Ayat
Terjemahan Per Kata
قَالَ
(Allah) berfirman
يَٰمُوسَىٰٓ
wahai musa
إِنِّي
sesungguhnya Aku
ٱصۡطَفَيۡتُكَ
Aku memilih kamu
عَلَى
atas
ٱلنَّاسِ
manusia
بِرِسَٰلَٰتِي
dengan risalahKu
وَبِكَلَٰمِي
dan perkataanKu
فَخُذۡ
maka ambillah
مَآ
apa yang
ءَاتَيۡتُكَ
telah Aku berikan kepadamu
وَكُن
dan jadilah kamu
مِّنَ
dari
ٱلشَّـٰكِرِينَ
orang-orang yang bersyukur
قَالَ
(Allah) berfirman
يَٰمُوسَىٰٓ
wahai musa
إِنِّي
sesungguhnya Aku
ٱصۡطَفَيۡتُكَ
Aku memilih kamu
عَلَى
atas
ٱلنَّاسِ
manusia
بِرِسَٰلَٰتِي
dengan risalahKu
وَبِكَلَٰمِي
dan perkataanKu
فَخُذۡ
maka ambillah
مَآ
apa yang
ءَاتَيۡتُكَ
telah Aku berikan kepadamu
وَكُن
dan jadilah kamu
مِّنَ
dari
ٱلشَّـٰكِرِينَ
orang-orang yang bersyukur
Terjemahan
Dia berfirman, “Wahai Musa, sesungguhnya Aku memilih (melebihkan) engkau dari manusia (yang lain) untuk membawa risalah dan berbicara (langsung) dengan-Ku. Maka, berpegang teguhlah pada apa yang Aku berikan kepadamu dan jadilah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur.”
Tafsir
(Allah berfirman,) Maha Tinggi Allah ("Hai Musa, sesungguhnya Aku memilih melebihkan kamu) yakni Aku memilihmu (dari manusia) yang hidup di masamu (untuk membawa risalah-Ku) dengan memakai jamak dan mufrad/tunggal (dan untuk berbicara langsung dengan-Ku) Aku berbicara kepadamu secara langsung (sebab itu berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu) berupa keutamaan (dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur") atas nikmat-nikmat-Ku.
Tafsir Surat Al-A'raf: 144-145
Allah berfirman, "Wahai Musa. sesungguhnya Aku memilih kamu lebih dari manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku, sebab itu berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepada kalian, dan hendaklah kalian termasuk orang-orang yang bersyukur. Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada luh-luh (Taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu; maka (Kami berfirman), "Berpeganglah kepadanya dengan teguh, dan suruhlah kaummu berpegang teguh kepada (perintah-perintahnya) yang sebaik-baiknya, nanti Aku akan memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang fasik Allah subhanahu wa ta’ala menceritakan bahwa Dia berbicara kepada Musa, Dia memilihnya di atas semua orang-orang yang semasanya untuk membawa risalah-Nya dan untuk berbicara langsung dengan-Nya.
Tidak diragukan lagi bahwa Nabi Muhammad ﷺ adalah penghulu semua anak Adam dari yang pertama hingga yang terakhir. Karena itulah Allah subhanahu wa ta’ala menjadikannya sebagai penutup para nabi dan para rasul, dan syariatnya terus berlaku sampai hari kiamat terjadi. Para pengikutnya lebih banyak daripada para pengikut nabi-nabi dan rasul-rasul lainnya. Sesudah beliau ﷺ dalam hal kemuliaan dan keutamaan menyusul Nabi Ibrahim a.s. kekasih Allah, kemudian Musa ibnu Imran yang pernah diajak berbicara langsung dengan Tuhan Yang Maha Pemurah. Dalam ayat ini disebutkan: sebab itu berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu. (Al-A'raf: 144) Yakni pembicaraan dan munajat secara langsung ini. dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur. (Al-A'raf: 144) Maksudnya, bersyukur atas karunia tersebut, dan janganlah kamu meminta apa yang tidak ada kekuatan bagimu terhadapnya.
Selanjutnya Allah subhanahu wa ta’ala menceritakan bahwa Dia telah menuliskan untuk Musa di dalam luh-luh (kitab Taurat) segala sesuatunya sebagai pelajaran dan keterangan bagi segala sesuatu. Menurut suatu pendapat, luh-luh tersebut dari pertama, dan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala menuliskan di dalamnya semua pelajaran dan hukum-hukum yang terinci menerangkan tentang halal dan haram. Dan luh-luh tersebut di dalamnya tercakup isi kitab Taurat yang disebutkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala melalui firman-Nya. Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa Al-Kitab (Taurat) sesudah Kami binasakan generasi-generasi yang terdahulu, untuk menjadi pelita bagi manusia. (Al-Qashash: 43) Menurut suatu pendapat, luh-luh itu diberikan kepada Musa sebelum dia menerima kitab Taurat. Pada garis besarnya luh-luh tersebut merupakan pengganti bagi Musa dari permohonan yang dia mintakan untuk dapat melihat Allah, lalu Allah subhanahu wa ta’ala melarangnya.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Berpeganglah kepadanya dengan teguh. (Al-A'raf: 145) Yakni dengan tekad yang bulat untuk taat. dan suruhlah kaummu berpegang kepada (perintah-perintahnya) yang sebaik-baiknya. (Al-A'raf: 145) Sufyan ibnu Uyaynah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'b, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Nabi Musa a.s. diperintahkan (oleh Allah) untuk memegang teguh perintah-perintah yang paling berat yang ia anjurkan kepada kaumnya. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: nanti Aku akan memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang fasik. (Al-A'raf: 145) Yaitu kamu akan melihat akibat orang-orang yang menentang perintahKu dan menyimpang dari jalan ketaatan kepada-Ku, bagaimanakah kehancuran dan kebinasaan serta kerusakan yang akan mereka alami.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa sesungguhnya dikatakan oleh firman Allah subhanahu wa ta’ala: nanti Aku akan memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang fasik. (Al-A'raf: 145) Hal ini perumpamaannya sama dengan perkataan seseorang kepada lawan bicaranya, "Besok saya akan memperlihatkan kepadamu apa yang akan dialami oleh orang yang menentang perintahku," mengandung nada ancaman dan peringatan terhadap orang yang membangkang dan menentang perintahnya. Kemudian dinukil pula hal yang semisal dari Mujahid dan Al-Hasan Al-Basri.
Menurut pendapat lain, makna yang dimaksud oleh firman-Nya: nanti Aku akan memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang fasik (Al-A'raf: 145) Yakni penduduk negeri Syam, dan Aku akan memberikannya kepadamu. Sedangkan menurut pendapat lainnya lagi, negeri yang dimaksud ialah negeri tempat tinggal kaum Fir'aun. Tetapi pendapat yang pertamalah yang lebih utama, karena hal ini terjadi setelah Musa dan kaumnya meninggalkan negeri Mesir, sedangkan khitab ini ditujukan kepada kaum Bani Israil sebelum mereka memasuki Padang Tih."
Tatkala Allah menolak permintaan Nabi Musa untuk melihatNya, Dia telah menyiapkan untuknya nikmat-nikmat yang lain sebagai kompensasi penolakan itu. Dia, yakni Allah berfirman, Wahai Musa! Sesungguhnya Aku memilih dengan melebihkan dan mengutamakan engkau dari manusia yang lain pada masamu untuk membawa risalah-Ku yaitu pesan-pesan kenabian dan firman-Ku yang Aku sampaikan langsung dengan bercakap-cakap kepadamu, tanpa perantara, sebab itu berpegang-teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu berupa perintah dan larangan, dan hendaklah engkau termasuk orang-orang yang bersyukur atas nikmat kerasulan dan kekhususan Tuhan berbicara langsung kepadamu. Setelah menjelaskan adanya risalah Allah, dan adanya kalam Allah kepada Nabi Musa, maka ayat ini menjelaskan lebih lanjut tentang kedua hal tersebut, yakni dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada lauh-lauh Taurat, yang berupa kepingan dari batu atau kayu yang dahulu biasa digunakan untuk menulis, sebagaimana kertas pada dewasa ini, segala sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan untuk se-gala hal yang dibutuhkan oleh Bani Israil pada masa itu; maka Kami berfirman kepada Nabi Musa, Berpegang teguhlah kepadanya dan suruhlah kaummu berpegang kepadanya dengan melaksanakan kandungannya sebaik-baiknya, seperti mendahulukan sikap memaafkan ketimbang kisas, membebaskan utang ketimbang menangguhkannya, dan mengutamakan yang mudah dari yang sulit. Aku akan memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang fasik, yang keluar dari ketaatan kepada Allah, dan kehancuran yang akan diderita, agar menjadi pelajaran bagi kamu. Maka janganlah kamu langgar aturan-aturan Allah, hingga kamu terhindar dari bencana yang menimpa mereka. Allah akan memperlihatkan negeri orang-orang fasik seperti Fir'aun, 'Ad, Samud, dan sebagainya yang hancur bersama mereka akibat akhir kejahatan dan kefasikan mereka.
.
Selanjutnya Allah menerangkan bahwa Dia telah memilih Musa di antara manusia yang ada di zaman-Nya dengan memberikan karunia yang tidak diberikannya kepada manusia lainnya, yaitu mengangkat Musa sebagai Nabi dan Rasul, memberinya kesempatan langsung berbicara dengan Allah, sekali pun dibatasi oleh suatu yang membatasinya antara Allah dan Musa.
Di dalam Al-Qur'an disebutkan cara Allah menyampaikan wahyu kepada para Rasul-Nya, sebagaimana firman Allah:
Dan tidaklah patut bagi seorang manusia bahwa Allah akan berbicara kepadanya kecuali dengan perantara wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha tinggi, Mahabijaksana. (Asy-Syura/42: 51)
Jadi menurut ayat ini ada tiga macam cara Allah menyampaikan wahyu kepada para Rasul-Nya yaitu:
1. Dengan mewahyukan kepada Rasul yang bersangkutan, yaitu dengan menanamkan suatu pengertian ke dalam hati seseorang yang diturunkan wahyu kepadanya.
2. Berbicara langsung dengan memakai pembatas yang membatasi antara Allah dan hamba yang diajak berbicara. Cara yang kedua inilah yang dialami oleh Musa dalam menerima wahyu, sehingga ia dikenal dengan kalimullah.
3. Dengan perantaraan malaikat Jibril as. Al-Qur'an disampaikan melalui cara ini.
Mengenai persoalan dapatkah manusia melihat Allah dengan nyata, maka jika dipahami ayat-ayat dan hadis-hadis Nabi, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Mustahil manusia melihat Allah selama mereka hidup di dunia, sebagaimana ditegaskan Allah kepada Nabi Musa as.
2. Orang-orang yang beriman dapat melihat Allah di akhirat nanti, sesuai dengan :
a. Firman Allah :
"Wajah-wajah (orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Memandang Tuhannya." (Al-Qiyamah/75:22-23)
Dari ayat ini dipahami bahwa "melihat Tuhan" pada hari Kiamat itu termasuk nikmat yang diberikan Allah kepada orang-orang yang beriman, karena itu mereka selalu mengharap-harapkannya.
b. Sabda Rasulullah ﷺ :
Sesungguhnya manusia berkata (kepada Rasulullah saw), "Ya Rasulullah adakah kita melihat Tuhan kita pada hari Kiamat nanti?" Rasulullah menjawab, "Adakah yang menghalangi kalian melihat bulan pada bulan purnama?" Mereka berkata, "Tidak, ya Rasulullah." Rasulullah berkata, "Maka sesungguhnya kamu akan melihat Tuhan seperti melihat bulan purnama itu." (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)
c. Semua yang wujudnya dapat dilihat. Hanyalah yang tidak ada wujudnya yang tidak dapat dilihat. Tuhan adalah wajibul wujud, karena itu Tuhan dapat dilihat jika ia menghendaki-Nya. Dalam pada itu Tuhan melihat segala yang ada, termasuk melihat diri-Nya sendiri. Kalau Tuhan dapat melihat diri-Nya tentu Dia berkuasa pula menjadikan manusia melihat diri-Nya jika Dia menghendaki.
Pada potongan ayat berikutnya Nabi Musa dan kaumnya diperintahkan untuk menerima kitab suci yang Allah turunkan, dan syariat yang harus dijalankan untuk dijadikan pegangan hidup dan diamalkan di dunia. Hanya dengan cara inilah mereka baru bisa dianggap sebagai orang yang bersyukur dan menghargai pemberian nikmat Allah.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
MUSA DENGAN BANI ISRAIL (II)
Kejadian yang pertama ini, mereka minta bikinkan sebuah tuhan yang akan dipuja, memberikan bukti bagi kita bahwa mereka ini masih perlu lagi diberi ajaran-ajaran dan peraturan dan syari'atyang mendalam.
Tingkat atau periode perjuangan yang pertama ketika masih di Mesir, belumlah waktunya buat mengajar mereka, sebab musuh yang dihadapi terlalu besar dan mereka belum mempunyai kesempatan buat diajar lebih dalam sebab kemelaratan hidup, kemiskinan, dan rasa ketakutan yang tidak pernah hilang siang dan malam, sebagai yang terbayang pada ayat 129 di atas tadi. Yaitu, menderita sebelum Musa datang dan tetap menderita setelah Musa datang. Di sinilah tampak perbedaan keadaan pengikut pertama dari Nabi Muhammad ﷺ yang disebut ‘assabiquimal awwalun' di waktu masih di Mekah 13 tahun sebelum hijrah ke Madinah, dengan Bani Israil di Mesir sebelum menyeberangi Laut Merah yang dibelah.
Sekarang Musa dipanggil buat menerima syari'at.
Ayat 142
“Dan, (ingatlah) telah Kami janjikan kepada Musa tiga puluh malam dan telah Kami cukupkan dia dengan sepuluh lagi sehingga sempurnalah dengan (tambahan) itu, waktu perjanjian dengan Tuhannya empat puluh malam."
Sebagaimana telah kita ketahui, waktu Nabi Musa telah meninggalkan Madyan hendak kembali ke Mesir, dia telah melihat api di lereng Bukti Thursina. Itulah permulaan dia dipanggil buat menerima wahyu yang khusus diperintah buat menghadapi Firaun dan buat membebaskan Bani Israil. Dan, risalah dari wahyu yang pertama itu telah dijalankannya dengan baik sehingga Bani Israil sudah dapat dibebaskan. Inilah yang dibayangkan pada ayat 137 bahwa “telah sempurnalah kalimat Tuhan engkau yang sebaik-baiknya atas Bani Israil."
Sekarang Musa mulai menghadapi tingkat perjuangan yang kedua. Musa menyatakan keinginan kepada Allah agar diberi lagi suatu janji dapat menghadap yang kedua kali, untuk memohonkan wahyu yang baru di dalam menghadapi kewajiban yang baru pula. Permohonannya dikabulkan Allah, dia diberi tempo perjanjian pertemuan tiga puluh hari lamanya. Setelah selesai yang tiga puluh hari, Musa mohon lagi tambahan lalu ditambah Allah sepuluh hari lagi, sehingga cukup 40 hari.
Diriwayat oleh Ibnul Mundzir dari Ibnu Abi Hatim dari lbnu Abbas, “Bahwa Musa berkata kepada kaumnya, ‘Aku telah diberi janji oleh Tuhanku tiga puluh malam buat menghadap-Nya. Sebab, itu, aku wakilkan urusanku kepada saudaraku Harun.' Setelah Musa dapat menghadap Tuhannya, ditambah Allah lagi sepuluh malam. Dalam tambahan yang sepuluh malam itulah datang fitnah Samiri." Demikian riwayat dari Ibnu Abbas.
“Dan, berkatalah Musa kepada saudaranya Harun, ‘Gantikanlah aku pada kaumku dan berbuat baiklah dan jangan engkau ikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan.'"
Maka, setelah sampai hari perjanjian yang ditentukan itu, yang menurut riwayat dari Abui Aliyah, ialah di permulaan bulan Dzulqa'dah, bersiaplah Nabi Musa akan berangkat. Sementara dia pergi, diwakilkannyalah pimpinan kepada abangnya, Harun, pembantunya yang utama atau wazirnya, yang atas permohonannya sendiri pada pertemuan dengan Allah yang pertama dahulu, (lihat surah Thaahaa ayat 29-30) telah diangkat Allah menjadi Nabi dan Rasul pula dalam kedudukan wazir dari Musa.
Oleh sebab pimpinan yang sebenarnya tetap di tangan Musa, diberinyalah instruksi atau peraturan kepada Harun sebagai tersebut dalam ayat. Pertama supaya meneruskan pekerjaan-pekerjaan yang terbengkalai, dibuat yang lebih baik Yang kedua, supaya teguh memegang pim-pinan sehingga jangan sampai terpengaruh oleh suara-suara dari orang-orang bisa membuat keadaan jadi rusak. Ini menunjukkan bahwa Harun tidak boleh mengubah jalan pimpinan yangtelah beliau tinggalkan. Dan, mesti keras dan teguh memegang pimpinan. Petaruh yang kedua ini menunjukkan pula kecemasan Musa akan kelembikan Harun. Sebab, dia memang tidak mempunyai sikap keras dan tegas sebagai adiknya. Akan tetapi, dia adalah seorang wazir yang benar-benar setia. Dan, setelah meninggalkan
petaruh itu, Musa pun berangkat menuju Wadi Thuwan di Gunung Thursina itu. Dan, ini pun menunjukkan bahwa dalam kalangan kaumnya itu ada orang-orang keras kepala, yang mesti dipimpin dengan keras pula.
Ayat 143
“Dan, tatkala Musa telah datang di waktu yang telah Kami tentukan itu, dan telah bercakap Tuhannya kepadanya, berkatalah dia, ‘Ya Tuhanku! Tunjukkanlah diri-Mu. Aku ingin melihat Engkau!'"
Dia telah diberi kemuliaan yang demikian tinggi oleh Allah. Allah telah berkenan bercakap dengan dia dengan tidak perantaraan malaikat lagi, akan menurunkan titah perintah wahyu kepadanya, yaitu kitab Taurat yang akan jadi pimpinan bagi bangsanya. Namun, Musa yang seluruh jiwanya yang suci itu telah dipenuhi oleh al-Hubb al-!tahi, cinta kepada Allah yang tiada taranya, memohon diberi kemuliaan yang lebih tinggi lagi. Sesudah Allah berkenan mengajaknya bercakap di belakang hijab, Musa meminta melihat rupa-Nya supaya tabir dinding itu dihindarkan saja. “Tuhanku, perlihatkan kiranya kepadaku zat-Mu Yang Suci dengan menganugerahiku kekuatan menyambut ‘tajalli' Engkau itu sehingga kuatlah diriku dan mataku melihat Engkau! Supaya lebih sempurnalah makrifat hamba-Mu ini kepada Engkau."
“Dia berkata, ‘Sekali-kali engkau tidak akan dapat melihat Aku. Akan tetapi, lihatlah ke gu-nung itu. Jika dia telah tetap pada tempatnya maka engkau akan melihat Daku.'" Artinya, bahwa Allah Yang Mahakuasa, Yang Mahakasih dan Mahasayang dan membalas akan cinta hamba-Nya telah menyambut permohonan itu dengan penuh kasih bahwa sekali-kali tidaklah engkau akan dapat melihat Aku. Sebabnya tidaklah dapat Aku terangkan, cuma engkau lihat sajalah buktinya. Melihatlah ke atas puncak gunung itu, yaitu pertalian Gunung Thursina. Jika kelak engkau lihat gunung itu tetap pada tempatnya, di waktu itu engkau akan melihat Daku, “Maka, tatkala Tuhannya telah menunjukkan diri pada gunung itu maka menjadi hancurlah dia dan tersungkurlah Musa, pingsan."
Falamma tajalla, kita artikan saja “tatkala Tuhannya telah menunjukkan diri". Tajalla ma-dhinya, tajaili jadi pokok kata mashdar-nya. Mau kita rasanya mengambil saja kata tajalli itu, sebab artinya yang tepat pun tidaklah lengkap dengan kata “menunjukkan diri" saja. Kadang-kadang tajalli diartikan juga menjelaskan diri. Arti dan uraiannya yang lebih panjang ialah Allah menumpukan kuat kuasanya pada gunung itu dan bagaimana cara penumpuan atau penunjukan atau penjelasan itu tidak pula dapat kita terangkan panjang. Cuma dari bekas tajalli itu, gunung itu menjadi hancur, laksana gunung es meleleh karena terik cahaya matahari. Gunung es hancur meleleh memakan beberapa waktu, tetapi gunung batu itu hanya sekejap mata sehingga Musa pingsan menyaksikannya.
Dengan demikian, apalah artinya Musa sendiri dibandingkan dengan gunung itu kalau Allah Zat Yang Mahaagung itu menunjukkan diri atau tajalli kepadanya? Dengan begitulah Allah menolak dengan halus permintaan hamba-Nya yang dikasihi-Nya itu. Sedangkan melihat gunung hancur karena tajalli Allah, Musa pingsan, betapalah lagi kalau kepada dirinya sendiri Allah tajalli? Allahu Akbar!
“(Syahdan) setelah dia sadar, berkatalah dia, ‘Mahasuci Engkau. Aku bertobat kepada Engkau dan aku adalah oiang yang pertama sekati beniman."
Musa yakin Allah Ada. Dia telah menjadi ilmul yaqin dan dia tidak ada keraguan lagi. Namun, dia masih meminta hendak melihat Allah. Apa yang mendorongnya meminta yang setinggi itu padahal telah didapatnya yang dekat dari itu, yaitu diajak bercakap? Yang mendorongnya ialah yang lebih tinggi dari keyakinan, yaitu cinta. Allah pun telah membalas cintanya. Sebab, cinta itulah maka Allah men-…-kan diri kepada gunung, sehingga gunung hancur.
Beberapa masa kemudian, setelah Nabi Musa kembali kepada kaumnya, ada di kalangan kaumnya itu yang menentang Musa, meminta hendak melihat Allah jahratan, terang-terang berhadapan. Apa yang kejadian? Allah perintahkan petir halilintar membelah bumi sehingga mereka bergelimpangan mati dan pingsan.
Oleh sebab itu, belumlah di sini, dalam keadaan ruhani jasmani kita yang begini, kita akan dapat melihat Allah. Musa tak dapat melihat Allah. Muhammad ﷺ pun tidak. Walaupun ketika beliau Mi'raj, beliau pun tidak diberi. Sebab, Allah cinta akan dia. Nanti saja di akhirat. Adapun di dunia ini, cukuplah dengan ilmul yaqin dan haqqul yaqin. Adapun ‘ainul yaqin biarlah di akhirat saja kelak.
Bagi Musa pun sudah cukup demikian. Hatinya pun telah puas karena ini adalah dunia. Hidup tidak sudah sehingga ini saja. Dengan begitu pun dia telah melihat nyata bekas tajalli-Nya meskipun bukan zat-Nya. Memang tujuan hidup kita yang terakhir ialah melihat wajah Allah di akhirat kelak Dan, dengan pengalaman yang demikian, sampai beliau pingsan, beliau pun sudah merasa puas juga sebab Allah benar-benar telah menyatakan cinta kepadanya. Dan, dia pun memohon ampun atas kesalahannya, meskipun itu bukan salah, yaitu meminta perkara yang belum boleh diminta sekarang. Maka, dia pun berdiri dari pingsannya. Sesudah bertobat, dia pun berkata, “Aku adalah orang yang pertama beriman!"
Itulah suatu kekuatan baru yang akan dibawanya pulang kelak kepada kaumnya. Maka, munajatnya itu disambut kembali oleh Allah dengan firman-Nya yang masih tetap dipenuhi cinta.
Kata “syahdan" tidak ada dalam ayat, itu hanya hiasan penerjemah, sama dengan arkian.
Ayat 144
“Dia berkata, “Wahai, Musa! Sesungguhnya Aku telah memilih engkau atas sekalian manusia."‘
Inilah ucapan utama sebagai sambutan pernyataan Musa bahwa dia telah bertekad sejak saat itu menjadi Mukmin pertama yang akan mendedahkan dadanya menghadapi segala ke-mungkinan hidup, bahwa dia memang telah dipilih Allah, dilebihkan dari sekalian manusia, terutama manusia di zamannya. Kalau ada yang akan menyamai dia atau melebihi dia hanyalah sesama rasul juga. “Dengan risalah-risalah-Ku dan kalam-Ku." Dipilih dan dilebihkan dari antara manusia untuk memikul risalah-risalah atau tugas suci dari kalam Allah, yaitu wahyu. “Sebab itu ambillah apa yang telah Aku berikan kepada engkau itu." Yaitu perintah-perintah dan peraturan, penyusunan masyarakat Bani Israil yang engkau pimpin itu. Sejak dari pokok ajaran tauhidnya, ibadahnya dan pemujaannya kepada Allah Yang Esa, dan pergaulan hidup sesama mereka, hubungan rumah tangga di antara suami istri, ayah dan anak, makanan dan minuman, yang dihalalkan dan diharamkan. Semuanya itu ambillah dan peganglah baik-baik dan pimpinkanlah kepada kaummu.
“Dan, jadilah engkau dari orang-orang yang bersyukur."
Bersyukur karena keinginanmu telah terkabul. Keinginan yang telah timbul sejak engkau selamat menyeberangkan kaummu dari Mesir dan sejak ada kaummu yang bodoh itu meminta dibikinkan tuhan buat mereka sembah.
Sekarang engkau sudah boleh meneruskan perjuangan dengan bimbingan risalah dan kalam-Ku ini.
Ayat 145
“Dan, Kami tuliskan untuknya di dalam alwah tiap-tiap sesuatu, sebagai pengajaran dan penjelasan bagi tiap-tiap sesuatu."
Artinya, bahwa Allah telah menyerahkan kepada Nabi Musa beberapa buah luh. Alwah adalah jamak dari luh. Artinya lembaran-lembaran yang keras. Batu tulis anak sekolah dinamai juga luh. Di dalam lembaran-lembaran alwah itu, tertulislah banyak pengajaran dan penjelasan yang akan mengisi hati dan jiwa, memperdalam iman dan keyakinan kepada Allah. Penjelasan dari pokok-pokok syari'at yang wajib dijalankan oleh Bani Israil.
Di sini Allah berfirman bahwa Dia sendiri yang menuliskan isi alwah artinya diisi dengan qudrat iradah-Nya sebagaimana juga men-ciptakan matahari, bulan, bintang-bintang, dan bumi, tidak campur tangan orang lain atasnya. Tentang bagaimana cara Allah menuliskan itu tidaklah perlu kita kaji supaya jangan timbul khayat yang tidak-tidak.
“Lantaran itu peganglah dia dengan teguh dan perintahkanlah kaum engkau mengambil yang sebaik-baiknya." Artinya, bahwasanya isi kitab Taurat yang penuh dengan pengajaran dan penjelasan itu, tidaklah akan ada artinya dan manfaatnya kalau sekiranya hanya semata dibaca, tidak dipegang teguh dan dijalankan. Isi kitab suci tetaplah suci dan tetaplah benar. Sebab, dia datang sebagai wahyu dari Allah. Akan tetapi, kalau dia hanya jadi bacaan saja, tidaklah akan ada pengaruhnya bagi menuntun jiwa umat yang didatangi kitab itu.
“Akan Aku tunjukkan kepada kamu tempat orang-orang yang berbuat fasik."