Ayat
Terjemahan Per Kata
قَالُواْ
mereka berkata
حَرِّقُوهُ
bakarlah dia
وَٱنصُرُوٓاْ
dan tolonglah
ءَالِهَتَكُمۡ
Tuhan-Tuhanmu
إِن
jika
كُنتُمۡ
kalian adalah
فَٰعِلِينَ
melakukan/bertindak
قَالُواْ
mereka berkata
حَرِّقُوهُ
bakarlah dia
وَٱنصُرُوٓاْ
dan tolonglah
ءَالِهَتَكُمۡ
Tuhan-Tuhanmu
إِن
jika
كُنتُمۡ
kalian adalah
فَٰعِلِينَ
melakukan/bertindak
Terjemahan
Mereka berkata, “Bakarlah dia (Ibrahim) dan bantulah tuhan-tuhan kamu jika kamu benar-benar hendak berbuat.”
Tafsir
(Mereka berkata, "Bakarlah dia) yakni Nabi Ibrahim (dan bantulah tuhan-tuhan kalian) dengan membakar Ibrahim (jika kalian benar-benar hendak bertindak") untuk menolong tuhan-tuhan kalian. Mereka segera mengumpulkan kayu-kayu yang banyak sekali, lalu mereka menyalakannya. Mereka mengikat Nabi Ibrahim, kemudian menaruhnya pada Manjaniq atau alat pelontar yang besar, lalu Nabi Ibrahim dilemparkan ke dalam api yang besar itu. Allah berfirman:.
Tafsir Surat Al-Anbiya': 68-70
Mereka berkata, "Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kalian, jika kalian benar-benar hendak bertindak. Kami berfirman, "Hai api, menjadi dinginlah dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim, "mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi. Setelah Nabi Ibrahim mematahkan hujah kaumnya, menjelaskan kelemahan mereka, serta menampakkan kebenaran dan menghapuskan kebatilan, maka mereka beralih membalasnya dengan menggunakan kekuasaan raja mereka, lalu mereka berkata: Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kalian, jika kalian benar-benar hendak bertindak. (Al-Anbiya: 68) Kemudian mereka mengumpulkan kayu bakar yang banyak sekali.
As-Saddi menceritakan, sampai-sampai ada seorang wanita yang sakit, lalu ia bernazar bahwa jika ia sembuh dari penyakitnya, ia akan membawakan kayu bakar itu buat membakar Nabi Ibrahim. Kayu-kayu bakar itu kemudian dikumpulkan di tanah yang legok dan mereka menyalakannya dengan api sehingga terjadilah api yang sangat besar yang belum pernah ada api sebesar itu. Nyala api itu mengeluarkan percikan-percikan yang sangat besar, dan nyalanya sangat tinggi.
Ibrahim dimasukkan ke dalam sebuah alat pelontar batu besar atas saran seorang Badui dari kalangan penduduk negeri Persia berbangsa Kurdi. Menurut Syu'aib Al-Jiba'i, nama lelaki itu adalah Haizan; maka Allah membenamkannya ke dalam bumi, dan ia tenggelam terus ke dalam bumi sampai hari kiamat. Setelah mereka melemparkan Nabi Ibrahim ke dalam nyala api itu, Nabi Ibrahim mengucapkan, "Cukuplah Allah bagiku, Dia adalah sebaik-baik Pelindung." Seperti yang disebutkan di dalam riwayat yang dikemukakan oleh Imam Bukhari melalui Ibnu Abbas, bahwa Ibnu Abbas pernah berkata, "Cukuplah Allah bagiku, Dia adalah sebaik-baik Pelindung," "Kalimat inilah yang diucapkan oleh Ibrahim ketika ia dilemparkan ke dalam nyala api, juga kalimat yang diucapkan oleh Muhammad ﷺ ketika mereka mengatakan, "Sesungguhnya orang-orang kafir Mekah telah menghimpun bala tentara bersekutu untuk menyerang kalian, maka takutlah kalian kepada mereka." Tetapi iman kaum mukmin bertambah tebal, dan mereka mengatakan, "Cukuplah Allah bagi kami.
Dia adalah sebaik-baik Pelindung." Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Hisyam, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Sulaiman, dari Abu Ja'far dari Asim, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah yang telah berkata bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Ketika Ibrahim a.s. dilemparkan ke dalam nyala api, ia mengucapkan "Ya Allah, sesungguhnya Engkau di langit Esa dan saya di bumi seorang diri menyembah-Mu. Menurut suatu riwayat, ketika mereka mengikatnya, (Nabi Ibrahim) mengucapkan doa berikut, "Tidak ada Tuhan selain Engkau, Mahasuci Engkau, Bagi-Mu segala puji dan bagi-Mu semua kerajaan, tiada sekutu bagi-Mu." Syu'aib Al-Jiba-i mengatakan bahwa saat itu usia Ibrahim a.s.
enam belas tahun; hanya Allah-lah yang lebih mengetahui kebenarannya. Sebagian ulama Salaf menyebutkan bahwa Malaikat Jibril menampakkan diri kepadanya di langit, lalu Jibril bertanya, "Apakah kamu mempunyai suatu permintaan?" Ibrahim menjawab, "Adapun meminta kepadamu, saya tidak akan mau. Tetapi jika kepada Allah, saya mau." Sa'id ibnu Jubair mengatakan, telah diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas, bahwa ketika Ibrahim dilemparkan ke dalam nyala api, malaikat penjaga hujan berkata, "Bilamana aku diperintahkan untuk menurunkan hujan, aku akan menurunkannya." Akan tetapi, perintah Allah lebih cepat daripada perintah malaikat itu.
Allah berfirman: Hai api,, menjadi dinginlah dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim. (Al-Anbiya: 69) Ibnu Abbas mengatakan bahwa tiada suatu apa pun di bumi ini melainkan pasti padam. Ka'bul Ahbar mengatakan, tiada seorang pun pada hari itu yang menggunakan api (karena api tidak panas), dan api tidak membakar kecuali hanya tali-tali yang mengikat tubuh Nabi Ibrahim a.s. As-Sauri telah meriwayatkan dari Al-A'masy, dari seorang syekh, dari Ali ibnu Abu Talib sehubungan dengan makna firman-Nya: Kami berfirman, "Hai api, menjadi dinginlah dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim. (Al-Anbiya: 69 Yaitu api tidak membahayakannya.
Ibnu Abbas dan Abul Aliyah mengatakan bahwa seandainya Allah tidak berfirman: dan menjadi keselamatan bagi Ibrahim. (Al-Anbiya: 69 tentulah dinginnya api itu akan menyakiti Ibrahim. Juwaibir telah meriwayatkan dari Ad-Dahhak, sehubungan dengan makna firman-Nya: menjadi dinginlah dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim. (Al-Anbiya: 69) Mereka membuat tumpukan kayu yang sangat besar, lalu dinyalakan api padanya dari semua sisinya; tetapi api tidak membakar tubuhnya barang sedikit pun hingga Allah memadamkannya.
Mereka menceritakan pula bahwa Jibril ada bersama dengan Ibrahim seraya mengusapi keringat dari wajah Ibrahim, tiada sesuatu pun yang mengenai tubuh Ibrahim kecuali hanya keringat itu. As-Saddi mengatakan, Nabi Ibrahim di dalam api itu ditemani oleh malaikat penjaga awan. Ali ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Yusuf ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Mahran, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Abu Khalid, dari Al-Minhal ibnu Amr yang mengatakan, "Saya pernah mendengar kisah Nabi Ibrahim dilemparkan ke dalam nyala api, bahwa ia berada dalam api itu selama kurang lebih lima puluh atau empat puluh hari.
Ibrahim mengatakan, "Tiada suatu hari atau suatu malam pun yang lebih menyenangkan bagiku selain saat-saat aku berada di dalam api. Aku menginginkan jika semua kehidupanku seperti ketika aku berada di dalam api itu." Abu Zar'ah ibnu Amr ibnu Jarir telah meriwayatkan melalui Abu Hurairah yang mengatakan bahwa sesungguhnya kalimat yang paling indah yang pernah dikatakan oleh ayah Nabi Ibrahim ialah perkataannya saat diperlihatkan kepadanya keadaan Ibrahim di dalam api.
Ia melihat Ibrahim sedang mengusap keningnya, lalu ayah Ibrahim berkata, "Sebaik-baik Tuhan adalah Tuhanmu, hai Ibrahim." Qatadah mengatakan bahwa pada hari itu tiada suatu hewan pun yang datang, melainkan berupaya memadamkan api agar tidak membakar Nabi Ibrahim, terkecuali tokek. Az-Zuhri mengatakan, Nabi ﷺ memerintahkan agar tokek dibunuh dan beliau memberinya nama fuwaisiq. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah anak saudara Ibnu Wahb, bahwa telah menceritakan kepadaku pamanku, telah menceritakan kepada kami Jarir ibnu Hazm; Nafi' pernah menceritakan kepadanya bahwa budak perempuan Al-Fakih ibnul Mugirah Al-Makhzumi pernah bercerita kepadanya, bahwa ia masuk ke dalam rumah Siti Aisyah, lalu ia melihat sebuah tombak di dalam rumahnya itu.
Maka ia bertanya, "Wahai Ummul Muminin, untuk apakah tombak ini?" Siti Aisyah menjawab, "Saya gunakan untuk membunuh tokek-tokek ini, karena sesungguhnya Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Bahwa sesungguhnya Ibrahim saat dilemparkan ke dalam nyala api, tiada seekor hewan melata pun melainkan berupaya memadamkan api itu, selain tokek, karena sesungguhnya tokek meniup api itu agar membakar Ibrahim. Maka Rasulullah ﷺ memerintahkan kepada kami untuk membunuhnya? Firman Allah ﷻ: mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang merugi. (Al-Anbiya: 70) Yakni orang-orang yang terkalahkan lagi terhina, sebab mereka bermaksud membuat makar terhadap Nabi Allah (Ibrahim a.s.).
Maka Allah membalas makar mereka dan menyelamatkan Ibrahim dari api itu. Saat itu kalahlah mereka. Atiyyah Al-Aufi mengatakan bahwa ketika Ibrahim dilemparkan ke dalam nyala api, dan raja mereka datang untuk menyaksikannya, maka terjatuhlah percikan api mengenai jempolnya sehingga percikan api itu membakarnya habis, seperti bulu yang terbakar oleh api."
Tanggapan Ibrahim yang tegas dan lugas tersebut direspon oleh para pembesar Kota Ur, Kaldea dengan sangat marah. Mereka berkata, 'Bakarlah dia, Ibrahim, hidup-hidup di tengah alun-alun, dan bantulah tuhan-tuhan kamu dengan menyiapkan kayu bakar yang cukup untuk membakar dia selama satu bulan, jika kamu benar-benar hendak berbuat untuk tuhan kamu. '69. Orang-orang kafir di Kota Ur dan Kaldea melemparkan Ibrahim ke dalam api yang menyala, namun Allah hendak meyelamatkan Ibrahim dengan mengubah sifat api. Kami, berfirman kepada api, 'Wahai api! Jadilah kamu dingin,' api dikecualikan dari sifatnya yang alamiah, panas dan membakar, tetapi bukan dingin yang membahayakan. Allah melanjutkan firman-Nya kepada api, 'Dan jadilah kamu penyelamat bagi Ibrahim dengan menjadi sejuk!'.
Pada ayat ini diterangkan bahwa setelah mereka kehabisan akal dan alasan untuk menjawab ucapan Ibrahim, dan kemarahan mereka memuncak, maka mereka sepakat untuk membakar Ibrahim, dan membela tuhan-tuhan mereka, jika mereka benar-benar ingin balas dendam.
Dengan demikian mereka memutuskan untuk membinasakan Ibrahim, tindakan itu mereka pandang sebagai cara yang terbaik untuk membela kehormatan tuhan-tuhan mereka, dan untuk melenyapkan rintangan yang menghalangi mereka dalam menyembah patung-patung. Mereka memilih cara yang paling kejam untuk membinasakan Ibrahim, yaitu dengan membakarnya dalam sebuah api unggun. Dengan cara ini Ibrahim dapat dilenyapkan, agar mereka dapat mencapai kemenangan untuk harga diri dan tuhan-tuhan mereka.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Allah Perintah Api Jadi Dingin
Di sinilah Ibrahim mengeiuarkan jawaban yang memang telah lama disediakan. Jawaban berupa pertanyaan:
Ayat 66
“Dia berkata-Makas apakah kamu sembah selain Allah."
Padahal yang selain Allah itu, apa jua pun adanya: “Adalah sesuatu yang sedikit pun tidak memberi manfaat bagi kamu dan tidak pula membahayakan kamu?"
Kamu sendiri tidak percaya bahwa berhala besar mustahil dapat mencincang berhala kecil, karena dia tidak dapat bergerak dari tempatnva, dan berhala kecil mustahil dapat menjawab jika ditanya. sebab dia adalah benda mati, mengapa kamu sembah semuanya itu?
Ayat 67
“Nistatah bagi kamu!" Artinya amat buruk, amat tercela kamu dengan perbuatan itu; “Dan bagi yang kamu sembah selain dari Allah itu."
Yang kamu sembah itu pun barang-barang nista sebagaimana nistanya perbuatan kamu terhadapnya. Nista karena kebodohan. karena sempit akal, karena buntu fikiranmu.
“Apa tidaklah kamu pergunakan akal?"
Yakni, mengapa kamu tidak menggunakan akal untuk memecahkan perkara int. Kiranya kamu memakai akal untuk memikirkan seluk-beluknya dengan jujur dan dada terbuka, niscaya kamu akan sampai kepada kebenarannya.
Az-Zamakhsyan menyatakan dalam Tafsirnya: Kata-kata uffin adalah kalimat yang menyatakan jengkel. Ibrahim jengkel setelah melihat mereka masih saja berkeras mempertahankan pemujaan kepada berhala-berhala itu sesudah alasan mereka terputus tidak dapat dipertahankan lagi, dengan jelasnya yang hak dan tersurlgkur jatuhnya yang batil. Dan setelah mereka lemah dan menegakkan alasan, mereka pun mengambil jalan lain buat bertahan, yaitu jalan menyakiti lawan, yaitu menuruti kebiasaan orang yang kehabIsan alasan mempertahankan perbuatan yang salah, kemarahannya dia tumpahkan kepada orang yang menyalahkan itu. Maka jalan satu-satunya buat membalaskan sakit hatinya ialah dengan menyakiti hati orang yang menyalahkan itu."
Ayat 68
“Mereka berkata: “ Yaitu pihak kaumnya yang berkuasa dalam negeri itu; “Bakarlah dia, dan belalah tuhan-tuhan kamu."
Itulah keputusan yang diambil oleh penguasa itu, yaitu keluarlah perintah agar Ibrahim dihukum karena salahnya mencincang berhala itu. Alasan pembakaran sudah terang, yaitu untuk membela tuhan-tuhan itu. Tuhan mereka teraniaya, dia tidak dapat mempertahankan diri sebab itu maka para pemujalah yang wajib segera membela. Kalau tidak diadakan pembetaan, dengan segera membakar orang yang mencincangnya, takut fikiran orang itu akan menjalar pula kepada yang lain. Begitulah yang semestinya: “Jika kamu adalah hendak berbuat."
Artinya jikalau kamu masih tetap hendak mempertahankan adat lama pusaka nenek-moyang memuja dan menyembah berhala-berhala, Ibrahim ini mesti segera disingkirkan dari dunia, dibakar.
Ibrahim sendiri sejak semula tentu sudah bersedia menghadapi segata kemungkinan, Apabila kita perbandingkan tindakan Ibrahim mencincang berhala, nyatatah bahwa beliau telah melakukan perbuatan yang benar. Dan bahwa pemerintah yang berkuasa, akan menghukumnya dengan hukuman yang paling berat, menurut peraturan atau undang-undang yang berlaku di negeri itu ketika itu, itu pun sudah wajar. Karena pengalaman-pengataman di dunia di segala zaman kerapkali menunjukkan bahwa yang benar menurut jiwa ajaran agama yang sejati belum tentu disetujui oleh penguasa duniawi. Maka Nabi Ibrahim, demi keyakinan yang dianutnya, bersedia menjadi kurhari karena melaksanakan sepanjang keyakinannya. Kalau tidak ada semangat sebagai semangat Nabi Ibrahim itu, tidaklah akan ada perubahan kepada yang lebih baik di dunia ini.
Itu sebabnya maka orang yang berjihad pada jalan Allah, lalu tewas karena keyakinannya diberi kehormatan tertinggi dengan diberi kemuliaan syahid.
Ibrahim telah bersedia menerima hukuman.
Menurut riwayat Ibnu lshaq, digali dengan perintah Raja Namrudz itu sebuah lobang dan ditimbunkan kayu api berpikul-pikul ke dalamnya. Lalu Ibrahim diikat dan diletakkan pada sebuah manjaniq (pelanting besar). Tersebut dalam riwayat al-Hafizh Abu Ya'la yang diterimanya dengan sanadnya dan Abu Hurairah bahwa Nabi s.a.w. berkata, setelah lbrahim akan dilemparkan ke dalam api yang telah berkobar-kobar itu, dia bermunajat kepada Allah:
“Ya Tuhan! Sesungguhnya Engkau Esa di langit dan aku pun esa pula yang penyembah Engkau di bumi."
Dan menurut riwayat yang lain, munajat beliau ketika akan dimasukkan ke dalam pembakaran itu ialah:
“Tidak ada Tuhan meisinkan Engkau! Maha Suci Engkau. Untuk Engkau segala puji-pujian dan bagi Engkau segala kekuasaan, tidak ada sekutu bagi Engkau."
Dan riwayat lain pula munajat beliau:
“Engkau sendiri di iangit dan oku pun sendiri di bumi. Tidak seorang pun menyembah Engkau selain aku. Penjaminanku ialah Allah dan Dialah semulia-mulia tempat menyerah."
Diriwayatkan oleh Ubayyu bin Ka'ab, Nabi s.a.w. menceritakan, bahwa seketika dia akan dilantingkan dengan manjaniq (pelanting besar) itu tiba-tiba datanglah Malaikat Jibril bertanya: (…) “Apakah engkau ada sesuatu keinginan?" Ibrahim menjawab: (…) “Adapun kepada engkau tidak ada." Lalu berkata Jibril: (…) “Mohonlah kepada Tuhanmu." Ibrahim menjawab: (…) “Bagiku cukuplah pengetahuan Tuhan tentang keadaanku ini daripada memohonkan apa-apa kepadanya."
Maka datanglah ketentuan Tuhan:
Ayat 69
“Kami katakan: Hai Api! Jadilah kau dingin dan sejahtera atas Ibrahim."
Atas kehendak Tuhan, setelah Ibrahim dilemparkan ke dalamnya, api itu jadi dingin, walaupun masih tetap menyala. Dinginnya bukan dingin yang membahayakan, melainkan dingin yang membawa sejahtera.
Berkata Abi ‘Aliyah: “Kalau bukanlah Tuhan menitahkan “dingin dan sejahtera" niscaya dinginnya akan lebih berbahaya daripada panasnya. Dan katau Tuhan tidak bersabda “atas Ibrahim", niscayalah api itu akan dingin buat selamanya."
Tafsir dari Ali bin Abu Thatib dan Ibnu Abbas: “Kalau bukanlah Tuhan menitahkan dingin dan sejahtera niscaya matilah Ibrahim, kedinginan. Dan kalau Tuhan tidak mengatakan atas Ibrahim niscaya dinginlah segala api yang ada ketika itu, karena menyangka bahwa dia yang dituju."
Ka'ab dan Qatadah berkata: “Tidak ada yang terbakar dari tubuh Ibrahim ketika itu kecuali tali-tali pengikatnya."
Menurut riwayat, Raja Namrudz dan orang besar-besanya menonton dengan penuh keheranan. Seketika api telah mulai padam karena kayu-kayu apinya telah habis jadi bara dan abu, jelas kelihatan Ibrahim sembahyang menyembah mensyukuri Allah. Maka akhinya raja menintahkan menghentikan pembakaran itu dan membebaskan Ibrahim. Setelah bebas pernah Ibrahim berkata: “Dalam pengalamanku tidak ada hari-hariku yang penuh nikmat melebihi apa yang aku rasai selama di dalam api itu."
Menurut riwayat dari Syu'aib an-Nimani usia Ibrahim ketika dimasukkan ke dalam api itu baru 16 tahun. Menurut Ibnu Juraij, Ibrahim dilemparkan ke dalam api itu di dalam usia 25 tahun.
Berkata ar-Razi di dalam Tafsirnya: “Terjadi api jadi dingin adalah tiga pendapat ahli-ahli tafsir:
(1) Tuhan menghilangkan panasnya dan membakanya yang tinggal nyala dan cahayanya. Tuhan Maha Kuasa berbuat sekehendaknya.
(2) Tuhan jadikan pada tubuh Ibrahim penangkal panas, sebagai yang dijadikan Tuhan pada malaikat-malaikat penjaga neraka, atau sebagai susunan tubuh burung unta, tidak rusak lidahnya menelan besi panas. Atau seperti cicak salamandar yang sanggup hidup di darat dan di laut dan tahan kena api.
(3) Allah menciptakan sesuatu yang menghalang di antara dirinya dengan api; sehingga api tidak dapat sampai kepadanya.
Sekian ar-Razi. Kita maktum bahwa Imam Fahruddiri ar-Razi terkenal kesanggupan beliau menafsirkan al-Qur'an secara filosofis.
Ayat 70
“Dan mereka menghendaki tipudaya kepadanya."
(ujung ayat. 70).
Kerugian yang sangat bagi mereka, karena gagalnya usaha membakar Ibrahim dengan disaksikan orang banyak. Kejadian yang sangat luarbiasa ini menyebabkan tuah kebesaran berhala telah habis. Dengan demikian maka wibawa pemerintah pun habis pula. Rakyat mulai mengerti bahwa apa yang diagung-agungkan selama ini palsu belaka adanya.
Ayat 71
“Dan Kami selamatkan dia."
Yaitu setelah gagal percobaan membunuh Ibrahim dengan jalan membakarnya itu, dia pun diselamatkan oleh Tuhan, dengan jalan mengeluarkannya dan negerinya itu; “Dan Luth." Karena Luth itu adalah putera dari saudara beliau. Sebab itu Nabi Ibrahim adalah paman (‘ammi) dari Nabi Luth. Beliau keduanya sama-sama diselamatkan Tuhan: “Ke bumi yang telah Kami beri berkat padanya." Menurut tafsir yang terbanyak, bumi yang diberi berkat oleh Tuhan itu ialah tanah Syam. "Untuk seluruh alam."
Oleh karena tidak tersebut di dalam ayat dserah mana yang dimaksud Tuhan dengan bumi yang diberi berkat itu, maka ada yang mengatakan yang dimaksud ialah tanah Irak yang diberkati oleh mengalinya dua sungai besar Furat dan Dajlah (Tigria).
Ada pula yang mengatakan tanah Mesir yang diberkati dengan mengatinya sungai Nil. Kebanyakan ahli tafsir menyebutkan negeri Syam, yaitu dserah yang disebut juga Mesopotamia. Di zaman sekarang dserah Syam menjadi negara-negara Suriah yang berpusat di Damaskus, Liharion yang berpusat di Beirut, Jordania yang berpusat di Orriman dan seluruh Palestina. Sampai kepada masa kekuasaan Turki Osmani semuanya itu masih bernama witayah Syam, yang diperintah oleh seorang Wali Negeri (Gubemur).
Syaikh Jamaluddiri al-Qasimi (1283-1332/1866-1914) di dalam tafsir beliau Mahasinut Ta'wil menguatkan juga bahwa yang dimaksud dengan bumi.. yang diberkati itu ialah Syam. Kata beliau: “Bumi Syam itu diberkati karena dari sanalah Nabi-nabi banyak dibangkitkan, dari sana diturunkan syariat-syariat ilahi yang akan membawa bahagia dunia akhirat. Dan di sana pula banyak nikmat Tuhan. Karena subur tanahnya, banyak ragam buah-buahannya, yang membuat mewah hidup orang kaya dan tidak amat melarat bagi yang miskin. Dan kata beliau selanjutnya."Ibrahim tinggal di Palestina, dan Luth tinggal di Sadum."
Kebetulan Syaikh Jamaluddiri al-Qasimi adalah orang Syam pula! Tetapi menurut satu nwayat dan Ibnu Abbas: bumi yang diberkati itu tidak lain dan Makkah. Ini dIsalinkan al-Qurthubi di tafsirnya. Tafsir Ibnu Abbas dikuatkan oleh bukti bahwa lbrahim diperintah Tuhan mendirikan Ka'bah di Makkah. Tafsir ini dikuatkan pula oleh ayat 96 di dalam Surat Aali ‘Imran:
“Sesungguhnya yang mula sekali rumah diletakkan bagi manusia ialah yang di Makkah yang diberi berkat dan menjadi petunjuk bagi alam."
Berkat yang tertinggi di atas dunia ini ialah karena di negeri ini pula kelaknya dilahirkan Nabi Muhammad, yang disebutkan Tuhan dengan terang kelak di ayat 107 dari surat ini (al-Anbiya'):
“Tidaklah Kami utus akan dikau, melainkan menjadi rahmat bagi sekalian alam."
Kurnia Keturunan
Ayat 72
“Dan Kami kurniakan untuknya Ishak dan Ya'kub sebagai tambahan."
Keterangan; Sebagaimana tersebut di dalam Surat 11 Hud dari ayat 69 sampai 73, malaikat datang memberi khabar gembira kepada Ibrahim bahwa permohonannya ingin dapat putera yang shalih lagi, (Surat 37 ash-Shaffat, ayat 100), sekarang permohanannya itu dikabulkan: “Dan Kami kurniakan untuknya Ishak."
Lama sebelum kelahiran Ishak, Tuhan telah memberinya anak sulung yang bernama Ismail dari isterinya yang muda, Hajar. Tetapi jarak di antara kelahiran kedua anak itu amat jauh. Kata riwayat sekitar 12 tahun. Tetapi sebagai bangsa-bangsa yang menyandarkan kekuatan dan kemegahan kepada keturunan. Ibrahim masih mengharap diberi anak laki-laki lagi. Agar keturunannya jangan punah. Maka dimohonnyalah Ishak ini. Di Surat Hud ayat 69 sampat 73 itu diterangkan hahwa malaikat datang membawa berita gembira itu, sehingga isteri yang tua, Sarah yang belum pernah beranak tersebut tertawa mendengar berita itu, sebab merasa lucu, karena selama ini dia sendiri mandul dan sekarang suaminya telah tua pula baru sekarang dia akan beranak! Ajaib! Di ayat 73 malaikat menegur Sarah:
“Apakah kau merasa heran dengan kehendak Allah?"
Maka anak itu pun lahirlah: yaitu Ishak. Tetapi ada lagi suatu yang terasa dalam lubuk jiwa Ibrahim. Anak laki-laki berdua sudah ada. Ismail dan Ishak. Moga-moga anak-anak Inilah yang akan menyambung turunan kemudian han. Semasa Ibrahim yang panjang umunya itu Ishak telah dapat beliau kawinkan. Dan belum lama Ishak kawin dia pun dikurnia Tuhan seorang putera laki-laki pula. Itulah Ya'kub! Di sinilah dapat difahamkan maksud ayat: “Dan Ya'kub sebagai tambahan." Datang lanjutan ayat: “Dan semua mereka itu Kami jadikan orang-orang yang shalih."
Untuk mengetahui latar belakang ayat-ayat ini, dapatlah kita tilik keinginan Nabi Ibrahim sebagai seorang kekasih Allah yang amat halus perasaannya.
Di dalam Surat 2 al-Baqarah ayat 124 ada dilukiskan pengharapan yang sangat besar dari Nabi Ibrahim, yaitu Tuhan telah menyampaikan kehendakNya kepadanya bahwa dia diangkat menjadi imam dari seluruh manusia, supaya ada pula dari kalangan anak cucu keturunan beliau yang dikumisi pula jabatan tertinggi itu. Pengharapan demikian adalah wajar bagi seorang manusia yang mengharap keturunan.
Tuhan tidaklah menolak semata-mata permohonan Ibrahim. Tuhan cuma memberi ingat, jika Tuhan berjanji mengabulkan permohonan Ibrahim, yang masuk dalam janji itu hanyalah anak-anak keturunan Ibrahim yang taat setia kepada Tuhan jua, yang menurut langkah nenek-moyang jua. Adapun kalau ada keturunan Ibrahim yang zalim, yang aniaya, yang tidak menurut jalan yang benar, maka Tuhan tidaklah memasukkan orang semacam itu di dalam janjinya.
Oleh sebab itu maka dapatlah kita fahamkan apa maksud doa Ibrahim di Surat 27 ash-Shaffat, ayat 100 itu:
“Ya Tuhanku, kurniakanlah kiranya kepadaku keturunan-keturunan dari orang-orang yang shalih."
Permohonan ini diucapkan setelah dia diselamatkan Tuhan dari negerlnya tempat dia nyaris dibakar itu. Dan permohonannya itu segera dikabulkan Tuhan. Di ayat 101 disebutkan bahwa dia dikumisi putera yang sangat sabar. Itulah Ismail. Kemudian au di ayat 113 dan 37 itu juga diterangkan kegembiraan kedua, dengan lahinya Ishak. Maka di ayat 72 Surat al-Anbiya' yang tengah kita tafsirkan ini dijelaskan lagi bahwa Allah memberikan anugerah tambahan baginya. Dalam kata-kata orang sekarang ialah anugerah tidak dIsangkasangka, mengejutkan. sebab sangat menggembirakan.
Yaitu: Nenek dapat cucu!
Si nenek yang telah tua masih dapat melihat cucu yang akan menyambung tugasnya. Inilah tambahan yang menggembirakan. Di dalam Surat 11 Hud ayat 71 tersebut ayat yang sejalan dengan ini:
“Maka Kami beri berita gembira isteri Ibrahim itu dengan Ishak, dan di belakang Ishak itu nanti, Ya'kub pula."
Ujung ayat memberikan pujian yang tinggi, yaitu: “Dan semua mereka itu Kami jadikan orang-orang yang shalih."
Tegasnya: Ismail anak pertama. Ishak anak kedua, dan Ya'kub anak Ishak sebagai kurnia yang tidak dIsangka-sangka, sebagai penggembira nenek tua, semuanya itu adalah orang shalih.
Di ayat 85 dan 86 kelak tersebut nama Ismail bersama Idris dan Zulkifli. Dijelaskan bahwa semua orang shalih. Di ayat 112 dari Surat 37 ash-Shaffat, dijelaskan pula bahwa Ishak itu orang shalih. Maka sesuai dengan janji Allah bahwa keturunan-keturunan Ibrahim yang shalih akan mendapat kedudukan istimewa di sisi Allah, yang di dalam Surat 38, Shaad, ayat 45, 46, 47 dan 48 dijelaskan bahwa semua adalah orang-orang terpilih dan orang-orang baik-baik dan semua nama-nama yang mulia itu: Ismail, Ishak, Ya'kub, sampai kepada puteranya Yusuf, semua menjadi Nabi dan Rasul.
Ayat 73
“Dan Kami jadikan mereka Imam-imam yang memimpin dengan perintah Kami."
Allah jadikan mereka imam-imam, untuk diikuti oleh orang banyak. Sesuai dengan keinginan Ibrahim sendiri ketika dia mula diangkat jadi imam. sebagai tersebut di Surat al-Baqarah ayat 124 itu. Permohonan Ibrahim dikabulkan karena anak cucunya itu tidak ada yang zalim. Mereka memimpin umat sesuai dengan yang diperintah Allah, tidak dicampuri dengan kepentingan peribadi.
“Dan Kami wahyukan kepada mereka itu perbuatan-perbuotan yang baik," yang akan ditiru diteladan, dicontoh dan diikuti oleh umat yang telah mempercayainya pimpinan mereka. "Dan mendirikan sembahyang," untuk memperkuat perhubungan dengan Allah dan mempertebal iman. Menjadi percumalah suatu agama, atau bukanlah agama, kalau di samping menanam kepercayaan kepada adanya Allah Yang Maha Kuasa tidak disertai dengan upacara sembahyang menyembah Allah. "Dan mengeluarkan zakat," di samping bersembahyang menyembah Allah, Nabi-nabi pun memimpin manusia agar membersihkan (zakat) hatinya daripada penyakit bakhil dan mengisinya dengan perhiasan dermawan kepada sesama manusia. Itu sebabnya maka selalu sejalan di antara shalat dan zakat, di antara mengabdikan diri kepada Allah dengan berkhidmat dalam masyarakat. “Dan adalah mereka itu orang-orang yang mengabdi kepada Kami."
Mereka itu di sini ialah Nabi-nabi tadi. Sebab tiap-tiap apa saja yang mereka anjurkan, baik amal shalih di dalam hidup atau ibadah kepada Allah, bukanlah mereka hanya semata-mata memerintahkan, melainkan mengimami, berjalan di muka sekali, bertanggungjawab dan berani mendenta berbagai halangan atau akibat kebencian dari kaum mereka. Lantaran itu mereka capailah apa yang menjadi cita-cita hidup dari tiap-tiap orang yang percaya kepada Tuhan yaitu diakui Allah sebagai hambanya. Dikatakan: Orang-orang yang mengabdikan kepada Kami.