Ayat
Terjemahan Per Kata
أَلَمۡ
apakah tidak
تَرَ
kamu memperhatikan
إِلَى
kepada
ٱلَّذِي
orang yang
حَآجَّ
mendebat
إِبۡرَٰهِـۧمَ
Ibrahim
فِي
dalam/tentang
رَبِّهِۦٓ
Tuhannya
أَنۡ
karena
ءَاتَىٰهُ
telah memberikan kepadanya
ٱللَّهُ
Allah
ٱلۡمُلۡكَ
kerajaan/pemerintahan
إِذۡ
ketika
قَالَ
berkata
إِبۡرَٰهِـۧمُ
Ibrahim
رَبِّيَ
Tuhanku
ٱلَّذِي
yang
يُحۡيِۦ
Dia menghidupkan
وَيُمِيتُ
dan Dia mematikan
قَالَ
berkata
أَنَا۠
saya
أُحۡيِۦ
saya menghidupkan
وَأُمِيتُۖ
dan saya mematikan
قَالَ
berkata
إِبۡرَٰهِـۧمُ
Ibrahim
فَإِنَّ
maka sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
يَأۡتِي
mendatangkan/menerbitkan
بِٱلشَّمۡسِ
dengan matahari
مِنَ
dari
ٱلۡمَشۡرِقِ
timur
فَأۡتِ
maka datang
بِهَا
dengannya
مِنَ
dari
ٱلۡمَغۡرِبِ
barat
فَبُهِتَ
maka kehilangan akal
ٱلَّذِي
orang yang
كَفَرَۗ
kafir
وَٱللَّهُ
dan Allah
لَا
tidak
يَهۡدِي
Dia memberi petunjuk
ٱلۡقَوۡمَ
kaum
ٱلظَّـٰلِمِينَ
orang-orang yang dzalim
أَلَمۡ
apakah tidak
تَرَ
kamu memperhatikan
إِلَى
kepada
ٱلَّذِي
orang yang
حَآجَّ
mendebat
إِبۡرَٰهِـۧمَ
Ibrahim
فِي
dalam/tentang
رَبِّهِۦٓ
Tuhannya
أَنۡ
karena
ءَاتَىٰهُ
telah memberikan kepadanya
ٱللَّهُ
Allah
ٱلۡمُلۡكَ
kerajaan/pemerintahan
إِذۡ
ketika
قَالَ
berkata
إِبۡرَٰهِـۧمُ
Ibrahim
رَبِّيَ
Tuhanku
ٱلَّذِي
yang
يُحۡيِۦ
Dia menghidupkan
وَيُمِيتُ
dan Dia mematikan
قَالَ
berkata
أَنَا۠
saya
أُحۡيِۦ
saya menghidupkan
وَأُمِيتُۖ
dan saya mematikan
قَالَ
berkata
إِبۡرَٰهِـۧمُ
Ibrahim
فَإِنَّ
maka sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
يَأۡتِي
mendatangkan/menerbitkan
بِٱلشَّمۡسِ
dengan matahari
مِنَ
dari
ٱلۡمَشۡرِقِ
timur
فَأۡتِ
maka datang
بِهَا
dengannya
مِنَ
dari
ٱلۡمَغۡرِبِ
barat
فَبُهِتَ
maka kehilangan akal
ٱلَّذِي
orang yang
كَفَرَۗ
kafir
وَٱللَّهُ
dan Allah
لَا
tidak
يَهۡدِي
Dia memberi petunjuk
ٱلۡقَوۡمَ
kaum
ٱلظَّـٰلِمِينَ
orang-orang yang dzalim
Terjemahan
Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim mengenai Tuhannya karena Allah telah menganugerahkan kepadanya (orang itu) kerajaan (kekuasaan), (yakni) ketika Ibrahim berkata, “Tuhankulah yang menghidupkan dan mematikan.” (Orang itu) berkata, “Aku (pun) dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata, “Kalau begitu, sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur. Maka, terbitkanlah ia dari barat.” Akhirnya, bingunglah orang yang kufur itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.
Tafsir
(Tidakkah kamu perhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya) (mentang-mentang ia diberi Allah kerajaan) maksudnya raja Namruz yang karena telah berkuasa hendak menyangkal karunia Allah kepadanya, (ketika) menjadi badal dari 'haajja' (Ibrahim berkata) ketika Namruz menanyakan padanya, "Siapakah Tuhanmu yang kamu seru kami kepada-Nya itu?" ("Tuhanku ialah yang menghidupkan dan mematikan"), maksudnya menciptakan kehidupan dan kematian di dalam tubuh. (Katanya) Kata Namruz, ("Sayalah yang menghidupkan dan yang mematikan), yakni dengan membunuh dan memaafkan, lalu dipanggillah dua orang laki-laki, yang seorang dibunuh dan yang seorang lagi dibiarkan hidup. Maka tatkala dilihatnya raja itu seorang yang tolol, (Ibrahim berkata) sambil meningkat kepada alasan yang lebih jelas lagi, ("Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah) olehmu (dari barat. Karena itu, bingung dan terdiamlah orang kafir itu) tidak dapat memberikan jawaban atau dalih lagi (dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang aniaya) karena kekafirannya, yakni petunjuk ke jalan hidayah.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 258
Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu kekuasaan. Ketika Ibrahim mengatakan, "Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan," orang itu berkata, "Saya dapat menghidupkan dan mematikan." Ibrahim berkata, "Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka kamu terbitkanlah ia dari barat." Lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.
Ayat 258
Orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya dalam ayat ini adalah Raja Babil (yaitu Namrud ibnu Kan'an ibnu Kausy ibnu Sam ibnu Nuh), dan menurut pendapat yang lain dikatakan Namrud ibnu Falik ibnu Abir ibnu Syalikh ibnu Arfakhsyad ibnu Sam ibnu Nuh. Pendapat yang pertama dikatakan oleh Mujahid dan lain-lainnya. Mujahid mengatakan bahwa raja yang menguasai belahan timur dan barat dunia ada empat orang; dua orang di antaranya mukmin, sedangkan dua orang lainnya kafir. Raja yang mukmin ialah Sulaiman ibnu Daud dan Zulkarnain, sedangkan raja yang kafir ialah Namrud dan Bukhtanasar.
Makna firman-Nya: “Apakah kamu tidak memperhatikan.” (Al-Baqarah: 258) Yakni apakah kamu tidak memperhatikan dengan mata hatimu, wahai Muhammad, orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya. (Al-Baqarah: 258) Yaitu tentang keberadaan Tuhannya.
Demikian itu karena raja tersebut ingkar terhadap keberadaan Tuhan selain dirinya sendiri, seperti halnya yang dikatakan oleh Raja Fir'aun yang hidup sesudahnya kepada para pembantu terdekatnya, yang disebutkan oleh firman-Nya: “Aku tidak mengetahui Tuhan bagi kalian selain aku.” (Al-Qashash: 38) Dan tidak ada yang mendorongnya (raja itu) berbuat keterlaluan dan kekufuran yang berat serta keingkaran yang keras ini kecuali karena kesombongannya dan lamanya masa memegang kekuasaan.
Menurut suatu pendapat, Raja Namrud memegang kekuasaan selama empat ratus tahun. Karena itulah dalam ayat ini disebutkan: “Karena Allah telah memberikan kekuasaan kepada orang itu.” (Al-Baqarah: 258) Pada mulanya raja itu meminta kepada Ibrahim agar mengemukakan bukti yang menunjukkan keberadaan Tuhan yang diserukan olehnya. Maka Ibrahim menjawabnya seperti yang disitir oleh firman-Nya: ”Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan Yang mematikan.” (Al-Baqarah: 258) Dengan kata lain, sesungguhnya bukti yang menunjukkan keberadaan Tuhan ialah adanya semua yang wujud di alam ini, padahal sebelumnya tentu tidak ada, lalu menjadi tidak ada lagi sesudah adanya.
Hal tersebut menunjukkan adanya Pencipta yang berbuat atas kehendak-Nya sendiri dengan pasti. Mengingat segala sesuatu yang kita saksikan ini tidak ada dengan sendirinya, maka pasti ada pelaku yang menciptakannya. Dia adalah Tuhan yang aku serukan kepada kalian agar menyembah-Nya semata dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Setelah itu orang yang mendebat Ibrahim yaitu Raja Namrud mengatakan, yang perkataannya disitir oleh firman-Nya: “Saya dapat menghidupkan dan mematikan.” (Al-Baqarah: 258)
Qatadah, Muhammad ibnu Ishaq, As-Suddi serta lain-lainnya yang tidak hanya seorang mengatakan bahwa untuk membuktikan ucapannya itu raja tersebut mendatangkan dua orang lelaki yang keduanya dikenai sanksi hukuman mati. Lalu si Raja Namrud membunuh salah seorangnya dan mengampunkan yang lainnya hingga selamat, tidak dikenai hukuman mati. Demikianlah makna menghidupkan dan mematikan menurutnya. Akan tetapi, pada kenyataannya bukanlah demikian jawaban yang dikehendaki oleh Ibrahim a.s. dan tidak pula sealur dengannya, mengingat hal tersebut tidak menghalangi adanya Pencipta. Sesungguhnya raja itu mengakui kedudukan tersebut hanyalah semata-mata sebagai ungkapan keingkaran dan kesombongannya, serta mengkamuflasekan jawabannya seakan-akan dialah yang melakukan hal tersebut, seakan-akan dialah yang menghidupkan dan yang mematikan. Sikapnya itu diikuti oleh Raja Fir'aun dalam ucapannya yang disitir oleh firman-Nya: “Aku tidak mengetahui Tuhan bagi kalian selain aku.” (Al-Qashash: 38)
Karena itulah Nabi Ibrahim menjawabnya dengan jawaban berikut ketika raja tersebut mengakui dirinya menduduki kedudukan tersebut dengan penuh kesombongan, yaitu: “Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka kamu terbitkanlah ia dari barat.” (Al-Baqarah: 258) Dengan kata lain, apabila kamu mengakui dirimu seperti apa yang kamu katakan itu, yaitu bahwa dirimu dapat menghidupkan dan mematikan, maka Tuhan yang menghidupkan dan yang mematikan adalah Yang dapat mengatur semua alam wujud, yakni semua makhluk dan dapat menundukkan semua bintang serta peredarannya. Bahwa matahari yang tampak setiap harinya ini terbit dari arah timur, maka jika kamu memang tuhan seperti yang kamu klaim, kamu terbitkanlah dia dari arah barat! Setelah raja itu menyadari kelemahan dan ketidakmampuannya, karena ia tidak dapat menyombongkan dirinya lagi kali ini, maka ia terdiam, tidak dapat menjawab sepatah kata pun. Hujah (argumen) Nabi Ibrahim mematahkan argumennya.
Allah ﷻ berfirman: “Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (Al-Baqarah: 258)
Artinya, Allah tidak memberi ilham hujah dan bukti kepada mereka, bahkan hujah mereka terputus di hadapan Tuhan mereka, dan bagi mereka murka Allah serta azab yang keras. Analisis makna ayat seperti di atas lebih baik daripada apa yang disebutkan oleh kebanyakan ahli mantiq yang menyatakan bahwa peralihan jawaban yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim dari dalil yang pertama kepada dalil yang kedua merupakan perpindahan dari suatu dalil kepada dalil yang lebih jelas daripada yang pertama. Di antara mereka ada yang menganggapnya mutlak dalam jawabannya, tetapi kenyataannya tidaklah seperti yang dikatakan oleh mereka. Bahkan dalil yang pertama merupakan pendahuluan dari dalil yang kedua serta membatalkan alasan yang diajukan oleh Raja Namrud, baik pada dalil yang pertama maupun dalil yang kedua.
As-Suddi menyebutkan bahwa perdebatan antara Nabi Ibrahim dan Raja Namrud ini terjadi setelah Nabi Ibrahim selamat dari api. Nabi Ibrahim belum pernah bertemu dengan Namrud kecuali hanya pada hari tersebut, lalu terjadilah perdebatan di antara keduanya.
Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ma'mar, dari Zaid ibnu Aslam, bahwa Raja Namrud menyimpan makanan pokok dan orang-orang datang kepadanya untuk makanan itu. Lalu Namrud mengirimkan sejumlah utusannya, mengundang Nabi Ibrahim untuk makanan tersebut. Setelah terjadi perdebatan di antara keduanya, maka Nabi Ibrahim tidak diberi makanan itu barang sedikit pun, sebagaimana orang-orang diberi makanan; bahkan dia keluar tanpa membawa makanan sedikit pun.
Ketika Nabi Ibrahim telah berada di dekat rumah keluarganya, ia menuju ke suatu gundukan pasir, maka ia memenuhi kedua kantongnya dengan pasir itu, kemudian berkata, "Aku akan menyibukkan keluargaku dari mengingatku, jika aku datang kepada mereka." Ketika ia datang, ia langsung meletakkan pelana kendaraannya yang berisikan pasir itu dan langsung bersandar, lalu tidur. Maka istrinya yaitu Siti Sarah bangkit menuju ke arah kedua kantong tersebut, dan ternyata ia menjumpai keduanya dipenuhi oleh makanan yang baik.
Ketika Nabi Ibrahim terbangun dari tidurnya, ia menjumpai apa yang telah dimasak oleh keluarganya, lalu ia bertanya, "Dari manakah kalian memperoleh semua ini?" Sarah menjawab, "Dari orang yang engkau datang darinya." Maka Nabi Ibrahim menyadari bahwa hal tersebut merupakan rezeki dari Allah yang dianugerahkan kepadanya.
Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa setelah itu Allah mengirimkan seorang malaikat kepada raja yang angkara murka itu untuk menyerunya kepada iman. Tetapi si raja menolak, lalu malaikat itu menyerunya untuk yang kedua kalinya dan untuk yang ketiga kalinya, tetapi si raja tetap menolak. Akhirnya malaikat berkata, "Kumpulkanlah semua kekuatanmu dan aku pun akan mengumpulkan kekuatanku pula." Maka Namrud mengumpulkan semua bala tentara dan pasukannya di saat matahari terbit, dan Allah mengirimkan kepada mereka pasukan nyamuk yang menutupi mereka hingga tidak dapat melihat sinar matahari.
Lalu Allah menguasakan nyamuk-nyamuk itu atas mereka. Nyamuk-nyamuk itu memakan daging dan menyedot darah mereka serta meninggalkan mereka menjadi rulang-belulang. Salah satu nyamuk memasuki kedua lubang hidung si raja, lalu ia bercokol di bagian dalam hidung si raja selama empat ratus tahun sebagai azab dari Allah untuknya. Tersebutlah bahwa Raja Namrud memukuli kepalanya dengan palu selama masa itu hingga Allah membinasakannya dengan palu tersebut.
Tidakkah kamu memperhatikan keadaan yang sangat menakjubkan dari peristiwa orang yang mendebat Ibrahim mengenai keesaan dan kekuasaan Tuhannya dalam memelihara makhluk-Nya, karena Allah telah memberinya kerajaan atau kekuasaan, dan ia sombong dengannya. Kekuasaan itu membuatnya merasa wajar menjadi Tuhan menyaingi Allah. Kekuasaan memang seringkali menjadikan orang lupa diri dan Tuhannya. Kekuasaan itu seharusnya disyukuri, tetapi dengan angkuh ia malah bertanya kepada Ibrahim, Siapa Tuhanmu' Ketika Ibrahim berkata, Tuhanku ialah Yang menghidupkan dengan meniupkan roh ke dalam tubuh dan mematikan dengan cara mencabutnya. Dia berkata dengan nada mengejek, Aku pun dapat menghidupkan dan mematikan, yakni membiarkan hidup atau membunuh seseorang. Untuk menyudahi perdebatan, Ibrahim menunjukkan bukti kekuasaan Allah dengan berkata, Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat. Maka bingunglah orang yang kafir itu dan tidak mampu menjawab tantangan itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim dan menolak mengikuti kebenaran. Atau tidakkah kamu perhatikan kisah seperti cerita orang yang melewati suatu negeri yang bangunan-bangunannya telah roboh hingga menutupi reruntuhan atap-atapnya, sehingga negeri itu tidak lagi berpenduduk. Melihat keadaan demikian, dia berkata dalam hati, Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur' Dia berkata demikian bukan karena tidak percaya kemampuan Allah menghidupkan yang telah mati; dia hanya mempertanyakan cara Allah menghidupkannya.
Untuk membuktikan kekuasaan-Nya, lalu Allah mematikannya selama seratus tahun, kemudian menghidupkan dan membangkitkannya kembali. Setelah mengalami kematian dan dibangkitkan kembali, Dia (Allah) bertanya, Berapa lama engkau tinggal di sini' Dia, pria itu, menjawab, Aku tinggal di sini sehari atau setengah hari. Ia tidak tahu persis berapa lama ia di sana sebab tidak ada perubahan berarti yang ia rasakan atau lihat pa-da dirinya. Allah berfirman, Tidak! Engkau telah tinggal seratus tahun. Lihatlah makanan dan minumanmu yang belum berubah, tidak basi, tidak juga berkurang dari sebelumnya, tetapi lihatlah keledaimu yang telah mati seratus tahun yang lalu, menyisakan tulang belulang. Dan Kami lakukan ini semua agar Kami jadikan engkau tanda kekuasaan Kami bagi manusia yang hidup setelah negeri itu mereka bangun kembali. Untuk mengetahui bagaimana cara Allah menghidupkan kembali yang telah mati, lihatlah tulang belulang keledai itu, bagaimana Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging, maka hidup dan bangkitlah keledai itu seperti sedia kala. Maka ketika telah nyata baginya bukti kekuasaan Allah dalam menghidupkan kembali objek yang telah mati, dia pun berkata, Saya mengetahui berdasar pandangan mata dan pengalaman setelah sebelumnya saya tahu berdasar argumen logika, bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.
Pada ayat ini dicontohkan keadaan dan sifat keangkuhan raja Namrud dari Babilonia, ketika berhadapan dengan Nabi Ibrahim sebagai rasul Allah. Raja Namrud telah dikaruniai Allah kekuasaan dan kerajaan yang besar, tetapi dia tidak bersyukur atas nikmat tersebut, bahkan menjadi seorang yang ingkar dan zalim. Rahmat Allah yang seharusnya digunakannya untuk menaati Allah, digunakannya untuk mendurhakai-Nya, dengan melakukan perbuatan yang tidak diridai-Nya.
Namrud yang telah mengambil setan sebagai pemimpin dan pelindungnya itu, dengan sikap congkak berkata menentang Nabi Ibrahim, "Siapakah Tuhanmu yang kamu serukan agar kami beriman kepadanya?" Ibrahim menjawab, "Tuhanku adalah Allah yang kuasa menciptakan makhluk yang semula tidak ada, atau menghidupkan orang yang tadinya sudah mati". Maka Namrud menjawab, "Kalau begitu, aku pun dapat pula menghidupkan dan mematikan." Maksudnya, membiarkan hidup atau tidak membunuh seseorang yang seharusnya dia bunuh; dan dia sanggup mematikan seseorang, yaitu dengan membunuhnya. Sedang yang dimaksudkan oleh Ibrahim ialah bahwa Allah ﷻ menciptakan makhluk hidup yang tadinya belum ada, yaitu dengan menciptakan tulang-tulang, daging dan darah, lalu meniupkan roh ke dalamnya, atau dari makhluk yang telah mati, kemudian Allah mengembalikannya menjadi hidup; pada Hari Kebangkitan kelak. Allah kuasa pula mematikan makhluk yang hidup, tidak dengan membunuhnya seperti yang dilakukan oleh manusia, melainkan dengan mengeluarkan roh makhluk tersebut dengan datangnya ajal atau dengan terjadinya hari kiamat kelak. Maka jawaban Namrud yang disebutkan dalam ayat ini adalah olok-olokan belaka, tidak sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh Ibrahim a.s.
Oleh karena jawaban Namrud itu tidak ada nilainya, maka Nabi Ibrahim tidak mengindahkan jawaban itu. Lalu dia berkata, "Tuhanku (Allah) kuasa menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah olehmu matahari itu dari barat." Namrud tidak dapat menjawab. Sebab itu dia bungkam, tidak berkutik.
Di sini dapat dilihat perbedaan antara Nabi Ibrahim dan Namrud. Nabi Ibrahim sebagai rasul Allah yang beriman dan taat kepada-Nya, senantiasa memperoleh petunjuk-Nya, sehingga dia tidak kehilangan akal dan dalil dalam perdebatan itu, bahkan dalilnya yang terakhir tentang bukti kekuasaan Allah dapat membungkam raja Namrud. Sebaliknya Raja Namrud yang ingkar dan durhaka kepada Allah, benar-benar tidak mendapat petunjuk-Nya, sehingga dia kalah dan tidak dapat berkutik lagi untuk menjawab tantangan Nabi Ibrahim. Itulah akibat orang yang mengambil setan sebagai pemimpin dan pelindung mereka.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
SATU CONTOH DARI THAGHUT
Allah kemudian mengemukakan suatu contoh dari wali thaghut itu, yaitu Raja Namrudz yang terkenal dalam sejarah sebelum Kerajaan Babil. Dengan raja itulah, Ibrahim yang menegakkan perwalian Allah mulai berhadapan (konfrontasi). Sebagaimana kita ketahui dalam riwayat-riwayat Al-Qur'an, Ibrahim telah menghancurkan berhala dengan kapak, lalu ditinggalkannya berhala yang paling besar. Dia ditangkap dan dihadapkan ke muka majelis raja, terjadi soal-jawab sebagaimana tersebut dalam surah al-Anbiyaa' dari ayat 51 sampai ayat 73. Sampai Ibrahim dibakar mereka, tetapi diselamatkan Tuhan Allah dari api. Ketika Raja Namrudz menanyakan siapa sebenarnya yang dimaksudkannya dengan Allah itu, dia telah menjawab bahwa Allah itulah yang menghidupkan dan mematikan.
Ayat 258
“Atau tidakkah engkau pikirkan dari hal orang yang membantah Ibrahim tentang Tuhannya?"
Pangkal ayat ini mengajak kepada Rasul khususnya dan umat beriman umumnya untuk memikirkan kisah ini. Orang itu ialah Raja Namrudz sendiri."Lantaran Allah telah memberikan kerajaan kepadanya!' Suatu pengajaran ilmu jiwa yang mendalam dari Al-Qur'an, yaitu seorang manusia, oleh karena diberi Allah kekuasaan dan kerajaan, sombong, lupa diri, lupa segala, merasa awak sangat berkuasa, sebab itu perkataan yang keluar pun tidak ada batasnya lagi sebab merasa tidak ada juga orang yang berani membantah."Tatkala Ibrahim berkata, Tuhankulah yang menghidupkan dan mematikan!" Di hadapan raja itu Ibrahim telah menerangkan siapa Tuhan bahwa Allah-lah yang mematikan dan menghidupkan. Akan tetapi, karena memang dasar jiwa orang yang merasa berkuasa tidak berbatas itu sombong dengan kekuasaannya, boleh dipikirkannya dengan panjang apa maksud Ibrahim mengatakan demikian, langsung saja beliau sambut,
“Dia berkata, ‘Akulah yang menghidupkan dan mematikan!" Nyawa dari seluruh rakyat negeriku ini ada dalam tanganku. Kalau mereka dituduh bersalah lalu dihadapkan kepadaku, aku berkuasa memerintahkan supaya dia dibiarkan hidup terus dan aku pun berkuasa pula menjatuhkan keputusan bahwa dia mesti dihukum mati.
Rupanya raja tidak mau tahu apa yang dimaksud Ibrahim dengan menghidupkan dan mematikan. Dia tidak mau tahu bahwa rakyatnya itu pun sendiri ketika lahir ke dunia bukanlah atas kehendaknya dan kalau mereka mati sewajarnya, tidaklah dia berkuasa menghalangi kematian itu. Padahal yang dapat diberinya ampun atau dibiarkan hidup atau disuruh hukum mati ialah rakyat yang dihadapkan kepadanya atau budak-budak yang ada di dalam istana. Dia tidak mau mengerti bahwa rakyat yang sebanyak itu dalam negerinya bukanlah menerima makanan dari dia, melainkan dari karena menerima buah hasil dari bumi. Dia pun tidak mau mengerti bahwa dia sendiri pun tidak akan bisa duduk di atas singgasana kerajaan kalau rakyat itu tidak bisa bercocok tanam lagi. Oleh sebab tidak mau mengerti ini, Ibrahim pun meneruskan perkataannya, “Berkata Ibrahim, ‘Maka sesungguhnya Allah mendatangkan matahari dari timur maka cobalah datangkan matahari itu dari barat!" Dengan sambungan kata yang demikian, Ibrahim telah membawa raja berpikir yang lebih luas, bukan berpikir sekadar di bawah cangkung kursi ke-kuasaannya raja. Allah, Tuhan Ibrahim, menganugerahi manusia hidup, terutama dari teraturnya perjalanan matahari dari timur ke barat, sehingga terjadi edaran siang dan malam. Di siang hari manusia mencari makan, di waktu malam manusia beristirahat, termasuk Namrudz sendiri. Kalau tidak ada peraturan sedemikian, cobalah engkau ubah perjalanan matahari, balikkan matahari itu dari barat ke timur, kalau memang engkau yang kuasa menghidup dan mematikan. Sekarang baru dia mengerti apa maksud Ibrahim, “Maka terdiamlah orang yang kafir itu" Dia tidak dapat menjawab lagi. Dasar berpikirnya salah, sebab itu dia terdiam.
“Dan Allah tidaklah akan memberi petunjuk kepada kaum yang zalim."
Itulah sebab dia terdiam. Sebab, dia telah mengambil jalan yang salah, jalan yang zalim, yaitu yang tidak sesuai dengan akal yang sehat. Apabila orang telah zalim, perkataan yang akan dikeluarkan tidak ditimbangnya lagi. Sebab itu, kalau datang perkataan yang benar, keluar dari pikiran teratur, dia tidak dapat menjawab lagi.
Pimpinan yang tidak berdasar pada kebenaran Allah tadi dinamai pimpinan thaghut. Sebab itu, penguasa-penguasa zalim sebagaimana Namrudz itu dalam bahasa Arab biasa disebut thaghiyah dan yang disebut orang Barat sebagai tirani.
Perkataannya kerap kali telanjur salah dan dia tidak sadar akan kesalahan itu. Malahan dia selalu menganggap dirinya benar sebab orang di kiri-kanannya tidak ada yang berani menegur kesalahannya. Kian lama dia kian tidak berpijak di bumi lagi. Maka, kalau perkataannya yang salah itu ada orang yang berani menyebut dan menyatakan salahnya, sebagaimana yang dilakukan oleh Ibrahim itu, dia pasti terdiam. Biasanya timbullah kegun-cangan dalam hatinya, rupanya ada pula orang yang bisa mengeluarkan perkataan yang berlainan gayanya dari perkataannya. Di saat yang demikian, biasanya timbullah takutnya. Takut akan terganggu kekuasaannya. Karena, ketakutannya itulah biasanya dia mengambil tindakan yang berani dan tidak lagi bersandar kepada kebenaran serta keadilan, tetapi bersandar kepada kekuatan dan kekuasaan. Itulah sebabnya, ketika di dalam pertukaran pikiran dengan Ibrahim, dia selalu di pihak yang kalah, sebab salah! Lantaran itu, dia pun mengambil tindakan amat berani, yang dengan demikian kekuasaan dapat membungkam kebenaran. Dia memerintahkan membakar Ibrahim dengan api.
Apa salah Ibrahim?
Kesalahannya tidak ada, cuma dia tidak berkuasa. Yang salah dan yang zalim ialah Namrudz, tetapi dia berkuasa. Niscaya yang dibakar ialah Ibrahim.
Syukurlah Allah mempertunjukkan ke-kuasaan-Nya yang lebih tinggi. Ibrahim tidak hangus badannya dalam unggun api, bahkan sehat wal afiat dan keluar dengan selamat. Keluar dari dalam unggunan api dengan selamat maka dia pun berangkat meninggalkan negeri itu. Sementara itu, menanglah Namrudz sebab gangguan tidak ada lagi. Akan tetapi, kemenangan penghabisan didapatlah oleh Ibrahim sebab dia menegakkan keyakinan kepada Allah Yang Mahakuasa, yang disambung oleh anak-cucunya.
Ayat 259
“Atau seperti orang yang pernah melalui satu negeri, sedangkan negeri itu telah runtuh bangunan-bangunannya."
Di dalam ayat tidaklah disebutkan siapa orang itu dan di mana negeri itu, tetapi ahli-ahli tafsir mencoba juga menaksir siapa orangnya dan di mana negerinya. Kata setengahnya, orang itu ialah seorang nabi, sedangkan kata yang lain ialah seorang yang amat saleh. Dalam satu perjalanan dia melalui satu negeri yang telah runtuh, pohon-pohon telah tinggi-tinggi, tidak ada manusia yang mendiaminya lagi. Bangunan-bangunannya telah runtuh, dia hanya bertemu dengan bekas dari suatu negeri yang dahulu pernah didiami manusia. Dalam kitab-kitab Melayu lama diungkapkan “telah jadi padang tekukur" Melihat keadaan yang demikian, “Dia berkata, ‘Bagaimanakah agaknya kelak Allah akan menghidupkannya sesudah matinya?"‘ Itulah pertanyaan yang timbul dalam hati nabi atau orang saleh yang mengembara itu. Bisakah agaknya negeri ini dibangun Allah kembali? Dan bagaimanakah cara pembangunannya? Padahal yang tinggal hanya bekas-bekas negeri saja? Setelah dia bertanya-tanya demikian dalam hati sendiri, “Maka dimatikanlah dia oleh Allah seratus tahun, kemudian itu, Dia bangkitkan kembali." Menurut keterangan setengah ahli tafsir, bukanlah dia terus dimatikan, tetapi diperbuat Allah sebagai keadaan penghuni gua (Kahfi) yang ditidurkan 309 tahun lamanya. Ini karena sebagaimana tersebut di dalam surah az-Zumar: 42, ketika orang itu tidur, dia diwafatkan oleh Allah dan kalau dia telah benar-benar dimatikan, Ruh itu tidak dikembalikan lagi kepada badannya sehingga tidurlah dia buat selama-lamanya. Maka, setelah seratus tahun lamanya Nabi atau orang saleh itu diwafatkan, dia pun dibangkitkan Allah kembali. Setelah dia dibangunkan kembali, bertanya Dia, “Berapa lamanya engkau telah diam?" Dia menjawab, “Aku telah berdiam sehari atau sebagian hari" Dia menjawab demikian karena dari sangat enaknya tidur, perasaan telah dicabut dari badannya. Sedangkan kita tidur biasa sepanjang malam dapat merasakan hanya sebentar saja, padahal orang yang matanya tidak mau tertidur, yang berbaring di dekat kita, merasakan malam terlalu panjang. Tidaklah dia tahu bahwa dia telah ditakdirkan Allah tertidur, laksana mati sampai seratus tahun. Maka, berfirman Dia, “Bahkan engkau telah berdiam seratus tahun." Setelah Allah memberitahukan kepadanya bahwa dia telah dihilangkan perasaan selama seratus tahun, barulah dia tahu. Padahal setelah dibangunkan dan tidurnya, dia hanya merasa sebagai tidur sehari atau setengah hari saja. Selanjutnya Allah berfirman, “Maka lihatlah kepada makananmu dan minumanmu itu, tidaklah dia berubah." Allah tidak menyebutkan di dalam ayat, makanan apakah yang tidak berubah keadaannya, artinya masih bisa dimakan, padahal sudah terletak selama seratus tahun, Niscaya ini pun adalah salah satu dari ayat ketentuan Allah jua adanya."Dan lihatlah kepada keledaimu." Menurut ahli tafsir, dia disuruh memperhatikan keledainya yang telah lama mati dan telah berserak-serak tulang-tulangnya, yang membuktikan bahwa memang masa dia tertidur itu sudah berlalu lama sekali, yaitu seratus tahun. Setengah ahli tafsir lagi menafsirkan bahwa dia disuruh memperhatikan keledai itu karena dia bukan dimatikan pula, melainkan masih tetap hidup, sebagaimana makanan yang seratus tahun tidak berubah itu. Selanjutnya Allah berfirman, “Dan oleh karena Kami hendak menjadikan engkau suatu tanda bagi manusia." Artinya bahwa tidurmu yang sudah laksana mati selama seratus tahun adalah untuk menjadi tanda bukti kekuasaan Allah bagi manusia. Orang yang telah hilang tidak tentu ke mana perginya, sudah seratus tahun, niscaya sudah dihitung mati oleh kaum keluarganya yang tinggal.
Masa seratus tahun adalah masa sekurang-kurangnya tiga atau empat perselisihan (generasi). Nenek moyang seratus tahun yang lalu tentu bercerita kepada anak-cucunya bahwa ada nenek moyang mereka yang hilang tidak pulang-pulang lagi. Kemudian setelah seratus tahun dia pun pulang kembali. Di dalam setengah tafsir dikatakan bahwa setelah dia pulang kembali, didapatinya cucunya telah tua-tua bungkuk penuh uban, sedangkan keadaan dirinya tidak banyak perubahan. Ditunjukkannya bukti-bukti tentang siapa dirinya, siapa keluarganya, yang semuanya tidak dapat dibantah orang, hampir sama kejadiannya dengan kisah penduduk Kahfi. Maka, bertambah percayatah manusia-manusia itu akan kekuasaan Allah, “Dan lihatlah kepada tulang-tulang itu, betapa Kami membangkitkannya kembali kemudian Kami pakaikan kepadanya daging." Menurut jalan penafsiran satu golongan tadi bahwasanya keledai itu telah tinggal tulang yang berserak-serak maka dengan lanjutan ayat ini Allah berfirman bahwa tulang yang berserak itu sekarang diberi berdaging kembali dan hidup. Dan, menurut Syekh Muhammad Abduh, firman Allah ini adalah pandangan yang umum bahwasanya tulang sebagaimana rangka badan manusia atau sebagaimana rangka binatang. Maka, kuasalah Allah memberinya bungkusan dengan daging, sejak dari masa mulai lahir ke dunia sampai besar dan mati. Allah yang Mahakuasa menumbuhkan daging dan tulang menjadi tubuh, sejak masa kecil sampai berhenti hidup, adalah satu qudrat-iradat Ilahi Mahabesar. Lantaran itu, membangun kembali negeri yang telah runtuh sehingga hidup kembali dengan lincahnya, bukanlah barang yang mustahil bagi Allah. Dan, kelak bila Kiamat datang, manusia pun dibangkitkan kembali buat menempuh hidup akhirat, pun bukan hal yang mustahil bagi Allah.
“Maka tatkala sudah jelas kepadanya, berkatalah dia, Tahulah aku (sekarang) bahwasanya Allah atas tiap-tiap sesuatu adalah Mahakuasa.
Keterangan: Ahli-ahli tafsir setengah berpendapat bahwa orang yang disebutkan ini mungkin seorang nabi ataupun mungkin seorang yang amat saleh, yang telah mencapai derajat shiddiqin. Sebab itu, untuk menambah keyakinannya kepada Allah, Allah telah mempertunjukkan ayat-ayat (bukti-bukti) kebesaran dan kekuasaan-Nya itu kepadanya. Sebab, kepada orang yang hatinya telah kufur, tidaklah Allah akan berkenan menunjukkan yang demikian. Menjadi tafsir lagi dari ayat bermula di atas bahwasanya Allah telah menjadi wali dari orang yang beriman, mengeluarkan mereka dari pada gelap kepada cahaya. Adapun orang yang kafir, walinya ialah thaghut, yang mengeluarkannya dari cahaya kepada gelap.
Yang kedua, teranglah bahwa tidur nyenyak selama seratus tahun, tulang diberi pakaian daging kembali, atau makanan tidak rusak selama seratus tahun, semuanya ini termasuk ayat kebesaran Allah, yang bila terjadi pada nabi-nabi, mukjizat namanya. Adapun mukjizat bukanlah perkara yang mustahil pada akal, cuma berbeda dari yang kebiasaan. Tidur seratus tahun bukanlah hal yang mustahil. Sebab, telah pernah ada orang yang tertidur nyenyak sampai 5.500 hari atau 15 tahun, yang diceritakan orang kepada sebuah majalah ilmu pengetahuan al-Moktataf pada tahun 1904 di Mesir. Tidur selama lima belas tahun bukanlah mustahil, tidak masuk akal, cuma jarang sekali terjadi. Jarang terjadi bukan berarti tidak bisa kejadian. Maka, keterangan Al-Qur'an pada orang tidur 100 tahun atau 309 tahun, memanglah hal yang sangat jarang terjadi. Itulah dia yang menjadi ayat atau bukti kebesaran Allah. Dan, kita sebagai Muslim pun tentu tidak akan segera menerima saja perkabaran begini dari mana pun datangnya kecuali apa yang telah dikatakan oleh Al -Qur'an.
Allah kemudian menunjukkan lagi contoh yang ketiga tentang bagaimana Allah memimpin orang yang beriman untuk mengeluarkan mereka dari gelap kepada terang benderang. Ini terjadi pada Nabi Ibrahim a.s. sendiri.
Ayat 260
“Dan ingatlah tatkala berkata Ibrahim, ‘Ya, Tuhanku! Perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang yang telah mati, Berfirman Dia, ‘Apakah engkau tidak pencaya?' Berkata dia, ‘Sekali-kali bukan begitu, akan tetapi untuk menetapkan hatiku."
Pada ayat ini teranglah bahwa Nabi Ibrahim ingin menambah pengetahuannya. Dia ingin kenaikan derajat imannya dari ilmul yaqin menjadi ‘ainul yaqin. Oleh sebab itu, kalau dia memohon kepada Allah supaya Allah memperlihatkan kepadanya bagaimana Allah menghidupkan orang yang telah mati kelak, bukanlah karena dia tidak percaya atau kurang percaya. Allah menanyakan kepadanya apakah dia tidak percaya? Bukan berarti Allah tahu bahwa belum percaya Ibrahim akan firman Allah. Pertanyaan Ibrahim kepada Allah yang demikian samalah dengan keadaan yang telah kita alami di zaman modern ini. Semua orang yang menaruh pesawat televisi di rumahnya sudah tahu bahwa dari tempat jauh kita dapat melihat rupa orang yang sedang bercakap atau menyanyi dengan melihatnya di layar televisi. Akan tetapi, ada pula orang yang mau tahu bagaimana seluk beluk pesawatnya sehingga dipelajarinyalah lebih mendalam lagi. Dia sudah percaya, tetapi dia ingin menambah pengetahuannya sehingga derajat kepercayaan naik setingkat lagi. Maka, diperkenankan Allah-lah permohonan Khalil Allah Ibrahim itu,
“Berfirman Dia, ‘Kalau begitu, ambillah empat ekor burung dan jinakkanlah dia kepada dirimu. Kemudian letakkanlah di atas tiap-tiap gunung darinya sebagian-sebagian, kemudian itu panggillah mereka, niscaya mereka akan datang kepada engkau dengan segera. Dan, ketahuilah bahwasanya Allah adalah Mahagagah, lagi Mahabijaksana.'"
Menurut tafsir yang umum. Tuhan memerintahkan Ibrahim mengambil empat ekor burung lalu diajar dan diasuh sehingga dia jinak benar-benar dapat disuruh terbang dan dapat dipanggil kembali. Dapat kita umpamakan sebagai orang mengajar burung merpati buat mengantar-antarkan surat, sehingga ke mana pun dia lepaskan, karena dia sudah diajar jinak, dia pun mesti kembali pulang juga. Kata tafsir itu selanjutnya, Allah memerintahkan menyembelih keempat burung itu dan mengocoknya jadi satu lalu dibagi-bagi dan sebagian-sebagian diantarkan ke puncak gunung. Apakah Ibrahim sendiri yang mengantarkan atau orang lain yang disuruhnya, tidaklah dijelaskan. Burung-burung yang telah cair dan dibagi-bagi itu kemudian dipanggil pulang kembali maka mereka pun telah pulang lengkap dengan tulang, daging, dan bulunya masing-masing, persis burung-burung yang telah dicencang itu.
Dan, dengan kata penutup ayat, menyuruh kita ingat dan mengetahui bahwa Allah adalah Mahagagah dan Bijaksana, dapatlah kita pahamkan betapa Allah mengaruniakan kegagahan-Nya itu kepada manusia sehingga manusia sanggup menguasai burung-burung liar di hutan, dan dengan karunia bijaksana Allah, manusia pun dapat pula menjinakkan dan mengajar burung-burung itu sehingga dapat diambil faedahnya.