Ayat
Terjemahan Per Kata
ءَآلۡـَٰٔنَ
apakah sekarang
وَقَدۡ
dan/padahal sesungguhnya
عَصَيۡتَ
kamu telah durhaka
قَبۡلُ
sejak dahulu
وَكُنتَ
dan kamu adalah
مِنَ
dari
ٱلۡمُفۡسِدِينَ
orang-orang yang membuat kerusakan
ءَآلۡـَٰٔنَ
apakah sekarang
وَقَدۡ
dan/padahal sesungguhnya
عَصَيۡتَ
kamu telah durhaka
قَبۡلُ
sejak dahulu
وَكُنتَ
dan kamu adalah
مِنَ
dari
ٱلۡمُفۡسِدِينَ
orang-orang yang membuat kerusakan
Terjemahan
Apakah (baru) sekarang (kamu beriman), padahal sungguh kamu telah durhaka sejak dahulu dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan?
Tafsir
(Apakah sekarang) baru kamu percaya (padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan) karena kesesatanmu dan penyesatan yang kamu lakukan dari jalan keimanan.
Tafsir Surat Yunus: 90-92
Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Firaun dan bala tentaranya, karena hendak menzalimi dan menindas (mereka); hingga ketika Fir'aun itu telah hampir tenggelam, berkatalah dia, "Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).”
Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.
Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu, dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.
Ayat 90
Allah ﷻ menceritakan tentang penenggelaman Fir'aun bersama bala tentaranya. Sesungguhnya orang-orang Bani Israil ketika pergi meninggalkan negeri Mesir mengiringi Nabi Musa a.s. jumlah mereka menurut suatu pendapat ada enam ratus ribu orang selain keluarga mereka. Sebelum itu mereka pernah meminjam dari orang-orang Qibti (Mesir) banyak perhiasan emas yang belum sempat mereka kembalikan kepada para pemiliknya, akhirnya perhiasan itu dibawa oleh mereka.
Mendengar berita kepergian mereka, kemarahan Fir'aun semakin memuncak terhadap kaum Bani Israil. Maka ia mengirimkan banyak utusannya untuk mengumpulkan bala tentaranya dari berbagai kota besar yang berada di bawah kekuasaannya. Lalu ia menaiki kendaraannya dan pergi mengejar kaum Bani Israil, diikuti oleh pasukan yang sangat besar jumlahnya, sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Allah ﷻ terhadap mereka.
Tidak ada seorang pun yang tertinggal dari Fir'aun, termasuk kalangan orang-orang yang mempunyai pengaruh dan kekuasaan di berbagai wilayah kerajaannya. Fir'aun bersama bala tentaranya akhirnya berhasil mengejar kaum Bani Israil di waktu matahari terbit. Disebutkan oleh firman-Nya: “Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa, ‘Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul’.” (Asy-Syuara: 61)
Itu terjadi setelah kaum Bani Israil sampai di tepi laut sedangkan Fir'aun dan pasukannya masih berada di belakang mereka; dan tiada jalan lain bagi kedua belah pihak melainkan hanya berperang. Pengikut-pengikut Nabi Musa a.s. mendesaknya untuk mencari jalan selamat dari kejaran mereka. Maka Nabi Musa a.s. menjawab bahwa ia diperintahkan oleh Allah untuk menempuh jalan itu, “Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” (Asy-Syu'ara: 62)
Ketika dalam keadaan terjepit, maka jalan keluar menjadi luas. Allah memerintahkan kepada Nabi Musa untuk memukul laut yang ada di hadapannya dengan tongkatnya. Maka Musa memukul laut itu dengan tongkatnya, dan laut itu pun terbelah. Tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar, semuanya ada dua belas belahan, sehingga tiap-tiap sibt (kabilah) Bani Israil menempuh satu jalan darinya. Dan Allah memerintahkan kepada angin untuk bertiup sehingga mengeringkan tanahnya. “Maka buatlah untuk mereka jalan yang kering di laut itu, kamu tak usah takut akan tersusul dan tidak usah takut (akan tenggelam).” (Thaha: 77) Sepanjang jalan air itu berlubang seperti jendela agar masing-masing kaum dapat melihat kaum lainnya dan agar mereka jangan menduga bahwa teman mereka binasa.
Akhirnya kaum Bani Israil dapat melewati laut itu dengan selamat. Setelah mereka sampai di tepi yang lainnya tanpa ada yang ketinggalan, maka Fir'aun dan bala tentaranya baru sampai ke tepi laut dari arah yang berlawanan. Saat itu Fir'aun bersama seratus ribu pasukan berkuda dan pasukan lainnya yang beraneka ragam. Ketika melihat laut terbelah, ia merasa ngeri dan surut serta berniat akan kembali bersama pasukannya.
Akan tetapi, hal itu tidak mungkin terjadi, tiada jalan untuk menghindar dari takdir yang telah dipastikan. Doa Nabi Musa telah diperkenankan. Akhirnya datanglah Malaikat Jibril a.s. seraya menunggang kudanya yang menarik, lalu kuda Malaikat Jibril lewat di dekat (di samping) kuda Fir'aun dan merayunya. Kemudian Malaikat Jibril langsung masuk ke jalan laut itu, maka semua kuda yang ada di belakangnya ikut memasuki laut itu menyusulnya.
Fir'aun tidak dapat berbuat apa-apa, maka ia memberikan semangat kepada pembesar-pembesar kaumnya, "Bani Israil bukanlah orang-orang yang lebih berhak untuk menempuh laut ini daripada kita." Maka semuanya masuk ke dalam laut, dan Malaikat Mikail berada di belakang mereka menggiring semuanya tanpa ada seorang pun yang dibiarkannya melainkan ikut menyusul teman-temannya. Setelah semua pasukan berada di dalam laut tanpa ada yang ketinggalan, dan yang terdepan dari seluruh rombongan mereka hampir sampai di tepi laut yang lainnya, maka Allah Yang Maha Kuasa memerintahkan kepada laut agar menutup dan menelan mereka.
Maka laut menelan mereka semuanya tanpa ada seorang pun dari mereka yang selamat. Ombak laut mengombang-ambingkan mereka, mencampakkan dan membantingnya, menelan Fir'aun dan mengungkungnya sehingga Fir'aun menghadapi sakaratul maut. Maka pada saat itu juga Fir'aun berkata, sebagaimana yang disebutkan oleh firman-Nya: “Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” (Yunus: 90) Fir'aun baru beriman di saat iman tiada manfaatnya lagi baginya, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: “Maka tatkala mereka melihat azab Kami, mereka berkata, ‘Kami beriman hanya kepada Allah saja, dan kami kafir kepada sembahan-sembahan yang telah kami mempersekutukan(nya) dengan Allah.’ Maka iman mereka tiada berguna bagi mereka tatkala mereka telah melihat siksa Kami. Itulah sunnah Allah yang telah berlaku terhadap hamba-hamba-Nya. Dan di waktu itu binasalah orang-orang kafir.” (Al-Mumin: 84-85)
Ayat 91
Karena itulah Allah ﷻ berfirman dalam menjawab Fir'aun yang telah mengatakan kata-kata tersebut, yaitu:
“Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu.” (Yunus: 91)
Dengan kata lain apakah baru sekarang kamu mengatakannya, padahal sesungguhnya kamu telah durhaka terhadap Allah sebelum ini.
“Dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Yunus: 91) Yakni di muka bumi karena telah menyesatkan manusia.
“Dan Kami jadikan mereka pemimpin-pemimpin yang menyeru (manusia) ke neraka, dan pada hari kiamat mereka tidak akan ditolong.” (Al-Qashash: 41)
Kisah yang diceritakan oleh Allah ﷻ tentang Fir'aun ini merupakan salah satu dari berita gaib yang diajarkan oleh Allah ﷻ kepada Rasul-Nya.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Harb, telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah. dari Ali bin Zaid, dari Yusuf bin Mahran. dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Ketika Fir'aun berkata, "Aku beriman, bahwa tidak ada Tuhan kecuali Tuhan yang diimani oleh Bani Israil,” Jibril berkata kepadaku, "Sekiranya engkau melihatku ketika aku mengambil tanah liat dari laut, lalu aku jejalkan ke dalam mulut Firaun, karena khawatir bila ia akan mendapat rahmat (niscaya engkau akan melihat pemandangan yang mengerikan)."
Imam At-Tirmidzi, Imam Ibnu Jarir, dan Imam Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkannya di dalam kitab tafsirnya masing-masing melalui hadis Hammad bin Salamah dengan sanad yang sama. Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadis ini hasan.
Abu Dawud At-Tayalisi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Addi bin Sabit dan Ata ibnus Saib, dari Sa'id bin Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: Jibril mengatakan kepadaku, "Sekiranya engkau melihatku ketika aku mengambil tanah liat dari laut, lalu aku jejalkan ke dalam mulut Firaun, karena takut akan mendapat rahmat (niscaya engkau akan melihat pemandangan yang mengerikan).”
Abu Isa At-At-Tirmidzi telah meriwayatkannya pula bersama Ibnu Jarir yang bukan hanya satu jalur, dari Syu'bah dengan sanad yang sama, lalu disebutkan hadits yang serupa dengan hadis di atas. Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadis ini hasan, garib, juga sahih, dan dalam riwayat yang lain disebutkan pada Ibnu Jarir, dari Muhammad ibnul Musanna, dari Gundar. dari Syu'bah, dari Ata, dari Addi, dari Sa'id, dari Ibnu Abbas; salah seorang di antara keduanya ada yang me-marfu'-kannya, seakan-akan salah seorang dari keduanya ada yang tidak me-marfu'-kannya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Khalid Al-Ahmar, dari Umar bin Abdullah bin Ya'la As-Saqafi, dari Sa'id bin Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa ketika Allah menenggelamkan Fir'aun, Fir'aun mengisyaratkan dengan jari telunjuknya seraya mengucapkan kalimat berikut dengan suara yang keras, yaitu kalimat yang disebutkan oleh firman-Nya: “Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil.” (Yunus: 90) Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, "Saat itu Malaikat Jibril merasa khawatir bila rahmat Allah mendahului murka-Nya. Maka Jibril mengambil tanah liat dengan kedua sayapnya, lalu tanah liat itu dipukulkan ke wajah Fir'aun dan menyumbat semua rongga kepalanya."
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Sufyan bin Waki', dari Abu Khalid dengan sanad yang sama secara mauquf. Telah diriwayatkan pula melalui hadis Abu Hurairah. Untuk itu, Ibnu Jarir mengatakan: Telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Hakam, dari Anbasah (yaitu Ibnu Abu Sa'id), dari Kasir bin Zazan, dari Abu Hazim, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Jibril berkata kepadaku, "Hai Muhammad, sekiranya engkau melihatku di saat aku menyumbat dan menjejalkan mulutnya dengan tanah liat, karena takut bila dia mendapat rahmat dari Allah, lalu Allah mengampuninya (niscaya engkau akan melihat hal yang mengerikan)." Maksudnya adalah Fir'aun.
Menurut Ibnu Mu'in, Kasir bin Zazan ini orangnya tidak ia kenal. Abu Zar'ah dan Abu Hatim mengatakan bahwa dia adalah orang yang tidak dikenal. Tetapi perawi lainnya dalam sanad hadis ini semuanya berpredikat siqah (bisa dipercaya). Hadis ini telah di-mursal-kan oleh sejumlah ulama Salaf, seperti Qatadah, Ibrahim At-Taimi, dan Maimun bin Mahran. Telah dinukil pula dari Ad-Dahhak bin Qais, bahwa ia menceritakan hadis ini dalam khotbahnya kepada orang banyak.
Ayat 92
Firman Allah ﷻ: “Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu.” (Yunus: 92)
Ibnu Abbas dan lain-lainnya dari kalangan ulama Salaf mengatakan bahwa sebagian kalangan Bani Israil merasa ragu dengan kematian Fir'aun. Maka Allah ﷻ memerintahkan kepada laut agar mencampakkan tubuh Fir'aun secara utuh tanpa roh dengan memakai baju besinya yang terkenal itu ke daratan yang tinggi agar mereka dapat mengecek kebenaran atas kematiannya. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
“Maka pada hari ini Kami selamatkan kamu.” (Yunus 92)
Maksudnya, Kami angkat kamu ke suatu dataran yang tinggi.
“Yakni tubuhmu.” (Yunus: 92)
Menurut Mujahid, maknanya ialah jasadnya; sedangkan menurut Al-Hasan adalah jasad tanpa roh. Menurut Abdullah bin Syaddad yaitu keadaan tubuh yang utuh, yakni tidak ada yang sobek, agar mereka mengecek dan mengenalnya. Menurut Abu Sakhr berikut dengan baju besinya. Semua pendapat ini tidak ada pertentangan satu sama lainnya, melainkan saling melengkapi, seperti keterangan di atas.
Firman Allah ﷻ: “Supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu.” (Yunus: 92)
Yakni agar kamu dapat menjadi bukti bagi kaum Bani Israil bahwa kamu telah mati dan binasa; dan bahwa Allah, Dialah Yang Mahakuasa yang semua jiwa makhluk hidup berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, dan tidak ada sesuatu pun yang dapat bertahan di hadapan kemurkaan-Nya.
Sebagian ulama tafsir mengatakan bahwa firman-Nya: “Supaya kamu bisa menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.” (Yunus: 92) Yaitu tidak mau mengambil pelajaran dan peringatan darinya.
Kebinasaan Fir'aun beserta kaumnya terjadi pada hari 'Asyura, seperti apa yang dikatakan oleh Imam Al-Bukhari dalam riwayat hadisnya. Disebutkan: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar, telah menceritakan kepada kami Gundar, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abu Bisyr, dari Sa'id bin Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ketika Nabi ﷺ tiba di Madinah, orang-orang Yahudi melakukan puasa di hari 'Asyura.
Maka Nabi ﷺ bertanya, "Hari apakah sekarang yang kalian melakukan puasa padanya?" Mereka menjawab, "Hari ini adalah hari kemenangan Musa atas Fir'aun." Maka Nabi ﷺ bersabda kepada para sahabatnya: “Kalian lebih berhak terhadap Musa daripada mereka, maka puasalah kalian pada hari ini.”
Mendengar pernyataan Firaun bahwa dia beriman dan menyerahkan diri ketika ajal akan menghampirinya, lalu dijawab dalam ayat ini dengan pernyataan keras, Mengapa baru sekarang kamu beriman, padahal sesungguhnya engkau telah durhaka sejak dahulu, ketika Nabi Musa mengajakmu beriman kepada Allah, dan engkau termasuk orang yang berbuat kerusakan di muka bumi dengan kezaliman dan kekufuran, bahkan mengaku sebagai tuhan. Untuk menunjukkan bahwa Firaun yang mengaku sebagai tuhan itu telah benar-benar mati, maka pada hari ini Kami selamatkan jasadmu, yakni Kami wafatkan jiwamu tetapi tubuh kasarmu masih tetap utuh, agar engkau, yakni kisah hidupmu dan azab yang menimpa akibat kezalimanmu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang setelahmu, sesungguhnya kebanyakan manusia tidak mengindahkan tanda-tanda kekuasaan Kami.
Dalam ayat ini Allah menceritakan keadaan Firaun ketika dalam keputusasaan menyatakan imannya, dikatakan kepadanya bahwa tidaklah pantas dia mengatakan iman dan Islam pada saat demikian itu karena pernyataan itu hanyalah untuk menghindari kematian dan mencari keselamatan dari bencana dan sesudah dia diliputi keputus-asaan. Padahal pada masa sebelumnya dia mengingkari Allah bahkan mengaku dirinya Tuhan sehingga berlaku sewenang-wenang terhadap sesama manusia serta berbuat aniaya di atas bumi. Maka pernyataan iman dan Islam demikian itu tidak diterima karena tidak lahir dari ketulusan, tetapi lahir dari keputus-asaan.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 90
“Dan telah Kami seberangkan Bani Israil di lautan itu."
Kisah penyeberangan Bani Israil melalui lautan dan terbelahnya laut untuk menye-lamatkan mereka telah kita baca di dalam surah al-Baqarah, surah al-A'raaf dan asy-Syu'araa' dan beberapa surah yang lain. Lautan terbelah setelah Allah menitahkan Musa memukulkan tongkatnya ke laut dan Bani Israil dapat berjalan di atas tanah lautan yang telah dikeringkan Allah itu, yang tertahan membeku laksana salju layaknya."Lalu diikuti mereka oleh Fir'aun dan tentara-tentaranya karena angkara murka dan rasa permusuhan." Karena sakit hati mengapa Mesir ditinggalkan, dan murka mengapa hendak membebaskan diri dari pertuhanan Fir'aun. Mereka dikejar dengan niat hendak menghalau mereka kembali ke Mesir. Jalan lautan itu sengaja direntangkan Allah buat Bani Israil, lalu di atas jalan itu pula Fir'aun dan tentaranya hendak menyeberang mengejar. Akan tetapi, setelah Bani Israil selamat sampai di seberang dan Fir'aun serta tentaranya baru sampai di tengah lautan yang telah terbelah itu bertaut kembali, sehingga tenggelamlah si pengejar itu semua."Sehingga apabila tenggelam telah mencapai dia." Artinya, setelah dia hampir tenggelam ditelan lautan itu, dan terasa olehnya bahwa dia memang tidak dapat lagi melepaskan diri dari bahaya dan mengelak dari maut, dan terasa olehnya, segala usaha telah gagal, malahan kematianlah yang mengancamnya. “Berkatalah dia: Percayalah aku bahwasanya memang tidak ada Allah, melainkan Allah yang telah dipercayai akan Dia oleh Bani Israil." Jelasnya, seakan-akan kita rasakanlah apa yang terkenang Fir'aun di saat terakhir itu. Segala usahanya menindas, menghambat dan merintangi gerakan Musa selama ini selalu gagal, tetapi di waktu selalu dia berkeras hati menentang Allah. Sebab harapannya akan hidup masih besar. Tetapi sekarang, setelah istananya jauh dari matanya, dan maut telah melayang di atas kepalanya, ombak gelombang bersabung dari kiri kanan, dan badannya telah menggelayut turun karena berat pakaian dan perhiasan yang ada pada dirinya, yakinlah dia bahwa dia akan mati. Di saat itu, di ambang maut, baru dia mau menyerah, baru dia mengaku bahwa yang lebih kuat memang Allah yang dipercayai oleh Bani Israil itu. Maka pada saat itu pula dia berkata, “Dan adalah aku ini dari orang-orang yang menyerah diri."
Pada saat itu baru dia menyerah diri, yaitu pada saat usahanya yang penghabisan telah gagal, malahan akan ditebusnya dengan jiwanya. Bertemulah sekarang apa yang dimohonkan oleh Musa dan Harun kepada Allah, agar dimusnahkan harta benda mereka dan dikeraskan hati mereka, sampai mereka berhadapan dengan adzab yang pedih pada dunia, yaitu kematian yang amat ngeri.
Ayat 91
“Apakah baru sekarang?"
Yaitu setelah engkau lihat bahwa segala usahamu dan usaha yang penghabisan gagal, baru kamu mau mengaku menyerah kepada Allah Bani Israil? “Padahal engkau telah men-durhaka sejak sebelumnya." Dan segala usahamu menghambat, merintangi, menindas dan menganiaya ialah dalam rangka mendurhakai Allah? Dan yang terakhir ini pun adalah usahamu menghambat ketentuan Allah bahwa Bani Israil mesti meninggalkan Mesir?
‘Dan engkau adalah dari orang-orang yang merusak."
Mengatakan diri menyerah, atau Muslim kepada Allah di ujung peristiwa yang engkau rencanakan sendiri di dalam menentang Allah, padahal engkau sendiri yang binasa, kini tidaklah ada artinya lagi. Sudah pasti, bahwa jika rencanamu yang terakhir ini tidak gagal, engkau belum juga akan menyerah kepada Allah. Dan di dalam menentang Allah itu berbagai kerusakan telah engkau perbuat. Nilai-nilai kesucian Allah engkau koto rkan. Nabi Allah engkau hinakan, umat yang memercayai Allah engkau tindas, mana orang yang berani mengangkat muka menyebut kebenaran engkau tekan. Apa artinya menyerah diri pada saat hukum Allah mesti berlaku?
Ahli-ahli tafsir berbagai pula penafsirannya tentang pertanyaan ayat 91 ini. Kata setengah mereka ialah firman Allah sendiri disampaikan oleh Jibril ke telinganya di waktu Fir'aun akan melepaskan nyawanya. Dan kata setengah penafsir pula, suara hati Fir'aun sendiri, yang insaf bahwa tobatnya tidak akan diterima Allah juga. Yang mana yang akan dikuatkan, namun yang nyata ialah bahwa memang terasa dalam hati kita sendiri, atau hati tiap-tiap orang yang mendengar seketika ayat 90 dibacakan Nabi Muhammad ﷺ ketika mendengar tobat Fir'aun, kita akan langsung bertanya, mengapa baru sekarang? Jadi bolehlah dikatakan pula bahwa ayat ini langsung turun kepada Nabi Muhammad ﷺ dalam rangkaian kisah.
Ayat 92
“Maka di hari ini Kami selamatkanlah engkau dengan badan engkau “
Setelah kedua halaman laut itu bertaut kembali, Fir'aun dan seluruh tentaranya itu telah tenggelam. Badan yang sarat dengan pakaian yang-berat itu tidak memungkinkan
mereka mengangkat diri dan berenang ke tepi. Kita dapat menaksir kebiasaan bangkai yang tenggelam. Beberapa hari kemudian, setelah perut mereka gembung oleh udara yang terpendam, barulah mayat itu akan terapung, lalu diantarkan oleh ombak ke tepi. Sebelum bangkai-bangkai itu bergelimpangan di tepi pantai, kata ahli-ahli tafsir, timbullah keraguan dalam kalangan Bani Israil, apakah Fir'aun itu tenggelam atau selamat. Mungkin pula dari kalangan Qibthi yang tinggal di Mesir ada persangkaan bahwa raja mereka tidak mati. Maka atas kehendak Allah bangkai raja itu pun diantarkan ombaklah ke tepi setelah dia terbuntang, sehingga dikenal oranglah bahwa dia memang Fir'aun yang ditakuti selama ini."Supaya jadilah engkau tanda peringatan bagi orang-orang yang di belakang engkau."
Terang jelaslah bahwa Fir'aun telah mati tenggelam dan bangkainya telah bertemu. Maharaja diraja yang selama ini berkuasa tak berbatas; yang dianggap oleh rakyatnya sebagai Allah, yang wajib dipandang tidak pernah salah dan tidak boleh disalahkan, mati juga sebagaimana matinya orang lain. Busuk juga bangkainya sebagaimana busuknya bangkai seluruh manusia yang tidak lekas dikuburkan. Mungkin tanda-tanda kebesaran dan pakaian perhiasan masih lekat di tubuh, tetapi tidak ada artinya lagi. Ada salah satu tafsir mengatakan bahwa kata-kata bi badarika, yang berarti dengan badan engkau itu, artinya ialah baju besi yang lekat pada badannya, yaitu baju besi yang dipakai di waktu perang. Sebab ada juga bahasa Arab mengartikan bahwa badan itu berarti juga perisai, atau ketopong dan baju besi. Maka bangkai Fir'aun itu telah menjadi ayat, menjadi peringatan buat orang yang datang di belakang, baik yang menyaksikan dengan mata kepala sendiri maupun buat raja-raja dan penguasa yang datang di belakang hari, dari zaman ke zaman, dari masa ke masa. Bahwa jika kalimat takwin dari Allah telah berlaku dan maut telah mendatang, sama sa-
jalah keadaan bangkai raja, bangkai opsir dan bangkai perajurit. Teringat kita akan perkataan Diogenes seketika dia tengah bermain-main di kuburan Raja Philiphus, datanglah Raja Iskandar putra Philiphus yang telah jadi raja menggantikan ayahnya ke kuburan itu. Lalu bertanyalah dia kepada Diogenes, “Hai orang tua! Mengapa engkau di sini, tulang apakah di tanganmu itu?"
Diogenes menjawab, “Hamba tengah menyelidiki kubur-kubur ini dan memungut tulang-tulangnya. Maka tidaklah dapat hamba perbedakan di antara tulang raja Philiphus ayahanda Tuanku dengan tulang budak-budak pengiringnya."
“Dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia adalah lengah dari ayat-ayat Kami."
Artinya, meskipun hal itu telah kejadian pada Fir'aun, dan telah menjadi kisah yang boleh dijadikan i'tibar dan perbandingan oleh orang yang datang di belakang hari, namun kebanyakan manusia tidak juga peduli. Mereka masih berlengah-lengah juga. Dan kisah Fir'aun masih senantiasa berulang dari masa menyambut masa. Di waktu badan diri merasa kuat, dengan pongah melawan Allah. Kalau datang peringatan dibantah. Segala rencana disusun buat menghalangi kebenaran Allah. Nanti setelah gagal segala rencana, baru hendak menyerah dan mengaku. Ujung ayat adalah peringatan kembali kepada kaum Quraisy ketika ayat diturunkan, dan peringatan untuk selama-lamanya.
Kisah perjuangan Musa membebaskan Bani Israil dari tindasan Fir'aun telah disebe-rangkan dengan selamat. Kata setengah ahli penyelidik, rupanya setelah bangkai baginda dipungut dari tepi laut itu, telah segera dibal-sem dan dijadikan mumi dan telah dibuatkan kuburannya menurut adat istiadat raja-raja Mesir pada zaman purbakala itu. Zaman akhir-akhir ini, terutama setelah dimulainya penyelidikan tentang sejarah purbakala Mesir sejak Napoleon membawa tentaranya ke Mesir di permulaan abad ke-19, dimulailah mem-bongkar pusara-pusara kuno, piramida dan lain-lain bekas lama itu. Maka didirikanlah sebuah museum besar di Mesir, yang penuh dengan patung-patung, berhala, keranda tem-pat menyimpan mayat, dan mayat (Mumi) itu sendiri. Katanya, di antara mumi-mumi itu adalah mumi dari Fir'aun yang tenggelam di laut Qulzum, atau Fir'aun zaman Musa itu. Sehingga dengan demikian bertambahlah jelas nyata tafsir ayat ini, bahwa “engkau, hai Fir'aun akan Kami jadikan tanda-tanda buat keturunan yang datang di belakang." Patung-patung dan mumi dari manusia yang mengaku dirinya Allah dan dipuja dengan segenap kebesaran, di zaman sekarang hanyalah menjadi tontonan para turis dan bahan penyelidikan mahasiswa belajar sejarah dan ilmu purbakala.
Lautan Qulzum yang diseberangi itu adalah ujung dari zaman Bani Israil di Mesir dan pangkal dari pimpinan langsung Musa dan Harun kepada mereka. Maka banyaklah kita dapati kisah lanjutan itu, baik pada surah al-Baqarah, surah al-A'raaf atau yang lain-lain. Adapun di dalam surah Yuunus ini, yang diturunkan di Mekah, diambil sajalah kesim-pulan pendek tentang lanjutan sejarah mereka.
Ayat 93
“Dan sesungguhnya telah Kami dudukkan Bani Israil dalam kedudukan yang patut."
Aman sentosalah mereka pada tanah yang dijanjikan sesudah melalui pula berbagai ragam percobaan. Kedudukan yang patut, atau tempat menetap yang benar, yang layak. Yaitu di tanah yang telah dijanjikan oleh Ibrahim kepada keturunannya, dan dikuatkan lagi bagi Israil (Ya'qub) sendiri, yaitu tanah Palestina. Di sana mereka telah mendapat kedudukan yang tepat, layak benar dan patut sebagai bangsa yang telah merdeka. Tidak lagi sebagai di Mesir, di zaman ditindas."Dan telah Kami beri mereka rejeki dengan yangbaik-baik." Di waktu angkatan (generasi) tua ditangguhkan 40 tahun di Padang Tih, diberi mereka rejeki Manna dan Salwa, makanan yang istimewa untuk orang tahanan. Dan setelah mereka masuk ke Palestina, subur makmurlah keadaan mereka, sehingga dapat menaklukkan bangsa-bangsa yang berada di sekeliling dan sampai mendirikan kerajaan. Sejak Thaluth, sampai kepada Dawud, sampai kepada Sulaiman. Tanah Palestina yang terkenal dengan nama Ardhin Mubarakatin, negeri yang diberkati Allah, yang di dalam kitab-kitab Perjanjian Lama disebutkan suatu negeri yang penuh dengan susu dan madu. Susu melambangkan berkembang biaknya ternak. Madu melambangkan suburnya tanah dan tumbuh-tumbuhan sehingga lebah bisa bersarang dan memberikan manisan. Tetapi kian lama, setelah hidup yang subur dan berganti-ganti Rasulullah ﷺ yang datang, pamor mereka merosot turun, yang telah diingatkan sendiri oleh Nabi Musa di kala beliau masih hidup. “Maka tidaklah mereka berselisihan, sehingga datang kepada mereka pengetahuan." Dahulu mereka kuat karena mereka bersatu-padu, tetapi kemudian mereka telah berpecah-belah, sehingga mereka jatuh, sampai bangsa-bangsa lain datang menaklukkan mereka. Sampai bangsa Mesir sendiri bangun kembali dengan Fir'aun lain, pernah menaklukkan negeri mereka. Kerajaan Bani Israil sesudah Sulaiman sampai terbelah dua. Bangsa Babil dan bangsa Persia pernah menjajah mereka. Rumah Suci (Haikal) Sulaiman pernah dirun-tuh oleh Raja Nebukadneshar dari Babil, dan hampir satu abad tertawan jadi budak di sana. Tiga abad sebelum Nabi al-Masih diutus Allah, pernah mereka dijajah oleh Iskandar Macedonia. Setelah Kerajaan Yunani jatuh, dan bangsa Romawi naik, jatuh pulalah mereka ke bawah jajahan Romawi. Sebabnya ialah perselisihan sesama sendiri sesudah ilmu datang. Datang nabi-nabi dari kalangan Bani Israil sendiri', mereka musuhi. Nabi Isa al-masih datang membawa peringatan, al-Masih mereka tuduh hendak mengubah-ubah ajaran agama mereka: Akhirnya mereka terpecah-belah, terusir dan terpencar-pencar ke seluruh pelosok dunia. Seketika Nabi Muhammad ﷺ datang membawa pengetahuan, beberapa kelompok dari mereka berada di tanah Hejaz, baik di Madinah maupun di Khaibar. Datang ajaran Muhammad ﷺ, itu pun mereka tolak dan mereka tentang. Maka jatuhlah pamor Bani Israil dari abad menempuh abad, sebab setelah ilmu pengetahuan datang, sebagai sambungan dari ajaran Musa dan Harun, mereka tolak. Sebahagian kecil saja yang menerima; adapun sebahagian besar menolak dan berselisih pula dalam penolakan itu.
“Sesungguhnya Allah engkau akan memutuskan diantara mereka di hari Kiamat tentang hal-hal yang mereka perselisihkan itu."
(ujung ayat 93)
Ilmu sudah datang. Kata sebahagian besar ahli tafsir, ilmu itu ialah Risalah Muhammad, atau Al-Qur'an yang penuh dengan ilmu tentang ketuhanan dan syari'at, penyempurnaan dari kitab-kitab yang dahulu. Tetapi karena telah tumbuh hawa nafsu mempertahankan golongan, pendirian yang telah ditetapkan bahwa kaum yang paling tinggi di dunia ini, yang disebut “Sya'builah al-Mukhtar" kaum pilihan Allah, maka Bani Israil tidak mau lagi menerima ilmu itu. Mereka diajak dengan se-baik-baik ajakan, sampai mereka dibahasakan dengan bahasa penghormatan, yaitu Ahlul Kitab, namun mereka tetap tidak mau menerima, malahan bertingkah berselisih. Maka berfirmanlah Allah bahwa pada hari Kiamat keputusan Allah pasti datang atas kesalahan itu. Sebab dasarnya tidak lain daripada bagh-yan, yaitu benci, sombong dan angkuh.
Dengan ketentuan Allah, bahwasanya pasti Allah menjatuhkan keputusan-Nya pada hari Kiamat, menjadi penyadarlah bagi kita bahwa dengan datangnya Nabi Muhammad ﷺ melengkapkan pengajaran nabi-nabi dan rasul-rasul yang terdahulu, bukanlah berarti bahwa segala agama, baik yang bernama Yahudi atau Nasrani atau Budha dan Hindu dan lain-lain di dalam dunia ini akan habis tak ada lagi. Pada zaman Nabi sendiri pun kita lihat nyata bahwa mereka tidaklah dipaksa memeluk Islam, walaupun mereka telah dikalahkan. Bahkan menjadi prinsip dasar pokok dalam ajaran Muhammad ﷺ bahwasanya agama tidaklah dapat dengan paksaan. Yang penting ialah teguhnya pendirian dan kuatnya dakwah, yaitu seruan dengan mempergunakan akal. Sebab kalau sekiranya kita pahami ajaran tauhid, dan kita memegang kepercayaan bahwa ajaran nabi-nabi sebelum Muhammad tidak lain daripada tauhid, dan kita pun percaya bahwa dasar ajaran sekalian nabi itu ialah Islam, maka manusia sehingga dengan sadar ataupun tidak sadar, mereka kembali kepada dasar pokok asli itu, yaitu bahwa tidak ada Allah yang patut disembah selain Allah.
Dan inti sari yang lain daripada ayat ini, yang menerangkan kenaikan jaya bahagia Bani Israil setelah terlepas dari tindasan Fir'aun lalu kian lama mereka kian jatuh, diperingatkan kepada kaum Quraisy pada mula ayat turun, ialah pedoman lagi bagi umat Muhammad yang akan datang di dalam melakukan tugasnya membentuk paham Dunia Baru terhadap Allah. Betapa pun suci, benar dan tinggi ajaran agama kita, namun sesudah naik kita pun akan menurun runtuh, apabila ilmu dan pengetahuan telah kita tinggalkan. Dan baru akan bangkit kembali, jika kita telah pula kembali kepada ilmu itu, yaitu ajaran Rasulullah ﷺ atau Al-Qur'an yang diturunkan kepada beliau, sebagai pegangan hidup kita.