Ayat
Terjemahan Per Kata
وَلِكُلّٖ
dan bagi tiap-tiap orang/umat
وِجۡهَةٌ
tujuan/kiblat
هُوَ
ia
مُوَلِّيهَاۖ
menghadap kepadanya
فَٱسۡتَبِقُواْ
maka berlomba-lombalah kamu
ٱلۡخَيۡرَٰتِۚ
kebaikan
أَيۡنَ
dimana
مَا
saja
تَكُونُواْ
kalian menjadi
يَأۡتِ
mendatangkan/mengumpulkan
بِكُمُ
dengan/untuk kalian
ٱللَّهُ
Allah
جَمِيعًاۚ
semua
إِنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
عَلَىٰ
atas
كُلِّ
segala
شَيۡءٖ
sesuatu
قَدِيرٞ
Maha Kuasa
وَلِكُلّٖ
dan bagi tiap-tiap orang/umat
وِجۡهَةٌ
tujuan/kiblat
هُوَ
ia
مُوَلِّيهَاۖ
menghadap kepadanya
فَٱسۡتَبِقُواْ
maka berlomba-lombalah kamu
ٱلۡخَيۡرَٰتِۚ
kebaikan
أَيۡنَ
dimana
مَا
saja
تَكُونُواْ
kalian menjadi
يَأۡتِ
mendatangkan/mengumpulkan
بِكُمُ
dengan/untuk kalian
ٱللَّهُ
Allah
جَمِيعًاۚ
semua
إِنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
عَلَىٰ
atas
كُلِّ
segala
شَيۡءٖ
sesuatu
قَدِيرٞ
Maha Kuasa
Terjemahan
Bagi setiap umat ada kiblat yang dia menghadap ke arahnya. Maka, berlomba-lombalah kamu dalam berbagai kebajikan. Di mana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu semuanya. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.
Tafsir
(Dan bagi masing-masing) maksudnya masing-masing umat (ada arah dan tujuan) maksudnya kiblat (tempat ia menghadapkan wajahnya) di waktu salatnya. Menurut suatu qiraat bukan 'muwalliihaa' tetapi 'muwallaahaa' yang berarti majikan atau yang menguasainya, (maka berlomba-lombalah berbuat kebaikan) yakni segera menaati dan menerimanya. (Di mana saja kamu berada, pastilah Allah akan mengumpulkan kamu semua) yakni di hari kiamat, lalu dibalas-Nya amal perbuatanmu. (Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu).
Tafsir Surat Al-Baqarah: 148
Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kalian dalam (melakukan) kebaikan. Di mana saja kalian berada, pasti Allah akan mengumpulkan kalian semuanya (pada hari kiamat), sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Ayat 148
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, yang dimaksud dengan pengertian 'tiap-tiap umat mempunyai kiblatnya yang ia menghadap kepadanya' ialah semua pemeluk agama. Dengan kata lain, tiap-tiap kabilah mempunyai kiblatnya sendiri yang disukainya, dan kiblat yang diridai oleh Allah ialah kiblat yang orang-orang mukmin menghadap kepadanya.
Abul Aliyah mengatakan bahwa orang-orang Yahudi mempunyai kiblatnya sendiri yang mereka menghadap kepadanya, dan orang-orang Nasrani mempunyai kiblatnya sendiri yang mereka menghadap kepadanya. Allah memberikan petunjuk kepada kalian, wahai umat Muhammad, kepada kiblat yang merupakan kiblat yang sesungguhnya.
Telah diriwayatkan dari Mujahid, ‘Atha’, Adh-Dhahhak, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan As-Suddi hal yang mirip dengan pendapat Abul Aliyah di atas.
Mujahid mengatakan dalam riwayat yang lain begitu pula Al-Hasaiy bahwa Allah memerintahkan kepada semua kaum agar shalat menghadap ke arah Ka'bah.
Ibnu Abbas, Abu Ja'far Al-Baqir, dan Ibnu Amir membaca ayat ini dengan bunyi walikullin wajhatun huwa muwallaha (Bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya sendiri yang diperintahkan oleh Dia (Allah) agar mereka menghadap kepadanya). Ayat ini serupa maknanya dengan firman-Nya: “Untuk tiap-tiap umat di antara kalian, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kalian dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kalian terhadap pemberian-Nya kepada kalian, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kalian semuanya kembali.” (Al-Maidah: 48)
Dalam surat ini Allah ﷻ berfirman: “Di mana saja kalian berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Al-Baqarah: 148) Yakni Dia berkuasa untuk menghimpun kalian dari muka bumi, sekalipun jasad dan tubuh kalian bercerai-berai.
Dan setiap umat mempunyai kiblat yang dia menghadap kepadanya. Tidak ada kelebihan satu kiblat atas lainnya, karena yang terpenting dalam beragama adalah kepatuhan kepada Allah dan berbuat kebaikan terhadap orang lain. Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan. Terhadap semua itu Allah akan memberikan perhitungan. Di mana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu semuanya. Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Allah mengulangi lagi perintah untuk menghadap Masjidilharam. Dan dari mana pun engkau keluar, wahai Nabi Muhammad, hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam, sesungguhnya itu benar-benar ketentuan dari Tuhanmu. Allah tidak lengah terhadap apa yang kamu kerjakan. Pengulangan ini penting karena peralihan kiblat merupkan peristiwa nasakh (penghapusan hukum) yang pertama kali terjadi dalam Islam. Dengan diulang maka hal ini akan tertanam dalam hati kaum mukmin sehingga mereka tidak terpengaruh oleh hasutan orang Yahudi yang tidak rela kiblat mereka ditinggal.
Setiap umat mempunyai kiblat masing-masing. Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail a.s, menghadap ke Ka'bah. Bani Israil menghadap ke Baitulmakdis dan orang Nasrani menghadap ke timur, yang prinsip ialah beriman kepada Allah dan mematuhi segala perintah-Nya. Karena Allah telah memerintahkan agar kaum Muslimin menghadap ke Ka'bah dalam salat, maka fitnah dan cemoohan dari orang yang ingkar itu tidak perlu dilayani, tetapi hendaklah kaum Muslimin bekerja dengan giat, beramal, bertobat dan berlomba membuat kebajikan. Allah nanti akan menghimpun umat manusia untuk menghitung serta membalas segala amal perbuatannya, dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu; tidak ada yang dapat melemahkan-Nya untuk mengumpulkan semua manusia pada hari pembalasan.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 148
“Dan bagi tiap-tiapnya itu ada satu tujuan yang dia hadapi."
Dari Ibnu Abbas mengenai tafsir ayat ini, bahwa-bagi tiap-tiap pemeluk suatu agama ada kiblatnya sendiri. Bahkan tiap-tiap kabilah pun mempunyai tujuan dan arah sendiri, mana yang dia sukai. Namun, bagi orang yang beriman, tujuan atau kiblatnya hanya satu, yaitu mendapat ridha Allah.
Abul ‘Aliyah menjelaskan pula tafsir ayat ini demikian, “Orang Yahudi mempunyai arah yang ditujuinya, orang Nasrani pun mempunyai arah yang ditujuinya. Akan tetapi, kamu, wahai umat Muslimin, telah ditunjukkan Allah kepadamu kiblatmu yang sebenarnya."
Meski demikian, kiblat bukanlah pokok, sebagaimana di ayat-ayat di atas telah diterangkan. Bagi Allah, timur dan barat adalah sama, sebab itu kiblat berubah karena perubahan nabi. Yang pokok ialah menghadapkan hati langsung kepada Allah."Sebab itu, berlomba-lombalah kamu pada serba kebaikan." Jangan kamu berlarut-larut berpanjang-panjang bertengkar perkara peralihan kiblat. Kalau orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak mau mengikuti kiblat kamu, biarkanlah. Sama-sama setialah pada kiblat masing-masing. Dalam agama tidak ada paksaan. Cuma berlombaiah berbuat serba kebajikan, sama-sama beramal dan membuat jasa di dalam perikehidupan ini."Di mana saja kamu berada, niscaya akan dikumpulkan Allah kamu sekalian" Baikpun kamu dalam Yahudi, dalam Nasrani, dalam Shabi'in, dan dalam iman kepada Muhammad ﷺ, berlombaiah kamu berbuat berbagai kebajikan dalam dunia ini meskipun kiblat tempat kamu menghadap dalam sembahyang berlain-lain. Kalau kamu akan dipanggil menghadap kepada Allah, tidak peduli apakah dia dalam kalangan Yahudi, Nasrani, Islam, dan lain-lain, berkiblat ke Ka'bah atau ke Baitul Maqdis, di sana pertang-gungjawabkanlah amalan yang telah dikerjakan dalam dunia ini. Moga-moga dalam perlombaan berbuat kebajikan itu terbukalah hidayah Allah kepada kamu dan terhenti sedikit demi sedikit pengaruh hawa nafsu serta kepentingan golongan; mana tahu, akhirnya kamu kembali juga kepada kebenaran,
“Sesungguhnya Allah atas tiap-tiap sesuatu adalah Mahakuasa."
Perlombaan manusia berbuat baik di dunia ini belumlah berhenti. Segala sesuatu bisa kejadian. Kebenaran Allah makin lama makin tampak. Allah Mahakuasa berbuat se-kehendak-Nya.
Kemudian, kembali lagi kepada pemantapan soal kiblat itu.
Ayat 149
“Dan dari mana saja engkau keluar, hadapkanlah muka engkau ke pihak Masjidil Haram."
Meskipun ke penjuru yang mana engkau menujukan perjalananmu, bila datang waktu shalat, teruslah hadapkan mukamu ke pihak Masjidil Haram itu. Ayat ini sudahlah menjadi perintah yang tetap kepada Rasulullah dan umatnya terus-menerus di belakang beliau. Sebab itu, ditegaskan pada lanjutnya, “Dan sesungguhnya (perintah) itu adalah kebenaran dari Tuhan engkau" Tidak akan berubah lagi selama-lamanya,
“Dan tidaklah Allah lengah dari apa pun yang kamu amalkan."
Kesungguhan kamu melaksanakan perintah ini tidaklah Allah akan melengahkannya. Gelap malam tak tentu arah lalu kamu lihat pedoman pada bintang-bintang, kamu kira-kira di sanalah arah kiblat lalu kamu sha-lat. Allah tidaklah melengahkan kesungguhan kamu itu. Kamu datang ke negeri orang lain, kamu tanyakan kepada penduduk Muslim di situ, ke mana kiblat? Lalu mereka tunjukkan. Kamu pun shalat. Allah tidak lengah dengan kepatuhan kamu itu. Sengaja engkau beli sebuah kompas (pedoman), engkau kundang dalam sakumu ke mana saja engkau pergi. Lalu, orang bertanya, “Buat apa kompas itu, padahal tuan bukan nakhoda kapal?" Engkau jawab, “Penentuan kiblat jika aku shalat!" Tuhan tidak melengahkan perhatianmu itu. Sampai ada di antara kamu yang khas belajar ilmu falak, yang pada asalnya sengaja buat mengetahui hai kiblat saja, sampai berkembang jadi ilmu yang luas. Allah tidak melengahkan kesungguhanmu itu.
Kemudian, dijelaskan lagi,
Ayat 150
“Dan dari mana saja pun kamu keluar maka hadapkanlah muka engkau ke pihak Masjidil Haram"
Dijelaskan sekali lagi kepada seluruh umat Muhammad ﷺ supaya mereka pegang teguh peraturan itu di mana saja pun mereka berada."Dan di mana saja pun kamu berada." Hai umat Muhammad ﷺ, “Hendaklah kamu hadapkan muka kamu ke pihaknya." Jangan diubah-ubah lagi dan tidak akan berubah-ubah lagi peraturan ini selama-lamanya. Baik sedang kamu di lautan, carilah arah kiblat, shalatlah menghadap ke sana. Baik kamu sedang di Kutub Utara atau Kutub Selatan, carilah arah kiblat dan shalAllah menghadap ke pihak sana. Di pangkal ayat dipakai “engkau" untuk Muhammad. Di tengah ayat dipakai “kamu" untuk kita umatnya."Supaya jangan ada alasan bagi manusia hendak mencela kamu." Karena penetapan kiblat itu sudah pasti diterima oleh manusia yang sudi menjunjung tinggi kebenaran. Sebagaimana tadi telah diterangkan, orang-orang yang keturunan kitab sudah paham akan kebenaran hal ini. Sebab, di rumah Allah yang pertama didirikan ialah Masjidil Haram di Mekah itulah mereka berkumpul tiap-tiap tahun mengerjakan haji, menjalankan wasiat nenek moyang mereka Nabi Ibrahim. Pendeknya, tidaklah akan ada bantahan dan sanggahan dari orang yang berpikir sehat tentang penetapan kiblat itu."Kecuali orang-orang yang aniaya di antara mereka maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada Aku" Orang-orang yang aniaya, yang lidah tidak bertulang tentu akan ada saja bantahannya. Orang-orang yang aniaya dari kalangan Yahudi akan berkata, “Muhammad memutar kiblatnya ke Ka'bah, padahal di sana berderet 360 berhala yang selalu dicela-celanya itu. Rupanya dia akan kembali pada agama nenek moyang orang Quraisy." Orang-orang yang aniaya di kalangan musyrikin akan berkata."Dialihnya kiblat ke Mekah karena rupanya dia hendak menarik-narik kita atau telah insaf atas kesalahannya." Orang munafik di Madinah akan berkata, “Memang pendiriannya tidak tetap, sebentar begini sebentar begitu." Maka, janganlah dipedulikan itu semuanya dan jangan takut akan serangan-serangan yang demikian, tetapi kepada Aku sajalah takut, kata Allah. Perintah-Ku sajalah yang akan dilaksanakan.
“Dan Aku sempurnakan nikmal-Ku kepada kamu, dan supaya kamu mendapat petunjuk."
Di ujung ayat itu Allah membayangkan janji-Nya bahwa nikmat perihal kiblat itu akan disempurnakan-Nya. Nikmat pertama baru peralihan kiblat, padahal di Ka'bah waktu itu masih ada berhala. Akan tetapi, Aku janjikan lagi, negeri itu akan Aku serahkan ke tangan kamu, Ka'bah akan kamu bersihkan dari berhala dan akan tetap buat selama-lamanya menjadi lambang kesatuan arah dari seluruh uma tyang bertauhid.
Selanjutnya Allah berfirman,
Ayat 151
“Sebagaimana telah Kami utus kepada kamu seorang rasul dari kalangan kamu sendiri."
Tadi Allah telah menyatakan bahwa nikmat-Nya telah dilimpahkan kepada kamu, sekarang kamu telah mempunyai kiblat yang tetap, pusaka Nabi Ibrahim, sebagaimana umat-umat yang lain pun telah mempunyai kiblat. Ini adalah suatu nikmat dari Allah. Ber-lombalah kamu dengan umat yang lain itu menuju kebajikan di dunia ini. Kamu tidak usah takut-takut akan gangguan dan kritik, baik dari Yahudi maupun dari orang-orang yang masih jahiliyyah yang akan mencela perubahan kiblat itu dengan caranya masing-masing karena safih, yaitu bercakap dengan tidak bertanggung jawab. Dan, Allah pun telah menjanjikan pula bahwa nikmat ini akan Dia sempurnakan. Di belakang perubahan kiblat akan menyusul lagi nikmat yang lain, yaitu satu waktu Mekah itu akan dapat kamu taklukkan. Di samping nikmat itu, ada terlebih dahulu nikmatyang lebih besar, puncaknya segala nikmat, yaitu diutusnya seorang rasul dari kalangan kamu sendiri, “Yang mengajarkan kepada kamu ayat-ayat Kami" yaitu perintah agar berbuat baik dan larangan berbuat jahat, “dan yang akan membersihkan kamu" bersih dari kebodohan dan kerusakan akhlak, bersih dari kekotoran kepercayaan dan musyrik, sehingga kamu diberi gelar umat yang menempuh jalan tengah di antara umat-umat yang ada di dalam dunia ini, “dan akan mengajarkan kepada kamu Kitab dan Hikmah." Kitab itu ialah Al-Qur'an, yang akan menjadi pembimbing dan pedoman hidupmu di tengah-tengah permukaan bumi ini dan Hikmah ialah kebijaksanaan dan rahasia-rahasia kehidupan, yang dicantumkan di dalam sabda-sabda yang dibawa oleh Rasul itu,
“Dan akan mengajarkan kepada kamu perkara-perkara yang (selama ini) tidak kamu ketahui."
Dalam ayat ini diterangkan bahwa peralihan kiblat adalah suatu nikmat, tetapi nikmat ini kelak akan disempurnakan lagi. Akan tetapi, di samping itu sudah ada nikmat yang paling besar, yaitu kedatangan Rasul itu sendiri. Dengan berpegang teguh kepada ajaran yang dia bawa, derajatmu akan lebih baik lagi. Dari lembah jahiliyyah dan kegelapan, kamu dinaikkan Allah ke atas martabat yang tinggi, dengan ayat-ayat, dengan Kitab, dan dengan Hikmah. Tidak cukup hingga itu saja, bahkan banyak lagi perkara-perkara yang tadinya tidak kamu ketahui, akan kamu ketahui juga berkat bimbingan dan pimpinan Rasul itu.
Maka, banyaklah soal-soal besar yang dulunya belum diketahui kemudian jadi diketahui berkat pimpinan Rasul. Ada yang diketahui karena ditunjukkan oleh wahyu Ilahi, seumpama kisah nabi-nabi yang dahulu dan umat yang dibinasakan Allah lantaran menentang ajaran seorang rasul. Ada juga soal-soal besar yang diketahui setelah melalui berbagai pengalaman, baik karena berperang maupun karena berdamai. Diketahui juga beberapa rahasia yang hanya diisyaratkan secara sedikit oleh Al-Qur'an, lama kemudian baru diketahui artinya.
Bernabi, berqur'an, berkiblat sendiri yang tertentu, kemudian disuruh berlomba-lomba berbuat kebajikan, dan tidaklah boleh takut atau berjiwa kecil menghadapi berbagai rintangan dan halangan. Dengan begini, akan kamu penuhi tugas yang ditentukan Allah sebagai umat yang menempuh jalan tengah.
Dengan ini, telah timbul satu umat dengan cirinya yang tersendiri, untuk jadi pelopor menyembah Allah Yang Esa.
Yang dimaksud dengan di antara kamu di sini bukanlah di antara orang Arab saja atau di antara Quraisy saja, melainkan lebih luas, yaitu mengenai manusia seluruhnya. Nabi Muhammmad diutus dalam kalangan manusia dan dibangkitkan di antara manusia sendiri, bukan dia Malaikat yang diutus dari langit. Dengan sebab beliau diutus di antara manusia, mudahlah bagi manusia meniru meneladan sikap beliau.
Ayat 152
“Maka, Ingatlah kepada-Ku, niscaya Aku akan ingat pula kepadamu."
Diriwayatkan oleh Abusy Syaikh dan ad-Dailami dari jalan Jubair diterimanya dari adh-Dhahhak bahwa Ibnu Abbas menafsirkan demikian, “Ingatlah kepada-Ku, wahai sekalian hamba-Ku, dengan taat kepada-Ku, niscaya Aku pun akan ingat kepadamu dengan memberimu ampun."
“Dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu menjadi kufur."
Karena suatu nikmat apabila telah disyukuri, Allah berjanji akan menambahnya lagi. Dan, janganlah sampai berbudi rendah, tidak mengingat terima kasih. Tidak bersyukur atas nikmat adalah suatu kekufuran.