Ayat
Terjemahan Per Kata
وَلَا
dan jangan
تَنكِحُواْ
kamu nikahi
ٱلۡمُشۡرِكَٰتِ
wanita-wanita musyrik
حَتَّىٰ
sehingga
يُؤۡمِنَّۚ
mereka beriman
وَلَأَمَةٞ
dan sungguh budak wanita
مُّؤۡمِنَةٌ
beriman
خَيۡرٞ
baik
مِّن
daripada
مُّشۡرِكَةٖ
wanita musyrik
وَلَوۡ
walaupun
أَعۡجَبَتۡكُمۡۗ
ia menarik hatimu
وَلَا
dan jangan
تُنكِحُواْ
kamu menikahkan
ٱلۡمُشۡرِكِينَ
orang-orang musyrik
حَتَّىٰ
sehingga
يُؤۡمِنُواْۚ
mereka beriman
وَلَعَبۡدٞ
dan sungguh budak
مُّؤۡمِنٌ
beriman
خَيۡرٞ
lebih baik
مِّن
daripada
مُّشۡرِكٖ
orang musyrik
وَلَوۡ
walaupun
أَعۡجَبَكُمۡۗ
dia menarik hatimu
أُوْلَٰٓئِكَ
mereka itu
يَدۡعُونَ
mereka mengajak
إِلَى
kepada
ٱلنَّارِۖ
neraka
وَٱللَّهُ
dan Allah
يَدۡعُوٓاْ
Dia mengajak
إِلَى
kepada
ٱلۡجَنَّةِ
surga
وَٱلۡمَغۡفِرَةِ
dan ampunan
بِإِذۡنِهِۦۖ
dengan izinNya
وَيُبَيِّنُ
dan Dia menerangkan
ءَايَٰتِهِۦ
ayat-ayatNya
لِلنَّاسِ
kepada manusia
لَعَلَّهُمۡ
supaya mereka
يَتَذَكَّرُونَ
mereka ingat / mengambil pelajaran
وَلَا
dan jangan
تَنكِحُواْ
kamu nikahi
ٱلۡمُشۡرِكَٰتِ
wanita-wanita musyrik
حَتَّىٰ
sehingga
يُؤۡمِنَّۚ
mereka beriman
وَلَأَمَةٞ
dan sungguh budak wanita
مُّؤۡمِنَةٌ
beriman
خَيۡرٞ
baik
مِّن
daripada
مُّشۡرِكَةٖ
wanita musyrik
وَلَوۡ
walaupun
أَعۡجَبَتۡكُمۡۗ
ia menarik hatimu
وَلَا
dan jangan
تُنكِحُواْ
kamu menikahkan
ٱلۡمُشۡرِكِينَ
orang-orang musyrik
حَتَّىٰ
sehingga
يُؤۡمِنُواْۚ
mereka beriman
وَلَعَبۡدٞ
dan sungguh budak
مُّؤۡمِنٌ
beriman
خَيۡرٞ
lebih baik
مِّن
daripada
مُّشۡرِكٖ
orang musyrik
وَلَوۡ
walaupun
أَعۡجَبَكُمۡۗ
dia menarik hatimu
أُوْلَٰٓئِكَ
mereka itu
يَدۡعُونَ
mereka mengajak
إِلَى
kepada
ٱلنَّارِۖ
neraka
وَٱللَّهُ
dan Allah
يَدۡعُوٓاْ
Dia mengajak
إِلَى
kepada
ٱلۡجَنَّةِ
surga
وَٱلۡمَغۡفِرَةِ
dan ampunan
بِإِذۡنِهِۦۖ
dengan izinNya
وَيُبَيِّنُ
dan Dia menerangkan
ءَايَٰتِهِۦ
ayat-ayatNya
لِلنَّاسِ
kepada manusia
لَعَلَّهُمۡ
supaya mereka
يَتَذَكَّرُونَ
mereka ingat / mengambil pelajaran
Terjemahan
Janganlah kamu menikahi perempuan musyrik hingga mereka beriman! Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik, meskipun dia menarik hatimu. Jangan pula kamu menikahkan laki-laki musyrik (dengan perempuan yang beriman) hingga mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.
Tafsir
(Janganlah kamu nikahi) hai kaum muslimin, (wanita-wanita musyrik), maksudnya wanita-wanita kafir (sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang beriman itu lebih baik daripada wanita musyrik) walaupun ia merdeka. Sebab turunnya ayat ini adalah berkenaan dengan celaan yang ditujukan kepada laki-laki yang menikahi budak wanita dan menyanjung serta menyenangi laki-laki yang menikahi wanita merdeka yang musyrik (walaupun ia menarik hatimu) disebabkan harta dan kecantikannya. Ini dikhususkan bagi wanita yang bukan ahli kitab dengan ayat "Dan wanita-wanita yang terpelihara di antara golongan ahli kitab". (Dan janganlah kamu kawinkan) atau nikahkan (laki-laki musyrik), artinya laki-laki kafir dengan wanita-wanita beriman (sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik walaupun ia menarik hatimu) disebabkan harta dan ketampanannya. (Mereka itu) atau ahli syirik (mengajak ke neraka) disebabkan anjuran mereka melakukan perbuatan membawa orang ke dalamnya, hingga tidaklah baik kawin dengan mereka. (Sedangkan Allah mengajak) melalui lisan para Rasul-Nya (ke surga serta ampunan), maksudnya amal perbuatan yang menjurus kepada keduanya (dengan izin-Nya), artinya dengan kehendak-Nya, maka wajiblah bagi kamu atau wali-walinya mengabulkan perkawinan (Dan dijelaskan-Nya ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka beroleh peringatan) atau mendapat pelajaran.
Dan janganlah kalian nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik daripada wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik daripada orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya.
Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. Melalui ayat ini Allah mengharamkan atas orang-orang mukmin menikahi wanita-wanita yang musyrik dari kalangan penyembah berhala. Kemudian jika makna yang dimaksud bersifat umum, berarti termasuk ke dalam pengertian setiap wanita musyrik kitabiyah dan wasaniyah. Akan tetapi, dikecualikan dari hal tersebut wanita Ahli Kitab oleh firman-Nya: (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al-Kitab sebelum kalian, bila kalian telah membayar maskawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina. (Al-Maidah: 5) Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. (Al-Baqarah: 221) Bahwa Allah mengecualikan dari hal tersebut wanita Ahli Kitab.
Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Makhul, Al-Hasan, Adh-Dhahhak, Zaid ibnu Aslam, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan lain-lainnya. Menurut pendapat yang lain, bahkan yang dimaksud oleh ayat ini adalah orang-orang musyrik dari kalangan penyembah berhala, dan bukan Ahli Kitab secara keseluruhan. Makna pendapat ini berdekatan dengan pendapat yang pertama tadi.
Adapun mengenai apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir: yaitu telah menceritakan kepadaku Ubaid ibnu Adam ibnu Abu lyas Al-Asqalani, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepadaku Abdul Hamid ibnu Bahram Al-Fazzari, telah menceritakan kepada kami Syahr ibnu Hausyab yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Abbas mengatakan hadits berikut: Rasulullah ﷺ telah melarang menikahi berbagai macam wanita kecuali wanita-wanita yang mukmin dari kalangan Muhajirin dan mengharamkan pula mengawini wanita beragama selain Islam. Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman: Barang siapa yang kafir sesudah beriman, maka hapuslah amalannya. (Al-Maidah: 5) Talhah ibnu Abdullah pernah kawin dengan seorang wanita Yahudi, dan Huzaifah ibnul Yaman pernah kawin dengan seorang wanita Nasrani, maka Khalifah Umar ibnul Khattab marah sekali mendengarnya hingga hampir-hampir dia menghajar keduanya.
Tetapi keduanya mengatakan, "Wahai Amirul Muminin, janganlah engkau marah, kami akan menceraikannya." Khalifah Umar menjawab, "Kalau boleh ditalak, berarti halal dinikahi. Tidak, aku akan mencabut mereka dari kalian secara hina dina." Hadits di atas berpredikat gharib jiddan (aneh sekali), demikian pula atsar yang dari Umar ibnul Khattab Abu Ja'far ibnu Jarir sesudah meriwayatkan perihal adanya kesepakatan boleh menikahi wanita Ahli Kitab mengatakan bahwa sesungguhnya Khalifah Umar hanyalah tidak menyukai perkawinan seperti itu dengan maksud agar kaum muslim tidak enggan menikahi wanita-wanita muslimah, atau karena alasan lainnya.
Seperti yang telah diceritakan kepada kami oleh Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Ibnu Idris, telah menceritakan kepada kami As-Silt ibnu Bahram, dari Syaqiq yang menceritakan bahwa Huzaifah mengawini seorang wanita Yahudi, lalu Umar berkirim surat kepadanya yang isinya mengatakan, "Lepaskanlah dia." Lalu Huzaifah membalas suratnya, "Apakah engkau menduga bahwa kawin dengan dia haram hingga aku harus melepaskannya?" Umar mengatakan, "Aku tidak menduganya haram dikawin, melainkan aku merasa khawatir kalian enggan menikahi wanita-wanita mukmin karena mereka (wanita-wanita Ahli Kitab)." Sanad atsar ini shahih.
Al-Khalal meriwayatkan hal yang semisal dari Muhammad ibnu Ismail, dari Waki', dari As-Silt. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Musa ibnu Abdur Rahman Al-Masruq, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Bisyr, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Sa'd, dari Yazid ibnu Abu Ziyad, dari Zaid ibnu Wahb yang menceritakan bahwa Khalifah Umar ibnul Khattab pernah mengatakan: Lelaki muslim boleh mengawini wanita Nasrani, tetapi lelaki Nasrani tidak boleh mengawini wanita muslimah.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa atsar ini lebih shahih sanadnya daripada yang pertama tadi. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Tamim ibnul Muntasir, telah menceritakan kepada kami Ishaq Al-Azraqi, dari Syarik, dari Asy'as ibnu Siwar, dari Al-Hasan, dari Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Kami boleh mengawini wanita-wanita Ahli Kitab, tetapi mereka tidak boleh mengawini wanita-wanita kami. Kemudian Ibnu Jarir mengatakan bahwa hadits ini sekalipun dalam sanadnya terdapat sesuatu, tetapi semua umat sepakat akan hal tersebut.
Demikianlah pendapat Ibnu Jarir. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ismail Al-Ahmasi, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Ja'far ibnu Barqan, dari Maimun ibnu Mihran, dari Ibnu Umar, bahwa ia menghukumi makruh mengawini wanita Ahli Kitab atas dasar takwil firman-Nya: Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman. (Al-Baqarah: 221) Imam Al-Bukhari mengatakan bahwa Ibnu Umar pernah berkata, "Aku belum pernah mengetahui perbuatan syirik yang lebih besar daripada perkataan wanita Ahli Kitab, bahwa tuhannya adalah Isa." Abu Bakar Al-Khalal Al-Hambali mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim.
Dan telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Saleh ibnu Ahmad, bahwa keduanya pernah bertanya kepada Abu Abdullah Ahmad ibnu Hambal mengenai makna firman-Nya: Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. (Al-Baqarah: 221) Bahwa yang dimaksud dengan wanita-wanita musyrik ialah mereka yang menyembah berhala. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik daripada orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. (Al-Baqarah: 221) As-Suddi mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abdullah ibnu Rawwahah.
Dia mempunyai seorang budak wanita hitam, lalu di suatu hari ia marah kepadanya, kemudian menamparnya. Setelah itu ia merasa menyesal, lalu ia datang kepada Rasulullah ﷺ dan menceritakan kepadanya peristiwa yang telah dialaminya itu. Rasulullah ﷺ bertanya kepadanya, "Bagaimanakah perilakunya?" Abdullah ibnu Rawwahah menjawab, "Dia puasa, shalat, melakukan wudu dengan baik, serta bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan engkau adalah utusan Allah." Maka Rasulullah ﷺ bersabda, "Wahai Abu Abdullah, kalau demikian dia adalah wanita yang beriman." Abdullah ibnu Rawwahah lalu berkata, "Demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan hak, aku benar-benar akan memerdekakannya, lalu akan aku nikahi." Abdullah ibnu Rawwahah melakukan apa yang telah dikatakannya itu.
Lalu ada sejumlah kaum muslim yang mengejeknya dan mengatakan bahwa dia telah mengawini budak perempuannya. Mereka bermaksud akan menikahkan budak-budak wanita mereka kepada orang-orang musyrik karena faktor ingin mengambil keturunan dan kedudukannya. Maka Allah menurunkan firman-Nya: Sesungguhnya budak perempuan yang mukmin lebih baik daripada wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. (Al-Baqarah: 221) Sesungguhnya budak lelaki yang mukmin lebih baik daripada orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. (Al-Baqarah: 221) Abdu ibnu Humaid mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Aim, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Ziyad Al-Afriqi, dari Abdullah ibnu Yazid, dari Abdullah ibnu Umar, dari Nabi ﷺ yang telah bersabda: Janganlah kamu mengawini wanita karena kecantikannya, karena barangkali kecantikannya akan menjerumuskan mereka.
Dan janganlah kamu nikahi wanita karena harta bendanya, karena barangkali harta bendanya itu membuatnya kelewat batas. Tetapi nikahilah karena agamanya, sesungguhnya budak wanita hitam lagi tidak cantik tetapi beragama adalah lebih utama. Akan tetapi, Al-Afriqi orangnya dha’if. Disebutkan di dalam kitab Shahihain, dari Abu Hurairah , dari Nabi ﷺ yang telah bersabda: Wanita itu dinikahi karena empat perkara, yaitu karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya; maka pilihlah wanita yang kuat agamanya, niscaya kamu akan beruntung.
Disebutkan pula oleh Imam Muslim, dari Jabir , hal yang semisal. Imam Muslim meriwayatkan pula melalui Ibnu Umar , bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Dunia itu adalah kesenangan, dan sebaik-baik kesenangan dunia ialah (mempunyai) istri yang saleh. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita beriman) sebelum mereka beriman. (Al-Baqarah: 221) Artinya, janganlah kalian mengawinkan wanita yang beriman dengan lelaki yang musyrik. Pengertian ayat ini sama dengan firman-Nya: Mereka (wanita-wanita yang beriman) tiada halal bagi orang-orang kafir itu, dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. (Al-Mumtahanah: 10) Adapun firman Allah subhanahu wa ta’ala: Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik daripada orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. (Al-Baqarah: 221) Dengan kata lain, seorang lelaki mukmin sekalipun sebagai budak yang berkulit hitam (Habsyi) adalah lebih baik daripada orang musyrik, sekalipun ia sebagai pemimpin lagi orang yang kaya.
Mereka mengajak ke neraka. (Al-Baqarah: 221) Yakni bergaul dan berjodoh dengan mereka membangkitkan cinta kepada keduniawian dan gemar mengumpulkannya serta mementingkan duniawi di atas segalanya dan melupakan perkara akhirat. Hal tersebut akibatnya akan sangat mengecewakan. sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Al-Baqarah: 221) Yang dimaksud dengan bi iznihi ialah dengan syariat-Nya dan perintah serta larangan-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. (Al-Baqarah: 221)"
Pada ayat ini Allah memberi tuntunan dalam memilih pasangan. Dan janganlah kamu, wahai pria-pria muslim, menikahi atau menjalin ikatan perkawinan dengan perempuan musyrik penyembah berhala sebelum mereka benar-benar beriman kepada Allah dan Nabi Muhammad. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman yang berstatus sosial rendah menurut pandangan masyarakat lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu karena kecantikan, nasab, kekayaannya, atau semisalnya. Dan janganlah kamu, wahai para wali, nikahkan orang laki-laki musyrik penyembah berhala dengan perempuan yang beriman kepada Allah dan Rasulullah sebelum mereka beriman dengan sebenar-benarnya. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu, karena kegagahan, kedudukan, atau kekayaannya. Ketahuilah, mereka akan selalu berusaha mengajak ke dalam kemusyrikan yang menjerumuskanmu ke neraka, sedangkan Allah mengajak dengan memberikan bimbingan dan tuntunan menuju jalan ke surga dan ampunan dengan rida dan izin-Nya. Allah menerangkan ayat-ayat-Nya, yakni tanda-tanda kekuasaan-Nya berupa aturan-aturan kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran sehingga mampu membedakan mana yang baik dan membawa kemaslahatan, dan mana yang buruk dan menimbulkan kemudaratan. Pernikahan yang dilandasi keimanan, ketakwaan, dan kasih sayang akan mewujudkan kebahagiaan, ketenteraman, dan keharmonisan
. Pada ayat ini Allah memberi tuntunan perihal aturan-aturan dalam menjalin hubungan suami-istri. Dan mereka, para sahabat, menanyakan kepadamu, wahai Nabi Muhammad, tentang haid. Pertanyaan ini diajukan para sahabat ketika melihat pria-pria Yahudi menghindari istri mereka dan tidak mau makan bersama mereka ketika sedang haid, bahkan mereka pun menempatkan para istri di rumah yang berbeda. Ayat ini kemudian turun untuk menginformasikan apa yang harus dilakukan oleh suami ketika istrinya sedang haid. Katakanlah, wahai Rasulullah, bahwa haid itu adalah sesuatu, yakni darah yang keluar dari rahim wanita, yang kotor karena aromanya tidak sedap, tidak menyenangkan untuk dilihat, dan menimbulkan rasa sakit pada diri wanita. Karena itu jauhilah dan jangan bercampur dengan istri pada waktu haid. Dan jangan kamu dekati mereka untuk bercampur bersamanya sebelum mereka suci dari darah haidnya, kecuali bersenang-senang selain di tempat keluarnya darah. Apabila mereka telah suci dari haid dan mandi maka campurilah mereka sesuai dengan ketentuan yang diperintahkan Allah kepadamu jika kamu ingin bercampur dengan mereka. Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dari segala kesalahan yang diperbuatnya dan menyukai orang yang menyucikan diri dari kotoran lahiriah dengan mandi atau wudu.
Di dalam ayat ini ditegaskan larangan bagi seorang Muslim mengawini perempuan musyrik dan larangan mengawinkan perempuan mukmin dengan laki-laki musyrik, kecuali kalau mereka telah beriman. Walaupun mereka itu cantik dan rupawan, gagah, kaya, dan sebagainya, budak perempuan atau budak laki-laki yang mukmin lebih baik untuk dikawini daripada mereka. Dari pihak perempuan yang beriman tidak sedikit pula jumlahnya yang cantik, menarik hati, dan berakhlak.
Dalam sebuah hadis Rasulullah ﷺ bersabda:
Jangan kamu mengawini perempuan karena kecantikannya, mungkin kecantikan itu akan membinasakan mereka, janganlah kamu mengawini mereka karena harta kekayaannya, mungkin harta kekayaan itu akan menyebabkan mereka durhaka dan keras kepala. Tetapi kawinilah mereka karena agamanya (iman dan akhlaknya). Budak perempuan yang hitam, tetapi beragama, lebih baik dari mereka yang tersebut di atas. (Riwayat Ibnu Majah dari Abdullah bin 'Umar).
Dalam hadis lain, Rasulullah ﷺ bersabda:
Perempuan itu dinikahi karena empat hal, yaitu: karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya. Pilihlah perempuan yang beragama, maka engkau akan beruntung. (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)
Perkawinan erat hubungannya dengan agama. Orang musyrik bukan orang beragama, mereka menyembah selain Allah. Dalam soal perkawinan dengan orang musyrik ada batas larangan yang kuat, tetapi dalam soal pergaulan, bermasyarakat itu biasa saja. Sebab perkawinan erat hubungannya dengan keturunan dan keturunan erat hubungannya dengan harta warisan, makan dan minum, dan ada hubungannya dengan pendidikan dan pembangunan Islam.
Perkawinan dengan orang musyrik dianggap membahayakan seperti diterangkan di atas, maka Allah melarang mengadakan hubungan perkawinan dengan mereka. Golongan orang musyrik itu akan selalu menjerumuskan umat Islam ke dalam bahaya di dunia, dan menjerumuskannya ke dalam neraka di akhirat, sedang ajaran-ajaran Allah kepada orang-orang mukmin selalu membawa kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
MEMILIH TEMAN HIDUP
Apabila Islam telah menjadi keyakinan hidup, hendaklah hati-hati memilih jodoh, sebab istri adalah akan jadi teman hidup dan akan menegakkan rumah tangga bahagia yang penuh dengan iman, menurunkan anak-anak yang saleh. Pada suatu ketika Rasulullah ﷺ mengirim seorang sahabatnya ke Mekah hendak berunding dengan orang-orang Quraisy tentang membebaskan kembali beberapa orang Islam yang telah mereka tawan. Sahabat itu bernama Martsad al-Ghaznawi. Setelah kewajibannya hampir selesai dan akan kembali ke Mekah, bertemulah dia dengan seorang perempuan bernama lnaq, bekas kenalan lamanya, tegasnya bekas kecintaannya. Kembalilah perempuan itu merayu-rayu mengajak menyambung cinta yang lama. Akan tetapi, dengan terus terang Martsad mengatakan bahwa hidupnya telah berubah. Seorang kalau telah Islam tidak boleh lagi melakukan hubungan di luar nikah. Akan tetapi, kalau Inaq mau masuk Islam, mudahlah soalnya. Padahal, sekarang Inaq masih menganut paham lama, paham musyrik. Akan tetapi. Sungguh pun begitu, Martsad berjanji akan menyampaikannya kepada Rasulullah ﷺ apa bolehkah dia mengawini Inaqyang masih musyrik. Inaq memang cantik. Riwayat ini diriwayatkan oleh al-Wahidi dari Ibnu Abbas.
Inaq sakit benar hatinya, kecintaan lamanya telah berubah terhadapnya. Sejak Martsad masuk Islam, dia tidak dipedulikan lagi. Kemudian, sebelum Martsad berangkat, karena hatinya disakitkan, Inaq menyuruh teman laki-lakinya memukul Martsad. Dia segera kembali ke Madinah lalu diceritakannya kepada Nabi kisahnya dengan Inaq di Mekah itu. Menurut as-Sayuthi, lantaran inilah turun ayat,
Ayat 221
“Dan janganlah kamu kawini perempuan-perempuan musyrik., sehingga mereka beriman."
Ini karena laki-laki yang beriman kalau mengawini perempuan musyrik akan terjadi hubungan yang kacau dalam rumah tangga. Apatah lagi kalau sudah beranak. Lebih baik katakan terus terang bahwa kamu hanya suka kawin dengan dia kalau sudah masuk Islam terlebih dahulu."Dan sesungguhnya seorang hamba perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan (merdeka) yang musyrik walaupun (kecantikan perempuan yang merdeka itu) menarik hatimu!"
Kemudian, ada riwayat lagi bahwasanya sahabat Nabi yang terkenal gagah berani dalam perang, Abdullah bin Rawahah, pada suatu hari karena sangat marah telah telanjur menempeleng budak perempuannya, sedangkan budak perempuan itu hitam. Akan tetapi, meskipun hitam, dia amat saleh. Setelah tangan telanjur, dia pun menyesal. Lalu, disampaikannya penyesalannya itu kepada Rasulullah ﷺ, sampai tergerak hatinya memerdeka-kan perempuan itu dan mengawininya sekali. Niat Abdullah bin Rawahah itu dipuji oleh Rasulullah. Akan tetapi, setelah perempuan itu dimerdekakan dan dikawininya, banyaklah bisik desus orang mengatakan bahwa tiada patut orang sebagaimana Abdullah bin Rawahah, yang tidak akan kekurangan gadis yang sudi kepadanya kalau dia mau, sekarang dia kawini budak hitam. Maka, turunlah ayat ini mengatakan bahwa budak perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan merdeka yang musyrik walaupun cantik. Demikian juga sambungannya, “Dan janganlah kamu kawinkan orang-orang laki-laki yang musyrik, sehingga mereka beriman. Dan, sesungguhnya budak laki-laki yang beriman lebih baik dari seorang laki-laki yang musyrik walaupun kamu tertarik padanya." Maka, kalau orang tertarik kepada perempuan musyrik karena cantiknya, tentu tertarik kepada seorang laki-laki musyrik karena keturunannya atau kekayaannya pun dilarang. Ini karena larangan ditegaskan, “Mereka itu adalah mengajak kamu kepada neraka." Sebab pendirian berlain-lain. Kamu umat yang bertauhid, sedangkan mereka masih mempertahankan kemusyrikan. Dan, yang kamu perjuangkan selama ini, sampai kamu meninggalkan kampung halaman dan pindah ke Madinah, ialah karena keyakinan agamamu itu. Kamu tidak boleh terpikat oleh kecantikan perempuan kalau dia masih musyrik. Kamu tidak boleh terpikat kepada laki-laki karena kayanya atau keturunannya kalau dia masih musyrik. Karena pada kedua rumah tangga itu tidak akan ada keamanan karena perlainan pendirian. Mereka akan mengajak kamu masuk neraka saja, baik neraka dunia karena kacaunya pikiran di rumah tangga maupun neraka akhirat karena ajakan-ajakan mereka yang tidak benar. Apatah lagi kalau dari perkawinan yang demikian beroleh putra pula. Tidak akan sentosa pertumbuhan jiwa anak itu di bawah asuhan ayah dan bunda yang berlainan haluan.
Dengan ayat ini tegaslah dari peraturan kafaah atau kufu di antara laki-laki dan perempuan, Pokok kufu yang penting ialah persamaan pendirian, persamaan kepercayaan, dan anutan agama.
“Sedang Allah mengajak kamu kepada surga dan maghfinah (ampunan), dengan izjn-Nya. Dan, dijelaskan-Nya ayab-ayat-Nya kepada manusia supaya mereka ingat."
Ujung ayat telah menegaskan, ayat-ayat di sini berarti perintah. Tidak boleh dilengahkan. Ini karena rumah tangga wajib dibentuk dengan dasar yang kukuh, dasar iman dan tauhid, bahagia di dunia dan surga di akhirat. Maghfirah atau ampunan Tuhan pun meliputi rumah tangga demikian. Alangkah bahagia suami-istri karena persamaan pendirian di dalam menuju Tuhan. Alangkah bahagia sebab dengan izin Tuhan mereka akan bersama-sama menjadi isi surga. Inilah yang wajib diingat. Jangan mengingat kecantikan perempuan karena kecantikan itu tidak berapa lama akan luntur. Jangan pula terpesona oleh kaya orang lelaki karena kekayaan yang dipegang oleh orang musyrik tidaklah akan ada berkahnya.
Ayat ini menjelaskan bahwa orang Islam tidak kufu dengan segala orang yang mempersekutukan Tuhan dengan yang lain. Cuma kemudian di dalam surah Al-Maa'idah: 5, peraturan ini diringankan sedikit, yaitu orang Islam laki-laki boleh mengawini perempuan Ahlul Kitab, yaitu Yahudi dan Nasrani, sebab perempuan Ahlul Kitab itu ada titik persamaan pokok dasar dengan laki-laki Islam. Ajaran asli agama mereka adalah mengakui Tuhan Yang Satu. Cuma kemudian, karena pengaruh ajaran pendeta-pendeta mereka, timbullah pengakuan bahwasanya Allah beranak Isa al-Masih atau Isa al-Masih itu sendiri Allah. Kalau diadakan pertukaran pikiran yang mendalam, lepas dari ta'ashshub, berkeras mempertahankan pendirian yang telah dianut maka orang yang memegang kepercayaan bahwa Tuhan itu beranak tidak jugalah dapat mempertahankan keyakinannya dengan teguh apabila mereka kembali kepada akal yang murni. Oleh sebab itu, kalau ada “pertemuan nasib", mendapat jodoh perempuan Yahudi atau Nasrani dengan laki-laki Islam yang kuat keislamannya, tidaklah dilarang. Pengecualian ini telah diterakan pada surah al-Maa'idah ayat lima itu.
Ayat 222
“Dan mereka bertanya kepada engkau dari hal haid."
Timbul lagi pertanyaan sahabat-sahabat Rasulullah di Madinah itu, bagaimana cara yang mesti dilakukan terhadap istri yang sedang haid (membawa bulan, menstruasi). Kaum Muslimin di Madinah bertetangga dengan orang Yahudi. Orang Yahudi mempunyai peraturan yang amat keras terhadap perempuan yang sedang haid, sebagaimana pada Perjanjian Lama, Kitab Imamat Orang Levi, pasal 15. Sejak ayat 19 sampai ayat 24 diterangkan larangan yang amat keras mendekati perempuan sedang haid itu, sampai dia mesti menyisihkan diri, terasing. Segala barang yang didudukinya pun najis. Menjamah tempat tidur pun membawa najis. Orang bertanya tentang perempuan yang sedang haid, bagaimana hukumnya, apakah sekeras hukum Yahudi itu pula? Maka disuruh Tuhanlah Nabi Muhammad ﷺ menjawab pertanyaan itu, “Katakanlah, Dia itu adalah satu gangguan." Artinya, di hari-hari perempuan itu sedang berhaid, terganggulah keadaannya yang biasa atau kotorlah keadaannya pada waktu itu. "Sebab itu, hendaklah kamu menjauhi perempuan-perempuan ketika dia berhaid, dan jangan mereka didekati, sehingga mereka telah bersih" Menjauhi dan jangan mendekati, yang dimaksud di sini, bukanlah supaya laki-laki benar-benar menjauh sehingga sampai berpisah tempat. Al-Qur'an selalu memakai kata-kata yang halus berkenaan dengan per-setubuhan, sebagaimana pernah kita lihat ketika menerangkan keadaan suami-istri ketika puasa. Di ujung ayat Tuhan mengatakan, sebagaimana kita ketahui, “Itu adalah batas-batas Allah maka janganlah kamu dekati akan dia" Pendeknya, jagalah jangan sampai, karena berdekat-dekat juga, syahwat tidak tertahan lalu dilangsungkan juga persetubuhan, padahal dia sedang dalam gangguan.
Pendeknya janganlah sampai terjadi sebab-sebab yang akan membawa bersetubuh pada waktu dia dalam berhaid itu, “Maka, apabila mereka telah bersuci maka bolehlah kamu menghampiri mereka sebagaimana yang telah diperintahkan Allah kepada kamu" Disebut baru boleh didekati setelah dia bersih, Artinya, darah haid tidak keluar lagi, yaitu setelah berlaku enam atau tujuh hari pada umumnya sebab ada juga yang berlebih sedikit dan ada juga yang kurang. Maka, apabila dia telah bersuci, yaitu mandi, bolehlah kamu menghampiri dia, sebagaimana yang diperintahkan Allah kepada kamu. Mula-mula dikatakan apabila dia telah bersih sebab bersih dari haid itu bukanlah atas kemauan-nya sendiri, sebagaimana dia berhaid pun bukanlah diaturnya sendiri. Kemudian, dikatakan apabila dia telah bersuci sebab pergi mandi adalah atas kehendaknya sendiri. Maka, kalau sudah bersih dan suci, berbuatlah sebagaimana lazimnya suami-istri, “dekatilah" dia."Sesungguhnya, Allah suka kepada orang yang bertobat," yaitu memohon ampun kepada Allah karena barangkali pernah telanjur ber-setubuh ketika dia dalam haid sebab hanya berdua saja yang tahu.
“Dan suka (pula) kepada orang-orang yang bersuci."
Dengan jawaban ini tertolak kemusykilan bahwa di waktu haid perempuan itu adalah najis, tidak boleh didekati. Tempat tidurnya mesti dipisah jauh dan segala yang disentuhnya menjadi najis, sebagaimana peraturan yang dipegang orang Yahudi itu. Keadaan pribadi orang perempuan menurut ayat ini, ketika dia berhaid, bukanlah najis, malahan (maaf) bercium-ciuman tidak terlarang karena dia tidak najis. Cuma setubuh jangan sebab di waktu itu tengah ada pembersihan dalam rahimnya buat sedia lagi menerima sesudah haid.
Kemudian, datang lagi ayat lebih menjelaskan,
Ayat 223
“Istri-istri kamu itu adalah sawah ladang bagi kamu."
Sawah ladang tempat kamu menanamkan benihmu, menyambung keturunan manusia. Untuk lebih meresapkan lagi bahwa istri itu adalah sawah ladang tempat kamu menanam benih, bacalah ayat 72 dari surah an-Nahl berikut ini.
“Dan Allah telah menjadikan untuk kamu, dari diri-dirimu sendiri jodoh-jodoh, dan Dia jadikan dari istri-istri kamu itu anak-anak dan cucu-cucu. Dan, diberi-Nya kamu rezeki dari barang-barang yang baik apakah dengan yang batil mereka hendak percaya dan daripada nikmat Allah mereka hendak kafir?"
Pandanglah dia sebagaimana dirimu sendiri. Adakah diri sendiri akan disakiti? Sebab istrimu adalah sawah ladang tempat kamu menyebar benih."Maka, datangilah sawah ladangmu itu sebagaimana kamu kehendaki." Niscaya awak dengan sawah ladang awak masuk ladang apabila awak suka, menanam benih di sawah apabila kita mau. Jalannya sudah terang, pintu masuk sudah terbuka. Dan, tentu saja ketika musim panas terik orang tidak menanam benihnya, karena itu hanya membuang-buang benih dan merusak sawah, “Dan bersedialah untuk dirimu." Artinya, sejak kamu masih mencari istri, selalu diperingatkan di ayat sebelumnya, yaitu dari keluarga orang yang beriman beragama, hendaklah diperhatikan pula, yaitu dari keluarga yang subur, yang biasanya melahirkan banyak anak sebab sawah ladang adalah mengharap menyebar benih dan mengambil hasil, beranak dan bercucu berketurunan. Sebab, syahwat faraj (kelamin) ditakdirkan Tuhan pada manusia bukanlah untuk asal me-lepaskan syahwat saja “laksana meminum segelas air", melainkan untuk menurunkan umat manusia. Sebab itu, ditekankan pada sambungan ayat, “Dan takwalah kepada Allah," sehingga mani tidak dibuang-buang ketika istri berkain kotor."Dan ketahuilah bahwasanya kamu akan menjumpAl-Nya kelak',' untuk mempertanggungjawabkan bagaimana caranya kamu membangunkan rumah tangga, adakah hanya semata-mata karena hawa nafsu ataukah benar-benar hendak menegakkan kebahagiaan dan taat kepada Allah,
“… kabar gembiralah untuk orang-orang yang beriman"