Ayat
Terjemahan Per Kata
إِنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
هُوَ
Dia
ٱلرَّزَّاقُ
Maha Pemberi rezeki
ذُو
mempunyai
ٱلۡقُوَّةِ
kekuatan
ٱلۡمَتِينُ
teguh/kokoh
إِنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
هُوَ
Dia
ٱلرَّزَّاقُ
Maha Pemberi rezeki
ذُو
mempunyai
ٱلۡقُوَّةِ
kekuatan
ٱلۡمَتِينُ
teguh/kokoh
Terjemahan
Sesungguhnya Allahlah Maha Pemberi Rezeki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kukuh.
Tafsir
(Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh) yakni Sangat Perkasa.
Tafsir Surat Adz-Dzariyat: 52-60
Demikianlah tidak seorang rasul pun yang datang kepada orang-orang yang sebelum mereka, melainkan mereka mengatakan, "Ia adalah seorang tukang sihir atau orang gila. Apakah mereka saling berpesan tentang apa yang dikatakan itu. Sebenarnya mereka adalah kaum yang melampaui batas. Maka berpalinglah kamu dari mereka, dan kamu sekali-kali tidak tercela. Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah, Dialah Maha Pemberi rezeki Yang mempunyai kekuatan lagi Sangat Kokoh. Maka sesungguhnya untuk orang-orang zalim ada bagian (siksa) seperti bagian teman-teman mereka (dahulu); maka janganlah mereka meminta kepadaKu menyegerakannya. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang kafir pada hari yang diancamkan kepada mereka.
Allah subhanahu wa ta’ala menghibur hati Nabi-Nya, bahwa sebagaimana dikatakan terhadapmu oleh orang-orang musyrik itu, juga dikatakan pula oleh orang-orang yang mendustakan para rasul-Nya di masa lalu. Demikianlah tidak seorang rasul pun yang datang kepada orang-orang yang sebelum mereka, melainkan mereka mengatakan, "Ia adalah seorang tukang sihir atau orang gila. (Adz-Dzariyat: 52) Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya: Apakah mereka saling berpesan tentang apa yang dikatakan itu? (Adz-Dzariyat: 53) Yakni apakah sebagian dari mereka saling berpesan dengan sebagian yang lain tentang ucapan itu? Sebenarnya mereka adalah kaum yang melampaui batas. (Adz-Dzariyat: 53) Sebenarnya mereka adalah kaum yang melampaui batas, hati mereka sama saja.
Karena itu, maka orang-orang yang terkemudian dari mereka mengatakan hal yang sama dengan apa yang dikatakan oleh orang-orang sebelum mereka. Maka Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Maka berpalinglah kamu dari mereka. (Adz-Dzariyat: 54) Yakni wahai Muhammad, berpalinglah kamu dari mereka. dan kamu sekali-kali tidak tercela. (Adz-Dzariyat: 54) Maksudnya, Kami tidak mencelamu dengan sikap tersebut. Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman. (Adz-Dzariyat: 55) Yakni sesungguhnya yang dapat menerima manfaat peringatan itu hanyalah orang-orang yang hatinya beriman. Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (Adz-Dzariyat: 56) Sesungguhnya Aku menciptakan mereka agar Aku memerintahkan mereka untuk menyembah-Ku, bukan karena Aku membutuhkan mereka.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas : melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (Adz-Dzariyat: 56) Yakni agar mereka mengakui kehambaan mereka kepada-Ku, baik dengan sukarela maupun terpaksa. Demikianlah menurut apa yang dipilih oleh Ibnu Jarir. Menurut Ibnu Juraij, makna yang dimaksud ialah melainkan supaya mereka mengenal-Ku. Ar-Rabi' ibnu Anas telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (Adz-Dzariyat: 56) Yakni kecuali untuk beribadah.
As-Suddi mengatakan bahwa sebagian dari pengertian ibadah ada yang bermanfaat dan sebagian lainnya ada yang tidak bermanfaat. Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka, "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi? Niscaya mereka akan menjawab, "Allah. (Az-Zumar: 38; Luqman: 25) Ini jawaban dari mereka termasuk ibadah. Akan tetapi, hal ini tidak memberi manfaat bagi mereka karena kemusyrikan mereka. Adh-Dhahhak mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ayat ini (Adz-Dzariyat: 56) adalah orang-orang mukmin.
Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah, Dialah Maha Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh. (Adz-Dzariyat: 57-58) Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Adam dan Abu Sa'id. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abu Ishaq, dari Abdur Rahman ibnu Yazid, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ telah membacakan ayat ini kepadanya dengan bacaan berikut, yaitu: Sesungguhnya Aku adalah Maha Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.
Imam Abu Dawud, Imam An-Nasai, dan Imam At-Tirmidzi meriwayatkannya melalui hadits Israil. Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Makna ayat, Allah subhanahu wa ta’ala menciptakan hamba-hamba agar mereka menyembah-Nya semata tiada sekutu bagi-Nya. Maka barang siapa yang menaati perintah ini, Dia akan membalasnya dengan balasan yang sempurna. Dan barang siapa yang durhaka kepada-Nya, maka Dia akan menyiksanya dengan siksaan yang keras. Dan Allah memberitahukan kepada mereka bahwa Dia tidak membutuhkan mereka, bahkan sebaliknya merekalah yang berhajat kepada-Nya dalam semua keadaan mereka.
Karena Dialah Yang menciptakan mereka dan Yang memberi mereka rezeki. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Imran (yakni Ibnu Zaidah ibnu Nasyit), dari Nasyit (yakni ayahnya), dari Abu Khalid Al-Walibi, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ telah menceritakan hadits qudsi, bahwa Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman: Wahai anak Adam, tekunlah beribadah kepada-Ku, niscaya Kupenuhi dadamu dengan kekayaan dan Kututup kefakiranmu. Dan jika kamu tidak melakukannya, maka Aku akan memenuhi dadamu dengan kesibukan dan Aku tidak mau menutup kefakiranmu. Imam At-Tirmidzi meriwayatkannya juga Ibnu Majah melalui hadits Imran ibnu Zaidah. Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan gharib. Imam Ahmad telah meriwayatkan dari Waki', dari Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy, dari Salam ibnu Syurahbil yang mengatakan bahwa ia telah mendengar Habbah dan Sawa (kedua putra Khalid) mengatakan, "Kami datang kepada Rasulullah ﷺ saat beliau sedang melakukan suatu pekerjaan atau sedang membuat suatu bangunan menurut Abu Mu'awiyah sedang membetulkan sesuatu.
Lalu kami membantunya, dan setelah selesai, beliau ﷺ mendoakan kami. Sesudah itu beliau ﷺ bersabda: 'Janganlah kamu berdua berputus asa dari rezeki selama kepalamu masih dapat digerakkan. Karena sesungguhnya manusia itu dilahirkan oleh ibunya dalam keadaan bayi merah tanpa mengenakan apa pun, kemudian Allah memberinya karunia dan rezeki'. Disebutkan dalam salah satu kitab Ilahi (samawi) bahwa Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, "Wahai anak Adam, Aku menciptakanmu untuk beribadah kepada-Ku, makajanganlah kamu main-main. Aku menjamin rezekimu, maka janganlah kamu merasa lelah, dan carilah (karunia)-Ku, niscaya kamu akan dapat menjumpai (karunia)-Ku. Dan jika kamu menjumpaiKu, berarti kamu mendapatkan segala sesuatu. Jika Aku terlewat olehmu, maka segala sesuatu terlewatkan darimu. Dan Aku lebih menyukaimu daripada segala sesuatu." Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Maka sesungguhnya untuk orang-orang yang zalim ada bagian. (Adz-Dzariyat: 59) Yakni bagian dari azab atau siksa.
seperti bagian teman-teman mereka (dahulu); maka janganlah mereka meminta kepada-Ku menyegerakannya. (Adz-Dzariyat: 59) Artinya, maka janganlah kamu meminta akan Aku menyegerakannya terhadap kamu, karena sesungguhnya hal itu pasti akan terjadi. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang kafir pada hari yang diancamkan kepada mereka. (Adz-Dzariyat: 60) Yaitu hari kiamat nanti."
Sungguh, Allah Mahakuasa dan tidak memerlukan sesuatu dari makhluknya karena Dialah Pemberi rezeki kepada makhluk-Nya, dan Dia juga yang mempunyai kekuatan yang sangat besar lagi sangat kukuh. 59. Dengan ajaran yang disampaikan para rasul, Allah menegaskan bahwa siapa saja yang ingkar kepada-Nya maka sungguh mereka diancam dengan azab yang pedih. Karena itu, untuk orang-orang yang zalim dan tidak taat pada tuntunan-Nya pasti akan ada bagian azab seperti bagian teman-teman mereka dari generasi terdahulu yang selalu ingkar; maka janganlah mereka yang durhaka itu meminta kepada-Ku untuk menyegerakan azab yang merupakan hukuman-Nya.
Pada ayat ini Allah menerangkan bahwa sesungguhnya Dia tidak akan minta bantuan mereka untuk sesuatu kemanfaatan atau kemudaratan dan tidak pula menghendaki rezeki dan memberikan makan seperti apa yang dikerjakan oleh para majikan terhadap buruhnya, karena Allah tidak perlu kepada mereka, bahkan merekalah yang memerlukan-Nya dalam segala urusan mereka, Allah adalah pencipta mereka dan pemberi rezeki mereka. Dialah yang mempunyai kekuasaan, kemampuan dan kekuatan yang tak terhingga. Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengerti. Abu Hurairah meriwayatkan dan berkata:
Rasulullah bersabda: "Allah berfirman:"Wahai anak Adam, luangkanlah waktu untuk beribadat kepada-Ku niscaya Aku penuhi dadamu dengan kekayaan dan Ku-tutupi kefakiranmu, dan jika engkau tidak berbuat (menyediakan waktu untuk beribadat kepadaKu) niscaya akan Ku-penuhi dadamu dengan kesibukan (keruwetan) dan tak akan Ku-tutupi keperluanmu (kefakiran)." (Riwayat Ahmad dari Abu Hurairah).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
TENTANG MANUSIA DAN JIN
Ayat 56
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, melainkan untuk mengabdi kepada-Ku."
Inilah peringatan lanjutan dari ayat yang sebelumnya, yaitu supaya Rasulullah ﷺ meneruskan memberi peringatan. Sebab, peringatan akan besar manfaatnya bagi orang yang beriman. Maka, datanglah tambahan ayat 56 bahwasanya Allah menciptakan jin dan manusia tidak ada guna yang lain, melainkan buat mengabdikan diri kepada Allah. Jika seorang telah mengakui beriman kepada Allah, tidaklah dia akan mau jika hidupnya di dunia ini kosong saja. Dia tidak boleh menganggur. Selama nyawa dikandung badan, manusia harus ingat bahwa tempohnya tidak boleh kosong dari pengabdian. Seluruh hidup hendaklah dijadikan ibadah.
Menurut riwayat dari Ali bin Abi Thalhah, yang diterimanya dari Ibnu Abbas, arti untuk beribadah ialah mengakui diri adalah budak atau hamba dari Allah, tunduk menurut ke-mauan Allah, baik secara sukarela atau secara terpaksa, namun kehendak Allah berlaku juga (thau'an aw karhan). Mau tidak mau diri pun hidup. Mau tidak mau kalau umur panjang mesti tua. Mau tidak mau jika datang ajal mesti mati ada manusia yang hendak melakukan di dalam hidup ini menurut kemauannya, namun yang berlaku ialah kemauan Allah jua.
Oleh sebab itu, ayat ini memberi ingat kepada manusia bahwa sadar atau tidak sadar dia pasti mematuhi kehendak Allah. Maka jalan yang lebih baik bagi manusia ialah menginsafi kegunaan hidupnya sehingga dia pun tidak merasa keberatan lagi mengerjakan berbagai ibadah kepada Allah.
Apabila manusia mengenal kepada budi yang luhur, niscaya dia mengenal apa yang dinamai berterima kasih. Ada orang yang menolong kita melepaskan dari malapetaka, kita pun segera mengucapkan terima kasih. Kita mengembara di satu padang pasir. Dan, sangat jauhnya perjalanan, kita kehausan, air sangat sukar. Tiba-tiba di suatu tempat yang sunyi sepi kita bertemu satu orang yang menyuruh kita berhenti berjalan sejenak.
Kita pun berhenti. Lalu, dia bawakan se-teguk air. Kita pun mengucapkan banyak-banyak terima kasih. Kita ucapkan terima kasih dengan merendahkan diri. Sebab kita merasa berutang budi kepadanya. Dan, tidaklah ada manusia beradab di dunia yang membantah keluhuran budi orang yang berterima kasih itu.
Maka, bandingkanlah semuanya dengan anugerah Ilahi bagi menjamin hidup kita. Sejak mulai lahir dari perut ibu sampai kepada masa habis tempoh di dunia ini dan kita menutup mata, tidaklah dapat dihitung dan dinilai betapa besar nikmat dan karunia Allah kepada kita. Maka, timbullah pertanyaan. Apakah tidak patut kita berterima kasih kepada-Nya atas seluruh karunia itu?
Di sinilah Allah menjuruskan hidup kita, memberi kita pengarahan. Allah menciptakan kita, jin dan manusia tidak untuk yang lain, hanya untuk satu macam tugas saja, yaitu mengabdi, beribadah. Beribadah, yaitu mengakui bahwa kita ini hamba-Nya, tunduk kepada kemauan-Nya.
Ibadah itu diawali atau dimulai dengan iman. Yaitu percaya bahwa ada Allah yang menjamin kita. Percaya akan adanya Allah ini saja, sudah jadi dasar pertama dari hidup itu sendiri. Maka, iman yang telah tumbuh itu, wajib dibuktikan dengan amal yang shalih.
Yaitu, perbuatan yang baik. Iman dan amal saleh inilah pokok ibadah. Bila kita telah mengaku beriman kepada Allah, niscaya kita pun percaya kepada Rasul-Nya. Maka, pesan Allah yang disampaikan oleh Rasul itu kita perhatikan. Perintah-Nya kita kerjakan, la-rangan-Nya kita hentikan.
Maka, dapatlah kita jadikan seluruh hidup kita ini ibadah kepada Allah. Shalat lima waktu, puasa bulan Ramadhan, berzakat kepada fakir miskin, adalah bagian kecil, sebagai pematri dari seluruh ibadah yang umum itu. Semuanya itu kita kerjakan karena kita iman kepada-Nya, dan kita pun beramal yang saleh, untuk faedah sesama kita manusia. Kalau tidak ini yang kita kerjakan, tidaklah ada artinya hidup kita yang terbatas di dalam dunia ini.
Maka, dari ayat 52 sampai ayat 55, bahkan sampai ayat 56 ini, ada pertaliannya semua. Yang dapat diringkaskan bahwasanya mengadakan dakwah kepada jalan Allah tidaklah boleh berhenti, meskipun akan dituduh orang tukang sihir atau orang gila. Itu jangan dipedulikan, berpaling dari mereka dan jangan kecil hati. Dakwah supaya diteruskan. Meskipun orang yang melampaui batas itu akan menuduh tukang sihir atau gila, namun dakwah yang baik akan diterima oleh orang yang beriman. Melakukan dakwah kepada jalan yang baik adalah tugas utama dalam hidup. Padahal, jin dan manusia diciptakan ke dunia ini adalah untuk mengabdikan diri, lain tidak. Kalau tidak beribadah kepada Allah apalah artinya hidup itu. Umur terlalu pendek di dunia ini. Umur yang pendek itu mesti diisi sehingga setelah manusia mati sekalipun, namun iman dan amal salehnya masih hidup dan tetap hidup.
Ayat 57
‘Tidaklah Aku menghendaki rezeki dari mereka."
Menunjukkan bahwasanya Allah Ta'aala, Mahakaya, Mahasempurna sehingga tidaklah Dia menghendaki rezeki apa-apa daripada kita makhluk-Nya ini.
“Dan, tidaklah Aku meminta agar mereka memberi-Ku makan."
Maka, bukanlah Allah yang memohonkan apa-apa dari kita, melainkan kitalah yang amat berkehendak kepada-Nya, Allah sarwa sekalian alam.
Ayat ini adalah sambungan pelengkap dari ayat-ayat yang sebelumnya. Tempat kita berlindung hanya Dia. Dan kita diciptakan adalah semata-mata untuk mengabdikan diri kepada-Nya. Bulat tujuan kepada yang satu itu, tidak Dia bersekutu dengan yang lain.
Ayat 58
“Sesungguhnya Allah, Dialah yang memberi rezeki."
Karena hanya Dia yang memberi rezeki maka tidaklah patut manusia memohon rezeki itu kepada yang lain. Misalnya, padi yang tumbuh buat kita makan, tidaklah dia tumbuh di atas setumpak bumi pun yang bukan kepunyaan Allah. Dan, padi itu pun berkehendak kepada air. Air itu pun tidak akan ada kalau tidak ada hujan. Dan, turun hujan pun bukan kita yang mengatur, melainkan Allah juga. Jika lama hari tidak hujan, tanah pun kering, tanaman tidak akan tumbuh, jika hujan itu terlalu lebat, dan sampai berhari-hari maka timbullah genangan air, air bah sehingga padi yang hampir masak habis terendam dan rusak.
Berpuluh kali terjadi, beberapa hari saja sebelum panen padinya habis direndam banjir, dan manusia tidak ada upaya buat menghambat kemalangan yang disebabkan banjir, atau air bah itu. Sebab itu, di ujung ayat ditegaskan bahwa Allah itu adalah,
“Yang empunya kekuatan yang teguh."
Yang menganugerahi seluruh negeri itu ialah Dia. Segala rezeki yang kita terima betul-betul karena belas kasihan-Nya belaka, sesuai dengan munajat yang diajarkan Rasulullah ﷺ,
“Tidak ada yang dapat menghalangi bagi apa yang Engkau beri, dan tidak ada pemberi bagi apa yang Engkau halangi, dan tidak ada yang kuasa menolak bagi apa yang telah Engkau tetapkan."
Dia Mahakuasa memberi kita makan. Tetapi, misalnya, kita kaya raya, lebih dan cukup sedia harta buat persediaan makanan, namun makanan itu tidak akan bisa dimasukkan ke dalam rongga perut kita kalau misalnya kita sakit. Maka, yang empunya kekuatan dan keteguhan atas diri kita itu jelaslah Allah jua adanya.
Maka, tersebutlah dalam sebuah Hadits Qudsi, dari Abu Hurairah r.a., berkata dia, ‘Bersabda Rasulullah ﷺ, yakni berfirman Allah Ta'aala,
“‘Wahai Anak Adam, penuhilah hidupmu dengan beribadah kepada-Ku, niscaya akan Aku penuhi dada engkau dengan kekayaan dan Aku tutup pintu fakir (miskin) dari engkau. Tetapi, jika tidak engkau berbuat begitu, niscaya dadamu engkau penuhi dengan rasa bimbang dan tidaklah akan aku tutup pintu kemiskinan engkau/"(HR Imam Ahmad! Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Berdasar kepada hadits ini dapatlah kita mengambil kesimpulan bahwasanya kesetiaan beribadah kepada Allah adalah menjadi kekayaan sejati bagi seorang. Karena hati yang lapang dan pikiran yang tidak pernah merasa bimbang dan raga akan pertolongan Allah melebihi dari segala kekayaan harta benda.
Selanjutnya Allah berfirman,
Ayat 59
“Maka, sesungguhnya bagi orang-orang yang aniaya itu sudah ada ketentuan adzab, sebagaimana ketentuan kawan-kawan mereka juga."
Ayat ini memberi peringatan kepada manusia bahwasanya suatu kesalahan, suatu dosa akhirnya sudah sedia bagian adzab yang akan dideritanya. Manusia mungkin dapat bersembunyi dari mata manusia lain, namun dia tidak dapat bersembunyi dari mata Allah. Bahkan, dari mata manusia sendiri pun akhirnya tidak dapat juga bersembunyi. Sebab, suatu dosa mengubah budi perangai yang baik menjadi buruk. Ibnu Abbas pernah mengatakan bahwa suatu dosa dapat memudarkan cahaya Iman yang tadinya berseri pada wajah seseorang. Orang-orang yang lebih mendalam imannya dapat mengetahui pengaruh dosa itu, sebagaimana yang diceritakan oleh Anas bin Malik, sahabat Rasulullah ﷺ.
Beliau bercerita bahwa pada suatu hari dia akan pergi ke dalam majelis Khalifah Amirul Mu'minin Utsman bin Affan. Di tengah jalan beliau tertarik kepada seorang perempuan cantik yang berselisih jalan dengan beliau. Walaupun pakaiannya menutupi tubuhnya, namun lenggangnya berjalan menunjukkan juga besar pinggulnya, sehingga tersinggung juga perasaan Anas melihatnya. Tetapi Sayyidina Anas dapat juga mengendalikan diri dan menegur dengan sopan dan tidak lagi mengulang penglihatan kepada si perempuan dan dia pun meneruskan perjalanan terus ke dalam majelis Amirul Mu'minin dan duduk di hadapan beliau dengan hormatnya. Tetapi beberapa lama dia duduk Sayyidina Utsman bin Affan berkata,
“Aku melihat zina di kedua matamu!"
Dengan kagum Anas bin Malik bertanya,
“Adakah wahyu lagi sesudah Nabi, ya Amirwl Mu'minin.7"
Lalu khalifah menjawab,
“Bukan, lain tidak dia itu adalah nur!"
Ada cahaya yang dianugerahkan Allah sebagai kata hadits,
“Awaslah akan firasat orang yang beriman karena dia memandang dengan cahaya Allah."
Anas bin Malik itu sekali-kali tidak berbuat dosa sebesar itu. Tetapi pikirannya yang terganggu “karena melihat pinggul perempuan itu", kelihatan juga oleh nur yang timbul dalam jiwa Utsman bin Affan!
“Maka Janganlah mereka minta kepadaku agar disegerakan."
Ujung ayat ini adalah peringatan bagi orang. Orang benar-benar hendak memupuk imannya kepada Allah. Di dalam kita menegakkan keyakinan iman itu, kerap kali kita lihat orang yang menentang iman itu berusaha menghambat, menghalangi, dan membenci. Kita sudah tahu dan yakin bahwa penghalang dan penghambat itu akan mendapat bagian adzab dari Allah.
Sejarah perjalanan hidup manusia dalam berpuluh, bahkan beratus tahun, telah berkali-kali membuktikan bahwa adzab pasti menimpa orang aniaya. Tetapi kadang-kadang kita tidak sabar. Itu sebabnya maka di akhir ayat 59 ini Allah melarang kita minta disegerakan adzab untuk mereka. Itu adalah perangai gelisah, menunjukkan tidak punya kesabaran. Meminta tergesa-gesa demikian bukanlah perangai pemimpin. Kita mesti insaf bahwa yang menentukan waktu bukan kita, melainkan Allah.
Ayat 60
“Maka celakalah bagi orang-orang kafir dari hari mereka yang diancamkan."
Ayat ini adalah ayat 60, penutup surah. Dia berisi ancaman bagi orang yang kafir, orang
yang tidak mau percaya, tidak menerima ajakan yang disampaikan oleh Nabi Muhammad ﷺ yang mengajak manusia menempuh jalan yang benar dan selamat. Rasulullah memperingatkan bahwa hal ini belumlah selesai dengan yang sekarang ini saja. Besok akan datang hari perhitungan yang saksama atas nilai perbuatan yang dikerjakan selama hidup yang hanya
sementara di dunia ini.
Ayat penutup ini telah mengatakan dengan jelas bahwa hari kemudianmu itu akan celaka, akan sengsara, kalau tidak diisi dengan kebajikan dari sekarang.
Bahagialah orang yang ingat akan hari depan itu.
Selesai surali adz-Dzaariyaat.