Ayat
Terjemahan Per Kata
إِذۡ
ketika
يُغَشِّيكُمُ
(Allah) menutupkan/menjadikan kamu
ٱلنُّعَاسَ
mengantuk
أَمَنَةٗ
perasaan tentram
مِّنۡهُ
daripadanya
وَيُنَزِّلُ
dan (Allah) menurunkan
عَلَيۡكُم
atas kalian
مِّنَ
dari
ٱلسَّمَآءِ
langit
مَآءٗ
air/hujan
لِّيُطَهِّرَكُم
untuk menyucikan kamu
بِهِۦ
dengannya
وَيُذۡهِبَ
dan menghilangkan
عَنكُمۡ
dari kalian
رِجۡزَ
kotoran/gangguan
ٱلشَّيۡطَٰنِ
syaitan
وَلِيَرۡبِطَ
dan untuk menguatkan
عَلَىٰ
atas
قُلُوبِكُمۡ
hatimu
وَيُثَبِّتَ
dan Dia memperteguh
بِهِ
dengannya
ٱلۡأَقۡدَامَ
telapak kaki
إِذۡ
ketika
يُغَشِّيكُمُ
(Allah) menutupkan/menjadikan kamu
ٱلنُّعَاسَ
mengantuk
أَمَنَةٗ
perasaan tentram
مِّنۡهُ
daripadanya
وَيُنَزِّلُ
dan (Allah) menurunkan
عَلَيۡكُم
atas kalian
مِّنَ
dari
ٱلسَّمَآءِ
langit
مَآءٗ
air/hujan
لِّيُطَهِّرَكُم
untuk menyucikan kamu
بِهِۦ
dengannya
وَيُذۡهِبَ
dan menghilangkan
عَنكُمۡ
dari kalian
رِجۡزَ
kotoran/gangguan
ٱلشَّيۡطَٰنِ
syaitan
وَلِيَرۡبِطَ
dan untuk menguatkan
عَلَىٰ
atas
قُلُوبِكُمۡ
hatimu
وَيُثَبِّتَ
dan Dia memperteguh
بِهِ
dengannya
ٱلۡأَقۡدَامَ
telapak kaki
Terjemahan
(Ingatlah) ketika Allah membuat kamu mengantuk sebagai penenteraman dari-Nya dan menurunkan air (hujan) dari langit kepadamu untuk menyucikan kamu dengan (hujan) itu, menghilangkan gangguan-gangguan setan dari dirimu, dan menguatkan hatimu serta memperteguh telapak kakimu.
Tafsir
(Ingatlah, ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteram) untuk menenteramkan hatimu dari rasa takut yang menimpa dirimu (daripada-Nya) Allah Yang Maha Tinggi (dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk menyucikan kamu dengan hujan itu) dari hadas dan jinabah itu (dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan setan) godaan setan dari dirimu yang mengatakan bahwasanya jika kamu berada dalam jalan kebenaran, niscaya kamu tidak akan kehausan lagi berhadas sedang kaum musyrikin berada dekat air (dan untuk menguatkan) mengokohkan (hatimu) dalam keyakinan dan kesabaran (dan memperteguh dengannya telapak kakimu) agar telapak kakimu berdiri tegar di padang pasir.
Tafsir Surat Al-Anfal: 11-14
(Ingatlah) ketika Allah menjadikan kalian mengantuk sebagai suatu penenteraman dari-Nya, dan Allah menurunkan kepada kalian hujan dari langit untuk menyucikan kalian dengan hujan itu dan menghilangkan dari kalian gangguan-gangguan setan dan untuk menguatkan hati kalian dan mengokohkan dengannya telapak kaki (pendirian) kalian.
(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku bersama kalian, maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman. Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang yang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka.
(Ketentuan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras azab-Nya.
Itulah (hukum dunia yang ditimpakan atas kalian), maka rasakanlah hukuman itu. Sesungguhnya bagi orang-orang yang kafir itu ada (lagi) azab neraka.
Ayat 11
Allah mengingatkan mereka akan nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepada mereka, yaitu rasa kantuk yang membuai mereka; hal ini menjadi penenteram hati mereka dari rasa ketakutan yang diakibatkan dari sedikitnya jumlah bilangan mereka, sedangkan jumlah musuh mereka sangat banyak. Hal yang sama telah dilakukan pula oleh Allah sesudah Perang Uhud sebagai penenteram hati mereka, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: “Kemudian setelah kalian berduka cita Allah menurunkan kepada kalian keamanan (berupa) kantuk yang meliputi segolongan dari kalian, sedangkan segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri.” (Ali Imran: 154), hingga akhir ayat.
Abu Talhah mengatakan bahwa dia termasuk salah seorang yang terkena rasa kantuk itu dalam Perang Uhud, dan sesungguhnya pedangnya sampai terjatuh berkali-kali dari tangannya. Bila pedangnya jatuh, maka ia memungutnya; dan bila jatuh lagi, ia memungutnya kembali. Dan sungguh dia melihat pasukan kaum muslim menelentangkan tubuh mereka, sedangkan mereka berada di bawah lindungan tamengnya masing-masing.
Al-Hafidzh Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Zuhair, telah menceritakan kepada kami Ibnu Mahdi, dari Syu'bah, dari Abu Ishaq, dari Harisah ibnu Mudarrib, dari Ali yang mengatakan, "Di antara kami tiada seorang penunggang kuda pun selain Al-Miqdad dalam Perang Badar. Dan sesungguhnya di antara kami tiada seorang pun melainkan dalam keadaan tertidur, kecuali Rasulullah ﷺ yang sedang shalat di bawah sebuah pohon seraya menangis hingga pagi harinya."
Sufyan Ats-Tsauri telah meriwayatkan dari ‘Ashim, dari Abu Razin, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa rasa kantuk dalam situasi perang merupakan penenteram hati dari Allah ﷻ, sedangkan jika kantuk dalam shalat merupakan godaan dari setan. Qatadah mengatakan bahwa kantuk mempengaruhi kepala, sedangkan tidur mempengaruhi hati.
Menurut kami, kantuk telah menimpa mereka dalam Perang Uhud; kisah mengenainya telah dikenal. Adapun mengenai apa yang disebutkan di dalam ayat ini tiada lain berkaitan dengan kisah dalam Perang Badar. Hal ini menunjukkan bahwa rasa kantuk itu pun telah dialami pula oleh mereka saat itu. Seakan-akan hal tersebut selalu menimpa kaum mukmin di saat menghadapi peperangan, dimaksudkan agar hati mereka tenteram dan percaya akan pertolongan Allah. Hal ini merupakan karunia dari Allah dan merupakan rahmat-Nya bagi mereka serta nikmat yang dilimpahkan-Nya kepada mereka, seperti yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat lain melalui firman-Nya: “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (Alam Nasyrah: 5-6)
Karena itulah di dalam kitab Shahih disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ ketika dalam Perang Badar berada di dalam kemah kecilnya dengan Abu Bakar As-Siddiq sedang berdoa terkena rasa kantuk, kemudian beliau terbangun seraya tersenyum dan bersabda: “Bergembiralah, wahai Abu Bakar, ini Malaikat Jibril datang (dengan mengendarai kuda) yang pada kedua sisinya beterbangan debu-debu.”
Kemudian Nabi ﷺ keluar (berangkat) melalui pintu Al-Arisy seraya membacakan firman-Nya: “Golongan (kaum musyrik) itu pasti akan dikalahkan, dan mereka akan mundur ke belakang.” (Al-Qamar: 45)
Mengenai firman Allah ﷻ: “Dan Allah menurunkan kepada kalian hujan dari langit.” (Al-Anfal: 11) Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi ﷺ ketika berangkat menuju medan Badar dan sampai padanya, lalu turun beristirahat. Saat itu pasukan kaum musyrik berada di dalam posisi yang antara mereka dan mata air terdapat banyak gundukan pasir, sedangkan keadaan pasukan kaum muslim sangat lemah, lalu setan menyusupkan rasa kebencian di dalam hati mereka dan membisikkan godaannya di antara mereka seraya mengatakan, "Kalian mengakui bahwa diri kalian adalah kekasih-kekasih Allah, dan di antara kalian terdapat Rasul-Nya, tetapi kaum musyrik ternyata dapat mengalahkan kalian dalam menguasai mata air; sedangkan kalian, shalat pun kalian kerjakan dalam keadaan berjinabah."
Maka Allah menurunkan hujan kepada pasukan kaum muslim, yaitu hujan yang cukup lebat, sehingga kaum muslim beroleh minuman dan bisa bersuci. Allah pun menghilangkan godaan setan dari mereka, dan tanah yang berpasir itu setelah terkena hujan menjadi padat dan kuat, sehingga orang-orang dengan mudah dapat berjalan di atasnya, begitu pula hewan-hewan kendaraan mereka; lalu pasukan kaum muslim maju menuju ke arah pasukan kaum musyrik. Kemudian Allah menurunkan bala bantuan kepada Nabi-Nya dan kaum mukmin dengan seribu malaikat. Malaikat Jibril turun bersama lima ratus malaikat di suatu sisi, sedangkan di sisi lain turun Malaikat Mikail dengan membawa lima ratus malaikat lagi.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas, bahwa sesungguhnya pasukan kaum musyrik dari kalangan Quraisy ketika berangkat untuk melindungi iringan kafilah mereka dan membelanya dari serangan kaum muslim, mereka turun istirahat di dekat mata air Badar, sehingga mereka menguasai sumber air itu dan mendahului kaum muslim.
Karenanya pasukan kaum muslim mengalami kehausan hingga mereka shalat dalam keadaan mempunyai jinabah dan berhadas (tanpa bersuci), hal tersebut membuat mereka merasa berdosa besar. Kemudian Allah menurunkan hujan dari langit, hujan yang deras, sehingga lembah tempat mereka berada dialiri oleh air yang banyak. Lalu pasukan kaum mukmin minum dan memenuhi wadah-wadah air mereka serta memberi minum kendaraan-kendaraan mereka, dan mereka melakukan mandi jinabah.
Maka hal itu dijadikan oleh Allah sebagai sarana bersuci buat mereka dan untuk memantapkan pijakan mereka. Demikian itu karena antara mereka dan kaum musyrik terdapat padang pasir maka Allah menurunkan hujan di atas pasir itu sehingga membuat tanah pasir itu keras dan kuat dipijak oleh kaki.
Hal yang sama telah diriwayatkan dari Qatadah, Adh-Dhahhak, dan As-Suddi.
Telah diriwayatkan pula dari Sa'id ibnul Musayyab, Asy-Sya'bi, Az-Zuhri, Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, bahwa mereka tertimpa hujan dalam Perang Badar. Tetapi kisah yang dikenal mengatakan bahwa ketika Rasulullah ﷺ berjalan menuju medan Perang Badar, beliau turun istirahat di dekat sumber air yang ada di tempat itu, yakni permulaan mata air yang dijumpainya. Maka Al-Habbab ibnul Munzir menghadap kepada beliau dan berkata, "Wahai Rasulullah, apakah tempat ini merupakan tempat yang diperintahkan oleh Allah agar engkau berhenti padanya dan kita tidak boleh melampauinya? Ataukah tempat ini engkau jadikan sebagai tempat untuk menyusun strategi perang dan melancarkan tipu muslihat perang?" Maka Rasulullah ﷺ menjawab, "Tidak, bahkan ini merupakan tempat yang sengaja saya tempati untuk strategi perang dan menyusun tipu muslihatnya."
Al-Habbab ibnul Munzir berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya tempat ini bukan tempat yang strategis untuk berperang dan melancarkan siasat. Tetapi bawalah kami hingga sampai di mata air yang paling dekat dengan pasukan kaum musyrik, kemudian kita keringkan semua sumur lainnya, sehingga kita beroleh mata air untuk minum, sedangkan mereka tidak mempunyai air."
Maka Rasulullah ﷺ berangkat untuk melakukan strategi tersebut Di dalam 'kitab Magazil Umawi disebutkan bahwa ketika Al-Habbab melakukan hal tersebut, turunlah malaikat dari langit, sedangkan Malaikat Jibril sedang duduk di dekat Rasulullah ﷺ. Lalu malaikat itu berkata, "Wahai Muhammad sesungguhnya Tuhanmu mengirimkan salam buatmu. Dia berfirman bahwa pendapat yang benar adalah pendapat yang diutarakan oleh Al-Habbah ibnul Munzir."
Maka Rasulullah ﷺ menoleh ke arah Malaikat Jibril a.s.
dan bersabda, "Tahukah kamu siapakah ini?" Jibril memandang ke arah malaikat itu dan berkata, "Tidak semua malaikat dapat aku kenal. Tetapi dia adalah malaikat, bukan setan."
Hal yang lebih baik dari riwayat ini ialah apa yang telah diriwayatkan oleh Imam Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar, penulis kitab Al-Magazi rahimahullah sebagai berikut: Telah menceritakan kepadaku Yazid ibnu Ruman, dari Urwah ibnuz Zubair yang mengatakan bahwa Allah menurunkan hujan dari langit yang sebelumnya lembah itu (Badar) dalam keadaan kering.
Maka Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya terkena hujan yang membuat tanah berpijak mereka menjadi kuat dan tidak menghalangi mereka untuk berjalan. Sedangkan hujan yang menimpa kaum musyrik membuat mereka tidak mampu bergerak dengan bebas. Mujahid mengatakan bahwa Allah menurunkan hujan kepada kaum muslim sebelum rasa kantuk menyerang mereka. Dengan air hujan itu debu tidak ada lagi, dan tanah menjadi keras karenanya, sehingga hati mereka menjadi senang dan kaki mereka menjadi kokoh.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Harun ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Mus'ab ibnul Miqdam, telah menceritakan kepada kami Israil, telah menceritakan kepada kami Abu Ishaq, dari Jariyah, dari Ali yang mengatakan bahwa di malam hari kami tertimpa hujan yakni malam hari yang keesokan harinya terjadi Perang Badar hingga kami berlindung di bawah pepohonan dan memakai tameng-tameng untuk menaungi diri dari siraman air hujan. Sedangkan Rasulullah ﷺ malam itu terus-menerus memberikan semangat untuk berperang.
Firman Allah ﷻ: “Untuk menyucikan kalian dengan hujan itu.” (Al-Anfal:11)
Maksudnya, menyucikan kalian dari hadas kecil atau hadas besar, yakni penyucian lahiriah.
“Dan menghilangkan dari kalian gangguan-gangguan setan.” (Al-Anfal:11)
Yaitu melenyapkan gangguan setan dan bisikannya yang jahat, hal ini merupakan penyucian batin. Pengertian ini sama dengan apa yang dikatakan oleh Allah ﷻ dalam kisah ahli surga, yaitu: “Mereka memakai pakaian sutera halus yang hijau dan sutera tebal dan dipakaikan kepada mereka gelang terbuat dari perak.” (Al-Insan:21) Hal ini merupakan perhiasan lahiriah.
Dalam firman selanjutnya disebutkan: “Dan Tuhan memberikan kepada mereka minuman yang bersih.” (Al-Insan: 21) Yakni untuk menyucikan kedengkian, kebencian, dan permusuhan yang ada di dalam hati mereka; hal ini merupakan, perhiasan batin dan penyuciannya.
Firman Allah ﷻ: “Dan untuk menguatkan hati kalian.” (Al-Anfal: 11) Yaitu dengan kesabaran dan pendirian yang kokoh dalam menghadapi musuh. Hal ini merupakan sifat keberanian yang tidak kelihatan.
“Dan untuk mengokohkan dengannya telapak kaki (kalian).” (Al-Anfal: 11)
Hal ini merupakan keberanian yang lahir, yakni yang tampak.
Ayat 12
Firman Allah ﷻ: “(Ingatlah) ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya Aku bersama kalian, maka kokohkanlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman’.” (Al-Anfal: 12)
Sebenarnya hal ini adalah nikmat tersembunyi yang ditampakkan oleh Allah kepada mereka agar mereka mensyukurinya, yaitu Allah ﷻ berfirman kepada para malaikat yang Dia turunkan untuk menolong Nabi-Nya, agama-Nya, dan golongan orang-orang mukmin, agar menghembuskan rasa semangat di kalangan pasukan kaum mukmin dengan mengatakan kepada mereka bahwa hendaklah mereka memperteguh telapak kakinya.
Ibnu Ishaq mengatakan, makna yang dimaksud ialah dukunglah mereka. Sedangkan menurut yang lain yaitu berperanglah kalian bersama mereka. Menurut pendapat lainnya, perbanyaklah bilangan pasukan mereka. Dan menurut pendapat yang lainnya lagi, contoh hal tersebut ialah misalnya malaikat datang kepada seorang sahabat Nabi ﷺ, lalu mengatakan kepadanya, "Saya telah mendengar perkataan mereka (yakni pasukan kaum musyrik) demi Allah seandainya kamu menyerang mereka, niscaya mereka akan terpukul dan mundur. Maka sebagian dari pasukan kaum muslim membicarakan hal tersebut kepada sebagian yang lainnya, hingga hal itu membuat hati pasukan kaum muslim bertambah kuat.
Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir, dan apa yang telah diketengahkan merupakan lafaznya tanpa ada yang dibuang barang sedikit pun.
Firman Allah ﷻ: “Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang yang kafir.” (Al-Anfal: 12)
Dengan kata lain, teguhkanlah hati kalian wahai orang-orang mukmin dan kuatkanlah jiwa kalian dalam menghadapi musuh kalian. Ini adalah perintah dari-Ku kepada kalian, kelak Aku akan menimpakan rasa gentar, takut, dan hina kepada orang-orang yang menentang perintah-Ku dan mendustakan Rasul-Ku.
“Maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka.” (Al-Anfal: 12)
Artinya, pukullah kepala mereka dan belahlah, penggallah batang leher mereka dan jadikanlah terputus, serta tebaslah jari-jemari tangan dan kaki mereka.
Ulama tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan makna ayat ini:
“Bagian atas lehernya.” (Al-Anfal: 12)
Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah pukullah kepala mereka; pendapat ini dikatakan oleh Ikrimah.
Menurut pendapat lain, 'alal a'naq ialah batang leher; pendapat ini dikatakan oleh Adh-Dhahhak dan Atiyyah Al-Aufi. Pengertian ini diperkuat oleh firman Allah ﷻ dalam petunjuk-Nya kepada kaum mukmin dalam melakukan hal ini, yaitu melalui firmanNya: “Apabila kalian bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang), maka pancunglah batang leher mereka. Sehingga apabila kalian telah mengalahkan mereka, maka tawanlah mereka.” (Muhammad: 4)
Waki' telah meriwayatkan dari Al-Mas'udi, dari Al-Qasim yang mengatakan bahwa Nabi ﷺ, pernah bersabda: “Sesungguhnya aku tidak diutus untuk mengazab dengan azab Allah. Sesungguhnya aku hanya diutus untuk memenggal batang leher dan mengencangkan ikatan (menawan musuh).”
Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa ayat ini menunjukkan pengertian memukul batang leher dan menghantam kepala.
Menurut kami, di dalam kitab Magazil Umawi disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ berjalan memeriksa orang-orang yang gugur dalam Perang Badar, lalu beliau ﷺ bersabda, "Pecahlah kepala." Kemudian Abu Bakar melanjutkan apa yang dimaksudkan oleh Nabi ﷺ: “Banyak kaum lelaki yang sombong terhadap kita, mereka adalah orang-orang yang paling menyakitkan dan paling za;im. Rasulullah ﷺ memulai menyitir suatu bait syair, sedangkan yang melanjutkannya adalah Abu Bakar karena Nabi ﷺ tidak pandai bersyair, seperti yang dijelaskan oleh firman-Nya: “Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad), dan bersyair itu tidaklah layak baginya.” (Yasin: 69)
Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan bahwa kaum muslim dalam Perang Badar mengetahui orang-orang kafir yang dibunuh oleh para malaikat dan yang dibunuh oleh mereka sendiri, yaitu dengan tanda adanya bekas pukulan pada batang leher dan jari-jemari, seperti bekas terkena api dan hangus.
Firman Allah ﷻ: “Dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka.” (Al-Anfal: 12)
Ibnu Jarir mengatakan, makna yang dimaksud ialah pukullah musuh kalian wahai orang-orang mukmin pada setiap bagian anggota dan persendian jari-jemari tangan dan kaki mereka.
Menurut pengertian bahasa, al-banan adalah bentuk jamak dari bananah, seperti pengertian yang terdapat di dalam perkataan seorang penyair: “Aduhai, seandainya saja sebuah jari tanganku terputus, lalu saya jumpai dia di dalam rumah itu dalam keadaan terjaga dan waspada.”
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: “Dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka.” (Al-Anfal: 12) Yakni pada tiap-tiap ujung jari mereka.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Adh-Dhahhak dan Ibnu Jarir.
As-Suddi mengatakan bahwa al-banan artinya ujung jari, sedangkan menurut pendapat lain yaitu setiap persendiannya. Juga Ikrimah, Atiyah, dan Adh-Dhahhak di dalam riwayat lain mengatakan, "Setiap persendiannya."
Al-Auza'i telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “Dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka.” (Al-Anfal: 12) Artinya, pukullah muka dan bagian mata serta lemparilah dengan pijaran api; namun apabila engkau telah menangkapnya, maka semuanya itu tidak boleh kamu lakukan.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Ibnu Abbas menceritakan perihal Perang Badar; lalu ia melanjutkan kisahnya, bahwa Abu Jahal mengatakan (kepada pasukannya), "Janganlah kalian bunuh mereka secara langsung, tetapi tangkaplah mereka terlebih dahulu hingga kalian dapat mengenal mereka, siapa di antara mereka yang telah mencaci maki agama kalian dan membenci Lata dan 'Uzza." Lalu Allah ﷻ berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku bersama kalian, maka kokohkanlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman. Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang yang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka.” (Al-Anfal: 12) Maka Abu Jahal terbunuh bersama enam puluh sembilan orang pasukan kaum musyrik, dia termasuk seorang dari mereka.
Kemudian Uqbah ibnu Abu Mu'it tertawan, lalu ia dibunuh tanpa perlawanan, sehingga jumlah mereka yang terbunuh dari kalangan pasukan kaum musyrik genap tujuh puluh orang.
Ayat 13
“(Ketentuan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya.” (Al-Anfal: 13)
Yakni mereka menentang Allah dan Rasul-Nya dengan cara meninggalkan syariat dan tidak mau beriman kepada-Nya serta menentang keduanya. Pengertian lafal syaqqun ini dapat pula diambil! dari kata syaqqul 'asa yang artinya membelahnya menjadi dua bagian.
“Dan barang siapa menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras azab-Nya.” (Al-Anfal: 13) Maksudnya, Allahlah yang akan menuntut dan Maha Menang atas orang-orang yang menentang-Nya dan yang membangkang terhadap-Nya. Tiada sesuatu pun yang luput dari-Nya, dan tiada sesuatu pun yang dapat bertahan terhadap murka-Nya. Maha Suci lagi Maha Tinggi Allah, tiada Tuhan selain Dia dan tiada Rabb selain Dia. Itulah hukuman dunia yang ditimpakan atas kalian, maka rasakanlah hukuman itu.
Ayat 14
“Sesungguhnya bagi orang-orang yang kafir itu ada (lagi) azab neraka.” (Al-Anfal: 14)
Khitab atau pembicaraan ayat ini ditujukan kepada orang-orang kafir yakni rasakanlah siksa dan pembalasan dunia ini; dan ketahuilah pula oleh kalian bahwa azab neraka di akhirat pun akan menimpa orang-orang kafir.
Wahai orang-orang yang beriman, ingatlah nikmat Allah yang lain, yaitu ketika kamu kekurangan perbekalan air dan di saat kalian dicekam rasa takut pada musuh, lalu Allah membuat kamu mengantuk sehingga beberapa saat kamu terlena dan tidak menghiraukan sesuatu, dan dengan demikian kamu dapat beristirahat menghilangkan kepenatan. Itu dilakukan oleh Allah untuk memberi ketenteraman dari-Nya, dengan hilangnya rasa takut, dan di antara nikmat lainnya Allah juga menurunkan air hujan dari langit kepa-damu. Air hujan itu berguna untuk menyucikan kamu dengan hujan itu, yakni dengan menggunakannya untuk berwudu, mandi wajib dan sunah, dan hujan itu juga menghilangkan gangguangangguan setan dari dirimu dan untuk menguatkan hatimu dalam menghadapi musuh serta memperteguh telapak kakimu, sebab tanah berupa pasir yang disiram air akan menjadi padat, sehingga mudah diinjak dan tidak membuat kaki tergelincir atau terbenam di pasir. Dengan cara itu pula Allah memperteguh pendirian kaum muslim. Semua itu adalah peringatan bagi mereka yang berjuang di jalan Allah dan bertawakal kepada-Nya, bahwa kemenangan pasti akan datang. Nikmat dan berita gembira lainnya yang juga harus disyukuri dan selalu diingat adalah ketika Tuhanmu wahai Nabi Muhammad mewahyukan kepada para malaikat yang dikirim untuk memperkuat pasukan kaum muslim pada Perang Badar tentang tugas-tugas mereka, Sesungguhnya Aku bersama kamu, membantu dan melindungimu. Yakinlah akan kemenangan, sebab siapa yang ditemani Allah pasti menang, maka karena itu teguhkanlah hati dan pendirian orang-orang yang telah beriman dengan berbagai cara. Karena Aku bersama kamu semua, maka kelak akan Aku berikan rasa ketakutan ke dalam hati orangorang kafir, sehingga pasukan mereka akan kocar-kacir, maka pukullah dan tebaslah bagian yang di atas leher mereka, karena dalam peperangan, sasaran yang mematikan adalah leher, dan apabila lawan memakai baju besi, sehingga sulit dikalahkan, maka tangannya yang dilumpuhkan, pukullah tiap-tiap ujung jari mereka, agar tidak dapat memegang senjata, seperti: pedang, tombak, dan lain-lainnya sehingga mudah ditawan.
Allah menjelaskan kepada kaum Muslimin bahwa di samping Allah memberikan bantuan berupa malaikat yang datang secara berturut-turut, juga memberikan bantuan yang lain berupa situasi dan kondisi yang menguntungkan bagi kaum Muslimin. Seperti pertolongan Allah pada saat kaum Muslimin berada dalam ketakutan menghadapi musuh, mereka diselimuti rasa kantuk, sehingga mereka tidak dapat merasakan ketakutan lagi. Ketakutan disebabkan mereka melihat jumlah bala tentara musuh yang banyak dan persiapannya yang lengkap. Maka dengan adanya rasa kantuk itu, rasa takut tidak lagi mereka rasakan dan mereka kembali menjadi tenteram.
Untuk memberikan gambaran yang lebih luas mengenai mengantuknya orang-orang Muslimin saat berperang, dapatlah diikuti hadis yang diriwayatkan oleh Abu Yala dan al-Baihaqi dari Ali berkata:
"Kami tidak mempunyai bala tentara berkuda pada Perang Badar kecuali Al-Miqdad. Semua kami tertidur, kecuali Rasulullah saw, beliau salat di bawah pohon sampai pagi hari". (Riwayat Abu Yala dan al-Baihaqi dari Ali)
Menurut bunyi ayat yang dapat dipahami ialah, bahwa datangnya rasa kantuk itu terjadi pada saat pertempuran berlangsung. Rasa kantuk itu menghilangkan rasa takut dan gentar. Dengan sendirinya hilanglah perasaan takut menghadapi bahaya.
Hal ini sama dengan peristiwa yang terjadi pada mereka sewaktu berlangsungnya perang Uhud, seperti tersebut dalam firman Allah:
"Kemudian setelah kamu ditimpa kesedihan, Dia menurunkan rasa aman kepadamu, (berupa) kantuk yang meliputi segolongan dari kamu." (ali-Imran/3: 154)
Sesudah itu Allah ﷻ menyebutkan pertolongan-Nya yang lain kepada kaum Muslimin, yaitu pada saat terjadinya Perang Badar, Allah ﷻ menurunkan hujan kepada kaum Muslimin dari langit, agar mereka dapat mensucikan diri dengan hujan itu. Gambaran tentang maksud Allah ﷻ menurunkan hujan kepada kaum Muslimin, dan apa hikmatnya dapat dilihat dari hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Mundhir melalui Ibnu Jarir dari Ibnu Abbas:
"Orang-orang musyrikin di permulaan peperangan telah menguasai sumber-sumber air mendahului kaum Muslimin, sehingga orang-orang Islam menjadi kehausan. Mereka salat dalam keadaan junub dan berhadas (tanpa bersuci dengan air). Sedang di sekitar mereka hanya pasir belaka. Kemudian mereka digoda oleh setan, seolah-olah setan itu berkata, "Apakah kamu mengira bahwa ada Nabi di antara kamu dan kamu adalah wali-wali Allah. Sedangkan kamu salat dalam keadaan junub dan berhadas? Karenanya Allah ﷻ menurunkan hujan dari langit, sehingga mengalirlah air di lembah itu. Maka kaum Muslimin meminum air dan bersuci dengannya dan kuatlah hati mereka, serta hilanglah was-was mereka." (Riwayat Ibnu Mundzir dari Ibnu Abbas)
Allah juga menjelaskan bahwa Dia menurunkan hujan dari langit untuk menghilangkan gangguan-gangguan setan dan untuk menghilangkan rasa takut dan was-was, lantaran kaum Muslimin pada waktu itu berada dalam posisi yang kurang menguntungkan. Mereka berada di daerah padang pasir yang tidak strategis dijadikan kubu pertahanan, karena sukar untuk menggerakkan kaki apalagi untuk mengadakan penyerangan, bahkan di daerah tersebut tidak ada sumber air.
Dari segi lain Allah menjelaskan bahwa dengan turunnya hujan kaki mereka mudah untuk berjalan di atas padang pasir, sehingga mereka mendapat kemantapan dan kepercayaan penuh agar dapat bertahan dan menyerang musuh serta dapat mempersatukan daya tempur mereka.
Dengan demikian tujuan Allah menurunkan hujan dari langit dalam Perang Badar itu ialah:
1. Untuk memberikan kemungkinan kepada kaum Muslimin agar mereka dapat bersuci dari junub dan hadas sehingga mereka dapat beribadah dalam keadaan suci lahir batin.
2. Untuk menghilangkan was-was yang dibisikkan setan, dan menghilangkan rasa takut akibat tidak adanya persediaan air.
3. Agar kaum Muslimin bebas untuk mengatur gerak dalam pertempuran, karena mereka tidak lagi terganggu oleh pasir yang lunak yang mengganggu gerakan kaki.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 9
“(Ingatlah) tatkala kamu memohon pertolongan kepada Tuhan kamu."
Artinya, setelah Rasulullah memohon dengan secara demikian dan tentu saja seluruh kaum Muslimin yang 300 lebih itu pun bermohon pula dengan cara masing-pasing, apatah lagi setelah melihat bahwa kekuatan tidak seimbang di antara tiga dengan sepuluh: sebab peperangan tidak jadi dengan rombongan Abu Sufyan yang kecil, melainkan dengan seluruh tenaga kaum Quraisy yang telah dikerahkan dari Mekah. Baik pada hadits yang dirawikan oleh ahli-ahli hadits yang tersebut di atas tadi, atau pada hadits yang juga dirawikan oleh Bukhari, setelah Rasulullah mengetahui berapa banyak bilangan musuh, karena menanyakan berapa ekor mereka me-nyembelih unta satu hari, kepada mata-mata pihak Quraisy yang dapat ditangkap. Setelah diterangkan oleh mata-mata yang dapat ditangkap itu bahwa mereka menyembelih unta kadang-kadang sampai sembilan ekor dan kadang-kadang sepuluh, beliau berkata bahwa orang-orang ini tidak kurang di antara tujuh ratus dan seribu orang. Kemudian beliau tanyakan pula siapa-siapa pemuka Quraisy yang ikut serta. Mata-mata itu menjawab, “Di antaranya Utbah dan Syaibah anak Rabi'ah, Abui Bakhtari bin Hisyam, Hakim bin ‘Azzam, Naufal bin Khuwailid, al-Harits bin Amir, Thu'aimah bin Adi, an-Nadhar bin al-Harits, Zam'ah bin al-Aswad, Amer bin Hisyam (Abu Jabal), Umamah bin Khalaf dan lain-lain!"
Mendengar itu berkata Rasulullah ﷺ kepada sahabat-sahabatnya, “Inilah Mekah, dia telah melemparkan seluruh buah hatinya."
Maka, terjadilah musyawarah sebagai yang tadi kita terangkan dan dipilihlah tempat buat bertempur; dan kelihatanlah angkatan perang Quraisy itu dari jauh yang memang lebih banyak dari seribu orang. Di waktu itulah beliau berdoa sebagai yang diriwayatkan tadi.
Bukanlah karena beliau merasa kurang yakin akan datangnya kemenangan dan janji Allah makanya beliau berdoa demikian; dia melihat perimbangan kekuatan! Dia memohonkan agar 300 orang umatnya yang setia, yang akan berperang dibawa oleh keyakinan menegakkan tauhid di muka alam ini; kalau kalah yang sekali ini tidak ada harapan akan bangkit lagi; dan akan pudarlah cahaya tauhid di muka bumi. Apatah lagi, baru kali inilah permulaan perang besar yang akan mereka hadapi, sehingga bolehlah dikatakan bahwa Perang Badar adalah perang keputusan yang akan menentukan sejarah selanjutnya. Abu Bakar menyaksikan keadaan itu, merasakan apa yang dirasakan Nabi waktu itu. Maka, sebagai salah seorang dari pengikut yang 300 orang itu, beliau memberikan jaminan bahwa mereka semuanya teguh di bawah komando beliau, dan bolehlah beliau bertenang hati memikirkan mereka.
Maka, tersebutlah dalam lanjutan ayat,
“Lalu Dia perkenankan bagi kamu, (seraya kata-Nya), ‘Sesungguhnya Aku akan membantu kamu dengan seribu dari malaikat yang beriring-iring.'"
Maka, Allah pun menurunkan beriring-iring seribu malaikat buat membantu mereka, sehingga orang yang 300 merasai mempunyai lebih dari kekuatan seribu orang. Timbul keberanian dalam hati orang yang tiga ratus, sebab mereka telah merasa diri mereka lebih banyak, walaupun malaikat itu tidak kelihatan oleh mata. Malaikat telah masuk ke dalam semangat dan ruh mereka. Mereka merasa lebih kuat dari orang seribu. Riwayat mengatakan bahwa tentara malaikat seribu orang menyatakan diri dan sampai kelihatan oleh mata, memakai serban hijau dan turut berperang, sebagai tersebut dalam beberapa tafsir; tidaklah begitu kuat: Ternyata termasuk kisah israiliyat juga. Dan, kedatangan bantuan malaikat seribu sebagai peneguh semangat itu dijelaskan benar-benar oleh ayat selanjutnya:
Ayat 10
“Dan, tidaklah Allah menjadikan bantuan itu melainkan sebagai berita gembira supaya tenteramlah dengan dia hati kamu."
Inilah bantuan semangat dari Allah, semangat yang biasa disebut dalam pepatah nenek moyang kita bangsa Indonesia, “Sabung berjuara, perang bermalaikat." Tegasnya, semangat satu-satu orang dari yang tiga ratus, disokong Allah dengan semangat malaikat, sehingga satu orang sama dengan empat orang. Semangat yang tinggi adalah syarat yang mutlak dari suatu angkatan perang. “Dan tidaklah ada suatu kemenangan, melainkan dari sisi Allah." Manusia hanya berikhtiar, berusaha dan berjuang dengan segenap tenaga, taktik dan teknik yang ada padanya. Adapun hasil kemenangan adalah semata-mata dari sisi Allah.
“Sesungguhnya Allah adalah Mahagagah lagi Bijaksana."
Keadaan atau suasana bantuan malaikat dalam Perang Badar itu pernah dinyatakan oleh Sayyidina Umar bin Khaththab, “Adapun di hari Badar itu kami tidak raga lagi bahwa malaikat memang ada bersama kami. Adapun pada peperangan-peperangan yang sesudah itu, Allah-lah Yang Mahatahu."
Ayat 11
“Dan, (ingatlah) tatkala Dia jadikan kamu mengantuk sebagai keamanan daripada-Nya."
Artinya, setelah doa Rasulullah yang demikian khusyu dan datang janji Allah akan bantuan malaikat, memang terjadilah keteguhan hati dan keyakinan akan menang pada tentara Islam yang hanya tiga ratus orang itu. Tidak ada lagi pada mereka rasa bimbang bahwa mereka akan dapat dikalahkan, padahal tentara yang berkuda hanya satu orang yaitu al-Miqdad; ada pun yang lain adalah tentara yang berjalan kaki semua. Akan tetapi, malam yang besoknya akan bertempur itu, karena tebalnya keyakinan mereka, sampai mereka mengantuk dan tertidur.
Padahal orang yang ketakutan tidaklah dapat tidur matanya. Ali bin Abi Thalib men-ceritakan bahwa kami semuanya pada malam itu mengantuk, kecuali Rasulullah saja yang tetap mengerjakan shalatnya di bawah sebatang kayu sampai waktu Shubuh. Maka, dengan dapatnya mereka tertidur itu timbullah kekuatan dan kesegaran baru pada mereka untuk menghadapi peperangan dengan tidak ada keraguan sedikit pun.
“Dan Dia turunkan atas kamu air dari langit untuk membersihkan kamu dan menghabiskan dari kamu kekotoran setan dan supaya Dia perkuat hati kamu dan Dia teguhkan dengan dia pendirian kamu."
Mereka telah dapat tidur sedikit, sebab pikiran tenang dari perasaan pasti menang. Dan, lepas tengah malam, turunlah hujan, sumur-sumur jadi berisi, penampung air jadi penuh, dan pasir yang terserak yang bisa mengikat kaki dalam perjalanan menjadi keras, sehingga mudah dipijak. Di dalam ayat ini diterangkan empat faedah yang mereka rasai lantaran turunnya hujan menjelang siang itu: Pertama: mereka bisa membersihkan diri. Dengan diri yang bersih, pikiranpun terbuka. Ada yang dapat mandi sepuas-puasnya; air wudhu cukup dan bersuci pun tidak terhalang.
Kedua: segala kotoran setan menjadi sirna. Sebab, apabila melihat keadaan sekeliling kotor karena kurang air maka bersaranglah pengaruh setan dalam hati.
Ketiga: kegembiraan adanya air menjadi merata pada semuanya sehingga hati pun ber-tambah bersatu padu.
Keempat: melihat keadaan bumi yang keras diinjakkan, hati pun bertambah bulat menghadapi musuh.
Menurut riwayat Ibnu Hisyam, Rasulullah saw, pada mulanya telah memilih tempat buat labuhan tentara dan memasang kemah-kemah akan menghadapi musuh pada satu tempat yang di sana tidak ada persediaan air. Sedang di jurusan sana ada tempat yang baik persediaannya dan kalau ada hujan, bisa menampung air. Kalau tidak segera pergi ke tempat itu, niscaya kalau Quraisy datang, mereka akan berebut tempat itu. Maka, tampillah seorang sahabat bernama al-Habbab bin al-Mundzir ke hadapan Rasulullah, lalu bertanya, “Ya Rasulullah, ketika engkau memilih tempat ini untuk tempat perhentian kita, apakah ini dari petunjuk Allah kepada engkau, sehingga kami tidak boleh melampaui atau surut? Atau ini adalah semata-mata pendapat engkau dalam perang dan siasat?" Rasulullah ﷺ menjawab, “Hanya semata-mata perang dan pendapat dan siasat."
Mendengar jawab beliau itu, maka berkatalah al-Habbab, “Ya Rasulullah! Ini bukanlah tempat yang baik. Perintahkanlah manusia sehingga sampai ke tempat yang dekat air. Di sana kita berhenti dan kemudian kita gali sumur-sumur dan kita buat kolam-kolam penampung air lalu kita berperang. Kita mendapat air minum sedang mereka tidak dapat minum."
Usul al-Habbab itu diterima oleh Rasulullah dan disambut baik dengan sabda beliau, “Benarpendapatmu itu!"
Di sini kita lihat, meskipun pada beliau terpegang komando tertinggi, tetapi beliau selalu sudi mendengarkan pertimbangan-pertimbangan dan usul-usul yang sehat. Dan, si empunya usul, yaitu al-Habbab lebih dahulu bertanya dengan hormatnya, apakah ke
tentuan tempat ini dari wahyu atau hanya pendapat beliau saja. Kalau dari wahyu dia tidak akan membantah. Akan tetapi, kalau ini termasuk taktik dan teknik perang, dia hendak mengemukakan usul. Rasulullah ﷺ pun menjawab terus terang bahwa itu hanyalah taktik dan teknik perang. Maka, setelah usul al-Habbab diterima, segeralah mereka menduduki tempat yang strategis itu, yang amat penting bagi persediaan air, sehingga pihak musuh tidak dapat mendahuluinya. Dan, setelah hujan turun semalam, mereka mendapat faedah yang banyak sekali dari hujan itu, sedang pihak musuh tidak dapat menyediakan air, sebab tanahnya tidak bisa digali dan air hujan meluncur saja di atas pasir di tempat perhentian mereka. Sebab itu, dalam Perang Badar ini, komando tertinggi telah memerhatikan dua syarat penting, yaitu medan dan cuaca.
Ayat 12
“(Ingatlah) tatkala Tuhan engkau mewahyukan kepada malaikat."
Yaitu seribu malaikat yang tak kelihatan pada mata yang telah dirasai adanya oleh mereka itu. Malaikat itulah yang telah diperintahkan oleh Allah agar menyampaikan titah Allah kepada mereka. “Sesungguhnya Aku adalah beserta kamu. Oleh sebab itu tetapkanlah hati orang-orang yang beriman." Mata telah dapat tidur dan hujan telah membawa kesegaran maka dimasukkanlah oleh malaikat perasaan kepada hati masing-masing bahwa mereka adalah kuat, gagah sebab Allah adalah bersama mereka. Mereka pasti dibantu oleh Allah dan sebagai orang-orang yang beriman mereka pun mendapat ketetapan hati. Sebaliknya pula, “Akan Aku masukkan rasa takut ke dalam hati orang-orang yang kafir." Artinya, semangat mereka akan menurun sehingga meskipun bilangan jumlah mereka itu tiga kali lebih banyak dari bilangan kaum Muslimin, mereka telah kalah semangat. Sebab, mereka tidak mempunyai keyakinan bahwa Allah ada bersama mereka dan tujuan peperangan mereka tidak suci dan mulia.
“Maka, pancunglah di atas kuduk dan pukullah daripada mereka tiap-tiap ujung jari mereka."
Artinya, dengan semangat yang demikian tinggi, keyakinan bantuan malaikat, keyakinan bahwa Allah ada bersama mereka, kesegaran badan dapat mandi, dan semalam pun dapat pula tidur beristirahat dan ada persediaan air yang cukup, mulailah manusia bertempur, perang melawan musuh. Kalau memancung atau menghantam lawan, hendaklah yang tepat memotong leher mereka, biar putus. Atau pancung ujung jari mereka sehingga tangan mereka tidak dapat lagi memegang pedang. Dalam bahasa kita yang populer dikatakan, “Gasak terus!"
Bunyi wahyu yang seperti ini dapatlah dipahamkan, bahwasanya apabila telah menghadapi tuhuk perang, hendaklah gagah berani. Hantam! Jika membunuh musuh jangan tanggung-tanggung, hendaklah latih diri bagaimana memukul yang tepat. Jika mengayunkan pedang, hendaklah ditaksir agar tepat putus leher musuh itu atau rembah tangannya, sehingga terlepas pedang dari tangan itu.
Sebab di dalam menyerang itupun tersimpan siasat bertahan. Akan tetapi, diingatkan kembali dengan ayat seterusnya, bahwa perang Islam itu mempunyai tujuan yang pasti. Terutama di dalam Peperangan Badar sebagai perang besar yang pertama dalam sejarah pertumbuhan Islam. Berperang bukan semata-mata karena hendak membunuh.
Ayat 13
“Yang demikian ialah karena mereka telah melanggar Allah dan Rasul-Nya."
Hantam mereka! Sebab mereka itu adalah musuh Allah! Dan musuh Rasul! Dan mereka akan terus melanggar atau memerangi Allah dan Rasul, kalau mereka tidak diperangi dengan gagah perkasa. Akan tetapi, berkali-kali mereka hendak membunuh Rasul Allah semasa masih di Mekah. Telah mereka tindas tiap-tiap orang yang menyatakan iman kepada Rasul. Bahkan akhirnya telah terpaksa Rasul hijrah ke Madinah bersama Muhajirin, karena paling akhir mereka telah memutuskan hendak membunuh Rasul dengan membagi-bagi darahnya kepada seluruh kabilah Quraisy, supaya tidak berani lagi keluarga terdekat Rasul Allah, yaitu Bani Hasyim menuntut darahnya. Dan, setelah pindah ke Madinah, tidak pula mereka berhenti mengatur siap-siapan hendak menghancurkan Islam yang baru tumbuh di Madinah itu. Sebab itu, Peperangan Badar ini adalah hukuman yang setimpal buat mereka.
“Dan barangsiapa yang melanggar Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya Allah, adalah sangat pedih siksaan-Nya."
Sangat pedih siksaan-Nya terhadap orang-orang yang tetap mempertahankan syirik itu, yang bukan saja tidak mau diajak kepada tauhid, bahkan memeranginya dan menyakiti dan mengusir orang yang berusaha menegakkan agama Allah di dunia ini. Dengan peperangan ini, mereka akan merasai betapa pedihnya siksa Allah kepada mereka.
Ayat 14
“Begitulah, maka rasakanlah olehmu itu."
Wahai kaum yang tidak mau menerima kebenaran. Rasakanlah siksaan Allah yang pedih itu, dengan kedatangan tentara Allah, yang berperang karena menegakkan cita-cita yang suci.
“Dan sesungguhnya bagi orang-orang yang kafir adalah siksaan neraka."
Tegasnya, di dunia mereka akan menderita siksaan yang pedih dengan sebab kekalahan dan harta benda yang menjadi rampasan orang dan beberapa orang yang ditawan dan beberapa pula yang mati. Adapun yang mati tewas dalam peperangan itu, adzab api neraka pulalah yang mereka derita.
Maka, terjadilah pertempuran Badar yang terkenal itu, yang mulai menyerang ialah pihak musyrikin. Pahlawan Musyrik yang bernama al-Aswad bin Abdul Asad mencoba lebih dahulu menyerbu, dengan maksud hendak merebut kolam penampung air yang dibuat kaum Muslimin, sambil dia bersumpah, ‘Aku berjanji dengan Allah, aku mesti minum dari air kolam mereka itu atau aku runtuhkan kolam itu, atau aku tewas di sana." Melihat dia datang dengan gagahnya itu, tampillah Hamzah bin Abdul Muthalib menghadangnya. Maka, terjadilah perkelahian hebat dengan pedang. Pedang Hamzah telah dapat menetak kakinya sehingga putus sebelah. Namun, dia masih dengan bersemangat dengan kaki sebelah hendak menuju kolam air itu juga. Akan tetapi, tenaganya tidak ada lagi, meskipun dia masih memegang pedang.
Hamzah segera datang. Dipancungnya Aswad sekali lagi, bercerailah badannya dengan kepalanya dan mati!
Melihat pelopor mereka yang pertama sudah mati, kedua pahlawan Quraisy bersaudara, yaitu Utbah dan Syaibah anak Rabi'ah dan al-Walid bin Utbah tampil pula ke muka dengan pedang terhunus. Melihat itu maka beberapa pemuda dari Anshar tampil pula hendak menghadang mereka. Lalu, mereka bersorak, “Hai Muhammad, tampillah ke muka yang sepadan dengan kami dari kaum kami sendiri!" Mereka meminta sesama Quraisy yang hijrah, jangan Anshar! Beliau kabulkan permintaan itu lalu beliau minta pemuda Anshar itu mundur dahulu, biar musuh itu dihadapi oleh kaum mereka sendiri yang telah sama-sama diusir dari kampung halamannya. Lalu, Nabi Muhammad ﷺ memanggil Ubaidah bin al-Harits dan Hamzah sekali lagi dan Ali bin Ab'i Thalib. Ubaidah menghadapi
Utbah, Hamzah menghadapi Syaibah dan Ali menghadapi al-Walid. Pertandingan di antara Utbah berimbang, keduanya telah sama luka. Dengan secepatkilatAli dan Hamzah melompat ke sisi Syaibah dan mengayunkan pedangnya dan Syaibah pun mati, sedang al-Walid pun menyusul kawannya. Adapun Ubaidah yang luka parah, mereka angkat berdua ke hadapan Rasulullah ﷺ Lalu, beliau letakkan kepala Ubaidah di atas haribaan beliau. Dengan terharu dia berkata, “Ya Rasulullah! Kalau sekiranya Abi Thalib melihatku sekarang ini niscaya tahulah beliau bahwa akulah yang pantas memegang kata beliau di kala beliau masih hidup dahulu:
Kami akan menyerahkan diri kepadanya, hingga kami lelah tetvas dekatnya.
Dan, kami kurbankan untuknya anak-anak kami dan keluarga kami.
Setelah itu Ubaidah pun menghembuskan napasnya yang penghabisan sedang di atas pangkuan Rasulullah ﷺ (Syair yang diulang Ubaidah ketika akan menghembuskan napas yang penghabisan itu ialah ucapan Abi Thalib seketika beliau didesak oleh pemuka-pemuka Quraisy supaya menyerahkan Muhammad kepada mereka. Abi Thalib berkata, menurut ungkapan kata di zaman sekarang, “Baru kamu akan dapat menangkap Muhammad kalau kamu telah melangkahi mayat dari anak-anakku dan istri-istriku.")
Pukulan pertama ini sangat menyakitkan hati kaum Quraisy. Telah berempat pahlawan mereka gugur dan dari pihak Muslimin hanya seorang. Itu pun disambut dalam pangkuan Rasulullah ﷺ dengan segenap kasih cinta. Melihat yang demikian, mulailah Quraisy mengadakan penyerbuan umum, dimulai dengan memanah, kemudian mendesak ke muka, keluarlah tombak dan pedang mereka. Kaum Muslimin teguh pada pertahanan mereka, sambil mengucapkan semboyan (yel-yel): “Ahad, Ahad!" (Esa-Esa) Semboyan yang menjelaskan bahwa mereka berperang adalah untuk Allah Yang Maha Esa!
Rasulullah berdiri memegang komando dari kemah terbuka dan memerintahkan Muslimin mengacau-balaukan serbuan musyrikin yang tersusun rapat itu.
Dengan jalan demikian, serbuan mereka mulailah mengendur, sebab dipecah dan di-kacau dengan serbuan ke tengah oleh Muslimin yang bersenjata pedang. Beliau saksikan betapa tinggi semangat pahlawan Allah yang hanya 300 orang itu, menghadapi 1.000 lebih musuh, sehingga dalam saat ketika saja sudah kelihatan di pihak mana kemenangan akan turun. Tiba-tiba Rasulullah ﷺ yang sedang berdiri di kemah komando itu berkata: “Ya Abu Bakar! Pertolongan Allah sudah datang. Jibril sudah kulihat datang menuntun kudanya dari celah Bukit Naqa', membawa berita kemenangan."
Beliau keluar dari kemah komando mengerahkan lagi kaum Muslimin dengan sabdanya, “Demi Allah, yang jiwa Muhammad ada dalam tangan-Nya. Barangsiapa yang menyerbu ke tengah mereka di hari ini, sampai dia sendiri mati terbunuh, dengan gagah perkasa, tabah dan sadar akan Allah, maju terus pantang mundur maka Allah telah menyatakan janji-Nya bahwa dia langsung masuk surga!"
Dan, kata beliau pula, “Surga yang luasnya seluas langit dan bumi!"
Tiba-tiba tampil seorang pemuda dari Anshar, bernama Umair bin Hammam, bertanya, “Ya!"
Dia menyahut, “Bakhin (baik-baik)!" Nabi bertanya pula, “Mengapa engkau berkata bakhin, bakhin?" Hammam menjawab, “Tidak apa-apa, ya Rasul Allah! Demi Allah aku berkata demikian karena ingin hendak menjadi penduduk surga itu." Rasul Allah menjawab, “Akan terkabul keinginanmu itu!"
Lalu, pemuda itu melemparkan beberapa butir buah kurma yang sedang dimakannya, sambil berkata, “Terlalu lama hidup buat menghabiskan buah kurma ini!" Dan dia bernyanyi:
Maju terus menghadap Allah, tak perlu bawa apa-apa.
Selain takwa dan amal untuk akhirat.
Dan, sabar pada jalan Allah, di dalam jihad.
Perbekalan dunia hanya barang yang akan habis.
Hanya takwa, kebajikan dan kecerdikan ...! Pemuda itu bertempur, dan ... dia pun syahid.
Itulah satu contoh semangat Muslim pada waktu itu. Tiga ratus orang yang bersedia mati, untuk memberikan leher dan darah bagi menggalang agama Allah. Semangat yang setinggi ini tiada tertangkis, oleh Musyrikin lagi. Musyrikin mendapat kekalahan besar oleh serbuan yang hebat itu. Tujuh puluh orang mereka tewas dan 70 orang pula yang tertawan. Di antara yang 70 orang itu adalah orang-orang penting, pemuka dan seperti yang dikatakan Rasulullah, “Buah hati negeri Mekah." Sedang dari pihak Muslimin mencapai syahidnya empat belas orang!
Di antara Muslimin yang tewas ialah seorang pemuda bernama Haritsah bin Suraqah. Dia bertugas berdiri di tempat ketinggian menilik gerak-gerik musuh, bukan masuk pertempuran. Dia terkena panah sesat lalu tewas. Maka, datang ibunya kepada Rasulullah bertanya, “Haritsah bagaimana, ya Rasulullah? Kalau dia masuk surga, aku akan sabar. Akan tetapi, kaiau tidak, aku akan berbuat sesuatu untuk dia." (Yaitu meratapinya; sebab di waktu itu belum dilarang meratap.)
Rasulullah ﷺ menjawab, “Surga itu bertingkat delapan. Anakmu duduk pada tingkat yang di atas sekali!"
Adapun yang hanya kena panah sesat, lagi beroleh tempat yang mulia demikian tinggi, kononlah yang tiga belas orang lagi, yang memang tewas dalam bertempur.
Dan, sejak itu pula Rasulullah saw, memaklumkan bahwasanya sekalian mereka yang turut dalam Peperangan Badar adalah mendapat kedudukan dan kemuliaan yang istimewa dari Allah. Dosa mereka diampuni. Sehingga setelah beberapa tahun kemudian seorang sahabat terkemuka berbuat satu kesalahan, yaitu berkirim surat kepada seorang sahabat teman karibnya di Mekah, meminta perlindungannya kalau kaum Muslimin kalah dalam pengepungan Mekah di tahun kedelapan, yaitu ketika penaklukkan Mekah, tetapi surat itu ditangkap. Umar bin Khaththab mengusulkan supaya sahabat itu dibunuh, sebab membuka rahasia. Sahabat itu ialah Hatib bin Abu Balta'ah. Rasulullah ﷺ memberinya maaf dengan alasan bahwa dia turut dalam Peperangan Badar, apatah lagi surat itu telah tertangkap sebelum sampai ke alamatnya.
Namun, lain dari kekhilafan Hatib yang sekali itu, tidak terdengar ada seorang pun anggota tentara Badar yang merugikan Islam.