Ayat
Terjemahan Per Kata
قَالُواْ
mereka berkata
سُبۡحَٰنَكَ
Maha Suci Engkau
لَا
tidak ada
عِلۡمَ
pengetahuan
لَنَآ
bagi kami
إِلَّا
kecuali
مَا
apa
عَلَّمۡتَنَآۖ
Engkau ajarkan kepada kami
إِنَّكَ
sesungguhnya Engkau
أَنتَ
Engkau
ٱلۡعَلِيمُ
Maha Mengetahui
ٱلۡحَكِيمُ
Maha Bijaksana
قَالُواْ
mereka berkata
سُبۡحَٰنَكَ
Maha Suci Engkau
لَا
tidak ada
عِلۡمَ
pengetahuan
لَنَآ
bagi kami
إِلَّا
kecuali
مَا
apa
عَلَّمۡتَنَآۖ
Engkau ajarkan kepada kami
إِنَّكَ
sesungguhnya Engkau
أَنتَ
Engkau
ٱلۡعَلِيمُ
Maha Mengetahui
ٱلۡحَكِيمُ
Maha Bijaksana
Terjemahan
Mereka menjawab, “Mahasuci Engkau. Tidak ada pengetahuan bagi kami, selain yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.”
Tafsir
(Jawab mereka, "Maha suci Engkau!) artinya tidak sepatutnya kami akan menyanggah kehendak dan rencana-Mu (Tak ada yang kami ketahui, kecuali sekadar yang telah Engkau ajarkan kepada kami) mengenai benda-benda tersebut. (Sesungguhnya Engkaulah) sebagai 'taukid' atau penguat bagi Engkau yang pertama, (Yang Maha Tahu lagi Maha Bijaksana.") hingga tidak seorang pun yang lepas dari pengetahuan serta hikmah kebijaksanaan-Mu.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 31-33
Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat, lalu berfirman, "Sebutkanlah nama benda-benda itu jika kalian memang benar!" Mereka menjawab, "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." Allah berfirman, "Wahai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini." Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu. Allah berfirman, "Bukankah sudah Ku-katakan kepada kalian, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kalian nyatakan dan apa yang kalian sembunyikan?"
Ayat 31
Hal ini merupakan pernyataan yang dikemukakan oleh Allah ﷻ, di dalamnya terkandung keutamaan Adam atas malaikat berkat apa yang telah dikhususkan oleh Allah baginya berupa ilmu tentang nama-nama segala sesuatu, sedangkan para malaikat tidak mengetahuinya. Hal ini terjadi sesudah para malaikat diperintahkan untuk bersujud kepada Adam. Sesungguhnya bagian ini didahulukan atas bagian tersebut (yang mengandung perintah Allah kepada para malaikat untuk bersujud kepada Adam) karena bagian ini mempunyai kaitan erat dengan ketidaktahuan para malaikat tentang hikmah penciptaan khalifah, yaitu di saat mereka menanyakan hal tersebut. Kemudian Allah ﷻ memberitahukan bahwa Dia mengetahui apa yang tidak mereka ketahui. Karena itulah Allah menyebutkan bagian ini sesudah hal tersebut, untuk menjelaskan kepada mereka keutamaan Adam, berkat kelebihan yang dimilikinya di atas mereka berupa ilmu pengetahuan tentang nama-nama segala sesuatu. Untuk itu Allah ﷻ berfirman, "Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya" (Al-Baqarah: 31).
As-Suddi mengatakan dari orang yang menceritakannya dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya” (Al-Baqarah: 31). Bahwa Allah ﷻ mengajarkan kepada Adam nama-nama semua anaknya seorang demi seorang, dan nama-nama seluruh hewan, misalnya ini keledai, ini unta, ini kuda, dan seterusnya.
Adh-Dhahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas mengenai makna firman-Nya ini, bahwa yang dimaksud ialah nama-nama yang dikenal oleh manusia, misalnya manusia, hewan, langit, bumi, dataran rendah, laut, kuda, keledai, dan nama-nama makhluk yang serupa lainnya.
Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir meriwayatkan dari hadits ‘Ashim ibnu Kulaib, dari Sa'id ibnu Ma'bad, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa Allah mengajarkan nama piring dan panci kepada Adam.
Ibnu Abbas mengatakan, "Memang benar diajarkan pula nama angin yang keluar dari dubur."
Menurut Mujahid, makna ayat ini adalah Allah mengajarkan kepada Adam nama semua hewan, semua jenis burung, dan nama segala sesuatu. Hal yang sama dikatakan pula oleh riwayat dari Sa'id ibnu Jubair, Qatadah, dan lain-lain dari kalangan ulama Salaf, bahwa Allah mengajarkan kepadanya nama-nama segala sesuatu.
Ar-Rabi' dalam salah satu riwayatnya mengatakan bahwa yang dimaksud adalah nama-nama malaikat.
Hamid Asy-Syami mengatakan nama-nama bintang.
Abdur Rahman ibnu Zaid mengatakan bahwa Allah mengajarkan kepadanya nama-nama seluruh keturunannya.
Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa Allah mengajarkan kepadanya nama-nama para malaikat dan nama-nama anak cucunya, karena Allah ﷻ berfirman: “Kemudian Allah mengemukakan nama-nama itu. (Al-Baqarah: 30). Kalimat ini menunjukkan pengertian makhluk yang berakal. Tetapi apa yang dipilih oleh Ibnu Jarir ini bukan merupakan suatu hal yang pasti kebenarannya, mengingat tidak mustahil bila di antara mereka termasuk jenis lain yang tidak berakal, kemudian diungkapkan keseluruhannya dalam bentuk sigat makhluk yang berakal sebagai suatu prioritas, seperti pengertian yang terkandung di dalam firman Allah lain, yaitu: “Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki, sedangkan sebagian lain berjalan dengan empat kaki.” Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya: “Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu” (An-Nur: 45).
Sahabat Abdullah ibnu Mas'ud membacanya tsumma ‘aradhahunna, sedangkan Ubay ibnu Ka'b membacanya tsumma ‘aradhaha, yakni kemudian Allah mengemukakan nama-nama itu kepada para malaikat.
Menurut pendapat yang shahih, Allah mengajarkan kepada Adam nama-nama segala sesuatu, yakni semua zat, sifat dan karakternya seperti yang dikatakan oleh Ibnu Abbas hingga nama angin yang keluar dari dubur, yakni nama-nama semua zat dan karakternya dalam bentuk mukabbar dan musaggar.
Karena itu, Imam Al-Bukhari dalam tafsir ayat ini pada Kitabut Tafsir, bagian dari kitab Shahihnya, mengatakan: Telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Hisyam, dari Qatadah, dari Anas ibnu Malik, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda seperti hadis yang berikut, di mana Khalifah telah mengatakan kepadaku, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Zurai', telah menceritakan kepada kami Sa'id, dari Qatadah, dari Anas, dari Nabi ﷺ yang bersabda: Orang-orang mukmin berkumpul di hari kiamat, lalu mereka mengatakan, "Seandainya kita bisa meminta syafaat kepada Tuhan kita." Maka mereka datang kepada Adam, lalu berkata, "Engkau adalah bapak umat manusia, Allah telah menciptakan-Mu dengan tangan kekuasaan-Nya dan Dia telah memerintahkan kepada para malaikat-Nya agar bersujud kepadamu serta Dia telah mengajarkan kepadamu nama-nama segala sesuatu, maka mintalah syafaat buat kami kepada Tuhanmu, agar Dia membebaskan kami dari tempat kami sekarang ini." Adam menjawab, "Aku bukanlah orang yang dapat menolong kalian." Lalu dia menyebutkan kesalahannya yang membuatnya merasa malu. (Dia berkata), "Datanglah kalian kepada Nuh, karena sesungguhnya dia adalah rasul pertama yang diutus oleh Allah buat penduduk bumi." Lalu mereka datang kepadanya, tetapi Nuh menjawab, "Aku bukanlah orang yang dapat menolong kalian," lalu ia menyebutkan permintaan yang pernah dia ajukan kepada Tuhannya tentang sesuatu yang tidak dia ketahui, hingga ia merasa malu. Dia berkata, "Datanglah kalian kepada kekasih Tuhan Yang Maha Pemurah (Nabi Ibrahim)." Lalu mereka mendatanginya, tetapi dia berkata, "Aku bukanlah orang yang dapat menolong kalian," dan Nabi Ibrahim berkata, "Datangilah oleh kalian Musa, seorang hamba yang pernah diajak bicara oleh Allah dan diberi-Nya kitab Taurat." Lalu mereka datang kepada Musa, tetapi Musa menjawab, "Aku bukanlah orang yang dapat menolong kalian," kemudian Musa menyebutkan pembunuhan yang pernah dilakukannya terhadap seseorang bukan karena orang itu telah membunuh orang lain, hingga dia merasa malu kepada Tuhannya. Lalu dia berkata, "Datanglah kalian kepada Isa, hamba Allah dan rasul-Nya yang diciptakan melalui kalimat Allah dan ruh (ciptaan)-Nya." Kemudian mereka datang kepada Isa, tetapi Isa menjawab, "Aku bukanlah orang yang dapat menolong kalian, datanglah kalian kepada Muhammad, seorang hamba yang telah diampuni baginya semua dosanya yang lalu dan yang kemudian." Lalu mereka datang kepadaku, maka aku berangkat dan meminta izin kepada Tuhanku hingga Dia mengizinkan diriku. Ketika aku melihat Tuhanku, maka aku menyungkur bersujud dan Dia membiarkan diriku dalam keadaan demikian selama yang Dia kehendaki. Kemudian Dia berfirman, "Angkatlah kepalamu, dan mintalah, niscaya kamu diberi apa yang kamu minta; dan katakanlah, niscaya didengar; dan mintalah syafaat, niscaya kamu diberi izin untuk memberi syafaat." Lalu aku mengangkat kepalaku dan aku memuji-Nya dengan pujian yang Dia ajarkan kepadaku. Kemudian aku memohon syafaat, dan Dia menentukan suatu batasan kepadaku, lalu aku masukkan mereka ke dalam surga. Kemudian aku kembali kepada-Nya; dan ketika aku melihat Tuhanku, maka aku melakukan hal yang serupa, lalu aku memohon syafaat dan Dia memberikan suatu batasan (jumlah) tertentu, maka aku masukkan mereka ke dalam surga. Kemudian aku kembali lagi untuk yang ketiga kalinya dan kembali lagi untuk yang keempat kalinya, hingga aku katakan, "Tiada yang tertinggal di dalam neraka kecuali orang-orang yang telah ditahan oleh Al-Qur'an dan dipastikan baginya kekal di dalam neraka."
Demikian menurut hadits yang diketengahkan oleh Imam Al-Bukhari dalam bab ini. Hadits yang sama telah diketengahkan pula oleh Imam Muslim dan Imam An-An-Nasai melalui hadits Hisyam (yaitu Ibnu Abu Abdullah Ad-Dustuwa'i), dari Qatadah dengan lafal yang sama. Imam Muslim, Imam An-Nasai, dan Ibnu Majah telah mengetengahkan pula hadits ini melalui hadits Sa'id (yaitu Ibnu Abu Arubah), dari Qatadah. Kaitan pengetengahan hadits ini dan tujuan utamanya adalah menyimpulkan sabda Rasulullah ﷺ yang mengatakan: “Lalu mereka mendatangi Adam dan berkata, ‘Engkau adalah bapak umat manusia, Allah telah menjadikan kamu dengan tangan kekuasaan-Nya, dan Dia telah memerintahkan para malaikat-Nya agar bersujud kepadamu, dan Dia telah mengajarkan kepadamu nama-nama segala sesuatu’.” Hadits ini menunjukkan bahwa Allah ﷻ telah mengajarkan kepada Adam nama-nama semua makhluk.
Karena itu, disebutkan di dalam firman-Nya: “Kemudian Allah mengemukakan nama-nama itu kepada para malaikat” (Al-Baqarah: 31). Makna yang dimaksud adalah semua nama-nama tersebut, seperti yang dikatakan oleh Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Qatadah. Qatadah mengatakan, setelah itu Allah mengemukakan nama-nama tersebut kepada para malaikat, lalu Allah ﷻ berfirman: “Allah berfirman, "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kalian memang benar!" (Al-Baqarah: 31). As-Suddi di dalam kitab tafsirnya meriwayatkan dari Abu Malik dan dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas, juga dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud serta dari sejumlah sahabat sehubungan dengan makna firman-Nya, "Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda) seluruhnya," kemudian dia mengemukakan makhluk-makhluk itu kepada para malaikat. Menurut Ibnu Juraij, dari Mujahid, setelah itu Allah mengemukakan semua makhluk yang diberi nama-nama itu kepada para malaikat.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim, telah menceritakan kepada kami Al-Husain, telah menceritakan kepadaku Al-Hajjaj, dari Jarir ibnu Hazim dan Mubarak ibnu Fudalah, dari Al-Hasan dan Abu Bakar, dari Al-Hasan dan Qatadah; keduanya mengatakan bahwa Allah mengajarkan kepada Adam nama segala sesuatu, dan Allah menyebutkan segala sesuatu dengan namanya masing-masing serta Dia mengemukakannya kepada Adam satu kelompok demi satu kelompok.
Dengan sanad yang sama dari Al-Hasan dan Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: “Jika kalian memang benar.” (Al-Baqarah: 31) Disebutkan bahwa sesungguhnya Aku tidak sekali-kali menciptakan makhluk melainkan kalian (para malaikat) lebih mengetahui daripada dia (Adam), maka sebutkanlah kepada-Ku nama-nama semuanya itu jika memang kalian benar.
Adh-Dhahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya, "In kuntum shadiqin" yakni jika kalian memang mengetahui bahwa Aku tidak usah menjadikan seorang khalifah di muka bumi.
As-Suddi meriwayatkan dari Abu Malik dan Abu Saleh, dari Ibnu Abbas, dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud, dan dari sejumlah sahabat sehubungan dengan makna firman-Nya, "In kuntum shadiqin" yakni jika kalian memang benar bahwa Bani Adam suka membuat kerusakan di muka bumi dan gemar mengalirkan darah.
Ibnu Jarir mengatakan, pendapat yang paling utama dalam masalah ini adalah takwil Ibnu Abbas dan orang-orang yang sependapat dengannya.
Makna hal tersebut adalah bahwa Allah ﷻ berfirman, "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda yang telah Kukemukakan kepada kalian, wahai malaikat yang mengatakan, 'Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah? Apakah dari kalangan selain kami atau dari kalangan kami? Padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau,' jika kalian memang benar dalam pengakuannya. Jika Aku menjadikan khalifah-Ku di muka bumi dari kalangan selain kalian, niscaya dia durhaka kepada-Ku, begitu pula keturunannya, lalu mereka membuat kerusakan dan mengalirkan darah. Tetapi jika Aku menjadikan khalifah di muka bumi dari kalangan kalian, niscaya kalian taat kepada-Ku dan mengikuti semua perintah-Ku dengan mengagungkan dan mensucikan-Ku. Apabila kalian tidak mengetahui nama-nama mereka yang Kukemukakan kepada kalian dan kalian saksikan sendiri, berarti terhadap semua hal yang belum ada dari hal-hal yang akan ada hanya belum diwujudkan kalian lebih tidak mengetahui lagi."
Ayat 32
Mereka (para malaikat) menjawab: “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (Al-Baqarah: 32). Ayat ini menerangkan tentang sanjungan para malaikat kepada Allah dengan mensucikan dan membersihkan-Nya dari semua pengetahuan yang dikuasai oleh seseorang dari ilmu-Nya, bahwa hal itu tidak ada kecuali menurut apa yang dikehendaki-Nya. Dengan kata lain, tidaklah mereka mengetahui sesuatu pun kecuali apa yang diajarkan oleh Allah ﷻ kepada mereka. Karena itulah para malaikat berkata dalam jawabannya: “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (Al-Baqarah: 32). Yakni Yang Maha Mengetahui segala sesuatu, Yang Maha Bijaksana dalam ciptaan dan urusan-Mu serta dalam mengajarkan segala sesuatu yang Engkau kehendaki serta mencegah segala sesuatu yang Engkau kehendaki, hanya Engkaulah yang memiliki kebijaksanaan dan keadilan yang sempurna dalam hal ini.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Gayyas, dari Hajjaj, dari Ibnu Abu Mulaikah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna kalimat سُبْحَانَ اللهِ (subhanallah); hal itu artinya pujian Allah kepada diri-Nya sendiri yang mensucikan-Nya dari semua keburukan. Kemudian Umar pernah bertanya kepada Ali, sedangkan teman-teman sahabat Umar berada di hadapannya, "Kalau makna kalimah La ilaha illallah telah kami ketahui, apakah makna ‘Subhanaallah’ (سُبْحَانَ اللهِ)? Ali k.w. menjawab, "Ia merupakan suatu kalimat yang disukai oleh Allah buat diri-Nya, dan Dia rela serta suka bila diucapkan."
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Fudail ibnu Nadr ibnu Addi yang menceritakan bahwa ada seorang lelaki bertanya kepada Maimun ibnu Mihran tentang makna kalimat ‘Subhanaallah’ (سُبْحَانَ اللهِ). Maka Maimun menjawab, "Nama untuk mengagungkan Allah dan menjauhkan-Nya dari semua keburukan."
Ayat 33
Firman Allah ﷻ : Allah berfirman, "Wahai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini." Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman, "Bukankah sudah Kukatakan kepada kalian, sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kalian nyatakan dan apa yang kalian sembunyikan" (Al-Baqarah: 33).
Zaid ibnu Aslam mengatakan, Adam menyebutkan semua nama, antara lain: "Kamu Jibril, kamu Mikail, dan kamu Israfil," dan nama semua makhluk satu persatu hingga sampai pada nama burung gagak.
Mujahid mengatakan, sehubungan dengan firman-Nya: “Allah berfirman, "Wahai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini" (Al-Baqarah: 33). Menurutnya, yang disebut adalah nama burung merpati, burung gagak, dan nama-nama segala sesuatu. Diriwayatkan hal yang serupa dari Sa'id ibnu Jubair, Al-Hasan, dan Qatadah.
Setelah keutamaan Adam A.S tampak jelas oleh para malaikat karena dia telah menyebutkan nama-nama segala sesuatu yang telah diajarkan oleh Allah kepadanya, (sedangkan para malaikat tidak mengetahuinya), maka Allah berfirman kepada para malaikat: “Bukankah sudah Kukatakan kepada kalian, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kalian nyatakan dan apa yang kalian sembunyikan?” (Al-Baqarah: 33). Dengan kata lain, Allah bermaksud 'bukankah Aku sudah menjelaskan kepada kalian bahwa Aku mengetahui yang gaib, yakni yang nyata dan yang tersembunyi
Makna ayat ini sama dengan ayat lain, yaitu firman-Nya: “Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi.” (Thaha: 7) Sama juga dengan firman-Nya yang menceritakan perihal burung Hudhud di saat ia berkata kepada Nabi Sulaiman, yaitu: “Agar mereka tidak menyembah Allah Yang mengeluarkan apa yang terpendam di langit dan di bumi dan yang mengetahui apa yang kalian sembunyikan dan apa yang kalian nyatakan. Allah, tiada Tuhan Yang disembah kecuali Dia, Tuhan yang mempunyai 'Arasy yang besar” (An-Naml: 25-26).
Menurut pendapat lain sehubungan dengan makna firman-Nya: ”Dan mengetahui apa yang kalian nyatakan dan apa yang kalian sembunyikan” (Al-Baqarah: 33). Makna ayat ini tidaklah seperti apa yang kami sebutkan di atas. Sehubungan dengan pendapat ini Adh-Dhahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas mengenai makna firman-Nya, "Wa a'lamu ma tubduna wama kuntum taktumun," bahwa makna yang dimaksud ialah 'Aku mengetahui rahasia sebagaimana Aku mengetahui hal-hal yang nyata'. Dengan kata lain, Allah mengetahui apa yang tersembunyi di balik hati iblis, yaitu perasaan takabur dan tinggi diri.
As-Suddi meriwayatkan dari Abu Malik dan dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas, juga dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud serta dari sejumlah sahabat sehubungan dengan ucapan para malaikat yang disitir oleh firman-Nya: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah” (Al-Baqarah: 30) hingga akhir ayat. Hal inilah yang dimaksudkan dengan apa yang mereka nyatakan.
Sedangkan mengenai firman-Nya: “Dan (Aku mengetahui) apa yang kalian sembunyikan” (Al-Baqarah: 33). Maksudnya, apa yang disembunyikan oleh iblis di dalam hatinya berupa sifat takabur. Hal yang sama dikatakan pula oleh Sa'id ibnu Jubair, Mujahid, As-Suddi, Adh-Dhahhak, dan Ats-Tsauri. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir.
Abul Aliyah, Ar-Rabi' ibnu Anas, Al-Hasan, dan Qatadah mengatakan bahwa yang dimaksud adalah ucapan para malaikat yang mengatakan, "Tidak sekali-kali Tuhan kami menciptakan suatu makhluk melainkan kami lebih alim dan lebih mulia di sisi-Nya daripada dia."
Abu Ja'far Ar-Razi meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas sehubungan dengan makna firman-Nya: “Dan Aku mengetahui apa yang kalian nyatakan dan apa yang kalian sembunyikan” (Al-Baqarah: 33). Disebutkan bahwa termasuk di antara apa yang dinyatakan oleh mereka (para malaikat) adalah ucapan mereka. Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan mengalirkan darah?" Sedangkan di antara apa yang mereka sembunyikan adalah ucapan mereka di antara sesamanya, yaitu "tidak sekali-kali Tuhan kita menciptakan suatu makhluk kecuali kita lebih alim dan lebih mulia dari padanya". Tetapi akhirnya mereka mengetahui bahwa Allah lebih mengutamakan Adam di atas diri mereka dalam hal ilmu dan kemuliaan.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, dari Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam dalam kisah para malaikat dan Adam, bahwa Allah berfirman kepada para malaikat, "Sebagaimana kalian tidak mengetahui nama-nama benda-benda ini, maka kalian pun tidak mempunyai ilmu. Sesungguhnya Aku hanya bermaksud menjadikan mereka agar membuat kerusakan di bumi, dan hal ini sudah Kuketahui dan telah berada di dalam pengetahuan-Ku. Akan tetapi, Aku pun menyembunyikan dari kalian suatu hal, yaitu bahwa Aku hendak menjadikan di bumi itu orang-orang yang durhaka kepada-Ku dan orang-orang yang taat kepada-Ku."
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan, telah ditetapkan oleh Allah melalui firman-Nya: “Sesungguhnya akan Aku penuhi neraka Jahannam itu dengan jin dan manusia bersama-sama” (As-Sajdah: 13, Hud: 119). Sedangkan para malaikat belum mengetahui dan belum mengerti hal ini. Ketika mereka melihat apa yang telah dianugerahkan Allah kepada Adam berupa ilmu, akhirnya mereka mengakui kelebihan Adam atas diri mereka.
Ibnu Jarir mengatakan, pendapat yang paling utama sehubungan dengan masalah ini adalah pendapat Abbas, yaitu yang mengatakan bahwa makna firman-Nya: “dan Aku mengetahui apa yang kalian nyatakan” (Al-Baqarah: 33). Artinya "Aku, di samping pengetahuan-Ku tentang hal yang gaib di langit dan di bumi, mengetahui apa yang kalian nyatakan melalui lisan kalian dan apa yang kalian sembunyikan di dalam diri kalian. Maka tiada sesuatu pun yang tersembunyi bagi-Ku. Rahasia dan terang-terangan kalian bagi-Ku sama saja, tidak ada bedanya, semuanya Ku ketahui." Hal yang mereka nyatakan melalui lisan mereka adalah ucapan mereka yang mengatakan, "Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya?" Apa yang mereka sembunyikan adalah hal-hal yang tersimpan di dalam diri iblis (yang pada asalnya adalah dari kalangan malaikat juga), yaitu menentang Allah dalam perintah-perintah-Nya dan bersikap takabur, tidak mau taat kepada-Nya.
Selanjutnya Ibnu Jarir mengatakan bahwa pengertian ini diperbolehkan, mengingat keadaannya sama dengan apa yang dikatakan oleh orang-orang Arab, "Qutilal jaisyu wahuzimu (pasukan itu banyak yang terbunuh dan terpukul mundur)." Padahal sesungguhnya yang terbunuh hanya satu orang atau sebagian dari pasukan, dan yang terpukul mundur (kalah) hanyalah satu orang atau sebagian dari pasukan. Tetapi dalam pemberitaannya disebutkan bahwa yang terbunuh dan yang terpukul mundur adalah semua pasukan. Pengertiannya sama dengan makna yang terkandung di dalam firman-Nya: “Sesungguhnya orang-orang yang memanggil kamu dari luar kamar (mu) (Al-Hujurat: 4). Sesungguhnya yang melakukan panggilan seperti itu hanyalah seseorang dari kalangan Bani Tamim, bukan semuanya. Menurut Ibnu Jarir, demikian pula pengertian makna yang terkandung di dalam firman-Nya: “Dan Aku mengetahui apa yang kalian nyatakan dan apa yang kalian sembunyikan” (Al-Baqarah: 33).
Mereka, para malaikat, tidak sanggup menyebutkan nama bendabenda tersebut dan menjawab, Mahasuci Engkau dari segala kekurangan, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui, Mahabijaksana. Jawaban malaikat ini adalah jawaban yang penuh santun. Pertama, malaikat mengemukakan ketidakmampuan mereka untuk menyebutkan nama-nama benda itu dengan ungkapan yang menunjukkan kemahasucian Allah. Kedua, malaikat merasa bahwa pengetahuan mereka sangatlah sedikit. Pengetahuan mereka adalah pemberian dari Allah semata. Ketiga, malaikat memuji Allah dengan dua sifat yaitu Yang Maha Mengetahui segala sesuatu dan Mahabijaksana dalam semua kebijakan dan seluruh pekerjaan-Nya, termasuk pemilihan Nabi Adam, manusia, sebagai khalifah. Kemudian Allah memberikan kesempatan kepada Nabi Adam untuk menyebutkan nama benda-benda yang telah Allah ajarkan kepadanya. Dia berfirman, Wahai Adam! Beritahukanlah kepada mereka nama-nama itu! Lalu Nabi Adam pun menyebutkan nama benda-benda itu dengan segala macam kegunaan dan manfaatnya. Pada saat itulah malaikat memahami bahwa manusialah yang pantas untuk menjadi khalifah di bumi ini. Setelah dia, Nabi Adam, menyebutkan nama-nama benda-benda tersebut dan apa manfaat dan kegunaan-nya, Allah berkata secara lebih tegas lagi tentang kebenaran rencana besar-Nya dan berfirman dengan nada pertanyaan, Bukankah telah Aku katakan kepadamu, bahwa Aku mengetahui rahasia langit dan bumi, dan Aku mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan' Allah memberi dua alasan tentang penunjukan Nabi Adam menjadi khalifah. Pertama, bahwa Dia mengetahui rahasia di jagat raya yaitu semua yang ada di langit dan bumi. Kedua, bahwa Allah mengetahui apa yang dipendam dalam diri malaikat dan juga hati manusia. Jika demikian, maka gagasan Allah untuk menjadikan manusia sebagai khalifah pasti mempunyai banyak hikmah.
Setelah para malaikat menyadari kurangnya ilmu pengetahuan mereka, karena tidak dapat menyebutkan sifat makhluk-makhluk yang ada di hadapan mereka, maka mereka mengakui terus terang kelemahan diri mereka dan berkata kepada Allah bahwa Dia Mahasuci dari segala sifat-sifat kekurangan, yang tidak layak bagi-Nya, dan mereka menyatakan tobat kepada-Nya. Mereka pun yakin bahwa segala apa yang dilakukan Allah tentulah berdasarkan ilmu dan hikmah-Nya yang Mahatinggi dan Mahasempurna, termasuk masalah pengangkatan Adam menjadi khalifah. Mereka mengetahui bahwa ilmu pengetahuan mereka hanyalah terbatas kepada apa yang diajarkan-Nya kepada mereka. Dengan demikian lenyaplah keragu-raguan mereka tentang hikmah Allah dalam pengangkatan Adam menjadi khalifah di bumi.
Dari pengakuan para malaikat ini, dapatlah dipahami bahwa pertanyaan yang mereka ajukan semula "mengapa Allah mengangkat Adam a.s. sebagai khalifah," bukanlah merupakan suatu sanggahan dari mereka terhadap kehendak Allah, melainkan hanyalah sekadar pertanyaan meminta penjelasan. Setelah penjelasan itu diberikan, mereka mengakui kelemahan mereka, maka dengan rendah hati dan penuh ketaatan mereka mematuhi kehendak Allah, terutama dalam pengangkatan Adam a.s., menjadi khalifah. Mereka memuji Allah swt, karena Dia telah memberikan ilmu pengetahuan kepada mereka sesuai dengan kemampuan yang ada pada mereka. Selanjutnya, mereka mengakui pula dengan penuh keyakinan, dan menyerah kepada ilmu Allah yang Mahaluas dan hikmah-Nya yang Mahatinggi. Lalu mereka menegaskan bahwa hanya Allah yang Maha Mengetahui dan Mahabijaksana.
Hal ini mengandung suatu pelajaran bahwa manusia yang telah dikaruniai ilmu pengetahuan yang lebih banyak dari yang diberikan kepada para malaikat dan makhluk-makhluk lainnya, hendaklah selalu mensyukuri nikmat tersebut, serta tidak menjadi sombong dan angkuh karena ilmu pengetahuan yang dimilikinya, serta kekuatan dan daya pikirannya. Sebab, betapapun tingginya ilmu pengetahuan dan teknologi manusia pada zaman kita sekarang ini, namun masih banyak rahasia-rahasia alam ciptaan Allah yang belum dapat dijangkau oleh ilmu pengetahuan manusia, misalnya ialah hakikat roh yang ada pada diri manusia sendiri. Allah telah memperingatkan bahwa ilmu pengetahuan yang dikaruniakan kepada manusia hanya sedikit sekali dibandingkan ilmu Allah dan hakikat-Nya.
"?dan tidaklah kamu diberi pengetahuan, melainkan sedikit." (a1-Isra'/17: 85)
Selama manusia tetap menyadari kekurangan ilmu pengetahuannya, tentu dia tidak akan menjadi sombong dan angkuh, dan niscaya dia tidak akan segan mengakui kekurangan pengetahuannya tentang sesuatu apabila dia benar-benar belum mengetahuinya, dan dia tidak akan merasa malu mempelajarinya kepada yang mengetahui. Sebaliknya, apabila dia mempunyai pengetahuan tentang sesuatu yang berfaedah, maka ilmunya itu tidak akan disembunyikannya, melainkan diajarkan dan dikembangkannya kepada orang lain, agar mereka pun dapat mengambil manfaatnya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 30-33
Ayat 30
Dan (Ingatlah) tatkala Tuhan engkau berkata kepada Malaikat, “Sesungguhnya, Aku hendak menjadikan di bumi seorang khalifah." Berkata mereka, “Apakah Engkau hendak menjadikan padanya orang yang merusak di dalamnya dan menumpahkan darah, padahal kami bertasbih dengan memuji Engkau dan memuliakan Engkau?" Dia berkata, “Sesungguhnya, Aku lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
Maka, tampaklah di pangkal ayat, Allah telah berfirman kepada malaikat menyatakan maksud hendak mengangkat seorang khalifah di bumi ini.
“Mereka berkata, ‘Apakah Engkau hendak menjadikan padanya orang yang merusak di dalamnya dan menumpahkan darah, padahal kami bertasbih dengan memuji Engkau dan memuliakan Engkau?' Dia berkata, ‘Sesungguhnya, Aku lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui!'"
Artinya, setelah Allah menyatakan mak-sud-Nya itu, malaikat pun memohon penjelasan, khalifah manakah lagi yang dikehendaki oleh Allah hendak menjadikan?
Di dalam ayat tersebut, terbayanglah oleh kita bahwa Malaikat, sebagai makhluk Ilahi, yang tentu saja pengetahuannya tidak seluas pengetahuan Allah, meminta penjelasan, bagaimana agaknya corak khalifah itu? Apakah tidak mungkin terjadi dengan adanya khalifah, kerusakan yang akan timbul dan penumpahan darahlah yang akan terjadi? Padahal alam dengan kudrat iradat Allah Ta'aala telah tenteram, sebab mereka, malaikat, telah dicipta-kan Allah sebagai makhlukyang patuh, tunduk, taat, dan setia. Bertasbih, shalat, menyucikan nama Allah. Rupanya ada sedikit pengetahuan dari malaikat-malaikat itu bahwasanya yang akan diangkat jadi khalifah itu ialah satu jenis makhluk. Dalam jalan pendapat malaikat, bilamana jenis makhluk itu telah ramai, mereka akan berebut-rebut kepentingan di antara satu sama lain.
Kepentingan satu orang atau satu golongan bertumbuk dengan satu orang atau satu golongan yang lain. Maka, beradulah yang keras timbullah, pertentangan, dan dengan demikian timbullah kerusakan, bahkan akan timbul juga pertumpahan darah. Dengan demikian, ketenteraman yang telah ada, dengan adanya makhluk, Malaikat yang patuh, taat, dan setia, menjadi hilang.
Pertanyaan dan kemusykilan itu dijawab oleh Allah, “Sesungguhnya, Aku lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
Artinya, dengan jawaban itu, Allah Ta'aala tidak membantah pendapat dari malaikat-Nya, cuma menjelaskan bahwasanya pendapat dan ilmu mereka tidaklah seluas dan sejauh pengetahuan Allah. Bukanlah Allah memungkiri bahwa kerusakan pun akan timbul dan darah pun akan tertumpah, tetapi ada maksud lain yang lebih jauh dari itu sehingga kerusakan hanyalah sebagai pelengkap saja, dan pembangunan dan pertumpahan darah hanyalah satu tingkat perjalanan hidup saja di dalam menuju kesempurnaan.
Dalam jawaban Allah yang demikian, malaikat pun menerimalah dengan penuh khusyu dan taat.
Sekarang, kami uraikan terlebih dahulu tentang apa atau siapakah Malaikat itu?
Malaikat untuk banyak, sedangkan Malak untuk satu.
Allah menyebut di dalam Al-Qur'an tentang adanya makhluk Allah bernama malaikat. Disebutkan pekerjaan atau tugas mereka; ada yang mencatat amalan makhluk setiap hari dan mencatat segala ucapan, ada yang membawa wahyu kepada rasul-rasul dan nabi-nabi, ada yang menjadi duta-duta (safarah) yang memelihara Al-Qur'an, ada yang memikul Arsy Allah, ada yang menjaga surga dan yang menjaga neraka, dan ada yang siang dan malam berdoa, memuji-muji Allah dan bersujud, dan ada pula yang mendoakan agar makhluk yang taat diberi ampun dosanya oleh Allah. Dan banyak lagi yang lain.
Akan tetapi, Allah tidak menyebutkan dari bahan apa malaikat itu dijadikan. Dan tersebut juga bahwa ada malaikat itu yang menyatakan dirinya sebagai yang datang membawakan ilham kepada Maryam bahwa dia akan diberi putra, atau yang kelihatan oleh Nabi kita Muhammad ﷺ seketika beliau mula-mula menerima wahyu. Dan, disebut juga ada malaikat itu yang bersayap, dua-dua, tiga-tiga, dan empat-empat.
Orang-orang di zaman jahiliyyah mencoba menggambarkan malaikat itu sebagai manusia dan mereka pun menentukan jenisnya, yaitu perempuan. Ini dibantah keras oleh Al-Qur'an. Maka, tidaklah pantas makhluk gaib itu ditentukan kelamin jantan atau betinanya.
Tersebut pula bahwa malaikat yang datang membawa wahyu kepada rasul-rasul itu namanya Jibril dan disebut juga Ruhul Amin, dan disebut juga Ruhul Qudus. Akan tetapi, manusia yang beriman dan istiqamah (tetap hati) di dalam iman kepada Allah, juga akan didatangi oleh malaikat-malaikat, untuk menghilangkan rasa takut dan duka cita mereka. Dan, di dalam Peperangan Badar, malaikat itu pun datang, sampai tiga ribu banyaknya.
Seperti itulah yang tersebut dalam Al-Qur'an. Dijelaskan pula oleh hadits-hadits bahwa malaikat-malaikat itu memberikan ilham yang baik kepada manusia serta menimbulkan keteguhan semangat dan iman. Sebagaimana juga tersebut di dalam hadits, bahkan di dalam Al-Qur'an sendiri bahwa setan, sebaliknya dari malaikat, selalu membawa ilham buruk dan waswas kepada manusia.
Setelah itu, Allah pun melanjutkan apa yang telah Dia tentukan, yaitu menciptakan khalifah itu; itulah Adam.
Ayat 31
“Dan telah diajarkan-Nya kepada Adam nama-namanya semuanya."
Artinya, diberilah oleh Allah kepada Adam itu semua ilmu,
“Kemudian Dia kemukakan semuanya kepada malaikat, lalu Dia berfirman, ‘Beritakanlah kepada-Ku nama-nama itu semua, jika adalah kamu makhluk-makhluk yang benar.'"
Sesudah Adam dijadikan, kepadanya telah diajarkan oleh Allah nama-nama yang dapat dicapai oleh kekuatan manusia, baik dengan pancaindra maupun dengan akal semata-mata, semuanya diajarkan kepadanya. Kemudian, Allah panggillah malaikat-malaikat itu dan Allah tanyakan adakah mereka tahu nama-nama itu? Jika benar pendapat mereka selama ini bahwa jika khalifah itu terjadi akan timbul bahaya kerusakan dan pertumpahan darah, sekarang cobalah jawab pertanyaan Allah; dapatkah mereka menunjukkan nama-nama itu?
Ayat 32
“Mereka menjawab, ‘Mahasuci Engkau! Tidak ada pengetahuan bagi kami kecuali apa yang Engkau …kan kepada kami. Karena sesungguhnya Engkaulah Yang Mahatahu, lagi Mahabijaksana.'"
Di sini tampak penjawaban malaikat yang mengakui kekurangan mereka. Tidak ada pada mereka pengetahuan kecuali apa yang diajarkan Allah juga. Mereka memohon ampun dan karunia, menjunjung kesucian Allah bahwasanya pengetahuan mereka tidak lebih daripada apa yang diajarkan jua, lain tidak. Yang mengetahui akan semua hanya Allah. Yang bijaksana membagi-bagikan ilmu kepada siapa yang Dia kehendaki, hanyalah Dia juga.
Sekarang Allah menghadapkan pertanya-an-Nya kepada Adam,
Ayat 33
“Berkata Dia, Wahai, Adam! Beritakanlah kepada mereka nama-nama itu semuanya.
Oleh Adam titah Allah itu pun dijunjung. Segala yang ditanyakan Allah dia jawab, dia terangkan semuanya di hadapan malaikat banyak itu.
“Maka, tatkala diberitahukannya kepada mereka nama-nama itu semuanya, berfirmanlah Dia,
“Bukankah telah Aku katakan kepadamu bahwa sesungguhnya Aku lebih mengetahui rahasia semua langit dan bumi, dan lebih Aku ketahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan."
TENTANG KHALIFAH
Arti yang tepat dalam bahasa kita terhadap kata khalifah ini hanya dapat kita ungkapkan setelah kita kaji apa tugas khalifah.
1. Ketika Rasulullah ﷺ telah wafat, sahabat-sahabat Rasulullah ﷺ sependapat mesti ada yang menggantikan beliau mengatur masyarakat, mengepalai mereka, yang akan menjalankan hukum, membela yang lemah, menentukan perang atau damai, dan memimpin mereka semuanya. Sebab dengan wafatnya Rasulullah, kosonglah jabatan pemimpin itu. Maka sepakAllah mereka mengangkat Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. menjadi pemimpin mereka. Dan mereka gelari dia “Khalifah Rasulullah". Meskipun yang dia gantikan memerintah itu ialah Utusan Allah, dia tidaklah langsung menjadi nabi atau rasul pula. Sebab risalah itu tidaklah dapat di-gantikan. Jadi, di sini dapat kita artikan bahwa khalifah itu pengganti Rasulullah dalam urusan pemerintahan.
Kepada Nabi Dawud, Allah pernah berfirman,
“Wahai, Daud! Sesungguhnya, engkau telah Kami jadikan khalifah di bumi" (Shaad 26)
Ini bisa diartikan sebagai khalifah Allah sendiri; pengganti atau alat dari Allah buat melaksanakan hukum Tuhan dalam pemerintahannya. Dan, boleh juga diartikan bahwa dia telah ditakdirkan Allah menjadi pengganti dari raja-raja dan pemimpin-pemimpin dan nabi-nabi Bani Israil yang terdahulu darinya.
Namun, ada pula ayat-ayat bahwa anak-cucu atau keturunan yang di belakang adalah sebagai khalafah atau khalifah dari nenek moyang yang dahulu (sebagai tersebut dalam surah Yuunus: 14. Demikian juga dalam surah-surah yang lain.
Namun, di dalam surah an-Naml: 62 ditegaskan bahwa seluruh manusia ini adalah khalifah di muka bumi ini,
“Atau siapakah yang memperkenankan permohonan orang-orang yang ditimpa susah apabila menyeru kepada-Nya? Dan yang menghilangkan kesusahan? Dan yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di bumi? Adakah Tuhan lain beserta Allah? Sedikit kamu yang ingat." (an-Naml: 62)
Setelah meninjau sekalian ayat ini dan gelar khalifah bagi Sayyidina Abu Bakar, barangkali tidaklah demikian jauh kalau khalifah kita artikan pengganti. Sekarang, timbul pertanyaan: pengganti dari siapa?
Ada penafsir mengatakan pengganti dari jenis makhluk yang telah musnah, sebangsa manusia juga, sebelum Adam. Itulah yang akan digantikan.
Ada setengah penafsiran mengatakan khalifah dari Allah sendiri. Pengganti Allah sendiri. Sampai di sini niscaya dapat dipahamkan bahwa mentang-mentang manusia dijadikan khalifah-Nya oleh Allah, bukanlah berarti bahwa dia telah berkuasa pula sebagai Allah dan sama kedudukan dengan Allah; bukan! Sebagaimana juga Abu Bakar diberi gelar sebagai Khalifah Rasulullah, bukan berarti bahwa langsung sama kedudukan Abu Bakar dengan Rasulullah. Maka jika manusia menjadi khalifah Allah, bukan berarti manusia menjadi sama kedudukan dengan Allah! Maka pengertian pengganti di sini harus diberi arti manusia diangkat oleh Allah menjadi khalifah-Nya. Dengan perintah-perintah tertentu. Dan untuk menghilangkan kemusykilan dalam hati, kalau hendak dituruti tafsir yang kedua bahwa manusia adalah khalifah Allah di muka bumi, janganlah dia dibahasa-lndonesiakan; tetap sajalah dalam bahasa aslinya: khalifah Allah!
Sekarang kita lanjutkan tentang kedua penafsiran itu.
Pendapat pertama ialah khalifah dari makhluk dulu-dulu yang telah musnah. Di kala mereka masih ada di dunia, mereka hanya berkelahi, merusak, bunuh-membunuh karena berebut hidup. Itu sebabnya, malaikat ter-kenang akan itu kembali lalu menyampaikan permohonan dan pertanyaan kepada Tuhan kalau-kalau terjadi demikian pula.
Maka, tersebarlah semacam dongeng pusaka bangsa Iran (Persia), yang kadang-kadang setengah ahli tafsir tidak pula keberatan menukilnya. Katanya, sebelum Nabi Adam ada makhluk namanya Hinn dan Binn, ada juga yang mengatakan namanya ialah Thimm dan Rimm. Setelah makhluk yang dua itu habis, datanglah makhluk yang bernama Jin. Semua makhluk itu musnah sebab mereka rusak-merusak, bunuh-membunuh. Akhirnya-—kata dongeng—dikirimlah oleh Tuhan bala tentaranya, terdiri atas malaikat-malaikat, dan dikepalai oleh iblis, lalu makhluk jin itu diperangi sehingga musnah. Adapun sisa-sisa-nya lari ke pulau-pulau dan ke lautan. Kemudian barulah Allah menciptakan Adam.
Dalam setengah kitab tafsir ada juga bertemu keterangan ini meskipun riwayat ini tidak berasal dari riwayat Islam sendiri.
Meskipun dia hanya dongeng belaka, dapat kita ambil kesimpulan bahwa pendapat tentang adanya makhluk purbakala yang di-khalifahi oleh Adam itu bukanlah pendapat kemarin dalam kalangan manusia, melainkan telah tua, beratus tahun sebelum keluar teori Darwin. Bukankah ahli-ahli pengetahuan menggali ilmu juga dari dongeng?
Ada lagi pendapat yang sejalan dengan itu, yaitu dari beberapa golongan kaum sufi dan kaum Syi'ah Imamiyah.
Al-Alusi, pengarang Tafsir Ruhul Ma'ani, mengatakan bahwa di dalam kitab Jami'ul Akhbar dari orang Syi'ah Imamiyah, Pasal 15, ada tersebut bahwa sebelum Allah menjadikan Adam nenek kita, telah ada tiga puluh Adam.
Jarak di antara satu Adam dengan Adam yang lain seribu tahun, setelah Adam yang tiga puluh itu, 50.000 tahun lamanya dunia rusak binasa, kemudian ramai lagi 50.000 tahun, barulah dijadikan Allah nenek kita Adam,
Ibnu Buwaihi meriwayatkan di dalam Kitab at-Tauhid, riwayat dari Imam Ja'far ash-Shadiq dalam satu hadits yang panjang, dia berkata, “Barangkali kamu sangka bahwa Allah tidak menjadikan manusia (basyar) selain kau. Bahkan, demi Allah! Dia telah menjadikan 1.000.000 Adam (alfu alfi Adama), dan kamulah yang terakhir dari Adam-Adam itu!"
Berkata al-Haitsam pada syarahnya yang besar atas Kitab Nahjul Balaghah, “Dan dinukilkan dan Muhammad al-Baqir bahwa dia berkata, ‘Telah habis sebelum Adam yang Bapak kita seribu Adam atau lebih.'" Semua ini adalah pendapat dari kalangan imam-imam Syi'ah sendiri: Ja'far ash-Shadiq dan Muhammad al-Baqir, dua di antara dua belas imam Syi'ah Imamiyah.
Kalangan kaum sufi pun mempunyai pendapat demikian. Asy-Syekh al-Akbar Ibnu Arabi berkata dalam kitabnya yang terkenal al-Futuhat al-Makkiyab bahwa 40.000 tahun sebelum Adam sudah ada Adam yang lain.
Bahkan, untuk menjadi catatan, imam Syi'ah yang besar itu, Ja'far ash-Shadiq, menyatakan bahwa di samping alam kita ini, Tuhan Allah telah menjadikan pula 12.000 alam, dan tiap-tiap alam itu lebih besar daripada tujuh langit dan tujuh bumi kita ini.
Di dalam beberapa ranting yang mengenai kepercayaan terdapat perbedaan sedikit-sedikit, sebagai kita yang dinamai Ahlus-Sunnah, dengan kaum Syi'ah. Tetapi di dalam hal yang mengenai ilmu pengetahuan alam ini, amat sempitlah paham kita sekiranya kita tidak mau memedulikan, mentang-mentang dia timbul dari Syi'ah. Karena hal ihwal yang berkenan dengan ilmu pengetahuan itu adalah universal sifatnya, yaitu menjadi kepunyaan manusia bersama. Apatah lagi sampai kepada saat sekarang ini dan seterusnya, penyelidikan ilmiah tentang alam, tentang hidupnya manusia di dunia ini, tidaklah akan berhenti.
Cobalah cocokkan keterangan Imam Ja'far ash-Shadiq ini dengan hasil penyelidikan alam yang terakhir, yang mengatakan bahwa alam cakrawala itu terdiri atas berjuta-juta kekeluargaan bintang-bintang, masing-masing dengan mataharinya sendiri yang dinamai galaksi.
Berdasarkan kepada semuanya ini, ditafsirkan oleh setengah ahli tafsir bahwa yang dimaksud dengan Adam sebagai khalifah ialah khalifah dari Adam-Adam yang telah berlalu itu, yang sampai mengatakan seribu-ribu (sejuta Adam). Dan dongeng Iran yang diambil dan dimasukkan ke dalam beberapa tafsir itu pun menunjukkan bahwa dalam kalangan Islam sudah lama ada yang berpendapat bahwa sebelum manusia kita ini sudah ada makhluk dengan Adamnya sendiri terlebih dahulu. Sekarang, tidaklah berhenti orang menyelidiki hal itu, sehingga akhirnya datanglah pendapat secara ilmiah, di antaranya teori Darwin, dilanjutkan lagi oleh berpuluh penyelidikan tentang ilmu manusia, pada fosil-fosil yang telah membantu menunjukkan bahwa 400,000 tahun yang lalu telah ada manusia Peking atau manusia Mojokerto.
Adapun Al-Qur'an, karena dia bukanlah kitab catatan penyelidikan fosil atau teori Darwin, tidaklah dia membicarakan hal itu. Tidak dia menentang teori itu, malahan menganjurkan orang meluas-dalamkan ilmu penge-tahuan tentang apa saja, sehingga bertambah yakin akan kebesaran Allah.
Penafsiran yang ke dua ialah khalifah dari Allah sendiri.
Di antara makhluk sebanyak itu manusialah yang telah dipilih Allah menjadi khalifah-Nya,yaitu Adam dan keturunannya (lihat surah an-Naml ayat 62). Demikian kata mereka.
Pada manusia itulah Allah menyatakan hukum-Nya dan peraturan-Nya; Dia menjadi khalifah untuk mengatur bumi ini, untuk mengeluarkan rahasia yang terpendam di dalamnya. Dianugerahkan kepadanya akal. Akal itu pun suatu yang ajaib dan gaib. Bentuknya tidak tampak, tetapi bekasnyalah yang menunjukkan bahwa akal itu ada. Manusia yang ketika mulai lahir lemah tadi, kian lama kian diberi persiapan. Kekuatan yang ada padanya amat luas dan keinginan hendak tahu tidak terbatas. Memang kalau sendiri-sendiri dia lemah tidak berdaya, tetapi kumpulan dari bekas usaha orang seorang itu dapat memberi kesan dan membekas pada seluruh bumi. Dari keturunan demi keturunan manusia itu bertambah dapat menguasai dan mengatur bumi. Telah dikuasainya lautan dan telah diselaminya. Telah terbang dia di udara, telah pandai dia bercakap bersambutan kata, padahal yang seorang di Kutub Utara dan yang seorang di Kutub Selatan. Gunung ditembusinya dan dibuatnya jalan kereta api di bawahnya. Dan banyak lagi kemungkinan-kemungkinan lain yang akan dapat dikerjakan dalam bumi, terutama sejak terbuka rahasia tenaga atom dalam abad ke-20 ini.
Memang ilmu yang luas itu tidak diberikan semuanya kepada orang seorang dan tidak pula diberikan sekaligus, melainkan dari penyelidikan mereka sendiri. Yang karena kesungguhan mereka, rahasia itu dibukakan dan dibukakan lagi oleh Tuhan, Jadi, dapAllah dipahamkan bahwasanya ayat 31 yang menerangkan bahwa Allah mengajarkan nama-nama kepada Adam dan seketika ditanyakan kepada malaikat, malaikat menyembahkan bahwa pengetahuan mereka hanya terbatas sekadar yang diajarkan Allah kepada mereka (ayat 32), lalu Adam disuruh menerangkan. Maka, Adam pun menerangkanlah semua nama-nama itu. Dapat ditarik maksud yang dalam tentang keistimewaan yang diberikan Allah kepada manusia, yang kian lama kian dibukakan rahasia segala nama itu kepada manusia; tetapi kegaiban semua langit dan bumi masih banyak lagi yang belum diajarkan kepada malaikat ataupun kepada manusia, sebagaimana yang tersebut pada ujung ayat 33.
Pada tafsiran yang mana pun kita akan cenderung, baik jika ditafsirkan bahwa Adam dan keturunannya diangkat jadi khalifah dari makhluk yang telah musnah maupun sebagai khalifah dari Allah sendiri. Namun isi ayat, sebagai lanjutan dari ayat sebelumnya, telah menyingkapkan lagi tabir pemikiran yang lebih luas bagi manusia agar janganlah mereka kafir terhadap Allah. Ingatlah bahwa kedudukannya dalam hidup bukanlah sembarang kedudukan.
Janganlah disia-siakan waktu pendek yang dipakai selama hidup di dunia itu.
Demikian besar sanjungan yang diberikan Allah, sangAllah tidak layak kalau manusia menjatuhkan dirinya ke dalam kehinaan; di sini disebutkan bahwa dia adalah khalifah. Di waktu yang lain Tuhan katakan bahwa manusia telah dijadikan sebaik-baiknya bentuk (surah at-Tiin: ayat 4. Dan, di kala yang lain Allah menyanjungnya tinggi-tinggi.
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan bani Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri rezeki mereka dengan yang baik-baik, dan sungguh-sungguh Kami lebihkan mereka daripada kebanyakan (makhluk) yang telah Kami jadikan, sebenar-benar dilebihkan!' (al-Israa': 70)
Demikianlah kemuliaan yang telah dilimpahkan Tuhan kepada manusia. Adakah patut kalau manusia tiada juga sadar akan dirinya dari hubungannya dengan Tuhannya?!