Ayat
Terjemahan Per Kata
بَلَىٰۚ
ya/benar
مَنۡ
siapa/orang
أَوۡفَىٰ
(ia) menepati
بِعَهۡدِهِۦ
janjinya
وَٱتَّقَىٰ
dan ia bertakwa
فَإِنَّ
maka sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
يُحِبُّ
Dia menyukai
ٱلۡمُتَّقِينَ
orang-orang yang bertakwa
بَلَىٰۚ
ya/benar
مَنۡ
siapa/orang
أَوۡفَىٰ
(ia) menepati
بِعَهۡدِهِۦ
janjinya
وَٱتَّقَىٰ
dan ia bertakwa
فَإِنَّ
maka sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
يُحِبُّ
Dia menyukai
ٱلۡمُتَّقِينَ
orang-orang yang bertakwa
Terjemahan
Bukan begitu! Siapa yang menepati janji dan bertakwa, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertakwa.
Tafsir
(Bukan demikian) tetapi terhadap mereka tetap ada tuntutan (barang siapa yang menepati janjinya) baik yang dibuatnya dengan Allah atau yang dititahkan Allah menepatinya, berupa memenuhi amanat dan lain-lain (serta ia bertakwa) kepada Allah dengan mengerjakan taat dan meninggalkan maksiat (maka sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.) Di sini ada penempatan zahir di tempat yang mudhmar, yang berarti "Allah mengasihi mereka" maksudnya memberi mereka pahala.
Tafsir Surat Ali-'Imran: 75-76
Di antara Ahli Kitab ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepadamu; dan di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu dinar, tidak dikembalikannya kepadamu kecuali jika kamu selalu menagihnya. Yang demikian itu lantaran mereka mengatakan, "Tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang ummi." Mereka berkata dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui.
(Bukan demikian), sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuat)nya dan bertakwa, maka sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertakwa.
Ayat 75
Allah ﷻ memberitakan perihal orang-orang Yahudi, bahwa di antara mereka ada orang-orang yang khianat; dan Allah ﷻ memperingatkan kaum mukmin agar bersikap waspada terhadap mereka, jangan sampai mereka terpedaya, karena sesungguhnya di antara mereka terdapat orang-orang yang disebutkan oleh firman-Nya:
“Ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya senilai satu qintar.” (Ali Imran: 75)
Yakni sejumlah harta yang banyak.
“Dia mengembalikannya kepadamu.” (Ali Imran: 75)
Yaitu barang yang nilainya kurang dari satu qintar tentu lebih ditunaikannya kepadamu.
“Dan di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu dinar, dia tidak mengembalikannya kepadamu kecuali jika kamu selalu menagihnya,” (Ali Imran: 75)
Maksudnya, terus-menerus menagih dan mendesaknya agar melunasi hakmu.
Apabila demikian sikapnya terhadap satu dinar, maka terlebih lagi jika menyangkut yang lebih banyak, maka ia tidak akan mengembalikannya kepadamu. Dalam pembahasan yang lalu pada permulaan surat ini telah diterangkan makna qintar. Adapun mengenai satu dinar, hal ini sudah dimaklumi kadarnya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Amr As-Sukuti, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah, dari Ziad ibnul Haisam, telah menceritakan kepadaku Malik ibnu Dinar yang telah mengatakan bahwa sesungguhnya dinar disebut demikian karena merupakan gabungan dari dua kata, yaitu din (agama) dan nar (yakni api).
Menurut pendapat yang lain, makna dinar ialah 'barang siapa yang mengambilnya dengan jalan yang benar, maka ia adalah agamanya; dan barang siapa yang mengambilnya bukan dengan jalan yang dibenarkan baginya, maka baginya neraka'. Sehubungan dengan masalah ini selayaknya disebutkan hadits-hadits yang di-ta'liq oleh Imam Al-Bukhari dalam berbagai tempat dari kitab sahihnya. Yang paling baik konteksnya adalah yang ada di dalam Kitabul Kafalah.
Imam Al-Bukhari mengatakan bahwa Al-Al-Laits mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ja'far ibnu Rabi'ah, dari Abdur Rahman ibnu Hurmuz Al-A'raj, dari Abu Hurairah , dari Rasulullah ﷺ yang pernah menceritakan bahwa di zaman dahulu ada seorang lelaki dari kalangan umat Bani Israil berutang sejumlah seribu dinar kepada seorang lelaki lain yang juga dari Bani Israil. Lelaki yang diminta berkata, "Datangkanlah orang-orang yang aku akan jadikan mereka sebagai saksi." Lelaki yang mengajukan utang berkata, "Cukuplah Allah sebagai saksinya." Lelaki yang diminta berkata, "Datangkanlah kepadaku seorang penjamin." Lelaki yang meminta menjawab, "Cukuplah Allah sebagai penjaminnya." Lelaki yang diminta berkata, "Engkau benar," lalu ia memberikan utang itu kepadanya sampai waktu yang telah ditentukan.
Lelaki yang berutang itu berangkat melakukan suatu perjalanan menempuh jalan laut. Setelah menyelesaikan urusan dan keperluannya, maka ia mencari perahu yang akan ditumpanginya menuju tempat lelaki pemberi utang karena saat pembayarannya telah tiba, tetapi ia tidak menemukan sebuah perahu pun. Lalu ia mengambil sebatang kayu dan kayu itu dilubanginya, kemudian ia memasukkan ke dalamnya uang seribu dinar berikut sepucuk surat yang ditujukan kepada pemiliknya, lalu lubang itu ia tutup kembali dengan rapat.
Ia datang ke tepi laut, lalu berkata, "Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa aku telah berutang kepada si Fulan sebanyak seribu dinar. Lalu ia meminta saksi kepadaku, maka kujawab bahwa cukuplah Allah sebagai saksinya. Ia meminta kepadaku seorang penjamin, lalu kujawab bahwa cukuplah Allah sebagai penjaminnya. Ternyata dia rida dengan-Mu. Sesungguhnya aku telah berupaya keras untuk menemukan sebuah perahu untuk mengirimkan pembayaran ini kepadanya, tetapi aku tidak mampu menemukannya. Sesungguhnya sekarang aku titipkan pembayaran ini kepada-Mu." Kemudian ia melemparkan kayu itu ke laut hingga kayu itu terapung-apung di atasnya. Setelah itu ia pergi seraya mencari perahu untuk menuju tempat pemberi utang.
Lelaki yang memiliki piutang itu keluar melihat-lihat, barangkali ada perahu yang datang membawa hartanya. Ternyata ia menemukan sebatang kayu, yaitu kayu tersebut yang di dalamnya terdapat hartanya. Lalu ia mengambil kayu itu dengan maksud untuk dijadikan sebagai kayu bakar bagi keluarganya. Tetapi ketika ia membelah kayu itu, tiba-tiba ia menjumpai sejumlah uang dan sepucuk surat.
Kemudian lelaki yang berutang kepadanya tiba seraya membawa seribu dinar lagi dan berkata, "Demi Allah, aku terus berusaha keras mencari kendaraan yang dapat mengantarkan diriku kepadamu guna membayar utangku kepadamu, ternyata aku tidak menemukannya sebelum perahu yang membawaku sekarang ini." Lelaki yang memiliki piutang bertanya, "Apakah engkau telah mengirimkan sesuatu kepadaku?" Ia menjawab, "Bukankah aku telah kukatakan kepadamu bahwa aku tidak menemui suatu perahu pun sebelum perahu yang membawaku sekarang." Lelaki yang memiliki piutang berkata, "Sesungguhnya Allah telah menunaikan (melunaskan) utangmu melalui yang engkau kirimkan di dalam kayu itu." Maka si lelaki yang berutang itu pergi membawa seribu dinarnya dengan suka cita.
Demikianlah menurut yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari di salah satu tempat dari kitabnya dengan sighat jazm, sedangkan di lain tempat dari kitab shahihnya ia sandarkan hadits ini dari Abdullah ibnu Saleh, juru tulis Al-Al-Laits, dari Al-Laits sendiri. Imam Ahmad meriwayatkannya di dalam kitab musnadnya seperti ini dengan kisah yang panjang lebar dari Yunus ibnu Muhammad Al-Muaddib, dari Al-Laits dengan lafal yang sama.
Al-Bazzar meriwayatkannya di dalam kitab musnadnya dari Al-Hasan ibnu Mudrik, dari Yahya ibnu Hammad, dari Abu Uwwanah, dari Umar ibnu Abu Salamah, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dari Nabi ﷺ dengan lafal yang serupa.Da mengatakan bahwa tidak diriwayatkan dari Nabi ﷺ kecuali dari segi dan sanad ini. Demikianlah menurutnya, tetapi ia keliru, karena adanya keterangan di atas tadi.
Firman Allah ﷻ: “Yang demikian itu lantaran mereka mengatakan, ‘Tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang ummi’." (Ali Imran: 75)
Yakni sesungguhnya yang mendorong mereka mengingkari kebenaran tiada lain karena mereka berkeyakinan bahwa tiada dosa dalam agama kami memakan harta orang-orang ummi yaitu orang-orang Arab karena sesungguhnya Allah telah menghalalkannya bagi kami.
Firman Allah ﷻ: “Mereka berkata dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui.” (Ali Imran: 75)
Yaitu mereka telah membuat-buat perkataan ini dan bersandar kepada kesesatan ini, karena sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas mereka memakan harta benda kecuali dengan cara yang dihalalkan. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang suka berbuat dusta.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Abu Ishaq Al-Hamdani, dari Abu Sa'sa'ah ibnu Yazid, bahwa seorang lelaki bertanya kepada Ibnu Abbas, "Sesungguhnya kami dalam perang memperoleh sejumlah barang milik ahli zimmah, yaitu berupa ayam dan kambing." Ibnu Abbas balik bertanya, "Lalu apakah yang akan kamu lakukan?" Ia menjawab, "Kami memandang tidak ada dosa bagi kami untuk memilikinya." Ibnu Abbas berkata, "Ini sama dengan apa yang dikatakan oleh Ahli Kitab, 'Bahwasanya tidak ada dosa bagi kami terhadap harta orang-orang ummi.' Sesungguhnya mereka apabila telah membayar jizyah, maka tidak dihalalkan bagi kalian harta benda mereka kecuali jika mereka rela '."
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ats-Tsauri, dari Abu Ishaq.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yahya, telah menceritakan kepada kami Abur Rabi' Az-Zahrani, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Ja'far, dari Sa'id ibnu Jubair yang menceritakan bahwa ketika Ahli Kitab mengatakan, "Tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang ummi" maka Nabi Allah ﷺ bersabda: “Dustalah musuh-musuh Allah itu. Tiada sesuatu pun yang terjadi di masa Jahiliah, melainkan ia berada di kedua telapak kakiku ini, kecuali amanat. Maka sesungguhnya amanat harus disampaikan, baik kepada orang yang bertakwa maupun kepada orang yang durhaka.”
Ayat 76
Kemudian Allah ﷻ berfirman: “(Bukan demikian), sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuat)nya, dan bertakwa.” (Ali Imran: 76)
Maksudnya, tetapi orang yang menunaikan janjinya dan bertakwa dari kalangan kalian, wahai Ahli Kitab, yaitu janji yang kalian ikrarkan kepada Allah yang isinya menyatakan kalian akan beriman kepada Muhammad ﷺ apabila telah diutus. Sebagaimana janji dan ikrar telah diambil dari para nabi dan umatnya masing-masing untuk mengikrarkan hal tersebut. Kemudian ia menghindari hal-hal yang diharamkan oleh Allah, lalu ia taat kepada-Nya dan kepada syariat-Nya yang dibawa oleh penutup para rasul yang juga sebagai penghulu mereka. “Maka sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertakwa.” (Ali Imran: 76)
Padahal, yang benar adalah bahwa mereka tetap berdosa karena khianat. Sebab, sebenarnya barangsiapa menepati janji dengan mengembalikan hak orang lain sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dan bertakwa, maka sungguh dengan takwa itu ia akan memperoleh cinta Allah, karena Allah senantiasa mencintai orang-orang yang bertakwa. Ini menunjukkan bahwa menepati janji atau tidak khianat menjadi salah satu kriteria ketakwaan. Ayat ini mengancam kepada siapa saja yang berkhianat, dan menukarnya dengan hal-hal yang bersifat duniawi yang tidak ada nilainya di hadapan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang memperjualbelikan atau menukar janji yang dikuatkan dengan nama Allah untuk ditepati, dan sumpah-sumpah mereka dengan hal-hal yang bersifat duniawi; itu sama saja mereka menukarnya dengan harga murah atau nilai yang rendah dibanding balasan yang kelak diterimanya di akhirat jika mereka jujur, mereka justru tidak memperoleh bagian sama sekali di akhirat. Bukan itu saja, Allah juga tidak akan menyapa mereka, tidak akan memperhatikan mereka dengan pandangan rahmat pada hari kiamat, dan tidak akan menyucikan atau mengampuni dosa-dosa mereka. Bagi mereka azab yang pedih di neraka, dan mereka kekal di dalamnya.
Pendapat kalangan Bani Israil yang mengatakan bahwa tidak ada dosa bagi mereka apabila mereka melakukan kejahatan terhadap umat Islam disangkal. Kemudian Allah menegaskan agar setiap orang selalu menepati segala macam janji dan menunaikan amanah yang dipercayakan kepadanya.
Kalau ada orang yang meminjamkan harta kepadamu yang telah ditetapkan waktunya, atau ada orang yang menjual barang yang telah ditetapkan, atau ada orang yang menitipkan barang, hendaklah ditepati ketentuan-ketentuan yang telah disepakati bersama. Hendaklah harta seseorang diberikan tepat pada waktunya tanpa menunggu tagihan atau menunggu sampai persoalan itu dibawa ke pengadilan. Demikianlah yang dikehendaki oleh ketentuan syariat.
Dalam ayat ini terdapat satu peringatan bahwa orang Yahudi itu tidak mau menepati janji semata-mata karena janjinya, tetapi mereka melihat dengan siapa mereka berjanji. Apabila mereka mengadakan perjanjian dengan Bani Israil mereka memandang wajib memenuhinya, tetapi apabila mereka mengadakan perjanjian dengan selain Bani Israil, mereka tidak memandang wajib memenuhinya.
Allah menyebutkan pahala orang yang menepati janjinya untuk memberikan pengertian bahwa menepati janji termasuk perbuatan yang diridai Allah dan orang yang menepati janji itu akan mendapat rahmat-Nya di dunia dan di akhirat.
Pada ayat ini dijelaskan bahwa prinsip agama yaitu menepati janji dan tidak mengingkarinya, serta memelihara diri dari berbuat maksiat adalah perbuatan yang mendekatkan diri kepada Allah, dan patut mendapat limpahan kasih sayang-Nya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 75
“Dan setengah dari Ahlul Kitab itu ada yang kalau engkau percayai dia satu pikul, dia akan menunaikannya kepada engkau."
Itu adalah orang-orang yang jujur. Itu sebabnya, setelah tinggal di Madinah selalu ramai hubungan perniagaan, jual-beli, utang-piutang di antara kaum Muslimin dan orang Yahudi, sebab banyak juga di antara mereka yang jujur dapat dipercayai satu pikul barang atau satu timbangan emas akan dibayarnya dengan jujur."Dan setengah mereka, ada yang kalau engkau percayai dia dengan satu dinar, tidak akan ditunaikannya dia kepada engkau kecuali kalau tetap engkau mendesaknya" Asal lengah, lalai, dan kurang diperhatikan, niscaya uang satu dinar itu akan hilang, utang tidak akan dibayarnya, atau dicarinya dalih untuk mungkir."Menjadi demikian karena mereka berkata, ‘Tidak ada dosa atas kita terhadap orang-orang yang bodoh itu!" Sebabnya ialah pendirian yang tadi juga; mereka merasa bahwa kelas dan martabat mereka di sisi Allah lebih tinggi, apatah lagi sebelum Bani Nadhir di hukum dengan pengusiran dan Bani Quraizhah dihukum bunuh laki-laki mereka lebih dari tujuh ratus orang karena berkhianat besar maka seluruh pasaran di Madinah adalah di tangan mereka. Juga mereka mempunyai tukang-tukang emas, tukang jahit dan saudagar, di samping yang mempunyai kebun-kebun kurmayangluas.Sedangpihak Muhajirin yang masuk ke pasaran atau orang Anshar Madinah sendiri di waktu yang mula-mula itu belum banyak. Maka, oleh karena memandang martabat mereka tinggi, adalah di kalangan mereka yang berpendirian bahwa kalau Arab-Arab bodoh dan ummi ini dikicuh, tidaklah kita akan berdosa. Malahan menurut sebuah hadits, ada di antara mereka yang begitu kasar sehingga nyaris bercerai kepalanya dengan badannya oleh pedang Umar bin Khaththab, karena dia menagih piutang kepada Nabi kita dengan kasarnya. Akan tetapi, Nabi ﷺ menyambut dengan lemah lembutnya dan segera membayar utang itu. Karena, malu atas kerendahan budinya, Yahudi itu menyesal lalu langsung memeluk Islam.
Maka, di ujung ayat dikatakanlah rahasia atau latar belakang dari kecurangan itu,
“Dan mereka katakan kedustaan atas Allah, padahal mereka mengetahui."
Mereka katakan bahwa mereka boleh mengicuh dan curang kepada orang yang dianggap bodoh dan ummi itu ada tersebut dalam Taurat. Padahal Taurat sejati adalah wahyu Ilahi. Adakah masuk akal Allah memberi izin Bani Israil mengicuh dan berlaku curang kepada orang yang dianggap bodoh? Bagaimana kekacauan yang akan timbul dalam masyarakat manusia kalau orang yang pintar diwahyukan oleh Allah bahwa dia boleh berlaku curang kepada yang dianggap bodoh?
Ayat ini mendidik kita mempertinggi budi dan adil terhadap manusia walaupun kita sedang bermusuhan dengan mereka.
Ayat 76
“Bahkan! Barangsiapa yang menyempurnakan janjinya dan dia pun bertakwa maka sesungguhnya Allah adalah amat suka kepada orang-orang yang bertakwa."
Kemakmuran masyarakat pergaulan hidup, tidak memandang perbedaan agama atau perlainan keturunan, ialah karena teguhnya masing-masing orang memegang janji-Nya. Sama-sama setia memegang amanah, karena kita yang sebagian memerlukan akan yang lain. Akan lancarlah kemakmuran hidup itu jika dipatrikan lagi dengan takwa kepada Allah. Sebab, Allah-lah yang menjaga kita semuanya.