaimana Imam Ahmad meriwayatkan: Telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Abdul Waris, telah menceritakan kepada kami Ayyub, dari Abdullah ibnu Sa'id ibnu Jubair, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas yang menceritakan hadits berikut: Rasulullah ﷻ tiba di Madinah dan beliau melihat orang-orang Yahudi melakukan puasa pada hari Asyura. Maka beliau bersabda, "Hari apakah sekarang yang kalian melakukan puasa padanya?" Mereka menjawab, "Ini adalah hari yang baik, ini adalah hari ketika Allah ﷻ menyelamatkan Bani Israil dari musuh mereka, maka Musa melakukan puasa padanya." Lalu Rasulullah ﷺbersabda, "Aku lebih berhak terhadap Musa daripada kalian." Kemudian Rasulullah ﷺ puasa dan memerintahkan (para sahabat) agar melakukan puasa di hari itu. Hadits ini diriwayatkan pula oleh Imam Al-Bukhari, Imam Muslim, Imam An-An-Nasai, dan Imam Ibnu Majah melalui berbagai jalur periwayatan dari Ayub As-Sikhtiyani dengan lafal yang serupa.
Abu Yala Al-Mausuli meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abur Rabi', telah menceritakan kepada kami Salam (yakni Ibnu Sulaim), dari Zaid Al-Ama, dari Yazid Ar-Raqqasyi, dari Anas yang menceritakan bahwa Nabi ﷺ bersabda: “Allah membelah laut bagi kaum Bani Israil pada hari Asyura.” Hadits ini dha’if ditinjau dari sanadnya, karena sesungguhnya Zaid Al-Ama orangnya berpredikat dha’if, sedangkan gurunya, yaitu Zaid Ar-Raqqasyi, lebih dha’if lagi darinya.
Di ayat-ayat yang lalu, Allah mengingatkan Bani Israil tentang anugerah yang mereka terima yang tidak pernah diberikan kepada umatumat yang lain, ayat berikut mengingatkan mereka tentang penyelamatan dari malapetaka yang akan menimpa. Dan ingatlah peristiwa ketika Kami menyelamatkan kamu dari pengikut-pengikut Fir'aun, penguasa Mesir. Mereka menimpakan siksaan yang sangat berat kepadamu, yakni mereka menyembelih anak-anak laki-lakimu dan membiarkan hidup anakanak perempuanmu. Dan pada peristiwa yang demikian itu merupakan cobaan dan ujian yang sangat besar dari TuhanmuPenyelamatan lain adalah terbelahnya Laut Merah (dahulu Laut Qulzum. Dan ingatlah ketika Kami membelah laut Merah untukmu, wahai Bani Israil yang ketika itu bersama Nabi Musa meninggalkan Mesir menuju Sinai. Ketika rombongan kamu sampai di tepi Laut Merah, Allah memberi perintah kepada Nabi Musa untuk memukulkan tongkatnya ke Laut Merah, sehingga laut itu pun terbelah. Dengan demikian, kamu, wahai Bani Israil, bersama Nabi Musa dapat melewati laut, sehingga kamu dapat Kami selamatkan dari kejaran Firaun dan tentaratentaranya. Akan tetapi, ketika Firaun dan tentara-tentaranya masuk ke dalam laut yang terbelah itu, air laut kemudian bertemu kembali, dan Kami tenggelamkan Firaun dan pengikut-pengikut Fir'aun, sehingga mereka semua mati tenggelam, sedang kamu, wahai Bani Israil, menyaksikan peristiwa itu dengan mata kepala kamu sendiri. Sementara itu, mayat Firaun diselamatkan agar menjadi pelajaran bagi generasi sesudahnya (Lihat: Surah Yunus/10: 92).
Peringatan lain kepada Bani Israil tentang nikmat Allah yang lain, yaitu mereka telah diselamatkan dari kesengsaraan yang mereka alami, akibat kekejaman Fir'aun, raja Mesir, pada waktu Bani Israil bertempat tinggal di sana. Orang pertama dari kalangan Bani Israil yang masuk ke Mesir ialah Nabi Yusuf. Kemudian saudara-saudaranya datang pula ke sana dan tinggal bersamanya. Selanjutnya, mereka berkembang biak di sana, sehingga dalam masa + 400 tahun (dari masa Nabi Yusuf sampai dengan Nabi Musa) jumlah mereka telah mencapai ratusan ribu orang. Penduduk asli semakin terdesak, karena Bani Israil itu giat bekerja dan memiliki pikiran yang lebih cerdas. Di samping itu, mereka sangat mementingkan diri sendiri, karena mereka masih tetap menganggap diri mereka sebagai sya'bullah al-mukhtar. Sebab itu, mereka tidak mau bersatu dengan penduduk asli, dan tidak mau bekerja sama dan membantu mereka dalam kehidupan sehari-hari.
Melihat keadaan yang demikian, penduduk asli negeri itu semakin khawatir, sebab apabila Bani Israil itu semakin banyak jumlahnya, maka mereka akan menguasai keadaan dan penduduk asli akan semakin terdesak. Oleh sebab itu, mereka berusaha untuk melemahkan kekuatan Bani Israil. Mula-mula dengan mewajibkan kerja paksa kepada mereka. Kemudian semakin meningkat dengan pembunuhan anak-anak lelaki mereka, dan hanya anak-anak perempuan mereka yang dibiarkan hidup. Sekitar peristiwa ini bandingkan dengan Kitab Keluaran i.16 ; perintah Fir'aun kepada para bidan. Penyiksaan dan penderitaan Bani Israil tergambar dalam Keluaran i.22, dan pada beberapa bagian lagi dalam Perjanjian Lama. Fir'aun memerintahkan kepada setiap suku rakyatnya untuk membunuh setiap lelaki Bani Israil, walaupun anak-anak kecil mereka.
Penderitaan yang dialami Bani Israil itu merupakan ujian bagi mereka karena mereka telah melupakan nikmat-Nya dan telah melakukan bermacam-macam dosa. Kemudian Allah ﷻ mengampuni dan menerima tobat mereka, dan dikaruniakan-Nya pula nikmat yang besar, yaitu diselamatkan dari kesengsaraan yang mereka alami dari kekejaman Fir'aun. Tetapi rahmat ini pun merupakan ujian bagi mereka, apakah nantinya mereka akan mensyukuri nikmat itu, atau tidak.
Umat Islam dapat mengambil pelajaran yang sangat berharga dari kisah Bani Israil itu. Allah swt, mula-mula telah melimpahkan bermacam-macam nikmat-Nya kepada umat Islam, sehingga umat telah bersatu di bawah panji-panji Islam dan hidup dalam persaudaraan yang kukuh, serta berhasil membangun negara Islam yang kuat. Tetapi kemudian terjadilah perpecahan di antara umat Islam, sehingga Allah ﷻ mendatangkan malapetaka kepada mereka.
Khilafah Abbasiyah di Bagdad diruntuhkan oleh bangsa Tartar. Kemudian terjadi Perang Salib dalam waktu yang panjang sekitar 200 tahun. Sementara itu bangsa-bangsa barat menyusup ke negeri-negeri Islam, menguasai sumber-sumber kekayaan mereka sehingga umat Islam di mana-mana menjadi lemah.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 47-50
Ayat 47
“Wahai, Bani Israil."
Mereka dipanggil lagi dengan nama yang terhormat itu. Dengan menyebut nama nenek moyang mereka yang mulia itu, nama kehormatan yang dianugerahkan Tuhan kepada Ya'kub, Amir Pahlawan Allah, moga-moga mereka sadar kembali. Memang Tuhan mengajarkan kepada Rasul-Nya agar memanggil orang dengan nama yang Dia senangi. Apatah lagi dengan memanggil mereka dengan nama itu, tercakuplah mereka jadi satu semua, tidak ada lagi bagi kabilah ini dan kabilah itu yang rasa tersisih.
“Ingatlah olehmu akan nikmat-Ku yang telah Aku karuniakan kepadamu, dan sesungguhnya Aku telah pernah memuliakan kamu atas bangsa-bangsa."
Diperingatkan hal ini bahwa kemuliaan yang telah dianugerahkan Allah kepada mereka itu bukanlah karena darah keturunan mereka lebih tinggi dari darah keturunan yang lain. Sekali-kali tidaklah Tuhan mengajarkan per-bedaan suku (ras), tinggi itu rendah ini. Mereka pernah dimuliakan melebihi bangsa dan suku yang lain sebab merekalah penerima waris ajaran nenek moyang mereka Ibrahim, Ishaq, dan Ya'kub tentang percaya kepada Allah Yang Maha Esa. Selama tauhid itu mereka pegang teguh, kemuliaan itu tidaklah akan dihilangkan atau dicabut dari mereka. Jadi, mereka diberi kemuliaan karena kemuliaan pendirian. Adapun kalau tauhidnya telah hilang dan yang mereka pertahankan telah tinggal kemegahan saja menyebut-nyebut kebesaran yang lampau, hinalah mereka, dan bangsa lain yang menerima dan menjunjung tauhid itu pulalah yang akan dimuliakan Tuhan.
Ayat 48
“Dan takutlah kamu akan hari yang tidak akan dapat melepaskan suatu diri sesuatu apa pun dari satu diri yang lain."
Inilah salah satu pokok ajaran Islam. Jangan sampai anak-cucu merasa bahwa mereka akan terlepas dari tanggung jawab di akhirat, semata-mata dengan membanggakan bahwa mereka turunan si anu, anak-cucu si fulan. Bani Israil jangan sampai mendabik dada mengatakan “kami ini keturunan Ya'kub dan Yusuf"; karena kalau telah datang waktu perhitungan di akhirat kelak, Ya'kub dan Yusuf tidaklah dapat mereka pergunakan."Dan tidak akan diterima daripadanya permohonan “ yakni semua memohon grasi atau ampunan karena kesalahan yang telah lalu, yang dimintakan oleh orang lain. Memohon kepada Tuhan supaya si anu yang bersalah dibebaskan saja."Dan tidak diambil daripadanya penebusan." Secara jelasnya, tidaklah ada harta walaupun emas sebesar gunung untuk dijadikan uang jaminan karena harta untuk menjamin itu tidak ada sama sekali kepunyaan manusia. Semuanya Allah yang empunya.
“Dan tidak Mereka akan ditolong."
Karena yang akan dapat menolong ketika itu lain tidak hanyalah usaha sendiri yang disiapkan dari sekarang.
Hal ini diperingatkan kepada Bani Israil supaya pendirian yang salah ini segera mereka buang.
Mereka menutup hati buat menerima petunjuk walaupun dari mana datangnya, sebab mereka merasa merekalah sya'bullah al-mukhtar, yakni bangsa kepunyaan Allah yang telah dipilih. Penyakit kebanggaan yang seperti ini kalau dibasmi akan menimbulkan permusuhan dengan bangsa atau golongan yang lain. Bahkan penyakit ini telah berlarut-larut, yang menyebabkan beratus tahun lamanya bangsa-bangsa Eropa memandang kaum Yahudi itu manusia terkutuk yang harus disisihkan dari pergaulan hidup mereka. Sehingga kampung kediaman mereka dinamai Ghetto.
Bahkan sebelum agama Islam masuk ke negeri Spanyol, sangatlah hinanya mereka dipandang oleh orang Nasrani. Barulah nasib mereka berubah setelah Islam datang ke Spanyol. Tetapi kebencian kepada mereka menjadi turun-temurun, berkali-kali mencapai puncak, dan puncak yang terakhir di zaman kita ialah kekejaman Jerman Nazi dan Hitler memusnahkan berjuta-juta orang Yahudi di Eropa. Dan dijelaskanlah dalam ayat 48 ini memperingatkan kepada mereka bahwa kemuliaan mereka di zaman dahulu itu memang diakui bukan karena darah mereka istimewa dalam alam, tetapi karena mereka mempunyai pegangan agama yang benar, yaitu tauhid, dan nenek moyang mereka mengamalkannya dan memperjuangkannya dengan sungguh-sungguh.
Kita umat Islam pun dengan terus terang harus kita akui, kadang-kadang ditimpa juga oleh penyakit Yahudi ini. Tuhan telah pernah menganugerahi kemuliaan dan karunia kepada kaum Muslimin berabad-abad lamanya, sampai menaklukkan dunia Barat dan Timur. Tetapi satu waktu pamor Muslimin menjadi muram dan negerinya dijajah oleh bangsa-bangsa lain, dan mereka mundur dalam lapangan politik, sosial, ekonomi, dan kebudayaan, sehingga yang dapat dibanggakan oleh anak-cucu yang datang di belakang tidak lain hanyalah pusaka nenek moyang yang dahulu.
Dengan tidak sadar si anak-cucu tadi membanggakan kemuliaan nenek moyang, tetapi tidak mau insaf dan tidak mau membina kemuliaan yang baru atau sambungan karena menyeleweng jauh dari garis agama yang di-ajarkan Rasul. Maka samalah keadaan kita dengan Yahudi.
Ayat 49
“Dan (Ingatlah) tatkala Kami selamatkan kamu daripada kaum Fir'aun yang telah menindas kamu dengan seburuk-buruk siksaan; Mereka sembelih anak-anak kamu dan Mereka hidupi perempuan-perempuan kamu, dan pada yang demikian itu adalah bencana yang besar daripada Tuhan kamu."
Seketika mereka sampai ke puncak kemegahan yang menimbulkan kesombongan, merasa diri istimewa daripada bangsa yang lain, diingatkanlah betapa mereka hidup dalam tindasan dan siksaan di negeri Mesir. Menjadi lebih hina daripada budak. Empat ratus tahun lamanya Bani Israil hidup di negeri Mesir itu sejak Nabi Yusuf menjadi raja muda Kerajaan Mesir dan ayahnya Nabi Ya'kub datang dari dusun atas undangan Nabi Yusuf. Dua belas orang bersaudara laki-laki keturunan Ya'kub itu pada mula kedatangan ke Mesir masih hidup dengan baik dan sederhana, tetapi sesudah Ya'kub dan Yusuf meninggal, penduduk Mesir asli membenci mereka karena mereka kian lama kian kembang. Kedudukan mereka di negeri Mesir dipandang membahayakan.
Akan tetapi, mereka tidak diusir, tetapi diperbudak. Disuruh mengerjakan pekerjaan yang berat-berat. Mereka ditindas dengan kejam sekali. Di antara kekejaman itu ialah rencana Fir'aun (raja Mesir) memusnahkan anak laki-laki sehingga diperintahkan kepada bidan-bidan agar segera membunuhnya kalau perempuan Bani Israil melahirkan anak laki-laki, sedangkan anak perempuan ditinggalkan hidup. Dengan demikian, pada perhitungan Fir'aun, Bani Israil itu akan musnah. Kalau perempuan saja yang banyak, bolehlah perempuan-perempuan itu dijadikan istri kedua atau hamba sahaya dari kaum Fir'aun sendiri, anak laki-laki dari perhubungan itu tentu menjadi orang Qibthi, suku Fir'aun. Itulah bencana besar bagi mereka di waktu itu.
Ini disuruh-ingatkan kepada mereka agar mereka tahu bahwa mereka bukanlah datang mulia saja. Empat ratus tahun lamanya mereka hina, rendah, dan tertindas. Kemudian mereka dimuliakan Tuhan. Karena sudah menjadi sunnah dari Tuhan (sunna-tullah) bahwa orang atau kaum yang sudah dianiaya demikian rupa, akhirnya akan dibangkitkan kembali.
Ayat 50
“Dan (Ingatlah) tatkala Kami belahkan lautan untuk kamu,"
Yaitu, tatkala telah berpuluh tahun Musa dan Harun, utusan Kami berjuang membangkitkan kamu dan dalam lembah kehinaan dan perbudakan, dan ingin membawa kamu ke tanah pusaka nenek moyang kamu yang kaya dengan susu dan madu, Fir'aun menahan kamu tidak boleh pergi, karena kalau kamu pergi, Fir'aun kehilangan 600.000 manusia yang telah diperbudak dan diperas tenagarya. Lalu dengan bimbingan utusan Kami, Musa dan Harun, kamu tinggalkan negeri itu, tetapi terhalang oleh taut. Maka laut itu pun Kami belah supaya kamu dua belas Suku Bani Israil selamat sampai ke seberang.
“Maka, Kami selamatkan kamu dan Kami tenggelamkan kaum Fir'aun, padahal kamu melihat sendiri."
Janganlah kamu salah mengartikan ini. Kamu diseberangkan dengan selamat, bukan karena kamu orang istimewa, tetapi karena telah empat ratus tahun kamu dihinakan. Alangkah besarnya pertolongan Tuhan kepada kamu. Sampai lautan dibelah dan kamu dapat berjalan selamat di dasar laut itu. Ketika kamu menyeberangi itu, bersibak laut jadi dua, laksana gunung yang besar layaknya. Suatu hal yang cuma sekali terjadi selama dunia berkembang. Selamat kamu sampai ke seberang. Akan tetapi, kamu dikejar oleh Fir'aun dan tentaranya; mereka tempuh jalan yang hanya dibukakan Tuhan buat kamu. Setelah mereka sampai di pertengahan laut, lautan Kami pertemukan kembali dan mereka pun tenggelamlah di dalamnya. Kamu sendiri melihat kejadian itu dengan mata kepalamu sendiri dari seberang, dari tempat yang kamu telah sampai ke sana dengan selamat.
Apa yang patut kamu lakukan terhadap Tuhan lantaran pertolongan itu? Dari bangsa budak, kamu telah dimerdekakan? Bukankah sudah patut kamu bersyukur selalu bila mengingat hal itu? Dan tidak patut kamu menyombong bertinggi hati dan tidak patut kamu bersikap angkuh menerima kedatangan utusan Tuhan, sedang kaji yang dibawanya adalah menggenapkan kaji yang diajarkan kepada kamu jua.
Allah membelah laut sebagai mukjizat di zaman Musa, bukanlah suatu dongeng. Tetapi disaksikan oleh 600.000 orang pengungsi Bani Israil. Disaksikan pula oleh sisa yang tinggal dari kaum Fir'aun yang tinggal di Mesir, dan menjadi kenangan dari bangsa-bangsa sekeliling Lautan Qulzum itu masa demi masa. Sehingga manusia-manusia yang tidak percaya kepada mukjizat kekuasaan Allah, ada yang mencoba mengatakan bahwa hal itu bukanlah mukjizat, tetapi “pasang turun-pasang naik". Ketika Bani Israil menyeberang 600.000 orang, pasang sedang surut, dan setelah Fir'aun dan tentaranya masuk ke sana, pasang pun naik. Padahal sampai sekarang Lautan Qulzum tempat penyeberangan Musa dan Bani Israil itu masih ada, sudah empat ribu tahun lebih kejadian yang hebat itu terjadi, belumlah ada berita bahwa pernah pasang surut sehingga ada orang dapat menyeberang di tempat itu, atau pasang naik sehingga ada orang terbenam. Hendaknya kalau yang ingkar dari mukjizat itu hendak mempertahankan pendirian yang demikian, seyogianyalah mereka mengadakan suatu ekspedisi ilmiah ke tempat itu. Akan tetapi, kalau ekspedisi itu ada, niscaya mereka akan pulang dengan pengakuan akan adanya mukjizat juga. Sebab menurut ilmu pengetahuan, hanyutnya atau pasir dibawa air hujan ke laut, menyebabkan kian lama kian dangkalnya pinggir laut, tegasnya kian dangkallah sekarang Lautan Qulzum Itu dibandingkan dengan empat ribu tahun yang lalu. Namun demikian, belum pernah kita mendengar bahwa di zaman sekarang ada pasang surut yang menyebabkan di tempat penyeberangan Nabi Musa dengan Bani Israil itu dapat dilalui orang ketika pasang surut itu.