Ayat
Terjemahan Per Kata
يَٰٓأَيُّهَا
wahai
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ءَامَنُوٓاْ
beriman
إِنَّمَا
sesungguhnya hanyalah
ٱلۡخَمۡرُ
minuman keras
وَٱلۡمَيۡسِرُ
dan judi
وَٱلۡأَنصَابُ
dan berhala-berhala
وَٱلۡأَزۡلَٰمُ
dan mengundi nasib dengan anak panah
رِجۡسٞ
perbuatan keji
مِّنۡ
dari
عَمَلِ
perbuatan
ٱلشَّيۡطَٰنِ
syaitan
فَٱجۡتَنِبُوهُ
maka jauhilah perbuatan itu
لَعَلَّكُمۡ
agar kalian
تُفۡلِحُونَ
(kamu) beruntung
يَٰٓأَيُّهَا
wahai
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ءَامَنُوٓاْ
beriman
إِنَّمَا
sesungguhnya hanyalah
ٱلۡخَمۡرُ
minuman keras
وَٱلۡمَيۡسِرُ
dan judi
وَٱلۡأَنصَابُ
dan berhala-berhala
وَٱلۡأَزۡلَٰمُ
dan mengundi nasib dengan anak panah
رِجۡسٞ
perbuatan keji
مِّنۡ
dari
عَمَلِ
perbuatan
ٱلشَّيۡطَٰنِ
syaitan
فَٱجۡتَنِبُوهُ
maka jauhilah perbuatan itu
لَعَلَّكُمۡ
agar kalian
تُفۡلِحُونَ
(kamu) beruntung
Terjemahan
Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.
Tafsir
(Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum khamar) minuman yang memabukkan yang dapat menutupi akal sehat (berjudi) taruhan (berkorban untuk berhala) patung-patung sesembahan (mengundi nasib dengan anak panah) permainan undian dengan anak panah (adalah perbuatan keji) menjijikkan lagi kotor (termasuk perbuatan setan) yang dihiasi oleh setan. (Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu) yakni kekejian yang terkandung di dalam perbuatan-perbuatan itu jangan sampai kamu melakukannya (agar kamu mendapat keberuntungan).
Tafsir Surat Al-Ma'idah: 90-93
Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, q nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kalian beruntung.
Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kalian lantaran (meminum) khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kalian dari mengingati Allah dan shalat; maka berhentilah kalian (dari mengerjakan perbuatan itu).
Dan taatlah kalian kepada Allah dan taatlah kalian kepada Rasul(-Nya) dan berhati-hatilah. Jika kalian berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rasul Kami hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan jelas.
Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu, apabila mereka bertakwa serta beriman, dan mengerjakan amal-amal saleh, kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman, kemudian mereka (tetap juga) bertakwa dan berbuat kebajikan. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
Ayat 90
Allah ﷻ berfirman melarang hamba-hamba-Nya yang beriman meminum khamr dan berjudi. Telah disebutkan dalam sebuah riwayat dari Amirul Muminin Ali ibnu Abu Thalib, bahwa ia pernah mengatakan catur itu termasuk judi.
Begitu pula menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, dari ayahnya, dari Isa ibnu Marhum, dari Hatim, dari Ja'far ibnu Muhammad, dari ayahnya, dari Ali Ibnu Abu Hatim yang mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ismail Al-Ahmasi, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Sufyan, dari Al-Laits, dari ‘Atha’, Mujahid, dan Tawus, menurut Sufyan atau dua orang dari mereka; mereka mengatakan bahwa segala sesuatu yang memakai taruhan dinamakan judi, hingga permainan anak-anak yang menggunakan kelereng.
Telah diriwayatkan pula dari Rasyid ibnu Sa'd serta Damrah ibnu Habib hal yang serupa. Mereka mengatakan, "Hingga dadu, kelereng, dan biji juz yang biasa dipakai permainan oleh anak-anak."
Musa ibnu Uqbah telah meriwayatkan dari Nafi', dari Ibnu Umar, bahwa maisir adalah judi.
Adh-Dhahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa maisir adalah judi yang biasa dipakai untuk taruhan di masa Jahiliah hingga kedatangan Islam. Maka Allah melarang mereka melakukan perbuatan-perbuatan yang buruk itu.
Malik telah meriwayatkan dari Daud ibnul Husain, bahwa ia pernah mendengar Sa'id ibnul Musayyab berkata, "Dahulu maisir yang dilakukan oleh orang-orang Jahiliah ialah menukar daging dengan seekor kambing atau dua ekor kambing."
Az-Zuhri telah meriwayatkan dari Al-A'raj yang mengatakan bahwa maisir ialah mengundi dengan anak panah yang taruhannya berupa harta dan buah-buahan.
Al-Qasim ibnu Muhammad mengatakan bahwa semua sarana yang melalaikan orang dari mengingati Allah dan shalat dinamakan maisir.
Semua riwayat yang telah disebutkan di atas diketengahkan oleh Ibnu Abu Hatim.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Mansur Ar-Ramadi, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Sadaqah, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Abul Atikah, dari Ali Ibnu Yazid, dari Al-Qasim, dari Abu Umamah, dari Abu Musa Al-Asy'ari, dari Nabi ﷺ yang bersabda: “Jauhilah oleh kalian dadu-dadu yang bertanda ini, yang dikocok-kocok, karena sesungguhnya ia termasuk maisir.” Hadits ini berpredikat gharib.
Seakan-akan yang dimaksud dengan dadu tersebut adalah permainan nardasyir (karambol) yang disebutkan dalam shahih Muslim melalui Buraidah ibnu Hasib Al-Aslami yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Barang siapa yang bermain nardasyir (karambol), maka seakan-akan mencelupkan tangannya ke dalam daging dan darah babi.”
Di dalam kitab Muwatta' Imam Malik dan Musnad Imam Ahmad serta Sunan Abu Daud dan Sunan Ibnu Majah disebutkan sebuah hadits melalui Abu Musa Al-Asy'ari yang telah menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Barang siapa yang bermain nardasyir, maka ia telah durhaka terhadap Allah dan Rasul-Nya.” Telah diriwayatkan pula secara mauquf dari Abu Musa, bahwa hal tersebut merupakan perkataan Abu Musa sendiri.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Maki ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Al-Junaid, dari Musa ibnu Abdur Rahman Al-Khatmi, bahwa ia pernah mendengar perkataan Muhammad ibnu Ka'b ketika bertanya kepada Abdur Rahman, "Ceritakanlah kepadaku apa yang telah kamu dengar dari ayahmu dari Rasulullah ﷺ." Maka Abdur Rahman menjawab bahwa ia pernah mendengar ayahnya mengatakan bahwa ia telah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: “Perumpamaan orang yang bermain nardasyir, kemudian ia bangkit dan melakukan shalat, sama halnya dengan orang yang berwudu dengan memakai nanah dan darah babi, lalu ia bangkit dan melakukan salatnya.
Adapun mengenai syatranj (catur), Abdullah ibnu Umar mengatakan bahwa permainan catur adalah perbuatan yang buruk dan termasuk permainan nardasyir. Dalam keterangan yang lalu telah disebutkan dari Ali bahwa permainan catur termasuk maisir. Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan Imam Ahmad telah menaskan keharamannya, tetapi Imam Syafii menghukuminya makruh.
Mengenai ansab, maka Ibnu Abbas, Mujahid, ‘Atha’, Sa'id ibnu Jubair, dan Al-Hasan serta lain-lainnya yang tidak hanya seorang mengatakan bahwa ansab merupakan tugu-tugu terbuat dari batu yang dijadikan sebagai tempat mereka melakukan kurban di dekatnya (tugu-tugu tersebut). Adapun azlam menurut mereka ialah anak-anak panah (yang tidak diberi bulu keseimbangan dan tidak diberi ujung), alat ini biasa mereka pakai untuk mengundi nasib. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.
Firman Allah ﷻ: “Adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan.” (Al-Maidah: 90)
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa rijsun artinya perbuatan yang dimurkai (Allah) dan termasuk perbuatan setan.
Menurut Sa'id ibnu Jubair, arti rijsun ialah dosa.
Sedangkan menurut Zaid ibnu Aslam disebutkan bahwa makna rijsun adalah jahat, termasuk perbuatan setan.
“Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu.” (Al-Maidah: 90)
Damir yang ada pada lafal fajtanibuhu kembali merujuk kepada lafal ar-rijsu, yakni tinggalkanlah perbuatan yang jahat dan keji itu.
“Agar kalian beruntung.” (Al-Maidah: 90)
Ayat ini mengandung makna targib (anjuran untuk memikat).
Ayat 91
Kemudian Allah ﷻ berfirman: “Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kalian lantaran (meminum) khamr dan berjudi itu, dan menghalang-halangi kalian dari mengingati Allah dan shalat; maka berhentilah kalian (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (Al-Maidah: 91)
Ayat ini mengandung ancaman dan peringatan.
Ayat 93
Hadits-hadits yang menyebutkan pengharaman khamr
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syuraih, telah menceritakan kepada kami Abu Ma'syar, dari Abu Wahb maula Abu Hurairah, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa khamr diharamkan sebanyak tiga kali. Pertama ketika Rasulullah ﷺ tiba di Madinah, sedangkan mereka dalam keadaan masih minum khamr dan makan dari hasil judi, lalu mereka menanyakan kedua perbuatan itu kepada Rasulullah ﷺ. Maka Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah, ‘Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia’." (Al-Baqarah: 219), hingga akhir ayat. Maka orang-orang mengatakan bahwa Allah tidak mengharamkannya kepada kita, karena sesungguhnya yang disebutkan oleh-Nya hanyalah: “Pada keduanya itu terdapat dosa besar.” (Al-Baqarah: 219) Kebiasaan minum khamr terus berlanjut di kalangan mereka, hingga pada suatu hari seorang lelaki dari kalangan Muhajirin shalat sebagai imam teman-temannya, yaitu shalat Magrib. Lalu dalam qiraatnya ia melantur, maka Allah ﷻ menurunkan ayat yang lebih keras daripada ayat pertama, yaitu firman-Nya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian shalat, sedangkan kalian dalam keadaan mabuk sampai kalian mengerti apa yang kalian ucapkan.” (An-Nisa: 43) Tetapi orang-orang masih tetap minum khamr, hingga seseorang dari mereka mengerjakan shalat dalam keadaan mabuk. Kemudian turunlah ayat yang lebih keras daripada ayat sebelumnya, yaitu firman-Nya: “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kalian beruntung.” (Al-Maidah: 90) Maka barulah mereka mengatakan, "Wahai Tuhan kami, kini kami berhenti." Orang-orang bertanya, "Wahai Rasulullah, ada sejumlah orang yang telah gugur di jalan Allah, dan mereka mati dengan kemadatannya, dahulu mereka gemar minum khamr dan makan dari hasil judi, padahal Allah telah menjadikannya sebagai perbuatan yang keji dan termasuk perbuatan setan." Maka Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: “Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu.” (Al-Maidah: 93), hingga akhir ayat. Maka Nabi ﷺ bersabda: “Seandainya diharamkan atas mereka, niscaya mereka meninggalkan perbuatan itu sebagaimana kalian meninggalkannya.” Hadits diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Khalaf ibnul Walid, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abu Ishaq, dari Abu Maisarah, dari Umar ibnul Khattab yang menceritakan bahwa ketika diturunkan wahyu yang mengharamkan khamr, ia berkata, "Ya Allah, jelaskanlah kepada kami masalah khamr dengan keterangan yang memuaskan." Maka turunlah ayat yang ada di dalam surat Al-Baqarah: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah, ‘Pada keduanya itu terdapat dosa besar’.” (Al-Baqarah: 219) Lalu Umar dipanggil dan dibacakan kepadanya ayat tersebut, dan ia masih mengatakan, "Ya Allah, jelaskanlah kepada kami tentang khamr dengan keterangan yang memuaskan." Maka turunlah ayat yang ada di dalam surat An-Nisa: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian shalat, sedangkan kalian dalam keadaan mabuk.” (An-Nisa: 43) Sejak saat itu juru azan Rasulullah ﷺ apabila telah menyerukan kalimat, "Marilah kita shalat," maka ia menyerukan, "Jangan sekali-kali mengerjakan shalat apabila sedang mabuk." Maka Umar dipanggil dan dibacakan kepadanya ayat ini, tetapi ia masih mengatakan, "Ya Allah, jelaskanlah kepada kami masalah khamr dengan penjelasan yang memuaskan." Maka turunlah ayat yang ada di dalam surat Al-Maidah, lalu Umar dipanggil dan dibacakan kepadanya ayat tersebut. Setelah bacaanku sampai pada firman-Nya: “Maka berhentilah kalian (dari mengerjakan perbuatan itu).” (Al-Maidah: 91) Maka barulah Umar mengatakan, "Kami telah berhenti, kami telah berhenti."
Imam Abu Daud dan Imam At-Tirmidzi serta Imam An-Nasai meriwayatkannya melalui jalur Ismail, dari Abu Ishaq Umar ibnu Abdullah As-Subai'i dan dari Abu Maisarah yang nama aslinya adalah Amr ibnu Syurahbil Al-Hamdani, dari Umar dengan lafal yang sama; tetapi Abu Maisarah tidak mempunyai hadits yang bersumber dari Umar selain hadits ini. Abu Dzar'ah mengatakan bahwa Abu Maisarah belum pernah mendengar dari Umar. Ali ibnul Madini dan Imam At-Tirmidzi menilai shahih hadits ini.
Di dalam kitab Shahihain disebutkan dari Umar ibnul Khattab yang dalam khotbahnya di atas mimbar Rasulullah ﷺ mengatakan, "Wahai manusia, sesungguhnya telah diturunkan pengharaman khamr. Khamr itu terbuat dari lima macam, yaitu dari buah anggur, kurma, madu, gandum, dan jewawut. Dan khamr merupakan minuman yang menutupi akal sehat (memabukkan)."
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Bisyr, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Umar ibnu Abdul Aziz, telah menceritakan kepadaku Nafi', dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa ketika ayat pengharaman khamr diturunkan, saat itu di Madinah terdapat lima jenis minuman, tetapi tidak ada minuman yang terbuat dari anggur.
Hadits lain diriwayatkan oleh Abu Daud At-Tayalisi: Telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Ahmad, dari Al-Masri (yakni Abu Tu'mah) qari dari Mesir yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Umar mengatakan bahwa sehubungan dengan masalah pengharaman khamr telah diturunkan tiga buah ayat. Ayat pertama ialah firman Allah ﷻ: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi.” (Al-Baqarah: 219), hingga akhir ayat. Lalu dikatakan bahwa khamr telah diharamkan. Tetapi mereka berkata, "Wahai Rasulullah, biarkanlah kami mengambil manfaat dari ayat ini sebagaimana apa yang difirmankan oleh Allah ﷻ." Rasulullah ﷺ diam, tidak menjawab. Kemudian turunlah ayat ini: “Janganlah kalian mendekati shalat, sedangkan kalian dalam keadaan mabuk.” (An-Nisa: 43) Maka dikatakan bahwa khamr telah diharamkan. Tetapi mereka berkata, "Wahai Rasulullah, kami tidak akan meminumnya bila dekat waktu shalat." Rasulullah ﷺ diam, tidak menjawab. Maka turunlah firman Allah ﷻ: “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu.” (Al-Maidah: 90), hingga ayat berikutnya. Kemudian barulah Rasulullah ﷺ bersabda: “Khamr kini telah diharamkan.”
Hadits lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad: Telah menceritakan kepada kami Ya'la, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq, dari Al-Qa'qa' ibnu Hakim; Abdur Rahman ibnu Wa'lah mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Abbas mengenai masalah menjual khamr. Ibnu Abbas menjawab bahwa dahulu Rasulullah ﷺ mempunyai seorang teman dari Bani Saqif atau Bani Daus. Rasulullah bertemu dengannya pada hari kemenangan atas kota Mekah, pada waktu itu ia membawa seguci khamr yang hendak ia hadiahkan kepada Rasulullah ﷺ. Rasulullah ﷺ bersabda, "Wahai Fulan, tidakkah kamu mengetahui bahwa Allah telah mengharamkannya?" Maka lelaki itu datang kepada pelayannya dan berkata kepadanya, "Pergilah, dan juallah khamr ini." Rasulullah ﷺ bersabda, "Wahai Fulan, apakah yang kamu perintahkan kepada pelayanmu?" Lelaki itu menjawab, "Saya perintahkan dia untuk menjualnya." Maka Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya sesuatu yang diharamkan meminumnya diharamkan pula memperjual belikannya.” Lalu Rasulullah ﷺ memerintahkan agar khamr itu ditumpahkan, kemudian ditumpahkan di Batha.
Imam Muslim meriwayatkannya melalui jalur Ibnu Wahb, dari Malik, dari Zaid ibnu Aslam; dan dari jalur Ibnu Wahb pula, dari Sulaiman ibnu Bilal, dari Yahya ibnu Sa'id, keduanya dari Abdur Rahman ibnu Wa'lah, dari Ibnu Abbas dengan lafal yang sama. Imam An-Nasai meriwayatkannya melalui Qutaibah, dari Malik dengan sanad yang sama.
Hadits yang lain diriwayatkan oleh Abu Ya'la Al-Mausuli, bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Bakar Al-Maqdami, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Al-Hanafi, telah menceritakan Kepada kami Abdul Hamid ibnu Ja'far, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Tamim Ad-Dari, bahwa dahulu ia sering menghadiahkan kepada Rasulullah ﷺ seguci khamr tiap tahunnya. Setelah Allah mengharamkan khamr, Tamim Ad-Dari datang dengan membawa khamr (sebagaimana biasanya). Ketika Rasulullah ﷺ melihat khamr itu, maka beliau tersenyum dan bersabda, "Sesungguhnya khamr telah diharamkan sesudahmu." Tamim Ad-Dari mengatakan, "Wahai Rasulullah, kalau begitu aku akan menjualnya dan memanfaatkan hasil jualannya." Maka Rasulullah ﷺ bersabda: “Semoga Allah melaknat orang-orang Yahudi. Telah diharamkan atas mereka lemak sapi dan kambing, maka mereka mencairkannya, lalu menjualnya. Allah telah mengharamkan khamr dan hasil jualannya.”
Imam Ahmad telah meriwayatkan pula. Untuk itu ia mengatakan: Telah menceritakan kepada kami Rauh, telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid ibnu Bahram yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Syahr ibnu Hausyab berkata, telah menceritakan kepadanya Abdur Rahman ibnu Ganam, bahwa Ad-Dari setiap tahunnya selalu menghadiahkan seguci khamr kepada Rasulullah ﷺ. Pada tahun khamr diharamkan, Ad-Dari datang dengan membawa seguci khamrnya. Ketika Rasulullah ﷺ melihatnya, beliau tersenyum dan bersabda, "Tidakkah kamu ketahui bahwa khamr telah diharamkan sesudahmu?" Maka Ad-Dari berkata, "Wahai Rasulullah, bolehkah aku menjualnya dan memanfaatkan hasil jualannya?" Rasulullah ﷺ bersabda: “Semoga Allah melaknat orang-orang Yahudi. Mereka memproses apa yang diharamkan atas mereka yaitu lemak sapi dan lemak kambing dengan cara meleburnya (mencairkannya), lalu menjualnya; sesungguhnya mereka tidak memakannya (secara langsung). Dan sesungguhnya khamr itu haram dan hasil jualannya (pun) haram, sesungguhnya khamr itu haram dan hasil jualannya (pun) haram, dan sesungguhnya khamr itu haram dan hasil jualannya haram (pula).”
Hadits yang lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad, telah menceritakan kepada kami Qutaibah ibnu Said, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah, dari Sulaiman ibnu Abdur Rahman, dari Nafi' ibnu Kaisan; ayahnya pernah menceritakan kepadanya bahwa dahulu di masa Rasulullah ﷺ ayahnya pernah berjualan khamr. Ketika tiba dari negeri Syam, ia membawa khamr dalam kantong-kantong kulitnya dengan tujuan untuk dijual. Lalu ia datang dengan membawa khamr itu kepada Rasulullah ﷺ dan berkata kepadanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku datang kepadamu dengan membawa minuman yang baik.” Maka Rasulullah bersabda, "Wahai Kaisan, sesungguhnya khamr itu telah diharamkan sesudahmu." Kaisan berkata, "Wahai Rasulullah, bagaimana kalau aku menjualnya?" Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya khamr telah diharamkan, dan haram pula hasil jualannya.” Maka Kaisan pergi menuju ke kantong-kantong kulit yang berisikan khamr itu. Ia pegang bagian bawahnya, lalu semua isinya ia tumpahkan.
Hadits lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad: Telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa'id, dari Humaid, dari Anas yang menceritakan bahwa ia pernah menyuguhkan minuman khamr kepada Abu Ubaidah ibnul Jarrah, Ubay ibnu Ka'b, Suhail ibnu Baida, dan sejumlah orang dari kalangan sahabat di rumah Abu Talhah, sehingga memabukkan sebagian dari mereka. Lalu datanglah seseorang dari kalangan kaum muslimin mewartakan, "Tidakkah kalian ketahui bahwa khamr itu telah diharamkan?" Mereka menjawab, "Akan kami lihat dan kami tanyakan." Mereka mengatakan, "Wahai Anas, tumpahkanlah khamr yang masih tersisa pada wadahmu itu!" Anas mengatakan, "Demi Allah, mereka tidak meminum khamr lagi. Apa yang mereka minum hanyalah perasan anggur, buah kurma yang belum masak benar, dan buah kurma yang sudah masak; semuanya itu merupakan khamr mereka saat itu."
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadits ini di dalam kitab Shahihain melalui berbagai jalur dari Anas. Di dalam riwayat Hammad ibnu Zaid, dari Sabit, dari Anas disebutkan bahwa Anas pernah menyuguhkan minuman khamr di rumah Abu Talhah kepada sejumlah orang, yaitu pada hari khamr diharamkan. Minuman yang mereka minum hanyalah perasan anggur, perasan kurma gemading, dan perasan kurma masak. Tiba-tiba ada seorang juru penyeru menyerukan suatu seruan. Lalu Anas berkata, "Keluarlah dan lihatlah apa yang diserukannya." Tiba-tiba seorang juru penyeru menyerukan bahwa sesungguhnya khamr telah diharamkan. Anas mengatakan, "Maka aku tumpahkan khamr yang tersisa itu di jalan Madinah." Anas mengatakan bahwa Abu Talhah berkata kepadanya, "Keluarlah kamu dan tumpahkanlah khamr ini." Maka aku menumpahkan semuanya. Mereka atau sebagian dari mereka mengatakan bahwa si Anu dan si Anu telah mati, sedangkan khamr berada dalam perutnya. Maka Allah menurunkan firman-Nya: “Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu.” (Al-Maidah: 93), hingga akhir ayat.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepadaku Abdul Kabir ibnu Abdul Majid, telah menceritakan kepada kami Abbad ibnu Rasyid, dari Qatadah, dari Anas ibnu Malik yang mengatakan, "Ketika saya sedang menyuguhkan minuman khamr kepada Abu Talhah, Abu Ubaidah ibnul Jarrah, Abu Dujanah, Mu'az ibnu Jabal, dan Suhail ibnu Baida hingga kepala mereka tertunduk (mabuk). Minuman itu campuran dari perasan kurma gemading dan kurma masak. Aku mendengar seseorang menyerukan bahwa sesungguhnya khamr telah diharamkan." Anas ibnu Malik melanjutkan kisahnya, "Setelah itu tiada seorang pun dari kami yang masuk dan yang keluar hingga kami tumpahkan minuman khamr dan memecahkan semua wadahnya.
Kemudian sebagian dari kami ada yang berwudu, ada pula yang mandi, lalu kami memakai wewangian milik Ummu Sulaim. Setelah itu kami keluar menuju masjid. Tiba-tiba kami jumpai Rasulullah ﷺ sedang membacakan firmanNya: “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu.” (Al-Maidah: 90) sampai dengan firman-Nya: “Maka berhentilah kalian (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (Al-Maidah: 91); Seorang lelaki mengajukan pertanyaan, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah menurutmu perihal orang yang telah mati, sedangkan dulunya dia suka meminum khamr?" Maka Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: “Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu.” (Al-Maidah: 93), hingga akhir ayat.
Ada seorang lelaki bertanya kepada Qatadah (perawi hadits ini), "Apakah engkau mendengarnya langsung dari Anas ibnu Malik ?" Qatadah menjawab, "Ya." Ada pula lelaki lain bertanya kepada Anas ibnu Malik, "Apakah engkau sendiri mendengarnya langsung dari Rasulullah ﷺ?" Anas menjawab, "Ya, atau seseorang yang tidak berdusta menceritakannya kepadaku. Kami (para sahabat) tidak pernah berdusta, dan kami tidak mengetahui apa itu dusta.”
Hadits lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Ishaq, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Ayyub, dari Ubaidillah ibnu Zahr, dari Bakr ibnu Adah, dari Qais ibnu Sa'd ibnu Ubadah, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Sesungguhnya Tuhanku Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi telah mengharamkan khamr, al-kubah (sejenis khamr) dan al-qanin (sejenis khamr), serta jauhilah oleh kalian al-gubaira (sejenis khamr), karena sesungguhnya al-gubaira itu sepertiga khamr dunia.
Hadits yang lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad: Telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Farj ibnu Fudalah, dari Ibrahim ibnu Abdur Rahman ibnu Rafi', dari ayahnya, dari Abdullah ibnu Amr yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: “Sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas umatku khamr judi, al-Muzra, al-kubah, dan al-qanin (ketiganya sejenis khamr), dan Allah menambahkan kepadaku shalat witir (sebagai hal yang diwajibkari khusus bagi Nabi ﷺ).” Yazid mengatakan bahwa al-qanin dikenal dengan nama lain al-barabit. Hadits diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid.
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abu ‘Ashim (yaitu An-Nabil), telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Abu Habib, dari Amr ibnul Walid, dari Abdullah ibnu Umar, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Barang siapa yang berkata mengatas namakan diriku hal-hal yang tidak pernah aku katakan, hendaklah ia bersiap-siap menghuni tempatnya di neraka.” Abdullah ibnu Amr melanjutkan kisahnya bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya Allah telah mengharamkan khamr, judi, al-kubah dan al-gubaira. dan setiap yang memabukkan itu adalah haram.” Hadits diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid.
Hadits lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad: Telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Umar ibnu Abdul Aziz, dari Abu Tu'mah maula mereka, dan dari Abdur Rahman ibnu Abdullah Al-Gafiqi; keduanya mengatakan pernah mendengar Ibnu Umar mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Khamr dilaknat atas sepuluh segi; khamr itu sendiri dilaknat, peminumnya, penyuguhnya, penjualnya, pembelinya, orang yang memerasnya, orang yang membuatnya, orang yang membawanya (pengirimnya), penerimanya (penadahnya), dan orang yang memakan hasil jualannya.”
Imam Abu Daud dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadits Waki' dengan sanad yang sama.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah, telah menceritakan kepada kami Abu Tu'mah, bahwa ia pernah mendengar Ibnu Umar mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ keluar menuju kandang ternak, maka Ibnu Umar keluar pula mengikutinya dengan berjalan di sebelah kanan Nabi ﷺ. Lalu datanglah Abu Bakar, maka Ibnu Umar mundur dan memberikan kesempatan kepada Abu Bakar untuk mengapit Nabi ﷺ di sebelah kanannya, sedangkan Ibnu Umar sendiri berada di sebelah kiri Nabi ﷺ. Kemudian datanglah Umar, maka Ibnu Umar mundur dan memberikan kesempatan kepada Umar untuk berada di sebelah kiri Nabi ﷺ. Kemudian Rasulullah ﷺ tiba di kandang ternak, dan ternyata beliau menjumpai sebuah wadah dari kulit kambing berada di bagian atas dari kandang itu, wadah tersebut berisikan khamr. Ibnu Umar melanjutkan kisahnya, "Lalu Rasulullah ﷺ memanggilku untuk mengambilkan pisau belati. Aku belum pernah mengetahui pisau belati kecuali pada hari itu. Rasulullah ﷺ memerintahkan agar wadah tersebut dibelah, lalu wadah itu kurobek, dan Rasulullah ﷺ bersabda: “Khamr telah dilaknat, begitu pula peminumnya, penuang (penyuguh)nya, penjualnya, pembelinya, pengirimnya, penerimanya, pengolahnya, tukang prosesnya, dan pemakan hasil jualannya.”
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hakam ibnu Nafi', telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Maryam, dari Damrah ibnu Habib yang mengatakan bahwa Ibnu Umar pernah menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah memerintahkan kepadanya untuk mengambilkan sebuah pisau belati yang juga dikenal dengan pisau pengerat yang tajam. Lalu Ibnu Umar mengambilkannya, dan Nabi ﷺ menyuruh untuk mengasahnya hingga tajam. Setelah itu pisau tersebut diberikan Nabi ﷺ kepada Ibnu Umar seraya bersabda, “Bawalah pisau ini, aku akan memerlukannya." Ibnu Umar melakukan apa yang diperintahkan kepadanya. Lalu Nabi ﷺ keluar bersama sahabat-sahabatnya menuju ke semua pasar di Madinah, beliau mendengar di pasar banyak terdapat khamr yang baru datang dari negeri Syam. Lalu Nabi ﷺ mengambil pisau dari Ibnu Umar dan langsung merobek wadah berisi khamr yang ada di depannya, kemudian pisau itu dikembalikan lagi kepada Ibnu Umar. Lalu Nabi ﷺ memerintahkan kepada semua sahabat yang bersamanya untuk pergi dengan Ibnu Umar. Nabi ﷺ memerintahkan Ibnu Umar untuk pergi mengelilingi semua pasar. Maka Ibnu Umar berangkat, dan tidak sekali-kali ia menjumpai wadah yang berisikan khamr melainkan dirobeknya, sehingga tiada suatu wadah khamr pun di pasar itu yang tertinggal. .
Hadits lain diriwayatkan oleh Abdullah ibnu Wahb: Telah menceritakan kepadanya Abdur Rahman ibnu Syuraih dan ibnu Luhai'ah serta Al-Al-Laits ibnu Sa'd, dari Khalid ibnu Zaid, dari Sabit, bahwa Yazid Al-Khaulani telah menceritakan kepadanya bahwa dahulu ia pernah mempunyai seorang paman penjual khamr, padahal ia orang yang suka bersedekah. Lalu Yazid Al-Khaulani melarang pamannya berjualan khamr, tetapi pamannya tidak mau berhenti berjualan khamr. Kemudian Yazid Al-Khaulani datang ke Madinah dan bertemu dengan Ibnu Abbas, lalu bertanya mengenai khamr dan uang hasil penjualannya. Maka Ibnu Abbas menjawab, "Khamr itu haram, begitu pula hasil penjualannya." Kemudian Ibnu Abbas berkata, "Wahai semua umat Muhammad, sesungguhnya seandainya masih ada kitab sesudah kitab (Al-Qur'an) kalian dan masih ada nabi sesudah nabi kalian, niscaya akan diturunkan kepada kalian kitab itu sebagaimana diturunkan kepada orang-orang sebelum kalian, tetapi Al-Qur'an merupakan akhir dari perkara kalian sampai hari kiamat. Dan demi umurku, sesungguhnya Al-Qur'an itu terasa amat berat atas kalian." Sabit mengatakan bahwa lalu ia menjumpai Abdullah ibnu Umar dan menanyakan kepadanya tentang hasil jualan khamr. Maka Ibnu Umar mengatakan, "Aku akan menceritakan sebuah hadits mengenai khamr kepadamu. Ketika aku sedang bersama Rasulullah ﷺ di dalam masjid saat itu Rasulullah ﷺ sedang duduk seraya menyelimuti dirinya dengan kain. Rasulullah ﷺ bersabda, 'Barang siapa yang mempunyai sisa khamr, hendaklah ia mendatangkannya kepadaku'." Mereka berdatangan kepada Nabi ﷺ, dan salah seorang dari mereka ada yang mengatakan, "Saya mempunyai seguci khamr." Yang lainnya mengatakan, "Saya mempunyai sekendi khamr." Masing-masing menyebutkan sisa khamr yang ada padanya. Maka Rasulullah ﷺ bersabda, "Kumpulkanlah khamr itu di tanah lapang anu, kemudian beritahukanlah kepadaku." Mereka melakukan apa yang diperintahkan, lalu mereka memberi tahu Nabi ﷺ. Kemudian Nabi ﷺ bangkit, dan Ibnu Umar bangkit pula bersamanya. Aku berjalan di sebelah kanannya, sedangkan beliau bersandar kepadaku. Lalu kami disusul oleh Abu Bakar. Maka Rasulullah ﷺ memundurkan diriku dan menyuruhku berada di sebelah kirinya, sedangkan Abu Bakar menggantikan posisiku. Kemudian kami disusul oleh Umar ibnul Khattab. Maka Rasulullah ﷺ memundurkan diriku dan menjadikan Umar berada di sebelah kirinya, sehingga Rasulullah ﷺ berjalan dengan diapit oleh keduanya. Setelah beliau sampai pada tumpukan khamr, maka beliau bersabda kepada orang-orang yang hadir, "Tahukah kalian apakah ini?" Mereka menjawab, "Ya, wahai Rasulullah, ini adalah khamr." Rasulullah ﷺ bersabda, "Kalian benar." Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya Allah telah melaknat khamr, orang yang membuatnya, orang yang memprosesnya, peminumnya, penyuguhnya, pengirimnya, penerimanya, penjualnya, pembelinya, dan orang yang memakan hasil penjualannya.” Lalu beliau meminta sebuah pisau dan bersabda, "Kumpulkanlah semuanya menjadi satu." Mereka melakukannya, kemudian Rasulullah ﷺ mengambil pisau dan merobek semua wadahnya. Orang-orang ada yang mengatakan bahwa wadah-wadahnya masih dapat dimanfaatkan. Maka Rasulullah ﷺ bersabda: “Memang benar, tetapi aku lakukan demikian hanyalah karena marah demi karena Allah ﷻ mengingat apa yang ada di dalamnya membuat Allah murka.” Umar berkata, "Biarlah aku yang melakukannya, wahai Rasulullah ﷺ." Rasulullah ﷺ menjawab, "Jangan."
Ibnu Wahb mengatakan bahwa sebagian dari para perawi ada yang menambahkan kisah hadits lebih dari sebagian yang lainnya. Hadits diriwayatkan oleh Imam Baihaqi.
Hadits lain diriwayatkan oleh Abu Bakar Al-Baihaqi: Telah menceritakan kepada kami Abul Husain ibnu Bisyr, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Muhammad As-Saffar, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ubaidillah Al-Munadi, telah menceritakan kepada kami Wahb ibnu Jarir, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Sammak, dari Musab ibnu Sa'd, dari Sa'd yang menceritakan bahwa sehubungan dengan masalah khamr telah diturunkan empat buah ayat, lalu ia menceritakan hadits selengkapnya. Sa'd mengatakan, "Seorang lelaki dari kalangan Anshar membuat sebuah jamuan makan, lalu ia memanggil kami, kemudian kami meminum khamr sebelum khamr diharamkan hingga kami mabuk, lalu kami saling membanggakan diri. Orang-orang Anshar mengatakan, 'Kami lebih utama.' Orang-orang Quraisy mengatakan, ‘Kami lebih utama.' Lalu seorang lelaki dari kalangan Anshar mengambil rahang unta dan memukulkannya ke arah hidung Sa'd hingga robek. Sejak saat itu hidung Sa'd robek." Maka turunlah firman-Nya: “Sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi.” (Al-Maidah: 90) sampai dengan firman-Nya: “Maka berhentilah kalian (dari mengerjakan perbuatan itu).” (Al-Maidah: 91) Imam Muslim mengetengahkannya melalui hadits Syu'bah.
Hadits lain diriwayatkan oleh Imam Baihaqi: Telah menceritakan kepada kami Abu Nasr ibnu Qatadah, telah menceritakan kepada kami Abu Ali Ar-Rafa, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdul Aziz, telah menceritakan kepada kami Al-Hajjaj Ibnu Minhal, telah menceritakan kepada kami Rabi'ah ibnu Kalsum, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Said ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa sesungguhnya ayat mengenai haramnya khamr diturunkan berkenaan dengan dua kabilah dari kalangan Anshar yang melakukan minum-minum.
Ketika mereka mulai mabuk, sebagian dari mereka berbuat seenaknya terhadap sebagian yang lain. Dan saat mereka sadar dari mabuknya, seseorang melihat bekas pada wajah, kepala, dan janggutnya, lalu ia berkata, "Yang melakukan ini kepadaku adalah saudaraku, yaitu si Fulan." Padahal mereka bersaudara, tiada rasa dengki dan iri dalam hati mereka terhadap sesamanya. Lalu lelaki itu berkata, "Demi Allah, seandainya dia sayang dan kasihan kepadaku, niscaya dia tidak akan melakukan ini terhadap diriku." Hingga pada akhirnya timbullah rasa dengki dan iri dalam hati mereka terhadap sesamanya. Maka Allah ﷻ menurunkan ayat ini: “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan.” (Al-Maidah: 90) sampai dengan firman-Nya: “Maka berhentilah kalian (dari mengerjakan perbuatan itu).” (Al-Maidah: 91) Lalu ada sebagian orang yang memaksakan diri bertanya, "Khamr adalah najis, sedangkan khamr berada di dalam perut si Fulan yang telah gugur dalam Perang Uhud." Maka Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: “Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu.” (Al-Maidah: 93)
Imam An-Nasai meriwayatkannya di dalam kitab tafsir melalui Muhammad ibnu Abdur Rahim, yaitu Sa'iqah, dari Hajjaj ibnu Minhal.
Hadits lain diriwayatkan oleh Ibnu Jarir: Telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Khalaf, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Muhammad Al-Harami, dari Abu Namilah, dari Salam maula Hafs Abul Qasim, dari Abu Buraidah, dari ayahnya yang menceritakan, "Kami sedang duduk meminum minuman kami di atas sebuah bukit pasir, saat itu kami berjumlah tiga atau empat orang. Di hadapan kami terdapat sebuah wadah besar yang berisikan khamr. Ketika itu meminum khamr belum diharamkan. Kemudian aku bangkit dan pergi hingga sampai kepada Rasulullah ﷺ, lalu aku masuk Islam melaluinya, bertepatan dengan turunnya ayat yang mengharamkan khamr, yaitu firman-Nya: “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi.” (Al-Maidah: 90) sampai dengan firman-Nya: “Maka berhentilah kalian (dari mengerjakan perbuatan itu).” (Al-Maidah: 91) Lalu aku (ayah Abu Buraidah) kembali kepada kaumku dan membacakan kepada mereka ayat ini sampai dengan firman-Nya: “Maka berhentilah kalian (dari mengerjakan perbuatan itu).” (Al-Maidah: 91) Saat itu di tangan sebagian kaum masih ada minumannya, sebagian telah diminum, sedangkan sebagian masih ada di dalam wadahnya. Ayah Abu Buraidah menceritakan hal ini seraya mengisyaratkan dengan memakai wadah yang ia tempelkan pada bagian bawah bibir atasnya, dengan isyarat seperti yang dilakukan oleh tukang hijamah. Kemudian mereka menumpahkan khamr yang ada pada wadah besar mereka seraya berkata, "Kami berhenti, wahai Tuhan kami."
Hadits lain diriwayatkan oleh Imam Bukhari: Telah menceritakan kepada kami Sadqah ibnul Fadl, telah menceritakan kepada kami Ibnu Uyaynah, dari Amr, dari Jabir yang menceritakan bahwa sejumlah orang minum khamr di pagi hari Perang Uhud, dan akhirnya pada hari itu juga mereka gugur semuanya sebagai syuhada. Hal tersebut terjadi sebelum khamr diharamkan.
Demikianlah menurut riwayat Imam Bukhari di dalam kitab tafsir dari kitab Shahih-nya.
An-Hafidzh Abu Bakar Al-Bazzar telah meriwayatkan di dalam kitab Musnad-nya bahwa telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdah, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Amr ibnu Dinar, bahwa ia pernah mendengar Jabir ibnu Abdullah mengatakan, "Pada suatu pagi hari ada sejumlah sahabat Nabi ﷺ minum khamr, kemudian mereka semuanya gugur sebagai syuhada, yaitu dalam Perang Uhud. Kemudian orang-orang Yahudi mengatakan, "Telah gugur sebagian orang-orang yang berperang, sedangkan dalam perut mereka terdapat khamr." Maka Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: “Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu.” (Al-Maidah: 93)
Al-Bazzar mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih dan hadits ini memang shahih, tetapi dalam konteksnya terdapat ke-gharib-an (keanehan).
Hadits lain diriwayatkan oleh Abu Daud At-Tayalisi: Telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abi Ishaq, dari Al-Barra ibnu Azib yang menceritakan bahwa ketika ayat yang mengharamkan khamr diturunkan, mereka mengatakan "Bagaimanakah dengan orang-orang yang gemar meminumnya dahulu sebelum khamr diharamkan?" Maka turunlah firman-Nya: “Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu.” (Al-Maidah: 93), hingga akhir ayat.
Imam At-Tirmidzi meriwayatkannya melalui Bandar, dari Gundar, dari Syu'bah dengan lafal yang serupa, dan Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih.
Hadits lain diriwayatkan oleh An-Hafidzh Abu Ya'la Al-Mausuli: Telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Humaid Al-Kufi, telah menceritakan kepada kami Ya'qub Al-Qummi, dari Isa ibnu Jariyah, dari Jabir ibnu Abdullah yang menceritakan bahwa dahulu ada seorang lelaki yang biasa membawa khamr dari Khaibar untuk dijual kepada kaum muslim di Madinah. Pada suatu hari ia membawa khamr yang telah ia kulak dengan sejumlah harta, lalu ia datangkan ke Madinah, kemudian ia berjumpa dengan seorang lelaki dari kalangan kaum muslim. Lelaki muslim itu berkata kepadanya, "Wahai Fulan, sesungguhnya khamr telah diharamkan." Lalu ia meletakkan khamr di tempat yang jauh yaitu di atas sebuah lereng bukit dan ia tutupi dengan kain kelambu. Kemudian ia sendiri datang kepada Nabi ﷺ dan berkata, "Wahai Rasulullah, telah sampai kepadaku berita bahwa khamr telah diharamkan." Rasulullah ﷺ menjawab, "Memang benar." Ia berkata, "Bolehkah aku kembalikan kepada orang yang aku membeli darinya?" Rasulullah ﷺ menjawab, "Tidak layak untuk dikembalikan." Ia berkata, "Aku akan menghadiahkannya kepada orang yang mau memberiku imbalan yang sesuai dengan harga khamr ini." Rasulullah ﷺ bersabda, "Tidak boleh." Ia berkata, "Sesungguhnya khamr ini aku beli dari harta anak-anak yatim yang ada di dalam pemeliharaanku." Rasulullah ﷺ bersabda: “Apabila datang kepada kami harta dari Bahrain, maka datanglah kamu kepadaku, niscaya kami akan mengganti harta anak-anak yatimmu itu.” Kemudian diserukan kepada penduduk Madinah (bahwa khamr telah diharamkan). Maka ada seorang lelaki berkata, "Wahai Rasulullah, wadah-wadahnya dapat kami manfaatkan." Rasulullah ﷺ bersabda, "Kalau begitu, bukalah semua penutupnya." Maka khamr ditumpahkan hingga sampai ke bagian bawah lembah. Hadits ini gharib.
Hadits lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad: Telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari As-Suddi, dari Abu Hubairah (yaitu Yahya ibnu Abbad Al-Ansari), dari Anas ibnu Malik, bahwa Abu Talhah pernah bertanya kepada Rasulullah ﷺ tentang anak-anak yatim yang ada di dalam pemeliharaannya, mereka mewarisi khamr. Maka Rasulullah ﷺ bersabda, "Tumpahkanlah khamr itu." Abu Talhah bertanya, "Bolehkah kami menjadikannya cuka?" Rasulullah ﷺ menjawab, "Tidak boleh."
Imam Muslim, Imam Abu Daud, dan Imam At-Tirmidzi meriwayatkannya melalui hadits Ats-Tsauri dengan lafal yang serupa.
Hadits lain diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim: Telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Raja, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Salamah, telah menceritakan kepada kami Hilal ibnu Abu Hilal, dari ‘Atha’ ibnu Yasar, dari Abdullah ibnu Amr yang menceritakan bahwa ayat berikut ada dalam Al-Qur'an, yaitu firman-Nya: “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan.
Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kalian beruntung.” (Al-Maidah: 90) Menurut Abdullah ibnu Amr, di dalam kitab Taurat perihal khamr disebutkan seperti berikut, "Sesungguhnya Allah menurunkan kebenaran untuk melenyapkan kebatilan dengannya, juga untuk melenyapkan permainan yang tak berguna, seruling, tarian, dosa-dosa besar (yakni khamr barabit), gendang, tambur, syair dan khamr sekali, bagi orang yang meminumnya. Allah bersumpah dengan menyebut nama-Nya Yang Maha Agung, 'Barang siapa yang meminumnya sesudah Kuharamkan, Aku benar-benar akan membuatnya kehausan di hari kiamat. Dan barang siapa yang meninggalkannya sesudah Kuharamkan, Aku benar-benar akan memberinya minum khamr di hadapan-Ku Yang Maha Suci'." Sanad atsar ini shahih.
Hadits lain diriwayatkan oleh Abdullah ibnu Wahb: Telah menceritakan kepadaku Amr ibnul Haris; Amr ibnu Syu'aib pernah menceritakan kepada mereka bahwa ayahnya pernah menceritakan dari Abdullah ibnu Amr ibnul As, dari Rasulullah ﷺ yang bersabda: ”Barang siapa yang meninggalkan shalat sekali karena mabuk, maka seakan-akan dia memiliki dunia dan semua isinya, lalu dirampas darinya. Dan barang siapa yang meninggalkan shalat sebanyak empat kali karena mabuk, maka sudah seharusnya bagi Allah memberinya minum dari tinatul khabal.” Ketika ditanyakan, "Apakah tinatul khabal itu?" Rasulullah ﷺ menjawab: “Perasan keringat penduduk neraka Jahannam.”
Imam Ahmad meriwayatkannya melalui jalur Amr ibnu Syu'aib.
Hadits lain diriwayatkan oleh Abu Daud: Telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Rafi', telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Umar As-San'ani yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar An-Nu'man (yaitu Ibnu Abu Syaibah Al-Jundi) meriwayatkan dari Tawus, dari Ibnu Abbas, dari Nabi ﷺ yang bersabda: “Semua minuman yang dibuat melalui proses peragian adalah khamr, dan semua yang memabukkan hukumnya haram.
Barang siapa yang meminum minuman yang memabukkan, maka hapuslah (pahala) salatnya selama empat puluh pagi (hari); dan jika ia bertobat, Allah menerima tobatnya. Dan jika ia kembali lagi minum untuk keempat kalinya, maka pastilah Allah akan memberinya minum dari tinatul khabal.” Ketika ditanyakan, "Apakah tinatul khabal itu, wahai Rasulullah?” Rasulullah ﷺ menjawab: “Nanah penghuni neraka, dan barang siapa yang memberikan minuman yang memabukkan kepada anak kecil yang belum mengetahui halal dan haramnya, maka Allah pasti akan memberinya minuman dari tinatul khabal.”
Hadits diriwayatkan oleh Abu Daud secara munfarid.
Hadits lain diriwayatkan oleh Imam Syafii rahimahullah: Telah menceritakan kepada kami Malik, dari Nafi', dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Barang siapa yang meminum khamr di dunia, kemudian ia tidak bertobat dari perbuatannya itu, Allah mengharamkan khamr baginya kelak di akhirat.”
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya melalui hadits Malik dengan sanad yang sama.
Imam Muslim telah meriwayatkan dari Abu Rafi', dari Hammad ibnu Zaid, dari Ayyub, dari Nafi', dari Ibnu Umar yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Setiap yang memabukkan adalah khamr, dan setiap yang memabukkan adalah haram. Dan barang siapa minum khamr, lalu mati dalam keadaan masih kecanduan khamr dan belum bertobat dari perbuatannya itu, maka kelak di akhirat ia tidak dapat meminum khamr (surga).”
Hadits lain diriwayatkan oleh Ibnu Wahb: Telah menceritakan kepadanya Umar ibnu Muhammad, dari Abdullah ibnu Yasar; ia pernah mendengar Salim ibnu Abdullah menceritakan bahwa Abdullah ibnu Umar menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Ada tiga macam orang yang Allah tidak memandang mereka (dengan pandangan rahmat) kelak di hari kiamat, yaitu orang yang menyakiti kedua orang tuanya, orang yang kecanduan khamr dan orang yang menyebut-nyebut pemberian yang telah diberikannya.”
Imam An-Nasai meriwayatkan dari Amr ibnu Ali, dari Yazid ibnu Zurai', dari Umar ibnu Muhammad Al-Umari dengan sanad yang sama.
Imam Ahmad telah meriwayatkan dari Gundar, dari Syu'bah, dari Yazid ibnu Abu Ziyad, dari Mujahid, dari Abu Sa'id, dari Nabi ﷺ yang bersabda: “Tidak dapat masuk surga orang yang suka menyebut-nyebut pemberiannya, dan orang yang suka menyakiti (kedua orang tuanya), dan tidak (pula) orang yang kecanduan khamr.”
Imam Ahmad telah meriwayatkannya pula dari Abdus Samad, dari Abdul Aziz ibnu Aslam, dari Yazid ibnu Abu Ziyad, dari Mujahid dengan lafal yang sama; juga dari Marwan ibnu Syuja', dari Khasif, dari Mujahid dengan lafal yang sama. Imam An-Nasai meriwayatkannya dari Al-Qasim ibnu Zakaria, dari Husain Al-Ju'fi, dari Zaidah, dari Yazid ibnu Abu Ziyad, dari Salim ibnu Abul Ja'd dan Mujahid; keduanya dari Abu Sa'id dengan lafal yang sama.
Hadits lain diriwayatkan oleh Imam Ahma: Telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Mansur, dari Salim ibnu Abul Ja'd, dari Jaban, dari Abdullah ibnu Amr, dari Nabi ﷺ yang bersabda: “Tidak masuk surga orang yang menyakiti (kedua orang tuanya), orang yang kecanduan khamr, orang yang suka menyebut-nyebut pemberiannya, dan tidak (pula) anak zina.”
Hal yang sama telah diriwayatkan pula dari Yazid, dari Hammam, dari Mansur, dari-Salim, dari Jaban, dari Abdullah ibnu Amr dengan lafal yang sama.
Imam Ahmad telah meriwayatkan pula dari Gundar dan lain-lainnya, dari Syu'bah, dari Mansur, dari Salim, dari Nabit ibnu Syarit, dari Jaban, dari Abdullah ibnu Amr, dari Nabi ﷺ yang bersabda: “Tidak masuk surga orang yang suka menyebut-nyebut pemberiannya, orang yang suka menyakiti kedua orang tuanya, dan tidak (pula) pecandu khamr.”
Imam An-Nasai meriwayatkannya melalui hadits Syu'bah dengan lafal yang sama, kemudian ia mengatakan, "Kami belum pernah mengetahui seseorang yang menghubungkan Syu'bah dengan Nabit ibnu Syarit." Imam Bukhari mengatakan bahwa Jaban belum pernah diketahui mendengar dari Abdullah. Salim pun belum pernah diketahui pernah mendengar, baik dari Jaban maupun dari Nabit. Hadits ini telah diriwayatkan pula melalui jalur Mujahid, dari Ibnu Abbas; juga melalui Mujahid, dari Abu Hurairah.
Az-Zuhri mengatakan, telah menceritakan kepadanya Abu Bakar ibnu Abdur Rahman ibnul Haris ibnu Hisyam; ayahnya pernah mengatakan bahwa ia pernah mendengar Utsman ibnu Affan mengatakan, "Jauhilah khamr, karena sesungguhnya khamr itu biangnya kejahatan. Dahulu kala pernah ada seorang lelaki dari kalangan orang-orang sebelum kalian, kerjanya hanya beribadah dan mengucilkan diri dari keramaian manusia. Tetapi pada akhirnya ia disukai oleh seorang wanita tuna susila. Wanita tuna susila itu menyuruh pelayan wanitanya memanggil lelaki itu untuk menghadiri suatu persaksian. Maka lelaki itu masuk bersamanya, dan si wanita tuna susila itu mulai memasang perangkapnya; setiap kali lelaki itu memasuki pintu, maka ia menutupnya, hingga lelaki itu berjumpa dengan seorang wanita yang cantik, di sisinya terdapat seorang bayi dan seguci khamr. Kemudian wanita cantik itu berkata, 'Sesungguhnya aku, demi Allah, tidak sekali-kali mengundangmu untuk menyaksikan suatu persaksian, melainkan aku mengundangmu kemari agar kamu mau menyetubuhi diriku, atau membunuh bayi ini, atau minum khamr ini.' Akhirnya wanita itu memberinya minuman satu gelas. Dan lelaki itu berkata, 'Tambahkanlah kepadaku.' Ia tidak berhenti dari minum khamr hingga pada akhirnya ia menyetubuhi wanita itu dan membunuh si bayi. Karena itu, jauhilah khamr, karena sesungguhnya tidak sekali-kali khamr dapat berkumpul dengan iman selama-lamanya melainkan salah satunya keluar dari diri pelakunya dalam waktu yang dekat." Asar ini diriwayatkan oleh Imam Baihaqi, dan sanad atsar ini shahih.
Abu Bakar ibnu Abud Dunya telah meriwayatkannya di dalam kitab Zammul Muskiri (Bab "Celaan Terhadap Pemabuk"), dari Muhammad ibnu Abdullah ibnu Bazi', dari Al-Fudail ibnu Sulaiman An-Numiri, dari Umar ibnu Sa'id, dari Az-Zuhri dengan lafal yang sama secara marfu, tetapi yang mauquf lebih shahih. Atsar ini mempunyai bukti yang menguatkannya di dalam kitab Shahihain, dari Rasulullah ﷺ. Disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: “Tidak sekali-kali seseorang melakukan perbuatan zina, sedang ia dalam keadaan beriman. Tidak sekali-kali seseorang mencuri, sedang dia dalam keadaan beriman. Dan tidak sekali-kali seseorang minum khamr, sedang dia dalam keadaan beriman.”
Imam Ahmad ibnu Hambal mengatakan, telah menceritakan kepada kami Aswad ibnu Amir, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa ketika khamr diharamkan, orang-orang berkata, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah dengan teman-teman kami yang telah meninggal, sedangkan mereka meminumnya?" Maka Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: “Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu.” (Al-Maidah: 93), hingga akhir ayat. Dan ketika kiblat dipindahkan, orang-orang berkata, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah dengan teman-teman kami yang telah meninggal dunia, sedangkan shalat mereka menghadap ke Baitul Maqdis?" Maka Allah menurunkan firman-Nya: “Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan iman kalian.” (Al-Baqarah: 143) .
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Daud ibnu Mahran Ad-Dabbag, telah menceritakan kepada kami Daud (yakni Al-Attar), dari Abu Khaisam, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Asma binti Yazid, bahwa ia pernah mendengar Nabi ﷺ bersabda: “Barang siapa meminum khamr, Allah tidak rela kepadanya selama empat puluh malam; jika ia mati, maka ia mati dalam keadaan kafir; dan jika ia bertobat, maka Allah menerima tobatnya. Dan jika ia kembali minum khamr, maka pastilah Allah akan memberinya minuman dari tinatul khabal.” Asma binti Yazid bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah tinatul khabal itu?" Rasulullah ﷺ menjawab, "Nanah penduduk neraka."
Al-A'masy telah meriwayatkan dari Ibrahim, dari Alqamah, dari Abdullah ibnu Mas'ud, bahwa Nabi ﷺ ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya: “Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu, apabila mereka bertakwa dan beriman.” (Al-Maidah: 93) beliau ﷺ bersabda (ditujukan kepada Ibnu Mas'ud ): “Dikatakan kepadaku bahwa engkau termasuk dari mereka.”
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Muslim, Imam At-Tirmidzi, dan Imam An-Nasai melalui jalurnya (yakni Al-A'masy).
Abdullah ibnu Imam Ahmad mengatakan, ia belajar dari ayahnya yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ali ibnu ‘Ashim, telah menceritakan kepada kami Ibrahim Al-Hijri, dari Abul Ahwas, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Jauhilah oleh kalian kedua jenis dadu yang diberi tanda ini yang keduanya dikocok-kocok, karena sesungguhnya keduanya adalah sarana maisir orang-orang 'ajam (non-Arab).”
Melalui ayat ini, Allah memerintahkan kaum mukmin untuk menjauhi perbuatan setan. Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah, kitab-Nya, dan Rasul-Nya! Sesungguhnya minuman keras, apa pun jenisnya, sedikit atau banyak, memabukkan atau tidak memabukkan; berjudi, bagaimana pun bentuknya; berkurban untuk berhala, termasuk sesajen, sedekah laut, dan berbagai persembahan lainnya kepada makhluk halus; dan mengundi nasib dengan anak panah atau dengan cara apa saja sesuai dengan budaya setempat, adalah perbuatan keji karena bertentangan dengan akal sehat dan nurani serta berdampak buruk bagi kehidupan pribadi dan sosial; dan termasuk perbuatan setan yang diharamkan Allah. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu dalam kehidupan pribadi dan kehidupan sosial dengan peraturan yang tegas dan hukuman yang berat agar kamu beruntung dan sejahtera lahir batin dalam kehidupan dunia dan terhindar dari azab Allah di akhirat Allah menegaskan bahwa setan itu bertujuan menciptakan permusuhan dan kebencian di antara manusia. Dengan membujuk kamu meneguk minuman keras dan mendorong kamu mencoba-coba berjudi, setan hanyalah bermaksud dengan sangat cerdik menimbulkan permusuhan akibat kamu dipengaruhi minuman keras dan kecanduan judi. Minuman keras dan judi juga menimbulkan kebencian antara kamu dengan anak, istri, saudara, tetangga, dan teman-temanmu. Di samping itu, minuman keras dan judi itu menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan salat, karena pikiranmu menjadi kusut, hatimu menjadi kusam, dan jiwamu menjadi kotor; maka tidakkah kamu mau berpikir jernih dan sadar, serta bertekad untuk berhenti dari kebiasaan meneguk minuman keras dan berjudi itu'
Dengan ayat ini Allah menjelaskan hukum-hukum-Nya mengenai empat macam perbuatan, yaitu: minum khamar, berjudi, mempersembahkan kurban kepada patung-patung dan mengundi nasib dengan menggunakan alat-alat yang menyerupai anak panah yang biasa dilakukan oleh bangsa Arab sebelum datangnya agama Islam.
Mengenai pengharaman minum khamar, para ahli tafsir berpendapat bahwa ayat ini merupakan tahap terakhir dalam menentukan hukum haramnya meminum khamar. Menurut mereka, Al-Qur'an mengemukakan hukum meminum khamar itu dalam empat tahap.
Pertama, berupa informasi tentang adanya kandungan alkohol pada buah anggur pada surah an-Nahl/16:67.
Kedua, manfaat dan madarat minuman keras:
Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, "Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya." (al-Baqarah/2: 219)
Ayat ini turun pada masa permulaan Islam, ketika iman kaum Muslimin belum begitu kuat untuk dapat meninggalkan apa yang telah menjadi kegemaran dan kebiasaan mereka, yang sebenarnya tidak dibolehkan oleh agama Islam. Maka setelah turun ayat ini, sebagian dari kaum Muslimin telah meningalkan kebiasaan minum khamar karena ayat tersebut telah menyebutkan bahwa perbuatan itu merupakan dosa besar. Tetapi sebagian masih melanjutkan kebiasaan minum khamar, karena menurut pendapat mereka ayat itu belum melarang mereka dari perbuatan itu, karena masih menyebutkan bahwa khamar itu mengandung banyak manfaat bagi manusia.
Alkohol atau khamr yang dimaksud adalah etanol yang diproduksi dengan fermentasi sari buah seperti anggur, nanas, dan sebagainya. Juga dapat diproduksi dari tetes, limbah dari pabrik gula tebu, dan ini merupakan bahan baku yang paling banyak digunakan untuk memproduksi alkohol di Indonesia.
Alkohol memiliki beberapa manfat antara lain sebagai sumber energi dan pelarut. Alkohol merupakan sumber energi yang cukup tinggi, lebih tinggi dari gula dan hampir menyamai lemak dengan perbandingan sebagai berikut Karbohidrat/gula, 4 kkal/g, alkohol, 7 kkal/g dan lemak, 9 kkal/g Selain itu alkohol mudah dicerna sehingga badan mudah memperoleh energi setelah minum alkohol. Alkohol juga dipakai pelarut dalam obat ? obatan yang disebut elixir seperti dalam obat ginjal batugen elixir atau juga dalam obat batuk.
Ketiga, larangan melaksanakan salat ketika mabuk:
Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu mendekati salat, ketika kamu dalam keadaan mabuk? (an-Nisa'/4: 43).
Karena ayat ini melarang mereka melakukan salat dalam keadaan mabuk, maka ini berarti bahwa mereka tidak dibolehkan minum khamar sebelum salat, agar mereka dapat melakukan salat dalam keadaan tidak mabuk. Setelah turun ayat ini, mereka tak bisa lagi minum khamar sejak sebelum Zuhur, sampai selesainya salat Isya, karena waktu Zuhur dan Asar adalah bersambungan, dalam masa yang pendek. Demikian pula antara Asar dan Magrib, dan antara Magrib dengan Isya. Apabila mereka minum khamar sesudah salat Zuhur, atau Magrib, niscaya tak cukup waktu untuk menunggu mereka sadar dari mabuk. Sehingga dengan demikian mereka tak akan dapat melakukan salat dalam keadaan sadar, sedangkan Allah telah melarang mereka melakukan salat dalam keadaan mabuk.
Orang-orang yang hendak minum khamar hanya mendapat kesempatan sesudah salat Isya dan sesudah salat Subuh. Karena jarak antara Isya dan Subuh dan antara Subuh dan Zuhur cukup panjang. Dengan demikian, diharapkan orang yang minum khamar menjadi semakin berkurang.
Keempat, penetapan keharaman khamar
Setelah iman kaum Muslimin semakin kuat, dan kejiwaan mereka semakin mantap untuk meninggalkan apa yang tidak diperbolehkan agama, maka turunlah ayat 90 Surah al-Ma'idah/5 ini, yang memberikan ketegasan tentang haramnya minum khamar, yaitu dengan mengatakan bahwa minum khamar, dan perbuatan lainnya adalah perbuatan kotor, haram dan termasuk perbuatan setan yang tak patut dilakukan oleh manusia yang beriman kepada Allah. Dengan turunnya ayat ini, tertutuplah sudah semua kemungkinan bagi orang-orang mukmin untuk minum khamar.
Demikianlah tahap-tahap yang telah diatur Al-Qur'an dalam memberikan hukum haram minum khamar. Prinsip ini sangat tepat untuk digunakan bila kita ingin mengadakan pemberantasan dan pembasmian apa yang telah berurat berakar dan mendarah-daging dalam masyarakat. Andaikata kita mengadakan tindakan yang drastis, pemberantasan yang mendadak dan sekaligus, maka akan terjadi kegoncangan dalam masyarakat, dan akan timbullah perlawanan yang keras terhadap peraturan baru yang hendak diterapkan. Agama Islam sangat mementingkan pembinaan mental manusia, dan menghindari timbulnya kegoncangan-kegoncangan dalam masyarakat.
Khamar atau minuman berakohol dilarang karena dibalik kemanfaatannya alkohol juga memiliki kemudaratan. Di negara?negara maju, seperti Amerika dan Australia, alkohol penyebab kecelakaan lalu lintas lebih dari 55% dan juga merupakan sumber berbagai penyakit. Di Amerika diidentifikasi bahwa pemabuk banyak menderita penyakit karena avitaminosis. Di Australia didapatkan bahwa anak?anak suami istri pemabuk, banyak menderita cacat fisik dan atau mental. Di Papua Nugini, kegemaran minum para pekerjanya adalah penyebab penceraian, karena uang habis untuk minum?minum. Di Indonesia, alkohol adalah penyebab tindakan kriminal seperti perampokan, perkosaan dan pembunuhan. Juga penyebab kecelakaan lalu lintas, dan keretakan rumah tangga. Meskipun merupakan bisnis besar, tetapi telah diteliti bahwa setiap dolar yang diperoleh dari produk alkohol, memerlukan biaya yang lebih besar untuk mengatasi akibat kerusakan sosial yang diperoleh, seperti :
Tennese State : Perolehan US$1,- biaya US$ 2.28
Shelby State : Perolehan US$1,- biaya US$ 11.08
Memphis State : Perolehan US$1,- biaya US$ 4.39
Karena alkohol mudah diserap, maka makanan berlebih seperti gula, lemak dan protein disimpan dalam bentuk lemak sehingga kelebihan berat badan. Obesitas ini penyebab dari penyakit pembuluh darah, jantung dan gula (diabetes).
Perlu diketahui bahwa alkohol adalah minuman berenergi tinggi tetapi tanpa gizi atau disebut "empty calories". Juga alkohol penyebab tubuh tidak dapat menyerap vitamin dan mineral atau keduanya dibuang ke dalam urin. Akibatnya pemabuk menjadi malnutrisi. Dan ini pula penyebab utama bahwa anak ? anak para peminum atau pemabuk menderita cacat fisik atau mental karena sperma atau ovumnya kekurangan gizi.
Detoksikasi alkohol dalam tubuh oleh lever terus menerus dapat merusak sel?sel. Kerusakan sel akan mengganggu kinerja lever. Selain itu kelebihan lemak disimpan dalam hati yang dapat menyebabkan kanker hati atau cirrosis yang belum ada obatnya.
Alkohol merusak sistem syaraf, melemahkan koordinasi otot dan mata (penyebab kecelakaan). Juga menghilangkan ingatan sehingga melakukan segala kejahatan tanpa kesadaran, seperti memperkosa, berkelahi, merampok dan membunuh.
Alkohol termasuk bahan yang menyebabkan ketagihan atau adiktif. Sifat ini menyebabkan peminum ingin mengkonsumsi lebih banyak dan lebih banyak lagi karena tidak puas. Rasa yang selalu tidak puas itu yang akhirnya menyebabkan terjerumus ke dalam dunia narkotika seperti ganja, morfin, kokain, dan sebagainya. Sifat adiktif ini secara ilmu pengetahuan belum dapat dijelaskan dengan memuaskan.
Adapun judi, amat besar bahayanya bagi pribadi dan masyarakat. Judi dapat merusak kepribadian dan moral seseorang, karena seorang penjudi selalu berangan-angan akan mendapat keuntungan besar tanpa bekerja dan berusaha, menghabiskan umurnya di meja judi tanpa menghiraukan kesehatannya, keperluan hidupnya dan hidup keluarganya yang menyebabkan rumah tangga hancur. Judi akan menimbulkan permusuhan antara sesama penjudi. Permusuhan ini terus berlanjut dalam pergaulan sehingga merusak masyarakat. Berapa banyak rumah tangga yang berantakan, harta yang musnah karena judi. Tidak ada orang yang kaya semata-mata karena berjudi (lihat juga tafsir ayat 219 Surah al-Baqarah/2).
Orang Arab sebelum Islam merupakan masyarakat penyembah berhala. Mereka membuat patung-patung dari batu dan sebagainya, kemudian mereka sembah dan mereka agung-agungkan. Mereka menyembelih hewan-hewan kurban untuk dipersembahkan kepada patung-patung tersebut. Perbuatan ini adalah perbuatan yang sesat. Karena yang patut disembah dan diagungkan hanyalah Allah. Manusia dapat menyembah Allah, tanpa perantara. Jika ingin berkurban, sembelihlah kurban itu, kemudian dagingnya dibagi-bagikan kepada manusia yang dapat memanfaatkannya, jangan kepada patung-patung yang tak akan dapat mengambil manfaat apapun dari daging kurban tersebut. Oleh sebab itu, sangat tepat bila agama Islam melarang kaum Muslimin mempersembahkan kurban kepada patung-patung, kemudian Islam menetapkan bahwa kurban itu adalah untuk mengagungkan Allah, dan dagingnya dibagikan kepada sesama manusia.
Mengundi nasib, juga suatu perbuatan yang telah lama dikenal manusia, bahkan sampai sekarang masih dilakukan dan dipercayai oleh sebagian orang. Ada berbagai cara yang digunakan untuk keperluan itu. Ada kalanya dengan menggunakan alat, atau dengan meneliti telapak tangan, atau dengan memperhatikan tanggal dan hari kelahiran bintang-bintang, sebagaimana sering dicantumkan dalam majalah hiburan atau surat kabar-surat kabar. Bangsa Arab di zaman jahiliah biasa mengundi nasib dengan menggunakan azlam, yaitu anak panah yang belum memakai bulu. Mereka menggunakannya untuk mengambil keputusan apakah mereka akan melakukan sesuatu perbuatan atau tidak. Caranya ialah: mereka mengambil tiga buah anak panah yang belum memakai bulu tersebut lalu pada anak panah yang pertama mereka tuliskan kata-kata "lakukanlah" sedang pada anak panah yang kedua mereka tuliskan kata-kata "jangan lakukan"; adapun anak panah yang ketiga tidak ditulisi apa-apa. Ketiga anak panah tersebut diletakkan dalam suatu wadah, lalu disimpan di dalam Ka'bah. Bila mereka hendak melakukan satu pekerjaan, maka mereka meminta kepada tukang kunci Ka'bah untuk mengambil satu di antara ketiga anak panah tersebut. Apakah mereka akan melakukan perbuatan itu atau tidak, tergantung kepada tulisan yang didapati pada anak panah yang diambil itu. Jika ternyata bahwa yang diambil itu adalah anak panah yang tidak ada tulisannya, maka undian itu diulang sekali lagi. Demikianlah mereka menggantungkan nasib kepada undian tersebut dan mereka sangat mempercayainya.
Undian-undian dan ramalan-ramalan semacam itu mengandung banyak segi negatifnya. Apabila si peramal mengatakan bahwa orang yang bersangkutan akan menemui nasib yang jelek, maka hal itu akan membuatnya merasa kuatir, takut dan putus asa, bahkan akan menyebabkan tidak mau bekerja dan berusaha karena ia percaya kepada ramalan itu. Sebaliknya, bila peramal mengatakan bahwa ia akan menjadi orang yang kaya dan berbahagia, maka hal itu dapat menyebabkan dia malas bekerja dan memandang rendah segala macam usaha, karena ia percaya bahwa tanpa usaha pun ia akan berbahagia atau menjadi kaya.
Orang beriman dilarang mempercayai ramalan-ramalan itu, baik yang dikatakan langsung oleh tukang-tukang ramal, ataupun yang biasa dipublikasikan dalam media cetak dan elektronik. Ramalan-ramalan tersebut dapat merusak iman. Orang beriman harus percaya bahwa Allah sajalah yang dapat menentukan nasib setiap makhluk-Nya. Percaya kepada qadha dan qadar Allah, adalah salah satu dari rukun iman.
Pada akhir ayat ini Allah memerintahkan agar orang beriman menjauhi minuman khamar, berjudi, berkorban untuk patung-patung serta mengundi nasib, diharapkan dengan menjauhi perbuatan-perbuatan itu, mereka akan menjadi orang-orang yang sukses dan beruntung di dunia dan di akhirat.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
ORANG YANG KAFIR
Sekarang tentu datang pertanyaan dalam hati kita: Jika demikian terang dan nyata-nyata penghargaan Allah kepada orang-orang Nasrani sehingga dikatakan, dibandirigkan Yahudi dan Musyrikin, orang yang mengaku dirinya Nasrani itulah yang lebih dekat kepada Islam. Merekalah yang melancarkan Perang Salib 200 tahun lamanya pada zaman lampau, merekalah yang memusnahkan orang Islam dari Spanyol setelah kaum Muslimin hidup di sana hingga 700 tahun, dan mereka pula yang menyambung Perang Salib itu dengan penjajahan. Dan sekarang setelah negeri-negeri Islam merdeka, mereka pula yang melakukan Perang Salib modern. Timbul pertanyaan, “Apakah ayat ini tidak berlawanan dengan kenyataan?"
Jawabnya, “Tidak!"
Sebab ayat ini langsung diiringkan oleh ayat berikutnya. Ayat 85 diikuti oleh ayat 86 yang bunyinya demikian:
Ayat 86
“Dan orang-orang yang kufur dan mendustakan ayat-ayat Kami, adalah mereka itu ahli neraka."
Ayat ini memberi kejelasan bahwasanya Nasrani itu terbagi dua macam dalam menerima perutusan Nabi Muhammad ﷺ Sebagian beriman kepadanya dan sebagian lagi kafir. Di dalam surah al-Bayyinah sudah dijelaskan bahwasanya orang yang kafir dari Ahlul Kitab dan Musyrikin itu akan tetap berpegang teguh dengan kepercayaan mereka yang sesat itu, sampai datang kepada mereka penerangan yang jelas. Karena Rasul, yaitu Nabi Muhammad ﷺ diutus Allah membawa suhuf-suhuf, yaitu lembaran suci yang di dalamnya ada kitab-kitab yang bermutu tinggi. Kemudian, diterangkan lagi bahwa mereka-mereka yang keturunan kitab itu berpecah-belah sesudah datang keterangan itu. Yang setengahnya menerima kebenaran, mengakui kedatangan Rasul dan yang setengahnya lagi kafir, tiada mau percaya.
Oleh sebab itu, ayat 86 yang tengah kita uraikan ini satu maksudnya dengan ayat 6 surah al-Bayyinah tersebut. Bahwasanya orang-orang yang kafir, baik dari Ahlul Kitab maupun dari Musyrikin, tempatnya di dalam neraka Jahannam dan mereka akan kekal di dalamnya. Mereka itulah sejahat-jahat manusia.
Dengan tegas dikatakan, kafir orang yang berkata bahwa Allah ialah yang ketiga dari yang bertiga. Padahal, tidak ada Tuhan kecuali
hanya satu. Ini ditegaskan dalam surah al-Maa'idah, Juz 6, yang telah lalu keterangannya. Dan setelah itu, yaitu pada ayat 17 dari surah al-Maa'idah ini juga telah dijelaskan secara langsung, yaitu bahwa kafirlah orang yang mengatakan bahwa Allah itu adalah Isa, anak Maryam.
Mereka telah kafir bukan saja kepada Muhammad dan Al-Qur'annya, tetapi juga pada kebenaran yang dibawa oleh sekalian rasul Allah. Tidak ada ajaran dalam seluruh kitab yang diturunkan oleh Allah kepada rasul-rasul-Nya yang menyatakan bahwa Dia, Tuhan Allah itu, tidak lain adalah Isa al-Masih. Dan tidak pula pernah Isa al-Masih mendakwahkan bahwa dirinya sendirilah Allah itu. Dan tidak tersebut pada kitab-kitab nabi Allah dan Ruhul Qudus, yang disebut tiga berarti satu dan satu berarti tiga (trinitas). Oleh karena itu, kalau dikatakan bahwa paham-paham seperti ini kafir, bukanlah semata-mata kafir kepada Muhammad, tetapi juga kafir terhadap kebenaran. Dengan demikian, neraka Jahan-namlah tempatnya.
Lantaran itu pula, janganlah orang menyesali kaum Muslimin, kalau sekiranya kaum Muslimin menganggap orang Yahudi dan Nasrani itu kafir. Karena memang Al-Qur'an yang mengatakan mereka kafir. Golongan yang kafir inilah yang menyelenggarakan Perang Salib. Dan golongan inilah yang disebutkan dalam surah al-Baqarah ayat 120, yang selama-lamanya tidak merasa ridha sebelum kaum Muslimin mengikut agama mereka. Golongan inilah yang dijelaskan di dalam Al-Qur'an, al-Baqarah ayat 105, bahwa mereka tidak merasa senang kalau kebaikan akan diturunkan Allah kepada kaum Muslimin. Dan golongan inilah yang diterangkan oleh surah al-Baqarah ayat 109, yang tidak merasa senang hati sebelum mereka dapat menarik orang yang beriman kepada Allah, agar kafir sebagaimana mereka.
Oleh karena itu, dengan ayat-ayat yang tengah kita tafsirkan ini, yang dimulai dengan akhir juz 6 yang menerangkan bahwa Yahudi dan kaum Musyrikin lebih memusuhi Islam dan orang yang mengaku Nasrani lebih dekat cinta kasihnya pada Islam, adalah ayat yang adil dan menunjukkan kebenaran. Karena selain yang sangat memusuhi Islam, ada juga orang Kristen yang tidak mau mengikatkan dirinya pada fanatik dan rasa benci yang ditanamkan turun-temurun.
Lihatlah kembali asbabun nuzul, yaitu ketika Ja'far bin Abi Thalib diundang menghadiri majelis Raja Najasyi. Ja'far membacakan surah Maryam—yang menerangkan kesucian Maryam dan kelahiran Nabi Isa dengan tidak berbapak—sehingga Najasyi dan pendeta-pendeta yang hadir menangis mendengar kisah yang benar dan indah itu. Tiliklah Injil yang empat yang beredar sekarang ini lalu bandirigkan dengan kisah Maryam dalam Al-Qur'an. Asalkan berpikir dengan adil dan benar, orang pasti akan mengatakan bahwa pembelaan Al-Qur'an terhadap Maryam lebih luas dan lebih mendalam daripada pembelaan Injil-Injil itu sendiri.
Memang Al-Qur'an lebih menegaskan bahwa Maryam mengandung dengan kehendak Allah. Al-Qur'an tidak memberi keraguan dalam hal itu. Al-Qur'an tidak mengatakan bahwa Maryam lalu kawin dengan Yusuf si tukang kayu, padahal Maryam tengah mengandung. Dan sebelum mengandung itu, Al-Qur'an menegaskan bagaimana kesucian Maryam, sebagaimana dia diasuh Zakariya pada waktu kecilnya. Sebab ibu Maryam, atau istri Imran telah bernadzar bahwa jika anaknya lahir akan dijadikan sebagai penjaga Bait Allah (Baitul Maqdis). Kebetulan anak itu perempuan, bukan laki-laki seperti yang dia harapkan. Namun, nadzarnya dipenuhinya juga. Kemudian, diantarkannya anak perempuan itu ke Baitul Maqdis hingga dia besar di bawah asuhan Zakariya, suami saudara ibunya. Sesudah diterangkan panjang lebar bagaimana kesucian ini, baik dalam surah Maryam yang turun di Mekah maupun dalam surah Aali ‘Imraan yang turun di Madiriah, barulah diterangkan kelebihan Isa al-Masih. Dan surah Maryam yang turun di Mekah inilah yang dibacakan Ja'far bin Abi Thalib di hadapan Najasyi. Hati beliau yang suci bersih, demikian juga hati pendeta-pendeta yang turut duduk dalam majelis beliau, pasti tergetar dan terharu mendengar kisah sehingga mereka pun masuk Islam.
Kemajuan ilmu pengetahuan alam sekarang ini telah membawa ahli cerdik pandai pada kesimpulan bahwa Allah adalah Esa. Dan kelahiran al-Masih dengan tidak melalui hal yang biasa, bukanlah tanda bahwa Isa itu sendiri adalah Tuhan. Sebab beribu-ribu banyaknya kelahiran dalam alam ini yang lebih ajaib daripada kelahiran Isa al-Masih, seumpama kelahiran matahari, kehadiran bulan dan bintang-bintang, tumbuhnya kayu-kayuan, mengalirnya air ke lautan, jauh lebih dahsyat dan ajaib daripada kelahiran Isa al-Masih. Namun, semuanya itu tidaklah anak Allah.
Sekarang terjawablah keragu-raguan yang timbul di dada orang yang melihat perbedaan ayat-ayat Al-Qur'an yang mengatakan bahwa orang Kristen lebih dekat kasih sayangnya pada Islam daripada orang Yahudi dan orang Musyrikin. Teranglah bahwa yang lebih dekat pada Islam itu ialah orang Kristen yang ikhlas, yang tidak dikotori kepercayaannya dengan rasa kebencian. Dan dijelaskan pula dalam ayat ini bahwa hal ini kebanyakan timbul tekun menuntut kebenaran, sampai air mata mereka menitik. Orang Kristen ini pulalah yang di dalam surah al-Baqarah ayat 62 disamakan derajatnya dengan orang yang beriman dengan Yahudi dan Shabi'in. Mereka sama-sama mendapat pahala di sisi Allah, sama-sama tidak berasa takut dan duka cita, sebab mereka beriman kepada Allah dan hari yang akhir. Bukan seperti pendeta-pendeta pada zaman kita sekarang ini. Dan bertambah jelas pula kebanyakan pendeta-pendeta agama itu dikerahkan ke negeri-negeri Islam yang terjajah atau bekas terjajah oleh negara-negara imperialis dan kapitalis dalam rangka Perang Salib modern. Kadang-kadang, agama dipakai oleh penakluk-penakluk untuk mengalahkan musuh. Eisenhouwer, Jenderal Amerika Serikat yang mengepalai tentara sekutu menyerbu ke Eropa hendak mengalahkan bangsa Jerman, ialah dengan shalat terlebih dahulu.
Stalin yang sangat benci dengan segala agama, ketika negeri Rusia diserang Jerman, lalu mendekatkan diri pada gereja atau kepada orang Islam. Dia menyuruh mereka berdoa dan shalat, guna memperkuat semangat Rusia saat menangkis serangan Jerman. Dunia Barat makin lama makin membuang agama Kristen dari kehidupan mereka. Kini, Kristen hanya digunakan untuk menentang Islam di negeri-negeri yang penduduknya teguh pada Islam.
***
(87) Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu haramkan barang baik yang telah dihalalkan Allah bagi kamu dan janganlah kamu melampaui batas. SesungGuhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang melampaui batas.
(88) Dan makanlah olehmu apa yang telah dikaruniakan kepada kamu oleh Allah, yang halal lagi baik. Dan bertakwalah kepada Allah, kepada-Nyalah kamu beriman.
Mendapat pujian orang-orang mengaku dirinya Nashara itu, sebab mereka suka menerima kebenaran yang dibawa oleh rasul. Disebutkan pula sebab-sebabnya, yaitu karena mereka adalah pendeta-pendeta yang saleh, qiss, dan rahib. Dengan menyebut itu, teringatlah orang akan kehidupan pendeta yang memencilkan diri dari masyarakat.
Sejak zaman dahulu, hidup suci telah ditempuh oleh rahib-rahib Kristen itu. Di tempat-tempat yang jauh, sampai di padang pasir yang terpencil, mereka dirikan biara-biara untuk beribadah. Gua-gua batu pun mereka jadikan biara-biara. Mereka bernama rahib dan kalau banyak bernama ruhban. Mereka memakai pakaian-pakaian dari bulu kambing, sebagaimana pakaian yang dipakai Nabi Yahya. Dan mereka tidak kawin selama-lamanya. Di biara semacam inilah, dalam perjalanan ke Syam, Abu Thalib yang sedang membawa anak saudaranya, Muhammad saw„ yang ketika itu baru berusia 12 tahun, bertemu dengan Rahib Buhaira. Pada pandangan rahib itu terlihat bahwa anak ini memiliki tanda-tanda nubuwwah. Rahib Buhaira lalu berpesan kepada Abu Thalib agar menjaga dan memeliharanya baik-baik.
Hidup dalam biara itu rupanya menarik perhatian beberapa sahabat Rasulullah saw„ terutama setelah mereka mendapat pujian istimewa dari Al-Qur'an itu karena mereka tidak sombong, mudah menerima kebenaran sehingga ada yang masuk Islam, sebagaimana pendeta-pendeta dan rahib-rahib yang diutus oleh Najasyi dari Habsyi itu. Padahal hidup dalam biara itu asalnya bukanlah ajaran Nabi Isa, tetapi suatu bid'ah agama yang mereka timbulkan kemudian, sebagaimana yang diajarkan oleh Paulus. Atau segolongan yang memencilkan diri karena selalu ditindas atau dikejar-kejar oleh madzhab Kristen lain yang diakui oleh kerajaan Romawi. Di dalam surah al-Hadid ayat 27, ditegaskan Allah pula cacat-cacat yang timbul dari kehidupan biara itu.
Rupanya di dalam kalangan sahabat Rasulullah ﷺ timbul pula beberapa orang yang ingin hidup membiara. Karena memang ada setengah manusia yang lebih tertarik pada kehidupan demikian karena bawaan dan sikap jiwa—banyaklah sebab-sebab dan riwayat-riwayat tentang turunnya ayat—menyatakan bahwa beberapa sahabat Rasulullah ﷺ karena sangat tertarik dengan keterangan-keterangan Rasulullah tentang bahaya perda-yaan dunia, tentang perdayaan nafsu-nafsu dan setan iblis, akhirnya memilih hidup cara pendeta. Riwayat-riwayat lain banyak menyebut nama seorang sahabat yang terkenal, Utsman bin Mazh'un. Selain itu, disebut juga Ali bin Abi Thalib sendiri, Abdullah bin Mas'ud, Miqdad bin Aswad, dan Salim Maula Abu Hudzaifah. Tersebut dalam riwayat Ibnu Jarir dan Ibnul Mundzir dan Abusy-Syaikh, yang mereka terima dari Ikrimah, bahwa sahabat-sahabat namanya disebutkan itu telah mulai bermufakat untuk duduk saja di rumah, tidak hendak berhubungan lagi mengonsumsi makanan yang baik, dan pada waktu malam akan tetap bangun saja untuk beribadah. Dalam satu riwayat Ibnu jarir juga yang diterimanya dari as-Suddi, tersebut pula bahwa Utsman bin Mazh'un sudah berbulan-bulan lamanya tidak seketiduran dengan istrinya yang bernama Al-Haula sehingga rupa Al-Haula itu sudah kusut masai saja, rambutnya tidak disisir-sisir lagi, dan wajahnya tidak dihias. Seketika dia bertandang kepada Aisyah, istri Rasulullah. Aisyah lalu bertanya kepadanya, apa penyebab wajahnya yang kusut. Dia menjawab dengan terus terang bahwa suaminya sudah sekian bulan tidak menidurinya lagi.
Hadits-hadits dan riwayat-riwayat ini ada yang shahih derajatnya dan ada yang dhaif, tetapi yang satu dapat menggenapkan yang lain, yaitu karena sangat meragukan ajaran agama, terutama bahwa hidup dunia ini tiada arti apa-apa dibandirigkan dengan hidup akhirat, timbullah semangat hendak menyenangkan diri, agar ruhani lebih merasakan hubungan dengan Allah. Utsman bin Mazh'un itu pun pernah berangan-angan hendak mengebiri dirinya saja (memotong kemaluannya).
Rasulullah ﷺ segera menegur gejala buruk itu. Sebab kehidupan yang demikian tidak dapat diamalkan dalam hidup ini. Kita hidup di dunia ini guna menanam amal bagi akhirat, bukan untuk membenci kehidupan, sedangkan hidup itu harus dijalani.
Menurut riwayat Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan an-Nasa'i, diterima dari Abduliah bin Amr bin al-Ash bahwa Abduliah bin Amr bin al-Ash ini pun nyaris tertarik pula dengan kehidupan demikian. Kemudian, bersabdalah Rasulullah ﷺ kepadanya, “Benarkah sebagai yang dikabarkan orang bahwa engkau hendak terus puasa setiap hari dan terus shalat setiap malam?" Dia menjawab, “Memang, ya, Rasulullah!"
Maka, bersabdalah Rasulullah ﷺ,
“Jangan engkau berbuat begitu! Puasalah dan berbukalah, shalatlah tengah malam dan ti-durlah, Karena tubuhmu sendiri mempunyai hak atas dirimu, matamu sendiri pun mempunyai hak atas dirimu, istrimu sendiri pun mempunyai hak atas dirimu, dan orang-orang yang datang menziarahi engkau pun mempunyai hak atas dirimu. Cukuplah jika engkau puasa tiap bulan barang tiga hari saja. Karena untuk tiap-tiap perbuatan baik, sepuluh pahalanya. Itu sudah sama dengan puasa setahun penuh.' Lalu aku menjawab, (kata Abduliah bin Amr bin al-Ash), ‘Aku rasa diriku kuat!' Maka, bersabda pulalah Rasulullah saut.,'Kalau begitu, puasa secara Nabi Dawud sajalah! ‘ Aku bertanya, ‘Bagaimana caranya puasa cara Nabi Dawud!' Rasulullah ﷺ menjawab, ‘Separuh tahun.' (Yaitu puasa sehari, berbuka sehari)." (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan an-Nasa'i)
Menurut riwayat Bukhari, at-Tirmidzi, dan ad-Daruquthni, yang diterima dari Abu Juhaifah, bahwa Abu Darda pun kena pengaruh perasaan demikian. Dia telah dipersaudarakan Rasulullah dengan Salman al-Farisi. Pada suatu hari, Salman berziarah ke rumah saudaranya Abu Darda itu. Di sana, didapatinya istri Abu Darda muram saja. Lalu Salman bertanya, “Aku tidak akan makan kalau tidak bersama dengan engkau!" Mendengar itu, terpaksalah Abu Darda melepaskan puasa sunnahnya. Dan setelah hari malam, Salman hendak tidur, tetapi Abu Darda terus saja berdiri hendak bershalat. Berkata Salman, “Mari tidur dahulu!" Maka, dia pun tidur sebentar dan hendak bangun lagi shalat. Lalu ditegur lagi oleh Salman, “Tidur dahulu!" Dia pun kembali tidur. Setelah pada ujung malam, berkatalah Salman, “Sekarang marilah kita shalat malam!" Mereka pun shalat berdua. Akhirnya berkatalah Salman, “Bagi Tuhan engkau ada hak dan istrimu pun ada haknya atas dirimu. Sebab itu, berikanlah hak itu kepada tiap-tiap yang mempunyai hak." Setelah itu mereka berdua pun pergi menghadap Rasulullah ﷺ dan menceritakan kisah mereka. Bersabdalah Rasulullah ﷺ, “Benar Salman!"
Menurut sebuah hadits yang dirawikan oleh ath-Thabrani dari Ibnu Abbas bahwa seorang datang kepada Rasulullah ﷺ lalu berkata, “Ya Rasulullah, aku kalau makan daging, bangun syahwatku kepada perempuan. Sebab itu, aku telah mengharamkan daging buat diriku sendiri." Ini pun dilarang Rasulullah ﷺ, sebab itu sama saja mengharamkan hal yang halal di sisi Allah.
Ada lagi beberapa riwayat lain yang menunjukkan beberapa sahabat Rasulullah ﷺ yang rupanya tertarik menjalani hidup sebagai rahib lalu mengharamkan diri mereka atas hal-hal yang halal. Oleh karena itu, datanglah ayat berikut ini:
Ayat 87
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu haramkan barang baik yang telah dihalalkan Allah bagi kamu."
Barang baik yang telah dihalalkan Allah bagi kamu ialah makanan-makanan yang enak dan bermanfaat. Dalam kata-kata baik, terkandunglah kesehatan jiwa dan rasa yang terdapat dalam barang baik itu. Seumpama daging dari binatang yang halal dimakan, buah-buahan, sayur-sayuran, beras, gandum, jagung, dan lain-lain. Dalam segala makanan yang baik terkandung berbagai ghidzi (telah dijadikan bahasa Indonesia, yaitu gizi), yaitu makanan yang mengandung zat-zat protein, putih telur, vitamin A, B, C, dan D, kalori, hormon, dan sebagainya.
Termasuk juga dalam barang baik yang dihalalkan Allah adalah persetubuhan suami-istri. Termasuk juga pakaian yang pantas dipakai, rumah yang pantas didiami, dan kendaraan yang pantas, seumpama kuda tunggang atau mobil yang bagus pada zaman sekarang ini. Oleh sebab itu, janganlah segala barang baik yang telah dihalalkan Allah itu diharamkan kepada diri sendiri. Kalau ada kesempatan, kalau rezeki dilapangkan Allah, makanlah, pakailah, diamilah, tunggangilah, segala yang baik itu. Janganlah memaksakan hidup sangat berkekurangan, padahal ada kesanggupan karena bukan di sana tempat zuhud.
Lalu datang sambungan ayat,
“Dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Allah tidaklah suka kepada orang yang melampaui batas."
Ujung ayat ini menegaskan, di dalam mempergunakan anugerah Allah yang baik itu, janganlah melampaui batas. Kita dilarang mengharamkan barang baik yang dihalalkan Allah. Oleh sebab itu, kalau misalnya Allah telah memberi rezeki yang luas kepada kita, artinya kita telah sanggup mendiami rumah yang agak luas, yang sesuai dengan besarnya jumlah keluarga maka haramlah kita perbuat suatu rumah besar yang berlebih-lebihan sehingga memperlihatkan kemubaziran, membuang-buang, dan bermewah-mewah. Kita disuruh memperlihatkan nikmat Allah yang telah dianugerahkannya kepada kita, tetapi dilarang menunjukkan kemewahan karena hendak membanggakan diri di hadapan sesama hamba Allah.
Sama pula halnya dengan makanan. Kita dilarang mengharamkan makanan baik yang telah dianugerahkan Allah kepada kita. Misalnya menghalangi makan daging atau puasa terus-menerus setiap hari. Karena yang demikian itu akan melemahkan badan. Seumpama seorang yang beristri muda, padahal dia menghentikan memakan daging; lemahlah syahwatnya ber-setubuh, padahal dia wajib memberikan nafkah batin kepada istrinya itu. Nafkah batin menurut ajaran syara' ialah menyetubuhi istri. Dengan menghentikan makan daging, dia telah melanggar ketentuan Allah.
Akan tetapi, dia dilarang pula melampaui batas, makan banyak tidak berbatas dan segala yang ditemukan “dihantam". Sangat banyak orangyang ditimpa penyakit karena pola makan yang melampaui batas. Akhirnya datang sakit gula, darah tinggi, sakit pinggang (nier), sakit kencing batu, dan sebagainya, yang menurut keterangan ahli kesehatan terjadi karena ada beberapa makanan yang dilahap saja. Akhirnya, dokter memberi nasihat supaya berobat dengan melakukan diet, mengurangi makan garam, memantangkan makan gula, memperbanyak konsumsi sayur, mengurangi nasi, dan sebagainya.
Oleh karena itu, makanan, pakaian, atau tempat tinggal yang berkancit-kancit, tidak mau makan ini, tidak mau makan itu, tinggal di gubuk buruk padahal rezeki ada, termasuk perbuatan melampaui batas.
Makanan berlebih-lebihan, segala berlebih-lebihan, itu pun melampaui batas. Allah pun tidak suka pada yang melampaui batas.
Pada ayat ini, lebih dijuruskan merupakan teguran kepada orang yang mengharamkan barang baik yang dihalalkan Allah. Mengapa anugerah Ilahi yang telah dibukakan bagi diri padahal tidak merusak, malahan diharamkan? Mereka mengatakan bahwa dengan menolak yang halal itu dia berusaha mendekatkan diri kepada Allah. Salahlah persangkaan itu. Allah tidak jadi sayang kepada mereka, sebab mereka menolak dan tidak mensyukuri nikmat Allah. Itu bukan ajaran Islam! Dalam ajaran Islam, dunia itu harus diterima dengan gembira karena dengan melalui dunia kita akan menempuh hidup akhirat.
Meninggalkan yang baik-baik anugerah dari Allah, sampai mengenakan pakaian dari bulu saja, memantangkan daging selama hidup, sampai ada yang tidak mau kawin, adalah penentangan pada hidup itu sendiri. Kalau ini merata, niscaya terhentilah keturunan. Yang lebih celaka lagi kalau hal ini dijadikan kepujian, lalu berduyun orang melakukannya, niscaya timbullah kehidupan yang munafik, sebab hal ini sangat berlawanan dengan tabiat manusia. Penganut agama Brahman dan bikshu Buddha, kemudian ditiru oleh Bani Israil dan oleh rahib Nasrani. Mereka berpikir bahwa jiwa mesti dibersihkan dari pengaruh maya ini. Jiwa tidak boleh dipengaruhi oleh benda dan tidak boleh dipuaskan. Hidup ialah sengsara supaya mencapai nirvana. Mereka mengharamkan berhias dan mengharamkan nikmat sehingga dalam kalangan kaum Brahmin atau kaum Yogi ada yang tidak mau memakai pakaian sama sekali, sampai bertelanjang, hanya kemaluannya saja sedikit yang ditutup. Macam-macamlah yang mereka lakukan untuk menyiksa diri mereka sendiri.
Apabila umat Muhammad juga terkena pengaruh yang demikian, akan timbul bahaya yang besar dalam masyarakat. Akan timbul dua macam kehidupan, yaitu orang-orang yang “suci" menyisihkan diri dari masyarakat. Mereka hidup ke dalam kuil dan biara, kerjanya hanya berdzikir dan bersemedi. Dan masyarakat yang lain, yang lebih besar jumlahnya, akan memperturutkan kehendak hawa nafsu tanpa dapat ditahan-tahan. Mereka pun tentu telah menetapkan pendirian bahwa kehidupan suci yang demikian itu hanyalah untuk orang-orang yang terbatas saja. Akhirnya kepada golongan terbatas itulah diserahkan kepengurusan hal tentang agama. Merekalah yang dipanggil untuk berdoa kepada Allah dan kadang-kadang mereka pun telah dianggap sebagai Tuhan, Dan akhirnya, mereka yang memilih hidup demikian ditumbuhi pula perasaan bahwa kelas mereka lebih tinggi. Mereka merasa lebih dekat pada Allah dan orang suci yang tidak boleh diganggu gugat. Kemudian timbul persoalan, siapa yang membelanjai orang-orang yang hidup zuhud itu, “padahal mereka mengutuk segala perhiasan kehidupan?" Yang membelanjai mereka adalah masyarakat atau umat.
Terkadang kehidupan demikian dijadikan tempat pelarian orang yang merasa kalah dalam perjuangan hidup. Seumpamanya telah pusing kepala karena beratnya urusan politik. Atau gadis yang patah hati dalam percintaan.
Di dalam Islam telah diberantas tunas yang nyaris tumbuh dari kehidupan begini. Syukurlah Rasulullah ﷺ lekas menegur dengan sabdanya dan ayat ini pun turun. Memang, Utsman bin Mazh'un adalah seorang yang amat saleh. Dialah yang mula-mula menghentikan minum arak ketika larangan pertama datang. Dia turut hijrah ke Habsyi dan menyaksikan hidup dalam biara di negeri itu. Namun, setelah ditegur oleh Rasulullah ﷺ, dia pun sadar akan dirinya. Konon dalam sambungan hadits, ketika istrinya Haula datang untuk yang kedua kali menemui Aisyah, mukanya telah berseri-seri dan rambutnya telah bersisir rapi. Dia telah berubah dan kelihatan gembira. Dia menjawab bahwa dia telah kembali dengan suaminya Utsman bin Mazh'un. Riuh-rendah istri-istri Rasulullah yang hadir ketika itu, tertawa mendengarkan kata-kata terus terang si Haula!
Harus diakui pula, walaupun sudah setegas itu larangan Rasulullah ﷺ dan larangan ayat Al-Qur'an, di dalam Islam timbul juga berbagai tarekat tasawufyangmenganjurkan kehidupan zuhud. Bahkan, salah seorang imam ikutan kita, yaitu Imam Ghazali pernah pula memuji kehidupan seperti ini. Di dalam kitab Ihya Ulumiddiri, beliau pernah memuji orang yang pakaiannya satu tahun tidak berganti. Padahal, kalau ini diperturutkan, alangkah amis dan hangit bau orang itu kalau dia duduk dalam shaf berjamaah pada hari Jum'at. Lantaran itu pula maka dalam kerajaan Turki Osmani pernah ada golongan tarekat, yaitu Tarekat Baktasyiah yang zawiyah-nys. (tempat mereka bertapa atau bersuluk), harus dibelanjai oleh kerajaan. Dan dalam Islam, ditemui pula seperti yang ada dalam kerajaan Kristen dan Buddha, pemerintah harus mengeluarkan anggaran belanja untuk membelanjai beribu-ribu orang yang menganggur.
Oleh sebab itu, bersabdalah Rasulullah ﷺ ketika beliau mendengar bahwa ada sahabat-sahabatnya yang telah menolak dunia, meninggalkan perempuan, dan hendak hidup seperti rahib itu. Demikian keras teguran beliau,
“Orang ;yang sebelum kamu telah binasa karena mempersukar-sukar atau mereka persukar tiirt mereka maka Allah pun mempersukar mereka. Lihatlah itu sisa mereka di dalam gereja-gereja dan biara-biara. Oleh karena itu, kamu sendiri, hendaklah kamu beribadah karena Allah, jangan dipersekutukan dengan Dia sesuatu pun. Pergikih naik haji dan berumrahlah. Dan ambil sajalah jalan lurus-tengah, supaya Allah pun meluruskan kamu!" (HR Ibnu Jarir, Ibnul Mundzir dari Abu Qilabah)
Dan dirawikan pula oleh Ibnu Abu Syaibah, Ibnu Jarir, dan Abu Abdurrahman, bersabda Rasulullah ﷺ,
“Aku tidaklah memerintahkan kamu supaya kamu menjadi pendeta dan rahib-rahib." (HR Ibnu Abu Syaibah, Ibnu Jarir, dan Abu Abdurrahman)
Marilah kita hidup yang biasa saja, jangan dilebih-lebihkan dari kekuatan dan jangan pula dikurangi. Mari berlaku sederhana saja; kawin, makan-minum, kadang-kadang bertemu daging, kita makan, bertemu ikan kita makan, bertemu sayur-sayur saja pun kita makan. Dan kalau tidak ada, kita puasa. Kita kenakan pakaian yang pantas. Boleh yang mahal kalau kita sanggup membeli, anak laki-laki jangan memakai sutra dan emas. Dan kalau tak ada uang untuk membeli, biar kita memakai kain belacu pun jadi. Kita tegak ke tengah masyarakat, kita berniaga, berladang dan bertani, mengupah dan menerima upah, hidup rukun dengan istri, mendapat anak, dididik dalam agama, untuk menyambung turunan kita.
Kemudian, diberikanlah tuntunan oleh Allah tentang makanan itu,
Ayat 88
“Dan makanlah olehmu apa yang telah dikaruniakan kepada kamu oleh Allah yang halal lagi baik."
Selama kita masih hidup kita mesti makan. Oleh sebab itu, makan itu sendiri tidak lagi diperintahkan oleh Allah kepada kita. Sebagaimana Al-Qur'an tidak pernah memerintahkan seseorang mengasihi anaknya.
Sebab rasa kasih kepada anak telah tumbuh dengan sendirinya. Cuma kasih kepada anak itu dituntun dan diberi peringatan, bahwasanya kasih kepada anak bisa menjadi bahaya (fitnah) bagi diri sendiri kalau tidak terkendali. Demikian juga pasal makanan dan minuman. Karena kamu mesti makan dan minum, pilihlah makanan yang dikaruniakan Allah yang halal lagi baik. Halaalan, yang halal. Thaiyiban, yang baik.
Jangan asal halal saja, padahal tidak baik.
Misalkan ada beberapa macam binatang menurut pendapat setengah ulama halal dagingnya dimakan, sebab tidak tersebut dalam daftar yang telah diriashkan haramnya dalam Al-Qur'an. Adapun yang diriashkan haramnya, ialah daging babi, bangkai, darah, dan binatang yang disembelih untuk berhala. Lantaran itu, ada orang yang berpendapat bahwa makanan lain yang tidak termasuk klaim daftar itu halal dimakan. Kalau ada hadits Nabi menyebut binatang yang dilarang yang lain, seumpama daging binatang buas yang bertaring atau yang bersaing dan daging burung yang mencengkam, mereka dimasukkan ke dalam golongan makruh saja. Oleh karena itu, menurut jalan pikiran Imam Malik, daging singa halal dimakan. Ada juga yang berpendapat bahwa daging anjing tidak ada nash yang mengharamkannya. Demikian juga daging ular.
Akan tetapi, orang yang telah mencapai kemajuan hidup dan bukan lagi bangsa biadab, memandang bahwa daging singa, anjing, ular, atau burung yang mencengkam itu tidak jelas haramnya. Taruhlah dia halal, tetapi semuanya tidak baik. Oleh karena itu, orang yang beriman tidaklah mau memakan saja segala yang halal, terlebih kalau yang halal itu tidak baik. Kecuali kalau terdesak benar. Di sisi lain, daging babi dirukshahkan memakannya kalau sudah sangat darurat.
Dan janganlah dimakan asal baik saja, padahal tidak halal. Misalnya daging babi yang dimasak dengan masakan yang enak, cukup dengan bumbunya yang menitikkan air liur karena lezatnya, tidak boleh dimakan. Sebab, ia tidak halal. Atau dagingnya halal, misalkan daging kambing dan masakannya enak lagi baik, padahal jelas bahwa itu kambing curian. Itu pun haram dimakan.
Ada juga makanan yang tadiriya halal, kemudian jadi haram atau sekurang-kurangnya makruh. Misalnya semacam gulai yang kemarin sangat enak, tetapi setelah bermalam menjadi basi. Kalau dimakan bisa menyebabkan sakit perut.
Oleh sebab itu, dalam memilih makanan yang halal dan baik atau yang baik dan halal, selain dari yang telah ditentukan Allah dalam Al-Qur'an, diserahkan pula dalam ijtihad kita sendiri untuk memilih mana yang halal lagi baik itu. Itu sebabnya, ujung ayat itu berbunyi,
“Dan bertakwalah kepada Allah dan kepada-Nyalah kamu beriman."
Dengan ketentuan Allah tentang halal dan baik lalu diserahkan kepada pertimbangan batin, yaitu takwa dan iman, bertambah pentinglah jadiriya memilih makanan dan minuman yang layak di dunia ini. Itu sebabnya, jika kita hendak memakan suatu makanan, ditekankan agar membaca bismillah. Dan sehabis makan disuruh untuk memuji Allah: alhamdulillah.
“Dari Umar bin Abu SalamaH (r.a.), berkata dia: berkata Rasulullah ﷺ, ‘Sebut nama Allah dan makan dengan tangan kanan dan hendaklah engkau makan makanan yang di sekeliling engkau saja.'" (HR Bukhari dan Muslim)
duduk dan di dekat beliau ada seorang laki-laki sedang makan, tetapi dia tidak memulai dengan membaca bismillah dan dia makan terus, sampai hanya tinggal kira-kira sesuap. Setelah disuap penghabisan itu, baru dia teringat membaca bismillah, dari awal sampai ke ujungnya. Nabi tersenyum melihat lakunya demikian. Lalu Nabi bersabda, “Sejak semula setan telah makan bersama-sama dengan dia. Tetapi, setelah dia membaca bismillah, keluarlah setan-setan itu dari dalam perutnya." (HR Abu Dawud dan an-Nasai)
“Dan dari Abu Umamah r.a. bahwasanya Nabi ﷺ apabila Hidangan telat diangkat (selesai makan), berkata, ‘Segala puji-pujian bagi Allah, pujian sebanyak-banyaknya, sebaik-baiknya; tidak merasa telah cukup, tidak merasa telah terkaya daripadanya, ya Tuhan kami. (HR Bukhari)
Akhirnya, tidak ada selain Allah yang dapat mencukupkan makanan kita.
“Dari … Anasr.a. berkata dia: Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Barangsiapa yang memakan sua-tu makanan kemudian dia berkata, ‘Segala puji bagi Allah yang telah memberiku makanan ini dan memberikannya sebagai rezeki untukku, di luar daya upayaku, di luar kuat kuasaku, ‘ akan diampuni Allah dosa-dosanya yang telah lalu.'" (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi dan dia berkata bahwa hadits ini hasan)
Diceritakan pula oleh seorang sahabat Rasulullah ﷺ, bernama Umaiyah bin Makhsyi, bahwa pada suatu hari Rasulullah ﷺ Sedang ...
Maka dari itu, banyaklah hadits yang menerangkan hubungan makanan halal dan baik dengan kehidupan kita. Sampai ada hadits Rasulullah ﷺ menerangkan tentang seorang laki-laki yang berjalan mengembara ke mana-mana, hingga tidak berketentuan pakaiannya, kotor bajunya, kusut-masai rambutnya, dan selalu menadahkan tangan ke langit, memohon, “Ya Allah, ya Allah," memohon berbagai permohonan, padahal yang dimakannya haram, yang diminumnya haram, yang dipakainya haram, dan dia sejak kecil dibesarkan dengan hal-hal yang haram. Bagaimana Allah akan memperkenankan permohonannya.
Oleh sebab itu, banyak ulama menyimpulkan hadits-hadits yang berkenaan dengan makanan dan minuman, adab makan dan adab minum, sampai kepada cara-caranya. Dan itu ditulis oleh al-Hafizh al-Imam al-Mundziri dalam kitab haditsnya yang berjudul at-Targhib wat-Tarhib.
Sampal-sampai al-Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyah menulis di dalam kitabnya Mada-rijus Salikin yang menerangkan betapa besar pengaruh makanan yang halal kepada mimpi-mimpi. Beliau berkata bahwa kalau engkau ingin mimpi yang baik, hendaklah terlebih dahulu menjaga benar agar makanan dan minuman yang masuk ke dalam rongga mulutmu itu makanan dan minuman yang halal. Sesudah itu, berwudhulah dan shalatlah dua rakaat, lalu tidurlah berbaring ke sebelah kanan, sebaiknya menghadap kiblat. Kesan pertama kata beliau ialah bahwa engkau tidak akan mendapat mimpi yang menakutkan dan tidurmu akan nyenyak, walaupun sebentar. Kesan kedua, lama-lama dan sesekali waktu engkau akan diberi mimpi yang indah atau yang baik takwilnya.
Ayat ini menjadi sangat penting artinya untuk dipikirkan oleh orang yang memupuk takwa dan iman di dalam hatinya. Seperti yang tersebut di ujung ayat, apalagi bila disesuaikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan kedokteran. Pengaruh makanan amat besar terhadap tubuh dan jiwa. Patokan telah ditunjukkan Allah di ayat ini, yaitu halal dan baik.
Kita teringat bahwa pada akhir bulan juni 1965, ketika tafsir ini kita tulis, bahwa di Bali diadakan satu simposium perihal memajukan kesehatan rakyat di pulau yang penduduknya menganut agama Hindu-Bali. Banyak dokter ahli hadir dan memberikan pemikiran. Seorang dokter pemeluk Hindu-Bali mengemukakan hasil research-nya bahwa salah satu penyakit yang diidap penduduk Bali ialah penyakit cacing pita. Penyakit itu, kata dokter Hindu-Bali tersebut, berasal dari makan daging babi mentah dan meminum darah mentah. Dalam upacara-upacara agama, orang Hindu-Bali suka sekali melakukan itu. Dokter itu menganjurkan dari segi kesehatan, agar hendaknya orang Bali menghentikan hal demikian.
Kita harus bersyukur menjadi orang Islam karena agama kita memberikan tuntunan tentang makanan yang halal dan yang baik.
(89) Tidaklah disalahkan kamu oleh Allah, dari sebab yang telanjur dari sumpah kamu. Tetapi, kamu disalahkan-Nya dari sebab sumpah-sumpah yang kamu sungguh-sungguhkan. Maka, dendanya ialah memberi makan sepuluh orang miskin dengan makanan yang pertengahan daripada makanan yang kamu berikan kepada ahli kamu, atau memberi pakaian untuk mereka, atau memerdekakan budak. Maka, barangsiapa yang tidak mampu, hendaklah puasa tiga hari. Demikian itulah denda sumpah-sumpah kamu apabila kamu bersumpah. Oleh karena itu, peliharalah sumpah-sumpah kamu apabila kamu bersumpah. Demikianlah Allah menyatakan kepada kamu akan ayat-ayat-Nya, supaya kamu berterima kasih.
BERSUMPAH
Ayat 89
Karena pada ayat terdahulu telah mulai tersebut perkara mengharamkan barang yang halal untuk diri sendiri, niscaya sampailah pikiran orang pada soal sumpah. Ada orang yang bersumpah, saya tidak akan makan daging lagi selama-lamanya. Ada juga orang yang bersumpah, saya tidak akan kawin-kawin lagi selama-lamanya. Ada orang yang bersumpah, demi Allah, saya tidak akan menegur si anu lagi mulai kini. Dan banyak lagi sumpah lain, sebagai janji seseorang dengan penyaksian nama Allah bahwa dia akan menghentikan ini atau dia akan berbuat itu. Oleh karena itu, datanglah tuntunan ayat berikut:
“Tidaklah disalahkan kamu oleh Allah, dari sebab yang … dari sumpah kamu. Namun, kamu disalahkan-Nya dari sebab sumpah-sumpah yang kamu sungguh-sungguhkan."
Di sini, terdapat hukum ketentuan Allah tentang bersumpah. Oleh karena itu, dibagilah sumpah yang tidak ada artinya dan yang kedua ialah sumpah yang sungguh-sungguh. Sumpah yang telanjur dan yang tidak berarti itu, tidaklah mengenai akibat hukum.
Menurut keterangan Imam Syafi'i, dalam al-Umm dan Imam Malik dalam al-Muwaththa!, demikian juga Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya, dan al-Baihaqi di dalam Su-nan-nya, yang dipandang sumpah yang tidak disalahkan atau tidak diancam dengan denda kafarat ialah sebagai yang dirawikan mereka dari hadits Aisyah, seumpama seorang laki-laki bercakap, “Demi Allah, tidak! Benarlah hal itu, wallah; sekali-kali tidak, wallah!" Atau seperti yang dirawikan oleh ‘Abd bin Humaid dan Abusy-Syaikh dari Ibrahim, ada orang yang bercakap kepada kawannya, “Engkau mesti datang ke rumahku, wallah! Engkau mesti makan nasiku, demi Allah! Engkau mesti minum, wallah!" Atau segala kata-kata sumpah dalam susunan demikian, hanya semata-mata kata saja, belumlah dia termasuk sumpah yang wajib dibayar kafaratnya. Bahkan sampai zaman kita ini, baik di seluruh negeri Arab maupun orang Arab di Indonesia, kata-kata “wallah!" itu biasa saja, sebagai penekan kata belaka.
Contohnya, ada seseorang bertanya (dalam bahasa Arab), “Apakah engkau melihat si Fulan?"
Temannya menjawab, “Ada saya lihat, wallah!" (…-aituhu, wallah). Ini namanya sumpah yang lagha. Tidak disalahkan, artinya tidak wajib membayar kafarat. Yang wajib dibayar kafaratnya, kalau sumpah itu dilanggar ialah ucapan sumpah sungguh-sungguh. Misalnya kita bersumpah, “Demi Allah, aku tidak hendak merokok lagi!" Dengan demikian, kalau sumpahnya itu dilanggar lalu dia merokok, kenalah dia denda (kafarat). Sebab, di sana sudah ada akad. Ingatlah kembali awal surah, kepada orang yang beriman diwajibkan menyempurnakan akad itu. Maksud akad di sini adalah janji antara diri kita sendiri dengan Allah, memakai nama-Nya. Sayyidiria Abu Bakar r.a. pernah bersumpah tidak akan lagi memberikan bantuan belanja kepada seorang yang selalu diberinya bantuan selama ini sebab orang itu turut terlibat dalam menuduh Aisyah dengan tuduhan hina. (Lihat tafsir surah an-Nuur). Rasulullah ﷺ menyalahkan beliau karena bersumpah demikian. Akhirnya, bantuan itu diteruskannya kembali dengan terlebih da-hulu membayar kafarat, disebabkan oleh sumpahnya itu. Oleh karena itu, segala sumpah yang telah kita sumpahkan dengan nama Allah akan mengerjakan suatu pekerjaan atau menghentikan satu pekerjaan, akan berjanji dengan orang lain dengan memaakai sumpah, kalau tidak dapat dipegang teguh, kalau tidak dapat dipenuhi, wajiblah dibayar kafaratnya, yaitu dengan denda."Moka, dendanya ialah memberi makan sepuluh orang miskin dengan makanan yang pertengahan dari makanan yang kamu berikan kepada ahli kamu."
Kalau sumpah tadi tidak dapat dipenuhi atau dilanggar, wajiblah membayar denda memberi makan sepuluh orang miskin, dengan makanan pertengahan kita sendiri. Pertengahan ini diukur menurut ‘urf (yang teradat) di masing-masing negeri. Misalnya makanan kita yang terendah ialah sepiring nasi dengan sambal terasi. Makanan menengah ialah makanan kenyang nasi dengan lauk-pauk sederhana. Makanan yang ukuran tinggi bagi kita ialah yang biasa kita hidangkan kalau kita menjamu orang yang kita hormati. Nasi sebanyaknya, ditambah gulai kambing, dan beberapa gulai yang lain. Jadi, pilihlah makanan yang pertengahan lalu berikan ke-pada sepuluh orang miskin. Pemberiannya boleh dengan cara dipanggil pulang ke rumah, boleh diberikan makanan mentah, boleh diantarkan ke rumah-rumah mereka, atau boleh pula diberikan harganya saja. Menurut Imam Hanafi, boleh pula menjamu seorang miskin selama sepuluh hari berturut-turut.
Menurut Sayyidiria Ali, ialah makanan sehari. Makanan siang dan makanan malam (ghadaa' dan ‘asyaa')."Atau memberi pakaian untuk mereka." Ini denda tingkat kedua. Artinya, kalau lebih mampu kita dapat memberikan pakaian kepada sepuluh orang miskin. Kemudian, oleh ulama-ulama fiqih, ditunjukkan pula apa yang dimaksud dengan pakaian, yang di dalam ayat disebutkan kiswah. Dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud ialah pakaian yang dapat menutup aurat ketika mereka shalat. Kalau di Mesir, misalnya, tentu dapat diberikan kepada me-reka sehelai baju jalabiyah, yang menutup seluruh tubuh mereka sampai ke bawah. Di Mekah disebut gamis (kemeja panjang). Buat kita bangsa Indonesia, yang dapat menutup aurat dalam shalat, tentulah sehelai kain sarung dan sehelai kemeja atau baju. Kalau kita lengkapkan lagi dengan sebuah songkok dan sepasang terompah atau sandal, tentu lebih baik."Atau memerdekakan budak." Ini kafarat yang tinggi sekali. Untuk menebus sumpah yang sudah telanjur itu merdekakanlah budak. Imam Syafi'i, dengan mengqiyaskan pada denda memerdekakan budak karena telanjur membunuh orang Mukmin atau kafir yang dalam perjanjian tidak dengan sengaja, yaitu memerdekakan budak yang beriman, beliau berpendapat, hendaklah budak yang akan dimerdekakan pembayar kafarat sumpah itu budak yang beriman, tegasnya budak Islam. Termasuk juga di dalamnya penebus orang tawanan. Misalnya terjadi peperangan dan ada orang Islam ditawan musuh yang akan dilepaskan bila ditebus, dipersilakanlah menebus budak itu sehingga dia bebas kembali.
Dalam ayat ini, denda kafarat ditingkatkan dari yang paling bawah sampai pada kekuatan yang paling tinggi; memberi makan sepuluh orang miskin, memberi pakaian sepuluh orang miskin, dan memerdekakan budak Oleh sebab itu, terjadi pertikaian ijtihad di antara ulama-ulama fiqih tentang ini. Setengahnya berijtihad bahwa semua itu bergantung pada kesanggupan orang yang bersangkutan. Apabila dia lebih kaya tentulah kafaratnya lebih tinggi yang diambilnya, menengah cara menengah, kurang mampu pilih yang di bawah sekali. Lalu yang lain pula. Setengahnya lagi beritjihad bahwa nilai kafarat menilik yang disumpahkan. Besar yang disumpahkan, besar pula kafaratnya, dan jika kecil, kecil pula kafaratnya. Dan penulis tafsir ini cenderung pada paham ini."Maka barangsiapa yang tidak mampu, hendaklah puasa tiga hari." Artinya, yang paling bawah, tentulah memberi makan sepuluh orang miskin dengan makanan pertengahan yang biasa diberikan kepada ahli sendiri. Kalau yang paling bawah ini tidak pula mampu, hendaklah diganti dengan puasa tiga hari. Setengah ulama fiqih mensyariatkan berturut-turut tiga hari dan setengahnya lagi mengatakan boleh lain waktu. Namun, tentu kita merasakan juga bahwa yang lebih baik tentu berturut tiga hari karena kita telah melanggar sumpah. Kecuali kalau sakit sehingga tidak dapat meneruskan tiga hari berturut-turut."Demikianlah denda sumpah-sumpah kamu apabila kamu bersumpah."
Sudah diatur demikian rupa oleh Allah, dalam rangka kewajiban kita sebagai orang Mukmin, yaitu menyempurnakan seperti yang telah tertentu di awal surah."Oleh karena itu, peliharalah sumpah-sumpah kamu apabila kamu bersumpah." Karena yang diambil menjadi sumpah itu adalah nama Allah, nama Allah yang dimuliakan dan yang ditinggikan, tidak boleh dipermain-mainkan. Oleh sebab itu, hendaklah dipikirkan matang-matang sebelum nama Yang Mahamulia itu disebut dan ukurlah kekuatan dan kesanggupan diri, sebelum suatu sumpah diucapkan.
“Demikianlah Allah menyatakan kepada kamu akan ayat-ayat-Nya, supaya kamu berterima kasih."
Tentu yang dimaksud dengan ayat-ayat di sini ialah perintah dan peraturan, demi kemuliaan nama Allah. Tentu dapatlah dipahamkan, seorang yang beriman, seperti tersebut dalam surah ash-Shaff ayat 1, tidak akan mengatakan suatu hai yang tidak dapat mereka kerjakan, apalagi kalau telah menjadikannya sumpah. Dan janganlah bersumpah akan berbuat suatu pelanggaran, misalnya bersumpah, “Demi Allah saya akan memukul si anu." Karena memukul orang adalah haram sehingga sumpah itu pun wajib dibayar kafa-ratnya. Sebab, nama Allah sudah disebut. Atau misalnya bersumpah, “Demi Allah, saya bukan anak laki-laki kalau perempuan itu tidak dapat menjadi istri saya." Karena kalau pinangan gagal, tidak diterima orang tuanya, maksud tidak berhasil dan kafarat sumpah harus dibayar juga. Sebab, kemuliaan nama Allah sudah dibawa.
Oleh karena itu, ditentukan pula di dalam syara' oleh peraturan Rasulullah saw„ termasuk dalam rangka tauhid bahwa sangat dilarang (haram) mengambil yang lain dari Allah menjadi sumpah. Misalnya, “Demi kehormatanku!", “Demi langit dan bumi!", dan sebagainya.
Dirawikan oleh Imam Ahmad dan Bukhari dan Muslim pada kedua Shahih-nya, dari Ibnu Umar, bahwa satu hari Rasulullah ﷺ mendengar Umar bersumpah dengan nama ayahnya sendiri. Maka, bersabdalah Rasulullah ﷺ, “Sesungguhnya Allah melarang kamu bersumpah dengan nama-nama bapak-bapak kamu. Maka barangsiapa yang bersumpah, hendaklah dia bersumpah dengan nama Allah. Kalau tidak begitu, lebih baik diam!" (HR Bukhari, Muslim, dan Imam Ahmad)
Dan banyak lagi hadits-hadits lain dan beberapa peraturan lain yang tersebut di dalam kitab-kitab fiqih yang kita rasa untuk tafsir ayat ini, mencukupilah sekadar keterangan ini.
Di ujung ayat diterangkan, diadakannya peraturan ini supaya kita berterima kasih kepada Allah. Sebab dengan aturan ini, kita telah dilepaskan dari suatu kesulitan. Memakai nama Allah atau mempermudah sumpah pada hakikatnya adalah tidak baik. Akan tetapi, dengan adanya aturan tanda itu, apalagi orang miskin akan tertolong pula, Allah telah melepaskan kita dari suatu kesulitan. Kemudian, untuk seterusnya kita harus lebih hati-hati sehingga tidak mempermudah sumpah.
Ayat 90
“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya, anak dan judi dan sembelihan untuk berhala dan undi-undi nasib adalah kotor dari pekerjaan setan. Maka hendaklah kamu jauhi ia, supaya kamu beroleh kejayaan."
Pertama, diharamkan khamr ialah sekalian minuman yang menimbulkan dan menyebabkan mabuk, dalam bahasa kita disebut arak atau tuak. Minuman itu menimbulkan mabuk karena mengandung alkohol yang terbentuk dari ragi.
Orang Arab negeri tempat tuak mulai diharamkan itu membuat tuak atau arak dari buah anggur atau kurma. Dan pada suku-suku bangsa kita, arak itu bisa timbul dari nira, yaitu diambil dari pohon enau (aren). Dan diambil juga dari beras pulut atau ketan, yang mulanya sebagai tapai, tetapi setelah dipermalamkan beberapa hari bisa juga memabukkan. Dan diambil orang juga dari air saringan beras, bukan pulut. Sebagai sake yang diminum orang Jepang. Di Sulawesi diambil dari pohon lontar, serupa juga dengan mengambil nira dari pohon enau, di Batak, di Minang, dan tempat-tempat lain. Ada yang menjadi tuak karena dicampurkan ragi ke dalamnya, seperti air tapai yang menjadi arak itu. Dan ada yang berubah menjadi ragi atau alkohol setelah dipermalamkan beberapa hari, sebagai nira. Kemudian, nira itu dapat berubah menjadi cuka dan bisa pula menjadi tuak. Oleh sebab itu, segala minuman yang memabukkan atau bisa memabukkan, menjadi haram untuk diminum.
Kedua, diharamkan pula judi, yaitu segala permainan yang menghilangkan tempo dan melalaikan waktu serta membawa pertaruhan. Termasuk di dalamnya segala permainan judi; koa, kim, domino, kartu, rolet, ceki, dadu, atau segala macam permainan yang memakai pertaruhan, seumpama terka-terkaan berapa isi manggis, atau berdiri di tepi jalan beramal-ramai bertaruh di dalam menaksir nomor mobil yang melintas, atau mengadu jangkrik, mengadu ayam, mengadu kambing, sapi, dan sebagainya, ketika yang kalah dan menang ditentukan dalam pertaruhan. Termasuk di dalamnya siapa yang akan menang dan berapa kemenangannya ketika menonton orang bermain sepak bola atau boksen dan lain-lain. Namun, berpacu kuda atau berlomba siapa yang ternaknya paling cantik dan gemuk, lalu mana yang lebih kencang larinya atau lebih bagus badannya diberi piala, tidaklah termasuk bertaruh. Yang semacam ini dihalalkan syara'. Sebab, ini bukan pertaruhan di antara manusia, melainkan perlombaan memelihara ternak yang diperlukan lalu diberi hadiah oleh yang patut memberi hadiah sehingga terjadilah perlombaan yang baik. Misalnya pada permainan sepak bola, bulu tangkis, atau tenis meja, bisa menimbulkan barang yang halal, yaitu hadiah yang diberikan kepada yang menang. Sebab dalam sport, yang diadu dan dipertinggi ialah kecerdasan dan kepandaian, bukan untung-untungan. Akan tetapi, kalau si penonton mengadakan pertaruhan barulah hal itu diharamkan. Malahan, ada yang sampai merusakkan yang berlomba main itu sendiri sehingga hilang hakikat sport. Karena orang yang bertaruh memberi uang suap kepada si pemain.
Ketiga, diharamkan pula sembelihan untuk berhala. Sebab sembelihan untuk berhala adalah perbuatan musyrik. Di sana, bisa terdapat dua hal yang haram: penyembelihan itu sendiri dan kalau dimakan pula binatang yang telah disembelih untuk berhala itu.
Keempat, diharamkan pula melihat nasib dengan azlam, yaitu cangkir atau potongan kayu berupa panah yang mereka pergunakan di zaman jahiliyyah untuk melihat nasib, seperti yang telah diterangkan agak panjang ketika menafsirkan ayat ke-3 di permulaan surah ini. Dan telah diterangkan bahwa di dalam Kelenteng Toapekong orang China kita dapat menyaksikan tanduk sampai yang diambil menjadi azlam itu, dicat sebelah putih dan sebelah merah, disimbang-simbangkan di hadapan berhala (Toapekong) untuk mengetahui apakah suatu pekerjaan dibolehkan oleh Toapekong. Kalau boleh keluarlah yang bercat putih. Dan kalau dilarang oleh Toapekong, keluarlah yang bercat merah. Masuklah pula di dalam hitungan azlam mengocok kartu untuk melihat nasib atau burung gelatik yang telah diajar mencetuk kertas-kertas yang dilipat rapi, yang setelah dicetuk-nya lalu dibuka dan dibaca. Kemudian, isinya itulah yang diperhatikan, untuk mengetahui boleh atau tidak boleh. Atau memperhitungkan hari lahir dengan menilik bintangnya, lalu menerka nasib dalam seminggu-seminggu, sebagaimana banyak dilakukan orang pada surat-surat kabar dan majalah. Oleh karena itu, keempat perbuatan itu adalah rijs, artinya kotor. Semuanya itu termasuk perbuatan setan yang sesat dan membawa pada kesesatan. Oleh sebab itu, hendaklah sekalian orang beriman menjauhi segala perbuatan itu. Karena dengan menjauhi itu, akan berjayatah kamu, bersihlah hidupmu, dan terpeliharalah imanmu.
Dikatakan bahwa semua itu kotor, hina, jijik, dan perbuatan setan. Dengan adanya iman, jiwa orang telah menempuh jalan yang terang, Akan tetapi, kalau telah minum tuak, pikiran jadi kacau lantaran mabuk. Terlepaslah nafsu manusia dari kekangnya dan jatuhlah kemanusiaannya. Waktu mabuk, orang lupa diri dan tidak dapat mengendalikannya lagi. Dan kalau orang telah bertaruh, pertama hilanglah temponya karena pertaruhan itu amat mengasyikkan sehingga ada orang yang asyik berjudi berhari-hari atau bermalam-malam; yang menang mendapat harta yang tidak berkah dan yang kalah pulang dengan kerugian, dengan sendirinya akhlaknya pun jatuh. Dengan menyembelih untuk berhala, orang kembali menjadi musyrik dan terbanglah iman yang selama ini telah dipupuk dengan susah payah. Dengan mengundi nasib, guncanglah iman, mulailah goyah kepercayaan kepada diri sendiri karena kepercayaan kepada Allah telah hilang. Takut menghadapi bahaya yang akan datang, padahal dalam rukun iman telah diriyatakan bahwa manusia di dalam hidupnya pasti bertemu dengan suka dan duka, senang dan susah. Oleh karena itu, dengan keempat perbuatan itu atau salah satunya, mulailah orang melakukan perbuatan kotor, yang mengotori jiwanya sendiri. Dan, jadilah dia yang tadinya seorang beriman kepada Allah, menjadi pengikut setan.