Ayat
Terjemahan Per Kata
قَالَ
(Musa) berkata
رَبُّنَا
Tuhan kami
ٱلَّذِيٓ
yang
أَعۡطَىٰ
Dia memberikan
كُلَّ
tiap-tiap
شَيۡءٍ
sesuatu
خَلۡقَهُۥ
kejadiannya
ثُمَّ
kemudian
هَدَىٰ
Dia memberi petunjuk
قَالَ
(Musa) berkata
رَبُّنَا
Tuhan kami
ٱلَّذِيٓ
yang
أَعۡطَىٰ
Dia memberikan
كُلَّ
tiap-tiap
شَيۡءٍ
sesuatu
خَلۡقَهُۥ
kejadiannya
ثُمَّ
kemudian
هَدَىٰ
Dia memberi petunjuk
Terjemahan
Dia (Musa) menjawab, “Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah menganugerahkan kepada segala sesuatu bentuk penciptaannya (yang layak), kemudian memberinya petunjuk.”
Tafsir
(Musa berkata, "Rabb kami ialah yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu) yakni tiap-tiap makhluk (bentuk kejadiannya) yang membedakannya daripada makhluk yang lain (kemudian memberinya petunjuk") sehingga mengetahui makanan, minuman dan cara mengembangkan keturunannya serta hal-hal lain yang menyangkut kehidupannya.
Tafsir Surat Taha: 49-52
Berkata Firaun, 'Maka siapakah Tuhanmu berdua, hai Musa? Musa berkata, "Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk. Berkata Firaun, "Maka bagaimanakah keadaan umat-umat yang dahulu? Musa menjawab, "Pengetahuan tentang itu ada di sisi Tuhanku, di dalam sebuah kitab, Tuhan kami tidak akan salah dan tidak (pula) lupa. Allah ﷻ menceritakan tentang Fir'aun, bahwa ia berkata kepada Musa dengan nada yang ingkar kepada Tuhan yang menciptakan segala sesuatu, Tuhan segala sesuatu dan Yang menguasai serta memiliki semuanya, Fir'aun berkata, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: Maka siapakah Tuhanmu berdua, hai Musa? (Thaha: 49) Maksudnya, siapakah yang mengutusmu itu; karena sesungguhnya aku tidak mengenal-Nya.
dan aku tidak mengetahui adanya tuhan bagi kalian selain aku sendiri. Musa berkata, "Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk. (Thaha: 50) Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah Allah menciptakan bagi tiap-tiap sesuatu pasangannya masing-masing. Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Allah menciptakan manusia dalam bentuknya sendiri, keledai dalam bentuknya sendiri, dan kambing dalam bentuknya sendiri.
Lais ibnu Abu Sulaim telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa Allah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuknya masing-masing. Ibnu Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa Allah menyempurnakan penciptaan segala sesuatu. Sa'id ibnu Jubair telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian membennya petunjuk. (Thaha: 50) Yakni Allah memberikan kepada tiap-tiap makhluk bentuk yang pantas baginya, maka Dia tidak menjadikan manusia berbentuk hewan, dan hewan ternak tidak berbentuk seperti anj ing, anj ing pun tidaklah berbentuk seperti kambing.
Dan Allah memberikan kepada masing-masing apa yang diperlukannya untuk mengembangbiakkan keturunannya dan segala bentuknya untuk tujuan itu. Tiada sesuatu pun dari tiap-tiap jenis yang menyerupai lainnya dalam hal bentuk, rezeki (makanan), dan cara mengembangbiakkan keturunannya. Sebagian ulama tafsir mengatakan bahwa Allah memberikan pada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk. Semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: dan yang menentukan kadar (masing-masing; dan memberi petunjuk. (Al-Ala: 3) Yaitu telah menentukan kadar masing-masing dan memberikan petunjuk kepada makhluk-Nya untuk mengerjakannya.
Dengan kata lain, Allah telah menetapkan semua amal perbuatan, ajal, dan rezekinya masing-masing, kemudian semua makhluk berjalan menurut apa yang telah digariskan-Nya; mereka tidak dapat menyimpang darinya, dan tidak ada seorang pun yang mampu menyimpang dari ketentuan tersebut. Disebutkan bahwa Tuhan kamilah yang menciptakan makhluk dan menetapkan kadar, serta menciptakan watak masing-masing sesuai dengan apa yang dikehendaki-Nya.
Berkata Fir'aun, "Maka bagaimanakah keadaan umat-umat yang dahulu?" (Thaha: 51) Menurut pendapat yang paling sahih sehubungan dengan makna ayat ini, tatkala Fir'aun mendapat berita dari Musa bahwa Tuhan yang mengutusnya adalah Tuhan yang menciptakan makhluk, memberinya rezeki dan menentukan kadar masing-masing serta memberi petunjuk, maka Fir'aun berdalihkan dengan umat-umat terdahulu. Dengan kata lain, umat-umat terdahulu yang tidak menyembah Allah. Yakni mengapa mereka jika kenyataannya demikian tidak menyembah Tuhanmu, bahkan mereka menyembah selain-Nya? Musa berkata kepada Firaun, menjawab ucapannya yang demikian itu, bahwa sekalipun mereka tidak menyembah Allah, sesungguhnya amal perbuatan mereka dicatat di sisi Allah, dan kelak Allah akan memberikan balasannya kepada mereka.
Catatan yang dimaksud ialah Lauh Mahfuz dan catatan usia segala sesuatu. Tuhan kami tidak akan salah dan tidak (pula) lupa. (Thaha: 52) Yakni tiada sesuatu pun yang menyimpang dari ketetapan-Nya, dan tiada sesuatu pun yang luput dari pengetahuan-Nya, baik yang kecil maupun yang besar, dan Dia tidak pernah lupa kepada sesuatu pun Dengan kata lain, Musa menggambarkan tentang pengetahuan Allah, bahwa sesungguhnya pengetahuan Allah meliputi segala sesuatu, dan bahwa Dia tidak pernah lupa terhadap sesuatu pun, Mahasuci dan Mahatinggi Allah.
Sesungguhnya pengetahuan makhluk itu masih ada kekurangannya; dua hal yang terpenting di antaranya yaitu pengetahuannya terhadap sesuatu tidak meliputi, dan yang lain ialah lupa sesudah mengetahuinya. Maka Allah menyucikan diri-Nya dari kekurangan ini."
Nabi Musa menjawab, 'Tuhan kita semua ialah Tuhan yang telah menciptakan semua makhluk dan memberikan bentuk kejadian kepada segala sesuatu di alam semesta ini, kemudian memberinya petunjuk dan potensi untuk dapat melakukan segala sesuatu sesuai fungsinya. '51. Mendengar jawaban Nabi Musa tentang kekuasaan Allah, Fir'aun berkata, 'Jadi, bagaimana keadaan umat-umat yang dahulu yang telah meninggal dunia, seperti kaum Nabi Nuh, Hud, dan Saleh, yang lebih dulu ingkar''.
Pada ayat ini Allah menerangkan jawaban Musa atas pertanyaan Firaun bahwa yang mengutus keduanya ialah Tuhan yang telah melengkapi makhluk yang diciptakannya dengan anggota tubuh sesuai dengan kepentingannya masing-masing, seperti mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, begitu juga tangan, kaki, hidung dan lain-lain anggota tubuh menurut fungsinya masing-masing sesuai dengan petunjuk dari Allah. Firman Allah:
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan dan hati nurani, agar kamu bersyukur. (an-Nahl/16 : 78)
Kemudian Allah-lah yang membimbing dengan memberinya fungsi anggota tersebut untuk dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Sejalan dengan ayat ini.
Firman Allah:
Demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)nya, maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya, (asy-Syams/91: 7 dan 8)
Dan firman-Nya:
Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (kebajikan dan kejahatan). (al-Balad/90: 10).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 49
“Maka siapakah Tuhan kamu berdua itu, hai Musa?"
Dalam cara Fir'aun bertanya sudah jelas bahwa meskipun mereka berdua yang datang menghadap dan meskipun Harun yang tertua, dan meskipun mereka sama-sama Nabi dan Rasul, bimbingan tetap pada tangan yang satu, yaitu Musa. Maka Fir'aun yang arif dan mengerti sikap dan cara orang yang datang, dengan sendirinya telah tabu bahwa kepada
Musa-lah pertanyaan harus dihadapkannya.
Dan dalam membaca ayat ini kita rasakan pula makna yang terkandung di dalamnya. Nama Musa yang disebut, kepadanya Fir'aun menumpukan pertanyaan itu, karena sudah dikenalnya sejak kecilnya, dibesarkan dalam istananya. Pertanyaan boleh kita duga lebih mendalam! Seakan-akan dia jadi heran; Musa yang berpuluh tahun dibesarkan daiam istana, bukankah sudah tahu bahwa selarut selama ini yang disebut Tuhan itu ialah dirinya sendiri, Fir'aun, Raja di Raja negeri Mesir! Sampai Musa berangkat masih begitu peraturan yang berlaku. Dan Musa lari malam dari Mesir karena takut kena hukuman-karena dituduh membunuh orang. Sekarang tiba-tiba dia datang kembali, mendakwakan ada pula Tuhan yang lain. Dan Tuhan yang lain itulah Tuhan Musa. Bukan Fir'aun. Maka bertanyalah dia, “Siapakah Tuhan kamu berdua itu?" Aku belum kenal ada Tuhan lagi selain diriku. Tidak ada yang berkuasa di atas permukaan bumi ini melainkan aku. Sungai mengalir di bawah telapak kakiku. Manusia seluruhnya tunduk kepadaku.
Ayat 50
“(Musa) menjawab, ‘Tuhan kami ialah yang telah membelikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya,"
Musa telah menjawab yang tidak diingat oleh Fir'aun dan Fir'aun terpaksa tidak dapat mengatasinya. Dia menyangka bahwa dirinya sendirilah yang Tuhan, sebab dia berkuasa penuh di atas tumpuk tanah yang dirajainya: Negeri Mesir Ulu dan Hilir. Tiap-tiap manusia yang bertemu dengan dia di tengah jalan mesti tunduk menyembah. Digelengkannya kepadanya sedikit, orang yang di kelilingnya pun siap menunggu perintah. Tidak kata Fir'aun, tidak, la kata Fir'aun, ia! Hitam katanya, hitam. Putih katanya, putih. Tidak siapa dapat membantah.
Tetapi Musa telah membawanya ke daerah yang Fir'aun tidak ada kuasa sama sekali menentukannya. Kata Musa, “Tuhan kami ialah yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya." Tiap-tiap sesuatu; termasuk manusia, termasuk hewan yang merangkak di atas bumi, burung yang terbang di udara. Fir'aun tidak pernah turut menentukan bentuk manusia itu, dan bentuk binatang dan bentuk burung dan bentuk apa saja. Sungai Nil yang dibanggakannya mengalir di bawah kakinya, telah mengalir juga jauh sebelum Fir'aun lahir ke dunia dan akan mengalir terus kelak, walaupun sesudah Fir'aun mati.
Tiap-tiap manusia mempunyai bentuk rupa sendiri, atau khalq, dan rupa dan bentuk itu senantiasa berbeda di antara yang satu dengan yang lain, walaupun di antara ayah dengan anaknya. Sampai kepada garis di ujung jari yang halus, sampai kepada bunyi suara, tiap orang tiap lain pasangan suaranya. Dan tiap-tiapnya itu tidak ada yang berkacau-balau, sehinga tidak terdapat makhluk yang kakinya kaki kerbau, kepalanya kepala gajah dan muka manusia.
“Kemudian Itu Dia memberi petunjuk."
Maka bukanlah Tuhan kami berdua itu semata-mata memberi bentuk dan rupa bagi masing-masing makhluknya, bahkan diberinya pula petunjuk, masing-masing menurut kadar dan bakatnya. Kepada binatang-binatang diberikan petunjuk yang bernama naluri, sehingga semut pun berkumpul membuat sarang, lebah berkumpul di bawah pimpinan raja betina membuat sarang dan menghasilkan madu dan lilin. Demikian juga naluri yang diberikan kepada binatang-binatang yang lain. Adapun kepada manusia, istimewalah petunjuk yang diberikan, yaitu akal dan budi, kesanggupan membedakan yang buruk dengan yang baik, lalu kepada perlainan nasib, ada yang jadi raja seperti Fir'aun, ada yang jadi rasul seperti Musa.
Ibnu Abbas menafsirkan Allah memberikan petunjuk kepada manusia bagaimana
mencari teman hidup, mencari makan, minuman, dan tempat tinggal. Kemudian itu di-bangkitkan rasa bermasyarakat lalu kawin-mengawini.
Al-Hasan dan Qatadah menafsirkan, Allah memberinya petunjuk segala jalan yang akan bermanfaat bagi dirinya.
Mujahid menafsirkanlah, “Allah memberi tiap-tiapnya menurut bentuknya sendiri, se-hingga manusia tidaklah dijadikan serupa bentuk binatang dan binatang pun tidak pula dijadikan serupa bentuk manusia. Melainkan segala sesuatu dibentuk menurut hinggaan dan ketentuan yang telah ditetapkan, atau yang dinamai takdir."
Adh-Dhahah mengatakan, “Dijadikan menurut bentuk yang sepadan, terutama bagi manusia. Tangan dijadikan untuk menggenggam dan memegang dan memukul, kaki untuk berjalan, lidah untuk bercakap, mata untuk melihat, dan telinga untuk mendengar."
Fir'aun pasti akan mengakui terus terang, walaupun hanya dalam hati saja, bahwa semua yang diuraikan oleh Musa tentang Maha Kekuasaan Allah mereka berdua itu tidaklah dipunyai sedikit jua pun oleh Fir'aun.
Fir'aun telah mabuk oleh karena kekuasaan yang ada padanya. Sehingga karena mabuknya itu lupa bahwa kekuasaan yang dipunyainya itu hanya sekelumit kecil dari Maha Kekuasaan Allah yang meliputi dirinya, yang ada di kiri-kanannya. Orang-orang yang ada di kelilingnya, yang selalu memuja dan memuji, menyembah dan berjongkok, mengambil muka dan memperhambakan diri, niscaya tidak seorang jua pun yang berani lagi mengatakan kata yang sebenarnya, atau menginsafkan baginda akan Maha Kekuasaan yang tidak dapat dicapainya dengan tangannya itu. Inilah seorang rasul Allah, utusan istimewa dan Allah Yang Mahakuasa membawa suara baru yang belum pernah didengarnya itu, yang tidak dapat dibantahnya tetapi selama ini tidak disadarinya.
Ayat 51
“(Fir'aun) bertanya, “Maka bagaimanakah nasib umat yang dahulu?"
Bunyi pertanyaan ini pun telah menunjukkan betapa sempit ilmu dan pengalamannya tentang alam yang sekelilingnya. Dia menjadi Fir'aun, menjadi yang amat berkuasa di Tanah Mesir menggantikan ayahnya, dan ayahnya menggantikan nenek-neneknya dan neneknya lagi. Kononlah dinasti-dinasti yang ganti berganti dari Fir'aun yang memerintah Mesir itu sampai dua puluh dinasti dalam masa 2.000 tahun. Umumnya kekuasaan itu ditegakkan atas kepercayaan bahwa Fir'aun adalah Tuhan. Dialah sumber hukum yang tertinggi. Dia yang mengalirkan hidup kepada hamba rakyatnya. Di zaman Yusuf menjadi Menteri Besar Kerajaan Mesir agak kendurlah semangat menuhankan Fir'aun itu karena Yusuf sendiri seorang bijaksana dan berjasa yang menimbulkan segan dalam hati para penguasa. Namun setelah dia meninggal kepercayaan menuhankan Fir'aun itu bangkit kembali. Tetapi keturunan Yusuf dan saudara-saudaranya, yang disebut Bani Israil, yang berada di Mesir tetap setia, walaupun dengan secara sembunyi-sembunyi memuja Allah Yang Maha Esa, Tuhan pujaan nenek moyang mereka Ya'qub, Ishaq, dan Ibrahim. Tetapi mereka hidup ditindas selalu, dipandang “orang pendatang" yang tidak ada harganya. Mereka hanya bangsa kuli, pemikul beban yang berat, penjemput barang yang jauh; selebihnya tidak!
Sekarang Musa datang membawa suara baru, bahwa ada Allah Yang Mahabesar, sehingga kekuasaan Fir'aun tidak ada artinya sedikit jua pun dibandingkan dengan Maha Kekuasaan Allah itu. Maka bertanyalah Fir'aun, “Kalau menuhankan daku itu dipandang salah, bagaimana jadinya kepercayaan nenek moyang yang telah terdahulu? Padahal mereka pun orang baik-baik, orang mulia-mulia, orang berjasa? Apakah mereka akan disiksa api neraka semuanya?
Tafsir al-azhar Jilid 5
Suatu pertanyaan dari orang yang telah terdesak.
Ayat 52
“(Musa) menjawab, “Pengetahuan tentang itu adalah di sisi Tuhanku di dalam sebuah kitab."
Artinya tidaklah ada sesuatu dari perbuatan orang yang terdahulu itu yang luput dari pengetahuan dan catatan Allah. Semuanya telah tertulis dalam sebuah kitab, atau dalam sebuah catatan.
‘Tidaklah akan tersesat Tuhanku dan tidaklah Ia akan lupa."
Dengan ayat ini dijelaskanlah kepada Fir'aun bahwa penadbiran Ilahi, atau apa yang dinamai “administrasi" dari Maha Kekuasaannya tidaklah berkacau. Semuanya ada catatan, baik terhadap orang yang telah berlalu di zaman purbakala maupun pada waris yang datang di belakang. Tidak ada yang terlepas dari catatan Allah. Orang yang dulu-dulu itu ada yang berbuat jahat dan ada juga yang berbuat baik. Ada yang ingin berbuat kebajikan, tetapi dia tidak mengetahui betapa jalannya. Akal budi manusia sendiri menunjukkan kepadanya bahwa kekuasaan tertinggi itu ada! Itulah Allah. Ada orang yang terkunci lidahnya, tidak berani membuka mulut, namun dalam hatinya dia tidak menerima. Dan memang ada pula orang yang semata-mata jahat. Semuanya akan mendapat perhitungan yang jitu dan tepat dari Allah. Allah tidak akan tersesat menjatuhkan hukum dan Allah tidak akan menganiaya. Demikian pula Allah tidak akan lupa. Yang pelupa itu hanya manusia. Sifat tersesat dan pelupa adalah sifat kekurangan. Pada Allah Yang Mahakuasa tidak ada sifat-sifat kekurangan.
Dengan jawaban seperti ini, Musa pun telah menambah lagi sesuatu keterangan tentang Allah; Dia yang mempunyai catatan sendiri tentang amal perbuatan makhluknya. Dia tidak akan tersesat atau salah raba, salah menjatuhkan hukum, sehingga yang tidak bersalah kena juga. Dia tak pernah lupa. Dengan jawaban demikian, Fir'aun pun sudah dapat merasakan sendiri bahwa dia tidaklah mempunyai sifat-sifat kesempurnaan seperti itu.
Kemudian Musa melanjutkan dakwahnya tentang siapa yang berhak disebutkan menjadi Tuhan itu, yang sekali-kali kekuasaan Fir'aun tidak akan sampai demikian besar.
Ayat 53
“Yang telah menjadikan untuk kamu bumi ini jadi hamparan."
Fir'aun hanya mendapati saja bumi yang telah terhampar. Seluruh manusia lahir ke muka bumi ini dan hidup di atas hamparannya mengecap akan nikmat yang ada di dalamnya, mengutip akan kekayaannya, mendirikan bangunan yang indah-indah buat tempat tinggal."Dan dia jalurkan untuk kamu pada bumi itu jalan jalan," sehingga manusia tidaklah terkurung laksana katak di bawah tempurung pada satu daerah saja. Dia dapat berangkat ke tempat lain, ke negeri lain. Jalan-jalan itu ada yang berjalur melalui rimba belantara, padang luas, sungai yang mengalir tempat dilalui dengan perahu, lautan tempai dilalui dengan kapal. Dengan demikian ramailah hubungan antarmanusia. Karena manusia itu perlu memerlukan di antara satu negeri dengan negeri yang lain."Dan menurunkan air dari langit." Diterangkan di sini betapa sangat pentingnya turun hujan. Teratur sekali peredaran air akan menjadi hujan itu. Hujan turun, mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah; ada yang mengalir di permukaan bumi menuju tanah yang rendah dan belum berhenti sebelum dia berkumpul kembali di lautan. Maka timbullah jalur sungai-sungai yang melalui masa ribuan tahun. Dan ada pula yang menyelinap ke dalam bumi, kemudian dia timbul kembali menjadi telaga. Adapun air yang di lautan luas itu menguaplah dia ke udara menjadi embun dan menjadi awan, dan dia berarak dan dia bermega-mega di pucuk gunung, akan turun kembali menjadi hujan.
"Maka Kami keluarkanlah dengan dia." Yaitu dengan sebab turunnya air hujan itu."Berbagai ragam tumbuh-tumbuhan, aneka warna."
Dengan teraturnya turun hujan suburlah bumi. Kesuburan bumi menyebabkan keluarnya hasil bumi aneka warna, berbagai ragam. Ada yang manis dan yang pahit, ada yang asam dan yang pedas.
Ayat 54
“Makanlah olehmu dan gembalakanlah binatang ternakmu."
Dari sebab turunnya hujan tumbuhlah berbagai tumbuh-tumbuhan. Ada yang pantas menjadi makanan kita manusia, seumpama beras dan gandum dan berbagai buah-buahan. Dan ada pula yang pantas jadi makanan binatang ternak, seperti rumput-rumputan. Dan semuanya itu telah terbagi dengan sebaik-baiknya. Pendeknya semuanya terjamin makannya dari permukaan bumi ini karena teraturnya turun hujan. Dan kalau hujan tidak turun, sungai-sungai pun bisa saja kering.
“Sesungguhnya pada yang demikian itu adalah menjadi tanda-tanda bagi oiang-oiang yang mempunyai akal."
Dengan ujung kata demikian itu, bahwa semuanya ini patut menjadi tanda bukti akan Adanya Maha Kekuasaan Tertinggi Penadbir Alam ini, yaitu bagi manusia yang sudi mempergunakan akalnya. Kalau hal ini telah direnungkan, tentang siapalah manusia kecil ini di atas bumi Allah, niscayatah si manusia tidak akan menyombong.
Lalu Musa melanjutkan lagi pesan Allah.
Ayat 55
“Darinyalah Kami jadikan kamu."
Yaitu dari bumi tadi; hujan turun dengan teratur, bumi pun subur menghasilkan tumbuh-tumbuhan, akan makanan bagi manusia. Di dalam seluruh makanan itu, yang disebut ghidzi atau ghidzaa, terkandunglah zat-zat dari dalam bumi. Zat putih telur, zat besi kalori, dan berbagai ragam vitamin. Semuanya itu adalah saringan bumi. Semuanya itu menentukan perkembangan tubuh manusia dan menyehatkan darahnya. Di dalamnya terdapat juga zat yang dinamai hormon. Hormon itulah yang menimbulkan kegiatan, tenaga, dan gairah hidup, dan dialah yang memperkaya darah untuk menghasilkan mani. Dan mani itulah yang berkumpul dari pihak si laki-laki dan pihak si perempuan, sehingga kemudiannya dijadikan Allah jadi manusia, diberi bernyawa dan hidup menurut waktu yang ditentukan.
Itulah sebabnya maka ditegaskan dalam ayat ini bahwa dari bumi itulah Kami jadikan kamu. Tidak ada zat yang masuk ke dalam tubuh manusia yang didatangkan dari luar bumi. Semua ada di bumi disaringkan dari dalam bumi sehingga dapatlah dipastikan bahwa batang tubuh manusia itu pun bumi juga.
“Dan kepadanyalah akan Kami kembalikan kamu." (pertengahan ayat). Apabila datang waktunya, kita pun mati. Bilamana telah mati, kita pun dikembalikan ke asal kita tadi; ke bumi. Baik bila kita dikuburkan ke dalam kuburan biasa; maka hancurlah tubuh itu dalam kubur. Beberapa waktu kemudian jika kubur itu digali kembali, yang akan bertemu hanya tulang-tulang, atau yang dinamai tengkorak. Adapun daging-daging badan telah kembali jadi tanah.
Ataupun jenazah kita dibakar, sebagaimana dilakukan oleh orang pemeluk Hindu dan Buddha; habis lumat menjadi abu. Lalu dihanyutkan debu bangkai kita itu ke lautan atau ke dalam Sungai Gangga yang selalu mengalir, sehingga sampai di laut. Itu pun mempercepat kembali jadi tanah.
Ataupun mati di tengah lautan dalam perjalanan yang jauh, sehingga tidak dapat dibawa ke tanah tepi lagi. Berkali-kali kita lihat orang mati di kapal. Dimandikan, dikafani, dan dishalatkan sebagai biasa, lalu “dikuburkan" dengan membenamkannya masuk lautan. Kadang-kadang tidak kelihatan tanah tepi karena jauhnya. Diikatkan besi tebal, maka luluslah mayat itu sampai hilang dari penglihatan ditelan oleh birunya air laut. Entah segera dia dimakan ikan. Lumat dalam perut ikan jadi tanah.
Entah tertegak saja terhunjam ke dalam lunau lautan; itupun akhirnya kembali jadi tanah!
“Dan dari pula akan Kami keluarkanlah kamu sekali lagi."
Di bagian yang ketiga ini penglihatan dan pembuktian dengan mata tidak mungkin lagi. Bagian pertama dan kedua memang telah dapat kita buktikan, namun zaman yang ketiga ini kita seberangi dengan kepercayaan. Dengan iman!
Maka dijelaskanlah di dalam Al-Qur'an al-Karim bahwa kelak kemudian hari, setelah bilangan dunia ini sampai, maka berbunyilah serunai sangkakala, ditiup oleh malaikat yang bernama Israfil. Demi mendengarkan bunyi serunai itu, segala yang hidup pun matilah. Entah berapa masa kemudian, Allah saja yang tahu, Israfil pun diperintahkan meniup se-nurai itu kembali. Maka manusia yang telah meninggal itu semuanya pun bangunlah dari dalam bumi laksana belalang yang baru ditumbuhi sayap layaknya.
Panjang lebar juga ahli-ahli filsafat Islam bertukar pikiran tentang kemungkinan hari berbangkit (Kiamat) itu. Sampai ada ahli filsafat yang karena terlalu berfilosofi, mengatakan bahwa yang akan dibangkitkan itu hanya ruh saja. Adapun tubuh tidaklah akan kembali sebagai sediakala. Tetapi demi membaca beberapa keterangan yang jelas dalam Al-Qur'an, akan kocar-kacirlah pokok kepercayaan, terutama tentang yang gaib seperti ini, jika kita telah mulai membawanya ke bidang filsafat.
Biarlah soal kebangkitan kelak kemudian hari itu kita bicarakan pula di tempat dan ayatnya masing-masing.
Menurut sebuah hadits yang shahih, yang diriwayatkan oleh para penyusun kitab-kitab as-Sunnah (as-Sunan), bahwa suatu waktu Rasulullah ﷺ menghadiri satu upacara penguburan jenazah seorang. Setelah jenazah itu dimasukkan ke dalam kuburan dan tanah mulai ditimbunkan, Rasulullah langsung mengambil sekepal tanah; lalu beliau lemparkan ke dalam kubur sambil membaca pangkal ayat, minha khalaqnakum lalu beliau ambil sekepal lagi dan beliau lemparkan pula sambil membaca pertengahan ayat; wa fiha nu'idukum Akhirnya beliau ambil sekepal lagi beliau lemparkan pula sambil membaca ujung ayat; wa minha nukhrijukum taratan ukhra sesudah itu barulah orang beramai-ramai menimbuninya.