Ayat
Terjemahan Per Kata
وَمَا
dan tidaklah
مِن
dari
دَآبَّةٖ
binatang-binatang
فِي
di
ٱلۡأَرۡضِ
bumi
وَلَا
dan tidak
طَٰٓئِرٖ
burung-burung
يَطِيرُ
yang terbang
بِجَنَاحَيۡهِ
dengan kedua sayapnya
إِلَّآ
kecuali/melainkan
أُمَمٌ
ummat-ummat
أَمۡثَالُكُمۚ
seperti kamu
مَّا
tidaklah
فَرَّطۡنَا
Kami alpakan
فِي
didalam
ٱلۡكِتَٰبِ
Al Kitab
مِن
dari
شَيۡءٖۚ
sesuatu
ثُمَّ
kemudian
إِلَىٰ
kepada
رَبِّهِمۡ
Tuhan mereka
يُحۡشَرُونَ
mereka akan dihimpun
وَمَا
dan tidaklah
مِن
dari
دَآبَّةٖ
binatang-binatang
فِي
di
ٱلۡأَرۡضِ
bumi
وَلَا
dan tidak
طَٰٓئِرٖ
burung-burung
يَطِيرُ
yang terbang
بِجَنَاحَيۡهِ
dengan kedua sayapnya
إِلَّآ
kecuali/melainkan
أُمَمٌ
ummat-ummat
أَمۡثَالُكُمۚ
seperti kamu
مَّا
tidaklah
فَرَّطۡنَا
Kami alpakan
فِي
didalam
ٱلۡكِتَٰبِ
Al Kitab
مِن
dari
شَيۡءٖۚ
sesuatu
ثُمَّ
kemudian
إِلَىٰ
kepada
رَبِّهِمۡ
Tuhan mereka
يُحۡشَرُونَ
mereka akan dihimpun
Terjemahan
Tidak ada seekor hewan pun (yang berada) di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan semuanya merupakan umat (juga) seperti kamu. Tidak ada sesuatu pun yang Kami luputkan di dalam kitab, kemudian kepada Tuhannya mereka dikumpulkan.
Tafsir
(Dan tiadalah) min sebagai tambahan (binatang-binatang) yang berjalan (di muka bumi dan burung-burung yang terbang) di udara (dengan kedua sayapnya melainkan umat-umat juga seperti kamu) dalam pengaturan penciptaannya, rezeki dan sepak terjangnya. (Tiadalah Kami alpakan) Kami tinggalkan (di dalam Alkitab) yakni Lohmahfuz (tentang) sebagai tambahan (sesuatu pun) artinya Kami tidak menulisnya (kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan) kemudian Tuhan memutuskan hukum-Nya di antara mereka. Ia mengkisas si kuat yang menganiaya di lemah setelah Ia berfirman kepada mereka semua, "Jadilah kamu semua sebagai tanah!".
Tafsir Surat Al-An'am: 37-39
Dan mereka (orang-orang musyrik) berkata, “Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) suatu mukjizat dari Tuhannya?” Katakanlah, “Sesungguhnya Allah Maha Kuasa menurunkan suatu mukjizat, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.”
Dan tidak ada seekor hewan pun yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan semuanya merupakan umat-umat (juga) seperti kalian. Tiadalah Kami luputkan sesuatu pun di dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dikumpulkan.
Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami adalah tuli, bisu, dan berada dalam gelap gulita. Barang siapa yang dikehendaki Allah (dalam kesesatan), niscaya disesatkan-Nya. Dan barang siapa yang dikehendaki Allah (untuk diberi-Nya petunjuk), niscaya Dia menjadikannya berada di atas jalan yang lurus.
Ayat 37
Allah ﷻ berfirman menceritakan perihal orang-orang musyrik, mereka pernah bertanya, "Mengapa tidak diturunkan kepadanya suatu mukjizat dari Tuhannya?" Mukjizat ini diungkapkan dengan istilah ayat yang artinya peristiwa yang bertentangan dengan hukum alam yang biasa mereka temukan, termasuk di antaranya ialah seperti apa yang mereka katakan dalam firman-Nya:
“Kami sekali-kali tidak percaya kepadamu hingga kamu memancarkan mata air dari bumi untuk kami.” (Al-Isra: 90), hingga beberapa ayat berikutnya.
Firman Allah ﷻ: “Katakanlah, ‘Sesungguhnya Allah Maha Kuasa menurunkan suatu mukjizat, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui’.” (Al-An'am:37)
Yakni Allah ﷻ mampu untuk melakukan hal itu. Tetapi karena suatu hikmah (kebijaksanaan) dari-Nya, Dia sengaja menunda hal itu. Karena sesungguhnya jika Allah menurunkan mukjizat seperti yang mereka minta, namun mereka tetap tidak beriman, niscaya Allah akan menyegerakan azab-Nya terhadap mereka, seperti yang telah Allah lakukan terhadap umat-umat terdahulu.
Allah ﷻ telah berfirman: “Dan sekali-kali tidak ada yang menghalangi Kami untuk mengirimkan (kepadamu) tanda-tanda (kekuasaan Kami), melainkan karena tanda-tanda itu telah didustakan oleh orang-orang dahulu. Dan telah Kami berikan kepada Tsamud unta betina itu (sebagai mukjizat) yang dapat dilihat, tetapi mereka menganiaya (dengan menyembelih) unta betina itu. Dan Kami tidak memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakut-nakuti.” (Al-Isra: 59)
“Jika Kami kehendaki, niscaya Kami menurunkan kepada mereka mukjizat dari langit, sehingga tengkuk mereka selalu tunduk dengan rendah hati kepadanya.” (Asy-Syu'ara: 4)
Ayat 38
Adapun firman Allah ﷻ: “Dan tidak ada seekor binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kalian.” (Al-An'am: 38)
Menurut Mujahid, makna “umamun” ialah berbagai macam jenis yang nama-namanya telah dikenal. Menurut Qatadah, burung-burung adalah umat, manusia adalah umat, begitu pula jin. As-Suddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya tersebut yakni makhluk juga, sama seperti kalian.
Firman Allah ﷻ: “Tiadalah Kami luputkan sesuatu pun di dalam Al-Kitab.” (Al-An'am: 38)
Maksudnya, semuanya ada berdasarkan pengetahuan dari Allah, tiada sesuatu pun dari semuanya itu yang dilupakan oleh Allah rezeki dan pengaturannya, baik ia sebagai hewan darat ataupun hewan laut.
Sama halnya dengan apa yang disebutkan oleh Allah dalam ayat lain:
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuz).” (Hud: 6)
Yakni tertulis nama-namanya, serta tempat-tempatnya, dan semua gerakan serta diamnya tertulis dalam tulisan itu.
Allah ﷻ telah berfirman pula: “Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepada kalian, dan Dia Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al-Ankabut: 60)
An-Hafidzh Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Ubaid ibnu Waqid Al-Qaisi Abu Abbad, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Isa ibnu Kaisan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Munkadir, dari Jabir ibnu Abdullah yang menceritakan bahwa belalang jarang didapat dalam masa satu tahun dari tahun-tahun masa pemerintahan Khalifah Umar. Kemudian Umar bertanya-tanya mengenai hal itu, tetapi tidak mendapat jawaban apa pun.
Dia sedih karena hal tersebut, sehingga ia mengirimkan seorang penunggang kuda ke negeri Yaman untuk menyelidiki keberadaan belalang. Seorang lagi ke negeri Syam, dan seorang lagi menuju negeri Irak. Masing-masing ditugaskan untuk memeriksa keberadaan belalang di tempat-tempat tersebut. Kemudian datang kepadanya penunggang kuda dari negeri Yaman dengan membawa segenggam belalang, lalu semuanya ditaruh di hadapannya. Ketika ia (Umar) melihatnya, maka ia mengucapkan takbir tiga kali, kemudian berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: “Allah ﷻ telah menciptakan seribu umat (jenis makhluk), enam ratus umat di antaranya berada di laut dan yang empat ratusnya berada di daratan. Mula-mula umat yang binasa dari seluruhnya ialah belalang. Apabila belalang telah musnah, maka merembet ke yang lainnya seperti halnya untaian kalung apabila talinya terputus.”
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari ayahnya, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: “Kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.” (Al-An'am: 38)
Bahwa dikumpulkannya ialah setelah mati.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir melalui jalur Israil, dari Sa'id, dari Masruq, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, disebutkan bahwa matinya hewan-hewan yaitu pada saat hari dikumpulkannya. Hal yang sama telah diriwayatkan pula oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas. Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa telah diriwayatkan dari Mujahid dan Adh-Dhahhak hal yang serupa.
Pendapat yang kedua mengatakan, dikumpulkannya ialah saat hari berbangkit, yaitu di hari kiamat nanti. Berdasarkan firman Allah ﷻ:
“Dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan.” (At-Takwir: 5)
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Sulaiman, dari Munzir Ats-Tsauri, dari guru-guru mereka, dari Abu Dzar, bahwa Rasulullah ﷺ melihat dua ekor domba yang sedang adu tanduk (bertarung), lalu Rasulullah ﷺ bersabda: “Wahai Abu Dzar, tahukah kamu mengapa keduanya saling menanduk?” Abu Dzar menjawab, "Tidak.” Nabi ﷺ bersabda, "Allah-lah yang tahu dan Dia kelak akan melakukan peradilan di antara keduanya."
Abdur Razzaq meriwayatkannya dari Ma'mar, dari Al-A'masy, dari orang yang disebutkannya, dari Abu Dzar yang menceritakan bahwa ketika para sahabat sedang berada di hadapan Rasulullah ﷺ, tiba-tiba ada dua kambing jantan saling menanduk (berlaga). Maka Rasulullah ﷺ bersabda: “Tahukah kalian mengapa keduanya tanduk-menanduk?” Mereka (para sahabat) menjawab, "Kami tidak tahu.” Rasulullah ﷺ bersabda, "Allah-lah yang tahu, dan kelak Dia akan mengadakan peradilan di antara keduanya.” Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkannya pula melalui jalur Munzir Ats-Tsauri, dari Abu Dzar, lalu ia menyebutkannya, tetapi ditambahkan bahwa Abu Dzar berkata, "Dan sesungguhnya Rasulullah ﷺ meninggalkan kami, sedangkan ketika tidak ada seekor burung satu pun mengepakkan sayapnya di langit, tetapi beliau ﷺ menceritakan kepada kami pengetahuan mengenainya."
Abdullah ibnu Imam Ahmad telah mengatakan di dalam kitab musnad ayahnya, bahwa telah menceritakan kepadaku Abbas ibnu Muhammad dan Abu Yahya Al-Bazza. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hajjaj ibnu Nasir, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Al-Awwam ibnu Muzahim, dari Bani Qais ibnu Sa'labah, dari Abu Usman An-Nahdi, dari Usman , bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: “Sesungguhnya hewan yang tidak bertanduk benar-benar akan menuntut (hukum) qisas terhadap hewan yang bertanduk (yang telah menanduknya) kelak di hari kiamat.”
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Ja'far ibnu Barqan, dari Yazid ibnul Asam, dari Abu Hurairah sehubungan dengan firman-Nya:
“Melainkan umat-umat (juga) seperti kalian. Tiadalah Kami lupakan sesuatu pun di dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dikumpulkan.” (Al-An'am: 38)
Bahwa semua makhluk kelak di hari kiamat dikumpulkan, termasuk semua binatang ternak, binatang-binatang lainnya, burung-burung, dan semua makhluk. Kemudian keadilan Allah pada hari itu menaungi semuanya sehingga hewan yang tidak bertanduk meng(hukum) qisas hewan bertanduk yang pernah menanduknya.
Setelah itu Allah berfirman, "Jadilah kamu sekalian tanah." Karena itulah orang kafir (pada hari itu) mengatakan, seperti yang dikutip oleh firman-Nya: “Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu jadi tanah.” (An-Naba: 40)
Ayat 39
Firman Allah ﷻ: “Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami adalah tuli, bisu, dan berada dalam gelap gulita.” (Al-An'am: 39)
Yakni perumpamaan mereka dalam kejahilannya dan keminiman ilmunya serta ketiadaan pengertiannya sama seperti orang yang tuli yang tidak dapat mendengar, bisu yang tidak dapat bicara, dan selain itu berada dalam kegelapan tanpa dapat melihat. Maka orang yang seperti itu mustahil mendapat petunjuk ke jalan yang benar atau dapat keluar dari apa yang mengurungnya.
Sama halnya seperti apa yang disebutkan oleh firman-Nya, menggambarkan keadaan mereka, yaitu:
“Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya, Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. Mereka tuli, bisu, dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar).” (Al-Baqarah: 17-18)
Sama pula dengan apa yang digambarkan oleh Allah ﷻ dalam firman lainnya:
“Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan gelap gulita yang tindih-menindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barang siapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah, tiadalah dia mempunyai cahaya sedikit pun.” (An-Nur: 40) Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
Ayat 39
“Dan barang siapa yang dikehendaki Allah (pada kesesatan), niscaya disesatkan-Nya. Dan barang siapa yang dikehendaki Allah (untuk diberi-Nya petunjuk), niscaya Dia menjadikannya berada di atas jalan yang lurus.” (Al-An'am: 39)
Yakni Dialah yang mengatur makhluk-Nya menurut apa yang dikehendakinya
Allah Mahakuasa untuk sekadar mengabulkan permintaan orangorang musyrik seperti dalam ayat sebelumnya. Dan di antara contoh kekuasaan Allah adalah tidak ada seekor binatang yang merayap atau bergerak dengan kakinya dari satu tempat ke tempat lainnya yang ada di bumi, baik di darat maupun di laut, dan juga burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan semuanya merupakan umat-umat juga seperti kamu, hai manusia. Tidak ada sesuatu pun yang Kami luputkan atau abaikan di dalam Kitab, yaitu Al-Qur'an atau Lauh Mahfudh, kemudian kepada Tuhan mereka yakni seluruh manusia akan dikumpulkan untuk dimintai pertanggungjawaban. Setelah bukti kekuasaan Allah sedemikian jelas seperti dijelaskan pada ayat sebelumnya, orang-orang yang beriman pasti dapat mengambil pelajaran, namun tidak demikian dengan orang-orang yang tidak beriman. Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami yang sudah sedemikian jelas lagi mulia adalah orang yang tuli, tidak bisa mendengar, dan juga bisu, tidak dapat berbicara, dan berada dalam gelap gulita tanpa cahaya penuntun hidup. Barang siapa dikehendaki Allah dalam kesesatan, niscaya disesatkan-Nya dengan membiarkannya tetap berada di jalan yang sesat. Dan barang siapa dikehendaki Allah untuk diberi petunjuk karena berusaha maksimal untuk meraihnya, niscaya Dia menjadikannya berada di atas jalan yang lurus. Begitulah janji Allah.
Ayat ini menyatakan bahwa Allah menguasai segala sesuatu, ilmu-Nya melingkupi seluruh makhluk yang ada, Dialah yang mengatur alam semesta. Semua yang melata di permukaan bumi, semua yang terbang di udara, semua yang hidup di lautan, dari yang terkecil sampai yang terbesar, dari yang nampak sampai yang tersembunyi, hanya Dialah yang menciptakan, mengembangkan, mengatur dan memeliharanya.
Makhluk Allah yang hidup di dunia ini tidak hanya terbatas pada jenis manusia, tetapi masih terdapat banyak macam dan ragam makhluk-makhluk lain. Bahkan masih banyak yang belum diketahui oleh manusia. Semuanya itu tunduk dan menghambakan diri kepada Allah, mengikuti perintah-perintah-Nya dan menghentikan larangan-larangan-Nya.
Maksud kata dabbah dalam ayat ini ialah: Segala makhluk yang diciptakan Allah di bumi. Disebut "binatang di bumi" karena binatang yang di bumi itulah yang mudah dilihat dan diperhatikan oleh manusia.
Pada ayat yang lain Allah menyebutkan bahwa selain di bumi, di planet-planet yang lain pun terdapat makhluk hidup. Allah ﷻ berfirman:
Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya adalah penciptaan langit dan bumi dan makhluk-makhluk yang melata yang Dia sebarkan pada keduanya. Dan Dia Mahakuasa mengumpulkan semuanya apabila Dia kehendaki. (asy-Syura/42: 29)
Adanya makhluk-makhluk hidup yang disebutkan Allah pada planet-planet yang lain, sebagaimana yang disebutkan oleh ayat ini, merupakan suatu pengetahuan yang diberikan Allah kepada manusia, dan sebagai bahan pemikiran dan penyelidikan.
Ayat ini mendorong orang-orang yang beriman agar menyelidiki segala rupa kehidupan makhluk Allah yang ada di alam ini, untuk memperkuat iman dan menambah ketaatan serta ketundukan kepada Allah Yang Mahakuasa.
Allah menyatakan bahwa di dalam Al-Qur'an itu telah ada pokok-pokok agama, norma-norma, hukum-hukum, hikmah-hikmah dan bimbingan untuk kebahagiaan manusia di dunia dan di akhirat dan kebahagiaan makhluk pada umumnya.
Menurut Ibnu 'Abbas, yang dimaksud dengan "al-kitab" dalam ayat ini ialah "Ummul Kitab", yakni Lauh Mahfudh. Karena maksud ayat ini menurutnya adalah: segala sesuatu telah dituliskan dalam Lauh Mahfudh. Menurut Ibnu Katsir tidak ada satu makhluk pun yang dilupakan Allah dalam pemberian rezekinya, sebagaimana firman Allah swt:
Dan tidak satupun makhluk bergerak yang bernyawa di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfudh). (Hud/11: 6)
Semua makhluk yang diciptakan Allah, baik di langit maupun di bumi, akan mati dan kembali kepada pemiliknya, yaitu Allah. Kemudian Dia akan membangkitkannya dan menghimpunnya untuk memberi pahala atas perbuatan yang baik dan memberi siksaan atas perbuatan yang buruk.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 38
“Dan tidaklah ada satu pun dari binatang di bumi dan tidak (pula) satu pun yang terbang dengan kedua sayapnya melainkan adalah mereka itu umat-umat seperti kamu"
Binatang kita ambil arti dari kalimat bahasa Arab yang tertulis di dalam ayat, yaitu dabbatin. Artinya yang asal dari dabbatin ialah merangkak, menjalar, dan melangkah, segala yang merangkak, menjalar, dan melangkah di atas bumi, baik dengan dua kaki, empat kaki, menjalar seperti ular, dengan 40 kaki seperti lipan atau beratus-ratus kaki seperti berbagal-bagai ulat, semuanya itu bernama dabbatin.
Di dalam surah an-Nuur ayat 45 disebut-kanlah segala gblongan binatang itu, termasuk
yang menjalar dengan perutnya. Kemudian di dalam ayat disebut tha-ir, kita artikan yang terbang. Dengan demikian, segala yang terbang dengan sayap ialah semacam unggas dan burung, termasuk juga kelelawar, kalong, dan kubin. Termasuk capung, lalat, nyamuk, lebah, kupu-kupu, dan lain-lain. Meskipun di dalam ayat ini tidak dimasukkan ikan yang di dalam laut, buka berarti bahwa ikan tidak berumat-umat seperti manusia pula. Niscaya ikan pun berumat-umat pula karena pada ikan ada pula redai, insang untuk “terbang" di dalam air itu dan ada pula yang melata merangkak di dasar laut. Semua binatang yang berjalan di bumi dan segala yang bersayap terbang di udara, kata ayat ini semuanya adalah umat-umat seperti kamu pula. Kalau kamu manusia berumat-umat, berpuak-puak, dan diurus hidupnya oleh Allah, binatang-binatang dan segala yang bersayap buat terbang itu pun berumat-umat berpuak-puak pula. Nenek moyang kita meninggalkan beberapa pepatah yang sesuai dengan ayat ini, seumpama, “Lain padang lain belalang, lain lubuk lain ikannya." Atau pepatah, “Sedangkan beruk di rimba lagi ada berketua-ketua, kononlah kita manusia." Atau pepatah, “Sebuah lesung, seekor ayam gedungnya."
Dengan ayat ini, Allah menyatakan, bukan saja manusia, bahkan binatang-binatang dan burung-burung pun dijadikan Allah berumat-umat, berkelompok-kelompok dengan kata-kata binatang, terkumpullah segala jenis binatang, baik binatang berkaki empat, yang melata, sebagai ular, ulat-ulat, maupun serangga. Dengan kata yang terbang, terkumpullah segala yang bersayap.
Satu macam binatang yang berkaki empat saja, terbagi menjadi berpuluh bahkan beratus macam; seumpama singa, beruang, gajah, harimau yang dimasukkan pada yang liar. Dan kambing, unta, kerbau, sapi; yang dimasukkan pada yang jinak. Jenis kera atau beruk terbagi pula menjadi berbagai kelompok, misalnya: kera, beruk, monyet, siamang, ungko, cigak, pukang, orang hutan, gorila. Semuanya masih jenis beruk, padahal dia telah berbagi pula menjadi berbagai kelompok. Kemudian dilihat pula gajah yang selalu berjalan bersama-sama dengan rombongan. Unta yang kita ketahui ada dua macam, yaitu yang satu saja munggu (ponok) punggungnya sebagai yang terdapat di Tanah Arab dan ada pula munggu di punggungnya dua buah, seperti yang terdapat di Tiongkok.
Kemudian, didapati bangsa jenis semut, yang beratus-ratus pula kelompoknya. Malahan ada semut yang sanggup membuat bangunan “lubang perlindungan" yang sangat menakjubkan karena sangat baik perlengkapannya, mempunyai bilik-bilik, mempunyai gudang persediaan makanan pada musim dirigin, mempunyai “air-condition" pengatur udara, mempunyai “penyelidik" sehingga dalam sebentar waktu saja satu sendok gula dapat dikerumuni beribu-ribu semut. Sebab setelah “seekor" penyelidik tahu, dia pun segera memberi laporan kepada temannya. Malahan menurut penyelidikan ahli-ahli, serangga semut itu pun mengenal peperangan, penyerbuan, dan penaklukan. Mana yang kalah dijadikan budak oleh yang menang, disuruh mengangkut barang-barang keperluan.
Dan terkenal pula semut “Marabunta" yang kalau mengganas bisa memakan orang!
Apalagi dunia lebah yang menurut hasil penyelidikan, inilah satu macam serangga yang mempunyai kelompok kehidupan yang sangat teratur dan dapat menghasilkan madu yang sangat manis dan menjadi obat bagi manusia. Belum pula dibicarakan macam-macam burung. Seumpama burung yang pindah dari Kutub Utara ke Kutub Selatan, pada musim-musim yang berombong-rombongan dari lautan yang jauh sekali dan telurnya saja yang dipungut oleh pemelihara ikan bandeng di Jawa Timur untuk ditetaskan dan dibesarkan. Kemudiau, tertarik pula minat ahli-ahli pada binatang komodo, yang di seluruh dunia ini hanya ada di Pulau Komodo di Nusa Tenggara. Pada zaman purbakala, filsuf India yang terkenal, bernama Baidaba telah mengarang cerita yang berjudul Panca Tantra atau Panja Tanderan yang lebih terkenal lagi dengan nama Hikayat Kalilah dan Daminah penuh kias dan ibarat untuk mengajar manusia siasat dan hidup dengan memakai percakapan binatang-binatang. Di dalam Al-Qur'an pun diceritakan tentang burung Hud-hud (burung takur) yang bercakap dengan Nabi Sulaiman dan tentang Nabi Sulaiman yang memahami percakapan semut.
Pada zaman sekarang ahli-ahli pun menumpahkan perhatian ke jurusan kehidupan binatang. Sampai Rudyard Kipling, pujangga Inggris yang terkenal mengarang sebuah buku bernama, Mongli, Anak Rimba, mengisahkan kehidupan binatang-binatang di India. Minat manusia pada kehidupan binatang timbul sehingga di kota-kota besar seluruh dunia diadakan orang kebun binatang agar bisa diperhatikan kehidupan-kehidupan binatang itu dari dekat. Inilah yang dimaksud oleh ayat ini, bukan manusia saja yang hidup berumat-umat, bahkan binatang-binatang dengan segala jenisnya dan burung-burung dengan segala penerbangannya, semuanya itu berumat-umat seperti kamu juga, dijamin juga hidupnya oleh Allah dengan peraturan dan daya hidupnya sendiri-sendiri pula. Bahkan sampai pada kuman-kuman yang sangat halus. Bahkan kalau satu kelompok tikus mengganas, hidup manusia sendiri pun dapat terancam sehingga pada pertengahan 1965 di Karawang, dengan bantuan pemerintah sendiri, terpaksa berperang hebat dengan tikus-tikus sehingga dapat dimusnahkan dalam tempo dua bulan tidak kurang dari 7 juta ekor tikus. Dan bahaya belalang di Timur Tengah dan di Afrika terpaksa diperangi memakai pesawat udara!
Ini semua menunjukkan bahwa segala jenis binatang dan segala jenis yang terbang itu pun ditakdirkan Allah berumat-umat seperti manusia juga. “Tidak ada yang Kami luputkan di dalam kitab sesuatu pun." Artinya, mulai dari jenis yang merangkak, menjalar, melata, merayap, berjalan, dan melangkah di bumi, sampai pada segala jenis yang terbang di udara, tidak ada yang di luar catatan Allah Ta'aala. Semua ada dalam catatan Allah sehingga mereka pun bisa hidup dan semua disediakan rezekinya.
“Kemudian, kepada Tuhan merekalah, mereka akan dikumpulkan."
Menurut Ibnu Abbas, arti bahwa mereka semuanya akan dikumpulkan belaka kepada Allah ialah bahwa semuanya akan mati. Dengan mati artinya sudah berkumpul, kembali pulang kepada Allah. Sayyid Al-Alusi di dalam tafsirnya Ruhul Ma'ani menjelaskan maksud penafsiran Ibnu Abbas ini, ayat ini mengatakan bahwa mereka akan dikumpulkan, ialah sebagai kiasan dari maut sebab di dalam sebuah hadits telah tersebut bahwa jika seseorang telah mati, berdirilah Kiamatnya. Adapun, maksud dikumpulkan dalam ayat ini bukanlah dibangkitkan dari satu tempat ke lain tempat. Namun menurut Raghib, ahli bahasa, kalimat hasyar yang berarti dikumpulkan itu ialah mengeluarkan satu kelompok jamaah dari tempat kehidupannya atau dari tempat kediamannya. Oleh karena itu, bukan saja binatang-binatang dan burung-burung dikumpulkan dengan mati bahkan akan dikumpul lagi di Padang Mahsyar, sebagai manusia juga. Demikian Raghib.
Di dalam hadits-hadits pun banyak kedapatan sabda Rasulullah ﷺ bahwa binatang-binatang itu memang berumat-umat. Coba perhatikan kembali penafsiran kita tentang rahmat Allah yang meliputi seluruh alam, pada ayat kesatu. Di antaranya tentang hadits yang menceritakan seorang rasul Allah digigit semut lalu dibakarnya sarang semut itu maka datang satu wahyu dari Allah menegur dan mengatakan bahwa engkau telah membakar suatu umat yang tengah bertasbih kepada Allah. Dan satu hadits yang dirawikan oleh al-Baihaqi, bahwa Rasulullah ﷺ tidak senang kepada orang yang suka menganiaya binatang. Hendaklah kasihan kepadanya jangan dipukuli dengan kebencian, binatang kendaraan kamu. Sebab kelalaianmu pada binatang itu pun akan diperhitungkan di hadapan Allah kelak di akhirat. Dan ada pula hadits shahih yang dirawikan oleh an-Nasa'i dan al-Hakim bahwa orang yang memanah burung-burung kecil hanya sebagai main-main sehingga burung-burung itu mati bukan menurut haknya, akan dituntut juga oleh Allah pada hari Kiamat. Yang dimaksud dengan haknya ialah buat dimakan. Dan hadits shahih pula yang dirawikan an-Nasa'i dan Ibnu Hibban, agar kalau menyembelih binatang hendaklah dengan sebaik-baiknya penyembelihan. Artinya, disembelih dengan yang tajam sehingga binatang itu tidak lama menderita sebagaimana telah ditafsirkan di dalam surah al-Maa'idah ayat ketiga tentang penyembelihan. Dan hadits yang lain menyatakan, berdosa besar seorang perempuan yang mengurung kucingnya sehingga kucing itu mati kelaparan. Dan hadits shahih yang lain pula, diberikan pujian bahwa akan diampuni dosa orang yang menolong mengambilkan air dengan sepatunya sendiri untuk anjing yang hampir mati kehausan. Dan dicela keras Rasulullah ﷺ seseorang yang memelihara seekor unta dan telah banyak unta itu berjasa kepadanya, tetapi karena unta itu telah tua, dia bermaksud menyembelihnya. Kemudian, unta itu lari melindungkan diri kepada Rasulullah lalu di-perlindungi oleh beliau. Sehingga binatang pun diberi Allah naluri, mengetahui bahwa Rasulullah ﷺ adalah sangat mengasihi binatang. Dan beliau tertawakan kesalahan berpikir dari seorang perempuan yang bernadzar hendak menyembelih untanya lalu menjamu orang dengan itu, sebab unta itu telah berjasa melarikannya dari bahaya.
Memang pernah beliau menyuruh membunuh habis anjing-anjing di Kota Madiriah, tetapi setelah anjing-anjing itu hampir habis dibunuh, beliau menyuruh menghentikan pembunuhan besar-besaran itu. Di sini, dapat kita pahami bahwa bukanlah beliau membenci seluruh anjing. Adapun yang diperbuat beliau ketika itu karena besar kemungkinan adanya bahaya anjing gila sebagaimana juga pemerintah sebuah negeri mengadakan pembunuhan anjing besar-besaran jika diketahui ada berjangkit penyakit anjing gila.
Kita berani mengambil kesimpulan demikian karena mengingat sabda Rasulullah ﷺ ketika menyuruh menghentikan pembunuhan anjing besar-besaran itu. Beliau bersabda:
“Kalau bukanlah anjing itu suatu umat dari berbagai umat juga, niscaya aku suruh engkau membunuh habis semua. Maka, bunuhlah anjing hitam pekat." (HR Imam Ahmad dan Aslvhabus Sunan dan dishahihkan oleh Tirmidzi)
Dan pada hadits lain yang dirawikan oleh Muslim dan Imam Ahmad, dikatakan bahwa anjing hitam pekat itu ialah setan. Arti setan menurut ahli bahasa mengandung segala yang keji, baik dari jin, manusia, maupun binatang. Mungkin pada waktu itu, dengan teropong nubuwwah-nya, Rasulullah ﷺ memandang betapa besar bahaya anjing-anjing itu yang kalau menggigit dapat memindahkan penyakitnya dan membuat yang digigitnya itu jadi gila “kemasukan setan" Dan kalau bahaya itu tidak ada lagi, disuruhlah menghentikan pembunuhan besar-besaran itu. Tersebutlah dalam hadits lain yang shahih juga, supaya anjing penjaga kebun, penjaga ternak, boleh terus dipelihara. Tentu termasuk juga penjaga … … akan keluar hadits shahih menyuruh menggosok bejana yang dijilat anjing tujuh kali dengan air dan satu kali di antaranya dengan tanah, kalau sekiranya anjing-anjing itu tidak ada lagi atau telah disapu bersih dari Madiriah. Dan tidaklah akan tersebut di dalam surah al-Maa'idah bahwa buruan yang digunggung anjing pem-buru dengan mulutnya, lalu diserahkannya kepada tuannya, boleh dimakan sehingga tidak pula tersebut, daging buruan yang bekas digunggung itu dibuang atau digosok dengan tanah sekali dan dengan air enam kali. Lantaran itu, kalau kita melihat ada orang-orang yang membenci anjing, melempari anjing bahkan sampai membunuhnya jika masuk pekarangan, padahal anjing itu tidak bersalah sehingga seakan-akan membenci binatang tersebut menjadi sebagian ketaatan beragama juga, bukanlah itu dari ajaran Rasulullah ﷺ kecuali jika sedang berjangkit penyakit anjing gila.
Dalam ayat telah diterangkan bahwa seluruh yang melata, menjalar, dan merangkak di bumi, dan seluruh yang terbang di udara, semuanya kelak akan dikumpulkan di hadapan Tuhan, sebagai manusia juga. Hal ini dikuatkan lagi di surah at-Takwiir ayat 5.
“Dan (ingatlah) tatkala binatang-binatang buas pun dikumpulkan." (at-Takwiir: 5)
Tidaklah perlu kita selidiki lebih panjang betapa mereka dikumpulkan kelak itu sebab itu adalah soal yang akan terjadi pada hari Kiamat. Adapun alam binatang yang ada di dunia ini saja yang sudah banyak ahli-ahli menyelidikinya kadang-kadang “spesialisasi" sebangsa semut saja atau sejenis burung saja, lagi menakjubkan, apatah lagi yang ada dalam ilmu Allah di dunia dan di akhirat. Sedang orang yang pandai, hanya seorang saja, yaitu Nabi Sulaiman. Jadi, hendaklah kita kembali pada maksud ayat tadi, yaitu memberi ingat kepada kaum yang kafir Wvwna jvtatv manusia … diatur diberi hak hidup oleh Allah. Segala yang melata di bumi dan terbang di udara dengan kedua sayapnya pun mendapat jaminan hidup, berumat-umat pula dan akan dibangkitkan pula pada hari Kiamat. Dan, semua ada kitab catatannya pada Allah.
Ayat 39
“Dan orang-orang yang telah mendustakan ayat-ayat Kami itu adalah tuli dan bisu di dalam berbagai kegelapan."
Cocok sangat caranya Allah menurunkan wahyu. Mula-mula diperingatkan bahwa se-dangkan yang melata di bumi dan terbang di udara lagi berumat-umat, kononlah manusia. Namun apalah hendak dikata, manusia yang kafir tidak mengerti itu. Mereka telah tuli dan bisu. Yah, tuli itulah yang menyebabkan bisu. Tak ada yang masuk ke dalam telinga mereka, tak ada kebenaran yang mereka dengar. Oleh karena itu, lidah mereka pun tidak dapat mereka angkat untuk menyatakan kebenaran. Tak ada hubungan mereka keluar. Oleh sebab itu, mereka pun hidup dalam serba kegelapan. Bukan satu kegelapan saja melainkan zhuluma beraneka-ragam kegelapan. Yang di dalam batin mereka adalah gelap. Kegelapan batin itulah yang menyebabkan telinga jadi tuli dan lidah jadi kelu. Dia hidup, tetapi tak ada kontaknya dengan alam di luar dirinya. Padahal, ada orang yang tuli telinganya mulai dari lahir sebab itu kelu lidahnya dan dia pun bisu. Namun, karena batinnya senantiasa mencari terang dan ruhani hidup dalam menuntut kebenaran, tidaklah dia sampai sengsara seperti Nona Hellen Kelier yang terkenal di Amerika itu. Inilah yang dimaksud pada ayat 178 dari surah al-A'raaf kelak bahwa akan dilemparkan oleh Allah ke neraka. Orang-orang yang ada berhati, tetapi tidak mempergunakannya untuk memahamkan; dan ada bermata, tetapi tidak dipergunakannya buat melihat; dan ada telinga, tetapi tidak diper-gunakannya buat mendengar. Orang-orang itu laksana binatang ternak saja bahkan lebih
sesat lagi dan mereka itu adalah orang-orang yang lalai. Sebab pelita hati mereka sendirilah yang padam, sedangkan binatang sendiri tidaklah sampai separah orang yang demikian.
“Barangsiapa yang Allah kehendaki, niscaya akan Dia sesatkan dia dan barangsiapa yang Dia kehendaki akan Dia jadikan dia di atas jalan yang lurus."
Allah bisa berlaku sekehendak-Nya, yaitu menyesatkan siapa yang Dia kehendaki. Dan kita pun telah tahu setelah membaca urutan ayat bahwa yang dikehendaki Allah akan di-sesatkan-Nya itu ialah orang yang lebih menyukai gelap daripada terang, lebih suka buta daripada kebenaran asal kebiasaan yang lama jangan diubah-ubah, yang membiarkan telinganya tuli, tidak suka mendengar hidayah. Dan kita pun maklumlah bahwa Allah pun dengan kehendak-Nya dengan kudrat dan iradah-Nya akan menunjuki pula jalan yang lurus bagi siapa yang memang ada keinginan menempuh jalan itu. Berapa banyak sahabat Rasulullah ﷺ itu yang dulunya jahiliyyah juga, kafir juga, tetapi demi mereka mendengar ayat Allah, mata hati mereka terbuka. Kemudian, mereka dituntun Allah menuju jalan yang lurus itu dan berbahagialah mereka. Berapa pula banyaknya yang lain, membuang muka tidak peduli maka dijadikan Allah-lah mereka orang yang sesat. Bandirigkanlah antara Abu Jahal dengan Umar bin Khaththab. Keduanya pada zaman jahiliyyah sama kafirnya, sama gagahnya sehingga Rasulullah ﷺ pernah berdoa kepada Allah agar Islam dikuatkan dengan mereka berdua. Adapun Umar, sekali mendengar ayat, terbuka hatinya lalu memeluk Islam, lalu dituntun Allah-lah dia menjadi orang Islam yang besar. Namun Abu Jahal, sebagai riwayat yang telah kita salin ketika menafsirkan ayat 33, dia pernah mengakui terus terang bahwa Muhammad itu bukan pendusta dan memang rasul, tetapi dia tidak mau menerima. Jalan sesatlah yang dibukakan Allah kepadanya. Dari membandirigkan kedua pribadi itu, dapatlah kita memahami ayat ini dengan wajar dan kita tidak lagi memakai paham Jabariyah. Semua takdir Allah itu mempunyai jalannya sendiri, yaitu sunatullah.
Ayat 40
“Katakanlah, ‘Cobalah kabarkan kepadaku jika datang kepadamu adzab Allah atau datang kepada kamu Kiamat, apakah kepada yang selain Allah kamu akan menyeru? Jika memang kamu orang-orang yang benar?'"
Ayat ini adalah pertanyaan yang sangat tepat. Cobalah terangkan kepadaku, demikian hendaklah engkau minta kepada mereka, wahai utusan-Ku, jika datang kepada kamu suatu adzab Allah, datang kepada kamu bahaya menimpa dirimu, sedangkan kamu siang-malam selalu menyembah berhala saja, memuja sesuatu yang kamu anggap dan jadikan Allah. Atau datang kepada kamu saat itu baik saat putus nyawamu cerai dengan badan maupun saat Kiamat yang besar itu yang pasti datang. Cobalah kabarkan kepadaku pada saat kamu ditimpa bahaya atas keniatian atau pun Kiamat itu, apakah berhala itu yang kamu seru tempat kamu mengadu? Cobalah katakan dengan terus terang.
Kalau begitu pertanyaannya, mereka tidak akan bisa menjawab. Sebab, jika bahaya sudah datang, adzab sudah menimpa, maut sudah terbayang, bahkan Kiamat kalau sudah tiba, tidak seorang jua pun yang memanggil berhala lagi. Semua dengan serta-merta hanya ingat kepada Allah.
Ayat 41
“Bahkan, Dialah yang kamu semi."
Dengan serta-merta, pada saat yang berbahaya itu mereka semua kembali pada fitrahnya, kembali pada tauhid. Mereka lemparkan, mereka lupakan sama sekali segala yang mereka jadikan perantaraan itu. Itulah terbaliknya kekufuran. Pada waktu senang-senang itulah mereka mempersekutukan yang lain dengan Allah, tetapi kalau bahaya menimpa atau Kiamat datang, semua menunjukkan pikiran kepada Yang Maha Esa. Allah pun membuka rahasia kelemahan insan yang kafir itu dengan sabdanya,
“Maka Dialah yang akan melepaskan apa yang kamu mohonkan kepada-Nya itu, jika Dia kehendaki, dan akan lupalah kamu kepada apa yang kamu persekutukan itu"
(ujung ayat 41)