Ayat
Terjemahan Per Kata
يَٰنِسَآءَ
hai isteri-isteri
ٱلنَّبِيِّ
Nabi
لَسۡتُنَّ
tidaklah kamu
كَأَحَدٖ
seperti seseorang
مِّنَ
dari
ٱلنِّسَآءِ
wanita-wanita
إِنِ
jika
ٱتَّقَيۡتُنَّۚ
kamu taat/patuh
فَلَا
maka jangan
تَخۡضَعۡنَ
kamu tunduk
بِٱلۡقَوۡلِ
dengan/dalam perkataan/pembicaraan
فَيَطۡمَعَ
maka (sehingga) berkeinginan
ٱلَّذِي
orang yang
فِي
dalam
قَلۡبِهِۦ
hatinya
مَرَضٞ
penyakit
وَقُلۡنَ
dan berkatalah
قَوۡلٗا
perkataan
مَّعۡرُوفٗا
yang baik
يَٰنِسَآءَ
hai isteri-isteri
ٱلنَّبِيِّ
Nabi
لَسۡتُنَّ
tidaklah kamu
كَأَحَدٖ
seperti seseorang
مِّنَ
dari
ٱلنِّسَآءِ
wanita-wanita
إِنِ
jika
ٱتَّقَيۡتُنَّۚ
kamu taat/patuh
فَلَا
maka jangan
تَخۡضَعۡنَ
kamu tunduk
بِٱلۡقَوۡلِ
dengan/dalam perkataan/pembicaraan
فَيَطۡمَعَ
maka (sehingga) berkeinginan
ٱلَّذِي
orang yang
فِي
dalam
قَلۡبِهِۦ
hatinya
مَرَضٞ
penyakit
وَقُلۡنَ
dan berkatalah
قَوۡلٗا
perkataan
مَّعۡرُوفٗا
yang baik
Terjemahan
Wahai istri-istri Nabi, kamu tidaklah seperti perempuan-perempuan yang lain jika kamu bertakwa. Maka, janganlah kamu merendahkan suara (dengan lemah lembut yang dibuat-buat) sehingga bangkit nafsu orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.
Tafsir
(Hai istri-istri Nabi! Kamu sekalian tidaklah seperti seseorang) yakni segolongan (di antara wanita yang lain, jika kalian bertakwa) kepada Allah, karena sesungguhnya kalian adalah wanita-wanita yang agung. (Maka janganlah kalian tunduk dalam berbicara) dengan kaum laki-laki (sehingga berkeinginan orang yang ada penyakit dalam hatinya) yakni perasaan nifaq (dan ucapkanlah perkataan yang baik) dengan tanpa tunduk.
Tafsir Surat Al-Ahzab: 32-34
Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik, dan hendaklah kamu tetap di rumahmu, dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliah yang dahulu dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat, dan taatilah Allah dan Rasul-Nya.
Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah Nabimu).Sesungguhnya Allah adalah Mahalembut lagi Maha Mengetahui. Apa yang disebutkan dalam ayat-ayat ini merupakan etika-etika yang dianjurkan oleh Allah ﷻ kepada istri-istri Nabi ﷺ, sedangkan kaum wanita umatnya mengikut mereka dalam hal ini. Untuk itu Allah ﷻ berfirman kepada istri-istri Nabi ﷺ, bahwasanya apabila mereka bertakwa kepada Allah ﷻ sesuai dengan apa yang telah diperintahkan oleh-Nya kepada mereka, maka sesungguhnya tiada seorang wanita pun yang setara dengan mereka dan tiada seorang wanita pun yang dapat menyusul keutamaan dan kedudukan mereka.
Dalam firman selanjutnya Allah ﷻ menyebutkan: Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara. (Al-Ahzab: 32) As-Saddi dan lain-lainnya mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah mereka istri-istri Nabi ﷺ tidak boleh bertutur kata dengan nada lemah lembut jika berbicara dengan lelaki. Alasannya disebutkan dalam firman selanjutnya: sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya. (Al-Ahzab: 32) Yaitu rasa khianat dalam hatinya. dan ucapkanlah perkataan yang baik. (Al-Ahzab: 32) Ibnu Zaid mengatakan, makna yang dimaksud ialah ucapan yang baik, pantas, lagi tegas. Dengan kata lain, seorang wanita itu bila berbicara dengan lelaki lain hendaknya tidak memakai nada suara yang lemah lembut. Yakni janganlah seorang wanita berbicara dengan lelaki lain dengan perkataan seperti dia berbicara kepada suaminya sendiri.
Firman Allah ﷻ: dan hendaklah kamu tetap di rumahmu. (Al-Ahzab: 33) Maksudnya, diamlah kamu di rumahmu dan janganlah keluar rumah kecuali karena suatu keperluan. Termasuk keperluan yang diakui oleh syariat ialah menunaikan salat berjamaah di masjid berikut semua persyaratannya, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah ﷺ: Janganlah kalian melarang hamba-hamba perempuan Allah dari masjid-masjid-Nya, dan hendaklah mereka keluar dalam keadaan berpakaian yang tertutup rapi.
Menurut riwayat lain disebutkan: Tetapi rumah-rumah mereka adalah lebih baik bagi mereka. Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Humaid ibnu Mas'adah, telah menceritakan kepada kami Abu Raja Al-Kalbi alias Rauh ibnul Musayyab seorang yang siqah, telah menceritakan kepada kami Sabit Al-Bannani, dari Anas r.a. yang mengatakan bahwa kaum wanita datang menghadap kepada Rasulullah ﷺ, lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, kaum lelaki pergi dengan memborong keutamaan dan pahala berjihad di jalan Allah, sedangkan kami kaum wanita tidak mempunyai amal yang dapat menandingi amal kaum Mujahidin di jalan Allah." Maka Rasulullah ﷺ bersabda: Barang siapa di antara kalian (kaum wanita) yang duduk atau kalimat yang semakna di dalam rumahnya, maka sesungguhnya dia dapat memperoleh amal yang sebanding dengan amal kaum Mujahid di jalan Allah.
Kemudian Al-Bazzar mengatakan, "Kami tidak mengetahui ada seseorang yang meriwayatkan hadis ini melalui Sabit Al-Bannani selain Rauh ibnul Musayyab, dia adalah seorang lelaki dari kalangan ulama Basrah yang cukup terkenal." ". Al-Bazzar mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Musanna, telah menceritakan kepadaku Amr ibnu Asim, telah menceritakan kepada kami Hammam, dari Qatadah, dari Muwarraq, dari Abdul Ahwas, dari Abdullah ibnu Mas'ud r.a. dari Nabi ﷺ yang telah bersabda: Sesungguhnya (tubuh) wanita itu adalah aurat. Maka apabila wanita itu keluar, setan datang menyambutnya. Dan tempat yang paling dekat bagi wanita kepada rahmat Tuhannya ialah bila ia berada di dalam rumahnya.
Imam Turmuzi meriwayatkannya dari Bandar, dari Amr ibnu Asim dengan sanad dan lafaz yang semisal. Al-Bazzar telah meriwayatkannya pula berikut sanad seperti sebelumnya demikian juga Imam Abu Daud bersumber dari Nabi ﷺ yang telah bersabda: Salat wanita di dalam tempat tidurnya lebih baik daripada salatnya di dalam rumahnya, dan salatnya di dalam rumahnya lebih baik daripada salatnya di dalam kamarnya. Sanad hadis ini jayyid (baik). Firman Allah ﷻ: dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliah yang dahulu. (Al-Ahzab: 33) Mujahid mengatakan bahwa dahulu di masa Jahiliah wanita bila keluar berjalan di depan kaum pria, maka itulah yang dinamakan tingkah laku Jahiliah.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliah yang dahulu. (Al-Ahzab: 33) Yakni bila kalian keluar dari rumah. Dahulu wanita bila berjalan berlenggak-lenggok dengan langkah yang manja dan memikat, lalu Allah ﷻ melarang hal tersebut. Muqatil telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliah yang dahulu. (Al-Ahzab: 33) At-Tabarruj artinya mengenakan kain kerudung tanpa mengikatnya, kalau diikat dapat menutupi kalung dan anting-antingnya serta lehernya.
Jika tidak diikat, maka semuanya itu dapat kelihatan, yang demikian itulah yang dinamakan tabarruj. Kemudian khitab larangan ini berlaku menyeluruh buat semua kaum wanita mukmin. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ibnu Zuhair, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Daud ibnu Abul Furat, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Ahmar, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas r.a. Disebutkan bahwa Ibnu Abbas membaca ayat ini, yaitu firman-Nya: dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliah yang dahulu. (Al-Ahzab: 33) Ibnu Abbas mengatakan bahwa munculnya tabarruj adalah di masa antara masa Nabi Nuh dan Nabi Idris, lamanya kurang lebih seribu tahun; itulah permulaannya.
Sesungguhnya salah satu dari dua kabilah keturunan Adam bertempat tinggal di daerah dataran rendah, sedangkan yang lainnya tinggal di daerah perbukitan. Tersebutlah bahwa kaum pria orang-orang yang tinggal di daerah pegunungan terkenal dengan ketampanannya, sedangkan kaum wanitanya tidak cantik. Lain halnya dengan mereka yang tinggal di daerah perbukitan; kaum prianya bertampang jelek-jelek, sedangkan kaum wanitanya cantik-cantik.
Lalu Iblis la'natull'ah mendatangi seorang lelaki dari kalangan penduduk dataran rendah dalam rupa seorang pelayan, lalu ia menawarkan jasa pelayanan kepadanya, akhirnya si iblis menjadi pelayan lelaki itu. Kemudian iblis membuat suatu alat musik yang semisal dengan apa yang biasa dipakai oleh para penggembala. Alat tersebut dapat mengeluarkan bunyi-bunyian yang sangat merdu dan belum pernah orang-orang di masa itu mendengarkan suara seindah itu.
Ketika suara musik iblis itu sampai terdengar oleh orang-orang yang ada di sekitarnya, maka berdatanganlah mereka untuk mendengarkan suara musiknya. Lalu mereka membuat suatu hari raya setiap tahunnya, yang pada hari itu mereka berkumpul. Pada saat itu kaum wanita mereka menampakkan dirinya kepada kaum prianya dengan memakai perhiasan dan tingkah laku Jahiliah. Begitu pula sebaliknya, kaum pria mereka berhias diri untuk kaum wanitanya pada hari raya itu.
Lalu ada seorang lelaki dari kalangan penduduk daerah pegunungan mendatangi hari raya mereka itu, dan ia melihat kaum wanita daerah dataran rendah cantik-cantik. Ia memberitahukan hal itu kepada teman-temannya di daerah pegunungan. Akhirnya mereka turun dari gunung dan bergaul dengan wanita daerah dataran rendah. Maka timbullah fahisyah (perbuatan zina) di kalangan mereka. Hal inilah yang dimaksudkan oleh Allah ﷻ dalam firman-Nya: dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliah yang dahulu. (Al-Ahzab: 33) Adapun firman Allah ﷻ: dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat, dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. (Al-Ahzab: 33) Pada mulanya Allah mencegah mereka dari perbuatan yang buruk, kemudian memerintahkan mereka kepada kebaikan seperti mendirikan salat yang artinya menyembah Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya dan menunaikan zakat yang artinya berbuat baik kepada makhluk.
dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. (Al-Ahzab: 33) Ini termasuk ke dalam Bab '"Atful 'Aam 'Alal Khas" Firman Allah ﷻ: Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. (Al-Ahzab: 33) Teks ayat ini dengan jelas memasukkan istri-istri Nabi ﷺ ke dalam pengertian ahlul bait, karena merekalah yang menjadi latar belakang turunnya ayat ini. Subjek yang melatarbelakangi turunnya suatu ayat sudah jelas termasuk di dalamnya sebagai suatu hal yang tak dapat dipungkiri lagi, tetapi pengertiannya adakalanya menyangkut subjek belaka, atau beserta yang lainnya menurut pendapat yang sahih.
Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Ikrimah, bahwa ia pernah berseru di pasar sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. (Al-Ahzab: 33) bahwa ayat ini secara khusus diturunkan berkenaan dengan istri-istri Nabi ﷺ Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Harb Al-Mausuli, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Habbab, telah menceritakan kepada kami Husain ibnu Waqid, dari Yazid An-Nahwi, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait. (Al-Ahzab: 33) Bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan istri-istri Nabi ﷺ secara khusus.
Ikrimah mengatakan, "Barang siapa yang ingin ber-mubahalah (bersumpah) denganku, aku layani. Sesungguhnya ayat ini diturunkan berkenaan dengan istri-istri Nabi ﷺ dengan pengertian bahwa merekalah yang melatarbelakangi turunnya ayat ini, bukan yang lainnya, maka pendapatnya itu dapat dibenarkan. Tetapi jika makna yang dimaksudnya hanya menyangkut diri mereka tanpa melibatkan lainnya, maka pendapatnya ini masih perlu diteliti. Karena sesungguhnya banyak hadis yang menyebutkan bahwa makna yang dimaksud dari ayat ini lebih umum daripada apa yang dikatakannya itu." Hadis pertama.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammad, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Zaid, dari Anas ibnu Malik r.a. yang telah mengatakan bahwa sesungguhnya Rasulullah ﷺ selalu melewati pintu rumah Fatimah r.a. selama enam bulan bila keluar menuju masjid untuk menunaikan salat Subuh seraya mengatakan: Salat, hai Ahlul Bait. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. Imam Turmuzi meriwayatkan melalui Abdu ibnu Humaid, dari Affan dengan sanad yang sama, dan ia mengatakan bahwa hadis ini hasan garib. Hadis lain. [: Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Waki', telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah menceritakan kepada kami Yunus, dari Abu Ishaq, telah menceritakan kepadaku Abu Daud, dari Abul Hamra yang menceritakan bahwa ia pernah ber-murabatah (ikatan dinas jihad) di Madinah selama tujuh bulan di masa Rasulullah ﷺ Selama itu ia melihat Rasulullah ﷺ apabila fajar subuh menyingsing keluar menuju ke pintu rumah Ali dan Fatimah r.a., lalu bersabda: Salat, salat, sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.
Abu Daud Al-A'ma adalah Nafi' ibnul Haris, seorang yang dikenal pendusta dalam periwayatan hadis. Hadis lain. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Mus'ab, telah menceritakan kepada kami Al-Auza'i, telah menceritakan kepada kami Syaddad Abi Ammar yang telah menceritakan bahwa ia masuk ke dalam rumah Wasilah ibnul Asqa' r.a. yang pada saat itu ia sedang berbicara dengan suatu kaum. Lalu mereka menceritakan perihal Ali r.a. Ternyata mereka mencacinya, lalu ia ikut mencacinya pula mengikuti mereka. Setelah mereka bubar meninggalkan Wasilah, lalu Wasilah bertanya kepadaku (perawi), "Mengapa engkau ikut mencaci Ali?" Aku menjawab, "Aku lihat mereka mencacinya, maka aku ikut mencacinya bersama mereka." Wasilah bertanya, "Maukah aku ceritakan kepadamu apa yang pernah kulihat dari Rasulullah ﷺ?" Aku menjawab, "Tentu saja aku mau." Wasilah menceritakan pengalamannya, bahwa ia pernah datang kepada Fatimah r.a. menanyakan sahabat Ali r.a. Fatimah menjawab bahwa Ali sedang pergi menemui Rasulullah ﷺ Aku (perawi) menunggunya hingga Rasulullah ﷺ datang dengan ditemani oleh Ali, Hasan, dan Husain radiyallahu 'anhum; masing-masing dari mereka saling berpegangan tangan.
Kemudian Rasulullah ﷺ masuk dan mendekatkan Ali dan Fatimah, lalu mendudukkan keduanya di hadapannya. Beliau memangku Hasan dan Husain, masing-masing pada salah satu pahanya. Sesudah itu beliau ﷺ melilitkan kain atau jubahnya kepada mereka dan membaca ayat berikut, yaitu firman Allah ﷻ: Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. (Al-Ahzab: 33) Lalu beliau ﷺ berkata dalam doanya: Ya Allah, mereka ini adalah ahli baitku (keluargaku), dan ahli baitku lebih berhak. Abu Ja'far ibnu Jarir telah meriwayatkannya dari Abdul Karim ibnu Abu Umair, dari Al-Walid ibnu Muslim, dari Abu Amr Al-Auza'i berikut sanadnya yang semisal, tetapi dalam riwayat ini ditambahkan bahwa Wasilah bertanya, "Wahai Rasulullah, semoga Allah melimpahkan salawat-Nya kepadamu.
Bagaimanakah dengan diriku, apakah termasuk ahli baitmu?" Rasulullah ﷺ bersabda: Dan engkaupun termasuk ahli baitku. Wasilah berkata, "Sesungguhnya hal ini merupakan apa yang selama ini aku dambakan dan kuharap-harapkan." ". "" Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkannya pula dari Abdul Ala ibnu Wasil, dari Al-Fadl ibnu Dakin, dari Abdus Salam ibnu Harb, dari Kalsum Al-Muharibi, dari Syaddad ibnu Abu Ammar yang telah menceritakan bahwa pada suatu hari ia duduk di hadapan Wasilah ibnul Asqa' ketika mereka sedang memperbincangkan sahabat Ali r.a., lalu mereka mencaci Ali.
Setelah mereka pergi, Wasilah berkata kepadanya, memerintahkannya untuk duduk dan jangan pergi sebelum mendengar cerita tentang orang (Ali) yang baru saja mereka caci. Wasilah ibnul Asqa' menceritakan, pada suatu hari ia berada di rumah Rasulullah ﷺ Tiba-tiba datanglah Ali, Fatimah, Hasan, dan Husain radiyallahu 'anhum. Lalu Rasulullah ﷺ menutupi mereka dengan kain jubahnya dan berdoa: Ya Allah, mereka ini adalah ahli baitku. Ya Allah, lenyapkanlah dosa-dosa dari mereka dan bersihkanlah diri mereka sebersih-bersihnya. Aku (Wasilah) bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah denganku?" Rasulullah ﷺ bersabda, "Engkau juga (termasuk ahli baitku)" Wasilah ibnul Asqa' mengatakan, "Demi Allah, sesungguhnya hal ini merupakan amal yang paling kujadikan pegangan bagiku." Hadis lain. ". Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Numair, telah menceritakan kepada kami Abdul Malik ibnu Abu Sulaiman, dari Ata ibnu Abu Rabah, telah menceritakan kepadaku seseorang yang mendengarnya dari Ummu Kalsum r.a. saat ia menceritakan bahwa ketika Nabi ﷺ berada di dalam rumahnya, datanglah Fatimah r.a. dengan membawa sebaki makanan, lalu Fatimah langsung masuk menemui Nabi ﷺ dengan membawa makanan itu. Dan Nabi ﷺ bersabda, "Panggillah suami dan kedua anakmu." Maka datanglah Ali, Hasan, dan Husain. Mereka langsung masuk menemui Nabi ﷺ, lalu duduk dan memakan makanan yang ada di dalam baki tersebut.
Saat itu Rasulullah ﷺ duduk di atas tempat tidurnya yang beralaskan kain Khaibari. Ummu Salamah mengatakan bahwa saat itu ia sedang berada di dalam kamarnya mengerjakan salat, dan pada saat itu Allah menurunkan firman-Nya: Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. (Al-Ahzab: 33) Ummu Salamah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Nabi ﷺ mengambil Iebihan dari kain Khaibarinya itu dan menutupkannya kepada mereka berempat, kemudian beliau mengeluarkan tangannya dan menengadahkannya ke arah langit seraya berdoa: Ya Allah, mereka ini adalah ahli baitku dan keluarga khususku, maka lenyapkanlah dosa-dosa dari mereka dan bersihkanlah mereka sebersih-bersihnya.
Ummu Salamah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia menyembulkan kepalanya dari kamar ke dalam ruangan rumah seraya berkata, "Apakah aku juga bersama kalian, wahai Rasulullah?" Rasulullah ﷺ bersabda: Sesungguhnya engkau berada dalam kebaikan, sesungguhnya engkau berada dalam kebaikan. Di dalam sanad hadis ini terdapat seorang perawi yang tidak disebutkan namanya, dia adalah syekh (guru)nya Ata, sedangkan perawi lainnya semuanya berpredikat siqah (tepercaya). Hadis lain. "". ". Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Mus'ab ibnul Miqdam, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Zurbi, dari Muhammad ibnu Sirin, dari Abu Hurairah, dari Ummu Salamah r.a. yang menceritakan bahwa Fatimah r.a. datang menemui Rasulullah ﷺ dengan membawa kiriman makanan yang diletakkannya di atas sebuah baki, lalu ia meletakkan makanan itu di hadapan Nabi ﷺ Maka beliau ﷺ bertanya, "Di manakah anak pamanmu (maksudnya Ali) dan kedua putramu?" Fatimah r.a menjawab, "Di rumah." Nabi ﷺ bersabda, "Panggillah mereka." Fatimah datang menjumpai Ali dan berkata, "Engkau dan kedua putramu dipanggil oleh Rasulullah." Ummu Salamah melanjutkan kisahnya, bahwa ketika Nabi ﷺ melihat mereka datang, beliau menggelar kain kisa yang ada di atas peraduannya, lalu mempersilahkan mereka duduk di atasnya. Setelah itu beliau mengambil keempat ujung kain itu dan menyatukannya di atas kepala mereka.
Kain itu dipegangnya dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya ia tengadahkan ke arah langit seraya berdoa: Ya Allah, mereka ini adalah ahli baitku, maka lenyapkanlah dosa-dosa dari mereka dan bersihkanlah mereka sebersih-bersihnya. Jalur lain. ". ". Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Abdul Quddus, dari Al-A'masy, dari Hakim ibnu Sa'd yang telah menceritakan bahwa kami memperbincangkan perihal Ali ibnu Abu Talib r.a. di rumah Ummu Salamah r.a. Maka Ummu Salamah berkata bahwa ayat berikut diturunkan di rumahnya, yaitu firman Allah ﷻ: Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. (Al-Ahzab: 33) Ummu Salamah melanjutkan kisahnya, bahwa Rasulullah ﷺ datang ke rumahnya, lalu bersabda, "Janganlah engkau beri izin seseorang pun masuk menemuiku." Dan datanglah Fatimah r.a. sehingga aku tidak mampu mencegahnya untuk menemui ayahnya sendiri.
Kemudian datang pula Al-Hasan r.a., dan aku tidak mampu mencegahnya untuk menemui kakek dan ibunya. Lalu datanglah Al-Husain, aku pun tidak mampu menghalang-halanginya untuk menemui kakek dan ibunya. Terakhir datanglah Ali r.a., dan aku tidak mampu menghalang-halanginya untuk masuk. Akhirnya mereka berkumpul bersama Rasulullah ﷺ, dan Rasulullah ﷺ menghormati mereka dengan mempersilakan mereka duduk di atas hamparan kain kisanya, lalu beliau ﷺ berdoa: Mereka ini adalah ahli baitku, maka lenyapkanlah dosa-dosa dari mereka dan bersihkanlah mereka sebersih-bersihnya. Lalu turunlah ayat ini, yaitu Al-Ahzab ayat 33, saat mereka berkumpul di atas kain yang dihamparkan oleh Nabi ﷺ itu. Ummu Salamah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia berkata, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah dengan diriku?' Ummu Salamah berkata lagi, "Demi Allah, aku merasa tidak enak." Nabi ﷺ bersabda, "Sesungguhnya engkau berada dalam kebaikan." Jalur lain.
". ". "" Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Auf, dari Abul Ma'dal, dari Atiyyah At-Tafawi, dari ayahnya yang telah menceritakan, sesungguhnya Ummu Salamah pernah bercerita kepadanya bahwa ketika Rasulullah ﷺ berada di rumahnya pada suatu hari, tiba-tiba pelayan rumah berkata, "Sesungguhnya Fatimah dan Ali berada di depan pintu rumah." Ummu Salamah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Rasulullah ﷺ bersabda kepadanya, "Berdirilah kamu dan menjauhlah dari ahli baitku." Maka aku bangkit dan menjauh dengan duduk di suatu sudut di dalam rumahku.
Lalu masuklah Ali, Fatimah, disertai oleh Al-Hasan dan Al-Husain radiyallahu 'anhum yang saat itu keduanya masih kecil-kecil. Maka Nabi ﷺ mengambil kedua anak itu, meletakkan keduanya di pangkuannya serta menciuminya. Nabi ﷺ memeluk Ali r.a. dengan salah satu tangannya, sedangkan tangannya yang lain memeluk Fatimah r.a. Nabi ﷺ mencium Fatimah dan Ali, kemudian mengerudungi mereka dengan kain berwarna hitam dan berdoa: Ya Allah, kembalikanlah kepada-Mu bukan ke neraka, aku dan ahli baitku ini. Ummu Salamah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah denganku?' Nabi ﷺ bersabda, "Juga kamu." Jalur lain. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Atiyyah, telah menceritakan kepada kami Fudail ibnu Marruq, dari Atiyyah, dari Abu Sa'id, dari Ummu Salamah r.a. yang telah menceritakan bahwa ayat ini diturunkan di rumahnya, yaitu firman Allah ﷻ: Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. (Al-Ahzab: 33) Ummu Salamah melanjutkan kisahnya, bahwa saat itu ia duduk di dekat pintu rumah, lalu ia bertanya, "Wahai Rasulullah, bukankah aku juga termasuk ahli baitmu?" Rasulullah ﷺ menjawab: Sesungguhnya engkau berada dalam kebaikan, engkau termasuk salah seorang dari istri-istri Nabi ﷺ Ummu Salamah menceritakan bahwa di dalam rumah itu terdapat Rasulullah ﷺ, Ali, Fatimah, Al-Hasan, dan Al-Husain radiyallahu 'anhum.
Jalur lain. diriwayatkan oleh Ibnu Jarir pula melalui Abu Kuraib, dari Waki', dari Abdul Hamid ibnu Bahrain, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Ummu Salamah dengan lafaz yang semisal. Jalur lain. ". Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Khalid ibnu Makhlad, telah menceritakan kepadaku Musa ibnu Ya'qub, telah menceritakan kepadaku Hasyim ibnu Hasyim ibnu Atabah ibnu Abu Waqqas, dari Abdullah ibnu Wahb ibnu Zam'ah yang mengatakan bahwa Ummu Salamah pernah bercerita kepadanya, "Sesungguhnya Rasulullah ﷺ mengumpulkan Ali, Fatimah, Al-Hasan, dan Al-Husain radiyallahu 'anhum.
Lalu memasukkan mereka di bawah kain bajunya, kemudian beliau ﷺ berdoa kepada Allah ﷻ Sesudah itu beliau bersabda: 'Mereka inilah ahli baitku'. Ummu Salamah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia berkata meminta, "Wahai Rasulullah, masukkanlah diriku bersama mereka." Rasulullah ﷺ bersabda: Engkau termasuk salah seorang ahli baitku. Jalur lain. diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir, dari Ahmad ibnu Muhammad At-Tusi, dari Abdur Rahman ibnu Saleh, dari Muhammad ibnu Sulaiman Al-Asbahani, dari Yahya ibnu Ubaid Al-Makki, dari Ata, dari Umar ibnu Abu Salamah, dari ibunya dengan lafaz yang semisal dengan hadis di atas. Hadis lain. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Waki', telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Bisyr, dari Zakaria, dari Mus'ab ibnu Syaibah, dari Safiyyah binti Syaibah yang menceritakan bahwa Siti Aisyah r.a. pernah bercerita, "Di suatu pagi hari Rasulullah ﷺ keluar dengari mengenakan kain mirt berwarna hitam yang terbuat dari bulu domba.
Kemudian datanglah Al-Hasan r.a., maka beliau membawanya masuk, lalu datang pula Al-Husain r.a. dan beliau membawanya masuk. Kemudian datanglah Fatimah r.a., maka beliau membawanya masuk. Lalu datanglah Ali r.a., maka beliau membawanya masuk pula. Setelah itu beliau membaca firman-Nya: Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. (Al-Ahzab: 33) Imam Muslim meriwayatkannya dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Muhammad ibnu Bisyr dengan sanad yang sama. Jalur lain.
-: ". Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Syuraih ibnu Yunus Abul Haris, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yazid, dari Al-Awwam (yakni Ibnu Hausyab r.a.), dari salah seorang anak pamannya yang telah menceritakan bahwa ia masuk bersama ayahnya menemui Siti Aisyah r.a., lalu bertanya tentang Ali r.a. kepadanya. Maka Siti Aisyah menjawab, "Engkau bertanya kepadaku tentang seorang lelaki yang paling disukai oleh Rasulullah ﷺ Istrinya adalah putri beliau dan paling dicintai olehnya?." Siti Aisyah r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa sesungguhnya ia pernah melihat Rasulullah ﷺ mengundang Ali, Fatimah, Al-Hasan, dan Al-Husain radiyallahu 'anhum, lalu beliau menutupi mereka dengan kainnya dan berdoa: Ya Allah, mereka adalah ahli baitku, maka lenyapkanlah dosa-dosa dari mereka dan bersihkanlah mereka sebersih-bersihnya.
Siti Aisyah r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia mendekati mereka dan berkata, "Wahai Rasulullah, aku pun termasuk ahli baitmu." Rasulullah ﷺ bersabda: Menjauhlah engkau, sesungguhnya engkau berada dalam kebaikan. Hadis lain. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Bakr ibnu Yahya ibnu Zaban Al-Anazi, telah menceritakan kepada kami Mindal, dari Al-A'masy, dari Atiyyah, dari Abu Sa'id r.a. yang telah menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Ayat ini diturunkan berkenaan dengan lima orang; diriku, Ali, Hasan, Husain, dan Fatimah, yaitu firman Allah ﷻ: "Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. (Al-Ahzab: 33) Dalam keterangan yang lalu telah disebutkan bahwa Fudail ibnu Marzuq meriwayatkannya dari Atiyyah, dari Abu Sa'id, dari Ummu Salamah r.a. Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkannya secara mauquf melalui hadis Harun ibnu Sa'd Al-Ajali, dari Atiyyah, dari Abu Sa'id r.a. Hanya Allahlah Yang Maha Mengetahui. Hadis lain.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Al-Hanafi, telah menceritakan kepada kami Bukair ibnu Mismar yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Amir ibnu Sa'd r.a. menceritakan bahwa Sa'd r.a. pernah mengatakan, "Ketika diturunkan kepada Rasulullah ﷺ suatu wahyu, maka beliau merangkul Ali, Fatimah r.a. dan kedua putranya, lalu memasukkan mereka ke balik baju jubahnya, kemudian berdoa: Ya Tuhanku, mereka inilah keluargaku dan ahli baitku. Hadis lain. ". Imam Muslim telah mengatakan di dalam kitab sahihnya, telah menceritakan kepadaku Zuhair ibnu Harb dan Syuja' ibnu Makhlad, dari Ibnu Ulayyah. Zuhair mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepadaku Abu Hayyan, telah menceritakan kepadaku Yazid ibnu Hibban yang menceritakan bahwa ia dan Husain ibnu.
Sirah serta Amr ibnu Salamah berangkat menuju ke rumah Zaid ibnu Arqam r.a. Setelah mereka duduk di majelisnya, Husain berkata membuka pembicaraan, "Hai Yazid, sesungguhnya engkau telah menjumpai banyak kebaikan, engkau telah melihat Rasulullah dan mendengar hadisnya, berperang bersamanya, dan salat di belakangnya. Sesungguhnya engkau, hai Zaid, telah menjumpai banyak kebaikan. Ceritakanlah kepada kami, hai Zaid, apa yang telah engkau dengar dari Rasulullah ﷺ Zaid ibnu Arqam menjawab, "Hai anak saudaraku, demi Allah, sesungguhnya usiaku telah lanjut dan masa itu telah berlalu cukup lama sehingga aku lupa akan sebagian dari yang pernah kudengar dari Rasulullah ﷺ Maka apa yang kuceritakan kepada kalian, terimalah apa adanya; dan yang tidak kuceritakan kepada kalian janganlah kalian memaksakan diriku untuk menceritakannya." Kemudian Zaid ibnu Arqam r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa pada suatu hari Rasulullah ﷺ berdiri di antara kami di suatu tempat yang ada mata airnya yang dikenal dengan nama Khum, terletak di antara Mekkah dan Madinah, lalu beliau berkhotbah.
Pada mulanya beliau memanjatkan puja dan puji kepada Allah ﷻ, lalu memberi nasihat dan peringatan, sesudah itu beliau bersabda: "Amma ba'du. Ingatlah, hai manusia, sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia yang sudah dekat masanya akan kedatangan utusan Tuhanku (maut), lalu aku memperkenankannya. Dan aku akan menitipkan kepada kalian dua tugas berat; yang pertama adalah Kitabullah, di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya, maka amalkanlah Kitabullah dan berpegang teguhlah kalian kepadanya.
Rasulullah ﷺ menekankan agar berpegang teguh kepada Kitabullah dan menganjurkan mereka untuk mengamalkannya, setelah itu beliau melanjutkan sabdanya: Dan ahli baitku, aku peringatkan kalian kepada Allah tentang ahli baitku, aku peringatkan kalian kepada Allah tentang ahli baitku. Sebanyak tiga kali. Maka Husain bertanya kepada Zaid ibnu Arqam, "Hai Zaid, siapakah yang termasuk ahli bait Nabi ﷺ itu? Bukankah istri-istri beliau termasuk ahli baitnya?" Zaid ibnu Arqam menjawab, "Istri-istri beliau termasuk ahli baitnya, tetapi yang dimaksud dengan ahli bait yang sesungguhnya ialah orang-orang yang tidak boleh menerima harta zakat sesudah beliau tiada." Husain bertanya, "Lalu siapakah mereka secara jelasnya?" Zaid ibnu Arqam menjawab, "Mereka adalah keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja'far, dan keluarga Al-Abbas radiyallahu 'anhum.
Husain kembali bertanya menegaskan, "Mereka semua adalah orang-orang yang haram menerima zakat sesudah Nabi ﷺ tiada?" Zaid ibnu Arqam menjawab, "Ya." Kemudian Imam Muslim meriwayatkannya dari Muhammad ibnu Ar-Rayyan, dari Hassan ibnu Ibrahim, dari Sa'id ibnu Masruq, dari Yazid ibnu Hibban, dari Zaid ibnu Arqam r.a. lalu disebutkan hal yang semisal dengan hadis di atas. Hanya dalam riwayat ini disebutkan bahwa Husain bertanya kepada Zaid ibnu Arqam, "Bukankah istri-istri beliau termasuk ahli baitnya?" Zaid ibnu Arqam menjawab: Tidak, demi Allah, sesungguhnya seorang wanita itu di suatu masa menjadi istri seseorang lelaki, kemudian lelaki itu menceraikannya dan ia kembali kepada ayahnya serta kaumnya.
Ahli baitnya ialah orang tuanya dan para asabahnya yang haram menerima zakat sesudah beliau ﷺ tiada. Demikianlah menurut riwayat ini, tetapi riwayat yang sebelumnya lebih utama untuk dijadikan sebagai pegangan. Sedangkan riwayat yang kedua ini (yakni yang terakhir) mengandung pengertian sebagai tafsir makna ahli bait yang disebutkan di dalam sebuah hadis lainnya yang menyatakan bahwa sesungguhnya yang dimaksud dengan keluarga beliau ﷺ adalah orang-orang yang tidak boleh menerima zakat. Atau makna yang dimaksud dengan ahli bait bukanlah terbatas hanya pada istri-istri beliau ﷺ saja, bahkan pengertiannya lebih umum daripada itu. Hipotesis ini juga merupakan pengertian gabungan antara riwayat ini dan riwayat-riwayat sebelumnya, sebagai suatu interpretasi yang paling dapat diandalkan untuk dijadikan rujukan.
Interpretasi ini pun menggabungkan antara pengertian riwayat ini dan nas Al-Qur'an serta hadis-hadis lainnya yang terdahulu, jika memang sanadnya sahih, mengingat pada sebagian sanad-sanadnya masih ada hal-hal yang perlu diteliti kembali. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Kemudian termasuk hal yang tidak diragukan lagi bagi orang yang merenungkannya ialah bahwa istri-istri Nabi ﷺ sudah jelas termasuk ke dalam makna yang terkandung di dalam firman-Nya: Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. (Al-Ahzab: 33) Karena sesungguhnya konteks pembicaraan ayat berkaitan dengan mereka, mengingat sesudahnya disebutkan oleh firman selanjutnya: Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah Nabimu). (Al-Ahzab: 34) Artinya, ketahuilah apa yang diturunkan oleh Allah ﷻ kepada Rasul-Nya di dalam rumah kalian berupa Al-Qur'an dan sunnah.
Demikianlah menurut Qatadah dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang. Ingatlah akan nikmat yang telah dikhususkan Allah bagi kalian di antara semua manusia. Yaitu bahwa wahyu ada yang diturunkan di rumah-rumah kalian, bukan rumah orang lain. Dan Siti Aisyah r.a. As-Siddiqah binti As-Siddiq r.a. adalah istri Nabi ﷺ yang paling utama mendapat nikmat ini, paling beruntung, serta paling khusus di antara istri-istri beliau yang lainnya dalam mendapatkan rahmat yang berlimpah ini. Karena sesungguhnya belum pernah diturunkan kepada Rasulullah ﷺ suatu wahyu pun di atas tempat tidur seorang istri selain dari tempat tidur Siti Aisyah r.a., sebagaimana yang pernah disebutkan oleh sabda Nabi ﷺ yang menceritakan hal tersebut. Sebagian ulama mengatakan bahwa Nabi ﷺ belum pernah kawin dengan seorang perawan selain dari Siti Aisyah r.a. dan belum pernah ada seorang lelaki yang tidur bersama Aisyah di tempat tidurnya selain hanya Rasulullah ﷺ Maka sesuailah bila ia secara khusus mendapatkan keistimewaan ini dan memborong sendirian kedudukan yang tinggi ini. Tetapi apabila istri-istri beliau ﷺ termasuk ahli baitnya, berarti keluarga beliau sendiri (yakni kerabat beliau) lebih berhak untuk mendapat julukan ahlul bait. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadis terdahulu yang menyebutkan: Dan ahli baitku (kerabatku) lebih berhak. Hal ini mirip dengan apa yang disebutkan di dalam kitab Sahih Muslim, bahwa ketika Rasulullah ﷺ ditanya mengenai masjid yang dibangun di atas landasan ketakwaan sejak awal pembangunannya, lalu beliau bersabda: Masjid itu adalah masjidku ini.
Pengertian hadis di atas sama dengan hadis ini, karena sesungguhnya ayat yang diturunkan berkenaan dengannya adalah menyangkut masjid Quba, sebagaimana yang disebutkan oleh banyak hadis lainnya. Tetapi jika masjid Quba tersebut didirikan atas landasan takwa sejak awal pembuatannya, maka masjid Rasulullah ﷺ di Madinah lebih berhak untuk mendapat julukan tersebut. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abul Walid, telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, dari Husain ibnu Abdur Rahman, dari Abu Jamilah yang telah mengatakan bahwa sesungguhnya Al-Hasan ibnu Ali r.a. diangkat menjadi khalifah di saat Khalifah Ali r.a. mati terbunuh.
Ketika Al-Hasan sedang salat, tiba-tiba ada seorang lelaki melompatinya dan menusuknya dengan pisau belati. Husain mengira bahwa ia pernah mendapat berita bahwa orang yang menusuk Al-Hasan itu adalah seorang lelaki dari kalangan Bani Asad. Saat kejadian itu Hasan r.a. sedang sujud dalam salatnya. Mereka mengira bahwa tusukan itu mengenai salah satu sisi pantatnya sehingga ia sakit karena luka itu selama beberapa bulan. Setelah sembuh Al-Hasan duduk di atas mimbarnya, lalu berkata: "Hai penduduk Irak, bertakwalah kalian kepada Allah terhadap kami, karena sesungguhnya kami adalah pemimpin kalian dan tamu kalian.
Kami adalah ahli bait yang disebutkan oleh Allah ﷻ di dalam firman-Nya: 'Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya' (Al-Ahzab: 33)." Abu Jamilah melanjutkan kisahnya, bahwa Al-Hasan terus menerus mengucapkan ayat tersebut sehingga tiada seorang pun yang hadir di masjid itu melainkan tersedu-sedu menangis. As-Saddi telah meriwayatkan dari Abud Dailam yang menceritakan bahwa Ali ibnul Husain pernah berkata kepada seorang lelaki penduduk negeri Syam, "Tidakkah engkau pernah membaca suatu ayat dalam surat Al-Ahzab, yaitu firman-Nya: 'Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.
' (Al-Ahzab: 33)." Lelaki itu menjawab, "Ya, pernah; dan kalianlah yang dimaksudkan oleh ayat ini." Ali ibnul Husain berkata, "Memang benar." Firman Allah ﷻ: Sesungguhnya Allah adalah Mahalembut lagi Maha Mengetahui. (Al-Ahzab: 34) Yakni berkat kelembutan-Nya kepada kalian, maka kalian dapat sampai pada kedudukan kalian sekarang ini. Dan berkat kemahatahuan-Nya tentang kalian yang berhak mendapatkannya, maka Dia memberikannya kepada kalian dan mengkhususkannya hanya buat kalian.
Ibnu Jarir rahimahullah mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa ingatlah kalian akan nikmat Allah yang telah dilimpahkanNya kepada kalian, yaitu Allah telah menjadikan ayat-ayat-Nya dan hikmah Nabi-Nya dibacakan di dalam rumah-rumah kalian. Maka bersyukurlah kepada Allah atas hal tersebut dan panjatkanlah puja dan puji kepada-Nya. Sesungguhnya Allah adalah Mahalembut lagi Maha Mengetahui. (Al-Ahzab: 34) Allah Mahalembut kepada kalian karena Dia telah menjadikan di dalam rumah-rumah kalian ayat-ayat Allah dan hikmah-Nya selalu dibacakan.
Dia Maha Mengetahui tentang kalian, karena itu dipilih-Nya kalian sebagai istri-istri Nabi ﷺ Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah Nabimu). (Al-Ahzab: 34) Allah menyebut-nyebut nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepada mereka, sebagai karunia dari-Nya. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Atiyyah Al-Aufi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Allah adalah Mahalembut lagi Maha Mengetahui. (Al-Ahzab: 34) Yaitu Mahalembut mengenai kesimpulan-kesimpulan yang terkandung di dalam ayat-ayat-Nya lagi Maha Mengetahui tentang tempat-tempatnya.
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa hal yang sama telah diriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Qatadah."
Wahai para istri Nabi, kamu adalah pendamping Nabi yang merupakan representasi Al-Qur'an dan Islam, maka sudah menjadi kewajiban kamu untuk menjaga citra tersebut. Wahai istri-istri Nabi, kedu-dukan dan keutamaan kamu tidak sama seperti perempuan-perempuan yang lain, jika kamu bertakwa. Kamu harus menjaga kehormatan kamu lebih dari usaha perempuan lain menjaga kehormatan mereka. Maka, janganlah kamu tunduk, yakni menggenitkan suara dalam berbicara sehingga bangkit nafsu orang yang ada penyakit dalam hatinya, yakni orang yang mempunyai niat berbuat serong; dan ucapkanlah perkataan yang baik dengan cara yang wajar. 33. Dan hendaklah kamu, wahai istri-istri Nabi, tetap di rumahmu dan tidak keluar kecuali untuk keperluan yang dibenarkan oleh agama, dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliah dahulu, di antaranya menggunakan gelang kaki dan menghen'takkannya saat berjalan serta menampakkan bagian tubuh yang seharusnya ditutupi. Dan laksanakanlah salat secara sempurna, baik salat wajib maupun sunah; tunaikanlah zakat, dan taatilah Allah dan Rasul-Nya dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangan. Sesungguhnya Allah, dengan menurunkan perintah dan larangan itu, bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlulbait, yaitu keluarga Rasulullah, dan membersih'kan kamu sebersih-bersihnya.
Pada ayat ini, Allah memperingatkan kepada istri-istri Nabi. ﷺ bahwa mereka dengan julukan "Ummahatul Mu'minin" sama sekali tidak dapat dipersamakan dengan perempuan mukminat yang mana pun dalam segi keutamaan dan penghormatan, jika mereka betul-betul bertakwa. Tidak ada seorang perempuan pun yang dapat menyerupai kedudukan apalagi melebihi keutamaan mereka karena suami mereka adalah "Sayyidul Anbiya' wal Mursalin". Oleh karena itu, jika mengadakan pembicaraan dengan orang lain, maka mereka dilarang merendahkan suara yang dapat menimbulkan perasaan kurang baik terhadap kesucian dan kehormatan mereka, terutama jika yang dihadapi itu orang-orang fasik atau munafik yang itikad baiknya diragukan. Istri-istri Nabi. ﷺ itu, setelah beliau wafat tidak boleh dinikahi oleh siapa pun, sesuai dengan firman Allah:
Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak boleh (pula) menikahi istri-istrinya selama-lamanya setelah (Nabi wafat). Sungguh, yang demikian itu sangat besar (dosanya) di sisi Allah. (al-Ahzab/33: 53)
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
TUNTUNAN KEPADA ISTRI-ISTRI NABI ﷺ
Ayat 30
“Wahai istri-istri Nabi! Barangsiapa di antara kamu yang berbuat kekejian yang nyata, niscaya akan dilipatgandakan baginya adzab dua kali lipat."
Akibat dari kedudukan yang tinggi ialah tanggung jawab yang berat. Seorang budak perempuan boleh hanya berbaju hingga tertutup di antara pusat dengan lutut, tetapi seorang perempuan merdeka, yang boleh terbuka hanya muka dan kedua telapak tangan. Hukuman seorang budak hamba sahaya jika dia dihukum dera, hanya separuh dari hukum yang harus diterima oleh orang yang merdeka.
Istri-istri Nabi adalah orang-orang yang lebih dihormati, mereka dianggap sebagai ibu dari orang-orang beriman. Al-Qur'an diturunkan di rumah mereka. Sebab itu mereka wajib menjaga gengsi. Meskipun agama Islam tidak melarang memakai perhiasan, namun mereka tidaklah boleh menyerupai tingkah laku orang kebanyakan. Jika mereka berbuat suatu perbuatan yang tidak patut, yang menyalah di pandangan mata orang banyak, maka dosanya akan menjadi dua kali lipat dari dosa perempuan kebanyakan. Sebab dari mereka perempuan-perempuan Islam hendaklah mengambil teladan yang baik.
“Dan yang demikian itu bagi Allah adalah mudah."
Artinya, bahwa Allah tidaklah akan segan-segan mengambil tindakan mentang-mentang mereka istri Nabi, jika mereka berbuat salah. Tidaklah sukar bagi Allah akan menjatuhkan hukum.
Maka sangat salahlah ajaran yang disebarkan oleh setengah mereka itu yang mengatakan bahwa cucu-cucu keturunan Rasulullah ﷺ, kalau berbuat dosa tidaklah akan mendapat siksa Allah ﷻ Ibnu Arabi sendiri di dalam al-Futuhatul Makkiyah mengatakan, bahwa keturunan-keturunan Rasulullah ﷺ itu bebas dari dosa, dan apa pun yang mereka lakukan terhadap diri kita hendaklah sabar saja menerimanya. Dengan sebab demikian, timbullah dalam Islam suatu feodal yang sangat buruk karena didasarkan kepada agama, dan terpengaruhlah orang-orang jahil merundukkan dirinya kepada orang-orang yang kadang-kadang modalnya hanya semata-mata karena dia keturunan Ali dan Fatimah itu saja, padahal hidupnya sudah jauh dari agama neneknya.
Ayat 31
“Dan barangsiapa di antara kamu yang tunduk taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dan beramal yang saleh, niscaya akan Kami berikan kepadanya pahala dua kali lipat."
Ini adalah timbalan dari ancaman yang di atas tadi. Berbuat yang keji dapat siksa dua kali lipat, dan jika taat kepada Allah dan Rasul, disertai amal yang saleh, mendapat pahala dua kali lipat pula, lebih dari pahala yang akan diterima oleh perempuan-perempuan biasa. Karena mereka telah sanggup menjaga kehormatan diri dan kedudukan sebagai istri Rasul, akan jadi teladan bagi perempuan yang banyak, bahkan sampai hari Kiamat,
“Dan Kami sediakan untuknya neieki yang mulia."
Rezeki yang mulia itu menurut tafsir yang umum ialah surga. Tetapi dalam perjalanan hidup istri-istri Nabi setelah Nabi wafat, kelihatan sekali bahwa hidup mereka tidak ada yang terlantar. Mereka tetap dipanggilkan “Ummul Mu'minin", ibu dari orang-orang yang beriman. Khalifah-khalifah yang datang sesudah Rasulullah ﷺ, sejak dari Abu Bakar, Umar, Utsman sampai ke Ali menghormati tinggi beliau-beliau dan mendapat perbelanjaan yang patut tiap-tiap bulan atau dibagikan pada waktu-waktu tertentu, sehingga tidak ada yang terlantar. Padahal umumnya mereka meninggal lama sesudah Rasulullah wafat.
Sudah meninggal tahun 54 sesudah hijrah, yaitu 44 tahun sesudah Rasulullah wafat dalam keadaan sudah tua, padahal usianya lebih tua dari Nabi.
Aisyah wafat tahun 58, artinya 48 tahun sesudah Nabi wafat.
Hafshah wafat tahun 60, yaitu di zaman Khalifah Muawiyah.
Ummi Salamah meninggal tahun 59, dan kata setengah riwayat tahun 60 dalam usia 84 tahun.
Ummi Habibah, yaitu Ramlah binti Abu Sufyan meninggal tahun 44 Hijriyah.
Zainab binti Jahasy meninggal tahun 20 dalam usia 35 tahun. Zainab binti Khuzaimah sajalah yang meninggal lebih dahulu dari Nabi, yaitu 39 bulan sesudah Nabi hijrah ke Madinah sesudah dikawini Nabi 31 bulan sesudah hijrah. Dia bergaul dengan Nabi hanya 8 bulan.
Juwairiah binti al-Harits dari Bani Mushthaliq meninggal tahun 56 dalam usia 65 tahun.
Shafiah binti Huyai, satu-satunya dari keturunan Bani Israil, Bani Quraizhah, me-ninggal tahun 50. Ada juga yang mengatakan tahun 52.
Yang mengharukan ialah meninggalnya Maimunah pada tahun 61 (kata setengah ahli sejarah tahun 63). Dia meninggal, menurut keterangan al-Qurthubi dalam tafsirnya ialah di Saraf, (di antara Mekah dan Wadi Fatimah), yang di tempat itu pula dia mulai menyerahkan diri kepada beliau setelah beliau nikahi di Mekah sesudah Umratul Qadha tahun ketujuh Hijriyah.
Ayat 32
“Wahai istri-istri Nabi! Tidaklah kamu seperti seorang pun dari perempuan-perempuan itu, jika kamu bertakwa."
Di ayat yang sebelumnya tadi sudah dinyatakan keistimewaan istri-istri Rasulullah itu. Jika mereka berbuat dosa dan kekejian, adzab yang akan mereka terima dua kali lipat. Dan jika mereka taat dan tunduk kepada Allah dan Rasul, mereka pun mendapat lipat dua pahala. Niscaya jika mereka bertakwa kepada Allah SWT, pahala dan kedudukan yang akan mereka terima tidak juga akan disamakan dengan perempuan-perempuan biasa, bahkan dilebihkan. Sebab itu hendaklah mereka lebih hati-hati menjaga diri, karena mereka akan tetap jadi suri teladan dari orang banyak, “Maka janganlah kamu berlemah gemulai dengan perkataan." Artinya, bahwa jika seorang istri Rasulullah bercakap-cakap, hendaklah percakapan itu yang tegas dan sopan, jangan genit! Jangan membuat perangai yang kurang pantas sebagai istri Rasulullah. Karena dalam cara mengucapkan kata-kata memang ada juga perempuan yang berperangai lemah gemulai, dengan kerdip mata, dengan laguan kata, dengan lenggang-lenggok. Maka istri Nabi tidaklah boleh berlaku demikian, “Niscaya akan birahilah orang yang dalam hatinya ada penyakit."
Orang yang dalam hatinya ada penyakit itu ialah orang yang syahwat dan nafsu birahinya lekas tersinggung karena melihat tingkah laku perempuan, yang kadang-kadang dalam cara mengucapkan kata-kata, seakan-akan minta agar dirinya dipegang. Orang Inggris menyebutnya sex appeal, yaitu menimbulkan syahwat.
“Tetapi ucapkanlah kata-kata yang pantas."
Di sini tampak, bahwa kata-kata yang diucapkan dengan pantas bisa terjadi kalau pe-rempuannya mau. Dan kata-kata yang maksud dan maknanya sama, tetapi menimbulkan syahwat orang yang mendengar pun ada pula. Ada orang perempuan, bila dia bercakap tim-bullah rasa hormat dari orang laki-laki yang diajaknya bercakap. Dan ada pula perempuan mengucapkan kata-kata yang disertai sikapnya, menimbulkan tanggapan dari laki-laki yang mendengar, bahwa perempuan itu genit, gampang diajak, asal kena rayunya.
Tiap-tiap laki-laki mempunyai rasa birahi kepada perempuan. Tetapi ada orang sopan yang dapat menahan hatinya karena dikontrol oleh imannya dan ada pula yang lemah kontrol batinnya; itulah orang yang berpenyakit. Penyakit tekanan nafsu seks. Maka orang-orang berpenyakit ini janganlah sampai terganggu penyakitnya oleh sikap berkata-kata atau berucap ddri perempuan terhormat. Di sini terutama istri-istri Nabi yang berkedudukan sebagai ibu-ibu dari orang-orang yang beriman.
Ayat 33
“Dan menetaplah kamu di dalam rumah kamu."
Artinya, hendaklah istri-istri Nabi memandang bahwa rumahnya, yaitu rumah suaminya, itulah tempat tinggalnya yang tenteram dan aman. Di sanalah terdapat mawaddatan dan rahmatan, yaitu cinta dan kasih sayang. Menjadi ibu rumah tangga yang terhormat. “Dan janganlah kamu berhias secara berhias orang jahiliyyah masa dahulu."
Karena orang perempuan jahiliyyah masa dahulu kalau mereka berhias, ialah supaya tampak lebih cantik, lebih tertonjol, berhias agar lebih menarik mata orang. Berhias supaya kelihatan lebih montok. Berhias supaya mata laki-laki silau melihat. Berhias laksana me-manggil-manggil minta dipegang. Maka kalau ajaran Nabi telah diterima, iman telah ber-sarang dalam dada berhiaslah tetapi berhias secara Islam, berhias yang sopan, berhias yang tidak menyolok mata.
Inilah pedoman pokok yang diberikan Allah dan Rasul terhadap istri Nabi seluruhnya dan setiap perempuan yang beriman. Meskipun pangkal ayat dikhususkan kepada istri Nabi, bukanlah berarti bahwa perintah dan peringatan ini hanya khusus kepada istri Nabi saja. Bukanlah berarti, bahwa seorang perempuan Islam yang bukan istri Nabi boleh berhias secara jahiliyyah, agar mata orang terpesona melihat, perempuan berpakaian namun dia sama dengan bertelanjang. Sebab maksudnya berhias bukan untuk suaminya, melainkan buat menarik mata laki-laki lain, biar tergila-gila.
Tidaklah diterangkan dalam ayat ini apa mode pakaian. Atau bentuk pakaian perempuan bangsa apa yang harus dipakai, bangsa Arabkah atau Persia? Ini adalah pedoman untuk dipakai di tiap-tiap masa dan di tiap-tiap tempat yang terdapat masyarakat Islam. Tidak dibicarakan apakah pakaian perempuan mesti menurut model Arab di zaman Nabi, atau rok model Eropa atau baju kurung secara Minang, kebaya secara Melayu, atau kebaya secara Jawa. Yang jadi pokok ialah “jangan berhias secara jahiliyyah", melainkan berhiaslah menurut garis kesopanan Islam. Maka tidaklah heran jika pada sambungan ayat disebut, “Dan dirikanlah olehmu shalat dan berikanlah zakat dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya." Sebab shalat, zakat, dan ketaatan melaksanakan setiap perintah Allah dan Rasul dan menghentikan yang dilarang, akan sangat besar pengaruhnya kepada pakaian dan cara berhias.
Lalu sambungan ayat menjelaskan apa sebab maka sampai soal pakaian ini pun diper-ingatkan oleh Allah ﷻ Yaitu,
“Tiada lain yang dikehendaki Allah hanyalah hendak menghilangkan kekotoran dari kamu, hai Ahlul Bait, dan hendak membersihkan kamu sebenar-benar bersih."
Sebab ibadah kepada Allah ﷻ sejak dari shalat sampai kepada zakat dan puasanya yang timbul karena kesadaran taat kepada Allah dan Rasul, pasti berbekas kepada sikap hidup sehari-hari, termasuk kepada cara berpakaian. Maka ditujukanlah oleh Allah ﷻ kepada seluruh istri dan keluarga Rasulullah ﷺ, disebut mereka dalam ayat ini dan di-panggilkan dengan sebutan Ahlul Bait, atau ahli rumah. Rumah yang dimaksud dalam ayat ini ialah rumah Nabi, keluarga Nabi, orang-orang yang siang malam berdekat dengan Nabi. Hendaknya pada diri merekalah lebih dahulu orang melihat teladan yang baik dalam kebersihan hidup. Jangan kotor tidak ber-ketentuan, campur aduk halal dan haram. “Bersih sebenar-benar bersih" ialah terutama berpangkal dari bersih hati sanubari dari mempersekutukan sesuatu dengan Allah ﷻ Bersih dari rasa sombong terhadap sesama manusia. Bersih dari loba dan tamak karena diperbudak oleh harta benda dunia, sehingga timbul hasad dan dengki kepada orang lain kalau merasa mendapat sedikit. Bersih dari memperkatakan cacat dan kekurangan orang lain, sehingga pernah Rasulullah ﷺ me-ngatakan seketika seorang di antara istri beliau mencela sambil bermain-main terhadap saudara mereka, Shafiah binti Huyai, mengatakan bahwa dia pendek, bahwa kata-kata demi-kian jika dilemparkan ke laut, air laut akan busuk dibuatnya.
Ayat 34
“Dan ingatlah apa yang dibacakan di dalam rumah-rumah kamu dari ayat-ayat Allah."
Artinya, bahwa selain dari ayat-ayat itu banyak juga turun kepada Nabi sedang beliau di dalam rumah istri-istrinya itu, beliau pun selalu membacanya di rumah atau bilik petak rumah mereka bila beliau giliran dengan masing-masing mereka. Karena tidaklah pernah Rasulullah ﷺ sunyi dari membaca Al-Qur'an, baik di dalam shalat atau di luarnya, baik sedang istirahat dalam kota, ataupun dalam perjalanan pergi berperang. Maka disuruhlah istri-istri Nabi mengingat bahwa Al-Qur'an itu selalu dibaca di rumah mereka."Dan hikmah, “ yaitu ucapan hikmah dari Rasulullah ﷺ sendiri, fatwa beliau, nasihat beliau, tamsil ibarat dan perumpamaan beliau, janganlah semuanya dibiarkan hilang.
“Sesungguhnya Allah adalah Lembut lagi Mengetahui."
Artinya, dengan memperingatkan bahwa di dalam rumah mereka Al-Qur'an selalu dibaca, dan di dalam rumah tutur hikmah Nabi selalu didengar dari mulut beliau sendiri dan semuanya itu tidak didapat pada rumah orang lain, maka dengan lemah lembut Allah ﷻ telah memberikan peringatan kepada perempuan-perempuan yang muliawan itu, ibu-ibu dari orang-orang yang beriman bagaimana penting kedudukan mereka. Dan Alhamdulillah, mereka genggam teguh peringatan lemah lembut dari Allah ﷻ itu selama hayat mereka sampai nyawa mereka bercerai dengan badan. Apatah lagi Nabi pun menjanjikan, bahwa mereka itu akan tetap menjadi istri beliau di akhirat kelak. Sehingga Siti Saudah, istri yang paling tertua sesudah Khadijah meninggal, dengan segala rela hati memberikan hari gilirannya kepada Aisyah, asal tetap jadi istri Rasulullah dan jangan dia diceraikan. Karena dia ingin bertemu juga sebagai suami istri dengan Rasulullah ﷺ di akhirat kelak.
Maka segala pesan Allah ﷻ untuk disampaikan oleh Rasulullah ﷺ kepada istri-istrinya ini menjadilah tuntunan bagi tiap-tiap perempuan yang beriman yang bukan istri Rasul; berpakaianlah yang sopan, jangan berhias secara jahiliyyah, janganlah shalat dilalaikan dan benzakatlah kalau ada yang akan dizakatkan dan selalulah taat kepada Allah dan Rasul. Karena tidak lain maksud Allah ﷻ ialah agar terbentuk rumah tangga Islam, rumah tangga yang aman damai, dipatrikan oleh ketaatan, bersih dari perangai yang tercela atau penyakit-penyakit buruk dalam hati. Dan penuhlah hendaknya suatu rumah tangga Islam dengan suasana Al-Qur'an.
Kita pun insaf betapa hebatnya perjuangan di zaman jahiliyyah modern ini hendak menegakkan kebenaran Ilahi. Namun yang keji tetaplah keji walaupun banyak orang yang hanyut dibawa arusnya.
***
Ayat 35
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang Muslim."
Muslim adalah isim fail dari Aslama, Yuslimu, Islaaman; yang dapat diartikan ke dalam bahasa Indonesia dengan menyerahkan diri, atau mengakui dengan sesungguh hati akan adanya Allah ﷻ Yang dapat ditegaskan lagi, bahwa kalau tidak Islam, tidaklah agama. Kalau tidak menyerahkan diri dengan sungguh-sungguh kepada Allah SWT, belumlah berarti agama. Dan Allah itu hanya satu, tidak bersekutu dengan lain, walau manusia atau malaikat ataupun benda apa saja dengan Allah Yang Satu itu. Dalam hal ini samalah kedudukan laki-laki dengan perempuan, tidak ada yang kurang dan tidak ada yang lebih.
“Dan laki-laki dan perempuan yang Mukmin." Mukmin adalah isim fail pula dari aamana, yu'minu, iimaanan yang berarti percaya. Iman adalah kelanjutan dan Islam. Setelah mengakui sungguh-sungguh bahwa, Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa. Perbedaan di antara Islam dengan iman, bahwa Islam barulah semata-mata pengakuan, sedang iman sudah termasuk pelaksanaan.
“Dan laki-laki dan perempuan yang tunduk." Tunduk kita jadikan arti dari kalimat Qaanit-, yaitu orang yang tunduk sikapnya kepada Allah dan Rasul,tidak membantah dan tidak mencari dalih hendak melepaskan diri dari perintah. Bahkan dilaksanakannya dengan baik.
“Dan laki-laki dan perempuan yang jujur." jujur kita jadikan arti dari Shadiqiin dan Shadiqaat, yang kadang-kadang diartikan juga benar. Tidak berbohong dan bersikap apa adanya. Mengakui bersalah kalau salah. Mempertahankan suatu pendirian yang dianggap benar, walaupun berbagai ragam hal yang akan diderita.
“Dan laki-laki dan perempuan yang sabar." Sabar adalah syarat mutlak bagi kesuburan iman. Karena kenaikan iman tidak akan tercapai kalau tidak tahan melalui cobaan.
“Dan laki-laki dan perempuan yang khusyu." Khusyu artinya ialah tekun, tuma'ninah, tenang dan rendah hati, merendahkan diri semata-mata kepada Allah ﷻ Yang menyebabkan seseorang jadi khusyu ialah karena insafnya bahwa kekuasaan Allah tidak akan dapat ditantangnya. Seketika Malaikat jibril menanyakan kepada Nabi Muhammad ﷺ apakah yang dikatakan al-Ihsan (berbuat baik?). Nabi telah memberikan jawaban,
“Dan laki-laki dan perempuan yang bersedekah." Hendaklah kita insaf bahwa kata-kata shidiq yang berarti jujur atau benar, adalah satu rumpunnya dengan sedekah, yang berarti memberikan harta benda sendiri untuk membantu orang lain, baik sedekah wajib yang dinamai zakat harta dan zakat fitrah atau sedekah tathawwu', yaitu memberikan bantuan kepada orang lain yang berupa benda. Kata ini pun satu rumpun dengan shidaaq, yaitu mas kawin atau mahar yang dibayarkan oleh seorang laki-laki kepada perempuan yang dirikahinya. Maksud ketiganya ini sama, yaitu kejujuran. Maka seorang yang bakhil tidak mau bersedekah adalah seorang yang tidak jujur, atau seorang pembohong yang berpura-pura tidak mempunyai harta yang akan disedekahkan, padahal ada. Cuma dia enggan menge-luarkan. Demikian juga shidaaq, sebagai mahar seorang laki-laki kepada perempuan yang dirikahinya. Di Sumatera Timur uang mahar atau mas kawin itu dinamai juga uang jujur. Maka seorang laki-laki dan seorang perempuan yang suka bersedekah, adalah orang yang jujur, yang jiwanya tidak terikat oleh hartanya yang menyebabkan dia bakhil.
“Dan laki-laki dan perempuan yang berpuasa." Dengan puasa pun kita membangkitkan tenaga keinsafan kita sebagai manusia, yang sanggup menahan syahwat dan hawa nafsu dan membatasi diri. Yang demikian itu menanamkan semangat berdisiplin dalam jiwa kita.
“Dan laki-laki dan perempuan yang memelihara farajnya." Yang dimaksud dengan faraj ialah alat kelamin, kepunyaan laki-laki dan kepunyaan perempuan. Alat kelamin di-adakan oleh Allah ﷻ ialah untuk memelihara jenis manusia di muka bumi ini. Dari perhubungan manusia laki-laki dan perem puan, manusia dapat berkembang di muka bumi. Tetapi ditakdirkan pula oleh Allah, bahwa syahwat faraj itu didorong oleh nafsu setubuh yang amat merangsang dan sangat enak, sampai ada orang menyebutnya “buah dunia sejati." Tidak ada kepuasan hidup yang melebihi dari keenakan bersetubuh. Sehingga karena enaknya kerap kali orang lupa apa maksudnya dan apa hikmahnya, lalu diadakannya saja hubungan persetubuhan laki-laki dan perempuan di luar aturan, sehingga ber-kacaulah keturunan.
“Dan laki-laki yang ingat kepada Allah sebanyak-banyaknya dan perempuan." Karena ingat kepada Allah ﷻ itulah alat yang paling kukuh untuk mengendalikan diri kita jangan sampai berbuat perbuatan yang salah, tidak melaksanakan perintah dan tidak menghentikan larangan.
Maka buat semua laki-laki dan perempuan dengan sifat-sifat dan amalan yang tersebut itu,
“Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besan."