Ayat
Terjemahan Per Kata
يَوۡمَئِذٖ
pada hari itu
يُوَفِّيهِمُ
memberi balasan mereka
ٱللَّهُ
Allah
دِينَهُمُ
pembalasan mereka
ٱلۡحَقَّ
sebenarnya/semestinya
وَيَعۡلَمُونَ
dan mereka mengetahui
أَنَّ
bahwasanya
ٱللَّهَ
Allah
هُوَ
Dia
ٱلۡحَقُّ
yang benar
ٱلۡمُبِينُ
yang menjelaskan
يَوۡمَئِذٖ
pada hari itu
يُوَفِّيهِمُ
memberi balasan mereka
ٱللَّهُ
Allah
دِينَهُمُ
pembalasan mereka
ٱلۡحَقَّ
sebenarnya/semestinya
وَيَعۡلَمُونَ
dan mereka mengetahui
أَنَّ
bahwasanya
ٱللَّهَ
Allah
هُوَ
Dia
ٱلۡحَقُّ
yang benar
ٱلۡمُبِينُ
yang menjelaskan
Terjemahan
Pada hari itu Allah menyempurnakan balasan yang sebenarnya bagi mereka dan mereka mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Mahabenar lagi Maha Menjelaskan.
Tafsir
(Di hari itu, Allah akan memberi mereka balasan yang setimpal) Dia akan membalas mereka dengan pembalasan yang semestinya mereka terima (dan tahulah mereka bahwa Allahlah Yang Benar lagi Yang menjelaskan) karena Dia benar-benar membuktikan pembalasan-Nya yang selama ini mereka ragukan kebenarannya; di antara mereka yang mendapat pembalasan adalah Abdullah bin Ubay bin Salul. Yang dimaksud dengan wanita-wanita yang terpelihara kehormatannya adalah istri-istri Nabi ﷺ Adapun mengenai wanita-wanita yang disebutkan Qadzafnya dalam awal surah At-Taubah, yang dimaksud adalah wanita-wanita selain istri-istri Nabi.
Tafsir Surat An-Nur: 23-25
(Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena laknat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar, pada hari (ketika) lidah, tangan, dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. Di hari itu Allah akan memberi mereka balasan yang setimpal menurut semestinya, dan tahulah mereka bahwa Allah-lah Yang Benar, lagi Yang menjelaskan (segala sesuatu menurut hakikat yang sebenarnya).
Hal ini merupakan ancaman dari Allah ﷻ kepada orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik yang sedang dalam keadaan lengah berbuat zina, sedangkan mereka adalah wanita-wanita yang beriman. Disebutkan secara mayoritas muminat, maka Ummahatul Muminin termasuk ke dalam pengertian ini secara prioritas lebih dari semua wanita yang baik-baik. Terlebih lagi wanita yang menjadi penyebab turunnya ayat ini yaitu Siti Aisyah bintis Siddiq r.a. Para ulama rahimahumullah telah sepakat secara bulat, bahwa orang yang mencaci Siti Aisyah sesudah peristiwa turunnya ayat ini lalu menuduhnya berbuat zina sesudah ada keterangan dari Al-Qur'an yang membersihkan kehormatan dirinya.
Maka orang tersebut adalah kafir karena menentang Al-Qur'an. Tetapi sehubungan dengan Ummahatul Muminin lainnya, ada dua pendapat. Menurut pendapat yang paling sahih, mereka pun sama dengan Siti Aisyah r.a. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Firman Allah ﷻ: mereka kena laknat di dunia dan akhirat. (An-Nur: 23), hingga akhir ayat. Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. (Al-Ahzab: 57), hingga akhir ayat. Sebagian ulama berpendapat bahwa hal ini hanyalah khusus bagi Siti Aisyah r.a. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Hirasy, dari Al-Awwam, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini: Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina). (An-Nur: 23 Bahwa ayat ini secara khusus diturunkan berkenaan dengan Siti Aisyah.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Sa'id ibnu Jubair dan Muqatil ibnu Hayyan. Ibnu Jarir telah meriwayatkan hal ini melalui Siti Aisyah. Untuk itu ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdah Ad-Dabbi, telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, dari Umar ibnu Abu Salamah, dari ayahnya, dari Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa ia pernah dituduh berbuat zina, sedangkan ia dalam keadaan lalai (tidak menyadarinya), lalu berita itu sampai kepadanya. Ketika Rasulullah ﷺ sedang duduk di rumah Siti Aisyah, tiba-tiba wahyu diturunkan kepadanya. Siti Aisyah mengatakan, "Apabila wahyu sedang diturunkan kepada Rasulullah ﷺ maka beliau mengalami suatu keadaan seperti orang yang sedang dalam keadaan mengantuk.
Ketika wahyu diturunkan kepadanya, beliau sedang duduk di dekatku, kemudian beliau duduk tegak seraya mengusap wajahnya dan berkata, 'Hai Aisyah, bergembiralah.' Aku menjawab, 'Saya memuji kepada Allah, bukan memuji kepadamu.' Lalu Nabi ﷺ membacakan firman-Nya: 'Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina).' (An-Nur: 23) sampai dengan firman-Nya: 'Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh orang-orang yang menuduhnya. Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia (surga).' (An-Nur: 26)." Demikianlah bunyi hadis yang diketengahkan oleh Ibnu Jarir, di dalamnya tidak terdapat suatu ketentuan yang menyatakan bahwa hal ini khusus menyangkut Siti Aisyah.
Bahkan yang disebutkan di dalamnya hanya menyatakan bahwa peristiwa Siti Aisyah adalah yang melatarbelakangi turunnya ayat ini, sedangkan mengenai ketentuan hukumnya bersifat umum mencakup selainnya. Barangkali pendapat tersebut yang mengatakan bahwa hal ini khusus bagi Siti Aisyah hanyalah menurut pendapat Ibnu Abbas dan lain-lainnya yang sependapat dengan dia. Ad-Dahhak, Abul Jauza, dan Salamah ibnu Nabit mengatakan yang dimaksud oleh ayat ini ialah istri-istri Nabi ﷺ secara khusus, bukan wanita lainnya.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini, yaitu firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina). (An-Nur: 23), hingga akhir ayat. Yakni istri-istri Nabi ﷺ yang dituduh berbuat zina oleh orang-orang munafik, maka Allah melaknat dan murka terhadap mereka, serta mereka akan kembali dengan membawa murka dari Allah ﷻ Hal ini hanya berlaku berkenaan dengan istri-istri Nabi ﷺ Kemudian diturunkan sesudahnya firman Allah ﷻ yang menyebutkan: Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi. (An-Nur: 4) sampai dengan firman-Nya: maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (An-Nur: 5) Allah menurunkan ayat yang menyangkut masalah hukuman had dan tobatnya. Tobat diterima, tetapi kesaksian yang bersangkutan tidak diterima. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim, telah menceritakan kepada kami Al-Husain, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Al-Awwam ibnu Hausyab, dari seorang Syekh dari kalangan Bani Asad, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ia menafsirkan surat An-Nur, dan ketika sampai pada firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina). (An-Nur: 23), hingga akhir ayat.
Maka Ibnu Abbas mengatakan bahwa hal ini berkenaan dengan Aisyah dan istri-istri Nabi ﷺ yang lainnya. Di dalam ayat ini tidak jelas disebutkan ketentuan hukumnya, dan tidak disebutkan bahwa tobat mereka diterima. Kemudian Ibnu Abbas melanjutkan tafsirannya sampai pada firman Allah ﷻ: Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi. (An-Nur: 4) sampai dengan firman-Nya: kecuali orang-orang yang bertobat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya). (An-Nur: 5). hingga akhir ayat. Maka Allah ﷻ menjadikan bagi mereka jalan untuk tobat, dan tidak menjadikan bagi mereka yang menuduh istri-istri Nabi ﷺ jalan untuk tobat. Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa lalu sebagian dari para hadirin di majelis itu berniat bangkit menuju kepada Ibnu Abbas dengan maksud akan mencium kepalanya karena tafsir yang ia kemukakan tentang surat An-Nur ini sangat baik, sebagai ungkapan rasa terima kasihnya.
Perkataan Ibnu Abbas Mubhamah mengandung pengertian umum tentang pengharaman menuduh berzina setiap wanita yang baik-baik, dan bahwa pelakunya mendapat laknat di dunia dan akhirat. Hal yang sama telah dikatakan oleh Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, bahwa hal ini berkenaan dengan Siti Aisyah dan orang-orang yang melakukan perbuatan serupa terhadap kaum muslimat di masa sekarang.
Maka bagi mereka ancaman yang telah disebutkan oleh Allah ﷻ dalam firman-Nya. Akan tetapi, Siti Aisyah saat itu dijadikan sebagai teladan dan contoh dalam masalah ini. Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa makna ayat ini mengandung pengertian yang umum, dan pendapat inilah yang benar menurutnya. Pendapat yang mengatakan bermakna umum diperkuat oleh hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Ia mengatakan: ". ". telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdur Rahman (anak lelaki saudara Wahb), telah menceritakan kepadaku pamanku, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Bilal, dari Saur ibnu Zaid, dari Abul Gais, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: "Jauhilah tujuh macam dosa yang membinasakan.
Ketika ditanyakan, "Apa sajakah itu, wahai Rasulullah? Rasulullah ﷺ bersabda, "Mempersekutukan Allah, melakukan sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan alasan yang hak, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang, dan menuduh berzina wanita-wanita yang baik-baik, yang lalai lagi beriman." Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini di dalam kitab sahihnya masing-masing melalui hadis Sulaiman ibnu Bilal dengan sanad yang sama. : () :" Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Umar Abu Khalid At-Ta-i Al-Mahrami, telah menceritakan kepadaku Abi Tabrani mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abu Syu'aib Al-Harrani, telah menceritakan kepada kami kakekku (yaitu Ahmad ibnu Abu Syu'aib), telah menceritakan kepadaku Musa ibnu A'yun, dari Lais, dari Abu Ishaq, dari Silah ibnu Zufar, dari Huzaifah, dari Nabi ﷺ yang telah bersabda: Menuduh wanita yang baik-baik berbuat zina dapat menggugurkan amal (baik) seratus tahun.
Firman Allah ﷻ: Pada hari (ketika) lidah, tangan, dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. (An-Nur: 24) Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Yahya Ar-Razi, dari Amr ibnu Abu Qais, dari Mutarrif, dari Al-Minhal, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa sesungguhnya mereka adalah orang-orang musyrik.
Manakala mereka merasakan bahwa tiada yang dapat masuk surga kecuali ahli salat, mereka berkata, "Marilah kita mengingkari perbuatan-perbuatan kita dahulu (semasa di dunia)." Maka ketika mereka hendak mengingkari perbuatannya, dikuncilah mulut mereka, dan bersaksilah kedua tangan dan kedua kaki mereka (menyatakan perbuatan mereka yang sesungguhnya) sehingga mereka tidak dapat menyembunyikan kepada Allah suatu amal perbuatan pun. Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir mengatakan: :" .
telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Amr ibnul Haris, dari Darij dari Abu Haisam, dari Abu Sa'id, dari Nabi ﷺ yang telah bersabda: Apabila hari kiamat telah terjadi, maka diperkenalkanlah kepada orang kafir amal perbuatannya, lalu ia mengingkarinya dan berkilah. Maka dikatakan kepadanya, "Itulah mereka para tetanggamu yang mempersaksikan kamu. Dia berkata, "Mereka dusta. Kemudian dikatakan pula, "Itulah mereka keluarga dan kaum kerabatmu.
Ia menjawab, "Mereka dusta. Lalu dikatakan, "Bersumpahlah kamu!" Maka mereka berani bersumpah, setelah itu Allah membuat mereka bisu (tidak dapat bicara), maka bersaksilah terhadap mereka kedua tangan dan lisan mereka, lalu Allah memasukkan mereka ke dalam neraka. ". Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abu Syaibah Ibrahim ibnu Abdullah ibnu Abu Syaibah Al-Kufi, telah menceritakan kepada kami Minjab ibnul Haris At-Tamimi, telah menceritakan kepada kami Abu Amir Al-Asadi, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Ubaidul Maktab, dari Fudail ibnu Amr Al-Faqimi, dari Asy-Sya'bi dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa ketika kami berada di rumah Nabi Saw, tiba-tiba beliau tertawa sehingga gigi serinya kelihatan, kemudian beliau bersabda: "Tahukah kalian mengapa aku tertawa? Kami menjawab, "Allah da Rasul-Nya lebih mengetahui.
Beliau ﷺ bersabda, "Karena perdebatan seorang hamba kepada Tuhannya, ia berkata, 'Wahai Tuhanku, bukankah Engkau melindungi diriku dari kezaliman?' Allah berfirman, 'Aku tidak memperkenankan seorang saksi pun kecuali dari pihak-Ku. 'Allah berfirman, "Cukuplah hari ini engkau sebagai saksi terhadap dirimu dan juga para malaikat yang mulia-mulia. Maka dikuncilah mulutnya, lalu dikatakan kepada seluruh anggota tubuh si hamba itu, 'Berbicaralah kamu. Maka seluruh anggota tubuh si hamba itu membicarakan tentang amal perbuatannya.
Kemudian Allah membiarkannya berbicara kembali, maka si hamba itu berkata (kepada seluruh anggota tubuhnya), 'Celakalah kalian dan binasalah kalian, padahal aku berjuang untuk kalian'. Imam Muslim dan Imam Nasai telah meriwayatkannya pula melalui Abu Bakar ibnu AbuNadr, dari ayahnya, dari Abdullah Al-Asyja'i, dari Sufyan As-Sauri dengan sanad yang sama. Kemudian Imam Nasai berkata, bahwa ia tidak mengetahui seseorang meriwayatkan hadis ini dari Sufyan selain Al-Asyja'i.
Dengan demikian, hadis ini berpredikat garib. Hanya Allah Yang Maha Mengetahui. Demikianlah menurut komentar Imam Nasai. Qatadah mengatakan, "Hai anak Adam, demi Allah, sesungguhnya pada dirimu terdapat saksi-saksi yang tidak diragukan lagi dari badanmu sendiri. Maka waspadalah terhadap kesaksian mereka dan bertakwalah kepada Allah dalam rahasia dan terang-terangan kamu, karena sesungguhnya bagi Allah tiada sesuatu pun yang tersembunyi.
Kegelapan bagi Allah adalah sinar, dan rahasia bagi Allah adalah hal yang terang. Maka barang siapa yang mampu mati dalam keadaan berbaik prasangka kepada Allah, lakukanlah, dan tidak ada kekuatan (untuk mengerjakan amal ketaatan) kecuali dengan pertolongan Allah." Di hari itu Allah akan memberi mereka balasan yang setimpal menurut semestinya. (An-Nur: 25) Ibnu Abbas mengatakan, yang dimaksud dengan dinahum ialah hisab (perhitungan amal) mereka, dan semua lafaz dinahum yang terdapat di dalam Al-Qur'an artinya hisab mereka.
Hal yang sama telah dikatakan pula oleh selain Ibnu Abbas. Menurut qiraat jumhur ulama, bacaan nasab lafaz al-haq karena berkedudukan sebagai sifat dari dinahum. Sedangkan Mujahid membacanya rafa' karena menjadi sifat bagi lafaz Allah. Sebagian ulama Salaf membacanya demikian di dalam mushaf Ubay ibnu Ka'b, yakni dengan bacaan rafa'. Firman Allah ﷻ: dan tahulah mereka bahwa Allah-lah Yang Benar lagi Yang Menjelaskan. (An-Nur: 25) Yakni janji, ancaman, dan hisabnya. Dia adalah Mahaadil yang tidak pernah curang dalam hisab-Nya."
23-25. Sungguh, orang-orang yang menuduh berzina kepada perempuan-perempuan yang baik, menjaga kehormatannya, dan menjauhi perbuatan maksiat; yang lengah, yaitu tidak pernah berpikir untuk berbuat keji; dan wanita yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka, yakni para penuduh itu, dilaknat di dunia dan di akhirat, dan mereka akan mendapat azab yang besar pada hari Kiamat ketika Allah menjadikan lidah, tangan, dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan, termasuk tuduhan bohong mereka. Pada hari itu Allah menyempurnakan balasan yang sebenarnya bagi mereka secara setimpal, dan ketika itu mereka tahu dan sadar bahwa Allah Mahabenar atas segala firman-Nya, Maha Menjelaskan segala sesuatu. 26. Pada ayat ketiga dari surah ini Allah menegaskan bahwa pezina tidak layak mengawini kecuali pezina. Sudah menjadi sunatullah bahwa seseorang selalu cenderung kepada orang yang memiliki kesamaan dengannya. Hal itu kembali ditegaskan pada ayat ini. Perempuan-perempuan yang keji jiwanya dan buruk perangainya adalah untuk laki-laki yang keji layaknya perempuan itu, dan laki-laki yang keji jiwanya dan buruk perangainya untuk perempuan-perempuan yang keji seperti itu pula; dan sebaliknya, perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik pula. Rasulullah adalah manusia terbaik, maka istri-istrinya pastilah wanita yang baik dan terhormat. Mereka itu bersih dari apa yang dituduhkan orang. Mereka memperoleh ampunan atas kekhilafan mereka dan mendapat rezeki yang mulia di dunia dan akhirat.
Pada ayat ini Allah menerangkan bahwa di akhirat nanti, akan disempurnakan balasan amal perbuatan tiap-tiap manusia oleh Allah. Di sanalah mereka akan mengetahui bahwa azab yang dijanjikan kepada mereka yang berbuat dosa dan maksiat di dunia ini, benar-benar akan menjadi kenyataan dan tidak ada keragu-raguan, Allah benar-benar menepati janji-Nya, dan menjelaskan sesuatu menurut hakikat yang sebenarnya. Firman Allah:
Dan takutlah pada hari (ketika) kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian setiap orang diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang telah dilakukannya, dan mereka tidak dizalimi (dirugikan). (al-Baqarah/2: 281)
Oleh karena itu setiap manusia hendaklah berhati-hati dalam berbuat sesuatu dan sedapat mungkin menghindari hal-hal yang menyebabkan dia binasa dan di azab nanti di akhirat, sebagaimana sabda Nabi saw:
Jauhilah tujuh macam yang membinasakan. Ditanya apakah yang tujuh itu wahai Rasulullah? Jawab beliau, "Menyekutukan Allah, sihir, membunuh (manusia) yang diharamkan Allah, kecuali dengan hak, memakan riba, memakan harta benda anak yatim, lari membelakang dari pertempuran (fi sabilillah) dan menuduh perempuan-perempuan yang baik yang bersih hatinya dan beriman." (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Pada ayat 21 dijelaskan lagi perjuangan hidup-di dunia ini. Bahwasanya Tuhan ingin agar kita manusia menempuh jalan yang baik dan lurus.
Jalan lurus menuju keridhaan Tuhan itu senantiasa terganggu. Sebab syaitan pun mempunyai jalan sendiri dan merayu insan supaya menuruti jalan itu. Supaya martabat insan jatuh ke bawah. Apabila martabatnya telah jatuh, kekejian dan kemungkaranlah yang menjadi kesukaannya. Bertambah lurus jalan yang ditempuh, bertambah besar godaan syaitan agar manusia me-' ninggalkan jalan yang lurus itu, lalu menuruti ajakannya. Maka terjadilah peperangan yang hebat dalam hati sanubari manusia, antara kehendak baik dan nafsu jahat. Siapa yang diharapkan memberikan perlindungan? Tidak ada yang lain, melainkan Tuhan Allah sendiri. Lantaran itu tetapkanlah tujuan hidup, dirikanlah Allah dalam hati, sebab hanya Allah saja yang sanggup membersihkan peribadi kita daripada kekotorannya. Tuhan mengatakan bahwa Dia akan memberikan kebersihan kepada barangsiapa yang dikehendakiNya. Per-kuatlah budi dan perindahlah ibadat dan hubungan dengan Tuhan, supaya kita termasuk dalam daftar orang yang dikehendaki Tuhan akan dibersihkanNya itu. Kehidupan di dunia bukanlah semata-mata menunggu ketentuan Tuhan, melainkan sebaliknya. Tuhan pun akan menilik usaha kita sendiri buat mem-perbaiki diri. Segala seruan kita dirienganya, segala perbuatan kita diketahui-Nya.
Ayat 22 memberi ingat kepada orang-orang yang beriman supaya jangan meninggalkan sikap yang adil karena kemurkaan kepada seseorang. Niscaya sebagai manusia; tersinggunglah sangat hati Abu Bakar setelah diketahuinya bahwa di antara orang-orang yang turut terlibat di dalam memfitnah puterinya v ialah orang yang selama ini diharitunya hidupnya karena miakinnya, dan dari kalangan keluarganya sendiri. Hiba hati beliau melihat perbuatan yang tiada patut itu. Belanja hidup mereka sejak pindah ke Madinah beliau yang menanggung, datang dari kantong beliau sendiri. Karena perasaan yang tersinggung itu beliau bersumpah tidak lagi akan memberi belanja mereka, perbantuan yang diberikan selama ini hendak dihentikannya buat selamanya. Maka datanglah ayat ini memberi teguran kepada Abu Bakar.
“Janganlah orang yang mampu dan berkecukupan bersumpah tidak akan membantu kerabatnya, atau orang-orang yang miakin yang selama ini ditanggungnya, atau orang Muhajirin, berpindah ke Madinah karena turut menjunjung tinggi perjuangan menegakkan agama Allah."
Memang mereka telah bersalah turut menyebarkan khalar berita bohong. Tetapi sebagai orang yang beriman yang luas dada, hendaklah dikenangkan kembali siapa yang menyebabkan mereka bersalah.
Bukankah mereka hanya terbawa-bawa oleh gelombang orang banyak? Pada saat-saat yang pertimbangan akal sendiri terhenti karena ombak gelombang khabar beracun? Satu kesalahan, tidaklah boleh dihukum dengan dua hukuman. Dan suatu hukuman janganlah bermaksud membinasakan, melainkan bermaksud mendiriik. Beberapa orang di antara mereka telah menerima hukumannya, dipukul dengan 80 kali cemeti.
Hukuman'itu telah berkesan banyak sekali dalam jiwa mereka. Berbuat jahat bukanlah garis yang asal dalam jiwa mereka. Buktinya ialah bahwa mereka telah turut berjuang, turut meninggalkan kampung halaman Makkah, dan berpindah ke Madinah dan telah turut dalam segala perjuangan menegakkan agama Allah dan turut menderita. Banyak orang yang terlanjur berbuat salah, tetapi kemudian mereka menyesal dan taubat. Mereka dapat lagi berbuat baik sehingga kesalahan yang terlanjur itu dapat ditimbuni oleh kebaikan yang -dibina di belakang. SIsa umur dapat dipergunakan buat memperbaiki diri. Agama Islam memberi kesempatan kepada sekalian insan tidak mengajarkan
rasa dendam kepada orang yang pernah bersalah.
Setiap orang harus berusaha memperbaiki jalan hidupnya. Kalau rasa dendam telah dipergunakan kepada orang yang bersalah, seakan-akan mereka tidak diberi kesempatan lagi akan berbuat baik, maka pendendam itu tidak dengan dIsadari adalah kesalahan yang lebih besar lagi. Orang berbuat kesalahan satu kali lalu taubat, tetapi orang yang mendendam senantiasa berdosa selama dia masih berdendam.
Apakah yang lebih baik bagi seorang yang beriman? Yang lebih baik ialah memberi maaf. Mengulurkan tangan kepada yang bersalah dan menghabiskan yang lama dari ingatan. Dan sikap yang seperti ini sangatlah besar kesannya bagi jiwa sendiri. Sebab itu Tuhan bersabda di ujung ayat 22 itu:
“Tidakkah engkau suka jika Tuhan memberi ampun kepada kamu? Bukankah Tuhan itu Maha Pengampun dan Maha Penyayang?"
Perhatikanlah ayat ini baik-baik. Terdapatlah di dalamnya ilmu pendiriikan yang amat mendalam, baik untuk orang yang memimpin kaumnya dalam ukuran kecil atau ukuran besar. Apabila seorang pemimpin lekas merasa tersinggung karena kehormatan dirinya diganggu dan tidak pandai menahan hati niscaya pimpinan akan lepas dari tangannya. Rasa cintanya akan bertukar dengan rasa" berici, jiwanya tidak naik melainkan menurun. Pandangan hidupnya yang tadiriya berpangkal tolak dari iman, dengan tidak dIsadarinya bertukar menjadi titik tolak dari kesyaitanan. Pemimpin adalah “pamong" menanai mendukung. Membawa naik bukan menganjurkan turun.
Mendengar ayat yang amat mendalam ini, tersebut dalam riwayat bahwa Saiyidiria Abu Bakar sadar akan kesalahan dan keterburu-nafsunya hendak menghentikan perbantuan yang biasa diberikannya kepada orang-orang yang ditolongnya itu. Sumpahnya dicabut kembali dengan membayar kaffarah, dan bantuan-bantuan yang diberikannya diteruskannya, sehingga kaum kerabatnya yang ditolongnya itu terpelihara kembali jiwanya. Hukuman yang demikianlah yang menambah keinsafan mereka dan memperdalam rasa kesadaran. Dan
pintu buat beramal yang shalih masih terbuka bagi mereka. Dan bagi Abu Bakar sendiri, penderitaan batin karena anaknya tertuduh itu, yang telah di-
salah satu pembina dari peribadi besar Saiyidiria Abu Bakar as-Shiddiq. Khatifah pertama dari Rasulullah s.a.w. Ujian-ujian perasaan yang berat apabila dapat diatasi akan menjadi jaminan atas kenaikan mutu peribadi.
Kemudian itu di ayat 23 dijelaskan Tuhan lagi bahwasanya orang-orang yang tuduh-menuduh perempuan-perempuan yang terberiteng jiwanya oleh budiriya, jujur dan memandang dunia dengan kejujuran pula, dipatrikan oleh iman yang tulus kepada Allah. Orang-orang yang menuduh wanita demikian, akan mendapat kutuk dari Allah di dunia dan di akhirat, ditambah pula dengan siksa. Ayat ini adalah penjelasan berulang-ulang atas beratnya hukuman menuduh-nuduh itu.
Di ayat 24 dijelaskan lagi bahwasanya lidah yang menyebarkan fitnah, tangan yang menjembatani mencari khabar buruk, kaki yang melangkah menyebar berita bohong, semuanya akan menjadi saksi atas perbuatan yang buruk itu di hadapan Allah. Dan di hari akhirat itu kelak demikian kata ayat yang ke25. Tuhan akan membayar kontan segala perbuatan yang dilakukan itu, akan mendapat balasan yang benar. Pada waktu itulah kelak mereka akan mengetahui Allah sebagai Kebenaran dan Allah sebagai Kenyataan.
lah dari orang-orang yang kotor, dan orang-orang yang kotor adalah untuk perkara-perkara yang kotor. Sedang perkara yang baik adalah dari orang baik-baik, dan orang baik-baik menimbulkan perkara yang baik pula. Adapun