Ayat

Terjemahan Per Kata
فَمَن
maka barang siapa
يُرِدِ
menghendaki
ٱللَّهُ
Allah
أَن
bahwa
يَهۡدِيَهُۥ
memberikan petunjukNya
يَشۡرَحۡ
Dia melapangkan
صَدۡرَهُۥ
dadanya
لِلۡإِسۡلَٰمِۖ
untuk Islam
وَمَن
dan barang siapa
يُرِدۡ
Dia kehendaki
أَن
bahwa
يُضِلَّهُۥ
Dia menyesatkannya
يَجۡعَلۡ
Dia akan menjadikan
صَدۡرَهُۥ
dadanya
ضَيِّقًا
sempit
حَرَجٗا
kesukaran
كَأَنَّمَا
seakan-akan
يَصَّعَّدُ
ia mendaki
فِي
di/ke
ٱلسَّمَآءِۚ
langit
كَذَٰلِكَ
demikianlah
يَجۡعَلُ
menjadikan
ٱللَّهُ
Allah
ٱلرِّجۡسَ
kekejian
عَلَى
atas
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
لَا
tidak
يُؤۡمِنُونَ
mereka beriman
فَمَن
maka barang siapa
يُرِدِ
menghendaki
ٱللَّهُ
Allah
أَن
bahwa
يَهۡدِيَهُۥ
memberikan petunjukNya
يَشۡرَحۡ
Dia melapangkan
صَدۡرَهُۥ
dadanya
لِلۡإِسۡلَٰمِۖ
untuk Islam
وَمَن
dan barang siapa
يُرِدۡ
Dia kehendaki
أَن
bahwa
يُضِلَّهُۥ
Dia menyesatkannya
يَجۡعَلۡ
Dia akan menjadikan
صَدۡرَهُۥ
dadanya
ضَيِّقًا
sempit
حَرَجٗا
kesukaran
كَأَنَّمَا
seakan-akan
يَصَّعَّدُ
ia mendaki
فِي
di/ke
ٱلسَّمَآءِۚ
langit
كَذَٰلِكَ
demikianlah
يَجۡعَلُ
menjadikan
ٱللَّهُ
Allah
ٱلرِّجۡسَ
kekejian
عَلَى
atas
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
لَا
tidak
يُؤۡمِنُونَ
mereka beriman
Terjemahan

Maka, siapa yang Allah kehendaki mendapat hidayah, Dia akan melapangkan dadanya untuk menerima Islam. Siapa yang Dia kehendaki menjadi sesat, Dia akan menjadikan dadanya sempit lagi sesak seakan-akan dia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.
Tafsir

(Siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk niscaya Dia melapangkan dadanya untuk memeluk agama Islam) dengan cara menyinarkan nur hidayah ke dalam dadanya sehingga dengan sadar ia mau menerima Islam dan mau membuka dadanya lebar-lebar untuk menerimanya. Demikianlah sebagaimana yang telah disebutkan dalam suatu hadis. (Dan siapa yang dikehendaki) Allah (kesesatannya niscaya Allah menjadikan dadanya sesak) dengan dibaca takhfif dan tasydid yakni merasa sempit untuk menerimanya (lagi sempit) terasa amat sempit; dengan dibaca kasrah huruf ra-nya menjadi sifat dan dibaca fathah sebagai mashdar yang diberi sifat dengan makna mubalaghah (seolah-olah ia sedang mendaki) menurut suatu qiraat dibaca yashsha`adu di dalam kedua bacaan tersebut berarti mengidgamkan ta asal ke dalam huruf shad. Menurut qiraat lainnya dengan dibaca sukun huruf shad-nya (ke langit) apabila iman dipaksakan kepadanya karena hal itu terasa berat sekali baginya. (Begitulah) sebagaimana kejadian itu (Allah menimpakan siksa) yakni azab atau setan, dengan pengertian azab atau setan itu menguasainya (kepada orang-orang yang tidak beriman).
Tafsir Surat Al-An'am: 125
Barang siapa yang dikehendaki Allah akan mendapat hidayah (petunjuk), Dia akan melapangkan dadanya untuk memeluk agama Islam. Dan barang siapa yang dikehendaki Allah menjadi sesat, Dia menjadikan dadanya sesak dan sempit, seakan-akan ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa pada orang-orang yang tidak beriman.
Ayat 125
Firman Allah ﷻ: “Barang siapa yang dikehendaki Allah akan mendapat hidayah (petunjuk), Dia akan melapangkan dadanya untuk memeluk agama Islam.” (Al-An'am: 125)
Yaitu memudahkan jalan baginya untuk memeluk Islam, memberinya semangat, serta melancarkan prosesnya. Hal ini merupakan tanda kebaikan bagi orang yang bersangkutan.
Perihalnya sama dengan makna yang terkandung di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
“Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam, lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya.” (Az-Zumar: 22), hingga akhir ayat.
“Tetapi Allah menjadikan kalian cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hati kalian serta menjadikan kalian benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus.” (Al-Hujurat: 7)
Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
“Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam.” (Al-An'am: 125)
Bahwa Allah melapangkan dadanya kepada untuk memahami ajaran tauhid dan iman kepada-Nya. Demikian hal yang sama juga dikatakan oleh Abu Malik dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang, dan pengertian ini sangat jelas.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ats-Tsauri, dari Amr ibnu Qais, dari Amr ibnu Murrah, dari Abu Ja'far yang mengatakan bahwa Nabi ﷺ pernah ditanya, "Orang beriman manakah yang paling cerdas akalnya?" Nabi ﷺ menjawab: “Orang yang paling banyak mengingat mati di antara mereka dan yang paling banyak membekali dirinya untuk kehidupan sesudah mati.”
Dan Nabi ﷺ pernah ditanya mengenai makna firman-Nya:
“Barang siapa yang dikehendaki Allah akan mendapat hidayah (petunjuk), Dia akan melapangkan dadanya untuk memeluk agama Islam.” (Al-An'am: 125)
Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan melapangkan dadanya?" Rasulullah ﷺ bersabda: “Itu adalah nur yang dipancarkan ke dalam hatinya, sehingga hati orang yang tersebut menjadi lapang dan mau menerimanya.
Mereka bertanya, "Apakah ada tanda-tanda yang menunjukkan hal tersebut?" Rasulullah ﷺ menjawab melalui sabdanya: “Selalu mengingat akhirat, menjauhi godaan dunia,dan membekali diri untuk menghadapi kematian sebelum maut datang menjemputnya.”
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hannad, telah menceritakan kepada kami Qubaisah, dari Sufyan (yakni Ats-Tsauri), dari Amr ibnu Murrah, dari seorang lelaki yang dijuluki dengan panggilan Abu Ja'far tinggal di Madain, bahwa Rasulullah ﷺ pernah ditanya mengenai makna firman-Nya:
“Barang siapa yang dikehendaki Allah akan mendapat hidayah (petunjuk), Dia akan melapangkan dadanya untuk memeluk agama Islam.” (Al-An'am: 125)
Kemudian disebutkan hadits yang semisal dengan hadits di atas. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Ibnu Idris, dari Al-Hasan ibnu Furat Al-Qazzaz, dari Amr ibnu Murrah, dari Abu Ja'far yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ membacakan firman-Nya:
“Barang siapa yang dikehendaki Allah akan mendapat hidayah (petunjuk), Dia akan melapangkan dadanya untuk memeluk agama Islam.” (Al-An'am: 125)
Lalu Rasulullah ﷺ bersabda: "Ketika iman telah masuk ke dalam kalbu, maka kalbu akan menjadi lapang dan senang menerimanya.” Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah hal tersebut ada tanda-tandanya?” Rasulullah ﷺ menjawab, "Ya, yaitu selalu ingat kepada hari kembali ke alam akhirat, menjauhi godaan duniawi yang menyesatkan, dan mempersiapkan diri untuk kematian sebelum maut datang kepadanya."
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Siwar ibnu Abdullah Al-Anbari, telah menceritakan kepada kami Al-Mu'tamir ibnu Sulaiman, bahwa ia pernah mendengar ayahnya menceritakan hadits dari Abdullah ibnu Murrah, dari Abu Ja'far, kemudian disebutkan hadits yang semisal.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Khalid Al-Ahmar, dari Amr ibnu Qais, dari Amr ibnu Murrah, dari Abdullah ibnu Miswar yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ membaca ayat berikut, yaitu firman-Nya:
“Barang siapa yang dikehendaki Allah akan mendapat hidayah (petunjuk), Dia akan melapangkan dadanya untuk memeluk agama Islam.” (Al-An'am: 125)
Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan kelapangan ini?” Rasulullah ﷺ bersabda: "Itu adalah nur yang dimasukkan ke dalam kalbu orang yang." Mereka bertanya, "Apakah hal tersebut mempunyai tanda untuk mengetahuinya?" Rasulullah ﷺ menjawab, "Ya." Mereka bertanya, "Apakah tanda-tanda itu?" Rasulullah ﷺ bersabda: “Selalu ingat akan hari kembali ke alam kekekalan (hari akhirat), menjauhi perkara duniawi yang memperdayakan, dan bersiap-siap untuk mati sebelum maut datang.”
Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepadaku Hilal ibnul Ala, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Abdul Malik ibnu Waqid, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Muslim, dari Abu Abdur Rahman, dari Zaid ibnu Abu Anisah, dari Amr ibnu Murrah, dari Abu Ubaidah ibnu Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Apabila nur masuk ke dalam kalbu, maka dada itu akan terasa lapang dan lega.” Mereka bertanya, "Apakah hal tersebut ada tanda tandanya?" Rasulullah ﷺ menjawab: “Selalu mengingat akan hari kembali ke alam kekekalan (hari akhirat), menghindari keduniawian yang memperdayakan, dan bersiap-siap untuk mati (berbekal untuk mati) sebelum maut datang menjemput.”
Ibnu Jarir meriwayatkan melalui jalur lain dari Ibnu Mas'ud secara muttasil dan marfu. Ia mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ibnu Sinan Al-Fazzaz, telah menceritakan kepada kami Mahbub ibnul Hasan Al-Hasyim dari Yunus, dari Abdur Rahman ibnu Ubaidillah ibnu Atabah, dari Abdullah ibnu Mas'ud dari Rasulullah ﷺ sehubungan dengan firman-Nya:
“Barang siapa yang dikehendaki Allah akan mendapat hidayah (petunjuk), Dia akan melapangkan dadanya untuk memeluk agama Islam.” (Al-An'am: 125)
Mereka (para sahabat) bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah proses pelapangan dadanya?" Rasulullah ﷺ bersabda: “Nur masuk ke dalam kalbunya, lalu kalbunya menjadi lapang.” Mereka bertanya, "Apakah hal tersebut ada tandanya, wahai Rasulullah?" Rasulullah ﷺ menjawab: “Menjauhi dari urusan keduniawian yang memperdayakan, dan selalu ingat akan hari kembali ke alam kekekalan (hari akhirat), serta bersiap-siap menghadapi kematian sebelum maut datang menjemputnya.” Demikianlah jalur-jalur hadits ini, sebagiannya ada yang mursal, sebagian lainnya muttasil, sebagian darinya memperkuat sebagian yang lain.
Firman Allah ﷻ: “Dan barang siapa yang dikehendaki Allah menjadi sesat, Dia menjadikan dadanya sesak dan sempit.” (Al-An'am: 125)
Lafal “dhoyyiqan” ada yang membacanya “dhoyqan” tanpa tasydid, yakni dengan huruf ya yang di-sukun-kan, tetapi kebanyakan ulama ahli qiraat membacanya “dhoyyiqan.”
Kedua qiraat ini sama seperti dengan dua lafal “hainin” dan “hayyin.”
Menurut apa yang dikatakan oleh As-Suddi, sebagian ulama membaca “harijan” yang artinya berdosa. Menurut pendapat yang lain bermakna seperti pada qiraat lainnya, yaitu “harijan, yang artinya tidak dapat menerima suatu hidayah dan tidak dapat menyerap sesuatu yang bermanfaat, yaitu berupa iman. Maksudnya, cahaya iman tidak dapat menembus hatinya.
Sahabat Umar ibnul Khattab pernah bertanya kepada seorang lelaki dari kalangan orang-orang Arab Badui dari Bani Mudlij mengenai makna al-harijah. Maka lelaki Badui itu menjawab bahwa harijah ialah sejenis pohon yang terletak di antara pepohonan lainnya, tetapi sulit dicapai oleh ternak gembala, sulit pula dicapai oleh hewan liar. Dengan kata lain, tiada sesuatu pun yang dapat mencapainya. Demikian pula kalbu orang-orang munafik, tiada suatu kebaikan pun yang dapat mencapai (menembus)nya. Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Allah menjadikan Islam terasa sempit bagi mereka, padahal Islam luas.
Seperti yang diungkapkan-Nya dalam firman-Nya:
“Dan Dia tidak menjadikan kesempitan untuk kalian dalam agama.” (Al-Hajj: 78)
Yakni Allah tidak menjadikan kepada kalian agama Islam sebagai suatu kesempitan.
Mujahid dan As-Suddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
“Sesak dan sempit.” (Al-An'am: 125)
Yaitu sakit.
‘Atha’ Al-Khurrasani mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
“Sesak dan sempit.” (Al-An'am: 125)
Maksudnya, tiada jalan masuk bagi cahaya kebaikan untuk menembusnya.
Ibnul Mubarak meriwayatkan dari Ibnu Juraij sehubungan dengan makna firman-Nya:
“Sesak dan sempit.” (Al-An'am: 125)
Yakni tidak dapat menerima kalimah 'Tidak ada Tuhan selain Allah'. Kalimah ini tidak dapat masuk ke dalam kalbunya, bagaikan sulitnya orang yang mencoba naik ke langit.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
“Niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit.” (Al-An'am:125)
Bahwa hidayah tidak dapat masuk ke dalam kalbunya, melainkan hanya kesulitan yang dijumpainya.
As-Suddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “Seakan-akan ia sedang mendaki ke langit.” (Al-An'am: 125) Karena dadanya terasa sempit.
‘Atha’ Al-Khurrasani mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
“Seakan-akan ia sedang mendaki ke langit.” (Al-An'am: 125)
Bahwa perumpamaan orang tersebut sama dengan orang yang tidak sanggup untuk naik ke langit.
Al-Hakam ibnu Aban telah meriwayatkan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:
“Seakan-akan ia sedang mendaki ke langit.” (Al-An'am: 125) Bahwa sebagaimana seorang manusia yang tidak mampu mencapai langit, maka tauhid dan iman tidak mampu pula masuk ke dalam kalbunya, kecuali jika Allah sendiri yang memasukkannya.
Al-Auza'i telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
“Seakan-akan ia sedang naik ke langit.” (Al-An'am: 125)
Yakni mana mungkin seseorang yang memiliki hati yang sempit menjadi seorang muslim.
Imam Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan bahwa hal ini merupakan suatu perumpamaan yang dibuat oleh Allah untuk menggambarkan betapa sulitnya iman sampai kepada kalbu orang kafir.
Ibnu Jarir mengatakan, sikap orang kafir yang menolak, tidak mau menerima iman dan kesempitan kalbunya untuk dapat menerima iman, diumpamakan seperti dengan keengganannya untuk naik ke langit dan ketidakmampuannya untuk melakukan hal tersebut, karena sebenarnya itu memang tidak akan mampu dilakukannya dan di luar kemampuannya.
Ibnu Jarir mengatakan pula sehubungan dengan makna firman-Nya:
“Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.” (Al-An'am: 125)
Sebagaimana Allah menjadikan dada orang yang Dia kehendaki kesesatannya menjadi sesak lagi sempit, maka Allah menjadikan syaitan berkuasa terhadapnya dan kepada orang-orang yang sama dengannya dari kalangan orang-orang yang menolak untuk beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Lalu setan menyesatkannya dan menghalang-halanginya dari jalan Allah.
Ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna “rijsun” dalam ayat ini ialah setan.
Mujahid mengatakan, “rijsun” artinya setiap sesuatu yang tidak ada suatu kebaikan pun di dalamnya.
Menurut Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, “rijsun” artinya azab.
Tugas para nabi adalah menyampaikan pesan-pesan Allah kepada masyarakat. Di antara masyarakat itu ada yang mendapatkan hidayah dan ada pula yang memilih kekufuran. Hidayah dan kekufuran adalah hak Allah sebagaimana juga risalah. Bedanya kalau hidayah itu harus diminta, sementara risalah adalah anugerah dan pemberian Allah semata kepada seseorang yang dipilih-Nya. Barang siapa dikehendaki Allah akan mendapat hidayah atau petunjuk, Dia akan membukakan dadanya untuk menerima Islam, yaitu pintu hatinya terbuka untuk menerima Islam atau cahaya yang datang dari Allah yang dengannya seseorang bisa melihat kebenaran, kemudian mengikuti kebenaran itu dengan memeluk Islam. Dan barang siapa dikehendaki-Nya menjadi sesat, dengan kesadarannya sendiri dia memilih kekafiran dan meninggalkan kebenaran, maka Dia jadikan dadanya sempit dan sesak sehingga tidak ada celah sedikit pun untuk masuknya kebenaran di hatinya, seakan-akan dia sedang mendaki ke langit. Demikianlah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman. Namun demikian, Allah tidak akan menyiksa satu kaum kecuali setelah diperlihatkan kepada mereka tandatanda kebenaran, tetapi mereka secara sadar enggan menerimanya.
Kemudian Allah menjelaskan tentang jalan kehidupan yang benar. Dan inilah jalan Tuhanmu yang lurus, yaitu agama Islam yang diridai Allah. Sungguh Kami telah menjelaskan ayat-ayat Kami yang ada di dalam Al-Qur'an, berupa janji dan ancaman, halal dan haram, pahala dan siksa, dan lain-lainnya kepada orang-orang yang menerima peringatan.
Jika ada orang yang berjiwa besar dan terbuka hatinya untuk menerima kebenaran agama Islam, maka yang demikian itu disebabkan karena Allah hendak memberikan petunjuk kepadanya. Oleh karena itu, dadanya menjadi lapang untuk menerima semua ajaran Islam, baik berupa perintah maupun larangan.
Diriwayatkan bahwa Rasulullah pernah ditanya tentang "kelapangan dada" yang dimaksud dalam ayat ini, lalu beliau menjawab, "Itulah gambaran cahaya Ilahi yang menyinari hati orang mukmin, sehingga menjadi lapanglah dadanya." Para sahabat bertanya lagi, "Apakah yang demikian itu ada tanda-tandanya?" Nabi ﷺ menjawab, "Ada tanda-tandanya, yaitu selalu condong kepada akhirat, selalu menjauhkan diri dari tipu daya dunia dan selalu bersiap-siap untuk menghadapi kematian." (Riwayat Ibnu Abi Hatim dari Abdullah bin Mas'ud)
Jika demikian sifat-sifat orang mukmin yang berlapang dada disebabkan oleh cahaya iman yang masuk ke dalam hatinya, maka sebaliknya orang yang dikehendaki Allah untuk hidup dalam kesesatan, dadanya dijadikan sesak dan sempit seolah-olah ia sedang naik ke langit yang hampa udara. Apabila ia diajak untuk berfikir tentang kebenaran dan tafakur tentang tanda-tanda keesaan Allah, maka disebabkan oleh kesombongan dalam hatinya, ia menolak karena perbuatan itu tidak sesuai dengan hawa nafsunya. Hasrat untuk mengikuti kebenaran melemah, dan setiap anjuran agama dirasakannya sebagai suatu beban yang berat yang tidak dapat dipikulnya. Gambaran orang serupa itu adalah seperti orang yang sedang naik ke langit. Semakin tinggi ia naik, semakin sesak nafasnya karena kehabisan oksigen, sehingga ia terpaksa turun kembali untuk menghindarkan diri dari kebinasaan.
Dalam ayat ini, Allah memberikan sebuah perumpamaan, agar benar-benar diresapi dengan perasaan yang jernih. Demikianlah Allah menjadikan kesempitan dalam hati orang-orang yang tidak beriman, karena kekafiran itu seperti kotoran yang menutup hati mereka, sehingga ia tidak menerima kebenaran. Keadaan ini dapat disaksikan pada tingkah laku mereka dalam kehidupan sehari-hari yang selalu menjurus kepada kejahatan.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 125
“Dan, barangsiapa yang dikehendaki Allah hendak memberinya petunjuk, niscaya akan Dia bukakan dadanya buat (menerima) islam."
Ayat ini membuka pintu kesempatan yang besar bagi setiap insan yang cinta akan kebe-naran. Bagaimana seseorang diselubungi dosa dan syirik dan kegelapan selama ini, satu waktu jika petunjuk datang, wajah hidupnya bisa saja berubah. Yang penting ialah penerangan agama yang diterimanya. Oleh sebab itu, Rasulullah ﷺ diperintah Allah menyampaikan seruan Allah dengan sebaik-baik penyampaian. Dengan demikian, memberikan dakwah agama hendaklah dengan memakai tiga peringatan. Pertama, dengan hikmah. Kedua, dengan mau'izhah hasanah, memberikan pengajaran secara baik. Ketiga, wa jadil hum biliati hiya ahsan, bertukar pikiran (berdiskusi) bersama mereka dengan jalan yang sebaik-baiknya.
Di dalam dasar jiwa tiap-tiap manusia tersembunyi sesuatu yang baik. Kalau bukan karena jiwa telah sakit benar, kebaikan di dasar jiwa itu bisa dibangkitkan kembali. Kalau mereka mendengarkan keterangan yang baik tentang agama dari ahli dakwah atau muba-ligh yang berpengertian dan berpengalaman, mereka bisa menerima. Dada mereka bisa terbuka buat menerima Islam. Sebab, sebenarnyalah bahwa tiap-tiap manusia yang berakal sangat menginginkan pegangan hidup yang akan mereka pegang teguh, hidup yang akan dipakai, mati yang akan ditumpang.
Di dalam ayat ini difirmankan Allah bahwa kalau Allah menghendaki agar seseorang mem-peroleh petunjuk, niscaya dilapangkanlah atau dibukakanlah dadanya untuk menerima Islam. Ayat ini bagi orang yang beriman akan menambah imannya, selalu dia memohon kepada Allah agar ditunjuki dan dibuka dadanya, dibuka mata hatinya menerima kebenaran.
Kalau kita melihat seorang kejam, jahat, dan kasar tampaknya, janganlah kita tergesa berburuk sangka kepadanya, menyangka kalau orang ini akan sukar menerima kebenaran. Kalau hati orang ini terkena oleh Islam, sikapnya yang tegas dan gagah dan kelihatan kasar itu, pastilah dia akan menjadi pahlawan menegakkan agama.
Kita lihat contohnya pada diri Umar bin Khaththab sendiri. Pada mulanya, dia amat benci kepada Rasul dan para pengikutnya sehingga dia bermaksud hendak membunuh mereka, apalagi setelah dia tahu banyak di antara mereka telah hijrah ke Habsyi dan telah banyak perselisihan timbul di antara orang berkeluarga. Namun, setelah dia dapat membaca ayat-ayat pertama dari surah Thaahaa yang pada tangan adik kandung perempuannya yang rupanya telah masuk Islam, terbukalah dadanya dan datanglah petunjuk sehingga pada saat itu juga dia menyatakan diri hendak berjumpa dengan Nabi, dan setelah berjumpa langsung mengucapkan dua kalimat syahadat. Sejak hari itu, bertambah majulah dia dalam keislaman sehingga menjadi Muslim yang sangat penting sampai diberi gelar kehormatan oleh Rasulullah ﷺ, yaitu ‘Al-Faruuq", artinya orang yang sanggup memisahkan dan membedakan mana yang hak dan mana yang batil.
Sikap kasarnya dahulu, kerasnya pada pendirian, dan tidak mau bertolak angsur di dalam mempertahankan pendirian, tetap menjadi bentuk jiwanya setelah dia menjadi Muslim. Dan, dengan sikap jiwa yang demikian pula dia menegakkan agama Islam sehingga memperkukuh Islam setelah Rasulullah ﷺ dan khalifah pertama. Abu Bakar ash-Shiddiq, meninggal dunia.
Alhasil, jika dada telah terbuka menerima Islam, segala bakat dan bawaan diri pada zaman jahiliyyah atau zaman kafir, akan berkembang dengan indah di bawah pimpinan Islam.
“Dan barangsiapa yang Dia kehendaki menyesatkan nya, Dia jadikanlah dadanya sempit picik, seakan-akan dia akan meningkat ke langit"
Contoh ini pun bertemu dengan Abu Jahal tadi. Adapun tentang kebesaran, sombong, kekerasan hati, disegani orang banyak, samalah kedudukan Umar bin Khaththab dengan Abu Jahal pada zaman jahiliyyah itu sehingga Rasulullah ﷺ pernah memohonkan kepada Allah supaya Islam diberi kekuatan dengan salah seorang dari kedua orang itu. Abu Jahal pun pernah beberapa malam berturut-turut pergi sembunyi-sembunyi mendengarkan Nabi ﷺ membaca Al-Qur'an di dalam rumahnya. Namun, sedikit pun tidak membekas ke dalam hatinya hendak menerima Islam. Ketika ditanyai orang, dia pun pernah mengakui terus terang bahwa Muhammad ﷺ itu bukanlah seorang pendusta. Umar membaca Al-Qur'an di rumah adiknya hanya satu kali, tetapi yang satu kali itu sudah cukup buat meresap ke dalam jiwanya. Abu Jahal mendengar sampai tiga kali, dan hati kecilnya payah buat menolak kebenarannya. Akan tetapi, karena hawa nafsu yang pantang kerendahan, karena takut kalau kalau Bani Abdu Manaf akan mengalahkan Bani Mukhzum, yaitu kabilahnya sendiri dalam perebutan pengaruh, berkeraslah Abu Jahal mempertahankan yang batil. Dengan demikian, ditakdirkan Allah-lah dia menjadi pemimpin kekafiran sampai tewasnya di medan Perang Badar. Sempit hatinya buat menerima Islam, picik dadanya buat menyambut kebenaran, sebagaimana picik sempitnya dada orang yang hendak naik ke langit layaknya.
Sempit dadanya menerima kebenaran. Inilah suatu ungkapan yang tepat terhadap orang yang dirinya telah dikurung oleh hawa nafsunya sendiri. Pada hati kecilnya dia tidak dapat lagi membantah kebenaran itu. Namun, dengan keras dia menolak. Dia mau mati di dalam mem-pertahankan pendiriannya, walaupun salah. Abu Jahal sendiri sampai mati berkeras mem-pertahankan pendiriannya. Dia dahulu pernah mengakui bahwa Nabi Muhammad itu tidak berdusta. Dan, sebagaimana yang terlebih dulu pernah kita jelaskan, dia pernah mendengarkan Nabi membaca Al-Qur'an dengan sembunyi-sembunyi agar jangan diketahui oleh orang lain. Dia memang seorang yang keras hati dan keras pendirian. Itu sebabnya, Rasulullah ﷺ pernah berdoa agar Islam dimuliakan, ditinggikan martabatnya dengan salah seorang dari dua, yaitu Umar bin Khaththab atau Abu Jahal. Namun, Umar bin Khaththab yang diberikan Allah buat mengabulkan doa Nabi itu. Abu Jahal kafir sampai matinya dalam Peperangan Badar. Dia tidak mau menerima Islam atau sukar sekali Islam akan masuk ke dalam hatinya, sama dengan mendaki ke langit layaknya. Terlalu tinggi, sukar dia memanjatnya dan sesak napasnya jika dia mencoba hendak mendaki.
Misal yang sedikit ini pun, yaitu sempit dadanya seakan-akan orang yang mencoba hendak naik ke langit, selain dari mukjizat yang diberikan oleh Allah kepada rasul-Nya, Nabi Muhammad ﷺ ketika beliau melakukan Isra' dan Mi'raj, barulah di dalam abad sekarang ini, abad ke-20 Masehi (abad ke-14 Hijriyah), manusia mencoba naik ke angkasa, mulanya dengan kapal terbang, dan akhir-akhir ini telah diperbuat oleh manusia alat-alat modern untuk mengarung-ruang angkasa yang lebih tinggi karena mencoba hendak pergi ke bulan atau bintang-bintang yang lain. Ternyata bahwa memang sempit picik dada manusia kalau naik ke ruang angkasa terlebih tinggi, bahkan bisa mati karena kesempitan napas, karena di sana tidak ada lagi zat asam (oksigen) buat bernapas, terutama setelah lepas dari daya tarik bumi sehingga apabila pergi ke sana mesti disediakan zat oksigen itu untuk bernapas di sana.
“Seperti demikianlah Allah menjadikan kekotoran atas orang-orang yang tidak mau beriman."
Ujung ayat ini menjelaskan apa sebab maka dada menjadi picik sempit menerima kebenaran Islam. Sebabnya adalah karena dada itu penuh dengan berbagai kotoran sehingga udara yang bersih tidak mau lagi masuk ke dalamnya. Dosalah yang telah mengotori jiwa itu. Dalam bahasa aslinya disebut rijsun, yang kita artikan kekotoran. Ingat pula ayat 145 yang akan sampai kita bicarakan pula kelak, yaitu ketika Anda membicarakan apa sebab daging babi diharamkan. Hal itu karena babi rijsun, kotor, jijik, keji sehingga di antara segala binatang babilah yang paling kotor. Sekarang, dibawa kepada manusia. Menjadi sukar sekali mereka hendak mendaki mening-kat kemurnian Islam sebab jiwa mereka telah penuh kekotoran sehingga, walaupun bagaimana dia diajak pada kebersihan, dia akan kembali kepada yang kotor juga. Dan, kotornya rijsun perangai babi dengan perangai syirik.
Pada ayat ini disuruhlah tiap-tiap kita menilik diri sendiri. Kalau sudah mulai mendengar seruan kebenaran, sempit dan picik rasanya dada menerima, pastilah sudah mulai ada kekotoran dalam jiwa kita. Maka, hendaklah segera kita basuh kekotoran itu dengan tobat kepada Allah, jangan sampai bintik dosa yang sedikit itu meluas atau meruyak dalam hati kita. Amalan yang lahir dengan amalan yang batin mempunyai pertalian yang kuat dalam hal ini. Kita diperintahkan shalat sekurangnya lima kali sehari semalam, dan sebelum shalat kita diwajibkan berwudhu. Dengan demikian, kita pertalikan pembersihan anggota tubuh yang lahir itu dengan pembersihan hati sendiri dari segala penyakit, yang pada ayat 120 tadi sudah juga disuruh kita berawas diri darinya, yaitu dosa lahir dan dosa batin. Beberapa penyakit yang menjadi dosa batin sangat menyekat menghalangi pernapasan ruh untuk menerima kebenaran Islam. Pertama sekali ialah syirik. Selain itu, ialah takabur, sombong sehingga memandang enteng segala ajakan kepada ke-benaran sebab merasa diri lebih dari orang lain. Dan, termasuk juga di dalamnya riya, beramal karena hanya mengharapkan pujian dan penghargaan manusia. Maka, kalau selalu telah diusahakan membersihkan dada dari segala penyakit batin itu, menjadi lapanglah dia dan bisalah terbuka menerima kebenaran Islam sehingga tidak ada perintah Allah dan Rasul yarg terasa berat bagi kita memikulnya.
Ayat 126
“Dan inilah jalan Tuhan engkau, yang lurus."
Jika telah tertempuh jalan yang lurus itu niscaya akan lekaslah sampai pada yang dituju, yaitu ridha Allah. Sebab, sudah lama dimaklumi bahwasanya garis lurus ialah jarak yang paling dekat di antara dua titik. Untuk meratakan jalan lurus itulah rasul-rasul diutus, kitab-kitab diturunkan dan syari'at berdiri.
Dan, selamatlah orang yang tertempuh jalan lurus itu.
“Sesungguhnya telah Kami jelaskan ayat-ayat Kami kepada kaum yang mau ingat."
Di ujung ayat ini diterangkanlah bahwa ini adalah peringatan buat orang yang selalu mau ingat. Yadz-dzakkaruuna, selalu ingat. Sehingga, dapatlah kita mengerti bahwasanya betapa pun lurusnya jalan yang akan ditempuh itu, tetapi apabila di tengah perjalanan kita lalai dan lengah, mudah saja akan terjerumus masuk jurang. Maka, adalah ayat-ayat Allah itu diberikan sebagai peringatan-peringatan, laksana tanda-tanda yang dipasang di pinggir-pinggir jalan tentang adanya bahaya, tentang adanya bengkolan, tentang adanya jalan yang mendaki atau menurun, atau adanya jurang,sehingga orang yang tengah berjalan itu selalu ingat dan waspada, dan selalu pula menjaga kemudi, dan tidak mengantuk sehingga dia selamat menempuh jalan yang lurus itu.
“Bagi mereka adalah negeri yang sejahtera di sisi Tuhan mereka, dan Dialah penolong mereka, dengan sebab apa yang mereka amalkan"
(ayat 127)