Ayat
Terjemahan Per Kata
وَيَقُولُ
dan berkata
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ءَامَنُواْ
beriman
لَوۡلَا
mengapa tidak
نُزِّلَتۡ
diturunkan
سُورَةٞۖ
suatu surat
فَإِذَآ
maka apabila
أُنزِلَتۡ
diturunkan
سُورَةٞ
suatu surat
مُّحۡكَمَةٞ
jelas maksudnya
وَذُكِرَ
dan disebutkan
فِيهَا
didalamnya
ٱلۡقِتَالُ
perang
رَأَيۡتَ
kamu lihat
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
فِي
didalam
قُلُوبِهِم
hati mereka
مَّرَضٞ
penyakit
يَنظُرُونَ
mereka memandang
إِلَيۡكَ
kepadamu
نَظَرَ
pandangan
ٱلۡمَغۡشِيِّ
pingsan
عَلَيۡهِ
atasnya
مِنَ
dari
ٱلۡمَوۡتِۖ
kematian
فَأَوۡلَىٰ
maka lebih utama
لَهُمۡ
bagi mereka
وَيَقُولُ
dan berkata
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ءَامَنُواْ
beriman
لَوۡلَا
mengapa tidak
نُزِّلَتۡ
diturunkan
سُورَةٞۖ
suatu surat
فَإِذَآ
maka apabila
أُنزِلَتۡ
diturunkan
سُورَةٞ
suatu surat
مُّحۡكَمَةٞ
jelas maksudnya
وَذُكِرَ
dan disebutkan
فِيهَا
didalamnya
ٱلۡقِتَالُ
perang
رَأَيۡتَ
kamu lihat
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
فِي
didalam
قُلُوبِهِم
hati mereka
مَّرَضٞ
penyakit
يَنظُرُونَ
mereka memandang
إِلَيۡكَ
kepadamu
نَظَرَ
pandangan
ٱلۡمَغۡشِيِّ
pingsan
عَلَيۡهِ
atasnya
مِنَ
dari
ٱلۡمَوۡتِۖ
kematian
فَأَوۡلَىٰ
maka lebih utama
لَهُمۡ
bagi mereka
Terjemahan
Orang-orang yang beriman berkata, “Mengapa tidak diturunkan suatu surah (tentang jihad)?” Maka, apabila diturunkan suatu surah yang jelas maksudnya dan di dalamnya disebutkan (perintah) perang, engkau melihat orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit (munafik) akan memandangmu seperti pandangan orang yang pingsan karena takut mati. Maka, itulah yang lebih pantas bagi mereka.
Tafsir
(Dan orang-orang yang beriman berkata) dalam rangka meminta berjihad, ("Mengapa tidak) atau kenapa tidak (diturunkan suatu surah?") yang di dalamnya disebutkan masalah jihad. (Maka apabila diturunkan suatu surah yang muhkam) tiada suatu ayat pun darinya yang dimansukh (dan disebutkan di dalamnya perintah perang) anjuran untuk berperang bagi kalian (kalian lihat orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit) berupa keragu-raguan dalam memeluk agamamu, mereka adalah orang-orang munafik (melihat kepadamu dengan pandangan seperti orang yang pingsan) tidak sadarkan diri (karena takut mati) khawatir akan mati dan benci kepadanya; maksudnya mereka takut menghadapi peperangan dan sangat benci kepadanya. (Maka hal yang lebih utama bagi mereka) lafal ayat ini berkedudukan menjadi Mubtada, sedangkan Khabarnya ialah:.
Tafsir Surat Muhammad: 20-23
Dan orang-orang yang beriman berkata, "Mengapa tiada diturunkan suatu surat? Maka apabila diturunkan suatu surat yang jelas maksudnya dan disebutkan di dalamnya (perintah) perang, kamu lihat orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya memandang kepadamu seperti pandangan orang yang pingsan karena takut mati, dan kecelakaanlah bagi mereka. Taat dan mengucapkan perkataan yang baik (adalah lebih baik bagi mereka). Apabila telah tetap perintah perang (mereka tidak menyukainya). Tetapi jikalau mereka benar (imannya) terhadap Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.
Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka. Allah ﷻ berfirman, menceritakan perihal orang-orang mukmin, bahwa mereka mengharapkan agar jihad disyariatkan atas diri mereka. Tetapi setelah jihad difardukan oleh Allah ﷻ dan Allah memerintahkannya, tiba-tiba sebagian besar dari mereka menolaknya, ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka, "Tahanlah tanganmu (dari perang), dirikanlah salat, dan tunaikanlah zakat!" Setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh) seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat dari itu takutnya.
Mereka berkata, "Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? Mengapa tidak engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami beberapa waktu lagi? Katakanlah, "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa dan kamu tidak akan dianiaya sedikit pun. (An-Nisa: 77) Dan Allah ﷻ berfirman dalam ayat ini: Dan orang-orang yang beriman berkata, "Mengapa tiada diturunkan suatu surat? (Muhammad: 20) Yakni yang mengandung hukum perang. Dan dalam firman berikutnya disebutkan: Maka apabila diturunkan suatu surat yang jelas maksudnya dan disebutkan di dalamnya (perintah) perang, kamu lihat orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya memandang kepadamu seperti pandangan orang yang pingsan karena takut mati. (Muhammad: 20) Yaitu karena kaget, takut, dan kecut hatinya dalam menghadapi peperangan dengan musuh.
Kemudian dalam firman berikutnya disebutkan memberi semangat kepada mereka: alangkah haiknya bagi mereka taat dan mengucapkan perkataan yang baik. (Muhammad: 20-21) Sebenarnya lebih baik bagi mereka bila mereka mendengar dan taat saat itu. Apabila telah ditetapkan perintah perang. (Muhammad: 21) Yakni bilamana keadaannya menjadi sungguhan dan genderang perang telah dibunyikan. sekiranya saja mereka membenarkan imannya kepada Allah. (Muhammad: 21) Maksudnya, mengikhlaskan niat mereka hanya karena Allah ﷻ niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka. (Muhammad-21) Adapun firman Allah ﷻ: Maka apakah kiranya jika kamu berpaling. (Muhammad: 22) Yakni dari jihad dan menolaknya. kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan. (Muhammad: 22) Yaitu kalian akan kembali kepada kejahiliahan kalian di masa silam dengan membiarkan darah mengalir dan terputusnya hubungan kekeluargaan? Karena itulah dalam firman berikutnya disebutkan: Mereka itulah orang-orang yang dilaknati oleh Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka. (Muhammad: 23) Larangan membuat kerusakan di muka bumi ini bersifat umum dan larangan memutuskan hubungan kekeluargaan bersifat khusus, bahkan Allah memerintahkan untuk berbuat kebaikan di muka bumi dan menghubungkan tali persaudaraan, yaitu dengan berbuat baik kepada kaum kerabat melalui ucapan dan perbuatan serta bersedekah kepada mereka.
Telah disebutkan dalam hadis-hadis sahih adanya perintah mengenai hal tersebut dari Rasulullah ﷺ yang diriwayatkan melalui berbagai jalur periwayatan yang cukup banyak. Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Khalid ibnu Makhlad, telah menceritakan kepada kami Sulaiman, telah menceritakan kepadaku Mu'awiyah ibnu Abu Mizrad, dari Sa'id ibnu Yasar, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi ﷺ yang telah bersabda: Allah ﷻ menciptakan makhluk; dan setelah selesai dari menciptakannya, bangkitlah rahim, lalu berpegangan kepada kedua telapak kaki Tuhan Yang Maha Pemurah, maka Dia berfirman, 'Apakah keinginanmu?' Rahim menjawab, "Ini adalah tempat memohon perlindungan kepada-Mu dari orang-orang yang memutuskan (aku). Maka Allah ﷻ berfirman, "Tidakkah kamu puas bila Aku berhubungan dengan orang yang menghubungkanmu dan memutuskan hubungan dengan orang yang memutuskanmu? Rahim menjawab, "Benar, kami puas.
Allah berfirman, "Itu adalah untukmu. Lalu Abu Hurairah r.a. berkata, "Bacalah oleh kalian bila kalian menghendaki firman Allah ﷻ berikut," yaitu: Maka apakah kiranya jika kamu berpaling (dari jihad) kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? (Muhammad: 22) Kemudian Imam Bukhari meriwayatkannya melalui dua jalur lainnya dari Mu'awiyah ibnu Abu Mizrad dengan sanad yang sama. Disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, "Bacalah oleh kalian jika kalian suka: 'Maka apakah kiranya jika kamu berpaling (dari jihad) kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? ' (Muhammad: 22). Imam Muslim meriwayatkannya melalui hadis Mu'awiyah ibnu Abu Mizrad dengan sanad yang sama. ". Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Aliyyah, telah menceritakan kepada kami Uyaynah ibnu Abdur Rahman ibnu Jusyan, dari ayahnya, dari Abu Bakrah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Tiada suatu perbuatan dosa pun yang lebih layak untuk disegerakan oleh Allah hukumannya di dunia selain dari azab yang disediakan untuk pelakunya kelak di akhirat selain dari zina dan memutuskan hubungan kekeluargaan.
Abu Daud, Turmuzi, dan Ibnu Majali meriwayatkan hadis ini melalui Ismail alias Ibnu Aliyyah dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini sahih. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Bakar, telah menceritakan kepada kami Maimun Abu Muhammad Al-Mirani, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abbad, dari Sauban r.a., dari Rasulullah ﷺ yang telah bersabda: Barang siapa yang ingin usianya dipanjangkan dan rezekinya ditambah, hendaklah ia menghubungkan silaturahmi.
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid, dan mempunyai syahid yang menguatkannya di dalam hadis sahih. Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Bakar, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Hajjaj ibnu Artah, dari Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya yang menceritakan bahwa seorang lelaki datang kepada Rasulullah ﷺ, lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mempunyai banyak kerabat; aku menghubungkan persaudaraan dengan mereka, tetapi mereka memutuskannya; dan aku memaafkan mereka, tetapi mereka terus berbuat aniaya terhadapku; dan aku berbuat baik kepada mereka, tetapi mereka terus-menerus berbuat buruk terhadapku.
Bolehkah aku membalas perlakuan mereka?" Rasulullah ﷺ menjawab: Tidak, kalau begitu berarti kamu semua sama tidak benarnya, tetapi bermurahlah dengan memberikan kelebihan dan tetaplah menghubungkan kekeluargaan, karena sesungguhnya kamu akan terus mendapat pertolongan dari Allah ﷻ selama kamu mau melakukan hal tersebut. Imam Ahmad meriwayatkan hadis ini secara munfarid (tunggal) melalui jalur ini dan mempunyai syahid yang menguatkannya melalui jalur lain. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'la, telah menceritakan kepada kami Matar, dari Mujahid, dari Abdullah ibnu Amr r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Sesungguhnya rahim itu bergantung di Arasy, dan bukanlah orang yang menghubungkan kekeluargaan itu orang yang membalas perlakuan dengan yang setimpal, melainkan orang yang menghubungkan kekeluargaan itu ialah orang yang apabila rahim (kekeluargaan) diputuskan dia menghubungkannya. Imam Bukhari telah meriwayatkan hadis ini.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bahz, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, telah menceritakan kepada kami Qatadah, dari Abu Sumamah As'-Saqafi, dari Abdullah ibnu Amr r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda, "Kelak di hari kiamat rahim dihadapkan dalam bentuk hajbah (alat tenun) yang dapat berbicara dengan lisan yang lancar, lalu ia memutuskan orang yang memutuskannya dan menghubungkan orang yang menghubungkannya." -: ". Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan kepada kami Amr, dari Abu Qabus, dari Abdullah ibnu Amr r.a. yang menerimanya dari Nabi ﷺ yang telah bersabda: Orang-orang yang penyayang disayangi oleh Tuhan Yang Maha Pemurah. Sayangilah penduduk bumi, niscaya kalian akan disayangi oleh penduduk langit. Rahim itu adalah bagian dari kata Rahman, (Allah ﷻ berfirman).Barang siapa yang menghubungkannya, maka Aku berhubungan dengannya. Dan barang siapa yang memutuskannya, Aku putuskan dia.
Imam Abu Daud dan Imam Turmuzi meriwayatkan hadis ini melalui Sufyan ibnu Uyaynah, dari Amr ibnu Dinar dengan sanad yang sama. Dan hadis inilah yang diriwayatkan dengan cara tasalsul awwaliyyah, Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih. ". Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Hisyam Ad-Dustuwa'i, dari Yahya ibnu Kasir, dari Ibrahim ibnu Abdullah ibnu Farid, ayahnya telah menceritakan kepadanya bahwa ia masuk menemui Abdur Rahman ibnu Auf yang sedang sakit (yakni menjenguknya), lalu Abdur Rahman r.a. mengatakan bahwa semoga engkau menghubungkan silaturahmi, karena sesungguhnya Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Allah ﷻ telah berfirman, "Aku adalah Tuhan Yang Maha Pemurah, Aku ciptakan rahim dan Kuberikan padanya sebagian dari asma-Ku.
Maka barang siapa yang menghubungkannya, niscaya Aku berhubungan dengannya. Dan barang siapa yang memutuskannya, maka Aku memutuskan hubungan dengannya. Laiazfa-abittuhu berasal dari bittuha, abittuhu. Maknanya sama, yaitu memutuskannya. Imam Ahmad meriwayatkan hadis ini melalui jalur ini secara munfarid. Imam Ahmad telah meriwayatkannya pula melalui hadis Az-Zuhri, dari Abu Salamah, dari Al-Mirdad atau Abul Mirdad, dari Abdur Rahman ibnu Auf dengan sanad yang sama.
Imam Abu Daud dan Imam Turmuzi meriwayatkan hadis ini melalui Abu Salamah, dari ayahnya. Hadis-hadis yang menerangkan tentang keutamaan silaturahmi banyak sekali. At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdul Aziz, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ammar Al-Mausuli, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Yunus, dari Al-Hajjaj ibnu Yunus, dari Al-Hajjaj ibnul Qarafisah, dari Abu Umar Al-Basri, dari Salman yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Arwah itu adalah bagaikan pasukan yang terlatih.
Maka mana saja darinya yang saling mengenal, dapat rukun; dan mana saja darinya yang bertentangan, maka pasti akan bertentangan. Hal yang senada dikatakan oleh Rasulullah ﷺ dalam hadis lain melalui sabdanya, "Apabila pendapat simpang siur, dan karya nyata tiada lagi, dan lisan bertentangan serta hati saling membenci, maka saat itulah Allah melaknat mereka, menulikan telinga mereka, dan membutakan pandangan mereka." Hadis-hadis yang menerangkan ancaman terhadap perbuatan memutuskan hubungan silaturahmi cukup banyak."
Pada ayat-ayat yang lalu disebutkan sikap orang munafik, orang kafir dan orang beriman ketika mendengar ayat-ayat Al-Qur'an tentang akidah, seperti keimanan kepada kesesaan Allah, kebangkitan dan sebagainya. Pada ayat berikut disebutkan sikap mereka pada waktu mendengar ayat-ayat Allah tentang perintah berjihad di jalan Allah. Orang-orang beriman selalu menungu-nunggu perintah berjihad, bahkan mereka ingin perintah itu dinyatakan dengan tegas. Dan orang-orang yang beriman berkata, 'Mengapa tidak ada suatu surah yang kandungannya berisi tentang perintah jihad yang diturunkan agar kami mengamalkan dan mengikuti perintahnya'' Sedangkan bagi orang-orang munafik, bila diturunkan ayat yang mewajibkan mereka berjihad, mereka bersikap ingkar dan penuh rasa takut. Maka apabila ada suatu surah diturunkan yang jelas maksudnya dan di dalamnya tersebut perintah perang, engkau wahai Nabi Muhammad, melihat orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit kemunafikan atau lemah imannya memandang kepadamu seperti pandangan orang yang pingsan sehingga matanya terbelalak karena takut mati menimpa mereka. Tetapi itu lebih pantas bagi mereka. (Catatan : Sebagian ulama memaknai 'fa awla lahum' dengan 'maka kecelakaanlah bagi mereka'. Ayat ini seakan-akan menyatakan orang yang demikian lebih baik mati daripada hidup tidak taat kepada perintah agama). 21. Sesungguhnya yang lebih baik bagi orang yang beriman adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya dan bertutur kata yang baik sebagai bukti dari keimanan mereka. Sebab apabila perintah perang ditetapkan mereka tidak menyukainya. Padahal jika benar-benar beriman kepada Allah, pastilah mereka ikut berperang di jalan Allah, dan niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.
Orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dengan setulus hati pasti bersedia mengorbankan harta dan jiwanya di jalan Allah. Mereka menunggu-nunggu turunnya wahyu Allah, terutama wahyu yang berhubungan dengan perintah jihad. Akan tetapi, perintah perang itu pada dasarnya bukan untuk menyerang, melainkan untuk mempertahankan diri dari serangan musuh, seperti yang terjadi dengan Perang Badar, Perang Uhud, Perang Khandak, dan lain-lain. Mereka berkata, "Mengapa Allah tidak menurunkan kepada kita ayat-ayat yang tegas dan jelas maksudnya yang di dalamnya disebutkan bahwa berperang membela agama Allah itu adalah suatu perintah wajib yang harus dilaksanakan oleh setiap orang beriman." Sebaliknya orang-orang munafik bersikap lain. Bila diturunkan ayat yang tegas dan jelas maknanya yang berisi perintah jihad, melihat kepada Nabi dengan pandangan keingkaran dan ketakutan. Hati mereka kecut, tubuh mereka gemetar mendengarnya, dan mereka bungkam, seperti orang yang sedang menghadapi saat kematian.
Dalam ayat lain, Allah berfirman:
Tidakkah engkau memperhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka, "Tahanlah tanganmu (dari berperang), laksanakanlah salat dan tunaikanlah zakat!" Ketika mereka diwajibkan berperang, tiba-tiba sebagian mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih takut (dari itu). Mereka berkata, "Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? Mengapa tidak Engkau tunda (kewajiban berperang) kepada kami beberapa waktu lagi?" Katakanlah, "Kesenangan di dunia ini hanya sedikit dan akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa (mendapat pahala turut berperang) dan kamu tidak akan dizalimi sedikit pun." (an-Nisa'/4: 77)
Dari jawaban dan sikap orang munafik, tergambar apa yang tersirat dalam hati mereka. Orang yang demikian lebih baik mati daripada hidup mengekang diri dari perintah-perintah agama. Seseorang hidup untuk menjadi hamba Allah yang taat kepada-Nya, ingin mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Orang munafik tidak melaksanakan ketaatan itu. Mereka seakan-akan tidak memikirkan kebahagiaan hidup sesudah mati. Oleh karena itu, tidak ada arti hidup bagi mereka selain untuk melipat-gandakan perbuatan dosa yang menyebabkan mereka di azab di akhirat. Jika mereka mati waktu itu juga, azab mereka tidak akan bertambah di akhirat nanti.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
PETUNJUK DITAMBAH DENGAN PETUNJUK
Ayat 16
“Dan di antara mereka ada yang mendengarkan kepada engkau."
Yaitu bahwa Rasulullah di saat-saat memberikan, pelajaran agama kepada manusia di antara orang-orang yang berniat tidak jujur itu ada juga yang turut mendengarkan. Tetapi hanya semata-mata mendengar saja, tidak mau memerhatikan apa yang beliau ﷺ katakan dan apa yang beliau nasihatkan. Tetapi apabila mereka telah keluar dari sisi engkau berkatalah mereka, ‘Apakah yang dikatakannya seberitar tadi?'" Jelas sekali, meskipun mereka turut hadir namun pikirannya tidak ada terhadap perkataan Nabi ﷺ itu sama sekali sehingga setelah tempat itu ditinggalkannya dia bertanya kepada orang lain, yang tadinya sama hadir apa yang dikatakan oleh Muhammad itu. Benar-benar menurut pepatah terkenal,"Masuk di telinga kanan, keluar di telinga kiri."“Itulah orang-orang yang telah dicap Allah atas hati mereka itu," artinya telah ditutup sehingga sukar buat masuk pelajaran kebenaran ke dalam hatinya, jika orang semacam itu datang ke dalam suatu pertemuan, niat yang dibawanya sudah lain. Hatinya sudah didinding oleh rasa keberician dan yang dicarinya di waktu mendengar itu ialah segi yang lemah dari pembicaraan itu, diambilnya pangkal ditinggalkannya ujung atau sebaliknya sehingga selamanya dia tidak bertemu dengan isi yang sebenarnya.
“Dan mereka itu mengikuti hawa nafsu mereka."
Kalau datangnya ke dalam majelis itu membawa rasa keberician, maka keberician itulah yang mendinding kebenaran akan masuk ke dalam hatinya.
Kemudian Allah menerangkan pula yang sebaliknya,
Ayat 17
“Dan orang-orang yang mencati pimpinan niscaya akan ditambah Allah bagi mereka petunjuk.
Sebab maksud kedatangannya mendengarkan pembicaraan seumpama mendengar ceramah atau syarahan itu ialah dengan maksud yang baik, semata-mata hendak mencari kebenaran. Hatinya terbuka, dadanya yang la-pang, mukanya jernih, hatinya bersih. Maka berhasillah maksudnya mencan pimpinan yang baik itu bahkan ditambah oleh Allah dengan petunjuk yang membukakan hatinya karena keikhlasannya.
“Dan Dia akan memberi kepada mereka ketakwaan mereka."
Sejak semula di mana saja ada kesempatan orang yang semacam ini meAllahonkan kepada Allah agar diberi hidayah, diberi petunjuk jalan yang lurus, shirathal mustaqim. Saking tulusnya meminta bukan saja petunjuk jalan yang ditunjukkan bahkan dijaga oleh Allah perjalanannya itu dengan tumbuhnya rasa takwa dalam hatinya, rasa menyerah kepada Allah sehingga maksudnya berhasil dan hidupnya beroleh kebahagiaan.
Ayat 18
“Dan apakah yang mereka tunggu kalau bukan saat? Bahwa akan datang kepada mereka dengan tiba-tiba?"
Dengan pangkal ayat ini sebenarnya manusia disuruh berpikir sejenak."Apakah yang mereka tunggu dalam hidup ini? Baik hidup manusia bersama atau hidup manusia pribadi? Tidak lain yang ditunggu ialah Sa'at! Yaitu temponya habis! Kalau seluruh alam ini yang dia tunggu ialah saatnya, yaitu Kiamatnya! Kalau orang seorang yang ditunggunya saatnya pula, yaitu saat habis waktunya mendiami dunia ini. Mati! Dan semuanya itu akan datang dengan sekonyong-konyong dengan tiba-tiba."Maka sesungguhnya telah datang tanda-tandanya."
Tanda-tanda bahwa alam ini mesti datang masanya Kiamat selalu kita lihat tanda-tandanya di hadapan mata kita. Tiap-tiap yang baru lama-lama menjadi usang. Usang itu adalah tanda bahwa kelak dia akan hancur. Perhitungan ahli-ahli ilmu pengetahuan tentang alam ini kian hari menunjukkan tanda-tanda bahwa semuanya akan rusak! Dipakai orang kendaraan dengan memakai minyak berisin. Lama-lama sesaklah udara dengan asap dan timbullah udara yang kotor (polusi).
Dibuka orang pabrik-pabrik, bagi kemajuan teknik yang modern. Air dalam pabrik-pabrik mengalir ke sungal-sungai. Tiba-tiba jika di udara timbul kotor udara, di dalam sungai timbul pula kekotoran air, sehingga banyak ikan yang mati karena aliran air dari pabrik itu. Kemajuan teknologi yang menjadi kebanggaan manusia akhirnya akan mencekik leher manusia sendiri sehingga ahli-ahli pikir dan sarjana-sarjana sendiri telah sampai kepada pikiran-pikiran bahwa telah datang tanda-tandanya bahwa manusia tidak berkuasa lagi buat menyetop kerusakan itu. Disangka teknologi akan mempercepat kemajuan hidup, akhirnya mempercepat kehancuran hidup. Apatah lagi setelah manusia mendapat alat-alat perkakas yang cepat sekali berhasil membunuh beribu-ribu manusia, seperti bom atom, bom hidrogen, dan bom nuklir yang lain. Akhirnya datanglah pertanyaan,
“Betapakah mereka lagi apabila datang kepada mereka peringatan mereka?"
Ujung ayat berberituk seperti suatu pertanyaan,"Sudah jadi satu kenyataan bahwa tanda-tanda hari Kiamat sudah datang dan Kiamat itu sendiri akan menimpa dengan tiba-tiba. namun tanda-tanda bahwa dia telah dekat dan tidak dapat dihindarkan lagi sudahlah nyata. Maka bagaimana lagi sikap manusia? Masihkah mereka akan ingkar juga dari peringatan nabi-nabi? Masihkah mereka akan memperturutkan juga kehendak hawa nafsu sendiri-sendiri dan tidak mau mendengarkan seruan Allah? Adzab siksaan dahsyat macam mana yang akan diderita manusia lagi kalau begini saja terus-menerus?"
Di dalam dirayat atau inti tafsir daripada ayat ini, Hasan al-Bishri mengatakan bahwasanya diutusnya Nabi Muhammad sebagai Rasul yang penghabisan adalah tanda juga bahwasanya Kiamat itu dekat. Setengah daripada nama beliau iaiah al-Hasyir yang berarti Yang Mengumpul. Sebab, akan dikumpulkaniah manusia di hadapan kakinya, Beliau pun bernama yang berarti yang paling akhir, tidak ada lagi nabi sesudahnya.
Al-Bukhari merawikan sebuah hadits dengan sanad dari Sahi bin Sa'ad bahwa Nabi ﷺ pernah bersabda,
“Aku diutus berdekatan dengan Kiamat laksana ini." Lalu beliau isyaratkan jari telunjuk dan jari tengah beliau yang berarti tidak ada pisahnya lagi dan sudah dekat sekali. (HR Bukhari)
Ayat 19
“Maka ketahuilah bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Allah."
Maksudnya ialah supaya manusia kembali mengingat Allah. Hanya itulah jalan satu-satunya buat keselamatan manusia, baik di dalam melanjutkan hidup ini, menunggu datangnya Kiamat yang pasti akan datang itu. Asai manusia ingat akan keesaan Allah akan insaflah manusia bahwa ada Yang Mahakuasa yang jadi sumber ilham dalam hidupnya.
Oleh karena tujuan utama ayat ialah kepada orang yang telah mengaku iman, percaya kepada risalah Muhammad ﷺ maka inilah bekal pertama dan utama mereka di dalam menghadapi kericuhan alam di dalam menghadapi keguncangan dan ketakutan karena Kiamat akan datang. Apa pun yang akan terjadi, namun aku sebagai seorang Muslim tetap memegang teguh pendirianku bahwa tidak ada Allah melainkan Allah. Kemudian itu atau yang perempuan sehingga selalu terjadi perlombaan di antara perdayaan Iblis dengan usaha manusia yang diperdayakan itu meAllahonkan ampun kepada Allah.
Di akhir ayat bertemulah firman Allah,
“Dan Allah Maha Mengetahui tempat berpindah kamu dan tempat menetap kamu."
Ibnu Abbas telah memberikan saja tafsir yang ringkas tegas tentang kedua kata ini. Tempat berpindah-pindah kamu ialah di dunia. Kita dilahirkan di Tanah Sirah Sungal-batang, Maninjau (1908) lalu pindah dibawa orang tua (1914) ke Padang Panjang, di tahun 1924 mengembara ke tanah Jawa, 1927 mengerjakan haji ke Mekah, 1929 kawin, 1931 merantau ke Makasar, 1936 berangkat ke Medan menerbitkan majalah, 1945 turut dalam revolusi, 1949 pindah ke tanah jawa dan entah ke mana lagi. Allah-lah yang tahu. Dan tempat menetap kelak ialah bila nyawa telah bercerai dengan badan dan digalikan kubur lalu menetap di sana, menunggu panggilan Kiamat.
Ayat 20
“Dan berkata orang-orang yang beriman! Mengapatah agaknya tidak diturunkan suatu sunah?"
Maksud pangkal ayat ini ialah bahwa orang-orang yang beriman itu sangat mengharapkan supaya turun suatu surah. Adapun surah di sini bukanlah suatu surah dari Al-Qur'an, melainkan barang perintah daripada Allah, terutama yang berkenaan dengan peperangan. Sebab telah banyak disebutkan bahwasanya orang yang mati dalam peperangan dalam perjuangan menegakkan kebenaran, mati dalam peperangan menghadapi musuh, di sisi Allah orang yang demikian dianggap hidup juga dan mendapat rezeki dari Allah. Itulah mati syahid, yaitu mati yang semulia-mulianya dalam Islam."Namun apabila diturunkan suatu surah yang terang maksudnya dan disebutkan di dalamnya soal perang, niscaya akan engkau lihatlah orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, mereka memandang kepada engkau pandangan orang yang pingsan atasnya, menghadapi maut."
Dalam ayat ini kita dipertemukan dengan sebuah pelajaran tentang jiwa manusia. Segala orang kagum bilamana membaca dalam buku sejarah atau menonton dalam bioskop bagaimana jiwa seorang pahlawan. Pahlawan itulah yang sangat diperlukan bagi kebangkitan suatu bangsa dan kenaikan mutu suatu agama. Pahlawan ialah orang yang bersedia mati untuk kehidupan orang lain. Bersedia miskin asai bangsanya menjadi kaya. Hal yang begini hanya bertemu bila orang mempunyai iman yang kukuh dan tahan menderita. Lantaran itu maka orang-orang yang lain, yang membaca riwayat hidup pahlawan, ingin pula hendak jadi pahlawan. Sebab itu maka di pangkal ayat dikatakan bahwa orang-orang yang beriman ingin agar suatu surat diturunkan, yaitu surat perintah. Di antara surah yang berisi perintah ialah perintah berperang. Tiap peperangan besar terjadi hendaklah karena perintah dari kepala perang. Kalau dalam Islam adalah karena perintah Nabi. Setelah Nabi wafat, surat perintah peperangan diteruskan oleh khalifah yang dalam hal ini disebut Imam. Sampai zaman kita sekarang yang memutuskan terjadinya peperangan ialah panglima tertinggi dari seluruh angkatan perang. Demikian pula kalau peperangan hendak dihentikan, yang memerintahkan berhenti ialah panglima tertinggi juga.
Maka dalam ayat ini mulailah diterangkan bagaimana sikap hidup apabila perang telah terjadi. Sifat perang zaman dahulu masih diteruskan sampai sekarang: seluruh tenaga harus ditumpahkan untuk perang, kepentingan diri sendiri tidak ada lagi. Seluruh tenaga ditumpahkan untuk kepentingan bersama.
Dalam masa demikian akan tersisihlah di antara yang teras dengan yang pengubar, di antara yang inti dengan yang kulit. Di waktu itulah akan mengeluh orang yang lemah jiwanya yang mau menerima enaknya saja. Mereka memuji pahlawan tetapi sangat takut akan berjuang sebagai pahlawan. Padahal pahlawan itu bukanlah semata-mata untuk hiasan sejarah zaman lama melainkan kepahlawanan mesti diteruskan. Maka dalam ayat ini sampailah diterangkan bahwa ada orang yang pingsan karena menghadapi maut. Atau dalam bahasa ungkapan setiap hari ialah setengah mati karena sangat takut atau mati ketakutan. Bagi orang-orang pengecut itu, cerita pahlawan hanya enak buat didengar, mereka sanggup mendengar cerita itu bermalam-malam, berhari-hari, serupa dengan kesukaan pencinta kebudayaan kuno tentang Raden Panji atau Ramayana. Tetapi mereka takut setengah mati, lari terbirit-birit, berpancaran najis di celana mereka kalau menghadapi perjuangan yang benar-benar. Di ujung ayat Allah berfirman,
“Maka nasib malanglah untuk mereka."
Memang malanglah orang yang seperti itu. Karena harga diri sudah habis sama sekali. Kata penakut masih terlalu halus jika diberikan kepada mereka, lebih tepat kalau mereka disebut pengecut! Dan kumpulan orang-orang seperti inilah yang mudah diperbudak!
Ayat 21
“Taat dan kata yang baik!"
Artinya ialah bahwa sikap seorang beriman telah ditunjukkan dalam ayat ini. Yang pertama ialah taat! Yang berarti patuh! Kalau perintah dari Imam telah datang buat berperang, hendaklah diri siap siaga melaksanakan perintah itu. Di sini terpasang disiplin! Bilamana perintah telah datang, pertanyaan"sebab apa? kenapa? mengapa? bagaimana?" dan sebagal-nya tidak ada lagi. Yang ada cuma satu, yaitu"Siap!" Yang kedua ialah kata yang baik! Tidak ada kata kasar, tidak ada kesombongan, tidak ada pepatah terkenal,"Bunyi percakapan gagah berani sebagai api namun sikap langkah meloyo seperti air."“Mulut mau mengejar, kaki mau lari." Maka ketaatan dan kata yang baik tidak lain adalah datang daripada semangat yang tinggi dan budi yang luhur juga."Dan kalau telah teguh suatu perkara," yaitu suatu keputusan yang telah diambil oleh pimpinan tentara tertinggi dan disetujui keputusan tertinggi itu dengan suara bulat, yang dalam bahasa Arab disebut azam.
“Maka kalau mereka beritaku jujur kepada Allah, itulah yang baik untuk mereka."
Dalam ayat ini jelaslah bagaimana pentingnya komando dalam perjuangan peperangan. Tentara yang dipimpin harus percaya bahwa yang diperintahkan oleh atasan adalah hal yang telah ditimbang dengan matang. Maka hendaklah keputusan itu dijalankan dengan hati bulat. Itulah yang bernama azam! Maka anak buah pun hendaklah menjalankan dengan azam yang kuat pula. Rela mati dalam menghadapi segala kemungkinan.
Tetapi dicegah dengan sangat maksud ekspansi ke negeri lain semata-mata hendak menghancurkan kekuatan orang lain karena loba tamak akan harta rampasan belaka lainnya kamu tidak peduli!
Untuk memperingatkan itu berkatalah Allah selanjutnya,
Ayat 22
“Apakah ada kemungkinan jika kamu telah berikuasa bahwa kamu akan menusak di muka bumi?"
Karena keteguhan disiplin kamu dalam memberituk suatu tentara yang kuat, gagah perkasa, tidak mengenal takut sedikit jua pun dan senantiasa beroleh kemenangan di medan perang. Sudah terbiasa di muka bumi ini sepanjang sejarah beribu tahun bahwa tentara yang kuat dan teguh, yang berdisiplin dan tunduk kepada komando daripada panglima perangnya, akhir-akhirnya dengan tidak disadari berangsur bertukar menjadi tentara penakluk, menjajah, dan menguasai negara orang lain. Di tempat yang baru diduduki itu mereka tidak lagi menilai hukum keadilan dan kebenaran, melainkan memperlihatkan kekuatan dan menindas yang lemah.
“Dan kamu putuskan keketuangaan kamu?"
Kian lama tentara penakluk tadi lupa akan tugas sucinya yang pertama maka terjadilah yang kuat menindas yang lemah, yang perkasa bertambah kaya raya sedang yang terjajah kian lama kian menderita dan kehilangan tenaga, sehingga kasih sayang pun hilang, percaya mempercayai pun habis. Akhirnya timbullah dinding yang memisahkan sangat jauh di antara kelas yang berkuasa dengan kelas yang dikuasai. Tidak ada kasih sayang lagi, tidak ada gelak senyum lagi. Di sana pemerintahnya selalu menganjurkan agar rakyat mengatakan terus terang apa yang perlu, apa yang kurang, apa yang wajib diperbaiki. Tetapi kalau benar-benar dikatakan terus terang, rakyat yang terperintah tadi akan selalu dalam bahaya, sebab dia tidak pandai mengatakan bahwa yang pahit adalah manis, yang buruk adalah baik, yang jahat adalah bagus. Kalau dikatakan yang bagus ialah bagus dan yang buruk ialah buruk, pemerintah yang menyuruh berkata terus terang tadi akan marah kepadanya. Lantaran itu timbullah sikap munafik, lurus di luar berigkok di dalam, telunjuk lurus kelingking berkait. Lantaran itu putuslah silaturahim, orang tidak mau lagi berkata yang terus terang, itulah yang bernama munafik.
Kalau sudah sampai begini akan jauhlah rasa tenteram dan keamanan hati dari masyarakat yang demikian.
Ayat 23
“Itulah orang-orang yang dilaknat oleh Allah."
Maka kemewahan dan kesenangan hanya akan dirasakan oleh golongan yang sangat ter
batas. Orang yang hidup semuanya laksana kehausan, yaitu haus kekuasaan. Namun setelah kekuasaan didapat, dipergunakanlah kekuasaan itu untuk mempertahankan kedudukan diri. Oleh karena dalam hati sanubari orang yang berkuasa memang telah terasa hidup yang kosong karena putus hubungan dengan orang banyak, dicarilah"kambing hitam'' buat menumpahkan segala sesalan dan omelan. Apa saja yang dikerjakan tidak ada kepuasan. Walaupun telah tidur di atas tempat tidur emas, bertilamkan perak, berdinding suasa, namun hati tidak juga merasa senang. Timbul cemburu bahwa akan ada saja orang yang hendak mencabut kemewahan dan kebesaran ini dari diri sendiri. Padahal orang tidak lagi peduli, sebagaimana pepatah orang di Padang,"Meskipun engkau merasa cerdik, namun kami tidak akan bertanya. Meskipun kamu merasa kaya kami tidak akan meminta." Melihat keadaan yang seperti hati pun kecewa dan marah sehingga walaupun rumah telah dihujani oleh emas urai, namun had menerimanya tidak juga dengan senang."Maka ditulikanlah merekasehingga tidak pernah didengarnya lagi kata yang jujur dan benar,
“dan dibutakan penglihatan-penglihatan mereka."
Karena telinga sudah mulai tuli maka pengajaran yang tulus ikhlas tidak dapat lagi. Karena mereka telah ditimpa penyakit buta, walaupun mata itu nyalang tetapi dia tidak dapat melihat kenyataan. Inilah pangkal dari kesengsaraan batin, sebab sempitnya alam tempat tegak. Lantaran itu maka hubungan silaturahim yang erat dengan sesama manusia karena menebarkan kasih dan cinta di dalam pergaulan bermasyarakat, itulah kekayaan yang sejati. Putus silaturahim adalah permulaan kutuk dan sempit tempat manusia tegak, sehingga tepatlah ungkapan bangsa Indonesia tentang manusia yang demikian di-gila kekuasaan.
Saleh? Kaum ‘Ad hanya mendustakan Nabi Syu'aib dan selanjutnya?
Tentu sudah dapat kita pahami bahwasanya meskipun umat dari satu rasui hanya mendustakan satu rasul, bukanlah berarti bahwa mereka membenarkan rasul yang lain. Yang mereka dustakan itu bukanlah pri-badinya, melainkan kerasulan segala rasul. Mereka tidak percaya bahwa Allah mengutus seorang rasul. Sebab maka segala yang mendakwakan diri menjadi rasul itu tidaklah mereka percayai. Itu sebabnya maka men-dustakan seorang rasul sama artinya dengan mendustakan segala rasul. Maka bagi kita orang Islam diberikan garis bimbingan yang jelas, yaitu,
“Tidaklah kami perbedakan di antara seorang pun daripada rasul-rasul-Nya." (al-Baqarah: 285)
Oleh karena semuanya mereka itu mendustakan seluruh rasul Allah.
“Maka pantaslah mereka mendapat siksaan yang dijanjikan."
Maka binasalah dan hancurlah masing-masing pendusta rasul itu; ada yang dibakar negerinya, ada yang dihancurkan oleh gempa bumi, ada yang habis tenggelam dalam hujan dan angin yang sangat keras, ada yang ditunggangbalikkan negeri mereka dan habis seluruh penduduknya dan diselamatkan Allah orang-orangyangberiman, ada yang tenggelam karena timbulnya air pasang berketerusan berbulan-bulan lamanya, ada yang terbelah lautan dan tenggelam mereka di dalamnya. Semuanya itu tertulis dengan jelasnya dalam keterangan Allah di dalam Al-Qur'an.
Ayat 15
“Apakah Kami letih dengan penciptaan pertama?"
Tegasnya ialah seperti pertanyaan,"Apakah kalian menyangka bahwa Kami, Allah, akan merasa letih karena menciptakan alam yang besar ini? Dengan ketujuh petala langit dan buminya? Dengan bintang-bintangnya, bulannya dan mataharinya? Apakah disangka bahwa keputusan Kami terbatas sebagai kekuatan manusia pula? Yang merasakan penat dan letih?
“Bahkan merekalah yang ragu-ragu dari hal penciptaan yang baru."
Artinya bahwa dalam rangkaian pertama Allah bersikap bertanya, apakah kalian menyangka bahwa Kami akan letih mencipta alam ini yang pertama kali? Dan dalam rangkaian yang kedua, kalian pun masih juga ragu-ragu bahwa Kami sanggup menghidupkan kembali yang sudah mati. Padahal sedangkan menciptakan sesuatu daripada tidak ada kepada ada, Kami tidak merasa letih, apatah lagi akan mengadakan kembali barang yang tadinya memang telah ada.
Kita pun telah mengetahui bahwasanya segala sesuatunya ini tadinya adalah dalam bahasa Arab disebut ‘Adam, artinya tidak ada sama sekali. Kemudian itu dijadikan sifat segala sesuatu itu berubah-ubah. Manusia ta-dinya tidak ada kemudian diciptakan Allah yang tidak ada itu (‘Adam) menjadi ada, yaitu mani (sperma), kemudian menjadi manusia yang berdarah berdaging. Kemudian mati lalu dikuburkan. Maka yang berdarah daging itu, bertukar jadi tanah namun dia masih ada. Kemudian itu tanah tadi subur sebab kena hujan lalu hujan itu menyebabkan tanah tadi menjelma menjadi rumput atau jadi pohon kayu! Sedang zat (substansi) dari barang itu masih tetap ada. Sebab itu bagi Allah tidaklah menyebabkan letih atau penat menjadikan dari ‘Adam kepada ada dan lebih tidak ragu-ragu lagi, kalau barang yang telah ada itu cuma menukar sifatnya saja dari mani, jadi darah daging, jadi tanah dan jadi pohon! Sebagaimana tersebut dalam surah Ibraahiim ayat 20, ayat kita diberi peringatan bahwa segala berita mengenai diri kita lebih diketahui oleh Allah. Kita sendiri sebagai manusia harus mengakui bahwa kita pasti bersalah. Puji dan caci maki manusia dapatkah kita hadapi? Cercaan dan celaan yang tidak mengenai kesalahan kita, berhak kita membela diri. Tetapi ujung ayat mengatakan bahwa berita tentang diri kita lebih diteliti oleh Allah. Maka datanglah pertanyaan,"Dapatkah kita membela diri di hadapan Allah kalau kita memang bersalah?"
Ayat 32
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan yang menghambat dari jalan Allah dan menentang Rasul setelah nyata kepada mereka apa petunjuk itu, sekali-kali tidaklah akan berbahaya kepada Allah sedikit jua pun."
Tegas sekali ayat ini menjelaskan bahwa segala usaha jahat yang mencoba hendak mengurangi kebesaran Allah dan mencoba pula memperlihatkan kebesaran dan kekuatan diri tidaklah akan berhasil. Kekuatan seperti itu akan terbatas. Dibatasi oleh perlombaan sesama manusia mencari pengaruh. Jika ada yang merasa dirinya lebih gagah, niscaya akan datang lagi orang lain memperlihatkan bahwa dirinyalah yang lebih gagah. Kadang-kadang si gagah perkasa itu gagal bukan karena digagalkan oleh orang lain melainkan digagalkan oleh pengikutnya sendiri. Anak buahnya berontak melawan dia! Atau dia sendiri ditimpa oleh suatu penyakit yang orang lain tidak menyangka. Sesuatu kekuasaan bilamana sudah sangat tinggi adalah alamat bahwa masa jatuhnya sudah dekat! Kadang-kadang terjadi rebut merebut pengaruh atas mengatasi kekuasaan, jatuh menjatuhkan. Yang di atas tidak merasa aman kalau tidak segera membunuhi yang di bawah. Tetapi bila kematian akan datang, betapa pun dikerahkan segala tenaga tabib dan dokter seluruh dunia, tidaklah dia akan dapat menolong menampik maut. Sebab itu dengan tegas di ujung ayat Allah berfirman,
“Dan akan Dia gagalkan usaha-usaha mereka."
Artinya ialah bahwa segala usaha dan rencana hendak mempertahankan kekuasaan yang telah dicapai itu, supaya jangan terlepas dari tangan, semuanya akan digagalkan Allah.
Oleh sebab itu maka disuruhlah manusia supaya kembali insaf akan kekuasaan Allah yang mutlak. Karena kehendak Allah jugalah yang akan berlaku.
Ayat 33
“Wahai orang-orang yang beriman! Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul."
Taat kepada Allah ialah bahwa perintah yang akan dilaksanakan hanyalah perintah Allah. Adapun perintah manusia, jika ia tidak berlawanan dengan apa yang diperintahkan oleh Allah, bolehlah dia diikuti. Tetapi jika berlawanan maka di waktu itu yang wajib ditaati hanyalah perintah Allah. Karena Nabi ﷺ bersabda,
“Tidak ada taat kepada makhluk di dalam mendurhakai Khaliq."
Adapun menaati perintah Rasul adalah karena taat kepada perintah Allan jua. Kalau bukan Allah yang memerintahkan, niscaya yang akan kita taati hanya satu perintah Allah semata-mata. Kemudian itu di ujung ayat berkata Allah,
“Dan janganlah kamu batalkan amalan-amalan kamu."
Sebagaimana telah kita ketahui, suatu amalan menjadi batal, artinya tidak diterima lagi oleh Allah kalau kiranya amalan itu telah bercampur aduk dengan yang lain, tidak lagi persis menurut sepanjang yang diturunkan oleh Allah ataupun Rasul. Misalnya kita mengerjakan shalat Ashar ialah karena taat kepada perintah Allah karena Allah yang menyatakan di dalam Al-Qur'an bahwasanya shalatyang wajib itu lima waktu dalam sehari semalam. Dan kita pun telah taat kepada Rasul sebab Rasul bersabda,
“Shalatlak kamu sebagaimana kamu lihat aku shalat."
Tetapi shalat yang kita kerjakan di waktu Ashar itu menjadi batal apabila tidak menurut contoh yang diajarkan Nabi. Menjadi batal kalau kita kerjakan lima rakaat. Menjadi batal kalau dalam mengerjakan shalat itu kita berniat keluar dari agama Islam. Menjadi batal kalau kiranya kita berniat shalat bukan karena Allah dan sebagainya: ada yang batal karena kekurangan rukun dan ada yang batal karena ketinggalan syarat.
Ayat 34
“Sesungguhnya owng-owng yang kafir dan penentang dari jalan Allah kemudian itu mereka pun mati sedang mereka adalah kafir"
Itulah suatu sikap hidup yang sangat malang dan buruk sekali. Pertama sudah terang kafir, tidak mau percaya seruan yang dibawa oleh Rasul. Semata-mata tidak percaya saja, artinya kafir saja sudahlah nyata salah apatah lagi kalau tidak percaya itu disertai pula dengan sikap, dengan aksi menentang. Segala gerak-gerik Rasulullah menyebarkan ajaran yang beliau ﷺ terima dari Allah ditentang pula. Diadakan sikap membantah dan melawan, diadakan reaksi yang keras terhadap usaha beliau ﷺ Dalam melakukan aksi yang demikian, tiba-tiba sampailah ajalnya, si penantang yang kafir itu mati! Mati dalam keadaan kafir, mati dalam keadaan melawan. Di ujung ayat berkatalah Allah menunjukkan sikap yang tegas terhadap orang yang seperti itu,
“Maka sekali-kali tidaklah Allah akan memberi ampun kepada mereka."
Inilah keputusan Allah yang tegas. Hal seperti ini banyak sekali kejadian bilamana umat Islam berjuang hendak menuntut kemerdekaan agamanya daripada tindasan kekafiran dalam negeri yang dijajah oleh pemeluk agama yang berbeda dengan agama yang dipeluk oleh si terjajah itu. Meskipun si penantang jalan Allah itu memeluk agama bangsanya sendiri, namun kadang-kadang mereka itu berbuat sepuluh kali lebih kejam daripada sikap bangsa yang menjajah itu sendiri. Dia mengintip, menjadi spion, mencatat pembicaraan yang dipandang menyindir dari bangsa terjajah kepada bangsa si penjajah. Maka si penantang yang sangat mengharap dapat pujian dari majikannya, tidak keberatan berbuat berbagai fitnahyang akan disampaikan kepada yang dipertuannya. Orang-orang yang begitu di zaman penjajahan Belanda kerap kali terdapat mati dalam kehinaan, apatah lagi nasibnya sebagai timbunan sumpah serapah dari orang banyak yang mengandung dendam kepadanya, sampai menguruskan jenazahnya diupahkan kepada tukang gali kuburan sebab tidak ada orang baik-baik yang sudi turut menguruskan jenazah orang yang demikian.
Bilamana telah ada orang-orang semacam ini, yaitu penjual kaum dan bangsanya kepada musuh karena ingin mendapat puji sanjung dari musuh itu maka Allah memberi ingat kepada kaum yang beriman demikian.
Ayat 35
“Maka janganlah kamu merasa rendah diri."
Janganlah menjilat mengambil muka kepada orang yang demikian. Sebab orang yang seperti itu adalah orang yang hina. Menjadi pantang bagi orang yang beriman merendahkan diri kepada orang hina seperti demikian. Yaitu orang yang
“Sangat awas apabila tersinggung harta beridanya. Tetapi apabila agamanya yang tersinggung dia tidak merasakan apa-apa."
“Dan menyeru untuk berdamai, padahal kamu adalah lebih tinggi dan Allah adalah beserta kamu." Ayat ini adalah disiplin yang keras terhadap orang yang beriman bila mereka berhadapan dengan orang-orang yang disebut penentang jalan Allah itu. Kita diperingatkan bahwa perang telah mulai, yaitu perang dingin. Musuh yang jahat telah memakai manusia-manusia yang telah kehilangan kepribadian untuk jadi alatnya menghalangi agama kamu. Dalam ayat ditegaskan supaya jangan merasa bahwa orang-orang seperti ini adalah orang yang berharga buat dihormati, buat dimuliakan. Jangan! Sekali-kali jangan pergi merendahkan diri di hadapan orang yang seperti itu. Tunjukkan sikapmu bahwa kamu manusia, yaitu manusia yang mempunyai pendirian. Sekali-kali jangan timbul takut menghadapi orang yang demikian, yang mentang-mentang ada pistol tersisip di pinggangnya lalu kamu bersorak minta berdamai. Kamu adalah lebih tinggi, sebab kamu mempunyai aqidah, mempunyai pendirian. Kamu lebih tinggi di sisi Allah karena yang kamu pertahankan ialah agama Allah, taat kepada Allah dan taat kepada Rasul. Lantaran taatmu kepada Allah maka Allah pun beserta kamu pula, bukan beserta mereka.
“Dan sekali-kali Dia tidak akan menelantankan amalan-amalan kamu."
Yakni Allah pun menjamin bahwa Dia tidak akan membiarkan amalanmu terlantar.
Ayat 36
“Sesungguhnya kehidupan dunia itu, lain tidak hanyalah permainan dan senda gurau belaka."
Itulah ungkapan yang tepat dalam hal ihwal dunia ini yang telah diungkapkan oleh Al-Qur'an. Tidak ada yang sungguh-sungguh,
tidak lebih daripada sandiwara tetapi sandiwara yang terpokok mahal sekali.
Orang berpidato berapi-api mempertahankan budi pekerti, namun semua orang tahu bahwa yang berpidato itu sendiri adalah seorang yang berbudi sama saja dengan binatang.
Orang memberi nasihat kepada orang lain agar hiduplah dengan sederhana padahal semua orang pun tahu bahwa dia sendiri jauh daripada kesederhanaan, bahkan berlipat ganda dari kemewahan. Dan orang mem-perbuat berbagai perjanjian, di antara bangsa dan bangsa, di antara negara dan negara. Namun kalau terlengah sedikit saja, perjanjian itu mudah saja diubah oleh satu pihak. Jika yang mengubahnya itu, sengaja atau tidak sengaja adalah pihak yang lemah, banyaklah teguran datang kepada dirinya. Sebabnya tidak lain ialah karena dia lemah. Tetapi kalau dilanggar oleh yang kuat, si lemah tadi tidak berani membuka mulut buat menegur, sebab yang akan ditegur itu adalah orang kuat.
Maka dunia sebagai permainan dan senda gurau itu akan kelihatanlah dengan nyata dan jelas dalam segala lapangan dari kehidupan ini. Sampai dengan diaturnya berbagai etika, berbagai peraturanyangtidakboleh dilanggar, ketika menyerahkan surat-surat kepercayaan, ketika mengangkat menjadi Dean atau yang paling tua di antara duta-duta besar, menjadi kepala dari sekalian duta, siapa yang berhak duduk dekat kepala negara, siapa yang di sebelah kanan, siapa yang di sebelah kiri. Siapa yang didahulukan dan siapa yang dikemudiankan; semuanya diatur dengan protokol yang teratur dan tidak boleh dilanggar. Dan semuanya itu adalah permainan yang mesti dijaga dengan baik, jangan terjadi sumbang dan salah. Semuanya itu adalah senda gurau, tetapi tidak boleh dipandang enteng. Tetapi Allah pun menunjukkan pula suatu jalan yang harus ditempuh agar etika dan protokol terlalu mengikat kita, permainan jangan dianggap terlalu memberatkan diri, demikian juga senda gurau. Allah berfirman selanjutnya,
“Dan jika kamu beriman dan kamu bertakwa, niscaya akan Dia berikan pahala-pahala kamu dan Dia tidaklah meminta harta-harta kamu"
Ujung ayat ini adalah menghilangkan kegembiraan para diplomat jika kiranya mereka tidak dapat membawakan permainan dengan selengkapnya dan jika tidak pandai bersenda gurau atau bermain komedi di antara sesama diplomat. Yang sangat panting dibawa ke tengah medan ialah rasa iman dan takwa kepada Allah. Rasa iman dan takwa sangat memengaruhi pertumbuhan pribadi seseorang. Dia menjadi yang paling tinggi bila bercampur dengan yang banyak karena imannya. Dia bukan fanatik mentang-mentang dia beriman, namun dia menjadi tempat mencontoh teladan bagi yang lain. Di ujung ayat ini Allah memberikan jaminan bahwa orang yang beriman dan bertakwa, baik yang duduk dalam corps diplomatik, orang-orang politisi dan ahli siasat, bahwa dia akan menguasai jalannya pertemuan karena iman yang memancarkan cahaya dan wajahnya yang cerah selalu. Dia akan memberikan suri dan teladan. Dia tidak terikat terlalu berat oleh tetek berigek berkecil-kecil, sebab hatinya yang ikhlas kepada Allah,
Selanjutnya Allah berfirman,
Ayat 37
“Jika dia meminta kepada kamu dan mendesak kamu niscaya akan bakhillah kamu dan akan dilahirkannyalah kebusukan kamu."
Ini pun sebagai akibat dari dunia yang penuh dengan permainan dan senda gurau tadi. Pada pokoknya manusia yang bergelimang dalam dunia diplomatik itu adalah bakhil. Kalau mereka diatur secara organisasi mengeluarkan uang sekian tiap waktu, tiap bulan atau tiap tahun, mereka akan segan mengeluarkan, mereka akan bakhil, karena berat sekali akan bercerai dengan uang. Tetapi kalau sedang
berkumpul beramal-ramai banyak yang bisa diputuskan hendak mengeluarkan uang. Asal akan menjaga gengsi atau prestise, uang itu akan keluar. Tetapi kalau akan terus-menerus keluar uang, yang tidak akan membawa keuntungan bagi gengsi dan prestise, uang itu sukar benar keluarnya. Ini dapat kita buktikan pada kejadian di Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) sendiri, suatu badan permanen sedunia, telah berkumpul segala kerajaan dan segala pemerintahan. Hampir semuanya berutang, bahkan ada yang berutang bertumpuk-tumpuk, karena bakhil sukar membayar iuran yang telah diputuskan bersama. Maka tepatlah apa yang disebutkan Allah di ujung ayat, bahwa di waktu itulah kelihatan kebusukan mereka, kecurangan, manis mulut, murah di mulut tetapi mahal di timbangan, sehingga bertambah terbukti pangkal ayat 36 tadi bahwa dunia ialah tempat permainan dan senda gurau.
Ayat 38
“Inilah kamu! Kamu semuanya!"
Inilah perangai kamu sebagai manusia, sebagai kelemahan yang ada pada kamu, pada umumnya. Yang kalau tidak dikendalikan diri oleh iman dan takwa sebagai tersebut di atas tadi, akan hanyutlah politik suatu negara dalam arus permainan dan senda gurau."Telah diseru kamu untuk membelanjakan hartamu pada jalan Allah maka setengah daripada kamu ada yang kikir." Dalam pertemuan-pertemuan bersama selalu hadir, tetapi kalau diminta pengorbanan, dia diam dalam 1.000 bahasa!"Maka barangsiapa yang kikir," barangsiapa yang bakhil, yang sukar benar keluar uang, padahal untuk kepentingan pribadi mudah saja menghabiskan harta berida negara,"lain tidak kikirnya itu adalah terhadap dirinya sendiri." Artinya ialah bahwa orang yang kikir, kedekut, bakhil, bukanlah dia menguntungkan melainkan merugikan. Orang yang bakhil menjadi buah olok-olok orang. Perangai ini menjadi celaan kalau bertemu pada suatu diri pribadi, dan lebih tercela lagi, menurunkan derajat martabat bangsa, bila dia bertemu pada suatu bangsa."Dan Allah adalah Mahakaya dan kamu adalah sangat fakir." Peringatan ini adalah dibagikan Allah kepada manusia di dalam suatu ungkapan yang sedikit ini amat penting artinya dari Allah untuk mendidik manusia menghilangkan penyakit jiwa yang bernama bakhil. Dalam ungkapan ini Allah memberi peringatan bahwasanya yang sebenar kaya raya adalah Allah. Adapun kita manusia ini tidaklah mempunyai apa-apa. Oleh sebab itu, setengah ahli tasawuf membuat arti tasawuf yang sangat mendalam. Ketika orang bertanya apakah arti tasawuf, ahli itu telah menjawab,
“Orang sufi ialah yang tidak mempunyai apa-apa dan tidak dipunyai apa-apa."
Apabila manusia telah merasakan bahwa sesuatu barang, suatu harta, kekayaan emas dan perak dan uang, dia yang punya, akan timbullah bakhilnya. Tetapi apabila dia insaf bahwa segala sesuatu ini tidak ada yang dia punya, bahkan nyawanya sendiri dan raganya tidak juga dia yang empunya, sampai dia tidak dapat menahan jika Allah hendak mencabut nyawanya dan hendak menyakitkan dan menyenangkan badannya, niscaya tidaklah ada harta berida itu yang akan melekat dalam hatinya.
Kalau manusia telah insaf bahwasanya tidak semiang jua pun harta berida dalam dunia ini yang dipunyai oleh manusia, tidaklah akan ada bakhil lagi.
Di sinilah kita teringat seorang pahlawan Islam yang besar, yaitu Sultan Shalahuddin al-Ayyubi, yang termasyhur gagah berani di dalam peperangan, menimbulkan gentar pada musuh-musuhnya orang Nasrani yang hendak menguasai negeri-negeri orang Islam, sampai 90 tahun lamanya Jerusalem (Palestina), dalam jajahan mereka. Maka Shalahuddin al-Ayyubi yang gagah perkasa telah dapat mengembalikan kemuliaan kaum Muslimin, memerdekakan tanah-tanah yang terjajah itu kembali ke tangan orang islam. Maka dia kurbankanlah harta berida kepunyaan ke-rajaan yang jatuh ke dalam kekuasaannya. Didirikannya beriteng-beriteng pertahanan yang kuat-kuat dan kukuh, di mana-mana. Baik di Mesir ataupun di Syam. Tetapi ketika sampailah ajal beliau dan beliau pun meninggal dunia, dibuka oranglah perberidaharaan dan kekayaan pusaka beliau. Setelah dibuka perberidaharaan istana, beratus orang-orang besar melihat dengan mata kepala sendiri bahwa kas negara kosong, tidak ada uang hatta pun untuk pembeli kafan pembungkus jenazah beliau. Ahli tarikh terkenal, yang sengaja menulis sejarah Shalahuddin al-Ayyubi (Sultan Saladin menurut ejaan orang Barat), menerangkan bahwa tidak ada kain kafan dan tidak ada dalam perberidaharaan beliau uang buat pembelinya. Lalu diambil keputusan bahwa raja-raja yang memerintah di bawah naungan beliau bersepakat mengadakan pungutan iuran (gotong royong) menyediakan peralatan kafan dan lain-lain bagi kepentingan menguburkan mayat beliau.
Sekarang kalau kita mengembara baik ke Mesir atau ke Syam atau ke negeri Naubah (Sudan) atau ke Yaman, yaitu daerah-daerah luas yang semasa beliau telah dimerdekakan dari serbuan musuh, daerah luas yang sekarang masing-masingnya itu diperintah oleh pemerintahan sendiri-sendiri, niscaya akan bertemulah bekas binaan Shalahuddin, bekas pembangunan Shalahuddin. Di Mesir sendiri akan bertemu sebuah tembok tebal, kira-kira satu depa atau lebih tebalnya dan panjangnya lebih dari satu kilometer, yaitu dinding perberitengan Shalahuddin. Demikian juga di negeri-negeri yang lain. Di Damaskus akan bertemu bekas takiyah (rumah pe-meliharaan orang miskin), di Yaman akan ada lagi, demikian juga di Naubah, yaitu bekas peninggalan Shalahuddin. Sedang kafan untuk pembungkus jenazah beliau dipergotongro-yongkan bersama karena beliau tidak sempat memikirkan itu.
Akhirnya sebagai penutup ayat atau penutup surah, Allah berfirman,"Dan jika kamu berpaling/' artinya kamu berpaling karena telah kamu tinggalkan pendirian yang asli itu, yaitu mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan diri sendiri, mengingat bahwa manusia sebagai pribadi tidak mempunyai apa-apa dan tidak dipunyai apa-apa, kalau pendirian ini telah ditinggalkan."Niscaya akan Dia ganti kamu dengan kaum yang lainj' kaum yang lain itu ialah yang sanggup memegang teguh amanah Allah yang sanggup mewarisi kekayaan itu.
“Dan mereka yang lain itu tidaklah akan menyerupai kamu."
Selesai tafsir surah Muhammad ﷺ.