Ayat
Terjemahan Per Kata
إِنَّ
sesungguhnya
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
يُبَايِعُونَكَ
mereka berjanji setia kepadamu
إِنَّمَا
sesungguhnya hanyalah
يُبَايِعُونَ
mereka berjanji setia
ٱللَّهَ
Allah
يَدُ
tangan
ٱللَّهِ
Allah
فَوۡقَ
di atas
أَيۡدِيهِمۡۚ
tangan mereka
فَمَن
maka barang siapa
نَّكَثَ
melanggar janji
فَإِنَّمَا
maka sesungguhnya hanyalah
يَنكُثُ
dia melanggar
عَلَىٰ
atas
نَفۡسِهِۦۖ
dirinya
وَمَنۡ
dan barang siapa
أَوۡفَىٰ
menepati
بِمَا
dengan apa
عَٰهَدَ
berjanji
عَلَيۡهُ
atasnya
ٱللَّهَ
Allah
فَسَيُؤۡتِيهِ
maka Dia akan memberinya
أَجۡرًا
pahala
عَظِيمٗا
besar
إِنَّ
sesungguhnya
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
يُبَايِعُونَكَ
mereka berjanji setia kepadamu
إِنَّمَا
sesungguhnya hanyalah
يُبَايِعُونَ
mereka berjanji setia
ٱللَّهَ
Allah
يَدُ
tangan
ٱللَّهِ
Allah
فَوۡقَ
di atas
أَيۡدِيهِمۡۚ
tangan mereka
فَمَن
maka barang siapa
نَّكَثَ
melanggar janji
فَإِنَّمَا
maka sesungguhnya hanyalah
يَنكُثُ
dia melanggar
عَلَىٰ
atas
نَفۡسِهِۦۖ
dirinya
وَمَنۡ
dan barang siapa
أَوۡفَىٰ
menepati
بِمَا
dengan apa
عَٰهَدَ
berjanji
عَلَيۡهُ
atasnya
ٱللَّهَ
Allah
فَسَيُؤۡتِيهِ
maka Dia akan memberinya
أَجۡرًا
pahala
عَظِيمٗا
besar
Terjemahan
Sesungguhnya orang-orang yang berjanji setia kepadamu (Nabi Muhammad), (pada hakikatnya) mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka. Oleh sebab itu, siapa yang melanggar janji (setia itu), maka sesungguhnya (akibat buruk dari) pelanggaran itu hanya akan menimpa dirinya sendiri. Siapa yang menepati janjinya kepada Allah, maka Dia akan menganugerahinya pahala yang besar.
Tafsir
(Sesungguhnya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu) yaitu melakukan baiat Ridwan di Hudaibiah (sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah) pengertian ini sama dengan makna yang terkandung dalam ayat lainnya, yaitu firman-Nya, "Barang siapa yang menaati rasul, sesungguhnya ia telah menaati Allah." (Q.S. An-Nisa, 80). (Tangan kekuasaan Allah berada di atas tangan mereka) yang berbaiat kepada Nabi ﷺ Maksudnya, bahwa Allah ﷻ menyaksikan pembaiatan mereka, maka Dia kelak akan memberikan balasan pahala-Nya kepada mereka (maka barang siapa yang melanggar janjinya) yakni merusak baiatnya (maka sesungguhnya ia hanya melanggar) karena itu akibat dari pelanggarannya akan menimpa (dirinya sendiri dan barang siapa menepati janjinya kepada Allah maka Allah akan memberinya) dapat dibaca Fasaya`tiihi atau Fasanu`tiihi, kalau dibaca Fasanu`tihi artinya, Kami akan memberinya (pahala yang besar.).
Tafsir Surat Al-Fath: 8-10
Sesungguhnya Kami mengutus kamu sebagai saksi, pembawa berita gembira, dan pemberi peringatan, supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan (agama)-Nya, membesarkan-Nya. dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang. Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka; maka barang siapa yang melanggar janji itu, niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri; dan barang siapa menepati janjinya kepada Allah, maka Allah akan memberinya pahala yang besar.
Allah ﷻ berfirman kepada nabi-Nya: Sesungguhnya Kami mengutus kamu sebagai saksi. (Al-Fath: 8) terhadap semua makhluk. pembawa berita gembira. (Al-Fath: 8) kepada orang-orang yang beriman. Dan pemberi peringatan. (Al-Fath: 8) terhadap orang-orang kafir. Ayat ini telah dijelaskan tafsirnya dalam surat Al-Ahzab. supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan agama-(Nya). (Al-Fath: 9) Ibnu Abbas r.a. dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan tu'azziruhu ialah membesarkan-Nya. membesarkan-Nya. (Al-Fath: 9) berasal dari kata at-tauqir, artinya menghormati, memuliakan, dan mengagungkan. dan bertasbih kepada-Nya. (Al-Fath: 9) Yaitu menyucikan nama Allah ﷻ di waktu pagi dan petang. (Al-Fath: 9) Yakni pada permulaan siang hari dan penghujungnya. Kemudian Allah ﷻ berfirman kepada Rasul-Nya dalam rangka memuliakan dan menghormati serta mengagungkannya: Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. (Al-Fath: 10) Semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Barang siapa yang menaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah. (An-Nisa: 80) Adapun firman Allah ﷻ: Tangan Allah di atas tangan mereka. (Al-Fath: 10) Yakni Dia selalu hadir bersama mereka, mendengar perkataan mereka, melihat tempat mereka, mengetahui apa yang tersimpan di dalam hati mereka dan juga apa yang mereka nyatakan.
Sebenarnya Dialah yang dibaiat, sedangkan Rasulullah ﷺ hanyalah sebagai perantara-Nya. Hal ini semakna dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya: Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) dari Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar. (At-Taubah: 111) Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Al-Fadl ibnu Yahya Al-Anbari, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Bakkar, dari Muhammad ibnu Amr, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Barang siapa yang menghunus pedangnya di jalan Allah, maka sesungguhnya dia telah berjanji setia kepada Allah.
Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Abdullah ibnu Usman ibnu Khaisam, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda berkenaan dengan Al-Hajar, yakni Hajar Aswad: Demi Allah, sungguh Allah ﷻ akan membangkitkannya kelak di hari kiamat dalam keadaan mempunyai dua mata yang dapat melihat dan lisan yang berbicara, lalu ia membela orang yang pernah menyentuhnya dengan benar. Maka barang siapa yang menyentuhnya, berarti dia telah berjanji setia kepada Allah ﷻ Kemudian Rasulullah ﷺ membaca firman-Nya: Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka. (Al-Fath: 10) Karena itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya: maka barang siapa yang melanggar janjinya, niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri. (Al-Fath: 10) Yakni sesungguhnya akibat dari perbuatannya itu akan menimpa dirinya sendiri, sedangkan Allah Maha Kaya daripadanya dan tidak membutuhkannya.
dan barang siapa menepati janjinya kepada Allah, maka Allah akan memberinya pahala yang besar. (Al-Fath: 10) Yaitu pahala yang berlimpah, baiat atau janji setia ini adalah baiat Ridwan, yang dilakukan di bawah pohon Samurah di Hudaibiyah. Dan para sahabat yang berbaiat kepada Rasulullah ﷺ saat itu jumlahnya seribu tiga ratus orang, menurut suatu pendapat. Menurut pendapat yang lain empat ratus orang', dan menurut pendapat yang lainnya lagi lima ratus orang, tetapi pendapat yang pertengahanlah yang paling benar.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Outaibah, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Amr, dari Jabir r.a. yang menceritakan, "Kami di Hudaibiyah berjumlah seribu empat ratus orang." Imam Muslim meriwayatkan hadis ini melalui Sufyan ibnu Uyaynah dengan sanad yang sama. Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya pula melalui hadis Al-A'masy, dari Sahm ibnu Abul Ja'd, dari Jabir r.a. yang mengatakan, "Kami di hari itu (baiat Ridwan) berjumlah seribu empat ratus orang. Dan beliau ﷺ meletakkan tangannya di air itu, maka memancarlah air dari sela-sela jari jemarinya sehingga mereka semua kenyang minum darinya." Berikut ini lafaz hadis dengan konteks yang lain, menceritakan kisah kehausan mereka di Hudaibiyah.
Disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ memberikan kepada mereka sebuah anak panah dari wadah anak panahnya, lalu mereka menancapkannya di dasar sumur Hudaibiyah, maka memancarlah air dari dalam sumur itu hingga mencukupi mereka semuanya. Lalu dikatakan kepada Jabir r.a., "Berapakah jumlah kalian pada hari itu?" Jabir r.a. menjawab, "Kami berjumlah seribu empat ratus orang. Dan seandainya jumlah kami seratus ribu pun, niscaya air sumur itu dapat mencukupi kami." Di dalam riwayat lain dalam kitab sahihain disebutkan dari Jabir r.a. bahwajumlah mereka adalah seribu lima ratus orang. Imam Bukhari meriwayatkannya melalui hadis Qatadah, "Aku bertanya kepada Sa'id ibnul Musayyab, 'Berapakah jumlah orang-orang yang ikut dalam baiat Ridwan?' Sa'id menjawab, 'Jumlah mereka seribu lima ratus orang.' Aku mengatakan, 'Sesungguhnya Jabir ibnu Abdullah r.a. pernah mengatakan bahwajumlah mereka adalah seribu empat ratus orang.' Sa'id ibnul Musayyab mengatakan, itulah jumlah mereka.
Jabir pernah bercerita kepadaku bahwajumlah mereka adalah seribu lima ratus orang'." Imam Baihaqi memberikan tanggapannya bahwa riwayat ini menunjukkan bahwa pada mulanya Jabir mengatakan 1.500 orang, kemudian dia mengira-ngiranya, maka dia katakan seribu empat ratus orang. Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa jumlah mereka ada seribu lima ratus dua puluh lima orang. Tetapi menurut pendapat yang terkenal bersumber dari Ibnu Abbas diriwayatkan bukan hanya oleh seorang perawi, jumlah mereka adalah seribu empat ratus orang.
Di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dari Al-Hakim, dari Al-Asam, dari Al-Abbas Ad-Dauri, dari Yahya ibnu Mu'in, dari Syababah ibnu Siwar, dari Syu'bah, dari Qatadah, dari Sa'id ibnul Musayyab, dari ayahnya, disebutkan bahwa kami bersama Rasulullah ﷺ di bawah pohon yang saat itu jumlah kami ada seribu empat ratus orang. Hal yang sama disebutkan di dalam riwayat Salamah ibnul Akwa', Ma'qal ibnu yasar, dan Al-Barra ibnu Azib r.a. Hal yang sama telah dikatakan oleh bukan hanya seorang dari kalangan para pemilik kitab Al-Magazi dan kitab-kitab Sirah.
Imam Bukhari dan Imam Muslim telah mengetengahkan melalui riwayat Syu'bah, dari Amr ibnu Murrah yang mengatakan, "Aku pernah mendengar Abdullah ibnu Abu Aufa r.a. mengatakan bahwa orang-orang yang ikut bai'ah Syajarah ada seribu empat ratus orang, dan saat itu Bani Aslam adalah seperdelapan dari kaum muhajirin." Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan di dalam kitab Sirah, dari Az-Zuhri, dari Urwah ibnu Zubair, dari Al-Miswar ibnu Makhramah dan Marwan ibnul Hakam, keduanya telah menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah ﷺ berangkat dengan tujuan ziarah ke Baitullah di tahun Perjanjian Hudaibiyah, dan beliau sama sekali bukan bertujuan untuk perang; untuk itu beliau menggiring tujuh puluh ekor unta untuk kurbannya.
Saat itu jumlah kaum muslim yang ikut bersamanya adalah tujuh ratus orang. Setiap seekor unta untuk hadyu sepuluh orang. Tetapi Jabir ibnu Abdullah r.a. menurut apa yang sampai kepadaku darinya menyebutkan bahwa kami yang ikut dalam perjanjian Hudaibiyah berjumlah seribu empat ratus orang. Hal yang sama dikatakan oleh Ishaq, tetapi jumlah ini hanyalah menurut perkiraannya, karena sesungguhnya menurut yang tertera di dalam kitab Sahihain adalah seribu orang lebih, seperti yang akan diterangkan kemudian, insya Allah.
Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar mengatakan di dalam kitab Sirahnya, bahwa kemudian Rasulullah ﷺ memanggil dan menyuruh Umar ibnul Khattab r.a. untuk menjadi utusan ke Mekah guna menyampaikan kepada pembesar kaum Quraisy maksud dan tujuan kedatangannya. Maka Umar berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku merasa takut dengan keselamatan diriku dalam menghadapi orang-orang Quraisy, sedangkan di Mekah tiada,seorang pun dari kalangan Bani Addi ibnu Ka'b yang dapat membelaku. Dan sesungguhnya seperti yang engkau ketahui, aku sangat memusuhi orang-orang Quraisy, aku selalu bersikap kasar terhadap mereka. Tetapi aku akan menunjukkan kepadamu seorang lelaki yang lebih dihormati oleh kaum Quraisy daripada diriku.
Dia adalah Usman ibnu Affan r.a. Kita utus dia kepada Abu Sufyan dan pembesar pembesar Quraisy untuk menyampaikan kepada mereka bahwa engkau datang bukan untuk tujuan berperang, dan sesungguhnya engkau datang hanyalah untuk menziarahi Baitullah ini dan memuliakan tanah suci-Nya." Maka berangkatlah Usman r.a. menuju Mekah. Dia disambut oleh Aban ibnu Sa'id ibnul As ketika sampai di Mekah atau sebelum memasukinya, lalu Aban mendampinginya sebagai pelindungnya hingga ia menyampaikan pesan dari Rasulullah ﷺ Usman r.a. berangkat hingga sampai kepada Abu Sufyan dan pembesar-pembesar kaum Quraisy, lalu ia menyampaikan kepada mereka pesan Rasulullah ﷺ yang diamanatkan kepadanya. Maka mereka mengatakan kepada Usman r.a. setelah selesai dari menyampaikan pesan Rasulullah ﷺ kepada mereka, "Jika kamu suka, kamu boleh melakukan tawaf di Baitullah." Tetapi Usman r.a. menjawab, "Aku tidak melakukannya sebelum Rasulullah ﷺ tawaf padanya." Kemudian orang-orang Quraisy menahan Usman di kalangan mereka, hingga sampailah berita itu kepada Rasulullah ﷺ dan kaum muslim, bahwa Usman r.a. telah dibunuh. Ibnu Ishaq mengatakan, "Abdullah ibnu Abu Bakar telah menceritakan kepadaku bahwa ketika sampai kepada Rasulullah ﷺ berita yang mengatakan bahwa Usman telah terbunuh, maka beliau bersabda: 'Kita tidak boleh meninggalkan tempat ini sebelum mendapat jawaban dari kaum (Quraisy).' Lalu Rasulullah ﷺ menyeru kepada kaum muslim untuk mengucapkan janji setia, maka terjadilah baiat Ridwan yang dilakukan di bawah pohon. Orang-orang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ telah membaiat mereka untuk bersedia mati, tetapi Jabir ibnu Abdullah r.a. mengatakan, 'Sesungguhnya Rasulullah ﷺ membaiat mereka bukan untuk mati, tetapi kami berbaiat (mengucapkan janji setia) untuk tidak akan lari dari medan perang.' Maka semua kaum muslim berbaiat dan tiada seorang pun yang tertinggal dari kalangan mereka yang menghadirinya kecuali Al-Jadd ibnu Qais saudara Bani Salamah." Disebutkan bahwa Jabir r.a. mengatakan, "Demi Allah, seakan-akan aku melihat Al-Jadd ibnu Qais merapatkan tubuhnya pada ketiak untanya, menyembunyikan dirinya dari mata orang-orang." Kemudian sampailah kepada Rasulullah ﷺ berita tentang perihal Usman r.a., bahwa berita tersebut tidak benar. Ibnu Lahi'ah telah meriwayatkan dari Al-Aswad, dari Urwah ibnuz Zubair r.a. hal yang mendekati teks hadis di atas, hanya ditambahkan bahwa lalu orang-orang Quraisy mengirimkan utusan yang saat itu Usman masih ditahan di kalangan mereka, terdiri dari Suhail ibnu Amr dan Huwaitib ibnu Abdul Uzza serta Mukarriz ibnu Hafs untuk menghadap kepada Rasulullah ﷺ Ketika ketiga utusan Quraisy berada di kalangan kaum muslim, tiba-tiba terjadilah perang mulut antara sebagian kaum muslim dan sebagian kaum musyrik, hingga sempat saling panah dan lempar-melempari dengan batu.
Lalu kedua belah pihak gempar dan masing-masing pihak menahan utusan yang ada pada pihaknya. Kemudian terdengarlah juru seru Rasulullah ﷺ mengatakan, "Ingatlah, sesungguhnya Ruhul Quds (Malaikat Jibril) telah turun kepada Rasulullah ﷺ membawa wahyu yang memerintahkan untuk berbaiat. Maka keluarlah kalian dengan menyebut nama Allah dan berbaiatlah kepada Rasulullah ﷺ" Maka kaum muslim bergerak menemui Rasulullah ﷺ yang saat itu berada di bawah sebuah pohon, lalu mereka berbaiat (mengucapkan janji setia) kepadanya bahwa mereka tidak akan lari dari medan perang selama-lamanya. Kejadian tersebut membuat kaum musyrik takut, lalu mereka melepaskan kaum muslim yang ada di kalangan mereka dan menyerukan untuk gencatan senjata dan damai. ". Al-Hafiz Abu Bakar Al-Baihaqi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Ahmad ibnu Abdan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ubaidus Saffar, telah menceritakan kepada kami Hisyam, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Basyir, telah menceritakan kepada kami Al-Hakam ibnu Abdul Malik, dari Qatadah, dari Anas ibnu Malik r.a. yang menceritakan bahwa ketika Rasulullah ﷺ memerintahkan kaum muslim untuk melakukan baiat Ridwan, sahabat Usman r.a. sedang menjadi utusan Rasulullah ﷺ kepada penduduk Mekah.
Maka kaum muslim melakukan baiatnya, dan Rasulullah ﷺ bersabda: Ya Allah, sesungguhnya Usman sedang menjalankan tugas Allah dan tugas Rasul-Nya. Kemudian beliau ﷺ memukulkan salah satu tangannya ke tangan yang lain (sebagai ganti dari baiat Usman yang tidak dapat hadir saat itu). Dan tangan Rasulullah ﷺ untuk Usman r.a. lebih baik daripada tangan mereka untuk diri mereka sendiri. Ibnu Hisyam mengatakan, 'Telah menceritakan kepadaku seseorang yang aku percayai dari seseorang yang telah menceritakan hadis berikut kepadanya dengan sanadnya dari Ibnu Abu Mulaikah, dari Ibnu Umar r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ berbaiat untuk Usman r.a. Maka beliau memukulkan salah satu tangannya ke tangan yang lainnya." Abdul Malik ibnu Hisyam An-Nahwi mengatakan bahwa Waki' telah menceritakan dari Ismail ibnu Abu Khalid, dari Asy-Sya'bi yang mengatakan bahwa sesungguhnya orang yang mula-mula mengucapkan janji setia (baiat) kepada Rasulullah ﷺ dalam berbaiat Ridwan adalah Abu Sinan Al-Asadi. Abu Bakar alias Abdullah ibnuz Zubair Al-Humaidi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Khalid, dari Asy-Sya'bi yang menceritakan bahwa ketika Rasulullah ﷺ menyeru manusia untuk berbaiat kepadanya, maka orang yang mula-mula sampai kepada beliau adalah Abu Sinan Al-Asadi Maka Abu inan berkata, "Ulurkanlah tanganmu, aku akan berbaiat kepadamu." Nabi ﷺ bertanya, "Untuk apa engkau berbaiat kepadaku?" Abu Sinan menjawab, "Untuk membela agama yang engkau ajarkan." Abu Sinan ini adalah Abu Sinan ibnu Wahb Al-Asadi r.a. Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syuja' ibnul Walid; ia pernah mendengar An-Nadr ibnu Muhammad mengatakan, telah menceritakan kepada kamiSakhr ibnur Rabi', dari Nafi' r.a. yang mengatakan, "Sesungguhnya orang-orang telah mengatakan bahwa Ibnu Umar r.a. terlebih dahulu masuk Islam sebelum Umar, padahal tidaklah demikian.
Tetapi Umar r.a. di hari terjadinya perjanjian Hudaibiyah menyuruh Abdullah ibnu Umar untuk mencari kuda untuknya yang ada pada seorang lelaki dari kalangan Ansar, Supaya Ibnu Umar membawa kuda itu karena akan ia gunakan untuk perang. Dan saat itu Rasulullah ﷺ mengadakan baiat di bawah pohon tersebut terhadap kaum muslim, sedangkan Umar tidak mengetahui kejadian itu. Maka Abdullah ibnu Umar r.a. terlebih dahulu berbaiat kepada Rasulullah ﷺ, kemudian ia pergi mencari kuda untuk ayahnya dan ia mendatangkannya kepada ayahnya (Umar). Saat itu Umar sedang bersiap-siap untuk perang, maka Ibnu Umar menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah ﷺ sedang membaiat orang-orang di bawah sebuah pohon. Maka Umar berangkat dengan membawa dia (Ibnu Umar) hingga Umar pun berbaiat kepada Rasulullah ﷺ Peristiwa inilah yang menjadi bahan pembicaraan orang-orang, bahwa Ibnu Umar masuk Islam sebelum Umar." Kemudian Imam Bukhari mengatakan bahwa Hisyam ibnu Ammar telah mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Muhammad Al-Umari, telah menceritakan kepadaku Nafi', dari Ibnu Umar r.a. yang mengatakan bahwa sesungguhnya orang-orang (kaum muslim) pada mulanya berpencar-pencar di bawah naungan pepohonan, kemudian mereka berkumpul kepada Nabi ﷺ Maka Umar bertanya, "Hai Abdullah, lihatlah apakah yang dilakukan oleh orang-orang itu hingga mereka berkumpul mengelilingi Rasulullah ﷺ" Ibnu Umar menjumpai mereka sedang berbaiat kepadanya, maka ia pun ikut berbaiat.
Setelah itu ia kembali kepada ayahnya dan menceritakan hal itu kepadanya, lalu Umar datang dan ikut berbaiat. Imam Baihaqi telah menyandarkan hadis ini kepada Abu Amr Al-Adib, dari Abu Bakar Al-Ismaili, dari Al-Hasan ibnu Sufyan, dari Dahim, bahwa telah menceritakan kepadaku Al-Walid ibnu Muslim, kemudian disebutkan hal yang semisal. Al-Lais telah meriwayatkan dari Abuz Zubair, dari Jabir r.a. yang telah menceritakan bahwa kami di hari Hudaibiyah berjumlah seribu empat ratus orang, lalu kami mengucapkan janji setia kepada beliau ﷺ, sedangkan Umar r.a. memegang tangan beliau ﷺ di bawah pohon itu, yakni pohon samurah. Jabir mengatakan, "Kami berjanji setia kepada beliau untuk tidak akan lari (dari medan perang), bukan berjanji setia untuk mati." Imam Muslim meriwayatkan hadis ini dari Qutaibah, dari Jabir.
Imam Muslim telah meriwayatkan dari Yahya, dari Yazid ibnu Zurai', dari Khalid, dari Al-Hakam ibnu Abdullah Al-Araj, dari Ma'qal ibnu Yasar r.a. yang mengatakan, "Sesungguhnya di hari baiat di bawah pohon aku melihat Nabi ﷺ sedang membaiat kaum muslim, sedangkan aku mengangkat salah satu dari rantingnya agar tidak mengenai kepala Nabi ﷺ Kami saat itu berjumlah seribu empat ratus orang." Ma'qal ibnu Yasar mengatakan pula, "Kami membaiat beliau bukan untuk siap mati, melainkan kami berbaiat kepada beliau untuk tidak akan lari (dari medan perang)." Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Makki ibnu Ibrahim, dari Yazid ibnu Abu Ubaid, dari Salamah ibnul Akwa" r.a. yang menceritakan, "Aku berjanji setia kepada Rasulullah di bawah sebuah pohon." Yazid ibnu Abu Ubaid bertanya, "Hai Abu Maslamah, janji setia apakah yang kamu ucapkan kepada beliau pada hari itu?" Salamah r.a. menjawab, "Untuk siap mati membela beliau." Imam Bukhari mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abu Asim, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Abu Ubaid, dari Salamah r.a. yang mengatakan, "Aku berjanji setia kepada Rasulullah ﷺ pada hari Hudaibiyah, setelah itu aku menjauh.
Maka Nabi ﷺ bertanya, 'Hai Salamah, tidakkah engkau berbaiat?' Aku menjawab, 'Aku telah berbaiat.' Nabi ﷺ bersabda, 'Kemarilah dan berbaiatlah.'Maka mereka (kaum muslim) mendekat kepada beliau dan aku mengucapkan janji setia kepada beliau ﷺ Aku (Yazid) bertanya, 'Hai Salamah, janji setia apakah yang engkau ucapkan kepada beliau?' Salamah menjawab, 'Untuk siap mati (demi membelanya)'." Imam Muslim telah mengetengahkan hadis ini melalui jalur lain, dari Yazid ibnu Ubaid. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari melalui Abbad ibnu Tamim, bahwa mereka berjanji setia kepada Nabi ﷺ untuk siap mati. Imam Baihaqi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Al-Hafiz, telah menceritakan kepada kami Abul Fadl ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Salamah, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami ayahnya (yaitu Salamah ibnul Akwa' r.a.) yang mengatakan, "Kami tiba di Hudaibiyah bersama Rasulullah ﷺ Saat itu jumlah kami ada seribu empat ratus orang, sedangkan pada sumur Hudaibiyah terdapat air yang untuk minum lima puluh ekor kambing saja tidak dapat mencukupinya.
Lalu Rasulullah ﷺ duduk di pinggir sumur itu dan entah apakah beliau berdoa ataukah meludahinya, kemudian tiba-tiba sumur itu menyemburkan airnya dengan deras hingga kami semua dapat minum dan juga hewan yang kami bawa." Salamah ibnul Akwa' melanjutkan, bahwa kemudian Rasulullah ﷺ menyeru kaum muslim untuk berjanji setia kepadanya di bawah sebuah pohon, maka aku berbaiat kepadanya sebagai orang yang pertama, lalu kaum muslim berbaiat kepadanya seorang demi seorang. Dan ketika sampai pada orang yang pertengahan, beliau ﷺ bersabda, "Hai Salamah, berbaiatlah kepadaku!" Aku menjawab, "Wahai Rasulullah, akulah orang yang mula-mula berbaiat kepadamu dan juga dipertengahan." Beliau ﷺ bersabda, "Berbaiatlah lagi." Maka aku berbaiat lagi kepadanya untuk yang ketiga kalinya. Maka Rasulullah ﷺ bertanya: Hai Salamah, manakah tameng atau perisai yang pernah kuberikan kepadamu? Aku menjawab, "Wahai Rasulullah, Amir kujumpai dalam keadaan tidak bersenjata, maka perisai itu kuberikan kepadanya." Maka beliau ﷺ tertawa, lalu bersabda: Sesungguhnya engkau ini adalah seperti seseorang yang mengatakan (dalam doanya), "Ya Allah, carikanlah untukku seorang kekasih yang lebih aku cintai daripada diriku sendiri.
Salamah ibnul Akwa' melanjutkan kisahnya, bahwa kemudian orang-orang musyrik penduduk Mekah mengirimkan utusannya kepada kami untuk berdamai, hingga kami berjalan bersama mereka, lalu kami pun berdamai. Salamah ibnul Akwa' r.a. melanjutkan kisahnya, "Saat itu aku menjadi pelayan Talhah ibnu Ubaidillah r.a., menjadi tukang pemelihara kudanya; dan aku makan dari makanannya, sedangkan keluargaku kutinggalkan demi berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya." Dan setelah kami terikat dalam perjanjian gencatan senjata, kami dan penduduk Mekah, sebagian dari kami membaur dengan sebagian mereka, kemudian aku mendekati sebuah pohon dan kukuliti duri-durinya, lalu aku berbaring di bawah naungannya.
Maka aku didekati oleh empat orang musyrik Mekah, kemudian mereka menjelek-jelekkan Rasulullah ﷺ hingga aku emosi terhadap mereka, akhirnya aku beranjak ke pohon yang lain. Dan mereka menggantungkan senjatanya masing-masing di sebuah pohon, lalu berbaring (di bawah naungannya). Ketika keempat orang itu dalam keadaan beristirahat, tiba-tiba kudengar ada suara dari bawah lembah yang menyerukan, "Hai orang-orang Muhajirin, Ibnu Zanim telah terbunuh." Maka dengan serta merta kuhunus pedangku, lalu kuancamkan kepada keempat orang tersebut yang sedang tidur-tiduran, dan kuambil senjata mereka menjadi satu berada di tanganku.
Kukatakan kepada mereka, "Demi Tuhan yang memuliakan diri Muhammad, tiada seorang pun dari kamu yang mengangkat kepalanya, melainkan kutebas batok kepalanya!" Selanjutnya kubawa mereka menghadap kepada Rasulullah ﷺ dan bersamaan dengan itu pamanku Amir datang dengan membawa seorang lelaki musyrik yang dikenal dengan nama Mukarriz yang digiringnya. Akhirnya kami menghadapkan mereka kepada Rasulullah ﷺ bersamaan dengan tujuh puluh orang kaum musyrik lainnya (yang tertawan). Maka Rasulullah ﷺ memandang ke arah mereka dan bersabda, "Biarkanlah mereka, mereka akan menerima akibat dari perbuatan durhakanya sendiri." Ternyata Rasulullah ﷺ memaafkan mereka, dan saat itulah diturunkan firman-Nya: Dan Dialah yang menahan tangan mereka dari (membinasakan) kamu dan (menahan) tangan kamu dari (membinasakan) mereka di tengah kota Mekah sesudah Allah memenangkan kamu atas mereka. (Al-Fath: 24), hingga akhir ayat. Hal yang semisal telah diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ishaq ibnu Rahawaih dengan sanad yang semisal atau mendekatinya.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui hadis Abu Uwwanah, dari Tariq, dari Sa'id ibnul Musayyab yang menceritakan bahwa ayahnya termasuk salah seorang yang berjanji setia kepada Rasulullah ﷺ di bawah pohon itu. Ia menceritakan, "Kami berangkat tahun berikutnya untuk tujuan haji, maka tempat kami melakukan baiat Ridwan itu disamarkan dari kami. Sekiranya aku dapat mengetahuinya dengan tepat, tentulah aku akan menceritakannya kepada kalian dan kalian pun akan tahu." Abu Bakar Al-Humaidi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan kepada kami Abuz Zubair, telah menceritakan kepada kami Jabir r.a. yang mengatakan bahwa ketika Rasulullah ﷺ menyerukan kepada kaum muslim untuk melakukan baiat (Ridwan) kami menemukan seorang lelaki dari kalangan kami yang dikenal dengan nama Al-Jadd ibnu Qais sedang bersembunyi di balik ketiak untanya.
Imam Muslim meriwayatkan hadis ini melalui Ibnu Juraij, dari Ibnuz Zubair dengan sanad yang sama. Al-Humaidi mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Amr, bahwa ia pernah mendengar dari Jabir r.a. yang mengatakan, "Kami di hari Hudaibiyah berjumlah seribu empat ratus orang. Lalu Rasulullah ﷺ bersabda kepada kami: 'Kamu sekalian sekarang adalah penduduk bumi yang paling baik'. Jabir r.a. melanjutkan kisahnya, "Seandainya aku dapat melihat, tentulah aku dapat memperlihatkan kepada kalian tempat pohon itu." Sufyan mengatakan bahwa mereka berselisih pendapat tentang tempat pohon itu. Imam Bukhari dan Imam Muslim telah mengetengahkan hadis ini melalui Sufyan. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Al-Lais, dari Abuz Zubair, dari Jabir r.a., dari Rasulullah ﷺ yang telah bersabda: Tidak akan masuk neraka orang yang telah mengucapkan janji setia di bawah pohon itu.
". Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Harun Al-Fallas Al-Mahrami, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Amr Al-Asy'asi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sabit Al-Abdi, dari Khaddasy ibnu Iyasy, dari Abuz Zubair, dari Jabir r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Semua orang yang ikut dalam baiat (janji setia) di bawah pohon masuk surga kecuali seorang yang memiliki unta berbulu merah. Jabir r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu kami segera mencari orang tersebut, ternyata lelaki itu adalah seseorang yang kehilangan unta kesayangannya. Maka kami katakan kepadanya, "Kemarilah, berbaiatlah kamu." Lelaki itu menjawab, "Aku baru saja menangkap untaku dan ini lebih aku sukai daripada berbaiat." ".
". ]. Abdullah ibnu Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Mu'az, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Qurrah, dari Abuz Zubair, dari Jabir r.a., dari Nabi ﷺ yang telah bersabda: Barang siapa yang mendaki lereng itu, yaitu Lereng Al-Marar, maka sesungguhnya akan dihapuskan darinya dosa-dosa sebagaimana yang telah dihapuskan dari Bani Israil. Dan orang yang mula-mula mendakinya adalah rombongan berkuda Banil Khazraj, kemudian orang-orang lainnya bersegera mendakinya sesudah itu, lalu Nabi ﷺ bersabda: Kamu sekalian diampuni dosa-dosanya kecuali pemilik unta merah.
Maka kami berkata (kepada lelaki itu), "Kemarilah, Rasulullah ﷺ akan memohonkan ampun bagimu." Tetapi pemilik unta merah itu berkata, "Demi Allah, sesungguhnya bila aku menemukan unta merahku yang hilang, maka lebih aku sukai ketimbang dimohonkan ampunan bagiku oleh teman kalian itu (maksudnyaNabi ﷺ)." Ternyata dia adalah lelaki yang sedang mencari unta merahnya. Imam Muslim meriwayatkan hadis ini dari Ubaidillah dengan sanad yang sama. ". [: 71] Ibnu Juraij mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abuz Zubair; ia pernah mendengar Jabir r.a. mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ummu Mubasysyir bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda di rumah Hafsah r.a.: Tidak akan masuk neraka, jika Allah menghendaki, seorang pun dari kalangan orang-orang yang ikut berbaiat di bawah pohon.
Lalu Ummu Mubasysyir mengatakan, "Benar, wahai Rasulullah." Maka Nabi ﷺ menghardiknya, dan Hafsah r.a. membaca firman-Nya: Dan tidak ada seorang pun darimu, melainkan mendatangi neraka. (Maryam: 71) Maka Nabi ﷺ bersabda bahwa Allah ﷻ telah berfirman pula: Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut. (Maryam: 72) Imam Muslim telah meriwayatkan pula hadis ini. Dan di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan pula dari Qutaibah, dari Al-Lais, dari Abuz Zubair, dari Jabir r.a. yang mengatakan bahwa: sesungguhnya Abdul Hatib ibnu Abu Balta'ah datang mengadu perihal Hatib, lalu ia mengatakan, "Wahai Rasulullah, si Hatib pasti masuk neraka." Maka Rasulullah ﷺ bersabda: Kamu dusta, dia tidak akan memasukinya, karena sesungguhnya dia telah ikut dalam Perang Badar dan (baiat di) Hudaibiyah. Karena itulah Allah ﷻ berfirman memuji mereka: Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka; maka barang siapa yang melanggar janjinya, niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri; dan barang siapa menepati janjinya kepada Allah, maka Allah akan memberinya pahala yang besar. (Al-Fath: 10) Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: Sesungguhnya Allah telah rida terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka, lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya). (Al-Fath: 18)"
Bahwa orang-orang yang berjanji setia kepadamu, wahai Nabi Muhammad, sesungguhnya mereka pada hakikatnya hanya berjanji setia kepada Allah. Karena tujuan berjanji setia kepada Rasul adalah untuk menaati perintah Allah. Tangan Allah, yakni kekuasaan-Nya, di atas tangan-tangan mereka, Dia akan menolong orang yang berjanji itu dalam melaksanakan janjinya. Maka barangsiapa melanggar janji yang telah diucapkan kepada Nabi maka sesungguhnya dia melanggar atas janji sendiri, dan akibat pelanggaran itu akan menimpa diri sendiri; dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah, dan menunaikannya dengan sempurna, maka Dia akan memberinya pahala yang besar, yaitu surga. 11. Orang-orang Badui yang tertinggal di Madinah, yaitu mereka yang tidak turut serta bersama Nabi pergi ke Hudaibiyah, akan berbohong dan berkata kepadamu, wahai Nabi Muhammad, 'Kami telah disibukkan oleh upaya memelihara harta dan keluarga kami, jika kami pergi maka harta kami akan lenyap dan keluarga kami akan terlantar. Maka mohonkanlah ampunan untuk kami atas kesalahan kami. ' Menanggapi kebohongan itu, Allah menegaskan bahwa mereka mengucapkan sesuatu dengan mulutnya apa yang tidak ada dalam hatinya. Bahwa alasan mere-ka tidak ikut pergi ke Hudaibiyah adalah alasan yang dibuat-buat saja. Maka Katakanlah kepada mereka yang berbohong itu, 'Maka siapa-kah yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah jika Dia menghendaki bencana terhadap kamu, dengan melenyapkan hartamu dan membinasakan keluargamu, atau jika Dia menghendaki keuntungan bagimu, de-ngan menyelamatkan hartamu dan keluagamu, walaupun kamu tidak menjaganya secara langsung' Sungguh, Allah Mahateliti dengan apa yang kamu kerjakan. ' Dia mengetahui bahwa alasan yang kamu yang kamu nyatakan itu adalah kebohongan belaka sebagai dalih untuk mengelak dari kecaman.
Ayat ini menerangkan pernyataan Allah terhadap baiat yang dilakukan para sahabat kepada Rasulullah ﷺ bahwa hal itu juga berarti mengadakan baiat kepada Allah. Baiat ialah suatu janji setia atau ikrar yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang yang berisi pengakuan untuk menaati seseorang misalnya karena ia diangkat menjadi pemimpin atau khalifah.
Yang dimaksud dengan baiat dalam ayat ini ialah Bai'atur Ridhwan yang terjadi di Hudaibiyyah yang dilakukan para sahabat di bawah pohon Samurah. Para sahabat waktu itu berjanji kepada Rasulullah ﷺ bahwa mereka tidak akan lari dari medan pertempuran serta akan bertempur sampai titik darah penghabisan memerangi orang-orang musyrik Mekah, seandainya kabar yang disampaikan kepada mereka bahwa 'Utsman bin 'Affan yang diutus Rasulullah itu benar telah mati dibunuh orang musyrik Mekah.
Diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Qatadah bahwa ia berkata kepada Sa'id bin al-Musayyab, "Berapa jumlah orang yang ikut Bai'ah ar-Ridhwan?" Sa'id menjawab, "Seribu lima ratus orang." Ada pula yang berpendapat jumlahnya seribu empat ratus orang.
Dalam ayat ini, diterangkan cara baiat yang dilakukan para sahabat kepada Rasulullah ﷺ yaitu dengan meletakkan tangan Rasul di atas tangan orang-orang yang berjanji. Dalam posisi demikian, diucapkanlah kata baiat.
Maksud kalimat "tangan Allah di atas tangan mereka" ialah untuk menyatakan bahwa berjanji dengan Rasulullah ﷺ sama hukumnya dengan berjanji kepada Allah. Tangan Allah dalam konteks ayat ini merupakan arti kiasan, karena Allah Mahasuci dari segala sifat yang menyerupai makhluk-Nya. Oleh karena itu, ada ahli tafsir yang mengartikan tangan di sini dengan kekuasaan.
Kemudian diterangkan akibat yang akan dialami orang-orang yang mengingkari perjanjian itu, yaitu mereka akan memikul dosa yang besar. Dosa besar itu diberlakukan terhadap mereka karena tidak mau membaiat Nabi saw, sedangkan kaum Muslimin membaiat beliau secara pribadi. Sebaliknya diterangkan pula pahala yang akan diperoleh orang-orang yang menepati baiatnya. Mereka akan memperoleh pahala yang berlipat ganda di akhirat dan tempat mereka adalah surga yang penuh dengan kenikmatan.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 8
“Sesungguhnya Kami telah mengutus engkau akan menjadi saksi."
Disebutlah tugas yang pertama daripada Nabi ﷺ yaitu menjadi saksi, menyaksikan segala perbuatan baik yang dikerjakan oleh umat yang telah mendengar dakwahnya. Dalam ayat 41 pada surah an-Nisaa' dituliskanlah firman Allah sebagai pertanyaan kepada Rasulullah ﷺ,
“Bagaimanakah keadaannya (nanti) jika Kami bawakan bagi tiap-tiap umat seorang saksi dan Kami bawakan pula kamu atas mereka itu sebagai saksi (pula)?"(an-Nisaa'; 41)
Menurut suatu hadits yang shahih, Nabi senang sekali mendengar bilamana sahabat-sahabat beliau membawa ayat-ayat Al-Qur'an yang diturunkan Allah kepada beliau. Maka pada suatu hari disuruhnyalah Abdullah bin Mas'ud membaca ayat Al-Qur'an mana yang dia hafal.
Maka dengan segala kerendahan hati Abdullah bin Mas'ud menjawab,"Bagaimanakah saya akan membacanya di hadapan engkau, ya Rasulullah, padahal kepada engkau Al-Qur'an itu diturunkan?"
Nabi menjawab bahwa beliau senang sekali bila mendengar orang lain yang membaca. Maka dibacalah ayat-ayat dari surah an-Nisaa' itu oleh Abdullah bin Mas'ud, sejak ayat yang pertama dan Nabi ﷺ mendengarkan dengan tafakur memahamkan isinya. Tetapi setelah sampai pada ayat 41 yang telah kita salinkan di atas, beliau menangis dan karena tangis beliau itu, Abdullah bin Mas'ud pun tidak meneruskan lagi.
“Dan buat menarik," yaitu perkataan yang penuh dengan tarikan dengan bujukan dan janji-janji yang mulia. Yaitu bagi barangsiapa yang patuh menuruti apa yang beliau perintahkan yang beliau gariskan bagi mereka itu telah disediakan surga, tempat yang mulia dan akan kekal mereka di dalamnya di akhirat besok.
“Dan buat mengancam."
Dan sebaliknya buat barangsiapa yang
tidak memedulikan akan seruan itu, masa bodoh, menentang, tidak percaya atau menyatakan permusuhan, pendeknya segala sikap yang menyatakan tantangan yang disebut kafir, disampaikan pulalah kepada mereka sikap ancaman bahwa mereka akan dikutuk dan dilaknat, diadzab dan dihukum dengan adzab dan siksa api neraka.
Maka bolehlah kita perhatikan Al-Qur'an sejak dari pangkalnya sampai kepada ujungnya, segala penarik dan pembujuk selalu diiringi dengan ancaman akan hukuman atau sebaliknya kalau terlebih dahulu ada ancaman akan siksaan dan adzab, di belakangnya diiringi dengan harapan akan bujukan dan tarikan Allah bahwa amal yang baik akan mendapat balasan dan ganjaran yang baik.
Ayat 9
“Supaya kamu semua betiman kepada Allah dan Rasul-Nya."
Percaya dengan sungguh-sungguh kepada apa saja yang diturunkan Allah dan dijalankan oleh Rasul dan disampaikan kepada kita, umat pengikut Muhammad."Dan supaya kamu teguhkan (agama-Nya)," kamu kuatkan. Meneguh dan menguatkan agama tidak dapat diserahkan kepada orang lain, mesti bergantung kepada kemauan dan tenaga sendiri yang didorongkan oleh rasa iman tadi. Di dalam surah al-Baqarah ayat 63, di dalam surah al-Baqarah ayat 93 dan di dalam surah al-A'raaf ayat 171 ada persamaan bunyi ayat,
“Ambillah olehmu apa yang Kami berikan kepada kamu itu dengan segenap kekuatan." (al-A'raaf; 171)
Artinya, dengan sungguh-sungguh, tidak main-main, tidak seenaknya hendaklah dengan teguh hati."Dan muliakan Dia," yaitu muliakan Allah dengan memuliakan Nabi Muhammad yang membawa perintah itu, hormati dia, keterangan jabir bln Abdullah.
Tetapi kalau kita selidiki dengan saksama keterangan jabir bin Abdullah itu pun tidak ada pertentangannya dengan keterangan orang-orang yang menyatakan bersedia buat mati itu. Karena bersedia berperang dengan sedianya menghadapi maut dan tidak mau lari atau meninggalkan barisan (desseteur), Semua orang yang telah menyatakan diri atau telah berbaiat hendak berperang, sudah nyata sedia menghadapi maut! Tidak akan ada orang yang akan berbaiat bahwa saya mau ikut berperang asal jangan mati.
Dari semula tidak ada niat orang ini hendak pergi berperang. Tetapi setelah terdengar bahwa Utsman telah mati dibunuh, mereka semua mengadakan baiat, sedia berperang dan sedia mati! Apa yang akan terjadi sedia menghadapi. Itulah maksud sabda Nabi setelah mendengar berita Utsman terbunuh itu, beliau berkata,
“Tempat ini tidak akan kita tinggalkan sebelum kita berhitung dengan kaum itu."
Oleh sebab itu maka iman yang kuat kepada Allah Ta'aala bukanlah menyebabkan orang menjadi mundur atau patah semangat, bahkan menyebabkan orang menyusun kekuatan sampai terjadi baiat, sampai terjadi Nabi ﷺ bersabda, kita tidak akan meninggalkan tempat ini sebelum kita adakan perhitungan yang tepat dengan kaum itu. Maka berita yang demikian telah menyebabkan semangat menjadi bulat dan hati menjadi teguh, bukan panik dan bukan gugup. Dan semuanya ini bergantung kepada adanya bijaksana dan tanggung jawab pada Nabi ﷺ sendiri sebagai pemimpin. Sehingga pujian terbesar datang dari Allah bahwa orang yang berbaiat sesamanya sendiri, sama artinya dengan berbaiat dengan Allah dan tangan Allah adalah di atas tangan mereka. Artinya ialah bahwa tangan mereka semuanya menjadi kuat dan teguh, Sebab semuanya ditating dan direstui
oleh tangan Allah atau oleh kekuatan Allah."Dan barangsiapa yang mungkir adalah memungkiri dirinya sendiri." Artinya kalau ada orang yang kemudian dan perjanjian atau baiat itu berbelok dari tujuan, tidak tahan menderita sehingga berubah pendirian maka samalah artinya dengan memungkiri diri sendiri, merusakkan sejarah yang tadinya telah disusun dengan baik.
Maka dalam agama Islam pada perjuangan-perjuangan yang penting itu, dicatat dan dihargai tinggi di zaman permulaan Islam yang utama sekali ialah orang-orang yang turut dalam Peperangan Badar. Sesudah itu ialah orang-orang yang turut menyaksikan baiat di Hudaibiyah itu.
Dalam sejarah bangsa-bangsa yang mencapai kemenangan dalam perjuangan maka zaman-zaman penting itu dijadikan penilaian penting pula bagi sejarah perjuangan seseorang. Misalnya dalam mencapai kemerdekaan Indonesia, diingat dan dihargai tinggi orang-orang yang turut aktif dalam Gerakan 1945, setelah itu dalam catatan lagi pepe-rangan-peperangan dalam memberantas pemberontakan-pemberontakan atau Peringatan Sewindu sama sekali itu ada bintangnya sendiri. Tetapi sebagai juga peringatan di zaman Nabi, kalau ada kesalahan tindakan di belakang maka peringatan jasa yang terdahulu itu, bisa saja menjadi hapus licin. Alhamdulillah kita tidak mendapati cara yang demikian dalam Islam. Karena sahabat-sahabat Rasulullah berperang buat kemenangan Islam ada dalam kebersihan semuanya.
“Dan barangsiapa yang memenuhi apa yang telah dijanjikannya kepada Allah maka Dia akan memberi kepadanya ganjaran yang besar."
Ujung ayat ini menegaskan bahwa seorang yang iman telah memenuhi hatinya, tidaklah akan berhenti berjuang sampai nyawanya bercerai dengan badannya, jasanya karena Perang Badar, disambungnya dengan jasa karena kehadiran damai Hudaibiyah, kemudian mengikuti lagi yang lain. Bahkan setelah terjadi pertikaian politik yang begitu hebatnya di antara Ali bin Abi Thalib dengan Mu'awiyah bin Abi Sufyan beberapa puluh tahun kemudian, ada sahabat Rasulullah yang tidak mau menyatakan berpihak ke mana-mana dan kedua belah pihak pun tidak pula mau mengganggu dan memaksa pihak-pihak yang tidak memasuki salah satu golongan itu. Di antara mereka ialah Sa'ad bin Abi Waqqash dan Abdullah bin Umar.
Di samping orang-orang yang gagah berani karena telah sangat teguh imannya niscaya akan ada lagi orang-orang yang sangat takut menghadapi bahaya yang sangat mempertahankan hidup, sebab itu mereka pun tidak keberatan hidup dalam kehinaan. Orang-orang yang seperti inilah yang berkata,
Ayat 11
“Akan berkata kepada engkau orang-orang dusun yang tidak ikut."
Kita sebutkan al-A'raab dengan arti dusun. Arti dusun itu kita ambil yang terdekat saja. Biasa juga di negeri kita disebut orang kampungan yaitu orang-orang yang belum mempunyai pengertian yang mendalam tentang agama. Yang penting bagi mereka barulah sekadar makan dan minum. Mereka belum mengenal atau ideal maka mereka suka ikut berperang kalau akan mendapat untung dan tidak akan mati. Yaitu kalau besar harapannya bahwa perang itu akan menang! Tetapi kalau dia merasa ragu-ragu karena bilangan musuh lebih banyak dan musuh itu lebih kuat, mereka akan mencari berbagai macam dalih untuk mengelakkan diri."Telah melalaikan kepada kami harta berida kami dan keluarga kami, sebab itu mintakanlah ampun untuk kami."
Inilah jawaban untuk membersihkan diri daripada orang yang penakut dan tidak bertanggung jawab. Dia telah terasa takut dan cemas melihat besarnya musuh, sebab itu dia telah takut akan kena getahnya. Tetapi
kemudian setelah kelihatan olehnya bahwa pihak kaum Muslimin sesudah baiat itu telah bulat hati mereka menghadapi maut dan pihak musuh telah suka pula mengadakan permusyawaratan sehingga memberi izin naik haji pada tahun berikutnya. Barulah mereka datang meminta maaf, sebab tidak turut datang ketika panggilan tiba.
Menurut keterangan yang umum, terutama riwayat yang dibawakan oleh Jabir bin Abdullah, seorang pemuka Anshar yang turut dalam rombongan Hudaibiyah itu, banyaknya kaum Muslimin yang pergi mengikut Rasulullah ketika itu ialah sekitar 1.400 orang.
Dikatakan pada lanjutan ayat bahwasanya pengakuan mereka itu bukanlah sejujurnya."Mereka katakan dengan lidahnya apa yang tidak dari hatinya." Tegasnya bahwa mereka itu telah berdusta. Mereka katakan bahwa harta berida dan anak-anak mereka telah menghalangi sehingga mereka tidak dapat berjalan dan turut serta dengan Nabi ﷺ pergi berjuang. Padahal orang-orang yang turut dengan Nabi yang lain-lain itu pun mempunyai harta berida dan anak-anak juga. Sebab itu maka Nabi ﷺ disuruh menjawab ucapan keuzuran mereka yang mencari helah mengelakkan diri itu dengan tegas,"Katakanlah: siapakahyang berkuasa atas kamu lain daripada Allah jika Allah itu hendak mencelakakan kamu ataupun hendak memberi manfaat kepada kamu?" Pertanyaan yang disuruh Allah kepada Nabi-Nya menanyakan kepada kaum-kaum orang dusun itu telah membukakan rahasia sebenarnya mengapa mereka tidak mau membawa harta berida atau keluarga mereka kalau patut dibawa atau meninggalkan kalau patut ditinggalkan. Sebabnya ialah karena dalam hati mereka ada keraguan akan dibawakah atau tidak! Akan dibawa, mereka masih ragu-ragu apakah mereka akan selamat dalam perjalanan itu atau akan dapat celaka. Kalau jelas akan mendapat manfaat, tidak akan berbahaya, pastilah me-reka telah membawa mereka. Maka kalau mereka mempunyai iman yang tebal kepada Allah, mereka akan pergi dengan tidak ada rasa ragu! Keselamatan ataupun bahaya yang akan menimpa, semuanya itu datang dari Allah dan tidak ada orang yang sanggup menahannya atau menolaknya.
“Bahkan Allah adalah amat mengetahui apa pun yang hendak kamu kerjakan."
Lalu selanjutnya ditelanjangi oleh Allah perasaan munafik yang tersembunyi di dalam, apa sebab tidak ikut berperang sejak semula.
Ayat 12
“Bahkan kamu telah menyangka bahwa tidak akan kembali lagi Rasul dan orang-orang yang beriman itu kepada keluarganya selama-lamanya."
Artinya ialah bahwa orang-orang dusun yang penakut itu telah menaksir lebih dahulu bahwa kaum Muslimin tidak akan menang dalam peperangan ini. Berat sangka mereka bahwa Nabi dan orang-orang yang mengaku beriman sebagai pengikut beliau akan tewas dalam medan perang dan tidak akan ada harapan lagi buat kembali kepada keluarga mereka di rumah. Mereka telah takut bahwa pejuang-pejuang itu akan mati konyol semua: sebab itu lebih baik mengelak diri dari semula, jangan ikut, jangan campur dan jangan turut menyusahkan diri. Tetapi kemudian ternyata bahwa perjuangan itu tidak ada, bahkan perjanjianlah yang telah ditandatangani dan kemudian Muslimin beroleh kemenangan gemilang dalam bidang diplomatik. Di waktu itulah mereka datang meminta maaf sebab tidak hadir sejak semula, sebab harta berida dan anak istri mesti diurus lebih dahulu."Itulah yang terhias dalam hati mereka itu," sejak semula! Sebab mereka menyangka kaum Muslimin itu lemah tidak berdaya,"dan telah menyangka kamu persangkaan yang buruk,'' sebab menyangka kaum Muslimin lemah tidak berdaya, tidak mempunyai kesanggupan berdiplomasi dan kalau telah berhadapan dengan musuh akan kalah saja terus, sebab musuh itu banyak. Maka persangkaan yang buruk itu terbit ialah karena pergaulan mereka sendiri pun buruk. Mereka tidak dapat melihat betapa tingginya masyarakat yang telah diberituk Nabi ﷺ pada waktu itu.
“Dan adalah kamu jadi kaum yang telah rusak."
Timbul kerusakan dalam masyarakat seperti demikian karena tidak mencampuri masyarakat yang mempunyai ketinggian budi, yang mengerti bagaimana tebal dan teguhnya jiwa orang-orang perjuangan, yang telah mempunyai pendirian bahwasanya jika mereka mati dalam mempertahankan suatu pendirian yang benar, bukanlah mereka mati melainkan hidup terus dan di sisi Allah selalu mendapat rezeki.
Ayat 13
“Dan barangsiapa yang tidak percaya kepada Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu neraka yang bernyala-nyala."
Ayat ini menjadi disiplin yang kuat, yang akan mengikat orang-orang yang beriman supaya jangan mundur. Karena kemunduran, lari meninggalkan medan perjuangan karena ragu-ragu, karena pengecut adalah tanda dari iman yang telah terbakat atau iman yang belum pernah tumbuh, yang hanya berkumpul kepada sorak-sorai saja selama ini. Muslim sejati disuruh teguh setia di saat suka dan duka, fi maa yasytahihi wa maa yakrahuhu, setia pada yang menimbulkan kegiatan ataupun pada yang pahit.
Ayat 14
“Dan kepunyaan Allah-lah kekuasaan di semua langit dan bumi."
Semua medan perjuangan itu Allah yang punya, sebab itu tak usah takut."Dan akan memberi ampun barangsiapa yang Dia kehendaki." Oleh sebab itu siapa yang pernah diserang ragu, berantaslah keraguan itu dan tobatlah!"Dan Dia pun akan menyiksa barangsiapa yang Dia kehendaki"yaitu orang yang tidak mengobat keraguan itu sehingga hanyut terus! Sungguh pun demikian,
“Dan adalah Allah itu Maha Pengampun, Maha Penyayang."