Ayat
Terjemahan Per Kata
ثُمَّ
kemudian
بَعَثۡنَا
Kami utus
مِنۢ
dari
بَعۡدِهِم
sesudah mereka (rasul-rasul)
مُّوسَىٰ
Musa
بِـَٔايَٰتِنَآ
dengan ayat-ayat Kami
إِلَىٰ
kepada
فِرۡعَوۡنَ
Fir'aun
وَمَلَإِيْهِۦ
dan pemuka-pemukanya
فَظَلَمُواْ
lalu mereka mengingkari
بِهَاۖ
dengannya/padanya
فَٱنظُرۡ
maka perhatikanlah
كَيۡفَ
bagaimana
كَانَ
adalah ia
عَٰقِبَةُ
akibat
ٱلۡمُفۡسِدِينَ
orang-orang yang membuat kerusakan
ثُمَّ
kemudian
بَعَثۡنَا
Kami utus
مِنۢ
dari
بَعۡدِهِم
sesudah mereka (rasul-rasul)
مُّوسَىٰ
Musa
بِـَٔايَٰتِنَآ
dengan ayat-ayat Kami
إِلَىٰ
kepada
فِرۡعَوۡنَ
Fir'aun
وَمَلَإِيْهِۦ
dan pemuka-pemukanya
فَظَلَمُواْ
lalu mereka mengingkari
بِهَاۖ
dengannya/padanya
فَٱنظُرۡ
maka perhatikanlah
كَيۡفَ
bagaimana
كَانَ
adalah ia
عَٰقِبَةُ
akibat
ٱلۡمُفۡسِدِينَ
orang-orang yang membuat kerusakan
Terjemahan
Kemudian, Kami utus Musa setelah mereka dengan membawa tanda-tanda (kekuasaan) Kami kepada Fir‘aun dan pemuka-pemuka kaumnya. Lalu, mereka mengingkarinya. Perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berbuat kerusakan.
Tafsir
(Kemudian Kami utus sesudah rasul-rasul itu) sesudah diutusnya rasul-rasul tersebut (Musa dengan membawa ayat-ayat Kami) yang banyaknya sembilan (kepada Firaun dan pemuka-pemuka kaumnya) golongannya (lalu mereka mengingkari) mengkafiri (ayat-ayat itu. Maka perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang membuat kerusakan) artinya mereka binasa akibat kekafirannya itu.
Kemudian Kami utus Musa sesudah rasul-rasul itu dengan membawa ayat-ayat Kami kepada Firaun dan pemuka-pemuka kaumnya, lalu mereka mengingkari ayat-ayat itu. Maka perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang membuat kerusakan. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Kemudian Kami utus sesudah rasul-rasul itu. (Al-A'raf: 103) Artinya, sesudah rasul-rasul yang telah disebutkan di atas, seperti Nabi Nuh, Nabi Hud, Nabi Saleh, Nabi Luth, dan Nabi Syu'aib; semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada mereka, juga kepada seluruh para nabi.
Musa dengan membawa ayat-ayat Kami kepada Firaun. (Al- A'raf 103) Yakni dengan membawa bukti-bukti dan dalil-dalil Kami yang jelas kepada Raja Firaun, Raja negeri Mesir di zamannya. dan pemuka-pemuka kaumnya, lalu mereka mengingkari ayat-ayat itu. (Al-A'raf: 103) Yang dimaksud dengan al-mala' ialah kaumnya, yakni pembesar-pembesar negerinya. Tetapi mereka mengingkari ayat-ayat itu dan mengafirinya secara aniaya dan sombong yang timbul dari diri mereka. Perihalnya sama dengan makna yang terkandung di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya: Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka), padahal hati mereka meyakini (kebenarannya.
Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan. (An-Naml: 14) Yakni orang-orang yang menghalang-halangi jalan Allah dan mendustakan rasul-rasul-Nya. Dengan kata lain, lihatlah, wahai Muhammad, bagaimana Kami berbuat terhadap mereka, Kami tenggelamkan mereka ke akar-akarnya di hadapan pandangan mata Musa dan para pengikutnya. Hal ini merupakan suatu pembalasan yang lebih menyakitkan terhadap Firaun dan kaumnya, serta melegakan kalbu kekasih-kekasih Allah, yaitu Musa dan orang-orang mukmin yang bersamanya.
Setelah mereka, yaitu para rasul tersebut, kemudian Kami utus Musa dengan membawa bukti-bukti yang menunjukkan kebenarannya dalam menyampaikan wahyu Kami, kepada Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya, lalu dengan sikap zhalim dan takabbur mereka mengingkari buktibukti itudan melecehkannya serta menghalangi orang lain untuk mempercayainya. Karena itulah mereka, akhirnya, berhak mendapat azab Allah. Maka perhatikanlah wahai Nabi Muhammad dan siapa pun yang mau menggunakan akalnya, bagaimana kesudahan dan akhir perjalanan orang-orang yang berbuat kerusakan, antara lain Firaun yang Allah tenggelamkan di Laut Merah, dengan mendustakan kebenaran dari Allah dan menghalangi-halangi orang dari jalan-Nya. Dan Nabi Musa berkata, Wahai Fir'aun! Sungguh, aku adalah seorang utusan yang datang untuk menyampaikan seruan dan syariat dari Tuhan Yang Mencipta dan Mengatur keadaan seluruh alam, termasuk Mesir.
Kisah Nabi Musa as dalam Al-Qur'an kebanyakan terdapat dalam surah Makiyah, baik Surah-Surah yang panjang maupun yang pendek, dimulai dari Surah al-Araf yang merupakan Surah Makiyah pertama menurut susunan surah-surah Al-Qur'an, dimana terdapat kisah Nabi Musa as. Kemudian terdapat pula Surah thaha, Asy-Syuara, An-Naml, Al-Qashas, Yunus, Hud dan Al-Muminun.
Nama Nabi Musa as seringkali disebut dalam Al-Qur'an lebih dari 130 kali, tidak ada seorang pun Nabi lainnya, ataupun raja-raja yang namanya disebut sebanyak itu dalam Al-Qur'an. Hal ini disebabkan antara lain karena kisah Nabi Musa sangat mirip dengan kisah Nabi Muhammad. Selain itu, kedua Nabi ini mempunyai umat yang besar jumlahnya, yang memiliki kekuasaan dan kemajuan peradaban yang tinggi.
Nabi Musa as adalah putera Imran. Ia berkebangsaan Israil, dilahirkan di Mesir, ketika Bani Israil menetap di negeri Mesir, dimasa kekuasaan raja-raja Firaun.
Dalam ayat ini, Allah menceritakan bahwa setelah mengutus rasul-rasul-Nya yang tersebut dalam ayat-ayat terdahulu, maka Dia mengutus Nabi Musa as dengan membawa ayat-ayat-Nya kepada Firaun dan pemuka-pemukanya. Firaun adalah gelar yang dipakai oleh raja-raja di Mesir, pada masa dahulu kala, sebagaimana gelar "Kisra" bagi raja-raja Persia dan gelar "Kaisar" bagi raja-raja Romawi. Firaun yang memerintah di Mesir pada masa Nabi Musa, bernama Minepthah Ramses II. Ia seorang penguasa dinasti kesembilan belas, sekitar tahun 1491 SM. Mumi (mayat) Minepthah masih ada sampai sekarang dan disimpan di Museum Nasional Mesir, Kairo.
Disebutkan dalam ayat ini, bahwa Firaun bersama pemuka-pemukanya telah kafir terhadap ayat-ayat Allah yang dibawa oleh Nabi Musa as kepada mereka. Ayat-ayat atau mukjizat yang dibawa Musa as kepada mereka, tetap mereka tolak dengan sikap angkuh dan sombong. Firaun dan para pemuka kaumnya telah memperbudak rakyatnya. Lebih-lebih terhadap Bani Israil yang merupakan orang asing yang tinggal di Mesir ketika itu, dibawah cengkeraman kekuasaan yang zalim dari Firaun dan para pemukanya.
Andaikata Firaun dan para pemukanya itu beriman kepada Nabi Musa dan agama yang dibawanya, niscaya seluruh penduduk negeri Mesir ketika itu tentulah beriman pula, sebab mereka itu semuanya berada dalam genggaman kekuasaan Firaun dan para pembesarnya.
Karena keingkaran Firaun dan para pembesarnya, maka pada akhir ayat ini Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad beserta umatnya untuk memperhatikan bagaimana akibat orang-orang yang ingkar kepada rasul-rasul-Nya, serta berbuat kerusakan di bumi, yaitu dengan berbuat kezaliman serta memperbudak sesama manusia. Allah akan menceritakan dalam ayat selanjutnya bagaimana Nabi Musa sebagai salah seorang dari Bani Israil yang tertindas dan akhirnya dapat mengalahkan ahli-pesihir Firaun serta meyakinkan para ulamanya tentang kebenaran risalah yang dibawanya.
Bani Israil adalah keturunan Nabi Yaqub yang bernama Israil. Nabi Yaqub berasal dari Kanan (Palestina). Dia pindah ke Mesir bersama keluarga dan putera-puteranya setelah diajak oleh puteranya, yaitu Nabi Yusuf untuk pindah ke negeri Mesir. Nabi Yusuf pada waktu itu diangkat oleh Raja Mesir menjadi penguasa yang mengurus perbekalan negara. Keturunan Nabi Yaqub kemudian berkembang biak di Mesir, hingga akhirnya menjadi satu bangsa yang besar yang disebut Bani Israil.
Firaun berusaha agar Bani Israil itu tidak terus berkembang-biak, dengan membunuh setiap anak lelaki mereka yang lahir dan membiarkan hidup anak-anak perempuannya. Mereka diwajibkan membayar pajak yang sangat tinggi dan dijadikan sebagai pekerja-pekerja paksa dan berbagai bentuk penindasan dan perbudakan yang lain.
Oleh karena itu, Allah mengutus Nabi Musa untuk membebaskan mereka dari perbudakan Firaun dan membawa mereka keluar dari negeri Mesir. Pertolongan Allah kepada Nabi Musa as selanjutnya, ialah menimpakan azab kepada Firaun dan menyelamatkan kaum Nabi Musa, serta tenggelamnya Firaun dan para pengikutnya dan bala tentaranya di Laut Merah ketika mereka mengejar Nabi Musa dan kaumnya. Kisah ini mengandung pelajaran yang amat berharga, bahwa hanya dengan kekuatan materiil (kebendaan) tidak menjamin kemenangan bagi seseorang atau satu bangsa. Sebaliknya, umat yang mempunyai keimanan yang teguh kepada Allah, niscaya akan memperoleh pertolongan dari pada-Nya, sehingga umat tersebut akan dapat mengalahkan orang-orang yang hanya bersandar kepada kekuatan materiil saja.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
PERJUANGAN MUSA A.S.
Ayat 103
“Kemudian, Kami bangkitkan sesudah mereka itu Musa dengan ayat-ayat Kami kepada fir'aun dan orang-orang besarnya."
Sesudah Allah mengisahkan perjuangan nabi-nabi itu; Nuh, Hud, Shalih, Luth, dan Syu'aib, dan sesudah Allah memberikan ilmu tentang keadaan mulai mengisahkan tentang Dia membangkitkan atau menimbulkan seorang rasul lagi, yaitu Musa menghadapi Fir'aun.
Kisah Musa di dalam Al-Qur'an adalah kisah yang selalu diulang-ulangkan. Sebab, perjuangan sekalian rasul sejak Nabi Nuh a.s. sampai kepada Nabi Isa a.s., jika diperbandingkan dengan kisah Musa, adalah kisah perjuangan beliau ini yang paling hebat berbelit-belit. Tujuan perutusan beliau adalah memerdekakan Bani Israil dari perbudakan dan penindasan Fir'aun. Untuk mencapai tujuan itu, beliau terlebih dahulu wajib menghadapi Fir'aun itu sendiri dan kekuasaan orang-orang besar yang mengelilingi Fir'aun. Sebab, kejahatan seorang diktator kebanyakan adalah bisikan-bisikan orang-orang besar pengambil muka yang mengelilinginya. Oleh sebab itu, perjuangan beliau hampir menyerupai perjuangan Muhammad ﷺ. Sebab, kedatangan Musa sama dengan kedatangan Muhammad ﷺ, yaitu membawa ajaran agama dan membentuk suatu umat yang akan menampung agama itu dan menegakkan kekuasaan. Sebab itu, dapatlah dipahami kalau kisah Musa selalu diulang-ulangkan, baik pada surah-surah yang diturunkan di Mekah ataupun setelah berada di Madinah. Setelah itu pula maka Nabi yang paling banyak nama beliau tersebut dalam Al-Qur'an, ialah Nabi Musa. Tidak kurang dari 135 kali. Tidak ada nabi lain yang sebanyak itu namanya tersebut dalam Al-Qur'an. Kisah beliau yang panjang ada dalam surah al-A raaf ini dan ada dalam surah Thaahaa, surah asy-Syu'araa', surah al-Qashash, surah Yuunus, surah Hud, dan lain-lain, yang semuanya turun di Mekah dan tersebut pula dalam surah al-Baqarah (Madinah), ketika membicarakan kekufuran Bani Israil.
Di sini tersebut: ‘tsumma ba'atsna' (…) artinya, ‘Kemudian Kami bangkitkan'. Sedang nabi-nabi yang disebutkan terdahulu tadi disebut ‘arsalna' (…) artinya, ‘Kami utus'. Dapatlah kita pahamkan bahwa kata ‘Kami' bangkitkan lebih berat daripada kata ‘Kami' utus.
Nama Musa itu sendiri adalah bahasa Kopti tua, gabungan di antara dua kalimat yaitu “Mu" dan “Sa". “Mu" artinya air dan “Sa" artinya pohon, jadi, Pohon Air. Demikian menurut riwayat Abusy-Syaikh dari Ibnu Abbas. Dinamai demikian sebab dia di waktu kecil dilemparkan ibunya ke dalam sungai Nil, diletakkan di dalam sebuah peti kayu lalu dipungut oleh putri Fir'aun, kemudian dipelihara sebagai anak yang didapat di dalam air dalam peti kayu.
Adapun Fir'aun ialah gelar kebesaran raja-raja Mesir, sebagai kaisar gelar kebesaran raja-raja Romawi, Negus (Najasyi) gelar kebesaran raja-raja besar Habsyi dan Kisra gelar kebesaran raja-raja Iran di zaman purbakala. Sebagai juga raja-raja besar Mongol memakai gelar Khan dan raja-raja Iran sesudah Islam memakai gelar Syah.
Orang Eropa menyebutkan Fir'aun itu Pharaoh. Sama juga menyebut Nerum juga Nero, Alathun jadi Plato. Ibnu Sina jadi Avy Siena, Syirun jadi Cicero, dan sebagainya. Pakai “n" di ujung menurut Arab dan pakai “o" saja menurut ejaan Yunani.
Maka, disebutlah di ayat ini bahwa Musa telah dibangkitkan untuk diutus kepada Fir'aun dan orang-orang besarnya, tiang-tiang kerajaannya. Sebab, seorang raja besar yang berkuasa tidak terbatas itu tidak mungkin naik kalau di kiri kanannya tidak ada orang-orang besar yang mengurbankan seluruh peribadinya buat menggalang kebesaran dan titah raja itu; kedua pihak perlu-memerlukan, naik-menaik-kan, angkat-mengangkat. Diterangkan dalam ayat ini bahwa Nabi Musa datang membawa ayat-ayat, yaitu tanda-tanda kebesaran Allah, mukjizat yang mengatasi seluruh kekusaan Fir'aun itu sebagaimana akan diuraikan ayat itu satu demi satu kelak. “Namun, mereka telah berlaku zalim terhadap ayat-ayat itu." Artinya, sebagaimana Musa memperlihatkan beberapa ayat-ayat itu, tetapi mereka tidak mau percaya, tetap tidak mau tunduk dan tetap berkeras pada kemegahan mereka.
“Maka, pandanglah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kerusakan."
Inilah permulaan ayat tentang perjuangan Nabi Musa dengan Fir'aun dan orang besar-besarnya itu di dalam surah al-A'raaf ini menerangkan Musa telah dibangkitkan membawa ayat-ayat tanda kebesaran Allah Yang Maha Esa, tetapi mereka tidak mau menerima. Lalu, diingatkan kepada mereka betapa akibat orang-orang yang menempuh jalan kerusakan itu. Lalu, ayat ini dituruti oleh beberapa ayat yang lain, sebagai uraian daripada pertentangan dari maksud suci Musa mencari penyelesaian dengan maksud Fir'aun
dan orang besar-besarnya mempertahankan kekusutan. Dan, di akliir nanti akan didapati akibat-akibatnya.
Ayat 104
“Dan, berkata Musa, ‘Wahai Fir'aun!Sesungguhnya aku ini adalah utusan dari Tuhan Pemelihara seluruh alam.'"
Dalam ayat ini diperlihatkan betapa gagah perkasanya utusan Allah Musa itu, yang datang ke dalam istana Fir'aun menyatakan siapa dirinya dan apa tugasnya. Untuk meresapkan betapa besar ayat yang satu ini, pertalikanlah membacanya dengan ayat-ayat yang lain pada surah-surah yang lain. Bahwa Musa itu dibesarkan dalam istana Fir'aun, benar-benar anak pungut yang dipungut hanyut kemudian setelah besar dia lari ke negeri Madyan, sebab tangannya telah terlanjur membunuh seorang Kopti, orang golongan Raja. Sekarang dia datang kembali, membawa suara bahwa dia utusan Allah padahal di masa itu Fir'aunlah yang dipandang orang sebagai Tuhan Yang Mahakuasa dan Fir'aun itu sendiri pun merasa pula demikian. Dia katakan bahwa dia utusan dari rabbul ‘alamin, Tuhan Pemelihara dari seluruh alam dan Fir'aun itu pun termasuk alam juga. Kemudian dia teruskan pula:
Ayat 105
“Betul-betul aku tidak mengatakan melainkan yang benar."
Apa yang aku katakan ini bukanlah ucapan main-main. Betul-betul Allah itu yang meng-utusku dan tidak ada Tuhan yang menguasai seluruh alam ini kecuali Dia. “Sesungguhnya aku datang kepada kamu dengan keterangan dari Tuhan kamu." Di sini Musa menegaskan bahwa Tuhan yang mengutus aku itu adalah Tuhan kamu juga karena betapa pun kuasamu, tetapi tidaklah kuasa itu melebihi apa yang telah ditentukan oleh Allah. Kamu mengaku ataupun ingkar, tetapi Allah tetaplah Yang Esa itu juga. Maka, keterangan-keterangan yang
aku sampaikan ini semuanya adalah datang dari Dia, bukan buatanku sendiri saja. Aku ber-cakap yang benar. Dan, disebutkannya sekali lagi maksud kedatangannya yang terutama,
“Maka, biarkanlah bersama aku Bani israil itu."
Artinya, lepaskanlah Bani Israil itu dari perbudakan kamu, supaya mereka hidup bebas merdeka. Bebas merdeka melakukan keyakinan agama mereka menyembah Allah Yang Maha Esa, agama ajaran asli dari nenek moyang mereka Ibrahim. Aku datang ke mari menjemput mereka dan hendak membawa mereka ke suatu tempat yang di sana mereka bebas mengerjakan agamanya.
Itulah kedatangan Musa yang pertama menghadap Fir'aun. Dan, dia dengan tegas telah menyatakan bahwa dia bercakap sungguh-sungguh, bukan main-main. Maka, kedatangannya yang pertama itu rupanya masih dipandang enteng oleh Fir'aun. Soal jawab lebih panjang telah dikisahkan pula dalam surah asy-Syu'araa'. Sekarang Fir'aun minta bukti.
Ayat 106
“Dia berkata, ‘Jika adalah kedatangan engkau ini dengan suatu ayat maka datangkanlah dia jika adalah engkau dari orang-orang yang benar.
Artinya, jika tadi engkau mengatakan bahwa engkau ini bercakap yang benar, tidak main-main, bahwa engkau utusan dari Allah, kalau engkau dapat menunjukkan suatu ayat atau suatu bukti, cobalah datangkan atau cobalah buktikan, aku mau melihat.
Ayat 107
“Maka, dilemparkannyalah tongkatnya lalu tiba-tiba dia menjadi satu ular yang nyata."
Ayat 108
“Dan, dia kembangkan tangannya lalu tiba-tiba dia putih kelihatannya bagi orang-orang yang melihat."
Beliau tunjukkanlah bukti bahwa memang dia Rasul Allah. Dilemparkannya tongkatnya ke atas lantai istana itu, tiba-tiba tongkat itu menjelma menjadi seekor ular. Disebut ular yang nyata, artinya bukan hanya karena dipandang sepintas lalu serupa ular, tetapi benar-benar ular!
Niscaya kagum tercenganglah Fir'aun dan orang-orang besarnya yang hadir itu. Setelah itu beliau ambil tongkat itu kembali. Baru saja tercecah tangannya, dia pun kembali kepada keadaannya yang asal, tongkat kayu. Dalam Fir'aun dan orang besar-besar itu tercengang dan terpesona, beliau kembangkan pula tangannya.
Di dalam surah Thaahaa diterangkan bahwa mulanya tangan itu dimasukkannya ke dalam ketiaknya, baru diangkatnya kembali, tiba-tiba timbullah cahaya benderang, putih bersih dari tangan itu.
Di dalam surah Thaahaa ayat 22 dijelaskan lagi bahwa cahaya putih yang keluar dari tangannya itu bukannya suatu penyakit, bukan penyakit balak (sopak), tetapi suatu mukjizat yang memang ganjil. Dan, kedua kejadian itu disaksikan bukan oleh Fir'aun saja, tetapi oleh seluruh orang yang berada di dalam istana pada waktu itu.
Melihat kedua hal yang ajaib ini, timbullah dua kesan pada hati orang besar-besar Fir'aun yang hadir itu.
Ayat 109
“Berkata pemuka-pemuka dari kaum Ri ‘aun itu, ‘Sesungguhnya dia ini adalah semang ahli sihir yang berpengetahuan/"
Ayat 110
“Dia hendak mengeluarkan kamu dari bumi kamu, apakah yang akan kamu perintahkan?"
Ayat 111
“Mereka berkata, ‘Berilah dia dan saudaranya kesempatan dan kirimlah (utusan-utusan) ke kota-kota buat mengumpulkan orang.'"
Ayat 112
“Nanti mereka akan datang kepada engkau dengan tiap-tiap ahli sihir yang berpengetahuan. “
Keputusan musyawarah seperti ini telah memberikan bayangan kepada kita bahwa orang besar-besar Fir'aun itu memanglah ahli-ahli musyawarah dan ahli-ahli siasat yang piawai. Dan, menunjukkan pula kepada kita bahwa kerajaan mereka teratur. Fir'aun tidak boleh tergesa-gesa mengambil sikap. Biarkan Musa dan Harun bebas, jangan diganggu, tetapi kelak niscaya pengaruh mereka akan hiiang. Setelah pengaruh mereka hilang dan kebencian orang banyak telah timbul, pada waktu itu jika Fir'aun mengambil keputusan menangkap, menghukum atau membunuhnya tidak akan ada bantahan orang banyak lagi.