Ayat
Terjemahan Per Kata
يَٰٓأَيُّهَا
wahai
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ءَامَنُوٓاْ
beriman
أَنفِقُواْ
belanjakanlah
مِمَّا
dari apa
رَزَقۡنَٰكُم
Kami rezkikan kepadamu
مِّن
dari
قَبۡلِ
sebelum
أَن
bahwa
يَأۡتِيَ
akan datang
يَوۡمٞ
hari
لَّا
tidak
بَيۡعٞ
jual beli
فِيهِ
didalamnya
وَلَا
dan tidak ada
خُلَّةٞ
persahabatan
وَلَا
dan tidak ada
شَفَٰعَةٞۗ
syafa'at
وَٱلۡكَٰفِرُونَ
dan orang-orang kafir
هُمُ
mereka
ٱلظَّـٰلِمُونَ
orang-orang yang dzalim
يَٰٓأَيُّهَا
wahai
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ءَامَنُوٓاْ
beriman
أَنفِقُواْ
belanjakanlah
مِمَّا
dari apa
رَزَقۡنَٰكُم
Kami rezkikan kepadamu
مِّن
dari
قَبۡلِ
sebelum
أَن
bahwa
يَأۡتِيَ
akan datang
يَوۡمٞ
hari
لَّا
tidak
بَيۡعٞ
jual beli
فِيهِ
didalamnya
وَلَا
dan tidak ada
خُلَّةٞ
persahabatan
وَلَا
dan tidak ada
شَفَٰعَةٞۗ
syafa'at
وَٱلۡكَٰفِرُونَ
dan orang-orang kafir
هُمُ
mereka
ٱلظَّـٰلِمُونَ
orang-orang yang dzalim
Terjemahan
Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah sebagian dari rezeki yang telah Kami anugerahkan kepadamu sebelum datang hari (Kiamat) yang tidak ada (lagi) jual beli padanya (hari itu), tidak ada juga persahabatan yang akrab, dan tidak ada pula syafaat. Orang-orang kafir itulah orang-orang zalim.
Tafsir
(Hai orang-orang yang beriman! Nafkahkanlah sebagian dan rezeki yang telah Kami berikan padamu), yakni zakatnya, (sebelum datang suatu hari tidak ada lagi jual beli) atau tebusan (padanya, dan tidak pula persahabatan) yang akrab dan memberi manfaat, (dan tidak pula syafaat) tanpa izin dari-Nya, yaitu di hari kiamat. Menurut satu qiraat dengan baris di depannya ketiga kata, bai`u, khullatu dan syafaa`atu. (Dan orang-orang yang kafir) kepada Allah atau terhadap apa yang diwajibkan-Nya, (merekalah orang-orang yang aniaya) karena menempatkan perintah Allah bukan pada tempatnya.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 254
Wahai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepada kalian sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafaat. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim.
Ayat 254
Melalui ayat ini Allah ﷻ memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk berinfak, yakni membelanjakan sebagian dari apa yang Allah rezekikan kepada mereka di jalan-Nya, yaitu jalan kebaikan.
Dengan demikian, berarti mereka menyimpan pahala hal tersebut di sisi Tuhan yang memiliki mereka semua; dan agar mereka bersegera melakukan hal tersebut dalam kehidupan di dunia ini, yaitu:
“Sebelum datang suatu hari.” (Al-Baqarah: 254)
Hari yang dimaksud adalah hari kiamat.
“Yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafaat.” (Al-Baqarah: 254)
Artinya, pada hari itu seseorang tidak dapat membeli dirinya sendiri; tidak dapat pula menebusnya dengan harta, sekalipun ia menyerahkannya dan sekalipun ia mendatangkan emas sepenuh bumi untuk tujuan itu.
Persahabatan yang akrab dengan seseorang tidak dapat memberikan manfaat apa pun kepada dirinya, bahkan nasabnya sekalipun, seperti yang dinyatakan di dalam firman lainnya: “Apabila sangkakala ditiup, maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya.” (Al-Muminun: 101)
Firman Allah ﷻ: “Dan tidak ada lagi syafaat.” (Al-Baqarah: 254)
Yakni tiada bermanfaat bagi mereka syafaat orang-orang yang memberikan syafaatnya.
Firman Allah ﷻ: “Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim.” (Al-Baqarah: 254)
Mubtada dalam ayat ini dibatasi oleh khabar-nya, yakni orang-orang yang benar-benar zalim di antara mereka yang datang menghadap kepada Allah adalah orang yang kafir.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dari ‘Atha’ ibnu Dinar, bahwa ia pernah berkata, "Segala puji bagi Allah yang telah berfirman: 'Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim' (Al-Baqarah: 254) dan tidak mengatakan dalam firman-Nya, 'Orang-orang zalim itulah orang-orang yang kafir'
Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan membenarkan rasul-Nya serta mengikuti petunjuknya! Infakkanlah dengan mengeluarkan sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu, baik dalam bentuk yang wajib seperti zakat maupun infak yang bersifat sunah. Bersegeralah sebelum datang hari ketika tidak ada lagi jual beli yang mendatangkan keuntungan, atau seseorang dapat membeli dirinya dengan sejumlah harta yang ia bayarkan sebagai tebusan agar dirinya tidak mendapat siksa Tuhan pada hari kiamat, ketika tidak ada lagi persahabatan yang memungkinkan seseorang membantu walau persahabatan itu sangat dekat yang dapat menyelamatkan dari azab Allah. Kalau sahabat yang sangat akrab saja tidak bisa, apalagi sahabat biasa. Dan pada hari itu tidak ada lagi syafaat pertolongan dari seseorang yang dapat meringankan azab kecuali dari orang-orang yang mendapat izin dan rida dari Allah. Orang-orang kafir itulah orang yang zalim dengan melampaui batas-batas yang telah ditetapkan oleh Allah, sebab mereka tidak menyambut baik seruan kebenaran.
Allah; tidak ada tuhan yang pantas disembah dan dipertuhan selain Dia. Yang Mahahidup, kekal, dan memiliki semua makna kehidupan yang sempurna, Yang terus menerus mengurus makhluk-Nya. Tidak seperti manusia, Dia tidak mengantuk dan tidak pula tidur, sebab keduanya adalah sifat kekurangan yang membuat-Nya tidak mampu mengurus makhluk-Nya. Milik-Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dia Yang menciptakan, memelihara, memiliki, dan bertindak terhadap semua itu. Tidak ada yang dapat memberi syafaat pertolongan di sisi-Nya tanpa izin-Nya. Dia demikian perkasa dan kuasa sehingga berbicara di hadapan-Nya pun harus setelah memperolah restu-Nya, bahkan apa yang disampaikan itu harus sesuatu yang benar. Dia mengetahui apa yang di hadapan mereka, yakni apa saja yang sedang dan akan terjadi, dan apa yang di belakang mereka, yakni sesuatu yang telah berlalu. Allah mengetahui apa yang mereka lakukan dan rencanakan, baik yang berkaitan dengan masa kini, masa lampau, atau masa depan. Dan mereka tidak mengetahui sesuatu apa pun tentang ilmu-Nya melainkan apa yang Dia kehendaki untuk mereka ketahui dengan memperlihatkan dan memberitahukannya. Kursi-Nya, yaitu kekuasaan, ilmu, atau kursi tempat kedua kaki Tuhan (yang tidak diketahui hakikatnya kecuali oleh Allah) berpijak, sangat luas, meliputi langit dan bumi. Dan jangan menduga karena kursi-Nya terlalu luas, Dia letih mengurus itu semua. Tidak! Dia tidak merasa berat maupun kesulitan memelihara keduanya, dan Dia Mahatinggi zat dan sifat-sifat-Nya jika dibanding makhluk-makhlukNya, Mahabesar dengan segala keagungan dan kekuasaan-Nya. Inilah Ayat Kursi, ayat teragung dalam Al-Qur'an karena mencakup namanama dan sifat-sifat Allah yang menunjukkan kesempurnaan zat, ilmu, kekuasaan, dan keagungan-Nya. Ayat ini dinamakan Ayat Kursi. Siapa yang membacanya akan memperoleh perlindungan Allah dan tidak akan diganggu setan.
Pada ayat ini diperintahkan kepada orang-orang yang beriman agar menafkahkan sebagian dari harta benda yang telah dilimpahkan kepada mereka untuk kepentingan diri dan keluarga, atau kepentingan masyarakat umum. Mereka harus ingat bahwa akan datang suatu hari dimana tidak akan ada lagi kesempatan bagi mereka untuk membelanjakan harta benda tersebut, sebab pada hari itu terjadi hari kiamat yang diikuti oleh hari pembalasan. Tidak ada lagi teman karib yang akan memberikan pertolongan, dan tak ada lagi orang-orang yang dapat menyelamatkan dan memberikan bantuan. Harta benda dan anak cucu pun tak dapat memberikan pertolongan apa-apa. Kecuali orang yang datang menghadap Tuhan dengan hati yang suci dan amalan yang banyak.
Orang yang tidak mau membelanjakan harta bendanya di dunia untuk kepentingan umum (fi sabilillah), adalah orang yang mengingkari nikmat Allah. Dengan demikian mereka akan menjadi orang yang zalim terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain. Zalim terhadap diri sendiri adalah karena dengan keingkaran itu dia akan mendapat azab dari Allah. Zalim terhadap orang lain, karena dia enggan memberikan hak orang lain yang ada pada harta bendanya itu, baik berupa zakat yang telah diwajibkan kepadanya, maupun sedekah dan berbagai sumbangan yang dianjurkan oleh agama.
Ada berbagai pendapat para ulama mengenai infak atau "pembelanjaan harta" yang dimaksudkan dalam ayat ini. Sebagian mengatakan bahwa yang dimaksud dengan "infak" dalam ayat ini ialah infak-wajib, yaitu zakat, karena di akhir ayat ini Allah menyebut orang-orang yang tidak mau berinfak itu sebagai kafir. Seandainya yang dimaksudkan dengan infak di sini hanya sunnah, yaitu "sedekah", tentu mereka yang tidak bersedekah tidak akan disebut sebagai kafir.
Sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksudkan dengan infak dalam ayat ini ialah infak untuk kepentingan jihad fi sabilillah, yaitu untuk kepentingan perjuangan menegakkan agama Allah serta mempertahankan diri dan negara terhadap ancaman musuh. Sedang ulama yang lain berpendapat bahwa yang dimaksudkan dengan infak dalam ayat ini adalah infak wajib dan infak sunah, yaitu zakat dan sedekah. Adapun kata-kata "kafir" dalam ayat ini adalah mempunyai arti "enggan berzakat" bukan kafir dalam pengertian tidak beriman.
Harta benda menurut Islam mempunyai fungsi sosial, di samping untuk kepentingan pribadi. Apabila seseorang telah berhasil memperoleh harta benda dengan cara yang halal, maka dia mempunyai kewajiban untuk membelanjakan sebagian dari harta bendanya untuk kepentingan diri dan keluarganya, dan sebagiannya lagi untuk kepentingan umum, baik berupa zakat, sedekah atau sumbangan suka rela untuk kemaslahatan umum.
Menunaikan zakat mengandung dua macam faedah. Pertama, faedah bagi orang yang menunaikan zakat itu, ialah membebaskannya dari kewajiban yang telah dipikulkan Allah kepadanya. Dengan demikian dia akan memperoleh rida dan ganjaran-Nya, dan juga akan menghilangkan sifat kikir dari dirinya. Faedah kedua ialah: bahwa penunaian zakat itu berarti pula menyucikan harta bendanya yang berlebih (yang tersisa) setelah zakat itu dikeluarkan, sebab selama zakat itu belum dikeluarkan, senantiasa pada hartanya itu terkandung hak orang lain, yaitu hak kaum kerabat, fakir miskin, ibnu sabil dan orang-orang lain yang memerlukan pertolongan (at-Taubah/9: 103; ar-Rum/30: 38; al-An'am/6: 141; adz-dzariyat/51: 19).
Sungguh amat tinggi hikmah yang terkandung dalam Syariat Islam yang berkenaan dengan zakat. Sebab manusia pada umumnya bersifat kikir. Apabila dia berhasil memperoleh harta benda, berat hatinya untuk membelanjakan harta bendanya untuk kepentingan orang lain. Bahkan ada pula orang yang enggan membelanjakan harta bendanya bagi kepentingan dirinya sendiri, padahal dia telah bersusah payah mengumpulkannya. Kalau dia ingat bahwa pada suatu ketika dia akan meninggalkan dunia fana ini, dan meninggalkan harta benda itu, niscaya dia tidak akan bersifat kikir.
Agama Islam telah menunjukkan obat yang sangat manjur untuk membasmi penyakit bakhil dari hati manusia. Islam memberikan didikan dan latihan kepada manusia untuk bersifat dermawan, murah hati, dan suka berkorban untuk kepentingan diri sendiri dan kepentingan orang lain, ialah dengan peraturan zakat dan sedekah (al-Baqarah/2: 245, 261, 265, 274; an-Nur/24: 22).
Sedekah dan berbagai sumbangan yang kita berikan untuk kepentingan umum, oleh agama dinilai sebagai "amal jariah", suatu amal yang pahalanya akan tetap mengalir kepada orang yang melakukannya, walaupun dia telah meninggal dunia, selama hasil sumbangannya itu dapat dinikmati dan dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Dalam penunaian zakat dan sedekah diperlukan niat yang ikhlas, yaitu mencari rida Allah dan terjauh dari sifat ria, ingin dipuji dan disanjung oleh manusia.
Menunaikan zakat dan sedekah adalah merupakan manifestasi dari rasa iman dan syukur kepada Allah yang telah menjanjikan akan menambah rahmat-Nya kepada siapa saja yang mau bersyukur. Sebaliknya orang-orang yang tidak mau bersyukur, sehingga dia enggan berzakat dan bersedekah, telah diancam dengan azab di hari kemudian.
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat." (Ibrahim/14:7).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
JUZ 3
Ayat 253
“Rasul-rasul itu, kami lebihkan sebagian meneka dari yang sebagian."
Macam-macamlah kelebihan rasul-rasul itu dijadikan oleh Tuhan, sehingga tidaklah sama keadaan mereka sebab tidak pula sama keadaan umat yang mereka hadapi.
Seumpama Dawud dan Sulaiman itu dilebihkan Tuhan mereka dengan menjadi raja, sedangkan nabi-nabi yang lain tidak ada yang menjadi raja. Nabi Nuh dilebihkan dengan panjang usianya, Nabi Musa dilebihkan dengan tongkatnya, Nabi Ibrahim dilebihkan dengan perkembangan keturunannya, dan sebagainya. Martabat mereka itu pun dilebihkan pula yang sebagian dari yang sebagian.
“Di antara mereka ada yang berkata-kata Allah kepadanya." Sebagaimana yang dijelaskan dalam beberapa ayat di dalam Al-Qur'an, yaitu Nabi Musa a.s. Demikian juga Nabi kita Muhammad ﷺ ketika beliau dipanggil berkata-kata juga Allah terhadapnya. Namun, tidaklah dapat kita mengkaji lebih dalam bagaimana cara berkata-kata itu sebab sudah mengenai hal yang gaib. Dapatlah dibaca pada surah asy-Syura: 51 bahwasanya Allah Ta'aala menyampaikan titah kepada rasul-rasul-Nya itu tidak lebih dari tiga cara, pertama dengan menurunkan wahyu, kedua dari belakang dinding (hijab), ketiga dengan mengutus malaikat.
Menurut pendapat setengah ahli tafsir, Ta'ala bercakap dengan rasul-Nya, yaitu dengan Musa dan Muhammad ﷺ, itu dengan cara yang kedua, yaitu dari belakang dinding (hijab), sebab ketika beliau kembali dari Mi'raj, Abu Dzar bertanya adakah dia dapat melihat Allah, beliau menjawab tidak dapat dia melihat Tuhan karena didinding oleh Nur belaka, Nur yang berlapis-lapis, bahkan jibril utusan istimewa Ilahi tidak dapat melihat Allah tersebab dinding Nur itu juga.
Lalu dilanjutkan bunyi ayat, “Dan Dia tinggikan derajat setengah mereka." Sebagaimana derajat yang telah dicapai oleh nabi kita Muhammad ﷺ sebagai penutup dari sekalian nabi-nabi dan rasul-rasul, dipanggil mi'raj ke tempat yang tertinggi dan pulang kembali dengan selamat. Dalam hal membangun cita-citanya di dunia ini pun dilebih ditinggikan derajatnya. Dia berpindah dari Mekah ke Madinah dan sebelum dia meninggal sempat juga beliau merebut negeri Mekah itu kembali. Adapun Nabi Musa setelah menyeberangkan Bani Israil dari Mesir ke tanah yang dijanjikan, beliau telah meninggal sebelum Bani Israil dapat dibawanya ke negeri yang dijanjikan itu. Nabi Isa al-Masih tidak kuat menentang kekuasaan bangsa Romawi sehingga dengan halus beliau berkata, “Berikanlah hak Allah kepada Allah dan hak Kaisar kepada Kaisar." Adapun Nabi Muhammad ﷺ meninggalkan kekuasaan yang nyata, menurut istilah sekarang de facto dan de jure, yang sebelum di-kebumikan jenazah beliau, sebelum diangkat pengganti beliau dalam pimpinan kekuasaan duniawi untuk menegakkan perintah Allah, bahkan belum sampai dua puluh tahun setelah beliau wafat, khalifah-khalifah beliau telah dapat menundukkan dua buah kerajaan besar pada masa itu, yaitu kerajaan Romawi dan kerajaan Persia,
“Dan telah Kami berikan beberapa keterangan kepada Isa anak Maryam dan Kami sokong dia dengan Ruhul Qudus." Diri beliau sendiri adalah sebagaimana keterangan yang hidup dari kebesaran dan kekuasaan Allah, sebab lahirnya ke dunia tidak menuruti jalan biasa itu.
Maka, berikut keterangan-keterangan yang lain, sebagaimana menyembuhkan orang sakit, menyalangkan mata orang yang telah buta, bahkan menghidupkan orang yang baru saja meninggal dunia. Semuanya dengan izin Allah. Dan, Isa al-Masih itu disokong oleh Ruhul Qudus, yaitu Ruh yang suci sebagaimana tersebut juga di dalam surah an-Nahl (lebah), surah ke-16, ayat 102, bahwa Nabi kita Muhammad saw, pun disokong dengan Ruhul Qudus, Ruh yang suci, bahkan segala rasul disokong dengan Ruh yang suci. Maka, bagi kita pemeluk Islam, Ruh yang suri itu bukanlah sebagian dari tiga Tuhan, melainkan makhluk yang diciptakan Allah jua adanya.
Demikianlah di antara banyak rasul Allah, tiga orang rasul utama telah diisyaratkan Allah dalam ayat ini, yaitu Musa yang telah diajak Allah bercakap, Muhammad yang mencapai derajat tertinggi, dan Isa al-Masih yang membawa banyak keterangan. Bagaimana pun kenyataan perselisihan di antara pengikut ketiga rasul itu, tetapi ketiga ajaran beliau telah menuntun pertumbuhan ruhaniah dalam alam dunia ini. Pada ayat ini Allah jelaskan bahwa Dia melebihkan sebagian rasul dari yang sebagian, tetapi kepada kita manusia tidaklah di-suruhkan supaya melebihkan seorang rasul dan mengurangkan martabat yang lain,
Pada lanjutan ayat, berfirmanlah Allah, “Dan kalau Allah menghendaki tidaklah ber-bunuh-bunuhan orang-orang yang sesudah mereka, akan tetapi mereka telah berselisih sesudah datang kepada mereka keterangan-keterangan itu."
Ayat ini menerangkan suatu kenyataan yang selalu kita saksikan, baik dalam sejarah yang telah lalu maupun sejarah zaman sekarang atau selanjutnya, yaitu bahwa petunjuk Allah telah datang. Kita selalu mengharap bahwa Allah itu akan membawa persatuan umat manusia sebab sumbernya hanya dari satu tempat, yaitu Allah. Ajaran sekalian rasul itu, kalau digali-gali sampai kepada hakikatnya, hanyalah ajaran yang satu juga. Kita ambil isi kitab-kitab suci, sejak dari Taurat, Mazmur atau Zabur, Injil, sampai pada Al-Qur'an, diambil sarinya, akan bertemu hanya satu ajaran, yaitu tentang adanya yang Mahakuasa. Sebab itu, kalau Allah menghendaki, tidaklah akan terjadi herbunuh-bunuhan karena perbedaan agama. Meskipun misalnya berbagai nama yang diberikan Allah itu, ada yang menyebutnya Yehovah, Aloha, Brahman, atau Allah atau Tuhan, isi hati ketika mengucapkannya hanyalah satu, yaitu mengungkapkan tentang Zat Yang Mahakuasa. Namun, bagaimana dalam kenyataan? Di dalam segala agama terdapat kejadian yang sama. Sesudah rasul-rasul meninggal, terjadilah perselisihan, bahkan sampai berbunuh-bunuhan.
Berkelahi, berperang, pertumpahan darah, baik di antara agama dengan agama maupun di antara pengikut satu agama. Di dalam sejarah agama Kristen kita dapati bahwa belum seratus tahun Nabi Isa al-Masih wafat, telah terjadi perpecahan Kristen yang amat hebat sehingga terbagi-bagi dan terpecah, satu madzhab atau sekte memerangi atau memusuhi sekte yang lain, padahal semuanya itu terjadi setelah mereka mendapat keterangan. Bahkan sebelum pemberontakan kaum Kristen Protestan di bawah pimpinan Luther terhadap Gereja Katolik di bawah kuasa Paus, lama sebelum itu, bahkan sebelum lahir lagi Nabi Muhammad, telah terpecah menjadi Gereja Kerajaan Roma, Gereja Yacobin, dan Gereja Nestourian, Gereja Timur dan Gereja Barat. Di zaman sekarang ini pun dalam kalangan Protestan sendiri telah terpecah tidak kurang menjadi dua ratus sekte, yang satu mengafirkan yang lain, yang satu mengatakan bahwa gereja merekalah yang paling benar di sisi Tuhan.
Demikianlah sejarah telah membuktikan bunyi ayat ini bahwasanya setelah datang keterangan-keterangan Allah dengan sejelas-jelasnya, timbullah perselisihan, yaitu satu hal yang pada pendapat kita sepintas lalu tidak mestinya terjadi. Maka, datanglah lanjutan ayat,
“Dan jikalau Allah menghendaki, niscaya tidaklah mereka akan berbunuh-bunuhan. Akan tetapi Allah berbuat apa yang Dia kehendaki."
Dengan bunyi ayat ini jelas bahwa jika Allah menghendaki, niscaya mereka tidak akan berbunuh-bunuhan, terseliplah satu paham bahwa berbunuh-bunuhan, huru-hara yang timbul dari benci-membenci, tidaklah disukai oleh manusia dan tidak pula disukai tentunya oleh Allah. Siapa pula orang yang senang terhadap keadaan yang selalu rusuh? Namun, mengapa di ujung ayat Allah mengatakan bahwa Allah berbuat sekehendak-Nya? Adakah di dalam ayat ini suatu hal yang akan membawa kita kepada paham Jabariyah, yaitu menyerahkan segala sesuatu kepada takdir belaka sehingga kita tidak berikhtiar lagi?
Ayat 254
“Wahai, orang-orang yang beriman! Belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami karuniakan kepada kamu, sebelum datang kepada kamu suatu hari yang tidak ada perdagangan padanya."
Terhadap kebenaran, manusia tidak sama, ada yang beriman dan ada yang kafir. Selisih paham akan hilang dari dunia ini, demikian telah ditentukan oleh Allah. Maka, kamu yang telah mengakui beriman, apakah kewajiban kamu kalau begitu? Cukupkah kalau kamu hanya mengaku beriman, tetapi tidak mau membelanjakan harta benda yang telah dianugerahkan Allah buat menegakkan jalan Allah? Cukupkah imanmu itu hanya pengakuan mulut, tetapi peti simpanan uang kamu, kamu tutup rapat dan tidak boleh isinya dikeluarkan? Kalau demikian sikap di dalam pengakuan iman, pastilah kamu akan kalah di dalam perlombaan hidup dan dalam perlombaan menegakkan keyakinan. Kalau cahaya agamamu menjadi muram dan guram oleh karena kebakhilan kamu, apakah yang akan terjadi? Betapapun sucinya citamu, pastilah kamu akan kalah. Kalau kehendak agamamu tidak berjalan, yang bertanggung jawab adalah kamu sendiri. Di hadapan Allah di Hari Kiamat pertanggungjawaban itu mesti dijalankan. Sampai di akhirat kelak tidak ada lagi perdagangan. Tidak ada lagi jual beli. Uang, kekayaan, pengaruh yang besar selama di dunia, tidaklah dapat dipergunakan di akhirat untuk membeli ampunan Allah atas kesalahan yang diperbuat di kala hidup."Dan tidak ada persahabatan dan tidak ada syafaat!' Misalnya, meskipun engkau bersahabat karib dengan seorang yang besar dalam hal agama, misalnya seorang alim, tidaklah sahabat itu dapat menolongmu di waktu itu. Syafaat pun tidak, yaitu mengharapkan pengaruh dari seseorang di sisi Allah supaya Allah meringankan adzab atas diri yang bersalah. Untuk menghindarkan bahaya di akhirat itu, lain tidak hanyalah keinsafan sekarang. Harta benda yang telah dikaruniakan Allah kepada kita, kalau kita telah mengaku beriman, janganlah disangka kepunyaan sendiri. Dahulu, dia tidak ada pada kita, dan kalau kita mati, dia pun bukan kita yang menguasai lagi. Bahkan, sedang dalam tangan pun bisa dicabut Allah. Mengapa tidak dipergunakan untuk membangun kebajikan di dunia, padahal diri mengaku beriman?
“Dan orang-orang yang kafir itulah orang-orang yang zalim."
(ujung ayat 254)